Ketika Raja Fir'aun berkuasa,bani Israil ditindas dan diperlakukan dengan sewenang-
wenang. Jika terjadi perselisihanantara bani israil dengan kaum Fir'aun, maka yang
dimenangkan adalah kaum Fir'aun, maka yang dimenangkan adalah kaum Fir'aun walaupun
yang bersalah kaum Fir'aun. seperti pertengkaran antara Fa'tun pemuda kaum Fir'aun dan
samiri pemuda dri bani israil, yang kemudian dibela oleh Nabi Musa a.s. sehingga Fa'tun
meninggal dunia. karena yang meninggal dunia adalah kaum Fa'tun maka Nabi Musa a.s.
dikejar-kejar dan akan dipenjarakan
Ketika beliau digoda oleh istri Al-’Aziz (raja Mesir), beliau menolaknya dengan sangat
sopan.. Qoola ma’aadzallaah.. Innahuu rabbiiy ahsana matswaay.. “Aku berlindung kepada
Allah.. Sesungguhnya dia, tuanku –yang memilikiku sebagai budaknya- benar-benar telah
memperlakukanku secara baik..”
Kemudian Nabi Yusuf memberi alasan tentang sikapnya tersebut dengan berkata: Innahuu
laa yuflihudh-dhoolimuun.. “Sesungguhnya Allah Ta’ala takkan memberi kemenangan pada
orang yang berbuat dholim..”, yaitu perbuatan menganiaya diri sendiri atau menganiaya
orang lain dengan suatu pengkhianatan atau melanggar kehormatan.
Kata-kata Nabi Yusuf tersebut merupakan isyarat bahwa ia merasa bangga dengan Rabbnya
dan teguh memegang agama dan amanat Rabbnya.. serta menyindir pengkhianatan istri
tuannya. Oleh karena pengelakan itu, istri Al-‘Aziz menjadi marah, hendak membalas
dendam kepada Nabi Yusuf agar kemarahannya terobati karena ia gagal mencapai
keinginannya dan terhina dengan sikap Nabi Yusuf yang tidak mau meladeni kehendaknya.
Sedangkan Nabi Yusuf bersiap-siap hendak membela diri dari serangan wanita itu dan
hendak memukulnya. Namun, Nabi Yusuf melihat tanda dari Rabbnya.. dari lubuk jiwanya..
Kedua. Pemaaf, mampu menahan amarah, membalas kejahatan dengan kebaikan, dan
mendoakan kebaikan bagi orang yang pernah berbuat dholim kepadanya.
Hal ini diceritakan dalam Surat Yusuf ayat 77, 89-92. Pada ayat 77 Nabi yusuf menahan
amarahnya dan tidak menampakkan kemarahan tersebut pada saudara2nya . Pada ayat 89-92,
diceritakan akhirnya saudara2nya mengetahui bahwa pembesar Mesir yang mereka mintai
bantuan itu adalah Nabi Yusuf. Tentu mereka merasa takut karena dulu pernah
membuangnya ke sumur dan meninggalkannya. Namun, justru Nabi Yusuf dengan
kelembutan hati tidak mencela kepada mereka sedikitpun. Bahkan, malah mendoakan agar
Allah mengampuni kesalahan-kesalahan mereka.
Begitu juga akhlak Nabi Ya’qub yang begitu mulia dan mengesankanan dalam Surat Yusuf
ayat 98
Meskipun Al-‘Aziz, istrinya, dan keluarganya mengetahui tanda-tanda bahwa Nabi Yusuf
yang benar dan istri Al-Aziz yang salah, namun mereka tetap menjebloskan Nabi Yusuf ke
dalam penjara. Maksudnya agar orang melupakan cerita tersebut dan tenteramlah kota dari
peristiwa yang menggegerkan itu. Walaupun demikian, Allah sangat sayang dengan Nabi
Yusuf, yakni dengan menganugerahkan ilmu ta’bir mimpi.
Suatu saat ada dua pemuda pelayan raja Mesir yang masuk penjara, seorang di antaranya juru
masak roti, sedang yang satu adalah juru minumnya. Mereka berdua dipenjarakan karena
suatu pengkhianatan, yaitu akan menghabisi riwayat raja. Mereka bertanya pada penghuni
penjara, apa yang bisa Nabi Yusuf lakukan. Nabi Yusuf menjawab bahwa beliau dapat
mena’birkan mimpi. Lalu masing-masing menceritakan mimpinya.
Nabbi’naa bita’wiilihii.. “Beritahukanlah kepada kami ta’bir mimpi itu.” Yakni tafsiran dari
mimpi tersebut yang akan menjadi kenyataan. Mimpi tersebut ternyata mimpi yang benar,
bukan hanya sekedar bunga tidur.
“Innaa narooka minal muhsiniin.. “Sesungguhnya kami melihat engkau termasuk orang yang
berbuat baik.”, yakni orang yang pandai menakwilkan mimpi dengan baik. Kata-kata yang
mereka nyatakan ini setelah mereka melihat ilmu Yusuf yang luas dan tingkah lakunya yang
baik pada sesama penghuni penjara hingga menjadikan Nabi Yusuf sebagai ’ka’bah’ tempat
berkunjung dan meminta fatwa.
Namun… beliau tidak memberitahukan secara langsung ta’wil dari mimpi mereka berdua.
Nabi Yusuf terlebih dahulu menerangkan kepada mereka kebenaran masalah tauhid dan
ibadah yang murni hanya kepada Allah Ta’ala (ayat 37-40), baru kemudian beliau terangkan
tentang apa yang mereka tanyakan (ayat 41).
Jika kita memperhatikan gaya bahasa yang dipakai Nabi Yusuf dalam berbicara atau
menjawab pertanyaan, maka akan kita temukan kata2 yang sangat halus, sangat sopan, dan
sangat indah.. J Juga sikap beliau yang sangat santun dan hormat pada orang tuanya dan juga
pada saudara2nya.