POIN KUNCI
Salah satu tanggung jawab dasar dari seorang anestesiolog adalah untuk
menangani efek samping anestesi terhadap sistem pernapasan dengan
memelihara patensi jalan napas dan memastikan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat. Istilah penanganan jalan napas dapat dirujuk ke dalam
praktek ini dan merupakan titik tumpu dari ilmu anestesiologi.
Penanganan jalan napas yang baik memerlukan serangkaian pengetahuan
dan keterampilan—terutama, kemampuan untuk memprediksi kesulitan
penanganan jalan napas dan memformulasikan rencana penanganan jalan
napas serta keterampilan untuk mengeksekusi rencana menggunakan alat-
alat yang tersedia.
Practice Guidelines for Management of the Difficult Airway yang
dikeluarkan oleh American Society of Anesthesiologists dan “Algoritme
Kesulitan Jalan Napas” yang menyertai panduan tersebut memberikan
gambaran penuntun untuk mengevaluasi jalan napas dan mempersiapkan
penanganan jalan napas serta memandu pelayan kesehatan untuk membuat
keputusan ketika anestesiolog dihadapkan pada kondisi kesulitan jalan
napas.
Memahami anatomi jalan napas sangat penting untuk memberikan
anestesi.
Evaluasi jalan napas lengkap dan pengetahuan mengenai prediktor
kesulitan jalan napas dapat membuat anestesiolog waspada akan potensi
kesulitan penanganan jalan napas dan memungkinkan perencanaan yang
tepat.
Untuk memfasilitasi penanganan jalan napas, beberapa bentuk anestesi
biasanya diperlukan untuk memberikan kenyamanan pada pasien,
menunpulkan refleks jalan napas, dan menumpulkan respons
hemodinamik terhadap instrumentasi jalan napas, yang dapat dicapai
dengan induksi anestesi umum atau pemberian anestesi lokal pada jalan
napas.
Selama lebih dari 25 tahun, sungkup laring (laryngeal mask airway/LMA)
adalah salah satu pengembangan alat jalan napas yang terpenting.
Intubasi endotrakeal akan membuka jalan napas secara definitif,
memberikan proteksi maksimal terhadap aspirasi kandungan lambung, dan
memungkinkan ventilasi tekanan positif dengan tekanan jalan napas yang
lebih tinggi dibandingkan sungkup wajah atau jalan napas supraglotis.
Intubasi skop fleksibel pada trakea [ada pasien sadar dan bernapas spontan
adalah baku emas untuk penanganan kesulitan jalan napas.
Jalan napas perkutan (invasif) diindikasikan sebagai teknik penyelamatan
ketika praktisi gagal memberikan jalan napas non-invasif. Praktisi anestesi
harus mengenali teknik pemasangan ventilasi jet transtrakeal dan
krikotirotomi.
Ekstubasi adalah komponen penanganan jalan napas kritis dengan potensi
komplikator signifikan. Rencana ekstubasi trakea harus dirancang dan
meliputi strategi reintubasi trakea apabila pasien tidak mampu
mempertahankan jalan napas adekuat setelah ekstubasi.
PENDAHULUAN
Karena kegagalan mengamankan jalan napas dapat berakhir pada cedera otak
hipoksik atau kematian hanya dalam beberapa menit, kesulitan dalam penanganan
jalan napas berpotensi untuk memberikan resiko yang sama. Analisis dari basis
data “Closed Claims Project” dari American Society of Anesthesiologists (ASA)
menunjukkan bahwa perkembangan kegawatdaruratan jalan napas meningkatkan
resiko kematian dan kerusakan otak sebanyak 15 kali lipat.1 Walaupun proporsi
klaim yang berkontribusi terhadap komplikasi terkait jalan napas menurun selama
3 dekade terakhir, komplikasi jalan napas masih menjadi penyebab klaim
terbanyak kedua.2 Pada tahun 1993, ASA mempublikasikan Practice Guidelines
for Management of the Diffciult Airway yang pertama, yang ditulis dengan tujuan
untuk “memfasilitasi penanganan kesulitan jalan napas dan mengurangi
kecenderungan efek samping.”3 Pembaruan terbaru dari laporan ini—
dipublikasikan tahun 2013—mengartikan “kesulitan jalan napas” sebagai “situasi
klinis di mana anestesiolog yang terlatih mengalami kesulitan dengan ventilasi
jalan napas atas melalui sungkup, intubasi trakea, atau keduanya” dan
memberikan panduan untuk evaluasi jalan napas dan persiapan penanganannya,
yang meliputi Algoritma Kesulitan Jalan Napas bertujuan untuk memandu
pembuatan keputusan klinis ketika anestesiolog dihadapkan pada potensi kesulitan
jalan napas (Gambar 55-1).4
Jalan napas dapat dibedakan menjadi jalan napas atas—meliputi rongga hidung,
rongga mulut, faring, laring; dan jalan napas bawah—meliputi cabang-cabang
trakeobronkial.
Rongga Hidung
Secara fungsional, jalan napas terbagi atas naris (jamak, nares) dan pintu luar
hidung (apertura nasi anterior). Rongga hidung/cavum nasi terbagi menjadi
saluran kiri dan kanan yang dipisahkan oleh septum nasi, yang membentuk
dinding medial dari setiap saluran. Septum ini dibentuk oleh cartilago septalis di
anterior dan dua tulang di posterior—os ethmoidale (superior) dan os vomer
(inferior). Deviasi septum nasi sering ditemukan pada populasi dewasa6; oleh
karena itu, sisi yang lebih paten harus ditentukan sebelum memasukkan alat ke
dalam saluran hidung. Dinding lateral saluran terdiri dari tiga turbinat (concha)
yang membagi hidung menjadi tiga meatus berbentuk gulungan (Gambar 55-2).
Meatus nasi inferior, antara turbinat inferior dan lantai cavum nasi, adalah jalur
yang sering dipakai untuk alat jalan napas hidung7; penempatan yang salah dalam
hidung dapat menyebabkan avulsi turbinat.8,9 Atap cavum nasi dibentuk oleh os
ethmoidale pars cribriformis. Jika fraktur, struktur rapuh ini akan menyebabkan
kebocoran cairan serebrospinal. Karena garis mukosa cavum nasi dipenuhi
pembuluh darah, vasokonstriktor harus diberikan (biasanya topikal) sebelum
pemasangan alat untuk menghindari epistaksis. Apertura nasi posterior adalah
choanae, yang menyambung rongga hidung dengan nasofaring.
Rongga Mulut
Karena ukuran rongga hidung relatif kecil dan resiko traumanya cukup signifikan,
rongga mulut seringkali dipilih sebagai alternatif untuk memasukkan alat bantu
jalan napas. Banyak prosedur yang memerlukan pembukaan mulut yang adekuat,
yang dapat dicapai dengan melakukan rotasi pada sendiri temporomandibular
(TMJ) dan pembukaan mulut dengan menggeser condylus mandibula dalam TMJ
(gerakan ini juga dikenal sebagai protrusi atau subluksasi).10
Rongga mulut/cavum oris berlanjut menjadi orofaring dan di inferior dibatasi oleh
lidah dan di superior oleh palatum durum dan molle. Palatum durum—dibentuk
oleh bagian dari os maxilla dan palatina—mendirikan dua per tiga langit-langit
mulut; sedangkan palatum molle (velum palatinum)—sebuah lipatan jaringan
fibromuskular yang melekat pada palatum durum—mendirikan sepertiga posterior
dari langit-langit mulut. Lidah tertambat pada berbagai struktur oleh otot-otot
ekstrinsiknya, yang paling relevan untuk seorang anestesiolog adalah
genioglossus, yang menghubungkan lidah ke mandibula. Manuver jaw-thrust
menggunakan komponen penggeseran TMJ untuk menggerakkan mandibula dan
lidah ke anterior, yang akan meringankan obstruksi jalan napas karena jatuhnya
lidah ke orofaring.10 Di bawah lidah, otot-otot mylohyoideus memisahkan dinding
mulut ke ruang sublingual di superior dan submental di inferior. Selulitis (Ludwig
angina) atau pembentukan hematoma dalam ruang ini dapat menyebabkan
pengangkatan dan kesalahan penempatan posterior lidah dan menyebabkan
obstruksi jalan napas.
Faring
Faring adalah tabung muskular yang meluas dari dasar tengkorak ke tingkat
cartilago cricoidea dan menghubungkan rongga hidung dan mulut dengan laring
dan esofagus. Dinding posterior faring terdiri dari fascia buccopharyngeal yang
memisahkan faring dari ruang retrofaring. Penempatan tabung gastrik/trakea yang
salah akan menyebabkan laserasi fascia ini dan menyebabkan diseksi
retrofaring.12,13 Otot-otot faring pada pasien sadar akan membantu patensi jalan
napas; kehilangan tonus otot faring adalah salah satu penyebab primer obstruksi
jalan napas selama anestesi.14,15 Mengangkat dagu dengan mulut tertutup akan
meningkatkan tegangan longitudinal otot faring, sehingga melawan
kecenderungan kolapsnya jalan napas.16
Gambar 55-3. Potongan sagital kepala dan leher menunjukkan subdivisi faring.
Laring
Laring adalah struktur kompleks dari kartilago, otot, dan ligamen yang berperan
sebagai inlet ke trakea dan melakukan berbagai fungsi, seperti fonasi dan proteksi
jalan napas. Kerangka kerja kartilago laring terdiri dari sembilan kartilago
terpisah: cartilago cricoidea dan thyreoidea; dua cartilago arytenoidea,
corniculata, dan cuneiforme; dan cartilago epiglottica. Tulang-tulang rawan ini
dilekatkan oleh ligamen, membran, dan sendi sinovial, dan disokong oleh os
hyoideum melalui ligamentum dan membrana thyrohyoidea (Gambar 55-6).
Jika dilihat dari faring selama laringoskopi langsung, laring dimulai dari
epiglottis, yaitu sebuah lipatan kartilago yang berfungsi sebagai tepi depan inlet
laringeal. Epiglottis berfungsi untuk mengalihkan makanan dari laring selama
proses menelan, walaupun perannya tidak esensial untuk mencegah aspirasi
trakea.17 Permukaan anterior epiglottis melekat ke tepi atas os hyoideum dengan
bantuan ligamentum hyoepiglotticum. Inlet laring berikatan ke lateral dengan
plica aryepiglottica dan di posterior dengan cartilago corniculata dan celah
interarytenoidea (Gambar 55-5).
Ruangan di bawah inlet laring ke bawah tepi inferior cartilago cricoidea disebut
cavum laring. Plica ventricularis (disebut juga plica vestibularis atau pita suara
palsu) adalah struktur paling atas dari cavum laring. Di bawahnya terdapat pita
suara sejati, yang melekat ke arytenoid di posterior dan cartilago thyreoidea di
anterior, di mana mereka bergabung membentuk commissura anterior. Ruangan
antara pita suara disebut glotis; porsio cavun laring di atas glotis disebut
vestibulum, dan porsio di bawahnya disebut subglotis.
Trakea dimulai dari tingkat cartilago cricoidea dan meluas ke karina pada tingkat
vertebra thoracalis kelima; panjangnya 10-15 cm pada orang dewasa. Trakea
terdiri dari 16-20 cincin kartilago berbentuk C yang membuka di posterior dan
direkatkan satu sama lain melalui jaringan fibroelastis; otot-otot trakealis
membentuk dinding posterior trakea. Di karina, trakea bercabang dua ke kiri dan
ke kanan menjadi bronkus. Pada orang dewasa, bronkus utama kanan memiliki
sudut yang lebih vertikal, sehingga kecenderungannya lebih besar untuk benda
asing dan tabung endotrakeal (ETT) untuk masuk ke dalam lumen bronkus
kanan.18
Penilaian jalan napas harus dimulai dengan pengambilan riwayat pasien sesegera
mungkin dan secara langsung.4 Salah satu faktor prediktif untuk intubasi yang
sulit adalah riwayat kesulitan itntubasi.19 Di sisi lain, riwayat pemasangan jalan
napas bantu yang mudah tidak menyingkirkan kemungkinan kesulitan ventilasi
atau intubasi. Pada kasus seperti ini, wawancara dengan pasien harus lebih
spesifik untuk mengetahui berat badan, simptomatologi, dan kondisi patologis
sejak induksi anestetik terakhir dilakukan dan dokter harus berusaha untuk
memperoleh rekam anestesi sebelumnya; yang akan memberikan informasi yang
sangat berguna tentang penanganan jalan napas pasien. Adanya status patologis
yang meningkatkan resiko kesulitan bernapas harus ditemukan dengan melakukan
pencarian riwayat penyakit. Tinjauan sistem yang terfokus dapat meningkatkan
kewaspadaan dokter akan faktor potensial lain yang mungkin menentukan
kesulitan penanganan jalan napas, riwayat mengorok adalah salah satu yang
prediktif untuk mempersulit ventilasi sungkup.20,21
Pemeriksaan fisik untuk jalan napas harus dilakukan sebelum pembedahan jika
memungkinkan untuk mendeteksi karakteristik fisik apapun yang dapat
menyulitkan jalan napas.4 Karakteristik spesifik yang harus dievaluasi dalam
pemeriksaan ini adalah:
Inspeksi visual wajah dan leher harus fokus ke karakteristik fisik apapun yang
dapat menandakan kesulitan penanganan jalan napas. Hal ini meliputi deformitas
wajah, neoplasma di wajah atau leher, luka bakar, goiter, leher pendek atau tebal,
dan bentuk mandibula. Adanya janggut dapat mempersulit pemakaian
sungkup.20,21 Pemasangan kerah kaku atau traksi leher dapat memengaruhi
ventilasu sungkup dan DL. Lingkar leher lebih dari 43 cm (17 inci) juga akan
mempersulit intubasi trakea.22 Brodsky menunjukkan bahwa lingkar leher yang
besar lebih prediktif untuk kesulitan intubasi endotrakeal daripada indeks massa
tubuh (IMT) yang tinggi.
Posisi yang ideal untuk melakukan DL adalah memosisikan leher dalam keadaan
fleksi dan ekstensi atlantooksipital, posisi ini disebut juga posisi sniffing36 (lihat
Persiapan dan Pemosisian). Penilaian kemampuan pasien untuk melakukan posisi
ini harus dilakukan; ketidakmampuan mengekstensikan leher pada sendi
atlantooksipital akan mempersulit laringoskopi.37 Mobilitas kepala dan leher juga
dapat dinilai secara kuantitatif dengan mengukur jarak sternomental antara
incisura juularis dan ujung dagu ketika kepala ekstensi penuh dan mulut tertutup.
Jarak kurang dari 12.5 cm akan menyulitkan intubasi.38 Penilaian rentang gerakan
leher keseluruhan dapat dinilai dengan mengukur sudut yang terbentuk dari dahi
ketika leher fleksi penuh kemudian ekstensi penuh; ukuran kurang dari 80 derajat
akan mempersulit intubasi.39
Selama DL, lidah jatuh ke ruang submandibula; visualisasi glotis tidak akan
adekuat jika ruang ini menghilang karena mandibula yang kecil. skenario ini
seringkali disebut sebagai laring anterior. Jarak tiromental < 6.5 cm (3 ruas jari)
yang diukur dari insicura thyreoidea ke tepi bawah mentum, indikatif untuk ruang
mandibula yang kecil dan mempersulit intubasi.25,38 Komplians ruang ini harus
dinilai; kurangnya komplians atau adanya massa bukan temuan yang
meyakinkan.24
Walaupun uji jalan napas individu dibatasi oleh sensitivitas dan nilai prediktif
positif yang rendah, penilaian multivariat terbukti memiliki kekuatan prediktif
yang lebih tinggi. Skor Mallampati terbukti memiliki nilai prediktif yang lebih
baik ketika dikombinasikan dengan jarak tiromental, sternomental, dan/atau
antargigi seri.38,43 Model yang menggunakan beberapa faktor resiko, seperti skor
total resiko Wilson (berat badan, pergerakan kepala dan leher, pergerakan rahang,
mandibula, dan gigi) dan indeks resiko El-Ganzouri (pembukaan mulut, jarak
tiromental, kelas Mallampati, pergerakan leher, prognatisme, berat badan, dan
riwayat kesulitan intubasi) telah dikembangkan untuk memperbaiki nilai prediktif
penilaian jalan napas.39,44 Langeon dkk mengembangkan model komputer yang
menggunakan interaksi kompleks antara beberapa faktor resiko (IMT, pembukaan
mulut, jarak tiromental, kelas Mallampati, dan mandibula) untuk memperkirakan
kesulitan intubasi lebih akurat lagi daripada model lain berdasarkan analisis
statistik yang lebih sederhana.45
Praoksigenasi
Karena kesulitan penanganan jalan napas dapat terjadi secara tidak terduga,
dianjurkan untuk melakukan preoksigenasi rutin sebelum induksi anestesi umum.
47
Preoksigenasi biasanya dilakukan melalui sungkup wajah yang melekat pada
mesin anestesi atau sirkuit Mapleson. Untuk memastikan preoksigenasi yang
memadai, 100% oksigen harus disediakan pada laju aliran yang cukup tinggi
untuk mencegah rebreathing (10 hingga 12 L/menit), dan tidak ada kebocoran di
sekitar sungkup muka. Konsentrasi oksigen tidal akhir lebih besar dari 90%
dianggap memaksimalkan waktu apnea. Dua metode utama digunakan untuk
mencapai preoksigenasi. Metode pertama yaitu menggunakan ventilasi volume
tidal melalui sungkup muka selama 3 menit, yang memungkinkan pertukaran 95%
gas di paru-paru.46 Metode kedua menggunakan napas kapasitas vital untuk
mencapai preoksigenasi yang memadai lebih cepat. Empat napas lebih dari 30
detik tidak efektif sebagai metode volume tidal tetapi dapat diterima dalam situasi
klinis tertentu; delapan kali napas dalam 60 terbukti lebih efektif.46Pemosisian
kepala dapat meningkatkan kualitas preoksigenasi pada pasien obese48 dan
nonobese.49 Penggunaan ventilasi tekanan positif (VTP)non-invasif untuk
preoksigenasi juga memperpanjang waktu apnea.50,51
Salah satu fungsi teleologis dari laring adalah proteksi jalan napas, yang terutama
dilakukan oleh refleks penutupan glotis. Refleks ini dipicu oleh reseptor sensoris
di mukosa glotis dan subglotis dan menghasilkan adduksi kuat pita suara.56
Manifestasi maladaptif dari refleks ini (laringospasme) adalah komplikasi
potensial dari penanganan jalan napas. Laringospasme biasanya dipicu oleh
stimulasi nervus glossopharyngeus atau vagus akibat instrumentasi jalan napas
atau iritasi pita suara (dari darah atau muntahan) dalam keadaan anestesi ringan
(kelas II dalam klasifikasi Guedel), namun juga dapat dipengaruhi oleh stimulus
berbahaya lainnya yang dapat bertahan sampai stimulus tersebut menghilang.
Penanganan laringospasme meliputi pengangkatan iritan, pendalaman anestesi,
dan pemberian obat penghambat neuromuskular kerja cepat seperti
succinylcholine.57 Tekanan jalan napas positif kontinyu dengan oksigen 100%
biasanya disitasi sebagai manuver terapeutik walaupun tekanannya dapat
mendorong plica aryepiglottica menjadi lebih dekat dan bahkan sebenarnya
menyebabkan laringospasme karena bekerja sebagai stimulus mekanis.58,59
Tekaanan bilateral pada celah laringospasme antara condylus mandibula dan
processus mastoideus adalah penanganan efektif yang menyebabkan stimulus
intens dan nyeri, sehingga memberhentikan laringospasme dengan meningkatkan
kesadaran atau mengaktivasi jalur otonom.57
Cabang trakeobronkial juga memiliki refleks untuk melindungi paru dari zat-zat
berbahaya. Iritasi saluran napas bawah oleh benda asing akan mengaktivasi
refleks vagal—memediasi konstriksi otot polos bronkial sehingga menyebabkan
bronkospasme. Apabila tidak ditangani, maka akan menyebabkan
ketidakmampuan ventilasi karena peningkatan resistensi jalan napas yang
ekstrem. Penanganannya meliputi pendalaman anestesi dengan propofol atau agen
volatil lain dan pemberian inhalasi agonis β2 atau antikolinergik. Pemberian
lidokain intravena (IV) sudah diteliti, namun buktinya tidak mendukung
penggunaannya untuk bronkospasme.60
Penanganan jalan napas biasanya dilakukan setelah idnuksi anestesi umum jika
anestesiolog menentukan keamanannya. Beberapa teknik farmakologis dapat
digunakan untuk induksi anestesi, masing-masing dengan efek sampingnya
sendiri. Keputusan dari teknik yang mana yang akan digunakan harus dibuat hati-
hati dalam kondisi klinis spesifik.
Propofol adalah obat anestetik IV yang paling sering digunakan; pilihan lain
meliputi etomidate, ketamine, thiopental, dan midazolam. Pilihan obat ini
bergantung pada berbagai faktor seperti status hemodinamik pasien, komorbiditas,
dan alergi, serta farmakokinetika obat, efek samping, preferensi dokter, dan
ketersediaannya.62 Apakah pilihan obat anestetik memiliki efek terhadap kualitas
intubasi ketika obat penghambat neuromuskular juga diberikan masih belum jelas.
Penelitian yang membandingkan propofol, etomidate, dan thiopental yang
dikombinasikan dengan obat penghambat neuromuskular tidak menunjukkan
perbedaan dalam kondisi intubasi antara anestetik yang berbeda.63,64 Di sisi lain,
satu penelitian, selama pasien menerima cisatracurium, menunjukkan bahwa dosis
propofol yang lebih ebesar berkaitan dengan perbaikan kondisi intubasi jika
dibandingkan dosis yang lebih kecil.65
Beberapa variasi umum untuk RSII telah dikembangkan dari teknik yang pertama
kali dijelaskan pada tahun 1970.81 Ketika succinylcholine dikontraindikasikan
atau efek sampingnya tidak diinginkan, RSII dapat dicapai dengan menggunakan
penghambat neuromuskular non-depolarisasi (rocuronium 1,0 hingga 1,2 mg/kg
atau vecuronium 0,3 mg/kg); dosis ini memberikan kondisi intubasi yang adekuat
dalam waktu kurang dari 90 detik.82,83 Kerugian utama dengan obat-obat ini
adalah durasi blokade neuromuskular yang berkepanjangan; namun, pengenalan
sugammadex dapat meningkatkan penggunaannya (lihat juga Bab 34 dan 35).
Meskipun RSII tradisional untuk induksi memerlukan dosis tetap thiopental,
penggunaan anestesi lainnya seperti propofol, etomidate, atau ketamine juga
umum digunakan.
Penerapan tekanan krikoid adalah aspek yang paling kontroversial dari RSII.77
Para penentang menunjuk pada penelitian yang menunjukkan bahwa tekanan
krikoid menghasilkan penurunan tonus sfingter esofagus bagian bawah, sehingga
berpotensi meningkatkan resiko untuk regurgitasi,84 dan pencitraan resonansi
magnetik (MRI) menunjukkan bahwa pada kenyataannya, tekanan krikoid
tidakmengakibatkan kompresi esofagus, melainkan perpindahan lateral.85 Tekanan
krikoid juga memperburuk visualisasi laring selama DL, berpotensi
memperpanjang waktu intubasi dan meningkatkan resiko aspirasi paru, dan dapat
menyebabkan oklusi jalan napas subglotis, mengakibatkan kesulitan dengan
intubasi trakea atau ventilasi sungkup.86 Di sisi lain, pendukung berpendapat
bahwa tekanan krikoid yang diterapkan dengan baik efektif dalam mengurangi
resiko aspirasi dan bahwa laporan masalah adalah karena kesalahan saat
menerapkan teknik ini. Para penulis studi MRI terbaru tentang tekanan krikoid
berpendapat bahwa posisi esofagus tidak relevan karena efektivitas tekanan
krikoid adalah karena oklusi hipofaring.87 Secara umum, karena resiko penerapan
tekanan krikoid yang relatif jarang, penggunaannya dianjurkan untuk RSII kecuali
visualisasi glotis terbukti sulit, dalam hal ini dapat dengan mudah dilepaskan.
Istilah RSII yang dimodifikasi sering digunakan, tetapi tidak ada definisi standar
untuk istilah ini. Sebuah survei terhadap komunitas anestesi dan anestesiolog di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa istilah ini paling sering digunakan untuk
merujuk pada penggunaan ventilasi sungkup bersamaan dengan tekanan krikoid.88
Indikasi untuk teknik ini termasuk pasien yang beresiko untuk mengalami
hipoksemia yang cepat (misalnya, pasien yang obesitas, hamil, atau sakit kritis;
pasien anak-anak) dalam situasi di mana preoksigenasi tidak dapat diselesaikan
secara memuaskan atau ketika diperlukan waktu yang lebih lama untuk kondisi
intubasi karena penggunaan dosis standar penghambat neuromuskular non-
depolarisasi. Meskipun efek VTP dengan tekanan krikoid diterapkan dalam hal
insuflasi lambung di mana udara tidak diketahui secara pasti, VTP lembut
(tekanan inspirasi <20 cm air [H2O]) dalam hubungannya dengan tekanan krikoid
dapat dilakukan dalam skenario klinis ini.89
Sevoflurane saat ini merupakan anestesi volatil yang paling sering digunakan
untuk induksi inhalasi karena kurangnya ketajaman dan kelarutan gas darah yang
rendah (lihat Bab 21), sehingga memungkinkan untuk induksi anestesi yang halus
yang dapat memberikan kondisi yang sesuai untuk penanganan saluran napas
dengan atau tanpa obat adjuvan. seperti penghambat neuromuskular atau opioid.91
Dua teknik utama untuk induksi sevofluran pada anestesi adalah induksi volume
tidal, di mana pasien diinstruksikan untuk bernapas secara normal melalui
sungkup wajah, dan induksi kapasitas vital, di mana pasien diinstruksikan untuk
menghembuskan napas ke volume residu. dan kemudian mengambil nafas vital
dari sungkup wajah. Konsentrasi tinggi sevoflurane (8%) digunakan untuk induksi
kapasitas vital, sedangkan induksi volume tidal dapat dimulai dengan konsentrasi
sevoflurane yang lebih rendah sebelum konsentrasi ditingkatkan. Nitrogen oksida
(N2O) dapat digunakan dengan salah satu metode untuk mempercepat induksi
(lihat juga Bab 21).92 Kedua metode ini efektif dan dapat digunakan untuk
penempatan sungkup laring atau intubasi endotrakeal.91 Tingkat anestesi yang
dalam diperlukan untuk mencapai kondisi intubasi yang memuaskan ketika
menggunakan sevoflurane sebagai agen induksi tunggal, meningkatkan resiko
efek samping, seperti hipotensi. Pemberian propofol,93 opioid kerja
cepat,94,95penghambat neuromuskuar,96 dan ketamin97 semuanya telah terbukti
memperbaiki kondisi intubasi dan memungkinkan konsentrasi tidal akhir dari
sevoflurane yang lebih rendah.
Kekurangan dari teknik ini termasuk kemungkinan insiden intubasi yang lebih
sering lebih sering107 dan peningkatan resiko untuk morbiditas laring.1,10,108
Teknik ini juga meningkatkanresiko kekakuan otot yang diinduksi opioid yang
mengakibatkan kesulitan dengan ventilasi sungkup. Meskipun resiko ini
umumnya dikaitkan dengan kekakuan dinding dada, studi pada pasien yang
diintubasi dan pasien dengan trakeostomi telah menunjukkan bahwa penurunan
komplians paru karena kekakuan dinding dada tidak cukup untuk menjelaskan
ketidakmampuan untuk ventilasi sungkup setelah opioid dosis besar.109.110
Pemeriksaan pita suara selama induksi dengan opioid telah menunjukkan bahwa
penutupan pita suara adalah penyebab utama sulitnya ventilasi setelah anestesi
dengan opioid.111.112 Perawatan dengan OBAT PENGHAMBAT
NEUROMUSKULARdosis kecil atau lidokain topikal (anestesi laringotrakeal)
dapat efektif dalam merilekskan pita suara untuk memungkinkan ventilasi
sungkup dan/atau intubasi.111,113
Dalam "Algoritme Kesulitan Jalan Napas" ASA, pertimbangan apakah jalan napas
harus diamankan sebelum atau setelah induksi anestesi umum adalah salah satu
pilihan manajemen dasar yang harus dipertimbangkan ketika rencana manajemen
jalan napas sedang dirancang.24 Manfaat menjaga manajemen jalan nafas meliputi
pelestarian tonus otot faring dan patensi saluran udara bagian atas, pemeliharaan
ventilasi spontan, kemampuan untuk mendapatkan pemeriksaan neurologis yang
cepat, dan perlindungan terhadap aspirasi yang terkait dengan pelestarian refleks
protektif jalan nafas.114 Secara umum, ketika terjadi kesulitan dalam ventilasi
sungkup dan intubasi trakea, pendekatan paling aman untuk manajemen saluran
napas adalah untuk mengamankan jalan napas saat pasien tetap terjaga.24 Indikasi
lain untuk manajemen saluran napas ketika sadar meliputi resiko aspirasi berat isi
lambung, trauma wajah atau saluran napas, ketidakstabilan hemodinamik berat,
dan ketidakstabilan patologis vertebra cervicalis.115
Karena sifat dari indikasi ini, intubasi endotrakeal paling sering dipilih sebagai
tujuan dari manajemen saluran napas; namun, penempatan sungkup laring untuk
diagnosis bronkoskopi telah dijelaskan. Teknik yang paling berguna untuk
intubasi sadar adalah intubasi skopfleksibel (FSI),114 meskipun teknik lain telah
berhasil digunakan, termasuk video laringoskop (VL),116stylet optik,117stylet non-
optik,118 intubasi sungkup laring,119 dan intubasi retrograde (IR).120
Dalam banyak kasus, topikalisasi jalan napas dengan anestesi lokal menjadi
anestesi primer untuk manajemen saluran napas sadar.114 Lidocaine adalah
anestesi lokal yang paling sering digunakan untuk manajemen saluran napas
karena awitannya yang cepat, indeks terapeutik yang tinggi, dan ketersediaan
dalam berbagai berbagai preparat dan konsentrasi.121,122 Benzocaine dan Cetacaine
(semprotan aplikasi topikal yang mengandung benzocaine, tetracaine, dan
butamben; Cetylite Industries, Pennsauken, NJ) memberikan anestesi topikal yang
sangat baik dari saluran napas, tetapi penggunaannya dibatasi oleh resiko
methemoglobinemia, yang dapat terjadi dengan sesedikit 1 sampai 2 detik
penyemprotan.123 Kokain topikal terutama digunakan untuk anestesi dan
vasokonstriksi mukosa hidung selama intubasi nasotrakeal sadar.124 Campuran
lidocaine 3% dan phenylephrine 0,25%, yang dapat dibuat dengan
menggabungkan lidocaine 4% dan phenylephrine 1% dalam rasio 3:1, memiliki
sifat anestetik dan vasokonstriksi yang sama seperti kokain topikal dan dapat
digunakan sebagai alternatif.125
Topikalisasi mukosa saluran napas menggunakan satu atau lebih dari metode ini
seringkali sudah cukup. Jika diperlukan anestesi tambahan, maka berbagai blok
saraf dapat digunakan. Tiga dari yang paling berguna adalah blok saraf
glossopharyngeal, blok saraf laring superior, dan blok translaringeal
Blok translaringeal (atau transtrakeal) memberikan anestesi trakea dan pita suara.
Blok ini mungkin sangat berguna dalam situasi di mana pemeriksaan neurologis
diperlukan setelah intubasi; yang membuat kehadiran ETT di trakea lebih
nyaman. CTM diidentifikasi, dan jarum berukuran 20 sampai 22 yang dilekatkan
pada jarum suntik 5 mL langsung maju ke posterior dan sedikit ke kaudal sampai
udara diaspirasi, pada titik mana 4 mL lidokain 2% atau 4% dengan cepat
disuntikkan. Prosedur ini menyebabkan pasien batuk, membius pita suara dan
trakea. Untuk meminimalkan resiko trauma, kateter pertama mungkin
ditempatkan di atas jarum dan anestesi lokal kemudian disuntikkan melalui kateter
(Gambar 55-10).121 Teknik ini dapat digunakan dalam berbagai kombinasi yang
berbeda selama dosis maksimum lokal anestesi tidak terlampaui. Dosis
maksimum lidocaine untuk aplikasi ke saluran napas tidak mapan; sumber yang
berbeda menyarankan dosis total dalam kisaran 4 hingga 9 mg/kg.121.127.128
Pemantauan tanda dan gejala toksisitas lidokain, termasuk tinnitus, kesemutan
perioral, rasa logam, pusing, dan sedasi adalah hal yang penting. Overdosis
lidocaine yang parah dapat menyebabkan hipertensi, takikardia, kejang, dan
kolaps kardiovaskular.129 Tergantung pada keadaan klinis, sedasi IV dapat
memfasilitasi penanganan saluran napas pada pasien yang terjaga dengan
memberikan anxiolisis, amnesia, dan analgesia. Benzodiazepin, opioid, hipnotik
IV, agonis α2, dan neuroleptik dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi.
Ringkasan obat umum yang digunakan untuk sedasi dapat ditemukan pada Tabel
55-1. Obat-obatan ini harus dititrasi dengan hati-hati untuk efek
sampingnya;oversedasi dapat membuat pasien tidak kooperatif dan membuat
intubasi sadar lebih sulit. Ventilasi spontan harus selalu dijaga. Perawatan harus
dilakukan dalam situasi dengan obstruksi jalan napas kritis, karena tonus otot
sadar kadang-kadang diperlukan pada pasien-pasien ini untuk mempertahankan
patensi jalan napas. Menghindari oversedasi juga penting pada pasien yang
beresiko tinggi untuk aspirasi isi lambung, karena pasien yang terjaga dapat
melindungi jalan napasnya sendiri jika regurgitasi harus terjadi.
Ventilasi Sungkup
Teknik untuk ventilasi sungkup bergantung pada dua elemen kunci: (1)
pemeliharaan segel antara masker wajah dan wajah pasien dan (2) jalan napas
bagian atas yang tidak terhalang.10 Masker biasanya dipegang dengan tangan kiri,
dengan ibu jari dan jari telunjuk membentuk C di sekitar kerah konektor, jari
ketiga dan keempat pada ramus mandibula, dan digit kelima pada angulus
mandibula (Gambar 55-11). Jari jempol dan jari telunjuk digunakan untuk
menghasilkan tekanan ke bawah untuk memastikan segel masker yang ketat,
sementara jari sisanya memberikan pemindahan rahang ke atas (jaw thrust) untuk
membantu patensi jalan napas. Tangan kanan bebas untuk menyediakan ventilasi
manual. Memastikan bahwa tekanan ditempatkan pada tonjolan tulang mandibula
dan bukan jaringan lunak yang penting—kompresi ruang submandibular dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas dan kesulitan dengan ventilasi mask. Banyak
masker memiliki kaitan di sekitar kerah untuk digunakan dengan tali masker yang
dapat memfasilitasi pembentukan segel.
Teknik satu tangan kadang-kadang tidak efektif, terutama pada pasien yang
mengalami obesitas atau edentulosa, yang disebabkan oleh kegagalan untuk
mempertahankan segel dan/atau jalan napas atas paten. Dalam situasi ini, teknik
dua tangan bisa lebih berhasil. Teknik dua tangan bergantung pada asisten atau
penggunaan ventilasi kontrol tekanan (VKT) dengan mesin anestesi untuk
menyediakan VTP. Penggunaan VKT untuk ventilasi sungkup menghasilkan
tekanan aliran udara puncak yang lebih rendah dan mengurangi laju aliran
inspirasi jika dibandingkan dengan ventilasi manual, memberikan ukuran
tambahan keamanan terhadap insuflasi lambung.131Dalam satu pendekatan pada
teknik dua tangan, tangan kiri diposisikan seperti dalam teknik satu tangan dan
tangan kanan ditempatkan di sisi lain dari sungkup dalam konformasi yang
identik. Pendekatan yang lebih efektif melibatkan penggunaan jari kedua dan
ketiga untuk melakukan jaw thrust sementara sungkup difiksasi dengan ibu jari.
Sebuah penelitian pada pasien yang dianestesi menunjukkan bahwa teknik ini
meningkatkan patensi saluran napas bagian atas, dibandingkan dengan teknik satu
tangan tradisional, yang diukur dengan volume tidal yang lebih besar selama
VKT.132 Teknik tambahan untuk memperbaiki segel sungkup dalam skenario yang
sulit termasuk meninggalkan gigi palsudan menempatkan perekat plastik di atas
rambut wajah.
Setelah segel dibentuk antara sungkup wajah dan wajah pasien, ventilasi dicapai
dengan ventilasi spontan atau VTP. Efektivitas masker ventilasi harus dipastikan
dengan mengamati kenaikan dada, volume tidal yang dihembuskan, oksimeter
denyut, dan kapnografi. Selama ventilasi terkontrol pada pasien dengan paru-paru
normal dan jalan napas paten, volume tidal yang memadai harus dicapai dengan
tekanan inspirasi puncak kurang dari 20 cm H2O; tekanan yang lebih tinggi harus
dihindari untuk mencegah insuflasi lambung.133 Jika VTP tidak memadai pada
tekanan inspirasi yang dapat diterima, maka patensi jalan napas dan komplians
paru harus dinilai. Karena pengurangan tonus otot sebagai akibat dari anestesi
umum, lidah jatuh ke belakang di bawah pengaruh gravitasi pada pasien
terlentang dan dapat menghalangi saluran udara bagian atas. Obstruksi jalan nafas
atas paling sering terjadi pada tingkat palatum molle (velofaring), epiglotis, dan
lidah.10,14 Untuk memaksimalkan patensi jalan napas, ventilasi sungkup harus
dilakukan dengan ekstensi atlantooksipital maksimal dalam kombinasi dengan jaw
thrust yang terlibat dalam teknik memegang sungkup.134 Penambahan fleksi leher
ke ekstensi kepala (yaitu, menempatkan pasien dalam posisi sniffing)
meningkatkan patensi faring.135 Jika posisi sniffing dan jaw thrust gagal untuk
mengatasi obstruksi saluran napas, maka alat bantu napas orofaring dan
nasofaring dapat digunakan untuk memfasilitasi patensi jalan napas.
Jalan napas orofaringeal adalah yang paling sering digunakan. Mereka mengikuti
kelengkungan lidah, menariknya menjauh dari faring posterior (Gambar 55-12).
Karena mereka menempatkan tekanan pada pangkal lidah dan dapat bersentuhan
dengan epiglotis, saluran napas orofaring dapat memicu batuk, muntah, atau
spasme laring jika refleks laring dan faring tidak cukup tumpul; oleh karena itu
mereka tidak sesuai untuk digunakan pada pasien yang sadar. Saluran napas
orofaring diukur dengan mengukur dari sudut mulut pasien ke sudut rahang atau
daun telinga. Saluran pernafasan orofaring yang tidak sesuai benar-benar dapat
memperburuk obstruksi saluran napas; oleh karena itu pemilihan ukuran yang
tepat adalah penting. Penempatan yang tepat dicapai dengan memasukkan jalan
napas orofaring dengan lengkungan menghadap ke posterior dan kemudian
berputar 180 derajat; sebagai alternatif, penekan lidah dapat digunakan untuk
memindahkan lidah ke anterior sebagaimana jalan napas orofaring dimasukkan
dengan lengkungan menghadap ke depan. Komplikasi dari pemasangan alat ini
meliputi palsi saraf lingual dan kerusakan pada gigi.136.137 Setelah dipasang, alat
bantu napas nasofaring kurang merangsang daripada orofaring dan dengan
demikian lebih sesuai untuk pasien yang sadar (Gambar 55-13). Saluran udara
nasofaring harus dilumasi dengan baik sebelum insersi dan dimasukkan dengan
bevel menghadap septum hidung. Untuk menghindari epistaksis, kekuatan tidak
boleh digunakan selama penyisipan alat ini.
Ventilasi sungkup yang sulit terjadi ketika ventilasi melalui sungkup wajah tidak
mungkin karena segel sungkup yang tidak memadai, kebocoran gas yang
berlebihan, dan/atau resistensi yang berlebihan terhadap masuknya atau keluarnya
gas.24 Prediktor untuk ventilasi sungkup yang sulit yang dapat diidentifikasi
selama jalan napas preoperatif tercantum dalam Kotak 55-2.
Gambar 55-11. Teknik ventilasi sungkup wajah dengan satu tangan. Posisi jari
kelima adalah pada angulus mandibula.
Gambar 55-12. Saluran napas orofaring yang dipasang. Saluran udara mengikuti
lengkung lidah. Alat ini menarik lidah dan epiglotis jauh dari dinding daring
posterior dan memberikan saluran udara.
Gambar 55-13. Saluran napas nasofaring yang dipasang. Saluran napas melewati
hidung dan berakhir pada titik tepat di atas epiglotis.
Istilah supraglottic airway (SGA) atau extraglottic airway mengacu pada beragam
peralatan medis yang secara dimasukkan ke dalam faring untuk menyediakan
saluran paten untuk ventilasi, oksigenasi, dan pengiriman gas anestesi tanpa perlu
intubasi trakea.
SGA memiliki keuntungan yaitu kurang invasif daripada intubasi endotrakeal
sambil memberikan jalan napas yang lebih definitif daripada sungkup wajah, dan
dapat digunakan baik untuk ventilasi spontan maupun VTP. Salah satu SGA
pertama, sungkup laring, telah diperkenalkan pada tahun 1983 oleh Dr. Archie
Brain dan diperkenalkan dalam praktek klinis pada 1988.138 Sejak saat itu,
sungkup laring telah terbukti menjadi salah satu perkembangan paling penting
baik dalam manajemen saluran napas rutin maupun sulit dan merupakan
komponen penting dari algoritme ASA. Berbagai desain yang berbeda dari SGA
sekarang tersedia dan secara luas digunakan dalam praktek anestesi saat ini
sebagai perangkat manajemen jalan nafas utama, alat penyelamat saluran napas,
dan saluran untuk intubasi endotrakeal.
SGA memiliki banyak aplikasi. Mereka dianggap sebagai pilihan pertama untuk
manajemen saluran napas untuk prosedur bedah diagnostik dan minor.141 Tidak
ada sistem klasifikasi standar untuk berbagai desain SGA, meskipun beberapa
telah diusulkan. Bab ini menggunakan terminologi yang dijelaskan oleh Donald
Miller: segel perilaringeal; segelyang tidak berbentuk secara anatomis; dan segel
faring yang difiksasi.142 Generasi kedua SGA dibedakan dari SGA generasi
pertama karena mereka menggabungkan fitur yang dirancang untuk mengurangi
insidensi aspirasi.
Sungkup Laring
Sungkup laring klasik. Sungkup laring (LMA Amerika Utara, San Diego, CA)
adalah yang paling banyak digunakan, SGA dipelajari dengan baik dan
merupakan arketipe dari segel perilaringeal. Versi asli, sungkup laring klasik
(SLK), terdiri dari sungkup silikon berbentuk oval dengan manset tiup yang
duduk di hipofaring dan membentuk segel di sekitar jaringan periglotis (Gambar
55-14). Tabung saluran udara yang menempel pada sungkup keluar dari mulut dan
memiliki konektor 15-mm standar untuk dipasang ke sirkuit anestesi atau ke
perangkat kantung katup. Segel di sekitar inlet laring memungkinkan untuk
pengiriman oksigen dan anestesi inhalasi selama ventilasi spontan dan
memungkinkan VTP pada tekanan hingga 20 cmH2O. SLK dapat digunakan
kembali hingga 40 kali dan tersedia dalam berbagai ukuran mulai dari ukuran 1
(neonatus) hingga ukuran 6 (dewasa besar,> 100 kg).
The LMA Classic Excel adalah versi terbaru yang menggabungkan fitur desain
untuk memfasilitasi intubasi endotrakeal melalui alat ini, termasuk bar epiglotis,
tabung saluran udara yang lebih lebar, dan konektor yang dapat dilepas. Versi
sekali pakai dari SLK, LMA Unique, terbuat dari polivinil klorida (PVC) dan
telah mendapatkan popularitas karena biaya dan perawatannya yang lebih rendah,
serta kekhawatiran atas resiko kontaminasi silang dan infeksi (misalnya, human
immunodeficiency virus [HIV], hepatitis C, penyakit berbasis prion) dengan
perangkat medis yang dapat digunakan kembali. LMA Flexible, tersedia dalam
model yang dapat digunakan kembali dan sekali pakai, memiliki tabung saluran
udara yang fleksibel, tahan-kerutan yang dapat diposisikan jauh dari bidang bedah
untuk prosedur kepala dan leher.
Komplikasi serius dari penggunaan sungkup laring relatif jarang. Lebih umum,
luka ringan mulut, faring, atau laring terjadi, dinyatakan sebagai keluhan
tenggorokan kering atau sakit.152 Insiden sakit tenggorokan adalah sekitar 10%
hingga 20%,140.153 dan telah dikaitkan dengan tekanan manset yang lebih tinggi
dan ukuran sungkup laring yang lebih besar.146,154 Kasus cedera
orofaringngolaring yang lebih serius telah dijelaskan, seperti trauma pada uvula
dan nekrosis faring.155.156
Gambar 55-16. LMA Supreme memiliki desain manset yang sudah dimodifikasi,
tabung drainase untuk akses lambung, dan blok gigitan terintegrasi.
Sungkup laring ProSeal.Sungkup laring ProSeal (pLMA, LMA Amerika Utara,
San Diego, CA) adalah SGA generasi kedua yang dapat digunakan kembali yang
menggabungkan manset posterior, meningkatkan segel perilaringeal dan
memungkinkan untuk VTP pada tekanan hingga 30 cmH2O. Alat ini juga
menggabungkan tabung drainase lambung yang memungkinkan untuk akses
lambung dengan tabung orogastrik dan menghindari regurgitasi saluran isi
lambung dari jalan napas, secara efektif mengisolasi saluran pernafasan dan
gastrointestinal.157 Fitur tambahan termasuk blok yang tergabung dan manset yang
lebih lembut.
Teknik penyisipan mirip dengan SLK tetapi membutuhkan tingkat anestesi yang
lebih dalam.157,158 Pengantar opsional dapat digunakan untuk memfasilitasi
penyisipan. Seperti halnya SLK, tekanan manset tidak boleh melebihi 60 cmH2O.
Setelah dimasukkan, penilaian penempatan yang tepat dilakukan dengan
memberikan VTP; volume tidal yang memadai harus dicapai dengan tekanan
inspirasi puncak yang wajar, tekanan kebocoran harus di atas 20 cmH2O, dan
bentuk gelombang kapnografi akan tampak normal.10 Tes tambahan untuk
mengkonfirmasi penempatan yang tepat dan pemisahan saluran napas dan saluran
gastrointestinal dilakukan dengan menempatkan lapisan kecil (<5 mm) pelumas
berbasis air di atas lubang tabung drainase; VTP dan palpasi incisura jugularis
harus menghasilkan gerakan naik kecil dari gel meniskus. Jalur yang mudah dari
tabung orogastrik melalui tabung drainase lambung menegaskan posisi yang tepat.
Rüsch EasyTube (Teleflex Medical, Research Triangle Park, NC) adalah SGA
berlumen ganda yang mirip dengan ETC. Perbedaan utama adalah konstruksi non-
late dan lumen proksimal yang berakhir tepat di bawah balon orofaringeal,
memungkinkan untuk pengalihan pergantian tabung atau FIS. Teknik penyisipan
dan resiko mirip dengan ETC; sebuah studi perbandingan menunjukkan waktu
penyisipan yang lebih pendek dengan EasyTube.168 Seri SGA LT (King Systems
Corporation, Noblesville, IN) serupa dalam desain untuk ETC dan EasyTube,
dengan port ventilasi antara faring dan esofagus. The King LT dan King LT-D
(dapat digunakan kembali dan pakai, masing-masing) adalah perangkat lumen
tunggal dengan ujung distal meruncing yang memungkinkan lintasan mudah ke
esofagus. Bagian distal (esofagus) dari tabung tersumbat. The King LTS dan King
LTS-D sekali pakai, di sisi lain, memiliki ujung distal terbuka dengan saluran
sekunder untuk memungkinkan penyedotan isi lambung. Meskipun penempatan
trakea perangkat King LT belum dilaporkan, jika itu terjadi, maka perangkat harus
diangkat dan dimasukkan kembali.
INTUBASI ENDOTRAKEAL
Intubasi endotrakeal adalah baku emas untuk manajemen saluran napas. Alat ini
menetapkan saluran napas definitif, memberikan perlindungan maksimal terhadap
aspirasi isi lambung, dan memungkinkan untuk VTP dengan tekanan udara lebih
tinggi dibandingkan dengan sungkup wajah atau SGA. Intubasi endotrakeal
biasanya difasilitasi oleh DL; Namun, berbagai macam perangkat dan teknik
intubasi alternatif telah dikembangkan untuk menghindari masalah yang dihadapi
ketika DL konvensional sulit. Pada pasien berpuasa menjalani operasi elektif
dengan anestesi umum, SGA sering kali cocok. Kondisi tertentu atau situasi
klinis, bagaimanapun, mendukung intubasi endotrakeal, meskipun munculnya
SGA generasi kedua agak mempersempit daftar ini.
Indikasi absolut untuk intubasi endotrakeal termasuk pasien dengan perut penuh
atau yang beresiko tinggi untuk aspirasi sekresi lambung atau darah, pasien yang
sakit kritis, pasien dengan kelainan paru yang signifikan (misalnya, komplians
paru rendah, resistensi saluran napas tinggi, gangguan oksigenasi), pasien yang
memerlukan isolasi paru-paru, pasien yang menjalani pembedahan
otorinolaringologik di mana SGA akan mengganggu akses bedah, pasien yang
kemungkinan akan membutuhkan dukungan ventilasi pasca operasi, dan pasien
yang mengalami kegagalan penempatan SGA. Indikasi lain untuk intubasi
termasuk persyaratan bedah untuk OBAT PENGHAMBAT
NEUROMUSKULAR, posisi pasien yang akan menghalangi intubasi trakea. jalan
napas sulit yang diprediksi, dan prosedur yang diperpanjang.
Standar ETT modern adalah tabung plastik sekali pakai yang digunakan dengan
sekali pakai yang dirancang untuk disisipkan melalui hidung atau mulut dan
duduk dengan ujung distalnya di midtrakea, menyediakan jalan napas paten untuk
memungkinkan ventilasi paru-paru. Berbagai jenis ETT yang berbeda tersedia
untuk digunakan dalam situasi khusus. Beberapa fitur yang umum adalah desain
yang berbeda, termasuk adaptor 15 mm universal yang memungkinkan perlekatan
ujung proksimal ke sirkuit dan perangkat ventilasi yang berbeda; sebuah manset
bertekanan rendah, volume-tinggi; ujung miring untuk memfasilitasi bagian
melalui pita suara; dan pembukaan distal tambahan di dinding samping ETT yang
dikenal sebagai mata Murphy, yang berfungsi untuk menyediakan portal
tambahan untuk ventilasi jika ujung distal lumen menjadi terhalang oleh jaringan
lunak atau sekresi.
ETT bermanset secara rutin digunakan untuk intubasi endotrakeal pada sebagian
besar pasien; ETT tanpa manset digunakan pada neonatus dan bayi. Manset
bertekanan rendah dan bertekanan tinggi dipompa dengan udara untuk
memberikan segel terhadap dinding trakea untuk melindungi paru-paru dari
aspirasi paru dan untuk memastikan bahwa volume tidal yang dikirimkan ventilasi
paru-paru mengalir ke saluran napas bagian atas balon dengan katup satu arah
memungkinkan untuk inflasi manset dan penilaian tekanan manset. Manset harus
dipompa ke volume minimum di mana tidak ada kebocoran udara dengan
inspirasi tekanan positif; tekanan manset harus kurang dari 25 cm H2O.169
Tekanan manset berlebihan dapat menyebabkan cedera mukosa trakea, disfungsi
pita suara dari kelumpuhan nervus laryngeus berulang, dan sakit tenggorokan.
Pemantauan tekanan manset dengan pengukur tekanan direkomendasikan. Ketika
N2O digunakan sebagai bagian dari anestesi, tekanan manset harus diukur secara
berkala sepanjang operasi; difusi N2O ke dalam manset dapat menyebabkan
peningkatan tekanan manset ke tingkat yang berpotensi berbahaya.
Ukuran ETT biasanya dijelaskan dalam satuan diameter internal (ID); hubungan
ID ke diameter eksternal bervariasi antara desain dan pabrikan yang berbeda.
Pemilihan ukuran ETT tergantung pada alasan penempatan dan faktor spesifik
pasien seperti jenis kelamin dan kondisi patologis saluran napas. ETT yang lebih
kecil menghasilkan peningkatan resistensi saluran napas dan kerja pernapasan,
dan ETT dengan ID yang lebih kecil dari 8 mm menghalangi bronkoskopi
fiberoptik terapeutik. ETT yang lebih besar lebih mungkin dikaitkan dengan
trauma mukosa laring atau trakea dan memiliki insiden sakit tenggorokan yang
lebih tinggi setelah anestesi umum. Umumnya, pada pasien yang diintubasi hanya
untuk tujuan anestesi umum, ETT yang lebih kecil dapat digunakan daripada pada
pasien yang akan tetap diintubasi dalam jangka menengah sampai panjang sebagai
akibat kegagalan pernafasan; biasanya ETT 7-mm digunakan untuk wanita dan 8-
mm digunakan untuk pria.
Berbagai tabung trakea khusus tersedia untuk digunakan dalam situasi klinis
tertentu. Pipa preformed, seperti tabung Ring-Adair-Elwin (RAE) hidung dan
mulut, memiliki kontur khusus untuk mempertahankan profil rendah dan untuk
menghindari gangguan bedah. Lapisan tabung memiliki kumparan tertanam yang
meminimalkan kinking tabung ketika mengalami angulasi. Tabung
mikrolaringeal, yang memiliki ID kecil dengan tabung panjang yang lebih
panjang, berguna dalam operasi laring atau untuk aplikasi tertentu, seperti intubasi
melalui SLK. Tabung khusus lainnya termasuk tabung tahan-laser dan tabung-
tabung lumen tunggal dan ganda yang memungkinkan untuk ventilasi satu-paru.
Ketika rute nasotrakeal tidak diindikasikan secara khusus, rute orotrakeal biasanya
lebih disukai untuk beberapa keuntungan. Rute orotrakeal berpotensi kurang
traumatis dan menyajikan resiko perdarahan yang lebih rendah, biasanya
memungkinkan untuk penempatan ETT yang lebih besar, dan menyediakan lebih
banyak pilihan dalam hal teknik manajemen saluran napas. Kerugian utama
termasuk potensi kerusakan pada gigi dan stimulasi refleks muntah selama
intubasi sadar, membutuhkan anestesi saluran napas yang lebih padat dan
berpotensi kurang nyaman bagi pasien. Intubasi nasotrakeal, di sisi lain, melewati
refleks muntah dan biasanya lebih mudah ditoleransi oleh pasien sadar. Namun,
resiko epistaksis, trauma pada turbinat nasal, dan terowongan submukosa di
nasofaring harus diperhitungkan.114 Intubasi nasotrakeal relatif kontraindikasi
pada fraktur dasar rahang atau tengkorak.
Teknik yang paling umum digunakan untuk intubasi trakeal adalah DL, yang
melibatkan visualisasi langsung glotis dengan bantuan laringoskop. ETT
dimasukkan melalui pembukaan glotis ke dalam trakea di bawah observasi
kontinyu.
Posisi yang tepat dalam posisi sniffing melibatkan sekitar 35 derajat dari fleksi
leher, yang dicapai oleh 7-9 cm ketinggian kepala di atas bantal yang kuat; pasien
dengan leher yang lebih pendek mungkin memerlukan lebih sedikit elevasi
kepala.36,175 Pasien yang mengalami obesitas sering membutuhkan elevasi bahu
dan punggung atas untuk mencapai fleksi serviks yang adekuat, yang dapat
dicapai dengan menempatkan pasien dalam posisi ramped dengan menggunakan
perangkat khusus, seperti Troop Elevation Pillow (Mercury Medical, Clearwater,
FL) atau selimut yang dilipat. Mengonfirmasi penyelarasan horizontal dari meatus
acusticusexternus dengan incisura jugularis berguna untuk memastikan ketinggian
kepala yang optimal pada pasien obese dan non-obese.176 Fleksibilitas leher yang
adekuat juga memfasilitasi ekstensi atlantooksipital maksimal, yang memberikan
keselarasan optimal dari kapak oral dan faring (penentu utama) untuk kualitas
tampilan laring) dan pembukaan mulut yang ditingkatkan.177
Gambar 55-17. Diagram aksis visual. A, kepala dalam posisi netral. Tidak ada
satupun aksis visual yang selaras. B, pengangkatan kepala memberikan fleksi
leher, yang meluruskan aksis laring (LA) dan aksis faring (PA). C, ekstensi sendi
atlantooksipital memberikan aksis visual mulut yang selaras dengan laring dan
faring.
Teknik.Laringoskop adalah instrumen genggam yang terdiri dari bilah yang
melekat pada pegangan yang mengandung sumber cahaya. Sebagian besar dapat
digunakan kembali dan terbuat dari baja, meskipun bisa dibuang, versi plastik
tersedia. Bilah melengkung dan bilah lurus adalah dua jenis dasar bilah
laringoskop yang tersedia untuk DL. Macintosh adalah bilah melengkung yang
paling umum digunakan, sedangkan Miller adalah bilah lurus yang paling sering
digunakan. Keduanya dirancang untuk dipegang di tangan kiri, dan keduanya
memiliki flens di sisi kiri yang digunakan untuk menarik kembali lidah secara
lateral. Setiap jenis bilah memiliki kelebihan dan kekurangannya dan terkait
dengan tekniknya sendiri untuk digunakan.
Bilah Macintosh dimasukkan di sisi kanan mulut, dan flens digunakan untuk
menyapu lidah ke kiri. Setelah laringoskop dimasukkan ke dalam mulut, tangan
kanan dapat digunakan untuk memastikan bahwa bibir atas tidak tertusuk di
antara laringoskop dan gigi seri atas. Bilah ini maju sepanjang dasar lidah sampai
epiglotis divisualisasikan; ujung bilah kemudian maju lebih jauh dan diposisikan
dalam vallecula. Gaya yang berorientasi pada sudut 45 derajat dan jauh dari
laringoskopi secara tidak langsung mengangkat epiglotis dengan menempatkan
ketegangan pada ligamentum hyoepiglotticum, mengekspos struktur glotis
(Gambar 55-19). Ujung bilah tidak boleh diangkat dengan menggunakan
laringoskop sebagai tuas, bergoyang kembali pada gigi seri atas, yang dapat
merusak gigi dan memberikan pandangan inferior glotis. Vektor gaya yang benar
dicapai dengan menggunakan deltoid dan triceps anterior, bukan oleh fleksi radial
pergelangan tangan. Setelah pandangan lengkap glotis tercapai, ETT digenggam
mirip dengan pensil dengan tangan kanan dan dipandu melalui pita suara ke dalam
trakea. Bagian ETT difasilitasi oleh angulasi anterior ujung, yang dapat dicapai
dengan membentuk ETT dengan stylet lunak menjadi bentuk tongkat hoki,
dengan sekitar sudut 60 derajat terbentuk 4 sampai 5 cm dari ujung distal, atau
dengan menonjolkan kelengkungan anterior alami ETT dengan memasukkan
ujung ke dalam konektor 15-mm, membentuk lingkaran, selama beberapa menit
sebelum melakukan DL.
Kesulitan dengan intubasi endotrakeal oleh DL terutama terletak pada fungsi dari
pandangan yang tidak memadai dari glotis. Prediktor untuk kesulitan laringoskopi
yang dapat diidentifikasi selama penilaian jalan nafas pra operasi tercantum dalam
Kotak 55-3. Cormack dan Lehane mengembangkan skala penilaian pada tahun
1984 untuk mendeskripsikan pandangan laringoskopi.180 Nilai berkisar dari I
hingga IV, dimulai dengan kelas I (pandangan terbaik), di mana epiglotis dan pita
suara dalam tampilan lengkap, dan memuncak dengan tingkat IV (pandangan
paling sulit), di mana epiglotis atau laring tidak terlihat (Gambar 55-22). Skema
klasifikasi yang dimodifikasi dengan lima kelas yang berbeda berdasarkan sistem
skor Cormack-Lehane dijelaskan oleh Yentis, yang mengusulkan bahwa kelas II
dibedakan menjadi IIA (pandangan parsial glotis) dan IIB (hanya arytenoid atau
pita suara posterior yang terlihat). Kesulitan intubasi jarang terjadi ketika
pandangan kelas I atau IIA tercapai; nilai IIB dan III berhubungan dengan
insidensi gagal intubasi yang lebih tinggi secara signifikan. Laringoskopi kelas IV
membutuhkan metode intubasi alternatif. Metode alternatif penilaian tampilan
laringoskopi adalah persentase skala pembukaan glotis (POGO), yang ditentukan
oleh persentase pita suara dari komisura anterior ke insicura arytenoidea yang
dapat divisualisasikan selama laringoskopi. Skala ini telah terbukti memiliki
keandalan interobserver yang lebih tinggi daripada sistem skor Cormack-Lehane
dan berpotensi lebih berguna untuk studi penelitian dalam laringoskopi langsung
dan tidak langsung.
Ketika pandangan glotis memadai, ETT harus dimasukkan ke sudut kanan mulut
dan maju sedemikian rupa sehingga memotong sumbu panjang pisau laringoskop
di glotis, daripada dimasukkan garis tengah dan sejajar dengan sumbu panjang
bilah laringoskop, yang memastikan bahwa pandangan glotis tidak dikaburkan.
Ujung ETT dilewatkan melalui inlet glotis dan lanjut sampai bagian proksimal
manset sekitar 2 cm melewati pita suara. Jika stylet sedang digunakan, maka stylet
harus dikeluarkan ketika ujung ETT tepat di tingkat pita suara sementara ETT
dipegang dengan stabil; teknik ini membantu membatasi trauma pada mukosa
trakea akibatstylet semirigid.
Gambar 55-18. Teknik gunting untuk pembukaan mulut. Ibu jari tangan kanan
menekan gigi geraham kanan bawah dalam arah caudad ketika jari telunjuk atau
tengah menekan gigi geraham atas kanan dalam arah cephalad.
Hipoksemia, peningkatan tekanan jalan napas, ekspansi dada asimetris, dan tidak
adanya suara napas di satu paru—umumnya sebelah kiri—indikatif untuk intubasi
endobronkial; pneumotoraks juga dapat menyebabkan gambaran ini. Bronkoskopi
fiberoptik atau radiografi dada dapat digunakan jika gambaran klinis masih belum
jelas.
BFF standar (Gambar 55-24) terdiri dari ribuan serat kaca fleksibel dengan
diameter sekitar 8 hingga 10 μm yang mampu mentransmisikan cahaya pantul
sepanjang panjangnya. Cahaya ditransmisikan dari sumber cahaya eksternal ke
ujung distal BFF; cahaya yang memantulkan objek yang akan ditransmisikan
kembali sepanjang BFF ke lensa okuler atau kamera video di ujung proksimal dari
skop. Dalam beberapa tahun terakhir, BFF telah digantikan oleh FIS modern yang
menggunakan chip video dan teknologi light-emitting diode (LED), bukan
fiberoptik. Contohnya adalah Storz Five Scope, yang merupakan video
bronkoskop yang sangat portabel untuk digunakan dengan sistem C-MAC VL.
Indikasi untuk FSI pada dasarnya termasuk indikasi untuk intubasi endotrakeal.
Namun, FSI mungkin merupakan teknik manajemen jalan nafas pilihan dalam
salah satu dari skenario klinis berikut183:
Saluran udara sulit yang diketahui atau diantisipasi (yaitu, tidak dapat
melakukan intubasi atau tidak dapat melakukan ventilasi)
Perluasan leher yang tidak diinginkan (misalnya fraktur vertebra cervicalis
yang tidak stabil, stenosis leher berat, insufisiensi arteri vertebral,
malformasi Chiari)
Peningkatan resiko kerusakan gigi (misalnya, gigi yang buruk, gigi yang
rapuh)
Pembukaan mulut terbatas (misalnya, penyakit TMJ, fiksasi mandibula-
maksila, luka bakar wajah yang parah)
Tidak ada kontraindikasi spesifik untuk FSI; namun, dalam situasi klinis tertentu,
FSI yang sukses tidak mungkin dilakukan. Perdarahan saluran napas yang parah
dapat mengaburkan tanda-tanda anatomis dan menyumbat ujung FIS dengan
darah, membuat visualisasi laring menjadi sangat sulit. Obstruksi atau stenosis
berat pada saluran napas, sehingga ketidakmampuan untuk melewati FIS juga
dapat membuat FSI menjadi tidak mungkin. FSI memberikan beberapa
keunggulan dibandingkan DL183:
FSI dapat dilakukan pada pasien yang sadar atau terbius. Indikasi untuk FSI sadar
umumnya adalah situasi-situasi di mana sulit dilakukan ventilasi melalui sungkup,
ketika pemeriksaan neurologis pascaintubasi diperlukan, atau ketika induksi
anestesi umum dapat menyebabkan konsekuensi hemodinamik atau pernapasan
yang merugikan. Kerugian teknis utama untuk melakukan FSI di bawah anestesi
umum adalah hilangnya tonus otot faring, yang dapat menyebabkan kolaps
saluran napas bagian atas dan laringoskopi serat optik yang sulit.183
Sebelum digunakan, dokter anestesi atau asisten ahli harus memastikan bahwa
FIS, sumber cahaya, dan monitor video dalam kondisi kerja yang tepat dan semua
komponen telah sepenuhnya siap untuk digunakan. Persiapan ini termasuk
memfokuskan gambar jika menggunakan BFF, memastikan orientasi tampilan
yang tepat jika menggunakan kamera video, melumasi sepertiga distal dari kabel
penyisipan fleksibel, menerapkan solusi antifogging ke ujung skop, dan
menghubungkan saluran hisap atau sumber oksigen ke lubang hisap. ETT harus
disiapkan dengan menempatkannya dalam bak air hangat, yang melunakkan
plastik, meringankan jalan masuk ke trakea dan meminimalkan trauma saluran
napas.
FSI biasanya dilakukan dalam posisi terlentang atau duduk bersandar, meskipun
FSI darurat dapat dilakukan dalam posisi lateral dekubitus atau posisi
tengkurap.184 Ketika melakukan FSI dalam posisi terlentang, penyedia anestesi
berdiri di kepala pasien. Keuntungan untuk posisi ini adalah bahwa pandangan
laring melalui FIS berada dalam orientasi yang sama seperti selama DL, dan
pasien dan dokter sudah dalam posisi optimal untuk melakukan ventilasi sungkup
atau manuver saluran napas lainnya, jika perlu. Ketika melakukan FSI dengan
pasien dalam posisi duduk atau bersandar, praktisi harus berdiri menghadap
pasien di sisi pasien. Posisi ini mungkin merupakan posisi pilihan dalam FSI yang
terjaga sebagai hasil dari peningkatan ventilasi dan kenyamanan pasien yang lebih
besar. Selain itu, posisi duduk mengoptimalkan anatomi saluran napas dan
mencegah jalan napas kolaps pada pasien yang mengalami obesitas, pada pasien
dengan apnea tidur obstruktif, dan pada pasien dengan obstruksi saluran napas
ekstrinsik anterior.
Ketika melakukan FSI orotrakeal. menavigasi FIS di sekitar pangkal lidah untuk
mencapai pandangan yang memuaskan dari laring adalah salah satu tantangan
utama. FIS memiliki kecenderungan untuk menyimpang dari garis tengah, dan,
sering, sedikit atau tidak ada ruang udara ditemukan antara lidah dan langit-langit
yang dilalui untuk menavigasi FIS. Untuk mengurangi masalah ini, beberapa
perangkat atau teknik dapat digunakan. Saluran udara oral intubasi khusus dapat
digunakan untuk melindungi FIS dari kerusakan, mencegah lidah jatuh kembali ke
faring dan menghalangi ruang udara, dan untuk menjaga garis tengah FIS saat
dipandu ke laring. Beberapa jenis saluran udara oral intubasi, masing-masing
dengan perbedaan desain yang unik, meliputi saluran udara Ovassapian, Berman,
dan Williams. Kerugian dari alat ini adalah bahwa mereka menempatkan tekanan
pada pangkal lidah, berpotensi menyebabkan tersedak pada pasien sadar. Pada
pasien sadar dan mereka yang berada di bawah anestesi umum, traksi lembut pada
lidah anterior sangat membantu mencegah lidah jatuh kembali ke faring jika
saluran udara intubasi tidak digunakan. Traksi ini dapat dengan mudah dicapai
dengan tangan dengan bantuan gauze pad 4×4untuk traksi atau dengan forsep
Magill. Perawatan harus dilakukan untuk tidak melukai lidah pada gigi bawah.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, sungkup laring dan sungkup laringintubasi
juga dapat digunakan sebagai saluran untuk FSI oral. Mendapatkan pandangan
laring selama hidung FSI sering lebih mudah, dibandingkan dengan pendekatan
oral, yang karena fakta bahwa FIS tetap garis tengah dan ujung FIS biasanya
diarahkan pada glotis saat memasuki oropharynx.
Setelah FIS telah berhasil diposisikan di orofaring, epiglotis dan pita suara
biasanya dapat divisualisasikan dengan defleksi anterior sedikit dari ujung FIS
FIS ditujukan terhadap commissura anterior pita suara dan posterior tertekuk
untuk masuk ke dalam trakea. Trakea mudah diidentifikasi dengan adanya cincin
trakea kartilaginosa. FIS dimajukan secara distal sampai titik tepat di atas carina,
dan ETT maju melewati FIS sambil terus memvisualisasikan trakea melalui FIS,
yang memberikan konfirmasi bahwa FIS dan ETT tidak secara tidak sengaja
copot ke orofaring atau esophagus. Seringkali, terutama dengan intubasi
orotrakeal, resistensi terpenuhi ketika ujung ETT mencapai inlet glotis. Seringkali,
resistensi ini telah terbukti disebabkan oleh bevel ETT yang menimpa pada
arytenoid.186 Penarikan sedikit ETT dan putaran 90 derajat berlawanan arah jarum
jam, yang mengorientasikan bevel secara posterior, biasanya menyelesaikan
masalah ini. Untuk intubasi nasotrakeal, putaran searah jarum jam 90 derajat,
memastikan bahwa bevel diorientasikan di anterior, dapat mencegah ujung ETT
menimpa epiglotis. Sebagai alternatif, Parker Flex-Tip ETT (Parker Medical,
Englewood, CO), yang memiliki ujung berhidung manu yang diarahkan ke pusat
lumen distal, dapat digunakan. ETT ini telah terbukti memiliki tingkat
keberhasilan first-pass yang tinggi ketika maju melalui FIS.187
Salah satu laringoskopi tidak langsung yang paling dipelajari dengan baik adalah
Bullard Elite (Gyrus ACMI, Southborough, MA). Alat ini memiliki bentuk-L
anatomis, stylet logam, dan saluran kerja 3,7 mm yang dapat digunakan untuk
insuflasi oksigen, suction, atau instilasi anestesi lokal. Laringoskop Bullard telah
terbukti sangat berguna pada pasien dengan mobilitas spinal spinal yang terbatas
atau cedera tulang belakang leher.188,189 Ketebalan bilah 6.4 mm memungkinkan
penggunaannya pada pasien dengan pembukaan mulut minimal. Perangkat diputar
di atas pangkal lidah dari orofaring ke laringofaring. Begitu ujung Bullard berada
pada posisi yang tepat dalam kaitannya dengan epiglotis, gaya angkat diterapkan
untuk mengangkat epiglotis. Visualisasi laring dioptimalkan dengan
menyesuaikan gaya angkat dan posisi ujung perangkat.10
The Airtraq SP (Prodol Meditec S.A., Guecho, Spanyol) adalah laringoskop optik
yang dapat dibentuk, portabel, berbentuk anatomi, yang memberikan pandangan
glotis yang diperbesar tanpa penyejajaran oral, faring, dan laring. Ini termasuk
saluran pemandu untuk menahan ETT dan mengarahkannya ke arah pita suara. Ini
dapat digunakan untuk berbagai aplikasi, termasuk saluran udara sulit yang
diketahui atau diprediksi, serta untuk intubasi terjaga. Laringoskop Airtraq telah
terbukti menghasilkan intubasi endotrakeal lebih cepat dengan penurunan
kejadian intubasi esofagus bila dibandingkan dengan DL, terutama ketika
digunakan oleh pemula.190Alat ini tersedia dalam dua ukuran dewasa dan dua
ukuran anak, serta dalam desain khusus untuk intubasi nasotrakeal dan
penempatan tabung lumen ganda. The Airtraq Avant adalah model baru yang
menampilkan potongan optik dapat digunakan kembali yang digunakan dalam
kombinasi dengan pisau sekali pakai.
Stylet optik menyala.Stylet optik yang menyala adalah perangkat fiberoptik kaku
atau semirigid yang menggabungkan komponen transmisi optik dan cahaya ke
dalam selubung tubular, baja anti karat di mana ETT dimuat. Sejumlah besar bukti
mendukung penggunaan stylet optik ini pada pasien dengan mobilitas leher
terbatas,191 pembukaan mulut kecil,192 anatomi jalan napas abnormal,193 atau
laringoskopi sulit yang diantisipasi.
Stylet optik ini dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan DL atau
video laringoskopi.198 ETT dipasang pada stylet optik dan maju di bawah
penglihatan langsung melalui rute tengah atau kanan sampai melewati bawah
lidah. Setelah visualisasi tidak langsung dari ujung stylet yang melewati pita suara
(melalui eyepiece atau monitor video), ETT maju melewati stilet ke dalam trakea.
Ketika alat ini tidak digunakan bersama dengan DL atau video laringoskopi,
tangan kiri operator harus mengangkat rahang pasien dengan menggenggam
rahang dan menggesernya ke anterior. Manuver ini membantu menciptakan lebih
banyak ruang udara di orofaring dan mengangkat epiglotis. Gaya optik dapat
digunakan untuk intubasi terjaga dan juga telah digunakan untuk teknik
transluminasi.194,199
SensaScope (Acutronic, Hirzel, Swiss) adalah stylet optik kaku baru yang
menggunakan teknologi chip video. Alat ini memiliki kelengkungan berbentuk S
dan ujung sepanjang 3-cm. Visualisasi dicapai dengan koneksi ke monitor video.
SensaScope dirancang untuk digunakan dalam kombinasi dengan DL dan telah
berhasil digunakan untuk intubasi sadar pada pasien dengan jalan napas sulit.201
Video RIFL (AI Medical Devices, Williamston, MI) adalah perangkat serupa
dengan poros kaku dan ujung yang fleksibel dan mudah dikendalikan. Perangkat
ini dilengkapi monitor LCD yang terpasang pada pegangan yang menampilkan
gambar video.
Laringoskopi Video
VLs telah terbukti menghasilkan visualisasi glotis yang lebih baik, dibandingkan
dengan DL.4,202 Meskipun peningkatan visualisasi ini tidak selalu berarti
peningkatan keberhasilan dengan intubasi (terutama pada jalan napas normal),
penelitian telah menunjukkan peningkatan intubasi yang berhasil dengan
laringoskopi video.203,204 VL juga berguna dalam jalan napas sulit yang tidak
terduga; tingkat keberhasilan intubasi 94% dan 99% telah dilaporkan untuk
laringoskopi video sebagai modalitas penyelamatan setelah gagal DL.205,206
Perangkat ini juga telah berhasil digunakan untuk intubasi sadar.207,208
Stylet intubasi umumnya alat-alat pipih dan panjang yang digunakan untuk
membantu memandu ETT melalui glotis. Stylet ETT sering digunakan untuk
membuat lengkungan stik hoki anterior terhadap ETT untuk memfasilitasi
intubasi trakeal. Introduser ETT dapat digunakan untuk melakukan intubasi
membuta ketika pembukaan glotis tidak terlihat selama laringoskopi (tampakan
laring kelas III dalam klasifikasi Cormack-Lehane). Stylet bercahaya digunakan
untuk intubasi trakea menggunakan teknik transluminasi.
Sungkup laring intubasi (SLI), yang dikenal sebagai sungkup laring Fastrach
(LMA Amerika Utara, San Diego, CA), pertama kali dijelaskan oleh Dr Archie
Brain pada tahun 1997; alat ini tersedia untuk penggunaan komersial di Amerika
Serikat tak lama sesudahnya. SLI dirancang sebagai saluran untuk intubasi trakea
untuk memfasilitasi ventilasi antara upaya intubasi trakea. Pegangan yang kaku
dan tabung saluran udara memungkinkan kontrol posisi masker yang cepat dan
tepat. Sebuah bar pengangkat epiglotis dirancang untuk mengangkat epiglotis
sebagai tabung maju. Ada versi sekali pakai, selain model asli yang dapat
digunakan kembali. Tabung trakea khusus yang dapat digunakan kembali atau
sekali pakai dirancang untuk memfasilitasi intubasi buta atraumatik melalui SLI.
Tabung lurus, diperkuat dengan kawat, dan memiliki ujung dibentuk lunak yang
dirancang untuk mencegah tumbukan pada struktur laring.
Teknik memasukkan SLI berbeda dalam banyak hal dari penyisipan SLK. Posisi
kepala netral (tidak ada kepala yang tertuju pada pendukung) direkomendasikan.
Pegangan SLI digunakan untuk memutar sungkup ke faring. Oksigenasi, ventilasi,
dan anestesi distabilkan setelah pemasangan. Jika resistensi terhadap ventilasi
ditemukan, maka posisi SLI disesuaikan. Manuver Chandy terdiri dari dua
manuver terpisah: (1) SLI diputar dalam bidang sagital sampai ketahanan ventilasi
kantong minimal; dan kemudian (2) SLI dengan lembut diangkat dari dinding
faring posterior tepat sebelum melewati tabung trakea (Gambar 55-27). SLI asli
dapat digunakan kembali danharus diangkat segera setelah intubasi trakea telah
diverifikasi karena kekakuannya menghasilkan tekanan tinggi pada jaringan yang
berdekatan. Meskipun teknik buta memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi,
intubasi dengan FIS melalui SLI mencapai tingkat keberhasilan first-pass yang
tinggi.
Intubasi Retrograde
IR adalah teknik yang untuk intubasi orotrakeal atau nasotrakeal yang melibatkan
pemanduan ETT ke dalam trakea panduan fleksibel yang telah ditempatkan secara
perkutan melalui CTM ke dalam trakea dan lewat secara retrograde melalui laring
dan faring,keluar mulut atau hidung. Panduan ini biasanya terdiri dari kawat baja,
meskipun kateter epidural juga dapat digunakan. Teknik ini memiliki beberapa
modifikasi, masing-masing dengan keuntungan dan kerugian tersendiri, dan dapat
digunakan pada pasien sadar, dibius, atau apnea yang memiliki kesulitan bernafas
apneustik terduga atau tidak terduga.223 Indikasi termasuk kegagalan DL;
obstruksi pandangan pita suara oleh darah, sekresi, atau kelainan anatomis; dan
kesulitan intubasi akibat vertebra cervicalis yang tidak stabil, ankylosing
spondilitis, trauma maksilofasial, atau trismus. IR juga merupakan alternatif untuk
FSI di negara-negara berkembang dimana ketersediaan FIS terbatas.223
Posisi ideal untuk IR adalah terlentang dengan leher ekstensi, sehingga mudah
untuk melakukan palpasi kartilago krikoid dan struktur sekitarnya. Jika posisi ini
tidak memungkinkan, maka IR juga dapat dilakukan dengan pasien dalam posisi
duduk atau dengan leher dalam posisi netral. Jika penanda sulit untuk
diidentifikasi, maka bimbingan USG dapat digunakan. Leher anterior harus
dibersihkan sebelum tusukan, dan teknik aseptik harus digunakan. Lokasi tusukan
translaringeal dapat dilakukan superior atau inferior dari kartilago krikoid. CTM
(dibagian lebih atas kartilago krikoid) memiliki keuntungan yang relatif
avaskular; Namun, tusukan di tempat ini memungkinkan hanya 1 cm ruang di
bawah tingkat pita suara untuk ujung ETT. Sebuah tempat tusukan lebih rendah
pada kartilago krikoid, di ligamentum cricotrachealis, memungkinkan ETT untuk
melakukan perjalanan di jalan yang lurus dengan panjang ETT di bawah pita
suara; walaupun begitu, lokasi ini dikaitkan dengan potensi yang lebih besar untuk
perdarahan.223
Setelah pasien telah diposisikan, tangan yang tidak dominan menstabilkan trakea
dengan menempatkan ibu jari dan jari ketiga di kedua sisi dari kartilago krikoid.
Jari telunjuk digunakan untuk mengidentifikasi garis tengah CTM dan batas atas
dari kartilago krikoid. Sebuah jarum suntik setengah penuh dengan cairan salin
terpasang ke angiokateter 18-Gdan maju pada sudut 90 derajat ke CTM dengan
bevel menghadap cephalad, aspirasi untuk gelembung udara untuk
mengkonfirmasi posisi dalam trakea. Sudut penyisipan sedikit diturunkan, dan
jarum akan dilepas. Pada tahap ini, konfirmasi ulang dari posisi dalam trakea dan
berangsur-angsur dari anestesi lokal dapat dilakukan dengan jarum suntik kedua
diisi dengan 2 sampai 4 ml 2% atau 4% lidocaine.
Kawat pemandu tersebut kemudian maju melalui angiokateter sampai keluar dari
mulut atau hidung. DL dapat digunakan untuk memfasilitasi kawat keluar mulut,
jika dibutuhkan. kawat pemandu yang dijepit dengan hemostat pada tingkat kulit
leher untuk mencegah perpindahan. Meskipun ETT yang kemudian dapat
langsung maju atas kawat pemandu, panduan meruncing kateter (misalnya, Arndt
udara arah pertukaran kateter) berguna untuk mengurangi perbedaan diameter
antara kawat pemandu dan ETT, yang dapat mempengaruhi ETT untuk
menangkap arytenoid atau pita suara daripada meluncur lancar ke trakea. Panduan
kateter ditempatkan di atas bagian dari kawat keluar dari mulut atau hidung dan
maju sampai kontak CTM. Kawat tersebut kemudian dilepas, dan ETT maju atas
panduan kateter (Gambar 55-29). Potensi komplikasi termasuk perdarahan
(biasanya minimal), emfisema subkutan, pneumomediastinum, pneumotoraks, dan
cedera pada trakea posterior atau esofagus.223
TLGs memiliki lumen bronkus dan lumen trakea. Desainnya ada dua jenis, yaitu
bersisi kanan atau bersisi kiri, bergantung pada apakah lumen bronkial mengarah
ke bronkus utama kiri atau kanan. Umumnya, sebuah TLG sisi kiri digunakan
untuk menghindari penyumbatan lobus bronkus kanan atas. TLG ditempatkan
dengan cara yang sama dengan ETT standar, meskipun penempatan biasanya
lebih sulit akibat ukuran dan kekakuan mereka. Video laringoskopi dapat
memfasilitasi penempatan TLG.224 Setelah menempatkan TLG ke dalam trakea,
verifikasi lokasi bronkial dengan FIS harus ditentukan. Manset bronkial biru harus
diposisikan tepat di bawah karina di bronkus yang sesuai. Inflasi balon bronkial
biru langsung membantu memverifikasi penempatan yang tepat. Kita harus
berhati-hati untuk memastikan bahwa manset bronkial tidak berherniasi melewati
karina. Setelah TLG ditempatkan secara sesuai, isolasi paru-paru dapat dilakukan
dengan menggembungkan manset bronkial dan menjepit baik trakea atau konektor
bronkial.
Penghambat bronkial pada dasarnya adalah balon berujung kateter berongga yang
ditempatkan secara endobronkial untuk mengisolasi dan mengempiskan satu paru-
paru. Dalam beberapa situasi klinis, isolasi paru-paru diperlukan, tetapi
penggunaan TLG tidaklah praktis, karena kesulitan jalan nafas, penurunan ukuran
lumen trakea, atau kebutuhan untuk pasca operasi ventilasi mekanis. Dalam hal
ini, penggunaan tabung lumen tunggal dimodifikasi dengan penghambat bronkial
terpadu (misalnya, Univent [Fuji Systems, Tokyo, Jepang]) atau penggunaan
penghambat bronkial dalam hubungannya dengan ETT standar yang sesuai.
VJTT perkutan adalah metode yang relatif cepat dan efektif tetapi invasif
oksigenasi dan ventilasi dalam skenario CICV ketika langkah-langkah yang lebih
konservatif gagal. Algoritma ASA menyebutkan VJTT sebagai teknik invasif
untuk digunakan pada pasien yang tidak dapat secara konvensional diventilasi
atau diintubasi.4 VJTTsecara luas dianggap sebagai prosedur yang
menyelamatkan jiwa yang dapat memberikan oksigenasi memadai dan ventilasi
meskipun dengan pelatihan yang kurang dan komplikasi dari saluran napas, upaya
terakhir untuk memperoleh napas dalam algoritma.225 Meskipun demikian, VJTT
merupakan teknik invasif, dan penggunaan utamanya adalah sebagai saluran
napas darurat. Kadang-kadang, digunakan secara elektif untuk operasi laring.
Inspirasi selama VJTT dicapai oleh insuflasi oksigen bertekanan melalui kanula
ditempatkan oleh jarum krikotirotomi. Ekspirasi terjadi secara pasif sebagai akibat
dari rekoil elastis paru-paru dan dinding dada, sehingga memungkinkan waktu
yang cukup untuk berakhirnya ekspirasi pasif untuk menghindari barotrauma dari
tahanan nafas. Ekspirasi terjadi melalui glotis dan tergantung pada saluran napas
atas yang tidak obstruksi, yang mana sangat penting untuk menghindari
barotrauma dan yang menghasilkan pneumotoraks. Pengeluaran dari udara
melalui bukaan glotis juga dapat memberikan gelembung untuk memfasilitasi
penempatan ETT. Bahkan, beberapa laporan kasus telah menunjukkan bahwa
setelah inisiasi VJTT dalam jalan napas dengan sedikit atau tanpa visualisasi
glotis, intubasi sukses terjadi karena pembukaan glotis dan bimbingan dari
gelembung dengan ventilasi jet.225
VJTT tidak boleh dilakukan pada pasien yang telah mengalami kerusakan
langsung pada tulang rawan krikoid atau laring atau pada pasien dengan obstruksi
saluran napas bagian atas. Kontraindikasi relatif lainnya untuk VJTT termasuk
koagulopati, penyakit paru obstruktif, dan gangguan anatomi di mana penempatan
kateter mungkin sulit dilakukan.
Komplikasi utama dari VJTT adalah barotrauma dengan hasil pneumotoraks dari
penggunaan oksigen bertekanan tinggi. Untuk mencegah komplikasi ini, kita
harus memastikan adanya jalan keluar udara dan waktu yang cukup untuk
ekspirasi pasif. Tekanan serendah mungkin untuk memberikan oksigenasi dan
ventilasi yang memadai harus digunakan. Komplikasi lain yang terkait dengan
VJTT termasuk emfisema subkutan atau perdarahan mediastinum, aspirasi, dan
perforasi dinding posterior trakea atau esofagus.225
Krikotirotomi
Pada anak-anak muda dari usia 6 tahun, kartilago krikoid adalah bagian tersempit
dari jalan nafas dan ismus kelenjar tiroid biasanya mencapai tingkat CTM; oleh
karena itu krikotirotomi merupakan kontraindikasi untuk mereka. Jarum
krikotirotomi dengan VJTT disarankan dalam populasi ini. Kontraindikasi lainnya
terhadap krikotirotomi termasuk patah tulang laring, neoplasma laring, stenosis
subglotis, koagulopati, dan terdistorsi atau dikenali leher anatomi.
Gambar 55-30. Anatomi midsagital laring dan trakea. Titik akses krikotirotomi
perkutan adalah membran ketiga di bawah membran krikotiroid.
EKSTUBASI TRAKEA
Sebuah komponen penting dari manajemen jalan napas adalah proses ekstubasi.
Meskipun penekanan ditekankan pada masalah yang dapat timbul selama induksi
dan intubasi, resiko komplikasi dapat berpotensi lebih sering selama ekstubasi
trakea.227 Analisis database ASA telah menunjukkan bahwa meskipun jumlah
klaim kematian dan kerusakan otak selama intubasi telah menurun sejak adopsi
Panduan Praktek Penanganan Kesulitan Jalan Napas, jumlah klaim yang timbul
dari cedera di ekstubasi dan selama pemulihan belum menurun.1 Menanggapi tren
ini dan dalam tidak adanya strategi mapan untuk pengelolaan trakea ekstubasi,
yang ditetapkan DAS dalamseperangkat pedoman pada tahun 2012 untuk
“membahas masalah yang timbul selama ekstubasi dan setelah pemulihan” dan
untuk “mempromosikan strategis, pendekatan bertahap untuk ekstubasi.”228
Untuk skenario ekstubasi rutin dan sulit, rencana ekstubasi harus dirumuskan
terlebih dahulu, termasuk rencana untuk reintubasi yang dapat diimplementasikan
jika pasien tidak mampu mempertahankan jalan nafas yang memadai setelah
ekstubasi.4 Keputusan apakah ekstubasi trakea dilakukan ketika pasien
sepenuhnya sadar versus ekstubasi mendalam sebelum kembali kesadaran harus
dibuat berdasarkan resiko dan manfaat dari masing-masing teknik. Pasien sadar
dapat lebih mudah mempertahankan jalan napas paten, karena pemulihan otot
faring dan refleks saluran napas secara sadar. Ekstubasi mendalam menghindari
batuk dan efek samping hemodinamik tapi memiliki resiko obstruksi jalan napas
atas dan hipoventilasi. Teknik ekstubasi alternatif, dikenal sebagai manuver
Bailey, melibatkan bertukar ETT untuk SGA saat pasien berada di bawah anestesi
dalam.230 Ekstubasi selama proses ringan dari anesthesia (tahap II) dapat
meningkatkan resiko spasme laring dan saluran napas lainnya komplikasi dan
harus dihindari.
Insuflasi lambung dengan udara dapat meningkatkan resiko aspirasi paru setelah
ekstubasi dan dapat menghambat ventilasi. Pasien yang melakukan ventilasi
sungkup dengan tekanan tinggi diperlukan harus memiliki tabung orogastrik yang
ditempatkan dan disedot sebelum ekstubasi.
Posisi sniffing adalah posisi standar untuk ekstubasi; keuntungan utamanya adalah
bahwa pasien secara optimal diposisikan untuk manajemen jalan napas. Pasien
yang gemuk, tidak sehat dan lainnya serta berada pada resiko hipoventilasi dan
obstruksi jalan napas bisa mendapatkan keuntungan dari ekstubasi dalam posisi
head-up. Posisi dekubitus lateral mungkin menjadi pilihan yang lebih disukai
ketika resiko aspirasi paru tinggi.10
Banyak faktor bedah dan anestesi yang dapat meningkatkan resiko ekstubasi;
ringkasan faktor yang paling relevan tertulis di Kotak 55-6. Meskipun beberapa
teknik dapat digunakan untuk mengelola ekstubasi kesulitan jalan napas, termasuk
manuver Bailey dan infus remifentanil,228 penggunaan kateter pertukaran saluran
napas (AEC) adalah yang paling umum dan direkomendasikan oleh Satuan Tugas
ASA pada Pengelolaan Gangguan Jalan Napas. Panduan reintubasi berongga ini
dilewatkan melalui ETT sebelum ekstubasi dan terus in situ sampai kebutuhan
yang mungkin untuk reintubasi telah berlalu. AEC memiliki kemampuan
tambahan mempertahankan oksigenasi atau pemantauan respirasi dengan koneksi
ke kapnograf. AEC kecil (11 Fr) umumnya ditoleransi dengan baik oleh pasien
sadar, yang bisa bernapas, bicara, dan batuk. Alat ini harus difiksasi dengan pita
perekat di tempat untuk mencegah kecelakaan pencopotan dan diberi label untuk
membedakan mereka dari selang makanan tradisional, yang dapat memiliki
penampilan yang sama. Reintubasi melalui AEC, jika perlu, dapat difasilitasi oleh
lembut DL untuk menarik lidah dan jaringan lunak orofaringeal.
RINGKASAN
Penanganan jalan napas adalah inti dari praktek anestesi yang aman. Praktisi
anestesi harus memiliki pengetahuan dasar anatomi saluran napas, fisiologi, dan
farmakologi, dan keterampilan dalam penggunaan berbagai alat bantu saluran
napas. Meskipun sebagian besar saluran udara mudah ditangani, penanganan
kesulitan jalan napas tetap menjadi salah satu tugas yang paling relevan dan
menantang bagi penyedia perawatan anestesi. Prediksi dan antisipasi dari
kesulitan jalan napas dan perumusan rencana pengelolaan jalan napas sangat
penting. Banyak masalah saluran napas dapat diselesaikan dengan alat dan teknik
yang relatif sederhana; Namun, pengalaman dan penilaian klinis yang baik
diperlukan untuk aplikasi yang baik. Perangkat napas baru dengan potensi untuk
meningkatkan hasil pasien yang terus-menerus dikembangkan. penyedia anestesi
harus bersamaan mengembangkan keterampilan mereka dan mempelajari teknik-
teknik baru yang akan siap ketika kesulitan itu muncul. Pelatihan berbasis
kompetensi harus dilakukan secara rutin. Keahlian berasal dari praktek
berdedikasi dan komitmen dari praktisi untuk belajar sepanjang hayat.