MAKALAH
2022
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan praktik Keperawatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui/Menyetujui,
2
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari hambatan. Oleh karena
itu, kami banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak yang membantu kami dalam pembuatan makalah
ini diantaranya:
Kelompok 1
3
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai suatu lingkungan kerja yang terdiri dari berbagai
bagian dan sub bagian, dimana antara bagian tersebut memiliki peran dan fungsi
masing-masing namun tetap saling berhubungan untuk menunjang kelancaran
operasional secara penuh. Sebagai suatu lingkungan kerja yang kompleks
keselamatan kerja merupakan suatu faktor utama yang harus diperhatikan.
Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang akan memberikan pengaruh
terhadap kinerja mereka yang bekerja pada lingkungan tersebut.
Rumah sakit sebagai tempat kerja juga mempunyai risiko bahaya kesehatan dan
keselamatan kerja. Dari hasil penelitian di sarana kesehatan rumah sakit, sekitar
1505 tenaga kerja wanita di rumah sakit Paris mengalami gangguan
muskuloskeletal 16% dimana 47% dari gangguan tersebut berupa nyeri di daerah
tulang punggung dan pinggang (Depkes RI, 2006).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan, upaya kesehatan kerja ditunjukkan untuk melindungi perawat agar
hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh perawatan sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah
sakit menerapkan upaya-upaya K3 dirumah sakit. K3 termasuk sebagai salah
satu standar pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi rumah sakit, disamping
standar pelayanan lainnya.
Selain itu rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang potensial
menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Seperti halnya sektor industri,
kegiatan rumah sakit berlangsung dua puluh empat jam sehari dan melibatkan
berbagai aktifitas orang banyak sehingga potensial dalam menghasilkan
sejumlah besar limbah (Depkes RI, 2006).
World Health Organization (WHO, 2010) melaporkan limbah yang
dihasilkan layanan kesehatan (rumah sakit) hampir 80% berupa limbah umum
dan 20% berupa limbah bahan berbahaya yang mungkin menular, beracun atau
radioaktif. Sebesar 15% dari limbah yang dihasilkan layanan kesehatan
merupakan limbah infeksius atau limbah jaringan tubuh, limbah benda tajam
sebesar 1%, limbah kimia dan farmasi 3%, dan limbah genotoksik dan radioaktif
sebesar 1%. Negara maju menghasilkan 0,5 kg limbah berbahaya per tempat
tidur rumah sakit per hari.
10
Limbah rumah sakit yang tergolong berbahaya salah satunya adalah
limbah medis padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah
benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam
berat yang tinggi. Lingkungan rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan
kesehatan masyarakat merupakan tempat berkumpulnya orang sakit maupun
orang sehat sehingga dapat menjadi tempat penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.
Untuk menghindari resiko dan gangguan kesehatan maka perlu penyelenggaraan
kesehatan lingkungan rumah sakit, salah satunya dengan melaksanakan
pengelolaan limbah sesuai persyaratan dan tata laksana yang telah ditetapkan
untuk melindungi pasien, keluarga pasien dan seluruh tenaga kesehatan yang ada
di lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 2006).
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan kepada pasien
dilakukan dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks (Lynn dkk, 2006).
Perawat dalam menjalankan tugasnya harus mempunyai bekal pengetahuan,
sikap, dan perilaku kesehatan yang baik agar selama pelaksanaan asuhan
keperawatan dapat berjalan dengan baik sesuai SOP yang berlaku di rumah sakit.
Asuhan keperawatan kepada pasien seperti mengganti infus, mengganti perban
ataupun tindakan menyuntik adalah contoh dalam tindakan asuhan keperawatan.
Namun pada pelaksanaannya keselamatan dan kesehatan kerja di rumahsakit
serta pengelolaan sampah medis pada perawat masih menjadi persoalan
tersendiri, hal ini berhubungan pengetahuan dan sikap perawat dan berpengaruh
pada perilaku perawat.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karawang merupakan salah satu
rumah sakit pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat secara professional. Pelayanan kesehatan kepada masyarakat ini
tentunya harus didukung oleh tenaga kesehatan yang bermutu, baik ditinjau dari
pengetahuan, sikap, perilaku yang disiplin, termasuk pengetahuan dan perilaku
tenaga kesehatan terkait hazard dan pengelolaan sampah medis. Pengelolaan
sampah medis di rumah sakit mengacu pada konsep pengelolaan lingkungan
sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang
dikenal sebagai sistem manajemen lingkungan (Environmental Management
System) dan diadopsi International Organization for Standardization (IOS)
11
sebagai salah satu Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO) di bidang
pengelolaan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelaksanaan K3 dan Pengelolaan limbah diruang
Rengasdengklok RSUD Karawang
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui K 3 di ruang Rengasdengklok RSUD Karawang
b. Untuk mengetahui pengelolaan limbah di ruang Rengasdengklok
RSUD Karawang
D. Sistematika Penulisan
1. BAB I : pendahuluan terdiri dari Latar belakang, tujuan penulisan, ruang
lingkup penulisan, dan sistematika penulisan
2. BAB II : Tinjauan teori terdiri dari konsep K 3 umum, konsep rumah sakit,
konsep pencegahan pencemaran, minimasi limbah, limbah
rumah sakit.
3. BAB III : Pelaksanaan K 3, Pengkajian K 3, pengelolaan limbah, dan
patient safety
4. BAB IV : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
12
BAB II
TINJAUAN TEORI
13
c. Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
adalah upaya terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien,
pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan
kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan nyaman baik
bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang
sakit, maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit.
2. Tujuan K3RS
Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan
iklim yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian
baik kecelakaan dan penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus
dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan (Rika
Ampuh Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Rizky Argama (2006),
tujuan dari dibuatnya program keselamatan dan kesehatan kerja adalah
untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja. Beberapa tujuan program Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah:
a. Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak karyawan
dan perusahaan
b. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan
c. Menghemat biaya premi asuransi
d. Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab sosial
perusahaan kepada karyawannya.
Tujuan K3 RS adalah agar tercapai suatu kondisi kerja dan lingkungan
kerja Rumah Sakit yang memenuhi persyaratan K3, dengan harapan
adanya peningkatan, efisiensi kerja serta peningkatan produktifitas kerja
yang ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit.
Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Suma’mur (1987) adalah
melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan untuk meningkatkan produksi
serta produktivitas nasional, menjamin setiap keselamatan setiap orang
lain yang berada di tempat kerja, sumber produksi dipelihara dan
dipergunakan secara aman dan efisien. Keselamatan kerja merupakan
sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai
akibat kecelakaan kerja.
14
3. Sasaran
Dari sasaran tersebut maka keselamatan kerja ditujukan bagi:
a. Manusia (pekerja dan masyarakat)
b. Benda (alat, mesin, bangunan dan lain-lain)
1) Fisik
2) Mental
3) Sosial
e. Lingkungan kerja
1) Faktor Fisik
2) Faktor Kimia
3) Faktor Biologi
4) Faktor Ergonomi
5) Faktor Psykososial
f. Bahan baku
g. Mesin/alat bantu kerja dan proses kerja
4. Jenis Hazard
Hazard di kelompokkan menjadi 5, berdasarkan potensi bahaya yang
ada. yaitu:
a. Hazard Biologi
Hazaard biologi adalah potensi bahaya yang ditimbulkan dari
faktor makluk hidup. Biasanya hazard biologi ini berada di
lingkungan-lingkungan yang tidak bersih, kotor, dan lain-lain,
contoh dari hazard biologi adalah seperti cacing tambang, cacing
tambang dapat membuat kaki kita berlubang seperti dimakan oleh
cacing tersebut. Maka dari itu, dipertambangan diharapkan selalu
menggunakan APD sepatu safety agar sebagai pencegahan
terhadap hazard biologi.
b. Hazard Kimia
15
Hazard kimia adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh sifat dan
karakteristik kimia yang dimiliki bahan tersebut. Hazard kimia ini
sangat berbahaya jika kita tidak menggetahuinya secara detail
seperi apa sifat dari bahan tersebut. Perlunya penanganan yang
intensif terhadap potensi bahaya ini. Contoh dari hazard kimia
adalah amoniak yang bercampur di udara karena sifatnya yang
berbahaya bagi THT pada manusia. Material Safety Data Sheet
adalah salah satu cara melakukan penanganan dini terhadap potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh bahan kimia.
c. Hazard Fisik
Hazard fisik adalah potensi bahaya yang disebabkan oleh faktor
fisik dari seseorang yang sedang melakukan pekerjaan. Hazard
fisik erat sekali hubungannya dengan manusia, kita sendiri pun
terkadang adalah sumber masalah dari permasalahan yang terjadi.
Managemen kegiata adalah salah satu cara untuk mengendalikan
hazard yang muncul ini.
d. Hazard Ergonomi
Hazard ergonomi adalah potensi bahaya yang disebabkan terjadi
karena tidak efisiennya hubungan alat kerja dengan manusianya,
biasanya berhubungan dengan prilaku kerja manusia dengan
alatnya. Disini ini adalah yang menyebabkan juga munculnya
penyakit akibat kerja karena kesalahan-kesalahan dalam prilaku
penggunaan alat kerjanya.
e. Hazard Psikologi
Hazard psikologi adalah potensi bahaya yang disebabkan
terjadinya suatu konfik dalam lingkungan kerja tersebut. Konflik
yang terjadipun sudah terbagi menjadi langsung dan tidak
langsung. Psikologi ini juga merupakan hal penting karena dapat
mempengaruhi juga bagaimana orang tersebut bekerja, semakin
banyak konflik maka pekerjaan yang di kerjakan semakin tidak
efisien dan malah banyak menimbulkan masalah yang terjadi.
Pengendaliannya biasaya mengunakan managemen konflik dan
ketetapan disiplin.
5. Peran Perawat
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan.
Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja
cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke
negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat
16
serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost
benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja
maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan
upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja
dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan
kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita
harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan
kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar
industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai
alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat
strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik
bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan
(ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja
akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya
untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di
setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga
hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya
rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang
tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis
kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan
kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki
kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya
rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan
kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga
kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU
dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk
menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang
dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.
UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja menjadi dasar
pengadaan P3K di tempat kerja adalah; kewajiban manajemen dalam
pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan,
Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982
tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan
17
Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Sesuai batasan diatas, maka rumah sakit merupakan bagian dari sistem
pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang memberikan pelayanan
kuratif maupun preventif serta menyelengarakan pelayanan rawat
jalan dan rawat inap juga perawatan di rumah. Di samping itu, rumah
sakit juga befungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan
tempat penelitian.
Rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit adalah sarana pelayanan kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun sehat, atau dapat menjadi tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan.
18
dibagi menjadi (Muslim, 2002):
a. Rumah Sakit Kelas A, yaitu rumah sakit umum dengan fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis spesialisasi luas dan
subspesialisasi.
b. Rumah Sakit Kelas B, yaitu rumah sakit umum dengan fasilitas
dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya sebelas
spesialis dan subspesialisasi terbatas.
c. Rumah Sakit Kelas C, yaitu rumah sakit dengan fasilitas dan
kemampuan spesialisasi dasar.
d. Rumah Sakit Kelas D, yaitu rumah sakit dengan pelayanan
kesehatan umum tanpa spesialisasi.
e. Rumah Sakit Kelas E, yaitu rumah sakit dengan pelayanan
terbatas pada suatu jenis penyakit atau sekelompok orang
tertentu, misalnya rumah sakit paru-paru dan rumah sakit lepra.
19
g. Pendidikan dan latihan (apabila ada).
h. Penelitian (apabila ada)
20
pada bagaimana cara mengelola limbah (end-of-pipe approach), tetapi
menekankan penggunaan material yang lebih rasional, modifikasi, dan
subtitusi material maupun proses sehingga mencegah pencemaran sedini
mungkin bahan pencemar masuk ke dalam lingkungan dari
sumbernya. Jika memang limbah sudah dihasilkan, maka semaksimal
mungkin direduksi atau diminimisasi melalui praktik-praktik penggunaan
kembali (reuse), daur ulang (recycle) dan perolehan kembali (recovery)
(Adisasmito, 2007).
Reduksi di Sumber
Pemanfaatan
limbah perolehan
kembali
Pengolahan limbah
Pembuanga
n
21
Gambar 2.1 Hierarki Konsep Pencegahan Pencemaran (Bishop,
2000)
22
D. Minimisasi Limbah
1. Definisi Minimisasi Limbah
Menurut Soemantojo, minimisasi limbah merupakan upaya yang
bertujuan untuk mengurangi limbah yang harus diolah di tempat
pengolahan limbah maupun yang dibuang ke lingkungan, dengan jalan
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan suatu proses produksi
pada sumbernya atau dengan jalan memanfaatkannya kembali
(Muslim, 2002). Sedangkan berdasarkan Kepmenkes RI No.
1204/MENKES/SK/X/2004, pengertian minimisasi limbah adalah
upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah
yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce),
menggunakan kembali limbah (reuse), dan daur ulang limbah
(recycle).
23
Dari beberapa uraian diatas, maka terdapat dua kegiatan utama
yang dianggap sebagai metode terbaik dalam upaya meminimisasi
limbah yaitu reduksi pada sumber dan pemanfaatan limbah baik
melalui daur ulang limbah (recycle) maupun dengan perolehan
kembali (recovery).
24
untuk memahami bagaimana cara untuk meminimisasi limbah ada
beberapa hal yang diperlukan dan dilakukan yaitu informasi
mengenai jenis material yang dapat direduksi ataupun
dimanfaatkan kembali, volume produksi limbah yang
dihasilkan, cara minimisasi limbah yang telah dilakukan, analisis
biaya untuk menentukan kemungkinan perubahan praktik yang
dilakukan, prioritas upaya berdasarkan peraturan yang berlaku,
biaya, volume, dan lainnya serta identifikasi peluang minimisasi
limbah baik reduksi limbah pada sumbernya, reuse, dan recycling.
25
mungkin.
b) Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis
aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau
keadaannya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi
volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
c) Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan
atau penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang
telah dijadwalkan.
d) Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya
agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin
kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga
tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan
penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
e) Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai
dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat
meningkatkan efisiensi.
3. Pemanfaatan Limbah
Selain melakukan upaya mengurangi limbah dari sumbernya,
minimisasi limbah juga dapat dilakukan melalui pemanfaatan limbah
dengan konsep 3R yaitu reuse, recycle, dan recovery. Kegiatan
pemanfaatan limbah tersebut adalah sebagai berikut (Adisasmito,
2007):
a. Reuse (penggunaan kembali): Upaya penggunaan barang atau
limbah untuk digunakan kembali untuk kepentingan yang sama
tanpa mengalami proses pengolahan atau perubahan bentuk,
misalnya pada kegiatan administrasi rumah sakit penggunaan
kertas dapat dilakukan pada kedua sisi kertas tersebut.
b. Recycle: Upaya pemanfaatan limbah dengan cara proses daur
ulang melalui pengolahan fisik atau kimia, baik untuk
menghasilkan produk yang sama maupun produk yang berlainan,
dengan maksud kegunaan yang lebih.
26
c. Recovery: Upaya pemanfaatan limbah dengan jalan memproses
untuk memperoleh kembali materi/energi yang terkandung di
dalamnya atau merupakan suatu proses pemulihan misalnya obat-
obatan yang tidak habis tidak dibuang begitu saja, karena obat
adalah bahan kimia yang pembuangannya harus mengikuti aturan
tata laksana pemusnahan bahan kimia.
1. Definisi Limbah
Bishop (2000) mendefinisikan limbah (waste) adalah sebagai berikut: “A waste is
a resource out of place”
Sesuai dengan pengertian diatas, maka limbah merupakan sesuatu yang dibuang
dari sumbernya. Selain itu, limbah dapat diartikan sebagai material atau barang
yang dibuang karena tidak diinginkan (Unicef, 2006).
Sedangkan menurut American Public Health Association, limbah atau sampah
(waste) diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan
tidak terjadi dengan sendirinya (Kusnoputranto, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas, maka limbah dapat didefinisikan sebagai sesuatu
yang dibuang dari sumbernya karena tidak digunakan, tidak diinginkan yang
berasal dari kegiatan manusia.
27
3. Limbah Padat Rumah Sakit
Menurut Soemirat (2000), dalam melakukan fungsinya, rumah sakit menimbulkan
berbagai buangan dan sebagian daripadanya merupakan limbah berbahaya, seperti
limbah infeksius, limbah benda tajam, limbah plastik, limbah jariangan tubuh,
limbah sitotoksik, limbah kimia, limbah radioaktif, limbah cucian pakaian, limbah
dapur dan limbah domestik. Semua limbah dapat bersifat padat, cair, ataupun gas.
Karenanya pengelolaan limbah rumah sakit harus dilakukan sesuai dengan jenis
limbah tersebut.
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004, limbah rumah sakit
adalah semua limbah dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat,
cair, dan gas. Limbah padat rumah sakit merupakan semua limbah rumah sakit
yang berbentuk padat sebagai akibat dari kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah padat medis dan non medis.
29
c. Berdasarkan karakteristik sampah
1) Sampah Basah (Garbage)
Yaitu sampah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang
umumnya berasal dari sektor pertanian dan makanan, misalnya sisa
dapur, sisa makanan, sampah sayuran dan kulit buah-buahan. Sampah ini
mempunyai ciri mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah
membusuk, karena mempunyai rantai kimia yang relatif pendek. Jenis
sampah ini terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau sayur-sayuran hasil
dari pengolahan, persiapan, pembuatan dan penyediaan makanan yang
sebagaian besar terdiri dari zat-zat yang mudah membusuk, lembab,
mengandung sejumlah air bebas (Kusnoputranto, 2000). Garbage
merupakan sampah yang membusuk, yaitu yang mudah membusuk
karena aktivitas organisme (Soemirat, 2000).
2) Sampah Kering
Yaitu sampah padat organik yang cukup kering yang sulit terurai oleh
mikroorganisme, sehingga sulit membusuk. Hal ini disebabkan karena
memiliki rantai kimia yang panjang dan kompleks. Contohnya, selulosa,
kertas, kaca, plastik. Terdiri dari sampah yang dapat terbakar atau yang
tak dapat atau sukar terbakar yang berasal dari rumah-rumah, pusat-
pusat perdagangan, kantor-kantor, tetapi yang tidak termasuk garbage.
Sampah yang mudah terbakar umumnya terdiri dari kertas, karbon,
kardus, sobekan kain, kayu, furniture, dan lainnya. Sedangkan sampah
yang tidak mudah terbakar sebagian besar berupa logam-logam, mineral,
kaleng-kaleng, debu-debu logam atau debu sisa pembakaran.
3) Berdasarkan Potensi Bahaya atau Infeksius
Secara umum limbah rumah sakit dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu
limbah non infeksius dan limbah infeksius. Limbah non infeksius
digolongkan menjadi dua kategori yaitu limbah umum dan limbah yang
dapat dimanfaatkan kembali. Sedangkan limbah rumah sakit yang
tergolong limbah infeksius meliputi limbah patologi, limbah farmasi,
limbah kimia, limbah genotoksik, dan limbah radioaktif.
Dalam Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, limbah padat rumah
sakit dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu limbah padat medis dan non
medis. Limbah padat medis meliputi limbah padat yang dihasilkan dari
kegiatan medis rumah sakit, sedangkan limbah padat non medis adalah
limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit diluar medis
yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang dapat
dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
30
5. Komposisi Limbah Padat
Komposisi limbah atau sampah padat bervariasi tergantung dari
sumbernya, dari yang berbentuk sangat padat (seperti besi) hingga
yang berbentuk busa/gabus. Komposisi sampah suatu daerah yang
ingin diketahui bergantung pada rencana pengelolaan sampah yang
akan dipakai atau digunakan. Atau sebaliknya, komposisi limbah atau
sampah suatu daerah harus diketahui lebih dulu untuk perencanaan
pengelolaan sampah selanjutnya (Kusnoputranto, 2000).
Salahsatu cara untuk menentukan komposisi sampah yaitu dengan
menghitung jumlah bahan/materi sampah dalam gram atau persentase
(%) dari sampah yang terdiri atas bahan-bahan berikut (Kusnoputranto,
2000):
a. Logam: kaleng-kaleng, besi, paku, dan sejenisnya
b. Benda yang terbuat dari bahan kertas: kertas, Koran, majalah,
karton, dan lain-lain
c. Benda yang terbuat dari bahan plastik: plastik pembungkus, bekas
alat-alat rumah tangga, dan lainnya
d. Benda yang terbuat dari bahan karet: ban, sandal, dan lain-lain
e. Benda yang terbuat dari bahan kain: sobekan kain, dan sejenisnya
f. Benda yang terbuat dari kaca/beling: pecahan gelas, lampu, botol,
dan lainnya.
g. Benda yang terbuat dari bahan kayu: kayu, ranting, kursi, meja,
dan lain-lain.
h. Sisa-sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan lainnya.
i. Bahan-bahan dari batu, tanah, abu, dan lain-lain
31
6. Jumlah Produksi Limbah Padat
Jumlah produksi limbah padat atau sampah bergantung pada beberapa
faktor antara lain sebagai berikut (Kusnoputranto, 2000):
a. Jumlah, kepadatan, serta aktivitas penduduk
Bila kepadatan suatu daerah sangat tinggi, maka kemungkinan
sampah diserap oleh lingkungan secara alamiah akan berkurang
karena sempitnya atau tidak tersedianya lahan yang menungkinkan
penyerapan sampah tersebut. Dengan demikian jumlah sampah
yang dikumpulkan akan semakin banyak.
b. Sistem pengumpulan dan pembuangan sampah yang digunakan
Sistem pengumpulan, pengangkutan sampah yang dipakai sangat
mempengaruhi jumlah sampah yang dikumpulkan. Semakin baik
sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah, maka banyak
jumlah produksi sampahnya.
c. Material yang dapat dimanfaatkan kembali
Adanya bahan-bahan tertentu pada limbah atau sampah yang
masih mempunyai nilai ekonomi, oleh kelompok tertentu akan
diambil kembali untuk dijual dan dimanfaatkan. Contohnya
pecahan kaca atau gelas, besi, plastik, kertas, karton, dan lainnya
yang masih bernilai ekonomi. Dengan demikian, jenis limbah
tersebut yang dikumpulkan jumlahnya akan berkurang.
d. Geografi
Faktor geografi juga mempunyai pengaruh terhadap jumlah dan
komposisi sampah padat. Misalnya di daerah pengunungan terdiri
dari sampah-sampah yang berasal dari kayu-kayuan, sedangkan
pada daerah dataran rendah, sampah yang paling banyak yaitu
sampah dari pertanian, dan demikian pula di daerah pantai terdiri
atas sampah-sampah yang berhubungan dengan hasil-hasil laut.
e. Waktu
Jumlah produksi sampah dan komposisinya sangat dipengaruhi
oleh faktor waktu baik harian, mingguan, bulanan, maupun
tahunan. Jumlah produksi yang dihasilkan akan bervariasi menurut
aktivitas yang dilakukan pada rentang waktu tersebut. Variasi
produksi sampah juga dapat dipengaruhi pergantian musim
dalam setahun.
32
f. Sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi berpengaruh terhadap jumlah produksi
sampah di suatu daerah dalam hal adat istiadat, taraf hidup, serta
kebiasaan masyarakat. Kebiasaan masyarakat tercermin dalam cara
masyarakat tersebut mengelola sampahnya.
g. Musim/iklim
Jumlah produksi sampah juga dapat diperngaruhi oleh musim atau
iklim, misalnya di daerah beriklim dingin pada musim gugur
produksi sampah dapat meningkat dibandingkan pada waktu
musim dingin. Begitu pula pada musim panas, dapat terjadi
peningkatan produksi sampah terutama pada daerah-daerah
pariwisata. Di Indonesia, jumlah produksi sampah juga dapat
mengalami peningkatan pada musim buah-buahan.
h. Kebiasaan masyarakat
Kebiasaan masyarakat dalam hal ini misalnya kegemaran suatu
kelompok masyarakat pada jenis makanan tertentu, sehingga
produksi sampah yang berasal dari makanan tersebut dominan.
i. Teknologi
Peningkatan produksi sampah dapat sejalan dengan peningkatan
teknologi. Dengan adanya kemajuan teknologi, maka terdapat jenis
sampah yang pada saat ini menjadi masalah. Namun, dapat pula
sebaliknya, adanya kemajuan teknologi dalam hal pengolahan
limbah atau sampah, akan dapat mengurangi beban pengelolaan
sampah sehingga menjadi lebih efisien.
j. Sumber sampah
Jumlah dan komposisi sampah bergantung pula pada sumber
darimana sampah berasal. Sampah rumahtangga akan berbeda
jumlah dan komposisinya dengan sampah industri atau institusi
lainnya.
33
Sedangkan berdasarkan Kepmenkes RI No.
1204/MENKES/SK/X/2004 disebutkan bahwa pengolahan limbah
padat termasuk upaya untuk mengurangi volume, merubah bentuk atau
memusnahkan limbah padat dilakukan pada sumbernya. Limbah yang
masih dapat dimanfaatkan hendaknya dimanfaatkan kembali dan untuk
limbah padat organik dapat diolah menjadi pupuk.
34
Tabel 2.1
Kategori Limbah dan Warna Kantong Plastik
b. Tahap Pengangkutan
Limbah layanan kesehatan harus diangkut di dalam rumah sakit atau
ke fasilitas lain dengan menggunakan troli, kontainer, atau gerobak
yang tidak digunakan untuk tujuan lain dan memenuhi persyaratan
yaitu mudah dibongkar- muat, tidak ada tepi tajam yang dapat
merusak kantong atau kontainer limbah, dan mudah dibersihkan
(WHO, 1999).
Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004,
pengangkutan limbah padat domestik dari setiap ruang ke tempat
penampungan sementara menggunakan trolli tertutup.
Menurut WHO (1999), kendaraan pengangkut limbah tersebut
harus dibersihkan dan didesinfeksi setiap hari dengan desinfektan
yang tepat. Pada saat pengangkutan, semua ikatan atau tutup kantong
limbah harus berada di tempatnya dan masih utuh setelah tiba diakhir
pengangkutan.
Untuk limbah layanan kesehatan, informasi tambahan yang harus
tercantum pada label kantong plastik yaitu kategori limbah, tanggal
pengumpulan, tempat dihasilkannya limbah tersebut, dan tujuan
akhir limbah (WHO, 1999).
35
c. Pembuangan atau pemusnahan
Dalam Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004, setiap rumah
sakit tersedia tempat penampungan limbah padat non medis sementara
dipisahkan antara limbah yang dapat dimanfaatkan dengan limbah
yang tidak dapat dimanfaatkan kembali. Tempat tersebut tidak
merupakan sumber bau dan lalat bagi lingkungan sekitarnya serta
dilengkapi saluran lindi. Tempat Penampungan Sementara (TPS)
tersebut harus kedap air, tertutup, dan selalu dalam keadaan tertutup
bila sedang diisi serta mudah dibersihkan. TPS harus terletak pada
lokasi yang mudah terjangkau kendaraan pengangkut limbah padat dan
harus dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
36
BAB III
PELAKSANAAN K 3 dan PENGOLAHAN LIMBAH
D. Patient Safety
1. Data penderita
Umur : 43 tahun
Jenis kelamin : perempuan
3. Jenis kejadian
7. Kronologi kejadian :
Pasien datang sejak tanggal 23 April 2022 dan belum terpasang tanda
pasien resiko jatuh di tempat tidur pasien.
Somnollen. Pasien terlihat lemah, terus mengantuk namun masih bisa di respon. Ketika di kaji pada
MEDIS
Ukuran: Kedalaman:
Sputum ◻ Tidak Produktif ◻ Produktif Warna: putih _
Konsistensi: kental
Volume : cc/ ____jam
Pernafasan ◻ Spontan ◻ Dibantu alat __________
◻ RR: 25 kali per menit Aliran: lpm FiO2: %
◻ SpO2 : ____93______%
Pergerakan ◻ Simetris Suara nafas Ronchi
dada ◻ Asimetris
Trakea ◻ Ada :
Water Seal ◻ Tidak ada
Drainage ◻ Terpasang WSD
Volume : cc
Analisa Gas ◻ pH
Darah ◻ PaCO2
◻ HCO3
◻ BE
◻ PaO2
◻
Nadi : 116 x/menit Kekuatan Nadi ◻ 0 ◻ +1 ◻+ 2 ◻+ 3 ◻+ 4
o
Suhu : 36,8 C Waktu pengisian kapiler (WPK): <3 detik
Tekanan Darah : 140 / 80 mmHg (MAP : mmHg)
Elektrokardiografi :
Skala Nyeri : -
Konjungtiva
EXPOSURE ◻ Tidak Anemis ◻ Anemis Mukosa mulut ◻ Lembab ◻ Kering ◻
Abdomen ◻ Lunak ◻ Distensi ◻ Asites Bising Usus
EXP ◻ Massa ◻ Striae ◻◻ Tidak terdengar
OSU ◻ Kolostomi ◻◻ Terdengar 8 x/menit
RE Nutrisi ◻ Oral ◻ Parenteral ◻ TPN ◻ NGT
Diit Sonde
Turgor Kulit Tidak elastis Integritas Kulit: tidak ada kemerahan
Skala Braden
Posisi Luka
BB : 58 KG TB : 150 pasien datang melalui IGD dipindahkan ke ruang HCU lalu masuk ke ruang
Rengasdengklok
Tidak terpasang restrain, tidak memakai gelang identitas risiko jatuh, tidak ada tanda risiko jatuh pada tempat tidur
LAIN-LAIN
pasien, berdasarkan hasil laboratorium tanggal 16/03/22 leukosit meningkat dengan hasil 26,12 (nilai normal
leukosit 4,40-11,30) pasien diberikan terapi omeprazole 2x40mg, levofloxacin 1x750, dexamethasone 2x5mg,
amlodipine 1x10mg, bisoprolol 1x5mg
KEPERAWATA
b. Komunikasi Efektif
Setelah dilakukan observasi RSUD Karawang melakukan komunikasi
secara verbal dan tulisan. Ketika petugas akan melakukan pemeriksaan,
petugas menulis data pasien di status pasien
c. Pemberian Obat
Setelah dilakukan observasi RSUD Karawnag dalam pemberian obat pada
Ny. N sesuai dengan yang telah di instruksikan oleh dr. setiap pemberian
akan didokumentasikan oleh petugas dalam status pasien.
d. Mencegah salah Orang, Salah Tempat, Salah Prosedur dari tindakan
pembedahan
Setelah dilakukan observasi di RSUD Karawang mencegah salah pasien
dan salah tempat, petugas kesehatan mengecek terdapat nama, umur dan
alamat. Dan untuk mencegah terjadinya kesalahan prosedur saat tindakahan
Perawat RSUD Karawang menggunakan standar operasional dengan
menggunkan langkah Sign In, Time Out, Sign Out.
F. Analisa Data
No. Data Masalah Keperawatan
1 Data subjektif :
- Keluarga pasien mengatakan belum
mengetahui tentang penyakit yang Ketidak efektifan
diderita oleh pasien pemeliharaan kesehatan
- Keluarga mengatakan pasien selalu (00292)
tidur, lemas Domain 1 promosi
- Keluarga mengatakan sebelumnya di
kesehatan
rawat di ruang HCU
Kelas 2
Data Objektif :
- Kesadar pasien somnollen
- Nilai GCS 9
- Nadi 116X/menit
- RR : 26x/menit
- Pasien terpasang O2 10 liter / menit
NRM
Data subjektif : -
Resiko jatuh dewasa
Data Objektif : (00303)
- Kesadar pasien somnollen Kelas 2 keamanan/
2 perlindungan
- Nilai GCS 5 Domain 11
- Tidak terpasang restrain
- tidak memakai gelang identitas
risiko jatuh
- tidak memakai gelan pasien
- tidak ada tanda risiko jatuh pada
tempat tidur pasien
- syring pump disimpan di bed
Data Subjektif : -
Bersihan jalan nafas tidak
efektif
Data Objektif :
G. Skoring
NO MASALAH A B C D E F G H TOTA
DX KEPERAWATAN L
1 Ketidak efektifan 4 2 4 4 3 3 3 4 27
pemeliharaan
kesehatan (00292)
Domain 1 promosi
kesehatan Kelas 2
3 Resiko infeksi 3 3 3 3 3 3 3 3 24
(00004)
Kelas 1 keamanan/
perlindungan
Domain 11
KET :
A. Resiko Keparahan Pembobotan :
B. Minat Masyarakat 5. 1 Sangat Rendah
C. Kemungkinan Diatasi 5. 2 Rendah
D. Waktu 5. 3 Cukup
E. Dana 5. 4 Tinggi
F. Fasilitas 5. 5 Sangat tinggi
G. Sumber Daya
H. Tempat
H. Diagnosa Keperawatan
No Domain Kelas Kode Diagnosis Keperawatan
1 Domain 1 Kelas 2 (00292 Ketidak efektifan pemeliharaan
promosi ) kesehatan
kesehatan
men
yang
3 Data subjektif : - Resiko infeksi (00004) -
Data objektif :
- terdapat luka post operasi craniotomy di -
bagian kepala sebelah kiri pasien -
- berdasarkan hasil laboratorium tanggal -
16/03/22 leukosit meningkat dengan hasil
26,12 -
- ceftriaxone 2x1gr/ IV
- ketorolac 3x1amp/ IV,
- meropenem 3x1gr/ IV.
J. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa NIC Pelaksanaan
Keperawatan Ya Tidak
1 Risiko jatuh Mengidentifikasi √
kebutuhan keamanan klien
berdasarkan fungsi fisik
dan kognitif serta riwayat
perilaku di masa lalu
Mengidentifikasi hal-hal √
yang membahayakan di
lingkungan
Memoditifikasi lingkungan √
untuk meminimalkan
bahaya dan risiko
Menggunakan peralatan √
perlindungan (misal,
pegangan sisi, kunci pintu,
pagar dll)
Mengidentifikasi perilaku √
dan faktor yang
mempengaruhi risiko jatuh
Mengidentifikasi √
karakteristik lingkungan
yang meningkatkan potensi
jatuh (misal, lantai licin
Mengajarkan keluarga √
bagaimana jika jatuh untuk
meminimalkan cedera
ajarkan anggota keluarga √
mengenai faktor risiko
yang berkontribusi
terhadap kejadian jatuh
dan bagaimana keluarga
bisa menurunkannya
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan hasil praktik lapangan K3 di RSUD Karawang Ruang
Rengasdengklok sebagai berikut :
Ditemukan hazard di ruang Rengasdengklok RSUD Karawang yaitu :
a. Hazard fisik, Ditemukan nya lorong ruangan yang redup, lampu yang
kadang nyala dan mati, dirasakannya ruangan/kamar pasien yang
panas, ditemukannya debu di ruangan pasien, ditemukannya dinding
ruangan yang sedikit retak, ruangan yang terlalu luas dan jarak antara
nurse station dan ruangan/kamar pasien jauh, penempatan nurse station
tidak efisiensi
b. Hazard kimia, Ditemukannya alat ruangan yang sedikit berkarat
c. Hazard biologi, ditemukannza sarang laba laba disetiap ruangan,
ditemukannza jamur didinding ruangan, ditemukannya debu dikipas
angin dan kotoran dijendela, ditemukannya binatang di ruangan
(kucing)
d. Hazard ergononomic, yaitu postur/sikap tubuh seperti membungkuk
saat melaksanakan tindakan (menginfus, mengambil spesimen daran,
memberikan obat dan sebagainya)
e. Hazard psikososial, ditemukannya hazard psikososial yaitu pekerjaan
yang monoton di setiap harinya, tidak di sediakannya aktivitas rekreasi
bagi perawat/ tenaga kesehatan lainnya, tidak adanya reward bagi
tenaga kesehatan/staff lainnya yang memperoleh prestasi, adanya
ancaman COVID-19 yang tidak di deteksi dan hal tersebut membuat
tenaga kesehatan rentan terpapar COVID-19
gizi dan tata boga Rumah Sakit Kanker Dharmais (Skripsi). Jakarta: Universitas
Indonesia.
Standhope, M. & Lancanter, J. (2004). Comunnity Health and Public Heart Nursing.
St. Louis: Mosby
57
LAMPIRAN
58
59