Anda di halaman 1dari 19

TREND DAN ISU HIV/AIDS DAN FAMILY CENTERED PADA

ODHA DAN PENYALAHGUNAAN NAPZA

OLEH
Sirajul Kardi (918312906105.013)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “trend dan isu HIV/AIDS dan family
centered pada ODHA dan penyalahgunaan napza ” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas kuliah pada semester enam
Program Studi Ilmu Keperawatan.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan tugas yang serupa di masa yang akan datang.
Semoga segala yang tertulis di dalam tugas ini bermanfaat bagi pembaca, dunia
pendidikan, khususnya dalam lingkup Universitas Jember.

kendari, 27 Juni 2019


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ...i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ....ii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... ...4
A. Latar Belakang ......................................................................................... 4
B. Tujuan ...................................................................................................... 5
C. rumusan masalah...................................................................................... 5

BAB 2. PEMBAHASA .............................................................................................. 6

Materi 1:trend dan isu keperawatan HIV/AIDS ........................................... 6

A. trend dan isu keperawatan HIV/AIDS ..................................................... 6

Materi 2: family centered pada odha dan penyalahgunaan narkoba ........... 10

A. Pengertian ODHA .................................................................................... 10


B. family centered pada odha ....................................................................... 10
C. penyalahgunaan narkoba.......................................................................... 16

BAB 3. PENUTUP .................................................................................................... 17

A. Kesimpulan ............................................................................................... 17
B. Saran ......................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 18


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Latar belakang materi 1: trend dan isu HIV/AIDS
Berdasarkan data Dirjen PP & PL Kemenkes RI tahun 2016, masalah HIVAIDS
Triwulan IV (Oktober sampai Desember) jumlah penderita HIV sebanyak 13.287 orang.
Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus HIV tahun 2016 didapatkan tertinggi pada
usia 25 – 49tahun (68%), diikuti kelompok umur 20–24tahun (18,1%), dan kelompok
umur50 tahun (6,6%). Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks
berisiko pada heteroseksual (53%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (35%), lain-lain (11%) dan
penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (1%).Sedangkan jumlah penderita
AIDS sebanyak 3.812 orang. Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus AIDS tahun
2016 didapatkan tertinggi pada usia 30-39 tahun (35,3%), diikuti kelompok umur 20-29
tahun (32,3%) dan kelompok umur 40-49 tahun (16,2%). Persentase faktor risiko AIDS
tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual (71,9%), homoseksual (Lelaki
Saks Lelaki) (21,3%), perinatal (3,6%), dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada
penasun (2,5%). Rasio HIV dan AIDS antara laki laki dan perempuan adalah 2:1
(Kemenkes, 2016).
Berdasarkan masalah yang muncul di atas maka kelompok sepakat untuk
mendiskusikan Trend dan Issue HIV AIDS dengan judul resiko tinggi terjadinya infeksi
HIV/ AIDS pada homoseksual.

Latar belakang materi2: family centered pada ODHA dan


penyalahgunaan napza
Family centered care didefinisikan oleh Association for the care of children`s Health
(ACCH) sebagai filosofi dimana pemberi perawatan mementingkan dan melibatkan peran
penting dari keluarga,dukungan keluarga akan membangun kekuatan ,membantu untuk
membuat suatu pilihan yang terbaik.Odha sangat memerlukaan dukungan keluarga.
Odha menjadi bagian penting dalam upaya Penanggulangan HIV/AIDS karena
mereka adalah orang-orang yang hidupnya tersentuh dan terpengaruh secara langsung oleh
virus ini. Mereka adalah sumber pengertian yang paling tepat dan paling dalam mengenai
HIV/AIDS. Pengertian ini penting dimiliki oleh setiap orang, terutama oleh mereka yang
pekerjaannya berhubungan dengan HIV/AIDS. Banyak yang tidak tepat dalam cara orang
melihat peranan Odha. Odha diajak berpartisipasi, tetapi tetap bukan sebagai bagian
masyarakat. Odha cenderung dijadikan obyek untuk memuaskan rasa ingin tahu. Odha
dijadikan contoh-dalam konotasi negatif.
Sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)
masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila digunakan tidak menurut indikasi medis
atau standar pengobatan akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun
masyarakat luas khususnya generasi muda.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah HIV/AIDS
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Trend Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia
2. Untuk mengetahui Isu Etik Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia
3. Untuk mengetahui Komunitas HIV/AIDS Di Indonesia
4. Untuk mengetahui Pengertian ODHA
5. Untuk mengetahui Family Centered pada ODHA
6. Untuk mengetahui penyalahgunaan napza

C. Rumusan Masalah
1. Apa itu Trend Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia.?
2. Apa saja Isu Etik Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia.?
3. Bgaimana Komunitas HIV/AIDS Di Indonesia.?
4. Apa Pengertian ODHA.?
5. Bagaimana Family Centered pada ODHA.?
6. Bagaimana penyalahgunaan napza.?
BAB II
PEMBAHASAN
Materi 1: Trend Dan Isu Keperawatan HIV/AIDS

A. Trend dan Isu Keperawatan HIV/AIDS


1. Trend Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia
Trend Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
Perkembangan trend keperawatan medikal bedah di Indonesia terjadi dalam berbagai
bidang yang meliputi.
1) Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja dengan Peer Group
Remaja merupakan masa dimana fungsi reproduksinya mulai berkembang, hal ini
akan berdampak pada perilaku seksualnya. Salah satu perilaku seksual yang rentan
akan memberikan dampak terjadinya HIV/AIDS yaitu seks bebas. Saat ini sedang
dikembangkan model ”peer group” sebagai salah satu cara dalam meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan remaja akan kesehatan reproduksinya dengan harapan
suatu kelompok remaja akan dapat mempengaruhi kelompok remaja yang lain.
Metode ini telah diterapkan pada lembaga pendidikan, baik oleh Depkes maupun
lembaga swadaya masyarakat. Adapun angka kejadian AIDS pada kelompok remaja
hingga Juni 2008 adalah sebesar 429 orang dan 128 orang remaja mengidap
AIDS/IDU. Hal ini akan sangat mengancam masa depan bangsa dan negara ini.
Diharapkan dengan metode Peer Group dapat menurunkan angka kejadian, karena
diyakini bahwa kelompok remaja ini lebih mudah saling mempengaruhi.
2) One Day Care
Merupakan sistem pelayanan kesehatan dimana pasien tidak memerlukan perawatan
lebih dari satu hari. Setelah menjalani operasi pembedahan dan perawatan, pasien
boleh pulang. Biasanya dilakukan pada kasus minimal. Berdasarkan hasil analisis
beberapa rumah sakit, di Indonesia didapatkan bahwa metode one day care ini dapat
mengurangi lama hari perawatan sehingga tidak menimbulkan penumpukkan pasien
pada rumah sakit tersebut dan dapat mengurangi beban kerja perawat. Hal ini juga
dapat berdampak pada pasien dimana biaya perawatan dapat ditekan seminimal
mungkin.
2. Isu Etik Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia
1) Telenursing diartikan sebagai pemakaian telekomunikasi untuk memberikan
informasi dan pelayanan keperawatan jarak-jauh. Aplikasinya saat ini,
menggunakan teknologi satelit untuk menyiarkan konsultasi antara fasilitas-fasilitas
kesehatan di dua negara dan memakai peralatan video conference (bagian integral
dari telemedicine atau telehealth).
Telenursing membantu pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi aktif
dalam perawatan, terutama sekali untuk self management pada penyakit kronis. Hal
itu memungkinkan perawat untuk menyediakan informasi secara akurat dan tepat
waktu dan memberikan dukungan secara langsung (online). Kesinambungan
pelayanan ditingkatkan dengan memberi kesempatan kontak yang sering antara
penyedia pelayanan kesehatan dan pasien dan keluarga-keluarga merek.
Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di banyak negara, terkait
dengan beberapa faktor seperti mahalnya biaya pelayanan kesehatan, banyak kasus
penyakit kronik dan lansia, sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan di daerah
terpencil, rural, dan daerah yang penyebaran pelayanan kesehatan belum merata.
Dan keuntungannya, telenursing dapat menjadi jalan keluar kurangnya jumlah
perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak tempuh, menghemat waktu
tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi jumlah hari rawat dan jumlah
pasien di RS, serta menghambat infeksi nosokomial.
2) Pemakaian tap water (air keran) dan betadine yang diencerkan pada luka.
Beberapa klinisi menganjurkan pemakaian tap water untuk mencuci awal tepi luka
sebelum diberikan NaCl 0,9 %. Hal ini dilakukan agar kotoran-kotoran yang
menempel pada luka dapat terbawa oleh aliran air. Kemudian dibilas dengan larutan
povidoneiodine yang telah diencerkan dan dilanjutkan irigasi dengan NaCl 0,9%.
Akan tetapi pemakaian prosedur ini masih menimbulkan beberapa kontroversi
karena kualitas tap water yang berbeda di beberapa tempat dan keefektifan dalam
pengenceran betadine.
3) Prosedur rawat luka adalah kewenangan dokter. Ada beberapa pendapat bahwa
perawatan luka adalah kewenangan medis, akan tetapi dalam kenyataannya yang
melakukan adalah perawat sehingga dianggap sebagai area abu-abu. Apabila
ditinjau dari bebarapa literatur, perawat mempunyai kewenangan mandiri sesuai
dengan seni dan keilmuannya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan kerusakan integritas kulit.
3. Komunitas HIV/AIDS Di Indonesia
KOMUNITAS BERBAGI HIDUP (KBH) adalah komunitas yang terdiri atas
orang dewasa dengan status ODHA dan anak-anak yang terpapar HIV serta orang-orang
yang peduli terhadap HIV-AIDS. Upaya keseharian yang dilakukan adalah
mempersiapkan mental para ODHA dan anak-anak yang terpapar HIV untuk
menyongsong hari depan mereka..
Pada awal nya organisasi ini didirikan oleh para pemuda gereja yang aktif dalam
kegiatan di Komisi Pemuda PGI Wilayah DKI Jakarta. Di bawah payung Komisi
Pemuda PGI Wilayah DKI Jakarta, KBH mampu merangkul kaum muda gereja untuk
peduli terhadap kesulitan hidup yang dihadapi para ODHA. Alhasil, kepedulian tersebut
membawa dampak positif di mana para ODHA merasakan sentuhan kasih dari KBH
karena KBH menerima mereka dengan tidak memberi stigma dan tidak melakukan
diskriminasi. Para ODHA merasa dihargai keberadaannya sebagai manusia yang
memiliki dejarat yang sama di mata Tuhan. Syukur lah, hal itu tidak hanya dirasakan
oleh para ODHA yang beragama Kristen, tetapi juga mereka yang beragama lain. Di
situlah KBH menjadi organisasi yang bersifat lintas agama.
KBH tidak hanya melakukan kegiatan sosialiasi, penyampaian informasi, dan
edukasi tentang HIV/AIDS, tetapi juga telah menjangkau kegiatannya dengan
melakukan pendidikan dan pendampingan kepada anak-anak yang terpapar HIV dan
ODHA melalui kegiatan sekolah ceria. Melalui dukungan dan kerjasama dengan RPK
dan Lentera Anak Pelangi dari Unika Atmajaya, Sekolah Ceria dapat dijalankan satu
kali sebulandi gedung RPK lantai 3. Sekolah Ceria sudah berjalan 2 tahun lebih sejak
2009 hingga 2012, tetapi pada 2011 mengalami kevakuman selama 1 tahun karena ada
renovasi gedung RPK di lantai 3.
BANDA ACEH - Dalam sepuluh tahun terakhir sejak 2004 hingga Oktober 2014,
HIV/AIDS di Aceh mencapai 303 kasus. Dari jumlah tersebut, 94 penderitanya
meninggal dunia. Sedangkan kabupaten/kota tertinggi terjangkitnya virus itu adalah
Aceh Utara dengan 33 kasus, disusul Aceh Tamiang 32 kasus, Bireuen dan Banda Aceh
masing-masing 27 kasus, dan Lhokseumawe 23 kasus.
Sekretaris Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Aceh, dr Ormaia Nja’
Oemar MKes mengatakan, HIV/AIDS banyak terjadi akibat penyimpangan seksual
yang dilakukan lelaki saat bertugas di luar daerah dan kemudian ditularkan ke istrinya
melalui hubungan seksual. Sehingga, virus itu tidak hanya berdampak pada istri tapi
juga anak yang sedang dikandung atau disusui.
Materi 2: family centered pada ODHA dan penyalahgunaan napza

A. Pengertian ODHA
Dalam bahasa inggris orang yang terinfeksi HIV/AIDS itu disebut PLWHA (People
Live with HIV/AIDS), sedangkan di Indonesia kategori ini diberi nama ODHA (Orang
dengan HIV/AIDS) dan OHIDA (Orang yang hidup dengan HIV/AIDS) baik keluarga
serta lingkungannya. ODHA atau orang dengan HIV/AIDS merupakan orang yang
menderita HIV/AIDS yang secara fisik sama dengan kita yang tidak menderita HIV/AIDS.
Mereka pada umumnya memiliki ciri-ciri yang sama seperti orang yang sehat sehingga
tidak dapat diketahui apakah seseorang itu menderita HIV/AIDS atau tidak.

B. Family Centered pada ODHA


 Pengertian family centered
Family Centered Care merupakan suatu pendekatan yang holistic yaitu Pendekatan
Family Centered Care tidak hanya memfokuskan asuhan keperawatan kepada anak sebagai
klien atau individu dengan kebutuhan biologis, psikologi, social dan spiritual tetapi juga
melibatkan keluarga sebagai bagian yang konstan dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
anak.
Di Indonesia perkembangan kasus HIV/AIDS sangat pesat dan sudah menyebar ke
berbagai wilayah, dari kota sampai ke desa. Virus HIV bukan hanya menyerang kaum
homoseksual, pekerja seks, pengguna narkoba, tapi juga ibu-ibu rumah tangga maupun
anak-anak.Temuan penting dalam dunia kedokteran untuk menekan pengembangbiakan
virus HIV adalah obat Antiretroviral (ARV) yang harus dikonsumsi secara teratur. Perilaku
kepatuhan dalam berobatmerupakan salah satu cara untuk mempertahankan agar ODHA
(Orang Dengan HIV/AIDS) dapat hidup lebih lama. Kedisiplinan dalam mengkonsumsikan
obat ini dapat membantu mempertahankan konsistensi efektifitas ARV dalam tubuh
penderita sehingga resistensi tidak terjadi dan memperlambat berkembangnya virus dalam
tubuh. ARV memang tidak bisa mematikan virus HIV di dalam tubuh, tetapi dapat
menekan pengembangbiakan virus tersebut. Pada kondisi dimana ODHA seolah-olah
sehat, virus tersebut juga tak terdeteksi lagi (undetectable) oleh tes ELISA, yaitu alat yang
digunakan untuk mendeteksi jumlah virus dalam tubuh. Berdasarkan penelitian dari
berbagai rumah sakit di Jakarta ditemukan bahwa obat ARV hanya mampu meningkatkan
kualitas hidup ODHA sehingga terapi ARV tidak boleh dihentikan seumur hidupnya.
Namun demikian tidak sedikit ODHA yang berhenti mengkonsumsi ARV setelah tubuhnya
merasa lebih baik. Padahal bila ARV dihentikan, virus HIV di dalam tubuh bisa muncul
lagi. Penghentian pengobatan bahkan lebih berbahaya bagi ODHA, karena berisiko
membuat tubuh resisten terhadap obat tersebut.
Indikasi peningkatan ini dipicu oleh berbagai faktor, terutama kurangnya informasi
dan pengetahuan publik mengenai penyakit tersebut. Hal ini menyebabkan adanya
pemahaman yang salah dari masyarakat ataupun keluarga serta penderita ODHA sendiri
terhadap penyakit HIV/AIDS. Berbagai reaksi yang ditimbulkan di kalangan masyarakat
maupun keluarga karena ketidaktahuan tentang penyakit ini, antara lain, adalah marah,
panik, terguncang, perasaan takut yang berlebihan, pengingkaran, serta pengucilan
terhadap orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Perasaan serta sikap yang reaksional terhadap
penyakit HIV/AIDS menyebabkan banyak keluarga belum dan bahkan tidak siap
menerima anggotanya yang terinfeksi virus tersebut. Sikap represif keluarga maupun
masyarakat ini sangat mempengaruhi kehidupan bersosialisasi para ODHA dengan
lingkungan sosialnya. Permasalahan yang terkait dengan ODHA tidak sekedar masalah
kesehatan saja tetapi justru masalah sosial lainnya yang menyangkut aspek aspek lain,
yaitu bagaimana agar mereka hidup sehat setelah mengetahui dirinya terinfeksi virus HIV
yang mematikan, serta masalah psikologis yang terutama terjadi ketika hasil tes darah
ternyata positif mengidap HIV (kaget, sedih, dan stres). Masalah lain yang juga dialami
oleh mereka adalah penolakan diri terhadap kenyataan bahwa ia terinfeksi virus HIV,
sekalipun kelihatannya sehat. Kondisi kejiwaan inilah yang menyebabkan ODHA merasa
tidak berguna, mempunyai masa depan suram, tidak dapat melakukan apa-apa untuk
dirinya maupun keluarga dan tidak memiliki akses untuk memperoleh pekerjaan serta
memiliki keterbatasan dalam interaksi sosialnya. ODHA bukan hanya berurusan dengan
kondisi penyakit, tetapi kondisi penyakit yang disertai dengan stigma sosial yang
sangatdiskriminatif. Selain itu, disamping pelayanan medis yang masih sangatdibutuhkan
ODHA untuk mempertahankankesehatannya, mereka juga membutuhkanserangkaian
pelayanan lain seperti dukunganpsikososial dalam menghadapi situasi kehidupan yang
dijalaninya sehari-hari.
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat disini didefinisikan terdiri dari
ayah, ibu, anak, bibi, paman, keponakan, kakek, nenek bahkan anak angkat. Keluarga
merupakan lingkungan dimana seseorang mengalami proses sosialisasi dalam pertumbuhan
dan perkembangan pribadinya. Disinilah fungsi keluarga memegang kendali untuk seorang
anak dalam menunjukan eksistensi dan mengaktualisasikan dirinya dalam masyarakat.
”Keluarga inti merupakan pengelompokan manusia yang paling universal, terdapat
disegala tempat dalam segala zaman”, meskipun bentuknya mungkin sedikit berbeda-beda.
Tapi kita selalu melihat bahwa fungsi keluarga inti itu selalu sama, yakni hubungan seksual
yang mendapat pengesahan masyarakat, fungsi ekonomi, fungsi pengembangan
keturunan,dan fungsi pendidikan bagi anak-anak yang dilahirkan di dalam lingkungan
keluarga tersebut.
Fungsi maupun pola kekerabatan yang selalu terbentuk dalam relasi antar anggota
keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat bagi anggota-anggotanya, baik secara psikis
maupun fisik. Polarisasi kedekatan ini terwujud dalam segala aspek kehidupan individu
dalam keluarga, baik saat senang, cemas, sedih ataupun mengalami suatu peristiwa yang
dapat merenggut kehidupan pribadinya. Keluargalah yang selalu ada saat seseorang
membutuhkan dan memberikan perhatian serta dukungan secara material maupun non
material. Pola kekeluargaan manusia sebagian ditentukan oleh tugas khusus yang
dibebankan kepadanya: keluarga adalah satu-satunya lembaga sosial yang diberi tanggung
jawab untuk mengubah suatu organisme biologis menjadi manusia. Pada saat sebuah
lembaga mulai membentuk kepribadian seseorang dalam hal-hal penting, keluarganya
tentu berperan dalam persoalan perubahan itu, dengan mengajarkan kemampuan berbicara
dan menjalankan banyak fungsi social. (Rahakbauw, Nancy.2016)
Orang yang terdekat dengan penderita adalah keluarga. Peran keluarga sangat
dibutuhkan untuk memelihara kesehatan anggota keluarganya yang sakit. Dukungan
keluarga merupakan suatu bentuk hubungan interpersonal berupa sikap, tindakan dan
penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa diterima, dalam
hal ini keluarga yang menderita HIV/ AIDS. Keluarga dapat membantu menurunkan
kesakitan dan mempercepat proses pemulihan dari suatu penyakit dengan cara memberikan
dukungan pada anggota keluargannya yang sakit. Baik buruknya dukungan keluarga sangat
mempengaruhi kondisi kesehatan anggota keluarga yang sedang sakit, karena anggota
keluarga yang sedang sakit membutuhkan dorongan dari luar dirinya untuk menjaga atau
membantu meningkatkan kesehatan dirinya. Bagi penderita HIV/ AIDS dalam menjalani
kehidupannya akan terasa sulit, karena dari segi fisik akan mengalami perubahan berkaitan
dialami
dengan perkembangan penyakitnya. Tekanan emosional dan psikologis bisa karena
dikucilkan oleh keluarga atau masyarakat (Nihayati, 2012).Penelitian ini menunjukkan
sebanyak 18 orang (27, 7%) penderita HIV/ AIDS belum terbuka dengan keluarganya.
Hubungan yang baik dan adanya kepercayaan pada anggota keluarga akan membantu
dalam pemulihan kondisi. Dalam penelitian ini sebanyak 44 responden (67,7%) terbuka
dan berterus terang tentang kondisi penyakitnya pada salah satu anggota keluargannya,
terutama pada pasangan hidupnya. Kejujuran dalam mengungkapkan penyakit akan
mempermudah keluarga dalam memberikan dukugan yang dibutuhkan. Dukungan keluarga
yang baik akan berdampak berdampak positif terhadap pekerjaan, psikologis, sosial dan
pekerjaan seseorang sehingga akan membantu dalam meningkatkan kesehatan dan
memerangi penyakit. Pasien dengan dukungan yang suportif memiliki peluang memiliki
kualitas hidup yang lebih baik. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien yang menderita HIV/ AIDS (Budiarto, Sri.2006).
Family Centered Care didefinikan oleh Association For the Care of Children’s
Health (ACCH) sebagai filosofi dimana pemberi perawatan mementingkan dan melibatkan
peran penting dari keluarga, dukungan keluarga akan membangun kekuatan, membantu
untuk membuat suatu pilihan yang terbaik, dan meningkatkan pola normal yang ada dalam
kesehariannya selama anak sakit dan menjalani penyembuhan. Family Centered Care
didefinisikan menurut Hanson (dalam Dusht dan Trivetee 2009) sebagai pendekatan
inovatif dalam merencanakan, melakukan dan mengevaluasi tidakan keperawatan. Yang
diberikan didasarkan pada manfaat hubungan anatara perawat dan keluarga yaitu orang tua.
Stower (1992 dalam Fiane 2012) Gill yang menyebutkan bahwa Family Centered Care
merupakan kolaborasi bersama antara orang tua dan tenaga professional. Kolaborasi orang
tua dan tenaga professional. Kolaborasi bersama antara orang tua dan tenaga professional.
Kolaborasi orang tua dan tenaga professional dalam membentuk mendukung keluarga
terutama dalam aturan perawatan yang mereka lakukan merupakan filosofi Family
Centered Care yang dimaksudkan merupakan dasar pemikiran dalam keperawatan anak
yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan melibatkan
keluarga sebagai fokus utama perawatan. Kutipan definisi dari para ahli diatas memberikan
bahwa dalam penerapan Family Centered Care sebagai suatu pendekatan holistik dan
filosofi dalam keperawatan anak. Perawat sebagai tenaga professional perlu melibatkan
orangtua dalam perawatan anak. Adapun peran perawat dalam menerapkan Family
Centered Care adalah sebagai mitra dan pasilitator dalam perawatan ODHA dirumah sakit.
Tujuan penerapan konsep Family Centered Care dalam perawatan ODHA, menurut
Brunner and Suddarth adalah memberikan kesempatan bagi orangtua dan keluarga untuk
merawat ODHA selama proses hospitalisasi dengan pengawasan dari perawat sesuai
dengan aturan yang berlaku. Selain itu Family Centered Care juga bertujuan untuk
meminimalkan trauma selama perawatan ODHA di rumah sakit dan meningkatkan
kemandirian sehingga peningkatan kualitas hidup dapat tercapai
Menurut Shelton terdapat beberapa elemen Family Centered Care, yaitu:
a. Perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang konstan dakam kehidupan
ODHA, sementara system layanan dan anggota dalam system tersebut
berfluktuasi.Kesadaran perawat bahwa keluarga adalah bagian yang konstan,
merupakan hal yang penting. Fungsi perawat sebagai motivator menghargai dan
menghormati peran keluarga dalam merawat ODHA serta bertanggung jawab penuh
dalam mengelola kesehatan ODHA. Beberapa hal yang diterapkan untuk menghargai
dan mendukung individualitas dan kekuatan yang dimiliki dalam satu keluarga seperti
1). Kunjungan yang dibuat dirumah keluarga atau ditempat lain dengan waktu dan
lokasi yang disepakati bersama keluarga.
2). Perawat mengkaji keluarga berdasarkan kebutuhan keluarga.
3). Orangtua adalah bagian dari keluarga yang menjadi fokus utama dari perawatan
yang diberikan semua perawatan yang dibutuhkan.
4). Perencanaan Perawatan yang diberikan bersifat komprehensif dan perawatan
memberikan semua perawatan yang dibutuhkan.
b. Memfasilitasi kerjasama antara keluarga dan perawat di semua tingkat pelayanan
kesehatan, merawat orang dengan HIV AIDS, pengebangan program pelaksanaan dan
evaluasi serta pembentukan kebijakan hal ini ditunjukkan ketika:
1). Kolaborasi untuk memberi perawatan kepada ODHA peran kerjasama anatra
orangtua dan tenaga professional sangat penting dan vital. Keluarga bukan
sekedar sebagai pendamping tetapi terlibat didalam pemberian pelayanan
kesehatan. Tenaga professional memberikan pelayanan sesuai dengan keahlian
dan ilmu yang mereka peroleh. Dalam kerja sama antara orangtua dengan tenaga
professional orangtua bisa memberikan masukan untuk perawatan yang diberikan.
Beberapa disebabkan karena kurangnya pengalaman tenaga professional dalam
melakukan kerjasama dengan orang tua (Shelton 1987, dalam Fretes, 2012)
2). Kerjasama dalam mengembangkan masyarakat dan pelayanan rumah sakit. Hal
yang harus diutamakan pada tahap ini adalah kolaborasi dengan bidang lain untuk
menunjang proses perawatan.Family Centered Care memberikan kesempatan
kepada orang tua dengan professional untuk berkontribusi melalui pengetahuan
dan pengalaman yang mereka miliki untuk mengembangkan perawatan terhadap
ODHA di rumah sakit.
3). Kolaborasi dalam tahap kebijakan Family Centered Care dapat tercapai melalui
kolaborasi orang tua dan tenaga professional dalam tahap kebijakan. Kolaborasi
ini untuk memberikan manfaat ODHA dan tenaga professional. Menghargai
kemampuan yang mereka miliki dengan memberikan pengetahuan mereka tentang
system pelayanan kesehatan serta kompetensi mereka. Keterlibatan mereka dalam
membuat keputusan menambah kualitas pelayanan kesehatan
c. Menghormati keanekaragaman ras, etnis budaya dan social ekonomi dalam keluarga.
Tujuannya adalah untuk menunjang keberhasilan perawatan anak mereka dirumah
sakit dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan anak diagnosa medis. Hal ini
akan menjadi sulit apabila program perawatan diterapkan bertentangan dengan nilai –
nilai yang dianut dalam keluarga (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012).
d. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan perbedaan
mekanisme koping dalam keluarga elemen ini mewujudkan 2 konsep yang seimbang.
Pertama, Family Centered harus mengambarkan keseimbangan ODHA dan keluarga.
e. Memberikan informasi yang lengkap dan jelas kepada orangtua dan secara
berkelanjutan dengan dukungan penuh.
f. Mendorong dan memfasilitasi keluarga untuk saling mendukung.
g. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program program yang memberikan
dukungan emosional dan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga

C. Penyalahgunaan Napza
1. Pengertian Napza

NAPZA adalah sebutan lain dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya yang bila
dikonsumsi oleh tubuh baik secara oral dengan diminum, dihirup, dihisap, disedot atau melalui
jarum suntik akan menimbulkan masalah gangguan kesehatan fisik, pyang dapat mengakibatkan
ketergantungan pada penggunanya. Menurut Kemenkes RI (2010), NAPZA adalah zat yang
memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat
maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
penggunaannya, dan apakah bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi.
NAPZA itu sendiri dibagi menjadi 3 jenis yaitu narkotika dan psikotropika

Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik itu
sintesis atau tidak sintesis yang bila dikonsumsi akan menimbulkan perubahan atau penurunan
kesadaran penggunanya dan dapat menagkibatkan hilangnya rasa dan ketergantungan. Narkotika
dibedakan menjadi tiga golongan yaitu golongan 1, golongan 2 dan golongan 3. Narkotika
golongan 1 sangat berbahaya dan hanya boleh digunakan untuk penelitian ataupun untuk tujuan
ilmu pengetahuan, contohnya adalah heroin, kokain dan ganja. Sedangkan narkotika golongan 2
adalah narkotika yang bermanfaat bagi pengobatan sebagai pilihan terakhir tetapi berpotensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan, contohnya morfin dan petidin. Kemudian narkotika
golongan 3 adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan yang bermanfaat bagi
pengobatan, penelitian dan sering digunakan dalam terapi, contohnya kodein.

Psikotropika adalah zat atau obat yang bukan merupakan narkotika baik alamiah maupun
sintesis yang bila dikonsumsi oleh tubuh akan mengakibatkan perubahan pada aktivitas normal
dan perilaku penggunanya. Sedangkan zat adiktif lain adalah zat atau bahan yang bukan dari
narkotika maupun psikotropika yang juga dapat mengakibatkan ketagihan contohnya adalah
alkohol, rokok dan thinner.
2. penyalahgunaan napza

Penyalahgunaan NAPZA merupakan perilaku yang menyimpang akibat ketergantungan


atau ketagihan mengkonsumsi narkotika, psikotropika maupun zat adiktif lain. Penyalahgunaan
NAPZA bila secara terus menerus dikonsumsi akan mengakibatkan ketergantungan yang
kemudian menimbulkan kerusakan fisik penggunanya. Menurut Sumiati (2009), ketergantungan
terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Ketergantungan fisik yaitu keadaan bila seseorang mengurangi atau menghentikan


penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia konsumsi, ia akan mengalami gejala putus
zat. Selain ditandai dengan gejala putus zat, ketergantungan fisik juga dapat ditandai
dengan adanya toleransi.
2. Ketergantungan psikologis yaitu suatu keadaan bila berhenti menggunakan NAPZA
tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakannya
kembali walaupun ia tidak mengalami gejala fisik.

Ada beberapa tahapan dari pemakaian NAPZA yaitu pertama adalah pemakaian coba-coba,
tahap ini seseorang tujuannya adalah ingin mencoba dan ingin memenuhi rasa ingin tahunya
karena hasutan atau pengaruh kelompok. Kedua adalah pemakaian sosial yaitu NAPZA
digunakan untuk bersenang-senang pada saat berkumpul. Ketiga adalah pemakaian situasional
yaitu digunakan saat situasi tertentu untuk menghilangkan seperti saat stres dan kesepian. Yang
keempat adalah tahap habituasi (kebiasaan), yaitu pemakaiannya mencapai tahap teratur atau
sering. Kemudian yang terakhir adalah tahap ketergantungan, yaitu seseorang akan melakukan
berbagai cara untuk mendapatkan NAPZA.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulam materi 1: trend dan isu HIV/AIDS
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome ) dapat diartikan sebagai kumpulan
gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh
virus HIV (Human Immunodefisiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Setiati, 2015).

kesimpulan materi2: family centered pada ODHA dan penyalahgunaan

napza
Penanggulangan atau pemecahan masalah pada ODHA adalah presepsi masyarakat,
kebijakan pemerintah dan strategi politik memperhatikan apa yang dirasakan ODHA, apa
yang dibutuhkan ODHA, apa yang tidak dibutuhkan ODHA, penanggulangan atau
keterlibatan para penderita HIV/AIDS.
Berdasarkan penelitian BNN bersama Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia periode 2011, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 2,2 persen atau
setara dengan 3,8-4,2 juta orang.

B. Saran
Setelah mengetahui pengetahuan tentang Trend dan Isu Keperawatan HIV/AIDS yang
telah diuraikan dalam makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahaminya, karena
sangat penting dalam bidang.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi pembaca,
baik bagi tenaga kesehatan dan khususnya bagi mahasiswa keperawatan dalam memberikan
makalah keperawatan secara professional.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka materi 1.

Nursalam., Kurniawati &Ninuk Dian. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Widoyono.2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan pencegahan dan pemberantasannya..
Jakarta: Erlangga Medical
Setiati, Siti. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: InternaPubishing.

, Zainul. 2014. “Stigma dan diskriminasi HIV & AIDS pada Orang dengan HIV dan AIDS
(ODHA) di masyarakat basis anggota Nahdlatul Ulama’ [NU] Bangil”.Fakultas Ilmu
Sosial Ilmu Politik Universitas Yudharta Pasuruan.http://jurnal.yudharta.ac.id/wp-
content/uploads/2014/11/11.pdf

Daftar pustaka 2.

Ardani, Irfan.2017. ”Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai Hambatan
Pencarian Pengobatan: Studi Kasus pada Pecandu Narkoba Suntik di Jakarta”. Buletin
Penelitian Kesehatan, Vol. 45, No. 2, Juni 2017: 81 – 88.
http:??dx.doi.org/10.22435/bpk.v45i2.6042.81-88.

Badan Narkotika Nasional, 2011, Angka Kenaikan Pengguna Narkoba di Indonesia di Atas
Rata-rata Dunia. http://news.detik.com/read/2013/03/05/135902/2186137/10/bnn-angka-
kenaikan-pengguna-narkoba-di-indonesia-di-atas-rata-rata-dunia [serial online, diakses pada 04
Maret 2016]

Anda mungkin juga menyukai