Anda di halaman 1dari 55

PELAKSANAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

(K3) DAN PENGELOLAAN LIMBAH


DI RUANG RENGASDENGKLOK RSUD KARAWANG

MAKALAH

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik


Keperawatan K3

Disusun Oleh Kelompok 2

ALBIANSYAH RESKI AGUNG FRISTAMA R


ARIESA FEBIANI SRI WULANDARI
CHANDRA SUSILAWATI DEWI
DIKKY KUKUH TITA RATNA JUWITA
DESIH PURWASIH WIDA NINGRAT

PROGRAM STUDI PROFESI NERS REGULER

STIKES HORIZON KARAWANG

Jl. Pangkal Perjuangan Km. 01 By-Pass Karawang

2022

1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan praktik Keperawatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3) RS ini telah diteliti kebenarannya dan disahkan pada

Karawang, Maret 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Sudiono, M. Kep,. Sp.Kep.Kom Ns. Rosmaitaliza S. Kep,. MKM

Mengetahui/Menyetujui,

Koordinator MA. Praktik Keperawatan K3

Ns. Sudiono, M.Kep., Sp.Kep.Kom

2
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa


memberikan taufik, rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Keperawatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) yang berjudul “Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
dan Pengelolaan Limbah di RSUD Karawang” pembuatan makalah ini
ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Keperawatan K3.

Dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari hambatan. Oleh karena
itu, kami banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak yang membantu kami dalam pembuatan makalah
ini diantaranya:

1. Dosen pembimbing sekaligus sebagai koordinator mata kuliah praktik


keperawatan K3, Bapak Ns. Sudiono, M. Kep.
2. Pembimbing lahan Ns. Rosmaitaliza, S. Kep., MKM
3. Kepala ruangan Rengasdengklok RSUD Karawang
4. Staff ruang Rengasdengklok RSUD Karawang
5. Rekan-rekan Kelompok 1 STIKes Horizon Karawang yang sudah
terlibat dan ikut membantu dalam pembuatan makalah.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat


kekurangan karena kemampuan kami yang sangat terbatas. Oleh karena itu
kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan
pembuatan makalah ini. Kami sebagai penulis sangat mengharapkan
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Karawang, 07 April 2022

Kelompok 1
3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1


B. Tujuan Penulisan................................................................................... 5
1. Tujuan Instruksional Umum (TIU) .............................................. 5
2. Tujuan Instruksional Umum (TIU) .............................................. 5
C. Ruang Lingkup Penulisan ..................................................................... 5
D. Sistematika Penulisan............................................................................ 5
BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ................................. 6


B. Konsep Rumah Sakit............................................................................ 12
C. Konsep Pencegahan Pencemaran......................................................... 15
D. Minimisasi Limbah .............................................................................. 18
E. Limbah Rumah Sakit............................................................................ 22
BAB III PELAKSANAAN K3 DAN PENGELOLAAN LIMBAH

A. Faktor Risiko Di Ruang Telukjambe .............................................. 34


B. Pengelolaan Limbah Di Ruang Telukjambe ................................... 41
C. Patient Safety ……………………………………………………..
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 45
B. Saran..................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 48

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai suatu lingkungan kerja yang terdiri dari berbagai
bagian dan sub bagian, dimana antara bagian tersebut memiliki peran dan fungsi
masing-masing namun tetap saling berhubungan untuk menunjang kelancaran
operasional secara penuh. Sebagai suatu lingkungan kerja yang kompleks
keselamatan kerja merupakan suatu faktor utama yang harus diperhatikan.
Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang akan memberikan pengaruh
terhadap kinerja mereka yang bekerja pada lingkungan tersebut.

Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit telah diidentifikasi


sebagai sebuah lingkungan di mana terdapat aktivitas yang berkaitan dengan
ergonomi antara lain mengangkat, mendorong, menarik, menjangkau, membawa
benda, dan dalam hal penanganan pasien. Petugas kesehatan, terutama yang
bertanggung jawab untuk perawatan pasien, memiliki potensi bahaya lebih
rentan yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal dibandingkan
berbagai bidang lainnya (OSHA, 2013).

Berdasarkan peraturan pemerintah berkenaan dengan keselamatan dan


kesehatan kerja di tempat kerja, pedoman ini juga mengambil dari beberapa
sumber “best practices” yang berlaku secara Internasional, seperti National
Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), The Centers for Disease
Control (CDC), The Occupational Safety and Health Administration (OSHA),
The US Environmental Protection Agency (EPA), dan lainnya. Data tahun 2014,
4% perawat di USA adalah petugas medis. Dari laporan yang dibuat oleh The
National Safety Council (NSC), 41% petugas medis mengalami absenteisme
yang diakibatkan oleh penyakit akibat kerja dan injury, dan angka ini jauh lebih
besar dibandingkan dengan sektor industri lainnya (Depkes, 2010).

Berdasarkan data riset yang dilakukan oleh International Labour


Organization (2003) menemukan bahwa setiap hari rata-rata 6.000 orang
meninggal, setara dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per
tahun akibat kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Sedangkan
9
anggaran untuk kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang terbanyak yaitu
penyakit musculoskeletal disorders sebanyak 40%, penyakit jantung sebanyak
16%, kecelakaan sebanyak 16%, dan penyakit saluran pernapasan sebanyak
19%. Dari 27 negara yang dipantau oleh ILO, Indonesia menempati urutan ke-26
dalam kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Pada penelitian perawat
di Hongkong yang dilakukan oleh Yin Bing Yip (2001), dari 377 perawat yang
diteliti diketahui 153 perawat (40.6%) diantaranya mengalami sakit punggung
bagian bawah.

Rumah sakit sebagai tempat kerja juga mempunyai risiko bahaya kesehatan dan
keselamatan kerja. Dari hasil penelitian di sarana kesehatan rumah sakit, sekitar
1505 tenaga kerja wanita di rumah sakit Paris mengalami gangguan
muskuloskeletal 16% dimana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah
tulang punggung dan pinggang (Depkes RI, 2006).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan, upaya kesehatan kerja ditunjukkan untuk melindungi perawat agar
hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh perawatan sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah
sakit menerapkan upaya-upaya K3 dirumah sakit. K3 termasuk sebagai salah
satu standar pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi rumah sakit, disamping
standar pelayanan lainnya.
Selain itu rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang potensial
menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Seperti halnya sektor industri,
kegiatan rumah sakit berlangsung dua puluh empat jam sehari dan melibatkan
berbagai aktifitas orang banyak sehingga potensial dalam menghasilkan
sejumlah besar limbah (Depkes RI, 2006).
World Health Organization (WHO, 2010) melaporkan limbah yang
dihasilkan layanan kesehatan (rumah sakit) hampir 80% berupa limbah umum
dan 20% berupa limbah bahan berbahaya yang mungkin menular, beracun atau
radioaktif. Sebesar 15% dari limbah yang dihasilkan layanan kesehatan
merupakan limbah infeksius atau limbah jaringan tubuh, limbah benda tajam
sebesar 1%, limbah kimia dan farmasi 3%, dan limbah genotoksik dan radioaktif
sebesar 1%. Negara maju menghasilkan 0,5 kg limbah berbahaya per tempat
tidur rumah sakit per hari.
10
Limbah rumah sakit yang tergolong berbahaya salah satunya adalah
limbah medis padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah
benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam
berat yang tinggi. Lingkungan rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan
kesehatan masyarakat merupakan tempat berkumpulnya orang sakit maupun
orang sehat sehingga dapat menjadi tempat penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.
Untuk menghindari resiko dan gangguan kesehatan maka perlu penyelenggaraan
kesehatan lingkungan rumah sakit, salah satunya dengan melaksanakan
pengelolaan limbah sesuai persyaratan dan tata laksana yang telah ditetapkan
untuk melindungi pasien, keluarga pasien dan seluruh tenaga kesehatan yang ada
di lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 2006).
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan kepada pasien
dilakukan dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks (Lynn dkk, 2006).
Perawat dalam menjalankan tugasnya harus mempunyai bekal pengetahuan,
sikap, dan perilaku kesehatan yang baik agar selama pelaksanaan asuhan
keperawatan dapat berjalan dengan baik sesuai SOP yang berlaku di rumah sakit.
Asuhan keperawatan kepada pasien seperti mengganti infus, mengganti perban
ataupun tindakan menyuntik adalah contoh dalam tindakan asuhan keperawatan.
Namun pada pelaksanaannya keselamatan dan kesehatan kerja di rumahsakit
serta pengelolaan sampah medis pada perawat masih menjadi persoalan
tersendiri, hal ini berhubungan pengetahuan dan sikap perawat dan berpengaruh
pada perilaku perawat.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karawang merupakan salah satu
rumah sakit pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat secara professional. Pelayanan kesehatan kepada masyarakat ini
tentunya harus didukung oleh tenaga kesehatan yang bermutu, baik ditinjau dari
pengetahuan, sikap, perilaku yang disiplin, termasuk pengetahuan dan perilaku
tenaga kesehatan terkait hazard dan pengelolaan sampah medis. Pengelolaan
sampah medis di rumah sakit mengacu pada konsep pengelolaan lingkungan
sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang
dikenal sebagai sistem manajemen lingkungan (Environmental Management
System) dan diadopsi International Organization for Standardization (IOS)

11
sebagai salah satu Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO) di bidang
pengelolaan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelaksanaan K3 dan Pengelolaan limbah diruang
Rengasdengklok RSUD Karawang
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui K 3 di ruang Rengasdengklok RSUD Karawang
b. Untuk mengetahui pengelolaan limbah di ruang Rengasdengklok
RSUD Karawang

C. Ruang Lingkup Penulisan


Ruang lingkup penulisan ini adalah K 3 di rumah sakit dan pengelolaan limbah
yang ada diruang Rengasdengklok RSUD Karawang

D. Sistematika Penulisan
1. BAB I : pendahuluan terdiri dari Latar belakang, tujuan penulisan, ruang
lingkup penulisan, dan sistematika penulisan
2. BAB II : Tinjauan teori terdiri dari konsep K 3 umum, konsep rumah sakit,
konsep pencegahan pencemaran, minimasi limbah, limbah
rumah sakit.
3. BAB III : Pelaksanaan K 3, Pengkajian K 3, pengelolaan limbah, dan
patient safety
4. BAB IV : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran

12
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


1. Definisi
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal
23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Maka Rumah Sakit (RS)
juga termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman
bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap
para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien
maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS
menerapkan upaya-upaya K3 di RS. Segala hal yang menyangkut
penyelenggaraan K3 di rumah sakit diatur di dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 432 tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di Rumah Sakit termasuk pengertian dan ruang lingkup kesehatan dan
keselamatan kerja di Rumah Sakit.
Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja:
a. Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)
Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat
kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di
semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang
disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan; dan
penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas
merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
pekerjaan atau jabatannya.
b. Kesehatan dan keselamatan kerja
Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan
derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di
tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.

13
c. Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
adalah upaya terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien,
pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan
kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan nyaman baik
bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang
sakit, maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit.

2. Tujuan K3RS
Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan
iklim yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian
baik kecelakaan dan penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus
dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan (Rika
Ampuh Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Rizky Argama (2006),
tujuan dari dibuatnya program keselamatan dan kesehatan kerja adalah
untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja. Beberapa tujuan program Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah:
a. Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak karyawan
dan perusahaan
b. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan
c. Menghemat biaya premi asuransi
d. Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab sosial
perusahaan kepada karyawannya.
Tujuan K3 RS adalah agar tercapai suatu kondisi kerja dan lingkungan
kerja Rumah Sakit yang memenuhi persyaratan K3, dengan harapan
adanya peningkatan, efisiensi kerja serta peningkatan produktifitas kerja
yang ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit.
Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur (1987) adalah
melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan untuk meningkatkan produksi
serta produktivitas nasional, menjamin setiap keselamatan setiap orang
lain yang berada di tempat kerja, sumber produksi dipelihara dan
dipergunakan secara aman dan efisien. Keselamatan kerja merupakan
sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai
akibat kecelakaan kerja.

14
3. Sasaran
Dari sasaran tersebut maka keselamatan kerja ditujukan bagi:
a. Manusia (pekerja dan masyarakat)
b. Benda (alat, mesin, bangunan dan lain-lain)

Lingkungan (air, udara, tumbuhan) cahaya, tanah, hewan dan tumbuh-

1) Fisik
2) Mental
3) Sosial

e. Lingkungan kerja

1) Faktor Fisik
2) Faktor Kimia
3) Faktor Biologi
4) Faktor Ergonomi
5) Faktor Psykososial
f. Bahan baku
g. Mesin/alat bantu kerja dan proses kerja

4. Jenis Hazard
Hazard di kelompokkan menjadi 5, berdasarkan potensi bahaya yang
ada. yaitu:
a. Hazard Biologi
Hazaard biologi adalah potensi bahaya yang ditimbulkan dari
faktor makluk hidup. Biasanya hazard biologi ini berada di
lingkungan-lingkungan yang tidak bersih, kotor, dan lain-lain,
contoh dari hazard biologi adalah seperti cacing tambang, cacing
tambang dapat membuat kaki kita berlubang seperti dimakan oleh
cacing tersebut. Maka dari itu, dipertambangan diharapkan selalu
menggunakan APD sepatu safety agar sebagai pencegahan
terhadap hazard biologi.
b. Hazard Kimia

15
Hazard kimia adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh sifat dan
karakteristik kimia yang dimiliki bahan tersebut. Hazard kimia ini
sangat berbahaya jika kita tidak menggetahuinya secara detail
seperi apa sifat dari bahan tersebut. Perlunya penanganan yang
intensif terhadap potensi bahaya ini. Contoh dari hazard kimia
adalah amoniak yang bercampur di udara karena sifatnya yang
berbahaya bagi THT pada manusia. Material Safety Data Sheet
adalah salah satu cara melakukan penanganan dini terhadap potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh bahan kimia.
c. Hazard Fisik
Hazard fisik adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh faktor
fisik dari seseorang yang sedang melakukan pekerjaan. Hazard
fisik erat sekali hubungannya dengan manusia, kita sendiri pun
terkadang adalah sumber masalah dari permasalahan yang terjadi.
Managemen kegiata adalah salah satu cara untuk mengendalikan
hazard yang muncul ini.
d. Hazard Ergonomi
Hazard ergonomi adalah potensi bahaya yang disebabkan terjadi
karena tidak efisiennya hubungan alat kerja dengan manusianya,
biasanya berhubungan dengan prilaku kerja manusia dengan
alatnya. Disini ini adalah yang menyebabkan juga munculnya
penyakit akibat kerja karena kesalahan-kesalahan dalam prilaku
penggunaan alat kerjanya.
e. Hazard Psikologi
Hazard psikologi adalah potensi bahaya yang disebabkan
terjadinya suatu konfik dalam lingkungan kerja tersebut. Konflik
yang terjadipun sudah terbagi menjadi langsung dan tidak
langsung. Psikologi ini juga merupakan hal penting karena dapat
mempengaruhi juga bagaimana orang tersebut bekerja, semakin
banyak konflik maka pekerjaan yang di kerjakan semakin tidak
efisien dan malah banyak menimbulkan masalah yang terjadi.
Pengendaliannya biasaya mengunakan managemen konflik dan
ketetapan disiplin.

5. Peran Perawat
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan.
Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja
cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke
negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat

16
serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost
benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja
maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan
upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja
dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan
kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita
harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan
kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar
industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai
alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat
strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik
bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan
(ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja
akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya
untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di
setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga
hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya
rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang
tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis
kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan
kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki
kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya
rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan
kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga
kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU
dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk
menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang
dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.
UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja menjadi dasar
pengadaan P3K di tempat kerja adalah; kewajiban manajemen dalam
pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan,
Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982
tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan

17
Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

B. Konsep Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Menurut Adisasmito (2007), WHO memberikan pengertian mengenai


rumah sakit dan peranannya sebagai berikut:
“The hospital is an integral part of social and
medical organization, the function of which is to
provide for population complete health care both
curative and preventive, and whose out patient
services reach out to the family and its home
environment, the training of health workers and for
bio-social research.”

Sesuai batasan diatas, maka rumah sakit merupakan bagian dari sistem
pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang memberikan pelayanan
kuratif maupun preventif serta menyelengarakan pelayanan rawat
jalan dan rawat inap juga perawatan di rumah. Di samping itu, rumah
sakit juga befungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan
tempat penelitian.
Rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit adalah sarana pelayanan kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun sehat, atau dapat menjadi tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan.

2. Klasifikasi Rumah Sakit


Berdasarkan kepemilikannya, rumah sakit dibagi menjai dua yaitu
rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. Rumah sakit
pemerintah berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan medisnya

18
dibagi menjadi (Muslim, 2002):
a. Rumah Sakit Kelas A, yaitu rumah sakit umum dengan fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis spesialisasi luas dan
subspesialisasi.
b. Rumah Sakit Kelas B, yaitu rumah sakit umum dengan fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya sebelas
spesialis dan subspesialisasi terbatas.
c. Rumah Sakit Kelas C, yaitu rumah sakit dengan fasilitas dan
kemampuan spesialisasi dasar.
d. Rumah Sakit Kelas D, yaitu rumah sakit dengan pelayanan
kesehatan umum tanpa spesialisasi.
e. Rumah Sakit Kelas E, yaitu rumah sakit dengan pelayanan
terbatas pada suatu jenis penyakit atau sekelompok orang
tertentu, misalnya rumah sakit paru-paru dan rumah sakit lepra.

3. Kegiatan Jasa Rumah Sakit


Kegiatan suatu rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi kegiatan
kuratif, preventif, dan rehabilitatif. Secara garis besar kegiatan
tersebut dibagikan atas (Soemirat, 2000):
a. Rawat jalan, seperti poliklinik, Kesejahteraan Ibu dan Anak,
Keluarga Berencana, Pemeriksaan periodik (general check
up), dan gigi.
b. Rawat Inap, seperti rawat inap interne, anak, mata, bedah,
kebidanan, paru- paru, jantung, kulit dan kelamin, THT,
neurologi, psichiatri, mulut dan gigi, rawat intensif, dan lain-
lain.
c. Rawat Gawat Darurat
d. Pelayanan medik, seperti ruang operasi dan ruang persalinan.
e. Pelayanan penunjang medik, seperti laboratorium klinik,
radiologi, farmasi, dan fisioterapi.
f. Pelayanan penunjang non medik, yakni ruang cuci, dapur,
administrasi, rumah tangga, dan personalia.

19
g. Pendidikan dan latihan (apabila ada).
h. Penelitian (apabila ada)

4. Manajemen Lingkungan Rumah Sakit


Manajemen adalah suatu seni dalam menyelesaikan pekerjaan dengan
melalui orang lain (Adikoesoemo, 2002). Manajemen banyak
dipraktikkan baik dalam organisasi bisnis, rumah sakit, badan-badan
pemerintah dan lain-lain organisasi.
Menurut Adisasmito (2007), konsep pengelolaan lingkungan lama
yang lebih menekankan pengolahan limbah setelah terjadinya limbah
(end-of-pipe approach) kini telah berkembang menjadi konsep yang
memandang pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan
berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem
Manajemen Lingkungan (Environmental Management System).
Dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan lingkungan tidak
hanya meliputi bagaimana cara mengolah limbah sebagai by product
(output), tetapi juga mengembangkan strategi-strategi manajemen
dengan pendekatan sistematis untuk meminimisasi limbah dari
sumbernya dan meningkatkan efesiensi pemakaian sumber daya alam
sehingga mampu mencegah pencemaran dan meningkatkan perfoma
lingkungan. Aplikasi konsep pengelolaan lingkungan di rumah sakit
telah banyak dilaksanakan melalui praktik-praktik sanitasi lingkungan,
seperti pencegahan infeksi nosokomial, penyehatan ruang dan
bangunan, pengendalian vektor, dan pengolahan limbah rumah sakit.

C. Konsep Pencegahan Pencemaran

Pencegahan pencemaran merupakan strategi penting bagi rumah sakit


dalam upaya pengelolaan lingkungan dan hal tersebut membutuhkan
perencanaan yang terpadu dan menyeluruh yang mempengaruhi aktivitas
rumah sakit secara keseluruhan. Namun demikian, perubahan tersebut
lebih memberikan peningkatan bagi kinerja rumah sakit khususnya dalam
aspek lingkungan (Adisasmito, 2007).

Strategi ini mendorong pengelolaan lingkungan yang tidak lagi terfokus

20
pada bagaimana cara mengelola limbah (end-of-pipe approach), tetapi
menekankan penggunaan material yang lebih rasional, modifikasi, dan
subtitusi material maupun proses sehingga mencegah pencemaran sedini
mungkin bahan pencemar masuk ke dalam lingkungan dari
sumbernya. Jika memang limbah sudah dihasilkan, maka semaksimal
mungkin direduksi atau diminimisasi melalui praktik-praktik penggunaan
kembali (reuse), daur ulang (recycle) dan perolehan kembali (recovery)
(Adisasmito, 2007).

United State Environmental Protection Agency (US_EPA) memberikan


definisi pencegahan pencemaran adalah sebagai berikut (Bishop, 2000):
“The use of material, processes, or practices that reduce or eliminate
the creation of pollutants or wastes at the source. It includes practices
that reduce the use of hazardous materials, energy, water or other
resources and practices that protect natural resources through
conservation or more efficient use”

Sesuai dengan definisi diatas, maka konsep pencegahan pencemaran dapat


diartikan sebagai reduksi atau eliminasi yang dilakukan terhadap semua
bahan pencemar atau limbah yang dihasilkan pada sumbernya, baik dari
penggunaan material, proses maupun praktik-praktik yang dilakukan
selama produksi. Hal ini meliputi pengurangan penggunaan bahan-bahan
atau material berbahaya, konsumsi energi, air, dan sumber daya lainnya
serta praktik-praktik lainnya yang lebih efisien.

Reduksi di Sumber

Pemanfaatan
limbah perolehan
kembali
Pengolahan limbah
Pembuanga
n

21
Gambar 2.1 Hierarki Konsep Pencegahan Pencemaran (Bishop,
2000)

Menurut Adisasmito (2007), komponen penting yang menjadi kunci


sukses penerapan konsep dan program pencegahan pencemaran adalah
sebagai berikut:
1. Komitmen dari manajemen puncak yang termanifestasi dalam
bentuk tertulis. Komitmen ini dapat meliputi penyediaan sarana,
dukungan dana dan sumber daya yang diperlukan dalam
pelaksanaan program
2. Sistem manajemen termasuk keterlibatan para manajer tingkat
menengah dari berbagai unit yang ada
3. Partisipasi karyawan melalui pelatihan-pelatihan yang terkait
program pencegahan pencemaran
4. Investigasi sistematis potensi daya dukung dan hambatan
penerapan program pencegahan pencemaran
5. Mengadakan penilaian pencegahan pencemaran yang dapat
membantu unit-unit operasional dalam mengidentifikasikan
metode pencegahan pencemaran yang dapat diterapkan
6. Menerapkan alternatif-alternatif dan memastikan hasil dari
implementasi pencegahan pencemaran
7. Mengulangi proses pencegahan pencemaran secara periodik untuk
peningkatan terus-menerus
8. Kerja sama yang saling menguntungkan dengan pihak lain yang
terlibat dalam aktivitas rumah sakit
9. Pengembangan terus-menerus untuk mencapai hasil yang
maksimal.

22
D. Minimisasi Limbah
1. Definisi Minimisasi Limbah
Menurut Soemantojo, minimisasi limbah merupakan upaya yang
bertujuan untuk mengurangi limbah yang harus diolah di tempat
pengolahan limbah maupun yang dibuang ke lingkungan, dengan jalan
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan suatu proses produksi
pada sumbernya atau dengan jalan memanfaatkannya kembali
(Muslim, 2002). Sedangkan berdasarkan Kepmenkes RI No.
1204/MENKES/SK/X/2004, pengertian minimisasi limbah adalah
upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah
yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce),
menggunakan kembali limbah (reuse), dan daur ulang limbah
(recycle).

Pengurangan signifikan jumlah limbah yang berasal dari instansi


layanan kesehatan dan sarana penelitian dapat didukung melalui
penerapan beberapa kebijakan dan praktik tertentu antara lain sebagai
berikut (WHO, 1999):
a. Pengurangan sumber: tindakan seperti pembatasan jumlah pembelian
untuk memastikan terpilihnya metode atau persediaan yang tidak
banyak terbuang percuma atau yang menghasilkan limbah yang lebih
rendah tingkat bahayanya.
b. Produk yang dapat didaur ulang: gunakan materi yang dapat
didaur ulang baik di tempatnya langsung maupun diluar tempat
itu.
c. Praktik pengelolaan dan pengendalian yang baik: berlaku terutama
pada saat pembelian dan penggunaan bahan kimia maupun farmasi.
d. Pemilahan limbah: pemilahan atau segeregasi yang cermat pada
materi limbah menjadi beberapa kategori yang dapat membantu
meminimalkan kuantitas limbah berbahaya.
Ada beberapa teknik dalam minimisasi limbah yaitu reduksi di
sumber dan daur ulang limbah setempat dan terpusat, seperti yang
tertera dalam gambar di bawah ini (Muslim, 2002).

23
Dari beberapa uraian diatas, maka terdapat dua kegiatan utama
yang dianggap sebagai metode terbaik dalam upaya meminimisasi
limbah yaitu reduksi pada sumber dan pemanfaatan limbah baik
melalui daur ulang limbah (recycle) maupun dengan perolehan
kembali (recovery).

Menurut Bishop (2000), reduksi limbah atau minimisasi limbah


harus menjadi prioritas utama. Aktivitas yang dapat mereduksi
limbah lebih baik dilakukan bila dibandingkan aktivitas daur
ulang limbah dalam pengelolaan limbah, karena dapat mungkin
dilakukan dan dapat menghemat biaya. Sedangkan pemanfaatan
limbah melalui daur ulang dan perolehan kembali menjadi metode
alternatif yang dapat dilakukan untuk mengelola sisa limbah
setelah metode reduksi pada sumber telah dilakukan.

Menurut American Society for Hospital Enginnering (1992),

24
untuk memahami bagaimana cara untuk meminimisasi limbah ada
beberapa hal yang diperlukan dan dilakukan yaitu informasi
mengenai jenis material yang dapat direduksi ataupun
dimanfaatkan kembali, volume produksi limbah yang
dihasilkan, cara minimisasi limbah yang telah dilakukan, analisis
biaya untuk menentukan kemungkinan perubahan praktik yang
dilakukan, prioritas upaya berdasarkan peraturan yang berlaku,
biaya, volume, dan lainnya serta identifikasi peluang minimisasi
limbah baik reduksi limbah pada sumbernya, reuse, dan recycling.

2. Reduksi pada Sumber


Menurut American Society for Hospital Engineering (1992),
reduksi pada sumber (source reduction) adalah upaya mengurangi
jumlah dari toksistitas bahan atau material yang dapat menjadi
limbah. Sedangkan menurut Bishop (2000), reduksi pada sumber
merupakan segala aktivitas yang dapat mengurangi atau
menghilangkan limbah sebelum terjadinya limbah atau pada
sumbernya.

Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi


volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang
akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber
pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni
meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya
pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Elfianty,
2003). Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada
sumbernya adalah:
a) House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah
sakit dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan
mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran
bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik

25
mungkin.
b) Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis
aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau
keadaannya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi
volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
c) Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan
atau penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang
telah dijadwalkan.
d) Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya
agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin
kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga
tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan
penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
e) Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai
dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat
meningkatkan efisiensi.

3. Pemanfaatan Limbah
Selain melakukan upaya mengurangi limbah dari sumbernya,
minimisasi limbah juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan limbah
dengan konsep 3R yaitu reuse, recycle, dan recovery. Kegiatan
pemanfaatan limbah tersebut adalah sebagai berikut (Adisasmito,
2007):
a. Reuse (penggunaan kembali): Upaya penggunaan barang atau
limbah untuk digunakan kembali untuk kepentingan yang sama
tanpa mengalami proses pengolahan atau perubahan bentuk,
misalnya pada kegiatan administrasi rumah sakit penggunaan
kertas dapat dilakukan pada kedua sisi kertas tersebut.
b. Recycle: Upaya pemanfaatan limbah dengan cara proses daur
ulang melalui pengolahan fisik atau kimia, baik untuk
menghasilkan produk yang sama maupun produk yang berlainan,
dengan maksud kegunaan yang lebih.

26
c. Recovery: Upaya pemanfaatan limbah dengan jalan memproses
untuk memperoleh kembali materi/energi yang terkandung di
dalamnya atau merupakan suatu proses pemulihan misalnya obat-
obatan yang tidak habis tidak dibuang begitu saja, karena obat
adalah bahan kimia yang pembuangannya harus mengikuti aturan
tata laksana pemusnahan bahan kimia.

E. Limbah Rumah Sakit

1. Definisi Limbah
Bishop (2000) mendefinisikan limbah (waste) adalah sebagai berikut: “A waste is
a resource out of place”
Sesuai dengan pengertian diatas, maka limbah merupakan sesuatu yang dibuang
dari sumbernya. Selain itu, limbah dapat diartikan sebagai material atau barang
yang dibuang karena tidak diinginkan (Unicef, 2006).
Sedangkan menurut American Public Health Association, limbah atau sampah
(waste) diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan
tidak terjadi dengan sendirinya (Kusnoputranto, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas, maka limbah dapat didefinisikan sebagai sesuatu
yang dibuang dari sumbernya karena tidak digunakan, tidak diinginkan yang
berasal dari kegiatan manusia.

2. Definisi Limbah Padat


Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang
terdapat di lingkungan (Kusnoputranto, 2000).
Limbah padat ialah sesuatu bahan/benda padat yang terjadi karena berhubungan
dengan aktivitas manusia yang tak terpakai lagi, tak disenangi dan buang dengan
cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia
(Kusnoputranto, 2000).
Limbah padat umumnya meliputi debu, sampah dapur, sampah kebun, kotoran
dan limbah ternak dari kandang, limbah pertanian, pecahan kaca atau beling,
logam, sampah kertas, plastik, tektil atau pakaian, karet, limbah dari pasar, hotel,
dan sebagainya. Limbah padat juga dapat dibagi menjadi limbah organik dan
anorganik yang dihasilkan dari rumah tangga, komersial, dan industri yang tidak
mempunyai nilai ekonomi untuk pemiliknya (UNICEF, 2006).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, limbah padat atau sampah dapat
diartikan sebagai semua sampah yang ditimbulkan dari aktivitas manusia yang
berbentuk padat dan dibuang sebagai bahan yang tidak berguna atau tidak
diinginkan.

27
3. Limbah Padat Rumah Sakit
Menurut Soemirat (2000), dalam melakukan fungsinya, rumah sakit menimbulkan
berbagai buangan dan sebagian daripadanya merupakan limbah berbahaya, seperti
limbah infeksius, limbah benda tajam, limbah plastik, limbah jariangan tubuh,
limbah sitotoksik, limbah kimia, limbah radioaktif, limbah cucian pakaian, limbah
dapur dan limbah domestik. Semua limbah dapat bersifat padat, cair, ataupun gas.
Karenanya pengelolaan limbah rumah sakit harus dilakukan sesuai dengan jenis
limbah tersebut.
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004, limbah rumah sakit
adalah semua limbah dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat,
cair, dan gas. Limbah padat rumah sakit merupakan semua limbah rumah sakit
yang berbentuk padat sebagai akibat dari kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah padat medis dan non medis.

4. Jenis dan Klasifikasi Limbah Padat


Pada prinsipnya sampah dibagi menjadi sampah padat, sampah cair
dan sampah dalam bentuk gas (fume, smoke). Sampah padat dapat
dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut (Kusnoputranto,
2000):
a. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya.
Sampah yang terjadi dapat dibedakan berdasarkan zat kimia yang terkandung
yaitu sampah yang bersifat in-organik, contohnya logam-logam, pecahan
gelas, abu, dan sampah yang bersifat organik, contohnya sisa-sisa makanan,
kertas, plastik, daun- daunan, sisa sayur-sayuran, dan buah-buahan.
b. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk
Menurut UNICEF (2006), berdasarkan kemampuan degradasinya,
limbah padat dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Limbah yang dapat diuraikan seluruhnya dengan proses
biologi, baik dengan udara (oksigen) maupun tidak disebut
sampah yang mudah terurai (biodegradable), contohnya
sampah dapur, kotoran ternak, dan limbah pertanian, kertas,
kayu.
2) Limbah yang tidak dapat terurai oleh proses biologi (non-
biodegradable). Terdapat dua jenis limbah tersebut, yaitu:
a) Limbah yang memiliki nilai ekonomis, dapat dipergunakan
kembali sesuai dengan nilai kemampuannya (recyclable),
contohnya plastik, pakaian lama, dan lainnya.
b) Limbah yang tidak memiliki nilai ekonomi perolehan
kembali (non- recyclable), contohnya tetra packs, kertas
karbon, termo coal, dan sebagainya
Sedangkan menurut Kusnoputranto (2000), sampah-sampah
28
yang sukar membusuk, contohnya plastik, kaleng, pecahan gelas,
karet, abu dan sampah- sampah yang mudah membusuk,
contohnya, potongan-potongan daging, sisa-sisa makanan, sisa-
sisa daun- daunan.

29
c. Berdasarkan karakteristik sampah
1) Sampah Basah (Garbage)
Yaitu sampah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang
umumnya berasal dari sektor pertanian dan makanan, misalnya sisa
dapur, sisa makanan, sampah sayuran dan kulit buah-buahan. Sampah ini
mempunyai ciri mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah
membusuk, karena mempunyai rantai kimia yang relatif pendek. Jenis
sampah ini terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau sayur-sayuran hasil
dari pengolahan, persiapan, pembuatan dan penyediaan makanan yang
sebagaian besar terdiri dari zat-zat yang mudah membusuk, lembab,
mengandung sejumlah air bebas (Kusnoputranto, 2000). Garbage
merupakan sampah yang membusuk, yaitu yang mudah membusuk
karena aktivitas organisme (Soemirat, 2000).
2) Sampah Kering
Yaitu sampah padat organik yang cukup kering yang sulit terurai oleh
mikroorganisme, sehingga sulit membusuk. Hal ini disebabkan karena
memiliki rantai kimia yang panjang dan kompleks. Contohnya, selulosa,
kertas, kaca, plastik. Terdiri dari sampah yang dapat terbakar atau yang
tak dapat atau sukar terbakar yang berasal dari rumah-rumah, pusat-
pusat perdagangan, kantor-kantor, tetapi yang tidak termasuk garbage.
Sampah yang mudah terbakar umumnya terdiri dari kertas, karbon,
kardus, sobekan kain, kayu, furniture, dan lainnya. Sedangkan sampah
yang tidak mudah terbakar sebagian besar berupa logam-logam, mineral,
kaleng-kaleng, debu-debu logam atau debu sisa pembakaran.
3) Berdasarkan Potensi Bahaya atau Infeksius
Secara umum limbah rumah sakit dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu
limbah non infeksius dan limbah infeksius. Limbah non infeksius
digolongkan menjadi dua kategori yaitu limbah umum dan limbah yang
dapat dimanfaatkan kembali. Sedangkan limbah rumah sakit yang
tergolong limbah infeksius meliputi limbah patologi, limbah farmasi,
limbah kimia, limbah genotoksik, dan limbah radioaktif.
Dalam Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, limbah padat rumah
sakit dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu limbah padat medis dan non
medis. Limbah padat medis meliputi limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan medis rumah sakit, sedangkan limbah padat non medis adalah
limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit diluar medis
yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang dapat
dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.

30
5. Komposisi Limbah Padat
Komposisi limbah atau sampah padat bervariasi tergantung dari
sumbernya, dari yang berbentuk sangat padat (seperti besi) hingga
yang berbentuk busa/gabus. Komposisi sampah suatu daerah yang
ingin diketahui bergantung pada rencana pengelolaan sampah yang
akan dipakai atau digunakan. Atau sebaliknya, komposisi limbah atau
sampah suatu daerah harus diketahui lebih dulu untuk perencanaan
pengelolaan sampah selanjutnya (Kusnoputranto, 2000).
Salahsatu cara untuk menentukan komposisi sampah yaitu dengan
menghitung jumlah bahan/materi sampah dalam gram atau persentase
(%) dari sampah yang terdiri atas bahan-bahan berikut (Kusnoputranto,
2000):
a. Logam: kaleng-kaleng, besi, paku, dan sejenisnya
b. Benda yang terbuat dari bahan kertas: kertas, Koran, majalah,
karton, dan lain-lain
c. Benda yang terbuat dari bahan plastik: plastik pembungkus, bekas
alat-alat rumah tangga, dan lainnya
d. Benda yang terbuat dari bahan karet: ban, sandal, dan lain-lain
e. Benda yang terbuat dari bahan kain: sobekan kain, dan sejenisnya
f. Benda yang terbuat dari kaca/beling: pecahan gelas, lampu, botol,
dan lainnya.
g. Benda yang terbuat dari bahan kayu: kayu, ranting, kursi, meja,
dan lain-lain.
h. Sisa-sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan lainnya.
i. Bahan-bahan dari batu, tanah, abu, dan lain-lain

Komposisi dari bahan-bahan tersebut penting untuk diketahui dalam


perencanaan pengelolaan sampah selanjutnya, mulai dari cara
pengangkutan, pengumpulan, dan pembuangan atau pemusnahan
limbah padat. Selain itu, dengan diketahuinya komposisi tersebut,
dapat diupayakan daur ulang dari bahan-bahan limbah atau sampah
yang masih dapat terpakai, misalnya besi, kaca, kertas, plastik, dan
lain-lain.

31
6. Jumlah Produksi Limbah Padat
Jumlah produksi limbah padat atau sampah bergantung pada beberapa
faktor antara lain sebagai berikut (Kusnoputranto, 2000):
a. Jumlah, kepadatan, serta aktivitas penduduk
Bila kepadatan suatu daerah sangat tinggi, maka kemungkinan
sampah diserap oleh lingkungan secara alamiah akan berkurang
karena sempitnya atau tidak tersedianya lahan yang menungkinkan
penyerapan sampah tersebut. Dengan demikian jumlah sampah
yang dikumpulkan akan semakin banyak.
b. Sistem pengumpulan dan pembuangan sampah yang digunakan
Sistem pengumpulan, pengangkutan sampah yang dipakai sangat
mempengaruhi jumlah sampah yang dikumpulkan. Semakin baik
sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah, maka banyak
jumlah produksi sampahnya.
c. Material yang dapat dimanfaatkan kembali
Adanya bahan-bahan tertentu pada limbah atau sampah yang
masih mempunyai nilai ekonomi, oleh kelompok tertentu akan
diambil kembali untuk dijual dan dimanfaatkan. Contohnya
pecahan kaca atau gelas, besi, plastik, kertas, karton, dan lainnya
yang masih bernilai ekonomi. Dengan demikian, jenis limbah
tersebut yang dikumpulkan jumlahnya akan berkurang.
d. Geografi
Faktor geografi juga mempunyai pengaruh terhadap jumlah dan
komposisi sampah padat. Misalnya di daerah pengunungan terdiri
dari sampah-sampah yang berasal dari kayu-kayuan, sedangkan
pada daerah dataran rendah, sampah yang paling banyak yaitu
sampah dari pertanian, dan demikian pula di daerah pantai terdiri
atas sampah-sampah yang berhubungan dengan hasil-hasil laut.
e. Waktu
Jumlah produksi sampah dan komposisinya sangat dipengaruhi
oleh faktor waktu baik harian, mingguan, bulanan, maupun
tahunan. Jumlah produksi yang dihasilkan akan bervariasi menurut
aktivitas yang dilakukan pada rentang waktu tersebut. Variasi
produksi sampah juga dapat dipengaruhi pergantian musim
dalam setahun.

32
f. Sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi berpengaruh terhadap jumlah produksi
sampah di suatu daerah dalam hal adat istiadat, taraf hidup, serta
kebiasaan masyarakat. Kebiasaan masyarakat tercermin dalam cara
masyarakat tersebut mengelola sampahnya.
g. Musim/iklim
Jumlah produksi sampah juga dapat diperngaruhi oleh musim atau
iklim, misalnya di daerah beriklim dingin pada musim gugur
produksi sampah dapat meningkat dibandingkan pada waktu
musim dingin. Begitu pula pada musim panas, dapat terjadi
peningkatan produksi sampah terutama pada daerah-daerah
pariwisata. Di Indonesia, jumlah produksi sampah juga dapat
mengalami peningkatan pada musim buah-buahan.
h. Kebiasaan masyarakat
Kebiasaan masyarakat dalam hal ini misalnya kegemaran suatu
kelompok masyarakat pada jenis makanan tertentu, sehingga
produksi sampah yang berasal dari makanan tersebut dominan.
i. Teknologi
Peningkatan produksi sampah dapat sejalan dengan peningkatan
teknologi. Dengan adanya kemajuan teknologi, maka terdapat jenis
sampah yang pada saat ini menjadi masalah. Namun, dapat pula
sebaliknya, adanya kemajuan teknologi dalam hal pengolahan
limbah atau sampah, akan dapat mengurangi beban pengelolaan
sampah sehingga menjadi lebih efisien.
j. Sumber sampah
Jumlah dan komposisi sampah bergantung pula pada sumber
darimana sampah berasal. Sampah rumahtangga akan berbeda
jumlah dan komposisinya dengan sampah industri atau institusi
lainnya.

7. Pengelolaan Limbah Padat


Pengelolaan limbah padat merupakan tindakan-tindakan yang
dilakukan terahdap limbah atau sampah padat, dimulai dari tahap
pengumpulan di tempat sumber, pengangkutan, penyimpanan,
pengolahan pendahuluan, serta tahap pengolahan akhir yang berarti
pembuangan atau pemusnahan sampah (Kusnoputranto, 2000).

33
Sedangkan berdasarkan Kepmenkes RI No.
1204/MENKES/SK/X/2004 disebutkan bahwa pengolahan limbah
padat termasuk upaya untuk mengurangi volume, merubah bentuk atau
memusnahkan limbah padat dilakukan pada sumbernya. Limbah yang
masih dapat dimanfaatkan hendaknya dimanfaatkan kembali dan untuk
limbah padat organik dapat diolah menjadi pupuk.

Tahapan pengelolaan limbah padat non medis (domestik) rumah sakit


adalah sebagai berikut:
1) Tahap Pemilahan dan Pewadahan
Pemilahan atau pemisahan dapat dilakukan dengan memisahkan
beberapa komponen dari sampah atau limbah padat yang sesuai
dengan karakteristik yang dikehendaki, bahan-bahan yang
terpakai dan tidak terpakai akan dipisahkan sehingga efektivitas
dan efisiensi pengolahan dapat ditingkatkan (Kusnoputranto,
2000). Sedangkan berdasarkan tata laksana pengolahan limbah
padat non medis dalam Kepmenkes RI No.
1204/MENKES/SK/X/2004, pemilahan limbah dilakukan antara
limbah yang dapat dimanfaatkan dan yang tidak dapat
dimanfaatkan kembali serta dilakukan pemilahan antara
sampah basah dan sampah kering. Sedangkan stuktur tempat
pewadahan limbah padat non medis (domestik) adalah sebagai
berikut:
2) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap
air, dan mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan pada
bagian dalamnya.
3) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa
mengotori tangan.
4) Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau ruang
sesuai dengan kebutuhan.

Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadah melebihi 3 x 24 jam


atau apabila 2/3 kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus
diangkut supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau
binatang pengganggu. Sedangkan stadarisasi jenis kantong plastik
untuk jenis limbah rumah sakit adalah sebagai berikut
(Adisasmito, 2007)

34
Tabel 2.1
Kategori Limbah dan Warna Kantong Plastik

No. Kategori Warna tempat/kantong Keterangan


plastik pembungkus
Sampah
1 Radio aktif Merah
Sampah berbentuk benda
2 Infeksius kuning tajam, ditampung dalam
wadah yang kuat/ tahan
benda tajam sebelum
dimasukkan kedalam
3 Citotoksis ungu kantong yang sesuai
dengan kategori/ jenis
sampahnya.
4 Umum Hitam

b. Tahap Pengangkutan
Limbah layanan kesehatan harus diangkut di dalam rumah sakit atau
ke fasilitas lain dengan menggunakan troli, kontainer, atau gerobak
yang tidak digunakan untuk tujuan lain dan memenuhi persyaratan
yaitu mudah dibongkar- muat, tidak ada tepi tajam yang dapat
merusak kantong atau kontainer limbah, dan mudah dibersihkan
(WHO, 1999).
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004,
pengangkutan limbah padat domestik dari setiap ruang ke tempat
penampungan sementara menggunakan trolli tertutup.
Menurut WHO (1999), kendaraan pengangkut limbah tersebut
harus dibersihkan dan didesinfeksi setiap hari dengan desinfektan
yang tepat. Pada saat pengangkutan, semua ikatan atau tutup kantong
limbah harus berada di tempatnya dan masih utuh setelah tiba diakhir
pengangkutan.
Untuk limbah layanan kesehatan, informasi tambahan yang harus
tercantum pada label kantong plastik yaitu kategori limbah, tanggal
pengumpulan, tempat dihasilkannya limbah tersebut, dan tujuan
akhir limbah (WHO, 1999).

35
c. Pembuangan atau pemusnahan
Dalam Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004, setiap rumah
sakit tersedia tempat penampungan limbah padat non medis sementara
dipisahkan antara limbah yang dapat dimanfaatkan dengan limbah
yang tidak dapat dimanfaatkan kembali. Tempat tersebut tidak
merupakan sumber bau dan lalat bagi lingkungan sekitarnya serta
dilengkapi saluran lindi. Tempat Penampungan Sementara (TPS)
tersebut harus kedap air, tertutup, dan selalu dalam keadaan tertutup
bila sedang diisi serta mudah dibersihkan. TPS harus terletak pada
lokasi yang mudah terjangkau kendaraan pengangkut limbah padat dan
harus dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.

36
BAB III
PELAKSANAAN K 3 dan PENGOLAHAN LIMBAH

A. Faktor Risiko diruang Rengasdengklok

Risiko Kemungkinan Yang Akan Terjadi Pemecahan Masalah/Solusi


Fisik a. Kemungkinan yang akan terjadi a. Kebijakan dari pihak RSUD
a. Ditemukan nya lorong ruangan yang adalah terganggnya penglihatan dan Karawang untuk memperbaiki
redup, lampu yang kadang nyala dan mati bisa juga mengakibatkan kecelakaan penerangan pada lorong
b. Dirasakannya ruangan/kamar pasien yang keraja karena penerangan yang kurang ruangan dan ruangan pasien
panas b. Kemungkinan yang akan terjadi b. Membuka ventilasi udara dan
c. Ditemukannya debu di ruangan pasien adalah rasa tidak nyaman saat menghidupkan pendingin
d. Ditemukannya dinding ruangan yang melakukan tindakan di ruangan ruangan
sedikit retak c. Kemungkinan yang akan terjadi c. Menyarankan kepada karu
adalah bisa menyebakan reaksi alergi, untuk memonitoring
terutama pada seseorang yang kebersihan pada clening sevice
mempunyai riwayat asma d. Menyarankan kepada pihak
d. Kemungkinan yang akan terjadi RSUD Karawang untuk
e. Ruangan yang terlalu luas dan jarak antara adalah merembesnya air hujan melalui memperbaiki bagian yang
nurse station dan ruangan/kamar pasien celah-celah kecil keretakan dan retak
jauh apabila di biarkan bisa jadi bertambah e. Menyarankan kepada pihak
f. Penempatan nurse station tidak efisiens luas keretakannya dan mengakibatkan RSUD Karawang untuk
keruntuhan menyediakan bel pasien dan
e. Kemungkinan yang akan terjadi CCTV di setiap ruangan
adalah tenaga kesehatan khusus nya pasien
perawat menjadi cepat lelah
f. Kemungkinan yang akan terjadi
adalah tidak termonitor nya pasien
Kimia a. Kemungkinan yang akan terjadi a. Mengganti alat ruangan
a. Ditemukannya alat ruangan yang sedikit adalah dapat menimbulkan reaksi dengan yang bersih/ baru
berkarat alergi, risiko infeksi tetanus jika
mengalami luka akibat benda berkarat
yagn mengandung bakteri Clostridium
tetani, 

Biologi a. Kemungkinan yang akan terjadi a. Menyarankan kepala ruangan


a. Ditemukannya jaring laba-laba di atap adalah menyebabkan infeksi/alergi, untuk melaporkan adanya
ruangan sarang laba-laba menadakan ruangan binatang pengganggu.
kotor. b. Menyarankan kepala ruangan
b. Kemungkinan yang akan terjadi untuk memonitoring
adalah bisa menyebabkan infeksi kebersihan dalam
seperti aspergillosis paru dapat terjadi membersihkan langit-langit,
jika tingkat kekebalan tubuhnya kipas angin, jendela dan
b. Ditemukannya jamur di dinding ruangan rendah. Mikroorganisme dari jamur dinding.
dinding akan mempengaruhi
kesehatan paru-paru dan
mengakibatkan kerusakan kesehatan
yang lebih parah lagi. Lalu bisa
menyebabkan alergi. Reaksi alergi
kondisi yang paling umum setelah
sering terpapar oleh udara yang
mengandung spora jamur
c. Kemungkinan yang akan terjadi
adalah penebaran virus, kucing bisa
menyebarkan virus tokso san berisiko
membuat ruangan kotor (menjatuhkan
dan mengacak tempat sampah dan sisa
makanan pasien)

c. Ditemukannya debu dikipas angin dan


kotoran dijendela

d. Ditemukannya binatang di ruangan


(kucing)
Ergonomi  Kemungkinan yang akan terjadi a. Menyarankan kepada petugas
 Ditemukannya hazard ergonomi yaitu adalah keletihan, pegal, saki pinggang kesehatan diruangan untuk
postur/sikap tubuh seperti membungkuk dan risiko low back pain merileksasikan otot-otot
saat melaksanakan tindakan (menginfus, disela-sela waktu kerja dan
mengambil spesimen daran, memberikan ikut serta dalam kegiatan
obat dan sebagainya) olahraga bersama yang
difasilitasi oleh rsud karawang
setiap hari jum’at pagi.
Psikologi  Kemungkinan yang akan terjadi a. Menyarankan untuk
 Ditemukannya hazard psikososial yaitu adalah adanya stress kerja dan kurang menerapkan kebijakan untuk
pekerjaan yang monoton di setiap harinya optimal dalam melaksanakan tindakan mengadakan rekreasi kepada
 Tidak di sediakannya aktivitas rekreasi  Kemungkinan yang akan terjadi karyawan setiap setahun
bagi perawat/ tenaga kesehatan lainnya adalah bisa menyebabkan kecelakaan sekali.
 Tidak adanya reward bagi tenaga kerja (risiko tinggi terpaparnya b. Menyarakan untuk
kesehatan/staff lainnya yang memperoleh COVID-19) menerapkan kebijakan untuk
prestasi memeberikan reward kepada
 Adanya ancaman COVID-19 yang tidak di karyawan yang berprestasi.
deteksi dan hal tersebut membuat tenaga c. Menyarankan untuk
kesehatan rentan terpapar COVID-19 membatasi jumlah pengunjung
yang datang.
d. Menyarankan untuk
penambahan SDM baik
kualitas maupun kwantitas.

B. Pengelolaan Limbah diruang Rengasdengklok


C. Sarana Penanggulangan Kebakaran
Sarana Sudah sesuai permasalahan Pemecahan
Kebakaran dan prosedur/belum masalah dan
Fungsinya sesuai Tindakan lanjut
APAR Sudah sesuai Tidak tersedia Menyarankan
Fungsinya : prosedur palu pemecah kepada Karu
untuk kaca penyimpan untuk
memadamkan APAR menyediakan
api berjarak 5 palu
s/d 10 meter

Jalur evakuasi Sudah sesuai Tidak ada Tidak ada


fungsinya : prosedur
untuk
mengarahkan ke
titik kumpul
ketika terjadi
bencana
Alarm Sudah sesuai Tidak ada Tidak ada
kebakaran : prosedur
untuk memberi
tanda adanya
bahaya
kebakaran
Papan code red Sudah sesuai Tidak ada Tidak ada
fungsinya : prosedur
penjadwalan
petugas evakuasi
Hydrant Sudah sesuai Tidak ada Tidak ada
fungsinya : prosedur
untuk
memadamkan
api berjarak 5s/d
10 meter

D. Patient Safety
1. Data penderita

Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : perempuan

2. Data rumah sakit

Nama rumah sakit : rumah sakit umum daerah karawang


Jenis rumah sakit : kelas B non pendidikan
Lokasi perusahaan : Jalan Galuhmas Raza Nomer 1, Sukaharja,
Kecamatan TelukJambe Timur Kabupaten Karawang Jawa Barat 41361

3. Jenis kejadian

Pasien tidak dipasang tanda resiko jatoh selama perawatan diruang


perawatan rengas dengklok. Perawat ruangan tidak mengobservasi atau
memantau ulang dengan kondisi pasien yang mengalami penurunan
kesadaran.

4. Tanggal dan waktu

Kejadian tangga : 5 april 2022


Waktu : 07:00 – 14.00
5. Tempat kejadian

Unit kerja / departemen : ruang rengasdengklok


Lokasi kejadian : kamar 203
Akibat kejadian terhadap penderita : memerlukan tanda risiko jatuh agar
mendapat perhatian dan sebagai tanda pengingat

6. Orang pertama yang melaporkan kejadian

a. Petugas kesehatan (Dokter/Perawat/Petugas lain) : Mahasiswa


b. Penderita : Ny. N

7. Kronologi kejadian :

Pasien datang sejak tanggal 23 April 2022 dan belum terpasang tanda
pasien resiko jatuh di tempat tidur pasien.

8. Faktor-faktor yang berpengaruh (Aspek system/staf/karyawan)


- Belum terlihat dipasang tanda resiko jatuh pada pasien
- Resiko salah identifikasi pasien resiko jatuh

9. Kemungkinan tindakan pencegahan (pemikiran tentang kemungkinan


pencegahan yang dapat diambil)
- Mengobsevasi tanda resiko jatuh pasien pada saat penerimaan pasien
E. Pengkajian
Identitas Pasien : Ny. T
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN TTL : 06/12/1946
INDIVIDUAL NRM :00849880
STIKES HORIZON KARAWANG Dx Medis : post op craniotomy dengan stroke

Pasien datang dari ◻  IGD ◻ Kamar Operasi ◻ Bangsal ◻


POLI NEUROLOGI
Pasien dipindahkan dari ruang HCU dengan keluhan diagnose metabolic enceelopaty, sepsis,
pneumonia, TB paru, dan HT. kondisi saat dipindahkan ke ruang rengas dengklok dengan kesadaran
DIAGNOSA

Somnollen. Pasien terlihat lemah, terus mengantuk namun masih bisa di respon. Ketika di kaji pada
MEDIS

tanggal 5 April 2022 pasien tampak lemah.

Jalan nafas ◻ NRM ◻ OPA ◻ ETT/TT Ukuran:


AIRWAY

Ukuran: Kedalaman:
Sputum ◻ Tidak Produktif ◻ Produktif Warna: putih _
Konsistensi: kental
Volume : cc/ ____jam
Pernafasan ◻ Spontan ◻ Dibantu alat __________
◻ RR: 25 kali per menit Aliran: lpm FiO2: %
◻ SpO2 : ____93______%
Pergerakan ◻ Simetris Suara nafas Ronchi
dada ◻ Asimetris

Deviasi ◻ Tidak ada


BREATHING

Trakea ◻ Ada :
Water Seal ◻ Tidak ada
Drainage ◻ Terpasang WSD
Volume : cc
Analisa Gas ◻ pH
Darah ◻ PaCO2
◻ HCO3
◻ BE
◻ PaO2

Nadi : 116 x/menit Kekuatan Nadi ◻ 0 ◻ +1 ◻+ 2 ◻+ 3 ◻+ 4
o
Suhu : 36,8 C Waktu pengisian kapiler (WPK): <3 detik
Tekanan Darah : 140 / 80 mmHg (MAP : mmHg)
Elektrokardiografi :

IV Line ◻ Tidak terpasang IV Line ◻ Terpasang IV Line


Posisi : sebelah kiri
Tanggal dipasang : 01 04 2022
Urine Output ◻ Spontan ◻ Terpasang alat bantu Dower Cateter
Volume : 500 cc/8 jam
Ro Thoraks ◻ Tanggal pemeriksaan :
Interprestasi :

Level Kesadaran: ◻ CM ◻ Somnolen ◻ Apatis ◻ Soporus ◻ Koma


GCS ◻ E 2 M 5 V 3 Ukuran Pupil: Kanan _2__mm Kiri _2__mm Respon cahaya : negatif/
DISABILITY

Skala Nyeri : -

Konjungtiva
EXPOSURE ◻ Tidak Anemis ◻ Anemis Mukosa mulut ◻ Lembab ◻ Kering ◻
Abdomen ◻ Lunak ◻ Distensi ◻ Asites Bising Usus
EXP ◻ Massa ◻ Striae ◻◻ Tidak terdengar
OSU ◻ Kolostomi ◻◻ Terdengar 8 x/menit
RE Nutrisi ◻ Oral ◻ Parenteral ◻ TPN ◻ NGT
Diit Sonde
Turgor Kulit Tidak elastis Integritas Kulit: tidak ada kemerahan

Skala Braden

Posisi Luka

Alat invasif # Alat invasif #


Jenis alat : Jenis alat :
Letak pemasangan : Letak pemasangan :
Tanggal terpasang : Tanggal terpasang :
Alat invasif # Alat invasif #
Jenis alat : Jenis alat :
Letak pemasangan : Letak pemasangan :
Tanggal terpasang : Tanggal terpasang :

BB : 58 KG TB : 150 pasien datang melalui IGD dipindahkan ke ruang HCU lalu masuk ke ruang
Rengasdengklok
Tidak terpasang restrain, tidak memakai gelang identitas risiko jatuh, tidak ada tanda risiko jatuh pada tempat tidur
LAIN-LAIN

pasien, berdasarkan hasil laboratorium tanggal 16/03/22 leukosit meningkat dengan hasil 26,12 (nilai normal
leukosit 4,40-11,30) pasien diberikan terapi omeprazole 2x40mg, levofloxacin 1x750, dexamethasone 2x5mg,
amlodipine 1x10mg, bisoprolol 1x5mg
KEPERAWATA

◻ Ketidak efektifan pemeliharaan kesehatan


◻ Risiko jatuh
MASALAH

◻ Bersihan jalan nafas tidak efektif


N

Pengkajian Faktor Keselamatan Pasien (Patient Safety)


a. Identifikasi Pasien Dengan Benar
Setelah dilakukan observasi bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Karawang
telah melakukan identifikasi yang sesuai pendokumentasian menggunakan
status pasien terdapat nama, umur dan alamat, dan data penunjang lainnya.

b. Komunikasi Efektif
Setelah dilakukan observasi RSUD Karawang melakukan komunikasi
secara verbal dan tulisan. Ketika petugas akan melakukan pemeriksaan,
petugas menulis data pasien di status pasien

c. Pemberian Obat
Setelah dilakukan observasi RSUD Karawnag dalam pemberian obat pada
Ny. N sesuai dengan yang telah di instruksikan oleh dr. setiap pemberian
akan didokumentasikan oleh petugas dalam status pasien.
d. Mencegah salah Orang, Salah Tempat, Salah Prosedur dari tindakan
pembedahan
Setelah dilakukan observasi di RSUD Karawang mencegah salah pasien
dan salah tempat, petugas kesehatan mengecek terdapat nama, umur dan
alamat. Dan untuk mencegah terjadinya kesalahan prosedur saat tindakahan
Perawat RSUD Karawang menggunakan standar operasional dengan
menggunkan langkah Sign In, Time Out, Sign Out.

e. Mencegah Pasien Jatuh


Tidak terpasang restrain, tidak memakai gelang identitas risiko jatuh, tidak
ada tanda risiko jatuh pada tempat tidur pasien.

f. Pencegahan & Pengendalian Infeksi


RSUD Karawang menyediakan tempat cuci tangan dengan cara hand wash,
hand scrub disetiap ruangan, akan tetapi perawatnya tidak mencuci tangan 5
moomen ketika akan melakukan tindakan

g. Kemunginan yang akan Terjadi


Dari uraian data tersebut diatas, kemungkinan yang akan terjadi adalah
berbagai masalah kesehatan yang timbul akibat kurangnya penerapan
sasaran keselamatan pasien seperti; risiko jatuh dan risiko infeksi.

F. Analisa Data
No. Data Masalah Keperawatan
1 Data subjektif :
- Keluarga pasien mengatakan belum
mengetahui tentang penyakit yang Ketidak efektifan
diderita oleh pasien pemeliharaan kesehatan
- Keluarga mengatakan pasien selalu (00292)
tidur, lemas Domain 1 promosi
- Keluarga mengatakan sebelumnya di
kesehatan
rawat di ruang HCU
Kelas 2
Data Objektif :
- Kesadar pasien somnollen
- Nilai GCS 9
- Nadi 116X/menit
- RR : 26x/menit
- Pasien terpasang O2 10 liter / menit
NRM

Data subjektif : -
Resiko jatuh dewasa
Data Objektif : (00303)
- Kesadar pasien somnollen Kelas 2 keamanan/
2 perlindungan
- Nilai GCS 5 Domain 11
- Tidak terpasang restrain
- tidak memakai gelang identitas
risiko jatuh
- tidak memakai gelan pasien
- tidak ada tanda risiko jatuh pada
tempat tidur pasien
- syring pump disimpan di bed

Data Subjektif : -
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
Data Objektif :

G. Skoring
NO MASALAH A B C D E F G H TOTA
DX KEPERAWATAN L

1 Ketidak efektifan 4 2 4 4 3 3 3 4 27
pemeliharaan
kesehatan (00292)
Domain 1 promosi
kesehatan Kelas 2

2 Resiko jatuh dewasa 4 3 3 3 3 3 3 3 25


(00303)
Kelas 2 keamanan/
perlindungan
Domain 11

3 Resiko infeksi 3 3 3 3 3 3 3 3 24
(00004)
Kelas 1 keamanan/
perlindungan
Domain 11

KET :
A. Resiko Keparahan Pembobotan :
B. Minat Masyarakat 5. 1 Sangat Rendah
C. Kemungkinan Diatasi 5. 2 Rendah
D. Waktu 5. 3 Cukup
E. Dana 5. 4 Tinggi
F. Fasilitas 5. 5 Sangat tinggi
G. Sumber Daya
H. Tempat

H. Diagnosa Keperawatan
No Domain Kelas Kode Diagnosis Keperawatan
1 Domain 1 Kelas 2 (00292 Ketidak efektifan pemeliharaan
promosi ) kesehatan
kesehatan

2 Domain 11 Kelas 2 (00303 Resiko jatuh dewasa


)
keamanan/
perlindungan

3 Domain 11 Kelas 1 (00004 Resiko infeksi


keamanan/ )
perlindungan

I. Perencanaan Tindakan Keperawatan


NO DATA Diagnosa Keperawatan Kode
1 Data subjektif : Ketidak efektifan (00292) Peng
- Keluarga pasien mengatakan Pasien datang ke pemeliharaan kesehatan (182
Poli Neurologi untuk control karna +-5 hari - P
yang lalu post op craniotomy, Saat dirumah k
pasien sering terlihat mengantuk dan lemah a
tetapi masih bisa berespon k
- keluarga mengatakan Satu hari sebelum dibawa - S
ke rs pasien tampak tidur terus menerus dan d
makan hanya sedikit. p
- Keluarga mengatakan Pada tanggal 16 maret p
2022 pasien datang ke Poli Neurologi untuk - P
control namun pasien mengalami penurunan d
kesadaran dan langsung dibawa ke ruang HCU p
Intermedit RSUD oleh keluarga. d
b
Data Objektif : - Im
- Kesadar pasien sopoor d
- Nilai GCS 5 p
- Pasien datang ke ruang HCU/Intermedit p
tidak melalui IGD
- TD 110/60 mmHg
- Nadi 116X/menit
- RR : 24x/menit
- Pasien terpasang O2 8liter / menit NRM
2 Data subjektip : - Resiko jatuh dewasa (00303) Prevens

Data Objektif : Kejadia


- Kesadar pasien spoor
- Nilai GCS 5
- Tidak terpasang restrain
- tidak memakai gelang identitas risiko jatuh
Prev
- tidak ada tanda risiko jatuh pada tempat
Peri
tidur pasien 

men
yang
3 Data subjektif : - Resiko infeksi (00004) -

Data objektif :
- terdapat luka post operasi craniotomy di -
bagian kepala sebelah kiri pasien -
- berdasarkan hasil laboratorium tanggal -
16/03/22 leukosit meningkat dengan hasil
26,12 -
- ceftriaxone 2x1gr/ IV
- ketorolac 3x1amp/ IV,
- meropenem 3x1gr/ IV.

J. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa NIC Pelaksanaan
Keperawatan Ya Tidak
1 Risiko jatuh  Mengidentifikasi √
kebutuhan keamanan klien
berdasarkan fungsi fisik
dan kognitif serta riwayat
perilaku di masa lalu
 Mengidentifikasi hal-hal √
yang membahayakan di
lingkungan
 Memoditifikasi lingkungan √
untuk meminimalkan
bahaya dan risiko
 Menggunakan peralatan √
perlindungan (misal,
pegangan sisi, kunci pintu,
pagar dll)
 Mengidentifikasi perilaku √
dan faktor yang
mempengaruhi risiko jatuh
 Mengidentifikasi √
karakteristik lingkungan
yang meningkatkan potensi
jatuh (misal, lantai licin
 Mengajarkan keluarga √
bagaimana jika jatuh untuk
meminimalkan cedera
 ajarkan anggota keluarga √
mengenai faktor risiko
yang berkontribusi
terhadap kejadian jatuh
dan bagaimana keluarga
bisa menurunkannya
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan hasil praktik lapangan K3 di RSUD Karawang Ruang
Rengasdengklok sebagai berikut :
Ditemukan hazard di ruang Rengasdengklok RSUD Karawang yaitu :
a. Hazard fisik, Ditemukan nya lorong ruangan yang redup, lampu yang
kadang nyala dan mati, dirasakannya ruangan/kamar pasien yang
panas, ditemukannya debu di ruangan pasien, ditemukannya dinding
ruangan yang sedikit retak, ruangan yang terlalu luas dan jarak antara
nurse station dan ruangan/kamar pasien jauh, penempatan nurse station
tidak efisiensi
b. Hazard kimia, Ditemukannya alat ruangan yang sedikit berkarat
c. Hazard biologi, ditemukannza sarang laba laba disetiap ruangan,
ditemukannza jamur didinding ruangan, ditemukannya debu dikipas
angin dan kotoran dijendela, ditemukannya binatang di ruangan
(kucing)
d. Hazard ergononomic, yaitu postur/sikap tubuh seperti membungkuk
saat melaksanakan tindakan (menginfus, mengambil spesimen daran,
memberikan obat dan sebagainya)
e. Hazard psikososial, ditemukannya hazard psikososial yaitu pekerjaan
yang monoton di setiap harinya, tidak di sediakannya aktivitas rekreasi
bagi perawat/ tenaga kesehatan lainnya, tidak adanya reward bagi
tenaga kesehatan/staff lainnya yang memperoleh prestasi, adanya
ancaman COVID-19 yang tidak di deteksi dan hal tersebut membuat
tenaga kesehatan rentan terpapar COVID-19

Rumah Sakit Uumum Daerah Karawang dalam pengolahan limbah medis


berkerjasama dengan pihak ketiga yang berijin. Untuk pengolahan limbah
medis di ruang Rengas dengklok pada tahapa pemilahan dan pengemasan
limbah masih belum sesuai aturan yang berlaku, masih ada limbah yang
tercampur, yaitu sampah limbah medis yang harusnya di buang ke infeksius
tapi di buang ke noninfeksius. Pada tahap pengumpulan dan pengangkutan
sudah sesuai aturan.
B. Saran
1. Pihak RSUD Karawang
Terkait hazard adalah :
a. Menerapkan kebijakan untuk memberikan reward kepada
karyawan yang berprestasi
2. Pihak kepala ruangan
Terkait hazard
a. Malaporkan penggunaan APD belum mematuhi protokol
kesehatan
b. Mengajukan pemasangan lampu di lorong Ruang Rengasdengklok
c. Mengajukan pemasangan pendingin ruangan di ruang rawat
pasien
d. Mengganti peralatan yang sudah berkarat
e. Melaporkan bahwa antara ruang perawatan dengan nurse station
tidak efesiensi
f. Mengajukan pengetatan pada pembuangan limbah, agar sesuai
pada tempatnya
g. Menganjurkan untuk kebersihan ruangan kepada pihak terkait
(pengelola cleaning servis)
3. Terkait pengolahan limbah
a. Melakukan sosialisasi pada petugas tentang pentingnya pemilahan
dan pengemasan limbah medis dan non medis
DAFTAR PUSTAKA

Eka, R. P. (2009). Analisa potensi minimisasi limbah padat domestik di instalasi

gizi dan tata boga Rumah Sakit Kanker Dharmais (Skripsi). Jakarta: Universitas

Indonesia.

Konradus, D. (2012). Keselamatan dan kesehatan kerja. Jakarta:

Bangka Adinatha Mulia.

Meily, L. K. (2012). Teori dan aplikasi kesehatan kerja. Jakarta:


Universitas Indonesia.
Ramli, S. (2010). Pedoman praktis manajemen risiko dalam perspekstif K3. Jakarta:
Dian Rakyat.

Ramli, S. (2010). Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja


OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.

Sunarya, W. K. (2014). Ergonomi dan K3. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Standhope, M. & Lancanter, J. (2004). Comunnity Health and Public Heart Nursing.
St. Louis: Mosby

57
LAMPIRAN

58
59

Anda mungkin juga menyukai