Oleh:
Kelompok 6
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai
salah satu bentuk tugas yang diberikan kepada mahasiswa dalam proses perkuliahan yang
dilaksanakan di Universitas Hasanuddin Fakultas Kesehatan Masyarakat. Hal ini bertujuan
agar mahasiswa dapat melaksanakan perkuliahan yang menekankan kemampuan,
keterampilan, sikap, dan perilaku dasar dalam menguasai materi pokok dan indikator
pencapaian hasil perkuliahan.
Materi yang tersaji dalam makalah ini secara sistematis berdasarkan tingkat kemampuan
dan kemauan mahasiswa untuk menyelesaikan makalah ini.
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat berpartisipasi aktif dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan dalam proses perkuliahan. Mahasiswa dapat terlibat
secara aktif dalam setiap aspek perkuliahan yaitu dapat berfikir secara deduktif dan induktif
serta mampu memecahkan masalah yang dihadapi
Penulis
Kelompok 6
DAFTAR ISI
Sampul . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .i
Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks, tidak saja
menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan tempat
pendidikan dan penelitian kedokteran. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi
suatu rumah sakit maka semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya. Kerumitan yang
meliputi segala hal tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi yang bahaya
yang sangat besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, risiko ini juga
membahayakan pengunjung rumah sakit tersebut.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan
dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-
undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap
tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Adanya perencanaa Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di lingkungan rumah
sakit yang merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang
aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau
bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja pekerja yang berada di rumah sakit.
Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di rumah
sakit belum terganbar dengan jelas namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari
para petugas di rumah sakit, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di rumah sakit.
Disamping itu, juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yanng diderita petugas
rumah sakit lebih besar 1,5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan
parasit, saluran pernapasan, saluran cerna, dan keluhan lain seperti sakit telinga, sakit
kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan,
penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka.
Oleh karena itu, diperlukan sistem manajemen K3 yang benar-benar jelas, kontinyu,
serta konsekuen dengan misi yang diemban, yaitu mengurangi nilai kecelakaan kerja,
termasuk penyakit akibat kerja, bahkan dapat dieliminasikan.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
a. Menjelaskan mengenai pengertian Rumah sakit
b. Mendeskripsikan mengenai potensi bahaya yang timbul di rumah sakit
c. Menjelaskan mengenai Perencanaan K3 Rumah Sakit
d. Menjelaskan mengenai tujuan perencanaan K3 Rumah sakit
BAB II
PEMBAHASAN
Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik,
dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut
jelas mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien
maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit. Rumah sakit mempunyai
karakteristik khusus yang dapat meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas
acapkali menggunakan dan menyerahkan instrumen benda-benda tajam tanpa melihat
atau membiarkan orang lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang kerja yang
terbatas dan kemampuan melihat apa yang sedang terjadi di area operasi bagi sejumlah
anggota tim (perawat instrumen atau asisten) dapat menjadi buruk. Hal ini dapat
mempercepat dan menambah stres kecemasan, kelelahan, frustasi dan kadang-kadang
bahkan kemarahan. Pada akhirnya, paparan atas darah acapkali terjadi tanpa
sepengetahuan orang tersebut, biasanya tidak diketahui hingga sarung tangan dilepaskan
pada akhir prosedur yang memperpanjang durasi paparan.
Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik,
dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut
jelas mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien
maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan,
kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber
cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan
psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa
dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada
di lingkungan RS.
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak
(obat-obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya radiasi .
4. Luka bakar .
5. Syok akibat aliran listrik.
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam.
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan,
antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan
ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit /
instansi kesehatan.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 rumah sakit perlu
dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 rumah sakit lebih efektif, efesien dan
terpadu diperlukan sebuah manajemen K3 di rumah sakit baik bagi pengelola maupun
karyawan rumah sakit.
Dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja, yang menyatakan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan
tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja
wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS)
termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja
d RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya
pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dapat diberikan batasan sebagai
berikut: SMK3 adalah merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan
meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab pelaksanaan prosedur, proses
dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian,
pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya kerja yang
aman, efisien dan produktif.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dibagi kegiatan atau fungsi manajemen tesebut
menjadi:
1. Planning /(Perencanaan)
2. Organizing/ (Organisasi)
3. Actuating /(Pelaksanaan)
4. Controlling /(Pengawasan)
Planning/ (Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di
masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah
keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini
dilakukan untuk memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat
(hubungan timbal balik pasien perawat / dokter, serta masyarakat umum lainnya).
Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan meliputi :
Kegiatan kesehatan ( rumah sakit/ instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi hanya di
bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan
penelitian, juga metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya
menyebabkan risiko bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan )
makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi
kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan.
Organizing/ (Organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat
dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi kesehatan
daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam
organisasi ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah
dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional)
dan tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan
Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi
Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :
1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja rumah
sakit / instansi kesehatan .
3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit /
instansi kesehatan.
5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit /
instansi kesehatan.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi/ Cermin Dunia Kedokteran No.
154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin)
ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau
seminat yang terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat
menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional).
Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk
badan independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.
Actuating/ (Pelaksanaan)
Controlling/ (Pengawasan)
a.Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah sakit /
instansi kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan
bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam rumah
sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan
yang tugasnya antara lain :
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi
kesehatan yang baik, benar dan aman.
2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara
menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.
3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.
4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah
sakit / instansi kesehatan .
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah
meluasnya bahaya tersebut.
Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan
penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.
Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada standar sistem manajemen K3RS
diantaranya self assesment akreditasi K3 rumah sakit dan SMK3. Perencanaan meliputi:
Penilaian faktor resiko, yaitu proses untuk menentukan ada tidaknya resiko
dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko
kesehatan dan keselamatan kerja. Pengendalian faktor risiko, dilakukan melalui empat
tingkatan pengendalian risiko yaitu menghilangkan bahaya, menggantikan sumber
risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah /tidak ada
(engneering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP)
b. Membuat peraturan, yaitu rumah sakit harus membuat, menetapkan danmelaksanakan
standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan
ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui
dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang
terkait.
c. Tujuan dan sasaran, yaitu rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan
perundang-undangan, bahaya potensial, dan risiko K3 yang bisa diukur,
satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian
(SMART).
d. Indikator kinerja, harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang
sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah
sakit.
e. Program kerja, yaitu rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram K3
rumah sakit, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta
dilaporkan.
Tujuan dari diterapkannya Sistem Manajemen K3 ini pada Rumah Sakit adalah
terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS. Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja menurut Peraturan Menteri Kesehatan 2007 terdiri atas meliputi
langkah-langkah sebagai berikut Tahap persiapan (komitmen dan kebijakan), Tahap
perencanaan, Tahap penerapan atau pelaksanaan, Tahap Pengukuran dan evaluasi, Tahap
peninjauan ulang dan peningkatan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Potensi bahaya di rumah sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik,
dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut
jelas mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para pasien
maupun para pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit. Rumah sakit mempunyai
karakteristik khusus yang dapat meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas
acapkali menggunakan dan menyerahkan instrumen benda-benda tajam tanpa melihat
atau membiarkan orang lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang kerja yang
terbatas dan kemampuan melihat apa yang sedang terjadi di area operasi bagi sejumlah
anggota tim (perawat instrumen atau asisten) dapat menjadi buruk. Hal ini dapat
mempercepat dan menambah stres kecemasan, kelelahan, frustasi dan kadang-kadang
bahkan kemarahan. Pada akhirnya, paparan atas darah acapkali terjadi tanpa
sepengetahuan orang tersebut, biasanya tidak diketahui hingga sarung tangan dilepaskan
pada akhir prosedur yang memperpanjang durasi paparan. Pada kenyataannya, jari jemari
acap kali menjadi tempat goresan kecil dan luka, meningkatkan risiko infeksi terhadap
patogen yang ditularkan lewat darah.
B. SARAN
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi yang buruk
jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut
mencerminkan kesiapan daya saing pelayanan dan kualitas saranan kesehatan Indonesia
di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi persaingan
global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja
yang rendah). Padahal kemajuan pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu
tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga
perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin tersedianya
fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
P.K, Sumakmur.1996. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung: Jakarta
http://abrarenvirolink.blogspot.com/2012/10/peranan-k3-di-rumah-sakit-instansi.html
http://ners-binahusada.blogspot.com/2012/10/keselamatan-dan-kesehatan-kerja-rumah.html
http://xa.yimg.com/kq/groups/593954642/name/K3+RS_HANIFA.pdf
http://www.scribd.com/doc/17348984/Pedoman-Penyelenggaraan-K3-RS-depkes.go.id
LAMPIRAN
(http://abrarenvirolink.blogspot.com/2010/03/peranan-k3-di-rumah-sakit-
instansi.htm)
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi
bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi
secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan
baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa
negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan
antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja,
agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau
meledak (obat obatan).
3. Bahaya radiasi .
4. Luka bakar .
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. Pada umumnya bahaya tersebut
dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan
penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan
dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit /
instansi kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus
yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus
dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains :
52%;contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures:
10.8%; fractures: 5.6%;multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches,
abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US
Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita
petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit
ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita)
serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita
petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit
infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti
sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak,
gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang
rangka.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu
dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan
terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola
maupun karyawan RS.
A. /Planning /(perencanaan)
B. /Organizing/ (organisasi)
C. /Actuating /(pelaksanaan)
D. /Controlling /(pengawasan)
5. Planning/ (Perencanaan)
c. Mengapa mengerjakan
B. Organizing/ (Organisasi)
5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah
sakit / instansi kesehatan.
6. Dan lain-lain.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia Kedokteran
No. 154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-
Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota
organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan kegiatan rumah sakit /
instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah
(wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi
profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan independen yang
berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi Kesehatan.
2. Actuating/ (Pelaksanaan)
1. Controlling/ (Pengawasan)
a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
6. Dan lain-lain.
(http://ners-binahusada.blogspot.com/2011/10/keselamatan-dan-kesehatan-
kerja-rumah.html)
1. Pengertian K3 RS '
K3 Rumah Sakit adalah upaya pengendalian berbagai faktor lingkungan fisik, kimia,
biologi di RS yang mungkin dapat menimbulkan dampak atau gangguan kesehatan
terhadap petugas, pasien, pengunjung masuk sekitar Rumah Sakit.
3. Tujuan K3RS
Tujuan K3RS adalah agar tercapai suatu kondisi kerja dan lingkungan kerja Rumah
Sakit yang memenuhi persyaratan K3, dengan harapan adanya peningkatan, efisiensi
kerja serta peningkatan produktifitas kerja yang ditandai dengan adanya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Adapun tujuan keselamatan kerja
menurut Sumamur (1987) adalah melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya
dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan untuk meningkatkan
produksi serta produktivitas nasional, menjamin setiap keselamatan setiap orang
lain yang berada di tempat kerja, sumber produksi dipelihara dan dipergunakan
secara aman dan efisien. Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk
pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
4. Penerapan-Penerapan K3RS
7
Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 rumah sakit, perlu disusun strategi
antara lain:
a. Advokasi sosialisasi program K3 rumah sakit
b. Menetapkan tujuan yang jelas
c. Organisasi dan penugasan yang jelas
d. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 rumah sakit pada setiap unit kerja
di lingkungan rumah sakit
e. Sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak
f. Kajian resiko secara kualitatif dan kuantitatif
g. Membuat program kerja K3 rumah sakit yang mengutamakan upaya peningkatan
dan pencegahan
h. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala
Perencanaan