Anda di halaman 1dari 31

KELAHIRAN NABI MUSA

Nabi Musa lahir di negri Mesir. Negri yang di datangi oleh nabi ya’qub dan ke dua belas
puteranya. Salah satu puteranya adalah nabi yusuf yang menjadi mentri keuangan negri Mesir.
Selama masa kekuasaan nabi Yusuf, Bani Israel dilimpahi banyak kemudahan hidup. Akan tetapi
keadaan mulai berubah sepeninggal nabi Yusuf, karena Mesir kini dipimpin oleh raja yang
zalim.

Tatkala Fir'aun mendapati sebuah mimpi yang menakutkan, seorang ahli tafsir mimpi memaknai
sebagai pertanda buruk bagi kekuasaan Fir'aun bahwa akan ada anak laki-laki dari Bani Israil
yang akan tumbuh menjadi seorang laki-laki gagah perkasa yang kelak memimpin kaumnya
melawan kekuasaannya serta membawa berbagai kehancuran hebat di negeri Mesir.

Fir'aun beserta tentaranya merasa ketakutan bahwa penafsiran mimpi itu bermakna Bani Israil
kelak bersekutu untuk menghancurkan negeri Mesir. Pada saat bersamaan, jumlah kelahiran bayi
laki-laki cukup banyak sehingga Fir'aun tidak bisa memperkirakan siapakah anak yang
diramalkan itu. Maka diperintahkan bahwa seluruh anak laki-laki yang baru lahir harus dibunuh,
sedangkan anak perempuan dibiarkan hidup.

Seorang penasihat Fir'aun yang menyarankan supaya tidak berupaya melawan ketetapan tersebut
melainkan tunduk menjadi pengikut orang dalam mimpi tersebut, agar seisi istana tetap aman,
tapi Fir'aun justru berlaku sombong seraya berkata:

"Haruskah dewa sehebat diriku tunduk berpasrah terhadap seorang manusia dari kalangan
budak?" Fir'aun membujuk para pengikutnya tetap melaksanakan perintahnya.

Mendengar kabar tersebut, setiap keluarga mengkhawatirkan keselamatan anak yang akan
dilahirkan.

Menurut Ibn Katsir dalam KitabTafsirnya (VI: 200),

Rumah ibu Musa berada di delta sungai Nil. Bayi yang baru dilahirkannya itu diletakkan dalam
sebuah peti. Jika dia merasa aman, bayi itu dikeluarkan untuk disusui. Jika ada tamu, atau dia
khawatir ada yang melihatnya menyusui bayi, maka segeralah bayi itu dimasukkan ke dalam
peti. Peti itu diletakkan di pinggir sungai nil, lalu diikat ke tiang. Jika dalam keadaan mendesak,
mudah baginya untuk memutuskan tali pengikat peti itu ke tiang sehingga peti akan segera
hanyut. Begitulah pada suatu hari datang tamu yang membuat dia khawatir, maka segera bayi itu
dimasukkan ke dalam peti dan talinya diputus, lalu peti itu hanyut mengikuti arus sungai Nil.

Hal ini diceritakan dalam (Qs Al-Qashash [28]: 7).

”Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; ‘Susuilah dia. Dan apabila kamu khawatir terhadapnya
maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula)
bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan
menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.”

Peti berisi bayi Musa itu lewat di depan tempat pemandian Istana Fir’aun. Dayang-dayang
melihat peti itu dan mengangkatnya ke tepian, kemudian memberi tahu isteri Fir’aun Asiah binti
Muzahim, setelah dibuka dengan hati-hati, mereka kaget bukan kepalang karena isinya seorang
bayi yang tampan. Asiah langsung jatuh hati pada bayi tersebut dan sangat ingin mengambilnya
jadi anak, diasuh dan dididik di istana seperti anak sendiri.

Allah SwT berfirman:

“Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan
bagi mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang
bersalah.” (Qs Al-Qashash [28]: 8)

Tidak ada yang tahu bahwa justru bayi dalam peti itulah yang akan menjadi musuh Fir’aun,
menghancurkan kekuasaannya dan membuat dia berduka. Haman, panglima kerajaan, khawatir
kalau-kalau bayi itu yang mereka cari selama ini. Sementara Fir’aun khawatir bayi tampan
tersebut adalah bayi Bani Israil. Asiah berusaha sungguh-sungguh meyakinkan suaminya,

1
Fir’aun, bahwa bayi itu menyenangkan mereka berdua dan mudah-mudahan ada manfaatnya
kelak di kemudian hari. Allah SwT berfirman:

“Dan berkatalah isteri Fir’aun: (Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah
kamu membunuhnya. Mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi
anak, sedang mereka tiada menyadari.” (Qs Al-Qashash [28]: 9)

Fir’aun menyetujui keinginan isterinya, walau dipenuhi rasa takut, kalau-kalau bayi itu lah yang
akan menghancurkan kekuasaannya nanti. Benar bayi itu mendatangkan manfaat bagi Asiah,
Sementara kekhawatiran Fir’aun juga terbukti, ia mendapatkan celaka karena mengabaikan
dakwah nabi musa.

Ibrah :

1. Allah tergantung prasangka hambanya, sikap yang berbeda antara Fir’aun dan Asyiah
melihat Musa dan keduanya menjadi kenyataan.
2. Allah maha kuasa menolong hambanya yang bersabar dan yakin akan datang pertolongan
Allah.
3. Kesombonganlah yang kelak membuat Fir’aun celaka

2
PERTEMUAN KEMBALI MUSA DAN SANG IBU

Saat peti berisi bayi musa hanyut di sungai Nil, Ibu Musa mengkhawatirkan keselamatan
bayinya. Hampir saja dia menyerah dan memberitahu orang-orang bahwa bayinya hanyut, tapi
Allah Swt memantapkan hatinya, sehingga dia menyimpan rahasia tersebut. Kalau saja dia
memberi tahu orang lain, tentu bayinya akan segera dibunuh oleh tentara Fir’aun. Allah SwT
berfirman:

“Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia
tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hati- nya, supaya ia termasuk orang-orang yang
percaya (kepada janji Allah).” (Qs Al-Qashash [28]: 10)

Dengan bimbingan ilham dari Allah SwT, ibu Musa menyuruh puteri sulungnya, Maryam untuk
mengikuti ke mana hanyutnya peti yang berisi adiknya tersebut. Maryam berlari-lari mengawasi
peti itu tanpa ada yang mengetahui apa yang dia lakukan. Allah SwT berfirman:

“Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: ‘Ikutilah dia”. Maka
kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya.” (Qs Al-Qashash
[28]: 11)

Karena bayi perlu menyusu, maka istana mengumumkan pendaftaran ibu susuan. Maka
banyaklah ibu-ibu yang sedang menyusui bayinya mendaftar ke istana Fir’aun dengan harapan
mendapatkan upah yang lumayan. Tetapi bayi Musa tidak mau menyusu kepada mereka. Allah
Swt berfirman:

“Dan kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya)
sebelum itu; Maka berkatalah saudara Musa: ‘Maukah kamu Aku tunjukkan kepadamu ahlul
bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?’” (Qs Al-
Qashash [28]: 12)

Lalu Maryam, kakak perempuan Musa datang menawarkan ibunya. Lalu ibunya datang ke istana
menyusui Musa, dan tentu saja bayi Musa mau menyusu kepada ibu kandungnya sendiri.
Begitulah kuasa Allah mengatur segalanya, sehingga segera Musa dikembalikan kepada ibunya.
Allah Swt berfirman:

“Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita
dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya.” (Qs Al-Qashash [28]: 13)

Alangkah bahagianya ibu Musa, dapat bertemu kembali dengan bayinya bahkan dapat
menyusuinya dengan leluasa. Sekarang dia tidak lagi berduka. Allah Swt menegaskan dalam
ujung ayat, supaya ibu Musa tahu bahwa janji Allah Sw itu benar, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahuinya.

Ibrah :

4. Kisah nabi Musa menunjukkan kasih sayang peran saudara (Maryam) kepada Musa, sang
adik.
5. Tugas manusia adalah ikhtiar, dan mempercayai hati nurani meskipun terkadang ia
bertentangan dengan akal seperti ibu Musa yang taat kepada ilham yang dimasukkan
Allah kedalam hatinya.
6. Kesabaran dan keteguhan Ibu Musa dalam menjaga rahasia menyelamatkan nyawa
putranya.

3
MUSA TUMBUH DI ISTANA

Suatu ketika, Firaun sedang menggendong dan bercanda dengan bayi Musa. Tiba-tiba, bayi
Musa menarik jenggot Firaun hingga beberapa helai rambutnya rontok. Firaun sangat marah. la
merasakan bahwa bayi tersebut kelak memiliki kekuatan yang akan menghancurkannya. Firaun
hampir saja membunuhnya. Akan tetapi, istrinya mencegahnya. Istrinya berkata, “Baginda
jangan marah kepadanya. Maafkanlah ia. la masih kecil.”

Akhirnya, Firaun menuruti kata-kata istrinya. Firaun memang dikenal sebagai raja yang sangat
kejam. Akan tetapi, Firaun sangat menyayangi dan mencintai istrinya. la selalu menuruti
keinginan istrinya tersebut.

Musa beranjak dewasa. la diberikan petunjuk oleh Allah bahwa dirinya bukanlah anak kandung
Firaun. Sejak kecil, sebenarnya, Musa sudah merasakan bahwa Firaun bukanlah ayah
kandungnya. la sering merasa kesal dengan perilaku Firaun yang sewenang-wenang terhadap
rakyat.

Suatu hari, Musa berjalan-jalan menikmati pemandangan sekitar istana. Tiba-tiba ia melihat dua
orang sedang bertengkar. Yang satu adalah seorang Qibti dan merupakan pejabat istana. Yang
satunya adalah orang Israil dan merupakan seorang budak. Nabi Musa berusaha melerai
pertengkaran tersebut. Akan tetapi, orang Qibti tersebut marah dan menyerang.

Musa tidak punya pilihan lain kecuali melayani serangannya. Musa membalas pukulan dan
serangan orang Qibti tersebut. Di luar dugaan, pukulannya membuat orang Qibti itu mati.

Musa sangat menyesal dengan perbuatannya. la tidak bermaksud membunuh orang Qibti
tersebut. Musa merasa ketakutan. Kemudian, ia berdoa kepada Allah, “Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri. Oleh karena itu, ampunilah aku.”

Allah mengampuninya. Sesungguhnya, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa
berkata, “Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali
tidak akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.”

Pada hari yang lain, Musa menemui kejadian yang sama. la melihat orang Qibti dan Israil
bertengkar. Ketika Musa hendak memegang dengan keras orang yang menjadi musuh keduanya,
musuhnya berkata, “Hai Musa, apakah kamu bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana
kamu kemarin telah membunuh seseorang? Kamu hanya ingin menjadi orang yang berbuat
sewenang-wenang di negeri ini. Tidaklah karnu berusaha untuk mendamaikan dari sebuah
perselisihan.”

Teriakan orang Qibti itu terdengar oleh salah seorang pejabat Firaun. Orang tersebut
mengadukan peristiwa tersebut kepada Firaun.

Pembelaan Musa terhadap orang Israil menimbulkan kemarahan besar Firaun. la memerintahkan
pasukannya untuk mencari Musa. Musa mengetahui bahwa dirinya akan ditangkap dan
dihadapkan kepada Firaun.

Sementara itu, Musa mendapatkan petunjuk dari Allah agar segera meninggalkan Mesir. Seorang
laki-laki dari ujung kota dengan terburu-buru mendatangi Musa. Laki-laki itu berkata, “Hai
Musa, sesungguhnya, pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu.

Oleh sebab itu, keluarlah dari kota ini. Sesungguhnya, aku termasuk orang-orang yang memberi
nasihat kepadamu”. Orang itu kemudian menyarankan kepada Musa agar segera meninggalkan
Mesir. Musa menerima saran orang tersebut. la segera pergi. Dalam perjalanannya, ia terus
berdoa kepada Allah. la memohon keselamatan dirinya dari pengejaran pasukan Firaun.

Ibrah :

1. Kewajiban menyelamatkan orang yang tidak bersalah. Yang dilakukan oleh Asiah,
tidaklah pantas menghukum seorang bayi dengan hukuman mati.
2. Musa mengakui kesalahan dengan berdoa : “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah
menganiaya diriku sendiri. Oleh karena itu, ampunilah aku.”

4
Kisah Musa dan Putri Syu’aib

Setelah menempuh perjalanan jauh yang melelahkan sampailah Musa di kota Madyan.
Di dekat sebuah mata air Musa duduk beristirahat, memperhatikan beberapa orang
sedang berdesak-desak menimba air dari sebuah sumur untuk memberi minum
binatang ternak mereka. Allah SwT berfirman:

“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan
orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata:
“Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami
tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu
memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut
umurnya”. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya,
kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdo`a: “Ya Tuhanku sesungguhnya
aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”. (Qs. Al-
Qashash [28]: 23-24)

Di sana, di tempat yang agak rendah, Musa melihat dua orang gadis memegang dan
menahan tali kambingnya yang selalu hendak menuju ke arah orang-orang mengambil
air karena kehausan. Melihat hal itu timbullah rasa santun dan kasihan dalam hati Musa,
lalu ia dekati kedua gadis itu menanyakan kenapa mereka tidak ikut bersama orang
banyak mengambil air dan memberi minum kambing mereka. Mereka menjawab: “Kami
tidak dapat mengambil air kecuali sesudah orang-orang itu selesai, karena kami tidak
kuat berebut dan berdesak-desakan dengan orang banyak itu. Bapak kami sudah sangat
tua, karena itu tidak pula sanggup datang kemari untuk mengambil air. Itulah sebabnya
kami terpaksa duduk saja di sini menunggu orang-orang itu pergi. Kami hanya dapat
mengambil air, jika ada sisa-sisa air yang ditinggalkan mereka.”

Tanpa diminta oleh kedua gadis itu Musa segera turun tangan membantu memberi
minum kambing-kambing mereka. Sesudah itu karena lelahnya ia berlindung di bawah
sebatang pohon. Memang dia sangat lelah dan merasa lapar karena sudah beberapa
hari tidak makan kecuali daun-daunan. Kemudian Musa memohon kepada Tuhan:

“Ya Tuhanku, aku sangat membutuhkan rahmat dan kasih sayang Engkau, berilah aku
apa saja yang dapat melenyapkan penderitaanku ini.” Yang paling diinginkan oleh Musa
waktu itu adalah makanan.

Kalau Musa mau, dia tentu bisa meminta upah untuk jasa yang telah diberikannya
kepada kedua gadis tersebut. Tapi dia merasa tidak punya hak, karena dia tadi
menolong mereka tulus karena Allah tanpa mengharapkan imbalan apa-apa secara
materi.

Tapi rupanya kedua puteri tersebut adalah orang-orang yang berbudi tinggi, dari
keluarga yang dipimpin oleh seorang laki-laki pilihan yang tentu juga berbudi tinggi.
Mereka dapat menghargai budi baik yang diberikan oleh pemuda Musa. Sekalipun tidak
ada perjanjian, baik secara lisan apalagi tertulis untuk membayar jasa yang diberikan
Musa, tapi itu tidak diperlukan untuk pribadi yang memiliki budi yang tinggi.

Allah SwT berfirman:

5
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan
kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi
balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami”. Maka tatkala Musa
mendatangi bapaknya (Syu`aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya).
Syu`aib berkata: “Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang
zalim itu”. (Qs. Al-Qashash [28]: 25)

Ibrah :
1. Santun dalam berdoa “Ya Tuhanku, aku sangat membutuhkan rahmat dan kasih
sayang Engkau, berilah aku apa saja yang dapat melenyapkan penderitaanku ini.”
2. Allah selalu memberi karunia lebih baik dari doa yang dipanjatkan : musa
memperoleh makanan, diberi pekerjaan dan tempat tinggal, dijamin keamanannya

6
Kisah Musa dan Putri Syu’aib II

Atas suruhan bapaknya, salah seorang dari puteri itu dengan agak malu-malu datang
menyampaikan undangan bapaknya untuk datang ke rumah mereka sekadar membalas
budi baik Musa yang telah menolong mereka mengambil air minum dan memberi
minum binatang ternak mereka. Musa dapat memahami bahwa kedua wanita itu adalah
dari keluarga orang baik-baik, karena melihat sikapnya yang malu-malu waktu dia
datang kepadanya dan mendengar bahwa yang mengundang datang ke rumahnya itu
bukan dia sendiri, karena kalau gadis itu sendiri yang langsung mengundang, mungkin
timbul pengertian yang tidak baik terhadapnya. Sebagian Mufassir menyatakan bahwa
bapak kedua gadis itu adalah Nabi Syu’aib as.

Setelah sampai di rumah keluarga yang baik budi itu, Musa memperkenalkan diri kepada
Nabi Syu’aib seraya tidak lupa menjelaskan tentang Fir’aun dan bagaimana dia menjadi
buronan Fir’aun untuk dibunuh. Orang tua itu mendengarkan cerita Musa baik-baik.
Setelah Musa selesai bercerita, orang tua itu berkata: “Jangan engkau merasa takut dan
khawatir, karena engkau telah lepas dari kekuasaan orang-orang zalim itu. Mereka tidak
akan dapat menangkapmu, karena engkau telah berada di sini, suatu daerah yang tak
termasuk dalam kerajaan mereka.” Dengan demikian hati Musa merasa tenteram,
karena ia sudah dapat berlindung di rumah seorang pemuka agama yang besar
pengaruhnya.

Rupanya orang tua itu tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak pula mempunyai
pembantu. Oleh sebab itu yang mengurus semua urusan keluarga itu hanyalah kedua
puterinya saja, sampai keduanya terpaksa menggembala kambing mereka, di samping
mengurus rumah tangga. Melihat Musa sebagai pemuda yang jujur dan kuat tenaganya,
salah seorang puterinya mengusulkan kepada bapaknya untuk mempekerjakan Musa di
rumah tangga tersebut. Allah SwT berfirman:

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang
yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (Qs. Al-Qashash
[28]: 26)

Dalam mencari pekerja, yang dilihat tidak hanya tenaganya atau profesionalitasnya
semata, tapi juga dan tidak kalah pentingnya adalah kejujuran calon pekerja tersebut.
Puteri Nabi Syu’aib mengusulkan kepada ayahnya yntuk mempekerjakan Musa karena
Musa adalah seorang yang al-qawiy al Amin. Untuk mengetahui jujur atau tidaknya
seseorang antara lain dapat dilihat dari simbol-simbol ketaatan beragama yang tampak
pada dirinya. Misalnya dari segi cara berpakaian. Tapi sayangnya pada zaman sekarang
ini karena tidak mengerti atau apriori banyak pengusaha yang justru khawatir
mempekerjakan tenaga tenaga yang memperlihatkan simbol-simbol ketaatan beragama
yang kuat. Padahal secara obyektif, tenaga profesional yang taat beragama lebih
menguntungkan perusahaan baik dari segi produktivitas, apalagi dari segi pengamanan
dari segala macam bentuk penipuan.

Usul puterinya tidak hanya disetujui oleh bapaknya, tetapi malah lebih jauh sang bapak
menawarkan kepada Musa untuk menjadi menantunya dengan mahar bekerja di sana
selama delapan tahun, dan bila Musa menyanggupi sepuluh tahun dengan suka rela

7
itulah yang lebih baik. Usulan itu diterima oleh Musa dengan segala senang hati. Allah
SwT berfirman:

“Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua
anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak
hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-
orang yang baik”.Dia (Musa) berkata: “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana
saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan
tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan”. (Qs. Al-
Qashash [28]: 27-28)

Demikianlah, semenjak itu tinggallah Musa di Madyan sebagai menantu Nabi Syu’aib
dan sekaligus pekerja di peternakan dan pertanian keluarga Nabiyullah tersebut

Ibrah :
1. Sifat malu adalah hal yang baik dan tanda kebaikan seorang perempuan
2. Pemuda jujur dan baik akan dijodohkan dengan perempuan sholihah

8
Kapankah Nabi Musa Diutus Allah Menjadi Nabi dan Rasul?

Lalu, kapankah Nabi Musa diutus oleh Allah menjadi Nabi dan Rasul? Menurut keterangan Sami
al-Maghluts, Nabi Musa diutus oleh Allah SWT menjadi Nabi dan Rasul sekitar tahun diutus
1450 SM. Adapun pengukuhan kenabian dan kerasulannya saat Musa berangkat dari Madyan
menuju Mesir. Sedangkan lokasinya, dalam Alquran disebutkan berada di suatu tempat yang
diberkahi, yakni Thuwa (Muqaddasi Thuwa).

Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: ‘Hai Musa, Sesungguhnya Aku inilah
Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang
suci, Thuwa. Dan, Aku telah memilih kamu maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan
(kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku maka
sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku’. (QS Thaha [20]: 11-14).

Keterangan serupa juga terdapat dalam surah An-Nazi`at [79]: 16. Tatkala Tuhannya
memanggilnya di lembah suci, yaitu Lembah Thuwa.

Tujuan pengukuhan kenabian dan kerasulan ini agar Nabi Musa AS segera menyeru Firaun
untuk menyembah dan beriman kepada Allah, serta memohon ampun atas sikapnya yang
sombong dan angkuh, karena mengaku dirinya sebagai tuhan.

Awalnya, setelah melaksanakan kewajibannya selama lebih kurang 10 tahun, sebagai seorang
menantu kepada mertuanya (Nabi Syuaib AS) untuk membayar mahar atas pernikahannya
dengan salah seorang putri Nabi Syuaib, Musa berniat membawa keluarganya ke Mesir. (QS Al-
Qashash [28]: 23-28).

Namun, pada suatu malam, di tengah perjalanan dengan cuaca yang sangat dingin, Musa tersesat.
Sedangkan dirinya tidak memiliki secercah cahaya atau lampu sebagai penerang. Tiba-tiba, ia
melihat suatu cahaya di balik sebuah bukit. Maka itu, ia memerintahkan istrinya untuk
menunggu sementara di tempat mereka berteduh. Musa pun segera mencari tahu asal atau
sumber cahaya itu. Musa mengira, cahaya itu adalah api.

Ia berkata kepada keluarganya: ‘Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-
mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa)
sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan’. (QS Al-Qashash [28]: 29).

Dan, ketika sampai di tempat yang disangkanya api tersebut, Musa melihat sinar yang menyala-
nyala dari sebuah pohon hijau dan berduri. Menurut Ahzami Samiun Jazuli dalam bukunya
Hijrah Menurut Pandangan Al-Qur’an, pohon itu muncul dari dasar bukit sebelah barat, di
sebelah kanan tempatnya berdiri. Di tempat ini pula, Rasul SAW berdiri, sebagaimana
disebutkan dalam Alquran surah Al-Qashash [28]: 44.

Dan tidaklah kamu (Muhammad) berada di sisi yang sebelah barat ketika Kami menyampaikan
perintah kepada Musa, dan tiada pula kamu termasuk orang-orang yang menyaksikan.

Cahaya itu berasal dari Zat Allah SWT. Dan, Allah menamakan tempat itu dengan nama Thuwa,
yaitu suatu tempat yang diberkahi. Allah berfirman, Sesungguhnya, Aku ini Allah, tidak ada
tuhan selain Aku maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. (QS Thaha
[20]: 14). Lihat pula dalam surah Al-Qashash [28]: 30.

Karena itulah, Allah memerintahkan Nabi Musa untuk membuka sandalnya sebagai bentuk
penghormatan, pengagungan, dan kesopanan terhadap tempat yang dimuliakan dan diberkahi.
Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya
kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. (QS Thaha [20]: 12).

Di tempat ini, mukjizat berupa 'tongkat ular' dan tangan yang bercahaya diturunkan Allah SWT
kepada Nabi Musa

9
Musa Kembali ke Mesir

Setelah tongkat menjadi ular, mukjizat kedua yang diperlihatkan kepada Musa adalah tangannya bisa
berubah bercahaya setelah dimasukkan melalui rongga leher bajunya. Allah SwT berfirman:

”Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit,
dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. Maka yang demikian itu adalah dua
mukjizat dari Tuhanmu untuk menghadapai Fir›aun dan pembesar-pembesarnya. Sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang fasik,” (Qs Al-Qashash [28]: 32).

Tidak hanya bisa bercahaya, kedua tangan Musa jika didekapkan ke dada akan menghilangkan rasa
takut. Bukankah tadi tatkala menyaksikan tongkatnya berubah menjadi ular yang bergerak dengan gesit
Musa ketakutan. Maka diberi oleh Allah SwT mukjizat berikutnya yang bisa menghilangkan rasa takut
itu. Di samping dua mukjizat ini Musa akan dibekali lagi dengan tujuh mukjizat lainnya untuk
menghadapi Fir›aun dan para pembesarnya. Pada waktunya nanti tujuh mukjizat itu akan kita bicarakan.
Setelah diangkat menjadi Nabi dan Rasul di lembah suci Thuwa, Musa diberi tugas yang sangat berat tapi
mulia yaitu membebaskan Bani Israil dari kezaliman Fir’aun. Oleh sebab itu Musa harus kembali ke Mesir
dan menemui penguasa tirani yang mengaku sebagai tuhan itu. Allah SwT berfirman:

“Pergilah kepada Fir’aun; Sesungguhnya ia telah melampaui batas”. Berkata Musa: “Ya Tuhanku,
lapangkanlah untukku dadaku. Dan mudahkanlah untukku urusanku. Dan lepaskanlah kekakuan dari
lidahku. Supaya mereka mengerti perkataanku. Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari
keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku. Teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu
dalam urusanku. Supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau.
Sesungguhnya Engkau adalah Maha melihat (keadaan) kami”. Allah berfirman: “Sesungguhnya telah
diperkenankan permintaanmu, hai Musa.” (Qs Thaha [20]: 24-36).

Musa tahu persis siapa itu Fir’aun, oleh sebab itu dia mohon kepada Allah SwT untuk dilapangkan
dadanya, dimudahkan urusannya, dan dihilangkan hambatan yang ada pada lidahnya sehingga apa yang
diucapkannya dapat mereka pahami. Doa ini kemudian sering dibaca seorang Muslim di awal pidato:

“Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. Dan mudahkanlah untukku urusanku. Dan lepaskanlah
kekakuan dari lidahku. Supaya mereka mengerti perkataanku.”

Musa dibesarkan di istana Fir’aun, sehingga sejak kecil dia berbahasa Mesir, bukan bahasa Ibrani bahasa
yang dipakai oleh Bani Israil. Sementara Harun, kakaknya, yang lahir di tahun giliran tidak ada
penyembelihan terhadap bayi-bayi laki-laki Bani Israil, tinggal dan besar bersama ibunya di lingkungan
Bani Israil sehingga Harun tentu lebih fasih berbahasa Ibrani dibanding Musa. Supaya lebih mudah
berkomunikasi dengan Bani Israil maka Musa meminta kepada Allah SwT agar didampingi oleh Harun
sebagai wazir.

Dan juga agar mereka berdua bersaudara bisa bahu membahu dalam menghadapi Fir’aun dan para
pembesarnya dalam tugas membebaskan Bani Israil dan memimpin mereka keluar dari bumi Mesir
menuju negeri yang dijanjikan. Permohonan Musa dikabulkan Allah SwT. Harun diangkat oleh Allah SwT
menjadi Nabi dengan tugas sebagai wazir. Dalam bahasa pemerintahan modern sekarang ini istilah wazir
dipakai untuk jabatan menteri pembantu presiden dalam sistem presidensial atau pembantu perdana
menteri dalam sistem parlementer.

Musa tidak meminta kepada Allah SwT agar Harun diangkat jadi Nabi, karena siapa yang akan diangkat
jadi Nabi utusan Allah sepenuhnya merupakan hak prerogatif Allah SwT, bukan wilayah manusia
termasuk Nabi sekalipun untuk ikut memintanya. Tetapi Allah SwT Yang Maha Mengetahui dan Maha
Bijaksana, tidak hanya mengangkat Harun jadi Wazirnya Musa tetapi juga menjadi Nabi sekaligus.
Setelah Musa dan keluarganya sampai di Mesir dan bergabung dengan Harun saudaranya yang sudah
diangkat oleh Allah SwT menjadi Nabi dan sekaligus Wazir bagi Musa, maka mereka berdua
diperintahkan untuk segera datang menemui Fir’aun mulai menjalankan misinya membebaskan Bani
Israil. Allah SwT berfirman:

10
“Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai
dalam mengingat-Ku; Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas;
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia
ingat atau takut.” (Qs Thaha [20]: 42-44)

Dengan bekal beberapa mukjizat seperti tongkat bisa menjadi ular dan tangan bercahaya serta mukjizat-
mukjizat lainnya yang akan diperlihatkan nanti Allah SwT memerintahkan dua Nabi bersaudara ini untuk
segera menemui Fir’aun yang sudah melampai batas. Musa dan Harun diingatkan untuk selalu ingat
kepada Allah SwT. Karena yang dihadapi adalah tirani yang sangat kejam dan zalim, maka Musa dan
Harus menggunakan bahasa yang lemah lembut, mudah-mudahan Fir’aun masih bisa diingatkan.
Bayangkan jika Musa dan Harun datang menemui Fir’aun dan menudingnya sebagai penguasa zalim
yang telah memperbudak Bani Israil, lalu menuntut supaya Fir’aun membebaskan mereka, tentu saja
Fir’aun akan murka dan memerintahkan para pengawalnya untuk menangkap Musa dan Harun,
memenjarakan atau bahkan langsung membunuhnya. Apalagi Musa berstatus buronan yang sudah lama
dicari-cari.

Merespon perintah Allah tersebut, secara jujur Musa dan Harun mengakui bahwa mereka khawatir
Fir’aun akan menyiksa mereka berdua. Harun tahu persis bagaimana kebengisan Fir’aun yang mengaku
dirinya tuhan tersebut. Apalagi Musa yang dibesarkan di istana, tahu persis reputasi kejahatan dan
kekejaman Fir’aun. Secara manusiawi wajar mereka khawatir. Allah SwT berfirman:

“Berkatalah mereka berdua: ‘Ya Tuhan kami, Sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa
kami atau akan bertambah melampaui batas’. Allah berfirman: ‘Janganlah kamu berdua khawatir,
sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat’,” (Qs Thaha [20]: 45-46).

Allah SwT menenangkan hati kedua utusan-Nya itu dengan memberikan jaminan bahwa Dia akan selalu
menyertai mereka berdua. Allah mendengar dan melihat. Inilah ma’iyyah khashah yang diberikan Allah
SwT kepada Musa dan Harun. Ma’iyyah dalam arti dukungan penuh (ta’yid). Janji inilah yang
menentramkan hati Musa dan Harun, menyebabkan mereka tidak lagi khawatir dan percaya diri
menghadapi Fir’aun. Mereka berdua yakin Allah SwT tidak akan membiarkan mereka berdua disiksa
Fir’aun, Allah pasti menolong.

Setelah menghilangkan kekhawatiran pada diri Musa dan Harun, Allah SwT melanjutkan perintah-Nya.
Allah SwT berfirman:

”Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan katakanlah: ‘Sesungguhnya kami berdua
adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa
mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari
Tuhanmu. dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya
telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan
berpaling.” (Qs Thaha [20]: 47-48).

11
PERTOLONGAN ALLAH

Dengan kekuasaan dan kesewenang-wenangannya, Firaun berhasil menekan rakyatnya untuk


mengingkari kebenaran yang dibawa Nabi Musa.

َ‫ض َوإِنَّهُ لَ ِمنَ ْال ُمس ِْرفِين‬


ِ ‫سى إِالَّ ذ ُ ِ ِّريَّةٌ ِ ِّمن قَ ْو ِم ِه َعلَى خ َْوفٍ ِ ِّمن فِ ْر َع ْونَ َو َملَئِ ِه ْم أَن يَ ْفتِنَ ُه ْم َوإِ َّن فِ ْر َع ْونَ لَعَا ٍل فِي األ َ ْر‬
َ ‫فَ َما آ َمنَ ِل ُمو‬

“Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda-pemuda dari kaumnya (Musa)
dalam keadaan takut bahwa Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka.
Sesungguhnya Firaun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia
termasuk orang-orang yang melampaui batas.” (QS:Yunus | Ayat: 83).

Puncaknya, Firaun mengklaim dirinya sebagai Tuhan yang berhak disembah. Ketika kezhaliman
telah memuncak, saat itulah pertolongan Allah datang. Nabi Musa mengumpulkan para
pengikutnya. Menasihati mereka, meneguhkan hati mereka, dan memberikan arahan kepada
mereka.

َ‫اّللِ فَ َعلَ ْي ِه ت ََو َّكلُواْ ِإن ُكنتُم ُّم ْس ِل ِمين‬


ِّ ‫سى يَا قَ ْو ِم ِإن ُكنت ُ ْم آ َمنتُم ِب‬
َ ‫َوقَا َل ُمو‬

Berkata Musa: “Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-
Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri”. (QS:Yunus | Ayat: 84).

Mereka menjawab ucapan Nabi Musa dengan jawaban yang menenangkan beliau.

َّ ‫ّللاِ ت ََو َّك ْلنَا َربَّنَا الَ تَجْ َع ْلنَا ِفتْنَةً ِ ِّل ْلقَ ْو ِم ال‬
َ‫ظا ِل ِمين‬ ِّ ‫فَقَالُواْ َعلَى‬

Lalu mereka berkata: “Kepada Allahlah kami bertawakkal! Ya Tuhan kami; janganlah Engkau
jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang´zalim”. (QS:Yunus | Ayat: 85).

Nabi Musa memerintahkan mereka agar bertawakal kepada Allah semata. Meminta tolong dan
berharap kepada-Nya. Dan Allah ‫ ﷻ‬pun memberikan jalan keluar untuk mereka semua.
Kemudian Nabi Musa memberikan kabar gembira dari Allah kepada kaumnya,

Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: “Ambillah olehmu berdua beberapa buah
rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu
tempat shalat dan dirikanlah olehmu sembahyang serta gembirakanlah orang-orang yang
beriman”. (QS:Yunus | Ayat: 87).

Allah ‫ ﷻ‬mewahyukan kepada Nabi Musa dan saudaranya, Harun –‘alaihimassalam- agar ia dan
kaumnya membangun rumah yang berbeda dari rumah orang-orang Mesir secara umum.

Kemudian datanglah perintah Allah

“dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu sembahyang
serta gembirakanlah orang-orang yang beriman.” (QS:Yunus | Ayat: 87).

Mujahid mengatakan, “Maknanya adalah ini merupakan pertolongan Allah kepada mereka yang
ditimpa bahaya, kesulitan, dan kesempitan dengan banyak shalat.

َ‫يرة ٌ إِالَّ َعلَى ْالخَا ِشعِين‬


َ ِ‫صالَةِ َوإِنَّ َها لَ َكب‬ َّ ‫َوا ْست َ ِعينُواْ بِال‬
َّ ‫صب ِْر َوال‬

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu´.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 45).

Dan Rasulullah jika dihinggapi masalah, beliau bersegera shalat. Shalat memiliki dampak besar
terhadap kehidupan dunia dan akhirat (al-Bidayah wa an-Nihayah Juz: 2 Hal: 105)

Ibrah : mintalah pertolongan dari Allah dengan sabar dan shalat. Ada banyak jenis shalat
dalam meminta pertolongan ex: shalat hajat, shalat istikharah, shalat sunah lainnya.

12
Kemenangan Nabi Musa

Selama bertahun-tahun, Nabi Musa dan pengikutnya bersabar dan menghibur diri dengan
keimanan kepada Allah dan tawakal. Mereka senantiasa memperbaiki hubungan dengan Allah.
meminta tolong pada-Nya dengan shalat-shalat mereka. Di sisi lain, Firaun dan para pengikutnya
semakin menentang dan memusuhi kebenaran.

Nabi Musa senantiasa berdoa kepada Allah ‫ ﷻ‬,

‫س َعلَى أَ ْم َوا ِل ِه ْم‬ ْ ‫س ِبيلِكَ َربَّنَا‬


ْ ‫اط ِم‬ َ ‫ُض ُّلواْ َعن‬ِ ‫سى َربَّنَا ِإنَّكَ آتَيْتَ فِ ْر َع ْونَ َو َمألهُ ِزينَةً َوأ َ ْم َواالً فِي ْال َحيَاةِ الدُّ ْنيَا َربَّنَا ِلي‬
َ ‫َوقَا َل ُمو‬
‫يم‬ َ
َ ‫اب األ ِل‬ َ ْ ْ َّ ْ ُ َ َ ُ ُ َ
َ ‫َواشدُد َعلى قلوبِ ِه ْم فال يُؤْ ِمنوا َحتى يَ َر ُوا العَذ‬ ْ ْ

Musa berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Firaun dan
pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan Kami
— akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah
harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka
melihat siksaan yang pedih”. (QS:Yunus | Ayat: 88).

Ibnu Juraij mengatakan, “Firaun tetap hidup selama 40 tahun setelah Nabi Musa mengucapkan
doa ini.” (Tafsir al-Quran al-Azhim oleh Imam Ibnu Kastir). Lihatlah Nabi Musa, selain bersabar
terhadap kaumnya sendiri, betapa sabarnya beliau menghadapi kekejaman Firaun, berdakwah
kepadanya, dan berdoa kepada Allah. Tak heran Allah ‫ ﷻ‬mendudukkan beliau sebagai seorang
ulul azhmi.

Allah ‫ ﷻ‬berfirman,

َ‫س ِبي َل الَّذِينَ الَ َي ْعلَ ُمون‬ ِِّ ‫فَا ْستَ ِقي َما َوالَ تَت َّ ِب َع‬
َ ‫ان‬

“Sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti
jalan orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS:Yunus | Ayat: 89).

Allah mengizinkan Nabi Musa dan para pengikutnya untuk keluar dari Mesir menuju Syam.

Mengetahui kepergian Musa, kemarahan Firaun semakin memuncak. Ia siapkan pasukannya


untuk mengejar Nabi Musa dan pengikutnya. Kejadian ini diabadikan Allah ‫ ﷻ‬dalam Alquran.

‫س َل فِ ْر َع ْونُ فِي ْال َمدَائِ ِن َحا ِش ِرينَ * إِ َّن هَؤُ الَء لَش ِْر ِذ َمةٌ َق ِليلُونَ * َوإِنَّ ُه ْم‬َ ‫سى أ َ ْن أَس ِْر بِ ِعبَادِي إِنَّ ُكم ُّمت َّ َبعُونَ * فَأ َ ْر‬َ ‫َوأ َ ْو َح ْينَا إِلَى ُمو‬
* ‫وز َو َمقَ ٍام ك َِر ٍيم * َكذَلِكَ َوأ َ ْو َرثْنَاهَا َبنِي ِإس َْرائِي َل‬ ٍ ُ‫ُون * َو ُكن‬ٍ ‫عي‬ ُ ‫ت َو‬ ٍ ‫ظونَ * َو ِإنَّا لَ َج ِمي ٌع َحاذ ُِرونَ * فَأ َ ْخ َرجْ نَاهُم ِ ِّمن َجنَّا‬ ُ ِ‫لَنَا لَغَائ‬
َ‫فَأَتْبَعُوهُم ُّم ْش ِرقِين‬

“Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: “Pergilah di malam hari dengan membawa
hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli”. Kemudian
Firaun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tentaranya) ke kota-kota. (Firaun berkata):
“Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan kecil, dan sesungguhnya mereka
membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya kita benar-benar golongan
yang selalu berjaga-jaga”. Maka Kami keluarkan Firaun dan kaumnya dari taman-taman dan
mata air, dan (dari) perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami
anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Firaun dan bala tentaranya dapat
menyusuli mereka di waktu matahari terbit.” (QS:Asy-Syu’araa | Ayat: 52-60).

Pada saat Firaun dan pasukannya berhasil menyusul Nabi Musa dan pengikutnya, pengikut Nabi
Musa berkata,

َ‫إِنَّا لَ ُمد َْر ُكون‬

“Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul.” (QS:Asy-Syu’araa | Ayat: 61).

13
Mereka mengatakan demikian karena melihat di hadapan mereka jalan tertutup oleh lautan.
Mereka mengadu kepada Nabi Musa. Kemudian beliau menjawab,

‫ِين‬
ِ ‫سيَ ْهد‬ َ ‫قَا َل َكالَّ إِ َّن َم ِع‬
َ ‫ي َربِِّي‬

Musa menjawab: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia
akan memberi petunjuk kepadaku”. (QS:Asy-Syu’araa | Ayat: 62).

Nabi Musa mengucapkan kalimat kuat dengan makna yang jelas. Menunjukkan kedalaman ilmu
dan keyakinan terhadap rahmat Allah. Perkataan seorang leader yang membuat tenang rakyatnya
di saat menghadapi himpitan masalah. Keadaan saat itu benar-benar genting. Tidak ada jalan
yang bisa dilewati. Tidak ada orang yang bisa dimintai tolong. Dan Firaun adalah kejam yang tak
mungkin memberi maaf. Sementara waktu terus membuat jarak Firaun kian mendekat. Dalam
keadaan demikian, Nabi Musa tetap tenang dan yakin Allah akan menolongnya. Sikap ini
hendaknya kita teladani sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah ‫ ﷻ‬. Turunlah
wahyu kepada Nabi Musa,

‫ط ْو ِد ْالعَ ِظ ِيم‬ ٍ ‫صاكَ ْالبَحْ َر فَانفَلَقَ فَ َكانَ ُك ُّل فِ ْر‬


َّ ‫ق كَال‬ َ َ‫سى أ َ ِن اض ِْرب بِِّع‬
َ ‫فَأ َ ْو َح ْينَا إِلَى ُمو‬

Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah
lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. (QS:Asy-Syu’araa | Ayat: 63).

Melihat laut terbelah, Nabi Musa dan pengikutnya bersegera melintasi jalan terbelah itu. Setelah
melintasinya, dan pengikutnya yang paling akhir melintas telah keluar dari laut, barulah barisan
awal pasukan Firaun memasuki laut. Musa ingin segera memukul laut itu agari ai kembali ke
keadaannya semula. Sehingga Firaun dan pasukannya tidak bisa lewat. Namun Allah ‫ﷻ‬
memerintahkan,

َ‫َواتْ ُر ْك ْالبَحْ َر َر ْه ًوا إِنَّ ُه ْم ُجند ٌ ُّم ْغ َرقُون‬

“Dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan
ditenggelamkan.” (QS:Ad-Dukhaan | Ayat: 24).

Melihat tanda kebesaran Allah dan mukjizat Musa dengan terbelahnya laut, Firaun sadar itu
adalah kekuasaan Allah ‫ ﷻ‬. Bukan sihirnya Musa. Akan tetapi ia membawa mati sifat
sombongnya, dalam keadaan demikian ia tetap mengatakan, “Lihatlah! Bagaimana laut menjadi
surut, tunduk kepadaku. Aku akan menangkap dua orang hambaku (Musa dan Harun) yang telah
memberontak kepadaku”.

Firaun dan pasukannya bergegas masuk, melintasi belahan laut yang akan membinasakan
mereka. saat mereka semua telah masuk ke dalam laut, Allah ‫ ﷻ‬memerintahkan Musa untuk
memukul laut dengan tongkatnya. Musa pun melakukan perintah Rabbnya. Laut yang terbelah
itu kembali seperti semula. Allah ‫ ﷻ‬berfirman,

َ‫سى َو َمن َّم َعهُ أَجْ َمعِينَ * ث ُ َّم أ َ ْغ َر ْقنَا اآلخ َِرينَ * ِإ َّن فِي ذَلِكَ َآل َيةً َو َما َكانَ أَ ْكثَ ُر ُهم ُّمؤْ ِمنِين‬
َ ‫َوأَن َج ْينَا ُمو‬

“Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami
tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak
beriman.” (QS:Asy-Syu’araa | Ayat: 65-67).

Tidak ada seorang pun dari kalangan orang-orang beriman tenggelam. Dan tidak satu pun dari
Firaun dan pengikutnya yang bisa selamat.

Setelah benar-benar sadar dan yakin akan tenggelam Firaun mengatakan:

ْ ‫َو َج َاو ْزنَا بِ َبنِي إِس َْرائِي َل ْالبَحْ َر فَأَتْ َبعَ ُه ْم فِ ْر َع ْونُ َو ُجنُودُهُ بَ ْغيًا َو َعد ًْوا َحتَّى إِذَا أَد َْر َكهُ ا ْلغ ََر ُق قَا َل آ َمنتُ أَنَّهُ ال إِ ِلهَ إِالَّ الَّذِي آ َمن‬
‫َت بِ ِه‬
َ‫َبنُو ِإس َْرائِي َل َوأَنَا ْ ِمنَ ْال ُم ْس ِل ِمين‬

14
“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Firaun dan bala
tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Firaun itu telah
hampir tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang
dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.”
(QS:Yunus | Ayat: 90).

Allah mencelanya dan memberi pelajaran kepada kita semua. Apakah ketika nyawa di
kerongkongan dan kebinasaan sudah benar-benar tampak, baru seseorang akan sadar?

َ‫صيْتَ قَ ْب ُل َو ُك ْنتَ ِمنَ ْال ُم ْف ِسدِين‬


َ ‫ْآآلنَ َوقَدْ َع‬

“Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak
dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS:Yunus | Ayat: 91).

Allah telah menetapkan hukumnya. Dan membinasakan orang-orang yang berbuat zhalim.

َ‫اس َع ْن آيَاتِنَا لَغَافِلُون‬ ً ِ‫فَ ْاليَ ْو َم نُنَ ِ ِّجيكَ بِبَدَنِكَ ِلتَ ُكونَ ِل َم ْن خ َْلفَكَ آيَةً ۚ َوإِ َّن َكث‬
ِ َّ‫يرا ِمنَ الن‬

“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari
tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS:Yunus | Ayat: 92).

Berlalulah kejadian itu. Namun pelajarannya tidak pernah hilang sepanjang zaman.

Ibrah :

1. Sekecil apapun kesombongan tetap tercela, sedangkan fir’aun kesobongannya sungguh


melampaui batas
2. Kisah ini untuk diambil pelajaran bagaimana pemimpin yang zalim terhadap rakyatnya.

15
Kebinasaan Firaun di Hari Asyura

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah ‫ ﷺ‬datang ke Madinah. Beliau dapati orang-
orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura (10 Muharam). Kemudian beliau ‫ ﷺ‬bertanya pada
mereka,

« ‫سى‬َ ‫صا َمهُ ُمو‬َ َ‫سى َو َق ْو َمهُ َوغ ََّرقَ ِف ْر َع ْونَ َوقَ ْو َمهُ ف‬ َّ ‫ فَقَالُوا َهذَا َي ْو ٌم َع ِظي ٌم أ َ ْن َجى‬.« ُ‫صو ُمونَه‬
َ ‫ّللاُ ِفي ِه ُمو‬ ُ َ ‫َما َهذَا ْال َي ْو ُم الَّذِى ت‬
َّ ‫سو ُل‬
‫صلى هللا‬- ِ‫ّللا‬ َ ‫ َف‬.« ‫سى ِم ْن ُك ْم‬
ُ ‫صا َمهُ َر‬ َ َ
َ ‫ « َفنَحْ نُ أ َح ُّق َوأ ْولَى بِ ُمو‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫ّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ فَقَا َل َر‬.ُ‫صو ُمه‬ُ َ‫ش ْك ًرا فَنَحْ نُ ن‬ ُ
‫ام ِه‬ ‫ي‬‫ص‬ ‫ب‬ ‫ر‬
ِ َ ِ ِ َ َ َ ‫م‬ َ ‫أ‬ ‫و‬ - ‫وسلم‬ ‫عليه‬ .

“Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi itu menjawab, “Ini adalah
hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya.
Ketika itu pula Firaun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka
bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”.

Rasulullah ‫ ﷺ‬lantas berkata, ”Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa
daripada kalian.”. Lalu setelah itu Rasulullah ‫ﷺ‬ memerintahkan kaum muslimin untuk
berpuasa.” (HR. Muslim no. 1130).

Ibrah :

1. Menghormati para nabi, kaum muslimin lebih berhak


2. Sesungguhnya setiap nabi adalah muslim

16
Nabi Musa AS Melihat Allah SWT

Nabi Musa AS merupakan Nabi yang dikirimkan Allah sebagai petunjuk bagi Bani Israil. Ia menyampaikan
risalah dari Allah untuk kaumnya berupa kitab suci Taurat yang juga diimani oleh Umat Islam saat ini.

Semasa hidupnya Nabi Musa dan kaumnya harus menghadapi kezaliman dari Raja Firaun serta
pengikutnya. Namun karena mukjizat dari Allah SWT Nabi Musa AS berhasil membelah lautan dan
menenggelamkan Firaun dan para pengikutnya.

Setelah semua yang dihadapi, Nabi Musa berdoa kepada Allah agar menampakkan diri diri-Nya. Namun
apa yang terjadi? Nabi Musa mengalami pengalaman yang begitu dasyat ketika Allah akan
menampakkan diri. Seperti apa kondisi Nabi Musa saat akan melihat Rabbnya ini?

Hal ini diceritakan langsung oleh Allah SWT melalui ayat Alquran dalam surat Al-A’raf. Ketika itu Nabi
Musa meninggalkan kaumnya dan meminta saudaranya Nabi Harun AS untuk memimpin kaumnya.

Nabi Musa sendiri naik ke sebuah gunung yakni gunung Sinai (Thursina) setelah menyempurnakan 40
malam dengan berpuasa dan beribadah di atas gunung tersebut. Allah SWT pun berfirman dan
menurunkan Taurat kepada beliau.

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan
Tuhannya telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa, ‘Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri
Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau…” (QS. Al-A’raf: 143)

Peristiwa ini tentu di luar nalar, pemandangan ini layaknya hubungan sebutir debu yang terbatas fana
dengan Wujud zat sang maha pecinpta yang abadi tanpa perantara. Kejadian ini tentu menjadi peristwa
yang menakutkan dan membingungkan. Namun Musa mampu menerima kalimat-kalimat Allah dan
membuatnya begitu rindu dan ingin melihat Tuhannya.

Kerinduan Nabi Musa AS kepada Allah SWT membuat Ia lupa akan siapa dirinya. Ia meminta sesuatu
yang tidak seharusnya dilakukan manusia di muka bumi. Ia meminta dapat melakukan penglihatan yang
teragung, permintaan yang didorong oleh desakan rindunya, dorongan harapannya, gejolak cintanya,
dan keinginannya untuk menyaksikan Allah yang Maha Mulia.

Namun dengan belas kasihNya, Allah SWT, Allah SWT menjelaskan bahwa Nabi Musa tidak akan dapat
melihat Allah karena tidak akan mampu. Namun Allah menunjuk sebuah gunung dimana jika gunung
tersebut masih berdiri kokoh ketika Allah menampakkan diri maka Nabi Musa bisa melihat sang pecipta
ini. Allah SWT berfirman yang artinya:

“ Engkau sekali-kali tidak akan mampu melihatku, tetapi arahkanlah pandangan engkau ke gunung itu.
Maka jika ia tetap pada tempatnya , niscaya engkau dapat melihatku…” (QS. Al-A’raf: 143).

Gunung tersebut tampak kokoh berdiri dan lebih kecil keterpengaruhannya dan responnya daripada
manusia. Akan tetapi, apakah gerangan yang terjadi?

“Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh…” (QS.
Al-A’raf: 143).

Lantas bagaimana bentuk dan cara ‘penampakan diri’ Allah tersebut? Kita tidak bisa menyifati atau
mengidentifikasinya. Karena tidak satu pun yang berasal dari Rasul SAW. Alquranul Karim sendiri tidak
mengatakan sesuatu pun.

Seluruh puncak gunung tersebut tenggelam hingga terlihat rata dengan tanah, hancur berantakan. Musa
sangat takut, dan berlakulah sesuatu pada keberadaan dirinya sebagai manusia yang lemah.

“Dan, Musa pun jatuh pingsan…” (QS. Al-A’raf: 143).

“Maka setelah Musa sadar kembali….”.” (QS. Al-A’raf: 143).

Kembali kepada dirinya, dan mengetahui ukuran kemampuannya, dan menyadari bahwa dia telah
melakukan permintaan yang melebihi batas.

17
“Dia berkata, ‘Mahasuci Engkau….”.” (QS. Al-A’raf: 143).

Mahasuci dan Mahatinggi Engkau, tak mungkin mata manusia dapat melihat dan memandang-Mu. Nabi
Musa pun bertaubat dan memohon ampun karena permintaanya terlalu melampaui batas.

“Aku bertaubat kepada Engkau,” .” (QS. Al-A’raf: 143).

Bahwa sebenarnya tiada yang ditampakkan oleh Allah hanya sebesar jari kelingking, sebagaimana
dijelaskan dalam hadits Nabi riwayat Imam Ahmad. Lantas gunung tersebut hancur luluh menjadi abu.
Allah SWT yang Maha Tahu.

18
KISAH NABI KHIDIR AS

Nabi Musa as berbicara di tengah-tengah Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk menyembah
Allah SWT dan menceritakan kepada mereka tentang kebenaran. Pembicaraan Nabi Musa sangat
komprehensif dan tepat. Setelah beliau menyampaikan pembicaraannya, salah seorang Bani
Israil bertanya: "Apakah ada di muka bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi
Allah?"

Dengan nada emosi, Musa menjawab: "Tidak ada."

Allah SWT tidak setuju dengan jawaban Musa. Lalu Allah SWT mengutus Jibril untuk bertanya
kepadanya: "Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui di mana Allah SWT meletakkan ilmu-
Nya?" Musa mengetahui bahwa ia terburu-buru mengambil suatu keputusan.

Jibril kembali berkata kepadanya: "Sesungguhnya Allah SWT mempunyai seorang hamba yang
berada di majma' al-Bahrain yang ia lebih alim daripada kamu." J

iwa Nabi Musa yang mulia rindu untuk menambah ilmu, lalu timbullah keinginan dalam dirinya
untuk pergi dan menemui hamba yang alim ini. Musa bertanya bagaimana ia dapat menemui
orang alim itu. Kemudian ia mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di keranjang.
Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah Musa akan menemui hamba
yang alim.

Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh seorang pembantunya yang
masih muda. Pemuda itu membawa ikan di keranjang. Kemudian mereka berdua pergi untuk
mencari hamba yang alim dan saleh. Tempat yang mereka cari adalah tempat yang sangat samar
dan masalah ini berkaitan dengan hidupnya ikan di keranjang dan kemudian ikan itu akan
melompat ke laut. Namun Musa berkeinginan kuat untuk menemukan hamba yang alim ini
walaupun beliau harus berjalan sangat jauh dan menempuh waktu yang lama.

Musa berkata kepada pembantunya: "Aku tidak memberimu tugas apa pun kecuali engkau
memberitahuku di mana ikan itu akan berpisah denganmu."

Pemuda atau pembantunya berkata: "Sungguh engkau hanya memberi aku tugas yang tidak
terlalu berat."

Kedua orang itu sampai di suatu batu di sisi laut. Musa tidak kuat lagi menahan rasa kantuk
sedangkan pembantunya masih bergadang. Angin bergerak ke tepi lautan sehingga ikan itu
bergerak dan hidup lalu melompat ke laut. Melompatnya ikan itu ke laut sebagai tanda yang
diberitahukan Allah SWT kepada Musa tentang tempat pertamuannya dengan seseorang yang
bijaksana yang mana Musa datang untuk belajar kepadanya.

Musa bangkit dari tidurnya dan tidak mengetahui bahwa ikan yang dibawanya telah melompat ke
laut sedangkan pembantunya lupa untuk menceritakan peristiwa yang terjadi. Lalu Musa
bersama pemuda itu melanjutkan perjalanan dan mereka lupa terhadap ikan yang dibawanya.

Kemudian Musa ingat pada makanannya dan ia telah merasakan keletihan. Ia berkata kepada
pembantunya: "Coba bawalah kepada kami makanan siang kami, sungguh kami telah merasakan
keletihan akibat dari perjalanan ini."

Pembantunya mulai ingat tentang apa yang terjadi. Ia pun mengingat bagaimana ikan itu
melompat ke lautan. Ia segera menceritakan hal itu kepada Nabi Musa. Ia meminta maaf kepada
Nabi Musa karena lupa menceritakan hal itu. Setan telah melupakannya. Keanehan apa pun yang
menyertai peristiwa itu, yang jelas ikan itu memang benar-benar berjalan dan bergerak di lautan
dengan suatu cara yang mengagumkan.

Nabi Musa merasa gembira melihat ikan itu hidup kembali di lautan dan ia berkata:
"Demikianlah yang kita inginkan."

Melompatnya ikan itu ke lautan adalah sebagai tanda bahwa di tempat itulah mereka akan
bertemu dengan seseorang lelaki yang alim. Nabi Musa dan pembantunya kembali dan

19
menelusuri tempat yang dilaluinya sampai ke tempat yang di situ ikan yang dibawanya bergerak
dan menuju ke lautan.

Perhatikanlah permulaan kisah: bagaimana Anda berhadapan dengan suatu kesamaran dan tabir
yang tebal di mana ketika Anda menjumpai suatu tabir di depan Anda terpampang maka sebelum
tabir itu tersingkap Anda harus berhadapan dengan tabir-tabir yang lain. Akhirnya, Musa sampai
di tempat di mana ikan itu melompat. Mereka berdua sampai di batu di mana keduanya tidur di
dekat situ, lalu ikan yang mereka bawa keluar menuju laut.

Di sanalah mereka mendapatkan seorang lelaki. Kami tidak mengetahui namanya, dan
bagaimana bentuknya, dan bagaimana bajunya; kami pun tidak mengetahui usianya. Yang kita
ketahui hanyalah gambaran dalam yang dijelaskan oleh Al-Qur'an: "Lalu mereka bertemu
dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya
rahrnat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. "

Inilah aspek yang penting dalam kisah itu. Kisah itu terfokus pada sesuatu yang ada di dalam
jiwa, bukan tertuju pada hal-hal yang bersifat fisik atau lahiriah. Allah SWT berfirman:

"Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua buah laut itu, maka mereka lalai akan
ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih
jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: 'Bawalah ke rnari makanan kita; sesungguhnya kita
merasa letih karena perjalanan hita ini.' Muridnya menjawab: 'Tahukah kamu tatkala kita
mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang)
ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu
mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.' Musa berkata: 'Itulah (tempat) yang
kita cari; lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan
seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari
sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. " (QS. al-Kahfi: 61-65)

Bukhari mengatakan bahwa Musa dan pembantunya menemukan Khidir di atas sajadah hijau di
tengah-tengah lautan. Ketika Musa melihatnya, ia menyampaikan salam kepadanya. Khidir
berkata: "Apakah di bumimu ada salam? Siapa kamu?"

Musa menjawab: "Aku adalah Musa."

Khidir berkata: "Bukankah engkau Musa dari Bani Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari Bani
Israil."

Musa berkata: "Dari mana kamu mengenal saya?" Khidir menjawab: "Sesungguhnya yang
mengenalkan kamu kepadaku adalah juga yang memberitahu aku siapa kamu. Lalu, apa yang
engkau inginkan wahai Musa?"

Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan: "Apakah aku dapat mengikutimu agar
engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah memperoleh karunia dari-Nya."

Khidir berkata: "Tidakkah cukup di tanganmu Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan
wahyu. Sungguh wahai Musa, jika engkau ingin mengikutiku engkau tidak akan mampu bersabar
bersamaku."

Kita ingin memperhatikan sejenak perbedaan antara pertanyaan Musa yang penuh dengan
kesopanan dan kelembutan dan jawaban Khidir yang tegas di mana ia memberitahu Musa bahwa
ilmunya tidak harus diketahui oleh Musa, sebagaimana ilmu Musa tidak diketahui oleh Khidir.

Para ahli tafsir mengemukakan bahwa Khidir berkata kepada Musa:

"Ilmuku tidak akan engkau ketahui dan engkau tidak akan mampu sabar untuk menanggung
derita dalam memperoleh ilmu itu. Aspek-aspek lahiriah yang engkau kuasai tidak dapat menjadi
landasan dan ukuran untuk menilai ilmuku. Barangklali engkau akan melihat dalam tindakan-
tindakanku yang tidak engkau pahami sebab-sebabnya. Oleh karena itu, wahai Musa, engkau
tidak akan mampu bersabar ketika ingin mendapatkan ilmuku."

20
Musa mendapatkan suatu pernyataan yang tegas dari Khidir namun beliau kembali
mengharapnya untuk mengizinkannya menyertainya untuk belajar darinya. Musa berkata
kepadanya bahwa insya Allah ia akan mendapatinya sebagai orang yang sabar dan tidak akan
menentang sedikit pun.

Perhatikanlah bagaimana Musa, seorang Nabi yang berdialog dengan Allah SWT, merendah di
hadapan hamba ini dan ia menegaskan bahwa ia tidak akan menentang perintahnya. Hamba
Allah SWT yang namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an menyatakan bahwa di sana terdapat
syarat yang harus dipenuhi Musa jika ia bersikeras ingin menyertainya dan belajar darinya. Musa
bertanya tentang syarat ini, lalu hamba yang saleh ini menentukan agar Musa tidak bertanya
sesuatu pun sehingga pada saatnya nanti ia akan mengetahuinya atau hamba yang saleh itu akan
memberitahunya. Musa sepakat atas syarat tersebut dan kemudian mereka pun pergi.
Perhatikanlah firman Allah SWT dalam surah al-Kahfi:

"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku
ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?' Dia menjawab:
'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu
dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal
itu?' Musa berkata: 'Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku
tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku,
maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu.'" (QS. al-Kahfi: 66-70)

21
Musa pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut. Kemudian terdapat perahu yang
berlayar lalu mereka berbicara dengan orang-orang yang ada di sana agar mau mengangkut
mereka. Para pemilik perahu mengenal Khidir. Lalu mereka pun membawanya beserta Musa,
tanpa meminta upah sedikit pun kepadanya. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir.
Namun Musa dibuat terkejut ketika perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para pemiliknya,
Khidir melobangi perahu itu. Ia mencabut papan demi papan dari perahu itu, lalu ia
melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu dibawa ombak ke tempat yang jauh.

Musa menyertai Khidir dan melihat tindakannya dan kemudian ia berpikir. Musa berkata kepada
dirinya sendiri: "Apa yang aku lakukan di sini, mengapa aku berada di tempat ini dan menemani
laki-laki ini? Mengapa aku tidak tinggal bersama Bani Israil dan membacakan Kitab Allah SWT
sehingga mereka taat kepadaku? Sungguh Para pemilik perahu ini telah mengangkut kami tanpa
meminta upah. Mereka pun memuliakan kami tetapi guruku justru merusak perahu itu dan
melobanginya."

Tindakan Khidir di mata Musa adalah tindakan yang tercela. Kemudian bangkitlah emosi Musa
sebagai bentuk kecemburuannya kepada kebenaran. Ia terdorong untuk bertanya kepada gurunya
dan ia lupa tentang syarat yang telah diajukannya, agar ia tidak bertanya apa pun yang terjadi.

Musa berkata: "Apakah engkau melobanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh
engkau telah melakukan sesuatu yang tercela." Mendengar pertanyaan lugas Musa, hamba Allah
SWT itu menoleh kepadanya dan menunjukkan bahwa usaha Musa untuk belajar darinya
menjadi sia-sia karena Musa tidak mampu lagi bersabar. Musa meminta maaf kepada Khidir
karena ia lupa dan mengharap kepadanya agar tidak menghukumnya.

Kemudian mereka berdua berjalan melewati suatu kebun yang dijadikan tempat bermain oleh
anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah letih bermain, salah seorang mereka tampak
bersandar di suatu pohon dan rasa kantuk telah menguasainya. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut
ketika melihat hamba Allah SWT ini membunuh anak kacil itu. Musa dengan lantang bertanya
kepadanya tentang kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh anak laki-laki yang
tidak berdosa. Hamba Allah SWT itu kembali mengingatkan Musa bahwa ia tidak akan mampu
bersabar bersamanya. Musa meminta maaf kepadanya karena lagi-lagi ia lupa. Musa berjanji
tidak akan bertanya lagi. Musa berkata ini adalah kesempatan terakhirku untuk menemanimu.
Mereka pun pergi dan meneruskan perjalanan. Mereka memasuki suatu desa yang sangat bakhil.
Musa tidak mengetahui mengapa mereka berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan
bermalam di sana. Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan kepada
penduduk desa itu, tetapi penduduk itu tidak mau memberi dan tidak mau menjamu mereka.

Kemudian datanglah waktu sore. Kedua orang itu ingin beristirahat di sebelah dinding yang
hampir roboh. Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba itu berusaha membangun dinding yang
nyaris roboh itu. Bahkan ia menghabiskan waktu malam untuk memperbaiki dinding itu dan
membangunnya seperti baru. Musa sangat heran melihat tindakan gurunya. Bagi Musa, desa
yang bakhil itu seharusnya tidak layak untuk mendapatkan pekerjaan yang gratis ini.

Musa berkata: "Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan tembok
itu."

Mendengar perkataan Musa itu, hamba Allah SWT itu berkata kepadanya: "Ini adalah batas
perpisahan antara dirimu dan diriku."

Hamba Allah SWT itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang seharusnya tidak
dilontarkan dan ia mengingatkannya bahwa pertanyaan yang ketiga adalah akhir dari pertemuan.

Kemudian hamba Allah SWT itu menceritakan kepada Musa dan membongkar kesamaran dan
kebingungan yang dihadapi Musa. Setiap tindakan hamba yang saleh itu—yang membuat Musa
bingung—bukanlah hasil dari rekayasanya atau dari inisiatifnya sendiri, ia hanya sekadar
menjadi jembatan yang digerakkan oleh kehendak Yang Maha Tingi di mana kehendak yang
tinggi ini menyiratkan suatu hikmah yang tersembunyi.

Tindakan-tindakan yang secara lahiriah tampak keras namun pada hakikatnya justru
menyembunyikan rahmat dan kasih sayang. Demikianlah bahwa aspek lahiriah bertentangan
dengan aspek batiniah. Hal inilah yang tidak diketahui oleh Musa. Meskipun Musa memiliki

22
ilmu yang sangat luas tetapi ilmunya tidak sebanding dengan hamba ini. Ilmu Musa laksana
setetes air dibandingkan dengan ilmu hamba itu, sedangkan hamba Allah SWT itu hanya
memperoleh ilmu dari Allah SWT sedikit, sebesar air yang terdapat pada paruh burung yang
mengambil dari lautan. Allah SWT berfirman:

"Maka berjalanlah heduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir
melobanginya. Musa berkata: 'Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya hamu
menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang
besar.'

Dia (Khidir) berkata: 'Bukankah aku telah berkata: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan
sabar bersama dengan aku.' Musa berkata: 'Janganlah kamu menghukum aku karena
kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.'
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka
Khidir membunuhnya.

Musa berkata: 'Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu, bukan karena dia membunuh
orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.' Khidir berkata:
'Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar
bersamaku?'

Musa berkata: 'Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah
engkau memperbolehkan aku menyertairnu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur
kepadaku.' Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu
negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau
menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang
hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: 'Jikalau kamu mau, niscaya
kamu mengambil upah untuk itu.'

Khidir berkata: 'Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan
kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun
bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan
merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap
bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami
khawatir bahwa dia ahan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan
kami menghendaki supaya Tuhan mereha mengganti bagi mereka dengan anak yang lebih baik
kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari hasih sayangnya (kepada ibu dan bapaknya).
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta
benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya seseorang yang saleh, maka Tuhanmu
menghendaki supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya
itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakuhannya itu menurut kemauanku
sendvri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar
terhadapnya.'" (QS. al-Kahfi: 71-82)

Hamba saleh itu menyingkapkan dua hal pada Musa: ia memberitahunya bahwa ilmunya, yakni
ilmu Musa sangat terbatas, kemudian ia memberitahunya bahwa banyak dari musibah yang
terjadi di bumi justru di balik itu terdapat rahmat yang besar.

Pemilik perahu itu akan menganggap bahwa usaha melobangi perahu mereka merupakan suatu
bencana bagi mereka tetapi sebenarnya di balik itu terdapat kenikmatan, yaitu kenikmatan yang
tidak dapat diketahui kecuali setelah terjadinya peperangan di mana raja akan memerintahkan
untuk merampas perahu-perahu yang ada. Lalu raja itu akan membiarkan perahu-perahu yang
rusak. Dengan demikian, sumber rezeki keluarga-keluarga mereka akan tetap terjaga dan mereka
tidak akan mati kelaparan.

Demikian juga orang tua anak kecil yang terbunuh itu akan menganggap bahwa terbunuhnya
anak kecil itu sebagai musibah, namun kematiannya justru membawa rahmat yang besar bagi
mereka karena Allah SWT akan memberi mereka—sebagai ganti darinya—anak yang baik yang
dapat menjaga mereka dan melindungi mereka pada saat mereka menginjak masa tua dan mereka
tidak akan menampakkan kelaliman dan kekufuran seperti anak yang terbunuh. Demikianlah
bahwa nikmat terkadang membawa sesuatu bencana dan sebaliknya, suatu bencana terkadang
membawa nikmat. Banyak hal yang lahirnya baik temyata justru di balik itu terdapat keburukan.

23
Mula-mula Nabi Allah SWT Musa menentang dan mempersoalkan tindakan hamba Allah SWT
tersebut, kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba Allah SWT itu menyingkapkan kepadanya
maksud dari tindakannya dan rahmat Allah SWT yang besar yang tersembunyi dari peristiwa-
peristiwa yang terjadi.

Selanjutnya, Musa kembali menemui pembatunya dan menemaninya untuk kembali ke Bani
Israil. Sekarang, Musa mendapatkan keyakinan yang luar biasa. Musa telah belajar dari mereka
dua hal: yaitu ia tidak merasa bangga dengan ilmunya dalam syariat karena di sana terdapat ilmu
hakikat, dan ia tidak mempersoalkan musibah-musibah yang dialami oleh manusia karena di
balik itu terdapat rahmat Allah SWT yang tersembunyi yang berupa kelembutan-Nya dan kasih
sayang-Nya.

Itulah pelajaran yang diperoleh Nabi Musa as dari hamba ini. Nabi Musa mengetahui bahwa ia
berhadapan dengan lautan ilmu yang baru di mana ia bukanlah lautan syariat yang diminum oleh
para nabi. Kita berhadapan dengan lautan hakikat, di hadapan ilmu takdir yang tertinggi; ilmu
yang tidak dapat kita jangkau dengan akal kita sebagai manusia biasa atau dapat kita cerna
dengan logika biasa. Ini bukanlah ilmu eksperimental yang kita ketahui atau yang biasa terjadi di
atas bumi, dan ia pun bukan ilmu para nabi yang Allah SWT wahyukan kepada mereka.

Kita sekarang sedang membahas ilmu yang baru. Lalu siapakah pemilik ilmu ini? Apakah ia
seorang wali atau seorang nabi? Mayoritas kaum sufi berpendapat bahwa hamba Allah SWT ini
dari wali-wali Allah SWT. Allah SWT telah memberinya sebagian ilmu laduni kepadanya tanpa
sebab-sebab tertentu. Sebagian ulama berpendapat bahwa hamba saleh ini adalah seorang nabi.
Untuk mendukung pernyataannya ulama-ulama tersebut menyampaikan beberapa argumentasi
melalui ayat Al-Qur'an yang menunjukkan kenabiannya.

Pertama, firman-Nya:

"Lalu mereka bertemu dengan searang hamba di antara hamba-ham-ba Kami, yang telah Kami
berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari
sisi Kami."

Kedua, perkataan Musa kepadanya:

"Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku
ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?' Dia menjawab:
'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu
dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu
?' Musa berkata: 'lnsya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orangyang sabar, dan aku
tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata: 'Jika kamu mengikutiku,
maka janganlah kamu rmnanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu,'" (QS. al-Kahfi: 66-70)

Seandainya ia seorang wali dan bukan seorang nabi maka Musa tidak akan berdiaog atau
berbicara dengannya dengan cara yang demikian dan ia tidak akan menjawab kepada Musa
dengan jawaban yang demikian. Bila ia bukan seorang nabi maka berarti ia tidak maksum
sehingga Musa tidak harus memperoleh ilmu dari seseorang wali yang tidak maksum.

Ketiga, Khidir menunjukkan keberaniannya untuk membunuh anak kecil itu melalui wahyu dari
Allah SWT dan perintah dari-Nya. Ini adalah dalil tersendiri yang menunjukkan kenabiannya
dan bukti kuat yang menunjukkan kemaksumannya. Sebab, seorang wali tidak boleh membunuh
jiwa yang tidak berdosa dengan hanya berdasarkan kepada keyakinannya dan hatinya. Boleh jadi
apa yang terlintas dalam hatinya tidak selalu maksum karena terkadang ia membuat kesalahan.
Jadi, keberanian Khidir untuk membunuh anak kacil itu sebagai bukti kenabiannya.

Keempat, perkataan Khidir kepada Musa:

"Sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku
sendiri. " (QS. al-Kahfi: 82)

Yakni, apa yang aku lakukan bukan dari doronganku sendiri namun ia merupakan perintah dari
Allah SWT dan wahyu dari-Nya. Demikianlah pendapat para ulama dan para ahli zuhud. Para

24
ulama berpendapat bahwa Khidir adalah seorang Nabi sedangkan para ahli zuhud dan para tokoh
sufi berpendapat bahwa Khidir adalah seorang wali dari wali-wali Allah SWT.

Salah satu pernyataan Kliidir yang sering dikemukakan oleh tokoh sufi adalah perkataan Wahab
bin Munabeh,

Khidir berkata: "Wahai Musa, manusia akan disiksa di dunia sesuai dengan kadar kecintaan
mereka atau kecenderungan mereka terhadapnya (dunia)."

Sedangkan Bisyir bin Harits al-Hafi berkata: "Musa berkata kepada Khidir: "Berilah aku
nasihat." Khidir menjawab: "Mudah-mudahan Allah SWT memudahkan kamu untuk taat
kepada-Nya." Para ulama dan para ahli zuhud berselisih pendapat tentang Khidir dan setiap
mereka mengklaim kebenaran pendapatnya. Perbedaan pendapat ini berujung pangkal kepada
anggapan para ulama bahwa mereka adalah sebagai pewaris para nabi, sedangkan kaum sufi
menganggap diri mereka sebagai ahli hakikat yang mana salah satu tokoh terkemuka dari ahli
hakikat itu adalah Khidir. Kami sendiri cenderung untuk menganggap Khidir sebagai seorang
nabi karena beliau menerima ilmu laduni. Yang jelas, kita tidak mendapati nas yang jelas dalam
konteks Al-Qur'an yang menunjukkan kenabiannya dan kita juga tidak menemukan nas yang
gamblang yang dapat kita jadikan sandaran untuk menganggapnya sebagai seorang wali yang
diberi oleh Allah SWT sebagian ilmu laduni.

Barangkali kesamaran seputar pribadi yang mulia ini memang disengaja agar orang yang
mengikuti kisah tersebut mendapatkan tujuan utama dari inti cerita. Hendaklah kita berada di
batas yang benar dan tidak terlalu jauh mempersoalkan kenabiannya atau kewaliannya. Yang
jelas, ketika kami memasukkannya dalam jajaran para nabi karena ia adalah seorang guru dari
Musa dan seorang ustadz baginya untuk beberapa waktu.♦

BENARKAH NABI MUSA BERLISAN CADEL?

Oleh: Ustadz Zulfi Akmal, Lc. MA.

Salah satu kisah Nabi Musa yang banyak beredar dari mulut ke mulut adalah: Nabi Musa itu
seorang yang cadel, ucapan kata-katanya tidak jelas.

Itu makanya Nabi Musa berdo’a kepada Allah, yang ungkapan beliau itu dinukilkan Allah dalam
surat Thaha ayat 25-28:

“Ya Tuhanku, lapangkan lah untukku dadaku, mudahkan untukku urusanku, dan lepaskan lah
ikatan dari lidahku, hingga ia paham perkataanku”

Nabi Musa juga memohon kepada Allah supaya saudaranya Harun dijadikan pembantu beliau,
karena lidahnya lebih fasih bicara dari pada lidah beliau:

“Dan saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya dari padaku. Maka utuslah dia bersamaku untuk
membenarkan perkataanku….(Al Qashash: 34)

Fir’aun sendiri juga mengejek ucapan Nabi Musa tidak jelas:

“Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini (Musa) yang hampir tidak dapat menjelaskan
perkataannya” (Az Zukhruf: 52)

25
Keadaan Nabi Musa seperti itu disebabkan oleh karena di waktu kecilnya beliau pernah diuji
oleh Fir’aun antara memilih roti atau bara api yang menyala. Sebab sebelumnya Nabi Musa kecil
menarik jenggot Fir’aun sampai ia murka. Dia curiga itulah bayi yang nanti bila sudah dewasa
akan menghancurkan kekuasaannya.

Atas saran istri Fir’aun, Nabi Musa kecil diuji dengan roti dan bara api. Bila ia memilih roti
berarti ia bayi yang cerdas, yang akan menghancurkan kerajaannya, tapi bila ia memilih bara api
berarti ia seorang bayi biasa yang tidak mengerti apa-apa.

Atas izin Allah, Nabi Musa kecil justru memilih bara api dan memakannya hingga lidahnya
melepuh terbakar, yang mengakibatkan ia tidak bisa bicara dengan jelas sampai dewasa.

Waktu belajar “Milal wan Nihal” bersama almarhum Prof. DR. Muhammad Sayyid Ahmad
Musayyar di kuliah dulu, dan diulang kembali oleh Prof. DR. Jamal Abdul Hamid Abdul
Wahhawab An Najjar dalam pelajaran “Dakhil fit Tafsir” saya mendapatkan keterangan yang
lain dari pada cerita dari mulut ke mulut yang biasa kita dengar.

Intinya, bila diamati secara dalam terdapat hal yang janggal pada kisah ini. Di antaranya:

1. Setiap Nabi yang diutus Allah merupakan orang paling sempurna di antara umatnya, jauh dari
cacat yang akan mendatangkan ejekan dan peremehan dari umat yang ia dakwahi. Oleh karena
itu, Allah pasti menjaga beliau dari segala hal yang akan membuatnya cacat berkekurangan. Lagi
pula lidah adalah modal utama bagi seorang da’i dalam dakwahnya.

2. Dari kisah itu ada hal yang janggal, tidak bisa diterima akal sehat.

Mana mungkin Nabi Musa bisa memakan bara api yang menyala. Tentu saja ia akan kepanasan
dan tangannya akan terbakar lebih dahulu sebelum bara itu sampai ke lidahnya.

Untuk memahami hal yang sebenarnya, para kritikus sejarah menjelaskan bahwa Nabi Musa
diejek Fir’aun bicara tidak jelas karena bahasa beliau sudah tercampur dengan bahasa asing.

Kita ketahui bahwa dari kecil sampai pada usia beliau meninggalkan negeri Mesir menuju tanah
Madyan, beliau bicara dengan dua bahasa; Ibrani (bahasa bangsa Yahudi) bahasa ibunya dan
bahasa Qibti (bahasa asli bangsa Mesir).

Beliau bicara dengan Fir’aun dengan menggunakan bahasa Qibti ini.

Ketika beliau tinggal bertahun-tahun di negeri Madyan, kedua bahasa itu beliau tinggalkan sama
sekali. Beliau bicara dengan bahasa bangsa Madyan, yaitu bahasa Arab.

Karena sudah sepuluh tahun menurut sebagian ahli sejarah, dan 18 tahun menurut sebagian lagi
beliau tidak bicara dengan bahasa ibunya sama sekali, otomatis secara manusiawi bahasa aslinya
akan tercampur dengan bahasa Arab yang beliau gunakan.

Akibatnya di saat beliau kembali ke Mesir sebagian kalimat-kalimat yang digunakan Nabi Musa
di Madyan tercampur baur dengan bahasa Qibti dan Ibrani yang sudah lama ia tinggalkan.

Itulah yang menjadi kendala Nabi Musa yang ia mohonkan kepada Allah supaya dihilangkan.

Kondisi Nabi Musa ini amat bisa dirasakan oleh orang yang sudah lama tinggal di negeri orang
lain, termasuk saya sendiri.

Di Mesir sehari-hari saya masih menggunakan bahasa Indonesia, bahkan sekali-sekali bahasa
Minang. Tapi karena pengaruh lingkungan, banyak bahasa setempat yang sudah sangat familier
dengan lidah, yang biasa digunakan tanpa sengaja. Apalagi Nabi Musa yang tidak menggunakan
sama sekali bahasa aslinya selama bertahun-tahun, karena tidak ada satu orang pun orang
kampungnya di sana.

26
Setiap pulang ke tanah air, selalu kendala yang dirasakan Nabi Musa ini saya rasakan. Tanpa
sengaja, lidah akan mengungkapkan bahasa sehari-hari yang biasa dipakai ketika di Mesir.
Seperti: “ma’alaisy, masyi, eedah, bukrah, syuwayya bas, istanna, aiwa, ‘alattul, embareh, ba’da
keda, nazil ‘alagam, ta’al, ba’dain, mafisy, kuwais, mafisy hagah, bikam, dll.

Kadang-kadang lawan bicara, bahkan orang tua dan saudara-saudara saya sering heran dengan
apa yang saya ungkapkan. “Bicara bahasa kita saja”, kata mereka mengingatkan saya.

Dalam ceramah di mesjid pun kadang-kadang kata-kata itu meluncur tanpa sengaja. Hal itu
membuat saya betul-betul harus ekstra hati-hati berbicara agar tidak muncul kosa kata aneh.

Melihat kenyataan ini, apa yang disampaikan DR. Musayyar sangat bisa dipahami. Nabi Musa
bukanlah orang yang cadel, apalagi cacat seperti yang diyakini selama ini. Ejekan Fir’aun pun
kepada beliau hanya di awal-awal dakwahnya, ketika beliau baru kembali ke tanah Mesir.
Setelah lama pulang ke Mesir kendala yang dihadapi Nabi Musa pun hilang. Ketika lidah beliau
sudah terbiasa kembali dengan bahasa Ibrani dan bahasa Qibti.

Wallahu a’la wa a’lam.

Sumber: fimadani.com

Sumber : https://www.rumahzakat.org/benarkah-nabi-musa-berlisan-cadel/

27
Nabi Musa,
Keberanian Melawan Firaun dan
Kesabaran Menghadapi Bani Israel

Al-Quran merupakan kitab suci yang mengandung banyak kisah dan sejarah. Para ulama
menyebutkan hampir sepertiga kandungan al-Quran berisi tentang sejarah umat terdahulu.
Bahkan dalam beberapa surat ayat yang bentuknya cerita lebih dominan dibandingkan dengan
lainnya. sebut saja misalnya Surat Yusuf yang seluruhnya memuat kisah Nabi Yusuf secara utuh.
Demikian juga Surat al-Qashas, Hud, Thaha dan lain-lain.

Menariknya, dari seluruh kisah tersebut, perjalanan Nabi Musa dengan Bani Israil menjadi kisah
yang mendominasi isi Al-Quran. Tidak hanya dalam satu surat, kisah beliau disebutkan berulang
kali dan bertebaran di beberapa surat lainnya. Terhitung hampir dua puluh lima surat dalam Al-
Quran, Allah menyebutkan tentang beliau. Bahkan nama Musa sendiri menjadi nama yang paling
banyak disebutkan dalam Al-Quran.

Dr. Utsman al-Khamis, dalam kitabnya, “Fabi Hudaahum Iqtadih”

menyebutkan bahwa Nama Musa disebutkan 136 kali dalam al-Quran. Jumlah ini jauh lebih
banyak daripada nama Nabi Isa yang disebut dua puluh lima kali dan Nabi Nuh sebanyak 43
kali. Sedangkan Nabi Muhammad sendiri hanya disebut empat kali saja. Lalu apa rahasia dibalik
ini semua? Mengapa kisah Nabi Musa lebih banyak disebutkan daripada rasul-rasul yang lain?

Tentu ada harapan khusus yang hendak Allah Ta’ala sampaikan kepada umat ini lewat kisah
Nabi Musa ‘ailaihissalam saat memimpin Bani Israil melawan Fir’aun. Sebagaimana diketahui,
Fir’aun adalah seorang raja yang paling kejam pada zamannya. Sementara Bani Israil sendiri
adalah kaum yang terkenal dengan sifatnya yang ngeyel dan keras kepala. Jadi, posisi Nabi Musa
benar-benar teruji dari segala sisi.

Dalam kitab Majmu’ Fatawa, 9/12, Ibnu Taimiyah menyebutkan,

“Kisah Musa bersama Fir’aun disebutkan berulang kali dalam al-Quran karena keduanya simbol
dari kebenaran dan kebatilan. Fir’aun berdiri di atas puncak kekufuran dan kebatilan karena
mengingkari Allah dan rasul-Nya. Sedangkan Nabi Musa menjadi sosok yang berada di atas
puncak keimanan dan kebenaran. Di mana beliau adalah rasul yang menerima risalah secara
sempurna serta berbicara langsung dengan Allah tanpa pembatas. Sehingga kisah ini menjadi
pelajaran terbesar bagi ahlu iman dan ahlu kufur,”

Dalam kitab Fabi Hudahum IQtadih,

Dr. Utsman al-Khamis berkata, “Nama beliau disebut berulang-ulang dalam Alquran
menunjukkan bahwa Allah menginginkan agar kita selalu merenungkan kisah beliau, kesulitan
yang beliau jumpai, kepayahan, gangguan dan ujian yang datang bertubi-tubi.” (Fabi Hudahum
IQtadih, hlm. 327)

Ibrah :

1. Nama Musa menjadi nama yang paling banyak disebutkan dalam Al-Quran.136 kali
dalam al-Quran. Dr. Utsman al-Khamis, dalam kitabnya, “Fabi Hudaahum Iqtadih”
menyebutkan bahwa Nama Musa disebutkan 136 kali dalam al-Quran.

Artinya : ada hal yang seharusnya membuat kita ingin tahu atau kepo,
a. pasti ada keistimewaannya,
b. pasti ia adalah nabi yang dicintai Allah,
c. apa yang bisa kita teladani

2. “Kisah Musa bersama Fir’aun disebutkan berulang kali dalam al-Quran karena keduanya
simbol dari kebenaran dan kebatilan.
a. Fir’aun berdiri di atas puncak kekufuran dan kebatilan karena mengingkari Allah dan
rasul-Nya.

28
b. Sedangkan Nabi Musa menjadi sosok yang berada di atas puncak keimanan dan
kebenaran. Di mana beliau adalah rasul yang menerima risalah secara sempurna serta
berbicara langsung dengan Allah tanpa pembatas. Sehingga kisah ini menjadi
pelajaran terbesar bagi ahlu iman dan ahlu kufur,”

Diantara keistimewaan Nabi Musa ‘ailaihissalam :

1. Musa diutus kepada Fir’aun, seorang raja yang paling kejam pada zamannya.
2. Bani Israil sendiri adalah kaum yang terkenal dengan sifatnya yang ngeyel dan keras
kepala.
3. Dr. Utsman al-Khamis berkata,

“Nama beliau disebut berulang-ulang dalam Alquran menunjukkan bahwa Allah


menginginkan agar kita selalu merenungkan kisah beliau, kesulitan yang beliau jumpai,
kepayahan, gangguan dan ujian yang datang bertubi-tubi.”

(Fabi Hudahum IQtadih, hlm. 327)

Kisah yang mirip pada zaman Rasulullah : diantaranya adalah pembunuhan terhadap anak
perempuan,

29
Meneladani Sifat Nabi Musa ‘Alaihissalam

Suatu ketika Rasulullah Saw melakukan pembagian (harta ganimah), tiba-tiba ada seseorang
berkata, “Sesungguhnya Muhammad tidak menghendaki ridha Allah dengan pembagian ini.”

Mendengar selentingan tersebut, Abdullah Ibnu Mas’ud langsung berkata, “Hai musuh Allah,
camkanlah, sesungguhnya aku benar-benar akan menceritakan apa yang kamu katakan itu
kepada Rasulullah.”

Lalu Ibnu Mas’ud menceritakan hal itu kepada Nabi Saw, tetiba saja wajah beliau berubah
menjadi merah kemudian bersabda:

‫صبَ َر‬ َ ‫ فَقَدْ أُوذ‬،‫سى‬


َ َ‫ِي بِأ َ ْكث َ ِر ِم ْن َهذَا ف‬ ‫َرحْ َمةُ ه‬
َ ‫َّللاِ َعلَى ُمو‬

“Semoga rahmat Allah terlimpahkan kepada Musa, sungguh dia pernah disakiti lebih dari ini,
tetapi ia bersabar,” (HR. Bukhari-Muslim)

Riwayat di atas menunukkan bahwa ketika disakiti oleh kaumnya, Rasulullah SAW langsung
mengingatkan kesabaran Nabi Musa ketika menghadapi Bani Israil yang terkenal dengan
sifatnya yang ngeyel. Selain terkenal dengan badannya yang kuat, Nabi Musa juga disebutkan
oleh Allah sebagai pribadi yang pemalu dan banyak bersabar dengan cobaan. Allah ta’ala
sebutkan dalam firman-Nya:

‫َوفَتَنهاكَ فُتُونًا‬

“Aku akan mengujimu dengan berbagai macam ujian.” (QS. Thaha: 40)

Ujian yang dialami Musa memang cukup berat. Mulai dari beliau dilahirkan hingga berhasil
meruntuhkan kekuasaan Fir’aun. Lalu dilanjut lagi dengan ujian dari umatnya yang keras kepala.

Suatu ketika Said bin Jubair pernah bertanya kepada Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma perihal
ayat yang disebutkan di atas. Karena banyaknya bentuk ujian yang harus disebutkan, Ibnu Abbas
berkata, “Hai Ibnu Jubair, ajukanlah pertanyaanmu itu besok pagi, karena sesungguhnya
jawabannya mengandung kisah yang panjang.”

Esoknya, Ibnu Abbas membaca ayat-ayat yang menceritakan Musa dari awal. Mulai dari kisah
Firaun melakukan pembantaian terhadap bayi lelaki, kemudian Musa dilempar ke sungai dan
diselamatkan oleh keluarga Firaun. Kemudian kisah Musa menarik jenggotnya firaun, hingga
Musa diberi pilihan antara kurma dan bara. Termasuk kisah dia membunuh orang mesir, lalu dia
lari ke Madyan dan menikah dengan salah satu putri orang tua di Madyan. Kemudian Musa
kembali ke Mesir, dan beliau salah jalan di kegelapan malam, hingga beliau melihat api dan
mendapat wahyu dari Allah.

Setelah Ibnu Abbas menyebutkan semuanya, dia mengatakan, “Hai Ibnu Jubair, peristiwa itu
merupakan sebagian dari fitnah (cobaan) sesudah semua cobaan yang ditimpakan kepada
Musa’,” (Tafsir Ibn Katsir, 5/285).

Ibrah : begitu banyak ujian nabi musa :

1. Penderitaan sejak lahir, bayi, dibesarkan di istana seorang raja yang kejam.
2. Diberi bara api
3. Terpisah dari keluarga
4. Harus tetap menjaga keimanan ditengah kekafiran

Dan Allah ingin menyampaikan pesan, jika Musa bisa bersabar melalui berbagai ujian
harusnya kita juga bisa karena salah satu nabi dan rasul yang diutus dan wajib kita imani
adalah nabi Musa as.

30
31

Anda mungkin juga menyukai