Anda di halaman 1dari 4

Nabi Musa, Keberanian Melawan Firaun

dan Kesabaran Menghadapi Bani Israel

Foto: Ilustrasi Nabi Musa membelah laut merah

Al-Quran merupakan kitab suci yang mengandung banyak kisah dan sejarah. Para
ulama menyebutkan hampir sepertiga kandungan al-Quran berisi tentang sejarah
umat terdahulu. Bahkan dalam beberapa surat ayat yang bentuknya cerita lebih
dominan dibandingkan dengan lainnya. sebut saja misalnya Surat Yusuf yang
seluruhnya memuat kisah Nabi Yusuf secara utuh. Demikian juga Surat al-Qashas,
Hud, Thaha dan lain-lain.

Menariknya, dari seluruh kisah tersebut, perjalanan Nabi Musa dengan Bani Israil
menjadi kisah yang mendominasi isi Al-Quran. Tidak hanya dalam satu surat, kisah
beliau disebutkan berulang kali dan bertebaran di beberapa surat lainnya. Terhitung
hampir dua puluh lima surat dalam Al-Quran, Allah menyebutkan tentang beliau.
Bahkan nama Musa sendiri menjadi nama yang paling banyak disebutkan dalam Al-
Quran.

Dr. Utsman al-Khamis, dalam kitabnya, “Fabi Hudaahum Iqtadih” menyebutkan


bahwa Nama Musa disebutkan 136 kali dalam al-Quran. Jumlah ini jauh lebih
banyak daripada nama Nabi Isa yang disebut dua puluh lima kali dan Nabi Nuh
sebanyak 43 kali. Sedangkan Nabi Muhammad sendiri hanya disebut empat kali
saja. Lalu apa rahasia dibalik ini semua? Mengapa kisah Nabi Musa lebih banyak
disebutkan daripada rasul-rasul yang lain?

Tentu ada harapan khusus yang hendak Allah Ta’ala sampaikan kepada umat ini
lewat kisah Nabi Musa ‘ailaihissalam saat memimpin Bani Israil melawan Fir’aun.
Sebagaimana diketahui, Fir’aun adalah seorang raja yang paling kejam pada
zamannya. Sementara Bani Israil sendiri adalah kaum yang terkenal dengan
sifatnya yang ngeyel dan keras kepala. Jadi, posisi Nabi Musa benar-benar teruji
dari segala sisi.

Dalam kitab Majmu’ Fatawa, 9/12, Ibnu Taimiyah menyebutkan, “Kisah Musa
bersama Fir’aun disebutkan berulang kali dalam al-Quran karena keduanya simbol
dari kebenaran dan kebatilan. Fir’aun berdiri di atas puncak kekufuran dan kebatilan
karena mengingkari Allah dan rasul-Nya. Sedangkan Nabi Musa menjadi sosok
yang berada di atas puncak keimanan dan kebenaran. Di mana beliau adalah rasul
yang menerima risalah secara sempurna serta berbicara langsung dengan Allah
tanpa pembatas. Sehingga kisah ini menjadi pelajaran terbesar bagi ahlu iman dan
ahlu kufur,”

Dalam kitab Fabi Hudahum IQtadih, Dr. Utsman al-Khamis berkata, “Nama beliau
disebut berulang-ulang dalam Alquran menunjukkan bahwa Allah menginginkan
agar kita selalu merenungkan kisah beliau, kesulitan yang beliau jumpai,
kepayahan, gangguan dan ujian yang datang bertubi-tubi.” (Fabi Hudahum
IQtadih, hlm. 327)

Meneladani Sifat Nabi Musa ‘Alaihissalam

Suatu ketika Rasulullah Saw melakukan pembagian (harta ganimah), tiba-tiba ada
seseorang berkata, “Sesungguhnya Muhammad tidak menghendaki ridha Allah
dengan pembagian ini.”

Mendengar selentingan tersebut, Abdullah Ibnu Mas’ud langsung berkata, “Hai


musuh Allah, camkanlah, sesungguhnya aku benar-benar akan menceritakan apa
yang kamu katakan itu kepada Rasulullah.”

Lalu Ibnu Mas’ud menceritakan hal itu kepada Nabi Saw, tetiba saja wajah beliau
berubah menjadi merah kemudian bersabda:

‫ص َب َر‬ َ ‫ فَقَ ْد أُوذ‬،‫سى‬


َ َ‫ِي ِبأ َ ْكث َ ِر ِم ْن َهذَا ف‬ ِ ‫َر ْح َمةُ ه‬
َ ‫َّللا َعلَى ُمو‬
“Semoga rahmat Allah terlimpahkan kepada Musa, sungguh dia pernah disakiti lebih
dari ini, tetapi ia bersabar,” (HR. Bukhari-Muslim)

Riwayat di atas menunukkan bahwa ketika disakiti oleh kaumnya, Rasulullah SAW
langsung mengingatkan kesabaran Nabi Musa ketika menghadapi Bani Israil yang
terkenal dengan sifatnya yang ngeyel. Selain terkenal dengan badannya yang kuat,
Nabi Musa juga disebutkan oleh Allah sebagai pribadi yang pemalu dan banyak
bersabar dengan cobaan. Allah ta’ala sebutkan dalam firman-Nya:

‫اك فُتُونًا‬
َ ‫َوفَتَنه‬
“Aku akan mengujimu dengan berbagai macam ujian.” (QS. Thaha: 40)

Ujian yang dialami Musa memang cukup berat. Mulai dari beliau dilahirkan hingga
berhasil meruntuhkan kekuasaan Fir’aun. Lalu dilanjut lagi dengan ujian dari
umatnya yang keras kepala. Suatu ketika Said bin Jubair pernah bertanya kepada
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma perihal ayat yang disebutkan di atas. Karena
banyaknya bentuk ujian yang harus disebutkan, Ibnu Abbas berkata, “Hai Ibnu
Jubair, ajukanlah pertanyaanmu itu besok pagi, karena sesungguhnya jawabannya
mengandung kisah yang panjang.”

Esoknya, Ibnu Abbas membaca ayat-ayat yang menceritakan Musa dari awal. Mulai
dari kisah Firaun melakukan pembantaian terhadap bayi lelaki, kemudian Musa
dilempar ke sungai dan diselamatkan oleh keluarga Firaun. Kemudian kisah Musa
menarik jenggotnya firaun, hingga Musa diberi pilihan antara kurma dan bara.
Termasuk kisah dia membunuh orang mesir, lalu dia lari ke Madyan dan menikah
dengan salah satu putri orang tua di Madyan. Kemudian Musa kembali ke Mesir,
dan beliau salah jalan di kegelapan malam, hingga beliau melihat api dan mendapat
wahyu dari Allah.

Setelah Ibnu Abbas menyebutkan semuanya, dia mengatakan, “Hai Ibnu Jubair,
peristiwa itu merupakan sebagian dari fitnah (cobaan) sesudah semua cobaan yang
ditimpakan kepada Musa’,” (Tafsir Ibn Katsir, 5/285).

Nabi musa memang berhasil melewati ujian dengan sifat sabarnya yang tinggi.
Ketika harus menghadapi kekejaman Fir’aun, di saat yang sama Nabi Musa juga
harus bersabar atas perlakuan Bani Israil terhadap dirinya. Beliau dituduh dan
dihina oleh kaumnya itu memiliki cacat dan penyakit yang menjijikkan di tubuhnya,
juga pernah dituduh berzina, penyihir dan sebagainya. Namun semua itu beliau lalui
dengan bersabar dan menyerahkan urusannya kepada Allah semata. Karena
banyaknya cobaan tersebut, beliau digolongkan termasuk salah di antara Ulul Azmi
(rasul pilihan yang memiliki keteguhan hati dan ketabahan yang luar biasa).

Selain sifatnya yang sabar, Al-Quran juga menyebutkan bahwa beliau adalah sosok
Rasul yang selalu menepati janji dengan manusia, yakin dengan segala ketetapan
Allah, tawadhu’, amanah dan memiliki hati yang lapang. Sebagaimana dalam salah
satu permohonannya kepada Allah Ta’ala:

َ ‫ب ا ْش َر ْح ِلي‬
‫ص ْد ِري‬ ِ ‫ َر‬Nab
“Ya Rabbku, lapangkanlah dadaku,” (QS. Thoha: 25)

Berikutnya Al-Quran juga menceritakan sosok Musa yang memiliki kuatan fisik yang
luar biasa. Terbukti ketika beliau mampu mematikan lawan dengan sekali pukulan.
Tidak hanya itu, ketika beliau pindah ke kota Madyan, oleh salah seorang putri yang
ditolongnya ketika menimba air berkata kepada bapaknya:

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya”.(QS. Al-Qashsas; 26)
Meskipun memiliki kekuatan fisik di atas rata-rata orang pada umumnya, Namun
Nabi Musa tidak lantas menjadi sosok yang sombong, kasar dan berbuat
sekehendaknya. Justru beliau menjadi Rasul yang pemalu dan sabar dengan
tindakan kaumnya yang sering bertindak lancang terhadap beliau. Bahkan saat
menghadapi Fir’aun, beliau tetap mendakwahkannya dengan cara lemah lembut.

Karena itu, perjalanan dakwah Nabi Musa benar-benar menjadi penghibur sekaligus
motivasi bagi Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah. Sehingga ketika ada sikap
umatnya yang melampaui batas, beliau hanya bersabda, “Semoga rahmat Allah
terlimpahkan kepada Musa, sungguh dia pernah disakiti lebih dari ini, tetapi ia
bersabar,” Dan sebagai umatnya, tentu kita juga harus menedani keluhuran akhlak
para nabi tersebut. Wallahu a’lam bis shawab!

Anda mungkin juga menyukai