Anda di halaman 1dari 34

BAB II

MATERI
A. KALKULUS
1. LIMIT FUNGSI
Konsep limit fungsi merupakan bagian yang sangat penting dalam
Kalkulus. Banyak konsep lain yang didasarkan pada konsep limit fungsi, seperti
konsep kekontinuan fungsi dan konsep turunan fungsi. Sehingga memahami
konsep limit fungsi dapat dikatakan sebagai pintu pembuka bagi pemahaman
konsep-konsep kekontinuan dan juga konsep turunan.
Secara intuitif, ide dari limit fungsi f pada suatu titik c adalah L, adalah
bahwa nilai f(x) akan dekat dengan L jika x dekat dengan c.
Definisi Limit Fungsi
Misal AR. f : A R , cR. L R disebut limit dari f di c, jika untuk setiap  >0
, terdapat >0, sehingga untuk sebarang |x – c| <  , x di A, maka |f(x) – L | < .

Definisi ini seringkali disebut kriteria - dalam membuktikan limit fungsi
pada suatu titik tertentu. Inti langkah ini adalah jika diberikan sebarang  > 0,
harus dapat ditemukan  sehingga untuk sebarang x yang memenuhi |x – c| < 
akan berakibat |f(x) – k | <  jika memang benar limit fungsi f di titik c adalah L.

Selanjutnya jika L merupakan limit fungsi f di titik c, dikatakan f konvergen ke L


di titik c. Dan seringkali ditulis dalam symbol L  lim f atau L  lim f ( x)
x c xc

atau f(x)L , jika xc. Kemudian jika f tidak punya limit di titik c dikatakan f
divergen di c.

Dari definisi limit tersebut di atas kemudian muncul pertanyaan tentang


kemungkinan banyaknya nilai limit fungsi f pada suatu titik, tunggal atau bisa
lebih dari satu. Ternya limit fungsi di suatu titik ( jika ada ) haruslah tunggal ,
seperti hasil teorema berikut.

Teorema

Misal AR. f : A R , cR . Jika f punya limit di c, maka limitnya tunggal.

2
Dalam menunjukan limit suatu fungsi pada nilai yang ditunjuk dengan
dengan meggunakan criteria - memerlukan suatu teknik tertentu, walaupun pada
dasarnya adalah “hanya” menentukan besarnya  yang bergantung pada besarnya
 yang diberikan. Namun terdapat tipe-tipe fungsi yang harus menggunakan “trik”
tertentu dalam mendapatkan yang diinginkan. Seringkali harus disusun analisis
pendahuluan sebelum secara sistematik dilakukan langkah formalnya. Berikut
beberapa contoh cara menentukan besarnya  , dari  yang diberikan.
1. lim k  k .
x c
Analisis Pendahuluan: Dalam hal ini dapat dimisalkan f(x) = k dan L=k. Sehingga
untuk nilai x manapun |f(x) – k| adalah 0. Sehingga selalu lebih kecil dari
sebarang  yang diberikan. Hal ini tentu memudahkan pemilihan , karena untuk
sebarang x yang memenuhi |x – c| < , untuk sebarang pilihan  akan berakibat
|f(x) – k | <  .

Jadi Berdasarkan criteria -, yaitu jika diambil sebarang  > 0, dapat ditemukan
 sehingga untuk sebarang x yang memenuhi |x – c| <  akan berakibat |f(x) – k| <
. Jadi dapat disimpulkan lim k  k .
x c
2. lim x  c .
x c
Bentuk fungsi ini lebih komplek dari contoh sebelumnya, karena jika dimisalkan
f(x) = x dan L=c, maka nilai |f(x) – c | = x – c. Sehingga pilihan  benar-benar
tergantung pada nilai  yang diberikan, tidak bisa sebarang lagi seperti contoh
terdahulu.

Analisis Pendahuluan: Jika diberikan sebarang , dan harus ditemukan  sehingga


untuk nilai berlaku x yang memenuhi |x – c| < , harus dipenuhi |f(x) – L | < .
Perhatikan nilai |f(x) – L | = |x – c|, sehingga jika dipilih =, maka jika |x – c | <
, akan berakibat |f(x) – L| < , karena |f(x) – L | = |x – c|.

Sehingga prosedur formalnya adalah sebagai berikut. Ambil >0 sebarang. Pilih
= , maka jika |x – c | < , akan berakibat |f(x) – c|< , karena |f(x) – L | = |x – c|.

3
2 2
3. lim x  c
x c
Perhatikan bentuk fungsi f(x) = x2 dengan L = c2 pada contoh ini, tentunya
pembuktian nilai limitnya sama dengan c2 tidak dapat dilakukan analog dengan
cara pembuktian terdahulu. Disini tampak bahwa bentuk |f(x) – L | = |x2 – c2|
bentuknya lebih rumit dibangkan dengan bentuk pada contoh terdahulu.
Perhatikan bahwa |f(x) – L | = |x2 – c2| = |x + c| |x – c|, padahal akan dicari semua
nilai x yang memenuhi |x – c| < , harus dipenuhi |f(x) – L | < . Ini tidak bias
segera dilakukan karena |f(x) – L | = |x2 – c2| , memuat factor dalam bentuk |x + c|
dan |x – c| . Cara yang termudah adalah dengan membatasi nilai |x – c| dengan
suatu nilai tertentu, kemudian kita dapatkan batas dari nilai | x + c| dan baru dicari
nilai  yang membatasi nilai |x – c|.

Analisis Pendahuluan.

Ambil  > 0 sebarang. Akan dicari >0 , sehingga untuk x yang memenuhi |x – c|
< , harus dipenuhi |f(x) – L | <. Sekarang batasi dahulu nilai |x – c | misalkan
kurang dari 1( boleh nilai yang lain asalkan positif ). Selanjutnya dari |x – c | <1,
diperoleh |x|  |c| + 1, sehingga |x+c|  |x| + |c|  2|c| + 1.

Dari sini didapatkan jika |x – c| < 1, akan dipenuhi |f(x) – L | = |x2 – c2| = |x + c| |x
– c|  ( 2|c| + 1 )|x – c|. Sehingga dari bentuk terakhir ini , jika dikehendaki
bernilai kurang dari  > 0 yang diberikan, dapat dipilih nilai x sehingga |x – c| <
   
. Akibatnya jika dipilih   inf 1,  , maka jika |x – c | < , akan
2|c| 1  2|c| 1
berakibat |f(x) – L| < .

Berikut diberikan definisi operasi aljabar dua fungsi sebelum dibahas

teorema limit dari fungsi-fungsi yang telah dioperasikan secara aljabar.

Definisi
Misal AR dan fungsi-fungsi f,g terdefinisi pada A ke R. Didefinisikan jumlah
f+g, selisih f – g , dan hasil kali fg di A ke R sebagai fungsi berikut, (f+g)(x) = f(x)
+ g(x), (f – g)(x) = f(x) – g(x), (fg)(x) = f(x)g(x), untuk setiap x  A. Selanjutnya

4
jika bR , didefinisikan perkalian bf, sebagai fungsi (bf)(x) = bf(x) untuk setiap
xA. Akhirnya, jika h(x)0 untuk xA, didefinisikan hasilbagi f/h sebagai fungsi
f  f ( x)
 ( x )  untuk setiap xA.
h h( x )
Berdasarkan definisi ini, dapat dikaji limit dari fungsi-fungsi yang didefinisikan
tersebut.
Teorema
Misal AR dan fungsi-fungsi f,g terdefinisi pada A ke R, cR titik cluster dari A
dan b R.
1. Jika lim f  L dan lim g  M , maka lim ( f  g )  L  M ,
x c x c x c
lim ( f  g )  L  M , lim fg  LM , lim bf  bL
x c x c x c
2. Jika h: AR, h(x)0 untuk setiap xA, dan lim h  H  0, maka
x c
f L
lim  .
x c g H

3.
x c
 
lim  f   lim f
n
x c
n

1
  1
4. lim  f  n  lim f n
x c x c
5. Jika lim f  L , maka lim f  L
x c x c
6. Jika lim f  0 , maka lim f  0
x c x c
7. Jika dipenuhi a  f(x)  b untuk setiap xA, xc, dan jika lim f ada
xc
maka a  lim f  b
xc
8. Jika dipenuhi g(x)  f(x)  h(x) untuk setiap xA, xc, dan jika L  lim g
x c
 lim h ada maka lim f = L.
x c xc

5
Limit di takhingga
Masalah lain yang muncul adalah adanya suatu fungsi yang dalam istilah
aljabar dikatakan mempunyai asimtot datar, yaitu fungsi-fungsi yang menuju
suatu bilengan real tertentu jika x menuju bilangan yang cukup besar ( x   ),
1
seperti fungsi f(x) = , jika x  . Berikut definisi limitnya.
x
Definisi
Misal AR, f : A R.
(a) Misalkan (a,) A untuk suatu aR. Suatu bilangan real L merupakan limit
dari fungsi f jika x , dan ditulis lim f  LR , jika untuk setiap  > 0,
x 
terdapat bilangan asli K sedemikian sehingga untuk x > K, berlaku |f(x) – L |
< .
(b) Misalkan (-, b) A untuk suatu bR. Suatu bilangan real L merupakan limit
dari fungsi f jika x -, dan ditulis lim f  LR , jika untuk setiap >0,
x 
terdapat bilangan aslik K sedemikian sehingga untuk x < K, berlaku |f(x) – L |
< .
Limit Fungsi Aljabar
Menentukan limit fungsi berbeda dengan membuktikan bahwa bilangan
yang ditunjuk merupakan limit dari suatu fungsi yang diberikan. Pada beberapa
fungsi nilai limit dapat ditentukan dengan cara menentukan nilai fungsi di titik
yang ditunjuk.(jika fungsi tersebut terdefinisi pada titik yang ditunjuk). Berikut ini
diberikan cara menentukan limit fungsi aljabar.
Menentukan Limit dengan memfaktorkan atau merasionalkan bentuk akar.
Cara ini digunakan untuk menentukan nilai limit fungsi aljabar yang
g ( x)
berbentuk fungsi rasional yaitu f ( x)  pada titik c dan x-c merupakan
h( x )
faktor dari fungsi g(x) maupun h(x). Bentuk fungsi f(x) dapat direduksi menjadi
fungsi yang tidak lagi memuat faktor x-c, sehingga limitnya sama dengan nilai
fungsinya.

6
Contoh:
x2 1 ( x  1)( x  1)
lim  lim  lim ( x  1)  2
x 1 x 1 x 1 x 1 x 1

Menentukan limit fungsi untuk x.


Untuk menentukan limit fungsi rasional untuk x, dapat dilakukan
dengan membagi pembilang dan penyebut dengan pangkat tertinggi dan
1
menggunakan fakta bahwa lim x  0. Sehingga,
x 

x3 4x 2 7 4 7
 3  3 1  3
x3  4x 2  7 x 3
x x  x x 1
lim  lim lim
x  3  6 x  2 x
2 3 2 3
3 6x 2x x  3 6 2
x 
3
 3  3 3
 2
x x x x x
Limit Fungsi Trigonometri
Dalam menentukan limit fungsi trigonometri, salah satu hasil yang terkait dengan
sin x
limit fungsi trigonometri yang harus diingat adalah lim 1 dan
x 0 x

cos( x) 1
lim 0 .
x 0 x

Hasil ini ini diperoleh dengan memperhatikan fakta bahwa:


1
Dengan menggunakan ketaksamaan fungsi sinus dalam trigonometri, yaitu x -
6
1 3
x3  sin(x)  x untuk x0, dan x  sin(x)  x - x , untuk x  0, maka diperoleh
6
1 2
ketaksamaan x - x  (sin(x))/ x  1. untuk setiap x0. Selanjutnya karena
6
1 2 sin( x)
lim (1 x ) 1 , sehingga dapat disimpulkan bahwa lim 1 .
x 0 6 x 0 x
(Catatan: Beberapa buku menggunakan pendekatan sudut dalam membuktikan

cos( x) 1
masalah ini, untuk hasil lim  0 dapat dilakukan dengan langkah
x 0 x

sin 2 x sin y sin y


serupa). Sehingga, lim  lim  2 lim 2
x 0 x y 0 y y 0 y
2

7
2. KEKONTINUAN PADA SUATU TITIK
Dalam pembahasan tentang limit fungsi, sama sekali tidak diperhatikan
keterdefinisian fungsi yang dimaksud pada titik yang dibicarakan keberadaan
limitnya. Dengan kata lain keberadaan limit fungsi tidak tergantung pada
keterdefinisian fungsi yang dimaksud pada titik tersebut. Selanjutnya pada kajian
kekontinuan fungsi, keterdefinisian fungsi yang dimaksud pada titik yang
dibicarakan menjadi syarat utama, karena Kekontinuan suatu fungsi pada suatu
titik adalah menguji apakah limit fungsi tersebut sama dengan nilai fungsi pada
titik tersebut. Sebelum lebih jauh mengkaji karakteristik fungsi-fungsi kontinu,
berikut disajikan definisinya.

Definisi Kekontinuan fungsi pada suatu titik


Misal AR. f : A R , c A. Fungsi f dikatakan kontinu di c, jika untuk setiap
>0, terdapat  > 0 sedemikian sehingga untuk setiap xA, dengan | x – c | < ,
maka |f(x)-f(c)|< .
Perhatikan bahwa dalam pembahasan kekontinuan fungsi f: AR pada titik c,
agar dipenuhi f (c)  lim f , harus dipenuhi tiga hal yaitu (a) fungsi f harus
x c
terdefinisi pada c, (b) limit fungsi f pada titik c ada di R, dan kedua nilai dari (a)
dan (b) sama.
1. Fungsi f(x) = k merupakan fungsi kontinu di R. Ini mudah dipahami
karena telah diketahui bahwa lim f ( x)  lim k  k , dan f(c) = k, untuk
x c x c
sebarang c di R. Jadi f kontinu di R.
2. Fungsi f(x) = x merupakan fungsi kontinu di R. Seperti contoh diatas telah
diketahui lim f ( x)  c = f(c) , untuk sebarang c di R.
x c
3. Fungsi f(x) = x2 merupakan fungsi kontinu di R. Seperti contoh diatas
telah diketahui lim f ( x)  c2 = f(c) , untuk sebarang c di R.
x c
1
4. Fungsi f ( x)  kontinu pada himpunan A = {xR| x>0} , tetapi tidak
x
kontinu di titik 0. Dari bahasan limit fungsi telah diketahui bahwa untuk

8
1 1
c A = {xR| x>0}, lim  . Sedangkan di titik 0, fungsi f(x) tidak
x c x c
1
terdefinisikan. Jadi fungsi f ( x)  tidak kontinu di 0.
x
3. TURUNAN FUNGSI DAN PENERAPANNYA
Definisi Turunan
Misalkan I  R suatu selang dan fungsi f : I R, dan cI. Bilangan real L
disebut turunan fungsi f pada titik c jika untuk setiap bilangan   0 terdapat
bilangan   0 sedemikian sehingga untuk setiap x  I dengan 0
f  x   f c 
xc, berlaku  L ε .
x c
Dalam hal ini kemudian seringkali dikatakan bahwa fungsi f differentiabel di titik
c, dan dan ditulis f’ (c) = L. Dengan pernyataan yang lain, turunan dari fungsi f di
f x   f c 
c dinyatakan dalam bentuk limit sebagai f  c   lim asalkan
x c xc
limitnya ada.
Secara umum, notasi yang di gunakan untuk menyatakan turunan suatu
fungsi f adalah f’ atau Df. Sedangkan jika fungsi ditulis dalam bentuk y=f(x)
dy
seringkali ditulis sebagai Dy atau . Selanjutnya dengan menggunakan definisi
dx
limit dapat ditentukan nilai turunan suatu fungsi pada suatu titik tertentu.
Pandang fungsi konstan f ( x)  k ,    x   , dengan k bilangan real. Untuk
f ( x )  f (c ) c  c
titik c sebarang,   0, x  c .
xc xc
f ( x )  f (c )
Akibatnya, f ' (c)  lim  lim 0  0 .
x c xc x c

Sehingga dapat disimpulkan bahwa f’(x)=0.


Kemudian fungsi identitas f ( x)  x,    x   .
f ( x )  f (c ) x  c
Untuk titik c sebarang ,   1 asalkan xc , akibatnya
xc xc
f ( x )  f (c )
f ' (c)  lim  lim 1  1
x c xc x c

9
Demikian juga, misal f ( x)  x3 ,    x   maka

f ( x)  f (c) x 3  c 3 ( x  c)( x 2  xc  c 2 )
Untuk titik c sebarang ,  
xc xc xc
= x 2  xc  c 2 , asalkan xc.

Akibatnya, f ' (c)  lim x 2  xc  c 2  3c 2 .Sehingga dapat disimpulkan


xc

1
bahwa f’(x)=3x2. Akhirnya, jika f ( x)  , x  0.
x

1 1

f ( x )  f (c ) x c ( x ) 1
Untuk titik c sebarang,   
xc x  c xc ( x  c) xc
1 1
asalkan xc. Akibatnya, f ' ( x)  lim   2 .
x c xc c
1
Sehingga dapat disimpulkan bahwa f’(x)=  .
x2
Berikut ini teorema-teorema yang terkait dengan turunan fungsi.
Teorema
Misalkan I R suatu interval,kemudian misalkan c I ,dan fungsi -fungsi f:I R
and g : I R adalah fungsi diferensiabel pada titik c , maka berlaku :

(a) Jika R , maka fungsi f diferensiabel pada titik c, dan f 
' cf ' c
(b) Fungsi jumlah f + g diferensiabel pada titik c, dan  f  g 
' c f ' c g ' c
(c) Fungsi hasilkali fg diferensiabel pada titik c, dan
 fg' c f 'cgc f cg'c
(d) Jika fungsi g(c)  0, maka fungsi hasil bagi f/g diferensiabel pada titik c,
dan
f f 'c g c  f c g 'c 
 c 
g  g c 2 
 
Berikut adalah rumus- rumus turunan fungsi.
d 1
1. (ln x) 
dx x
d x
2. (a )  a x . ln a
dx

10
d x
3. (e )  e x
dx
d
4. (sin x)  cos x
dx
d
5. (cos x)   sin x
dx
d 1
6. (tan x) 
dx cos 2 x
d 1
7. (ctgx)   2
dx sin x
d d 1
8. (arcsin x)   (arccos x)  
dx dx 1 x2
d d 1
9. (arctgx)   (arc cot gx) 
dx dx 1 x2
Beberapa contoh Penggunaan Turunan

Perhatikan gambar berikut:

Y h
Q(x+h,f(x+h))

y = f(x) P(x,f(x))

x (x + h) X
l

Garis l pada gambar di atas memotong kurva y = f(x) di titik P(x,f(x)) dan
Q(x+h,f(x+h). Jika titik Q bergerak sepanjang kurva mendekati P maka h
akan mendekati nol dan garis l akan menjadi garis g, yaitu garis singgung
f ( x  h)  f ( x )
kurva dititik P. Gradien garis l adalah , sedangkan
h
f ( x  h)  f ( x )
gradien garis g adalah lim . Dari pembahasan
h 0 h
f ( x  h)  f ( x )
sebelumnya lim merupakan turunan dari fungsi f yaitu
h 0 h
f’(x).

11
Jadi gradien garis singgung kurva y =f(x) di titik (x,f(x)) adalah
f ( x  h)  f ( x )
f ' ( x)  lim
h 0 h
Sedangkan persamaan garis singgung kurva y =f(x) di titik (a,f(a)) adalah
y  f (a)  f ' (a)( x  a) atau y  f (a)  f ' (a)( x  a)
Sehingga untuk menentukan persamaan garis singgung kurva
y  2 x 2  4 x  5 di titik (2,-5) dapat dilakukan sebagai berikut.

Dari y  f ( x)  2 x 2  4 x  5  f ' ( x)  4 x  4 , sehingga f ' (2)  4 .


Diperoleh persamaan garis singgung kurva di titik (2,-5) adalah y=4x-18.
Untuk membahas penerapan turunan berikut didefinisikan tentang fungsi
naik dan fungsi turun, serta teorema terkait.
Definisi Fungsi Naik
Fungsi f dikatakan naik pada interval I jika untuk setiap dua bilangan
x1 , x2 di I dengan x1  x2 berlaku f ( x1 )  f ( x2 )
Definisi Fungsi Turun
Fungsi f dikatakan turun pada interval I jika untuk setiap dua bilangan
x1 , x2 di I dengan x1  x2 berlaku f ( x1 )  f ( x2 )
Teorema
Misalkan I interval terbuka
1. Jika f ' ( x)  0 untuk semua x di I, maka f naik pada I
2. Jika f ' ( x)  0 untuk semua x di I, maka f turun pada I
3. Jika f ' ( x)  0 untuk semua x di I, maka f konstan pada

Berdasarkan teorema tersebut diperoleh, fungsi f ( x)  x 2 naik pada


interval (0, ) , karena untuk setiap x di (0, ) , f ' ( x)  2 x  0 .

Sedangkan fungsi f ( x)  x 2 turun pada interval (,0) , karena untuk


setiap x di (,0) , f ' ( x)  2 x  0 .

Misalkan x 0 titik dalam domain f(x). Terdapat 4 keadaan yaitu:

1. f (x) naik di x 0 jika f ' ( x0 )  0

2. f (x) turun di x 0 jika f ' ( x0 )  0

3. f ' ( x0 )  0

12
4. f ' ( x0 ) tidak ada (tak memiliki turunan di x 0 )

Dalam keadaan 3 dan 4, x 0 disebut sebagai titik kritis. Khusus

f ' ( x0 )  0 , x 0 disebut sebagai titik stasioner f(x).

Pada fungsi f ( x)  3  x 2 , karena f ' ( x)  0 hanya dipenuhi oleh x = 0,


maka titik kritis hanyalah 0. Tepatnya x = 0 merupakan titik stasioner f(x).
Pada fungsi f ( x)  x . f ' (0) tidak ada . Jadi x = 0 titik kritis namun

bukan titik stasioner.


Selanjutnya misal x 0 titik dalam domain fungsi f(x)

a. f(x) dikatakan mempunyai maksimum mutlak di x0 jika

f ( x)  f ( x0 ) untuk setiap x dalam domain f(x).

b. f(x) dikatakan mempunyai minimum mutlak di x0 jika

f ( x)  f ( x0 ) untuk setiap x dalam domain f(x).

c. f(x) dikatakan mempunyai maksimum lokal (relatif) di x 0 jika dan

hanya jika f ( x)  f ( x0 ) untuk semua x yang dekat dengan x 0 .

d. f(x) dikatakan mempunyai minimum lokal (relatif) di x 0 jika dan

hanya jika f ( x)  f ( x0 ) untuk semua x yang dekat dengan x 0 .

Teorema:
Jika f’ dan f’’ ada pada setiap titik dalam selang terbuka (a, b) yang
memuat titik c, maka syarat perlu dan cukup supaya fungsi f mencapai
nilai ekstrim pada x = c adalah f’(c) = 0 dan f’’(c) ≠ 0.
Jika f’’(c) < 0, maka f(c) adalah nilai maksimum.
Jika f’’(c) > 0, maka f(c) adalah nilai minimum.

4. ANTI TURUNAN
Pada bagian ini akan dibahas tentang konsep “anti turunan” (anti
derevatif), “integral tak tentu” dari suatu fungsi dan beberapa hal dasar yang
pada akhirnya membantu kita untuk menemukan teknik yang sistematik dalam
menentukan suatu fungsi jika derivatifnya diketahui.
Kita telah memahami bahwa:
d d d 1 1
(sin x)  cos x; ( x 2  7)  2 x; ( )  .
dx dx dx x x x

13
Jika A dan B adalah himpunan fungsi dan kita buat relasi “derivatifnya adalah”
dari A ke B, maka untuk beberapa fungsi di atas dapat diillustrasikan sebagai
berikut.
A “ derivatifnya adalah” B

f ( x)  sin x cos x
 2x
g ( x)   x 2  7
1
1
h( x )  x x
x
t ( x)  . . . x3  2 x

Dengan memperhatikan tabel di atas kita dapat mengatakan bahwa:


(1) cos x adalah derivatif dari sin x
(2)  2x adalah derivatif dari  x 2  7
1 1
(3) adalah derivatif dari
x x x
Uraian diatas secara formal dapat dinyatakan dengan definisi berikut.
Fungsi F disebut anti derivatif dari fungsi f pada suatu selang jika F ' ( x)  f ( x)
pada selang itu.
Perhatikan bahwa, fungsi-fungsi 2 x 2 , 2 x 2  3, 2 x 2  11, 2 x 2   semuanya
merupakan anti derivatif dari 4x karena derivatif dari setiap fungsi itu adalah 4x .
Demikian juga untuk sebarang konstanta c, 2 x 2  c merupakan anti derivatif dari
2 3
x . Itu menunjukkan bahwa anti derivatif suatu fungsi tidak tunggal (lebih dari
3
sebuah).
Secara umum dinyatakan dengan teorema berikut ini.
Teorema Jika F (x) anti derevatif dari f (x) , maka untuk sebarang konstanta c,
F ( x )  c juga anti derivatif dari f (x ) .
Teorema Jika F (x) dan G (x) anti derevatif dari f (x) , maka G ( x)  F ( x)  c
untuk suatu konstanta c.
d
Jika F (x) adalah fungsi sehingga [ F ( x)]  f ( x) , maka fungsi dengan bentuk
dx
F ( x )  c disebut anti derevatif dari f (x ) dan ditulis dengan

 f ( x)dx  F ( x)  c ………………….(1)
Simbol  dibaca “integral” dan f (x) disebut “integran”.
Pernyataan (1) dibaca “integral tak tentu dari fx) sama dengan F (x) ditambah c.
Kata “tak tentu” menunjukkan bahwa hasilnya tak tentu (banyak fungsi yang

14
mungkin), c disebut konstanta pengintegralan. Untuk menyederhanakan
penulisan, seringkali dx “dimasukkan” pada integran.
1 dx
Contoh, 1. dx ditulis dengan  dx dan  2 dx ditulis dengan  2 .
x x
Sehingga kita dapat menulis:
1 1
 4 xdx  2 x  c ,  cos xdx  sin x  c ,   x x dx  x  c ,  4 x dx  x  c ,
2 3 4

1 1 1 1 1 1
 2 x dx  2 ln x  c ,  2 x dx  2 ln 2 x  c ,  sin 2 x dx   2 cos 2 x  c ,
 sin 2 x dx   cos xc
2

Rumus pengintegralan “dasar” diberikan pada tabel berikut ini.


No Derivatif Anti Derivatif
d
1
dx
[ x]  1  dx  x  c
d 1 dx
2
dx
[ln x]  ( x  0)
x  x
 ln x  c

d x n 1 1
 x dx  n  1 x
n 1
3 [ ]  x n , (n  1)
n
c
dx n  1
d
4
dx
[sin x]  cos x  cos x dx  sin x  c
d
5
dx
[ cos x]  sin x  sin x dx   cos x  c
d x
[e ]  e x e dx  e x  c
x
6
dx
d 1 1
7
dx
[tgx] 
cos 2 x  cos 2
x
dx  tgx  c

d 1 1
8
dx
[ctgx] 
sin 2 x  sin 2
x
dx  ctgx  c

Kita ingat kembali bahwa  f ( x)dx berarti anti derevatif dari f (x ).

Dengan kata lain,  f ( x)dx adalah fungsi yang derivatifnya adalah f (x ). Dengan
d
dx 
demikian kita memperoleh hasil f ( x)dx  f ( x) .

Hasil ini membantu kita dalam membuktikan teorema berikut ini.


Teorema
(a) Jika c adalah konstanta, maka  c. f ( x)dx  c  f ( x)dx.

15
(b)  [ f ( x)  g ( x) ]dx   f ( x)dx   g ( x)dx

d 1 n 1
Kita perhatikan bahwa [ f ( x) n 1  c ]  f ( x) n . f ' ( x)
dx n  1 n 1
= f ( x) n . f ' ( x)
1
 f ( x) . f ' ( x) dx  n  1 f ( x)
n 1
Dengan demikian, n
c.

Mengingat df ( x)  f ' ( x)dx , maka dapat dirumuskan

1
 f ( x) n df ( x) 
n 1
f ( x) n1  c; n  1

Dengan metode yang sama seperti di atas (analog), dapat dikembangkan formula
yang lebih umum berikut.
No Anti Derivatif
1  dfx  f ( x)  c
df ( x)
2  f ( x)
 ln f ( x)  c

1
 f ( x) df ( x)  f ( x) n 1  c
n
3
n 1
4  cos f ( x) df ( x)  sin f ( x)  c
5  sin f ( x) df ( x)   cos f ( x)  c
 e df ( x)  e  c
f ( x) f ( x)
6
df ( x)
7  cos 2
f ( x)
 tgf ( x)  c

df ( x)
8  sin 2
f ( x)
dx  ctgf ( x)  c

5. INTEGRAL PARSIAL
Teknik lain sebagai salah satu alternatif yang mungkin dapat dilakukan
untuk menentukan integral tak tentu adalah dengan pengintegralan parsial. Teknik
ini didasarkan pada turunan hasil kali dua fungsi.
d
 f ( x).g ( x)  f ( x).g , ( x)  g ( x). f , ( x)
Misalkan u  f ( x) dan v  g ( x), maka
dx
.Dengan mengintegralkan kedua ruas persamaan di atas (dan menggunakan
Teorema 1.4) kita peroleh f ( x).g ( x)   f ( x).g , ( x)dx   g ( x). f , ( x)dx

16
 f ( x).g ( x)dx  f ( x). g ( x)   g ( x). f , ( x)dx .
,
Atau
Karena dv  g , ( x)dx dan du  f , ( x)dx , persamaan terakhir dapat ditulis sebagai
berikut.

 u dv  u.v   v du

Persamaan di atas sering kita sebut dengan Rumus Integral Parsial (bagian demi
bagian).

Untuk menentukan  x cos x dx , misalkan x cos x dx sebagai u dv . Salah satu


caranya adalah dengan memisalkan u  x dan dv  cos x dx . Dengan pemisalan
itu kita peroleh du  dx dan v   cos x dx  sin x  c . Dengan rumus integral
parsial kita peroleh,

 x cos x dx  x. (sin x  c)   sin x dx  x.sin x  cos x C .


6. INTEGRAL TERTENTU
Konsep penting yang mengkaitkan Integral tak tentu dengan Integral tertentu
adalah suatu teorema yang seringkali disebut sebagai Teorema Dasar Kalkulus.
Teorema Dasar Kalkulus
Misalkan fungsi f kontinu pada [a, b] dan misalkan F sebarang anti turunan dari f,
b
maka  f ( x) dx  F (b)  F (a) .
a

3
3
1 3 2  = 2
 (x  2 x) dx =
 3 x  x  3
karena f ( x)  x 2  2 x kontinu pada
2
Sehingga,
1
1
1 3
[1,3] dan F ( x)  x  x 2 anti turunan dari f.
3
Sedangkan 

0
 
sin x dx =  cos x =2 karena f ( x)  sin x kontinu pada [0,  ] dan
0
anti turunan dari f adalah F ( x)   cos x .
MENENTUKAN LUAS DAERAH BIDANG
Salah satu penggunaan integral tentu adalah untuk menentukan luas daerah
bidang. Tentu tidak semua daerah bidang dapat ditentukan luasnya dengan mudah.
Pada bagian ini kita akan membahas cara menentukan luas daerah bidang yang
dibatasi oleh beberapa kurva yang diketahui atau dapat ditentukan persamaannya.

17
Luas daerah yang dibatasi y  f (x) , garis x  a , garis x  b dan sumbu
b

X; f ( x)  0 untuk 0  x  b , adalah L   f ( x)dx .


a

Luas daerah yang dibatasi oleh kurva y  x 2  1 , sumbu-X, garis x  1


dan x  2 dapat dilakukan sebagai berikut.

Y y=f(x)

a b X

2 2
L  y dx   ( x  1)dx
2

1 1
2
1 3  8   1  18
 3 x  x
= =   2      1   6.
3   3  3
1

Jika f bernilai negatif pada suatu sub interval [a,b], maka luas daerah D adalah
b
L   f ( x) dx
a

Luas daerah yang dibatasi y  f (x) , y  g (x) ,garis x  a , garis x  b dan


b

sumbu Y adalah L   f ( x)  g ( x) dx
a

7. VOLUME BENDA PUTAR


Jika suatu daerah bidang datar diputar mengelilingi sebuah garis lurus,
maka akan terbentuk suatu benda putar. Garis tetap itu kita sebut sumbu
putar. Sebuah contoh jika daerah segitiga ABC diputar mengelilingi sisi AC maka
akan terbentuk kerucut (lihat gambar).

C
A

B 18
Jika daerah lingkaran diputar dengan sumbu garis m maka akan terbentuk torus
(seperti ban). m

Volume benda putar yang terjadi jika daerah yang dibatasi oleh kurva y  f (x) ,
sumbu-X, garis x  a dan garis x  b diputar mengelilingi sumbu-X adalah:
b
V    y 2 dx
a

Sehingga volume benda putar V yang terbentuk jika daerah yang dibatasi oleh
kurva y  x , sumbu X dan garis x  4 diputar mengelilingi sumbu X adalah,
4

V =    x  dx    xdx = 
4 2 4
1 2   8 .
0 0
 2 x 
0

Kemudian volume benda putar V yang terbentuk jika daerah yang dibatasi oleh
kurva y  x 3 , sumbu Y dan garis y  3 diputar mengelilingi sumbu Y adalah,
3
3 5 
 y  dy    y
3 2 3 2
93 9
V =  3 3
dy =  y 3   .
5
0 03
 5  0

19
B. TRIGONOMETRI

Trigonometri sebagai suatu metode dalam perhitungan untuk


menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbandingan-perbandingan pada
bangun geometri, khususnya dalam bangun yang berbentuk segitiga. Pada
prinsipnya trigonometri merupakan salah satu ilmu yang berhubungan dengan
besar sudut, Trigonometri berasal dari bahasa Yunani, dimana terdiri dari dua
buah kata yaitu trigonom berarti bangun yang mempunyai tiga sudut dan sisi
(segitiga) dan metrom berarti suatu ukuran. Dari arti dua kata di atas, trigonometri
dapat diartikan sebagai cabang ilmu matematika yang mempelajari tentang
perbandingan ukuran sisi suatu segitiga apabila ditinjau dari salah satu sudut yang
terdapat pada segitiga tersebut. Dalam mempelajari perbandingan sisi-sisi segitiga
pada trigonometri, maka segitiga itu harus mempunyai tepat satu sudutnya (900)
artinya segitiga itu tidak lain adalah segitiga siku-siku.

1. SATUAN SUDUT

Sebuah sudut dihasilkan oleh putaran sebuah sinar terhadap titik pangkalnya.
Terdapat beberapa satuan untuk menyatakan besar sudut :

 Derajat siksagesimal, dimana satu putaran penuh dibagi menjadi 360 bagian
yang sama. Setiap bagian disebut 10 . Sehingga satu putaran penuh = 360 0
 Radian.
Satu radian adalah besarnya sudut yang menghadap busur lingkaran yang
panjangnya sama dengan jari-jari.

 AOB = 1 rad B

Hubungan radian dengan derajat r r


2r O
360 = rad A
r
= 2 rad
180 =  rad

20
pendekatan 1 rad = 57,3.

2. PERBANDINGAN TRIGONOMETRI PADA SEGITIGA SIKU-SIKU


Gambar di samping adalah segitiga siku-siku
B
dengan titik sudut sikunya di C. Panjang sisi

a c di hadapan sudut A adalah a, panjang sisi di


hadapan sudut B adalah b, dan panjang sisi di
C A
b hadapan sudut C adalah c.
Gb. 1. perbandingan trigonometri

Terhadap sudut :

Sisi a disebut sisi siku-siku di depan sudut 


Sisi b disebut sisi siku-siku di dekat (berimpit) sudut 
Sisi c (sisi miring) disebut hipotenusa
Berdasarkan keterangan di atas, didefinisikan 6 (enam) perbandingan trigonometri
terhadap sudut  sebagai berikut:
panjang sisi siku - siku di depan sudut A a
sin
1. panjang hipotenusa c
panjang sisi siku - siku di dekat (berimpit) sudut A b
2. cos   
panjang hipotenusa c
panjang sisi siku - siku di depan sudut A a
3. tan   
panjang sisi siku - siku di dekat sudut A b
panjang hipotenusa c
csc
4. panjang sisi siku - siku di depan sudut A a
panjang hipotenusa c
5. sec   
panjang sisi siku - siku di dekat sudut A b
panjang sisi siku - siku di dekat sudut A c
6. cot   
panjang sisi siku - siku di depan sudut A a
Dari perbandingan tersebut dapat pula ditulis rumus:

sin  cos 
tan   cot  
cos  sin 

1 1
sec   csc  
cos  sin 
21
3. KOORDINAT KARTESIUS DAN KOORDINAT KUTUB
Cara lain dalam menyajikan letak sebuah titik pada bidang xy selain koordinat
kartesius adalah dengan koordinat kutub.

Y Y
P(x,y) P(r, )
 

r
y y

O x O x
X X

Gb.A koordinat kartesius Gb.B. koordinat kutub

Pada gambar A titik P(x,y) pada koordinat kartesius dapat disajikan dalam
koordinat kutub dengan P(r, ) seperti pada gambar B.
Jika koordinat kutub titik P(r, ) diketahui, koordinat kartesius dapat dicari
dengan hubungan:
x
cos    x  r cos  sehingga koordinat kutubnya
r
adalah P( r cos  , r sin  )
y
 y  r sin 
sin  
r
4. NILAI PERBANDINGAN TRIGONOMETRI UNTUK SUDUT
ISTIMEWA
Sudut istimewa adalah sudut yang perbandingan trigonometrinya dapat dicari
tanpa memakai tabel matematika atau kalkulator, yaitu: 0, 30, 45,60, dan
90. Sudut-sudut istimewa yang akan dipelajari adalah 30, 45,dan 90.

Untuk mencari nilai perbandingan trigonometri sudut istimewa digunakan


lingkaran satuan x2 + y2 = 1 seperti gambar berikut ini.
a. Sudut 450

Perhatikan segitiga OAB dengan OAB= 450 ,maka : Y


B
OA=OB
OA2 + OB2 = OC2
45O
O A X

22
OA2 + OA2 = r2
2OA2 = 1
OA2 = OA = = OB

Sehingga koordinat P( x,y) adalah (

b. Sudut 300
Perhatikan segitiga sama sisi yang terbentuk, yakni segitiga OAB, dan C
terletakpada AB. dengan sudut COB = 30o . Segitiga OAB adalah segitiga
1
sama sisi dengan r =1, CB=CA= dan OC= 3
2 . Y
B

1 1
Sehingga P(x,y) adalah P ( 3, )
2 2 30O
30O C
O X

1
sin 30  A
2
1
cos 30  3
2
1 1
tan 30   3
3 3
Tabel nilai perbandingan trigonometri untuk sudut-sudut istimewa.

 0 30 45 60 90

1 1 1
sin  0 2 3 1
2 2 2
1 1 1
cos  1 3 2 0
2 2 2
1 tak
tan  0 3 1 3 terdefinisi
3
1
cot  tak 3 1 3 0
terdefinisi 3

23
Gambar grafik :

y=sin x

y= cos x

y= tangent x

5. PERBANDINGAN TRIGONOMETRI SUATU SUDUT DI BERBAGAI


KUADRAN
P adalah sembarang titik di kuadran I dengan
Y
P(x,y) koordinat (x,y). OP adalah garis yang dapat berputar
terhadap titik asal O dalam koordinat kartesius,
r
y
1
O x
X

24
sehingga XOP dapat bernilai 0 sampai dengan 90. Perlu diketahui bahwa

OP  x 2  y 2  r dan r  0

Berdasarkan gambar di atas keenam perbandingan trigonometri baku dapat

didefinisikan dalam absis (x), ordinat (y), dan panjang OP (r) sebagai berikut:

1. sin α  ordinat P  y 4. csc α  panjang OP  r


panjang OP r ordinat P y

absis P x panjang OP r
2. cos α   5. sec α  
panjang OP r absis P x

ordinat P y absis P x
3. tan α   6. cot α  
absis P x ordinat P y
Dengan memutar garis OP maka  XOP =  dapat terletak di kuadran I, kuadran
II, kuadran III atau kuadran IV, seperti pada gambar di bawah ini.
P(x,y) Y
Y
P(x,y)
y r
r
y
1 2
O x X x O X

Y Y

x 3 4 x
O X O X
y
r y
r
P(x,y)
P(x,y)

Gb. titik di berbagai kuadran

Sedangkan untuk mencari besar sudut jika diketahui harga sinus, cosinus atau
perbandingan trigonometri yang lain maka kita dapat mencarinya dengan Invers
Fungsi Trigonometri
Perhatikan y = Cos x
Misalkan x = /3 maka y = Cos /3 = ½
Ini berarti untuk setiap nilai x maka nilai y adalah tunggal
Misalkan y = ½ maka x = /3 + k.360 atau

25
x = - (/3) + k.360
Ini berarti bahwa jika y diketahui maka ditemukan lebih dari satu nilai x
y = Cos x : bila kita ingin menyatakan x dalam y maka :
x = Sudut yang nilai Cosinusnya y
x = Arcus Cosinus y
x = Arc Cos y atau x = Cos-1 y
Jadi untuk sudut x`dalam radian,
f = {(x,y)  y = Cos x, x R} : merupakan fungsi dari R  R, tetapi
f-1 = { (y,x)  x = Cos-1 y ; -1  y  1 , y R} adalah Invers dari f atau relasi
Siklometri
Bagaimana menjadikan f-1 sebagai fungsi ??
Caranya adalah dengan membatasi daerah hasilnya.
Apabila daerah hasil relasi siklometri dibatasi maka relasi siklometri dapat
menjadi fungsi siklometri. Adapun pembatasan tersebut adalah sebagai berikut.
Fungsi Daerah Asal Daerah Hasil

x = Sin-1 y [ -1, 1]  
[- , ]
2 2

x = Cos-1y [ -1, 1] [0, ]



[- , ]
x = tan-1y ( -,  ) 2 2

x = Cosec-1y ( -, -1]  [1,  ) [- ,  ], x  0
2 2

[0, ] , x 
x = Sec-1y ( -, -1]  [1,  ) 2

x = Cot-1y ( -,  ) (0, )

6. RUMUS PERBANDINGAN TRIGONOMETRI SUDUT BERELASI

Sudut-sudut yang berelasi dengan sudut  adalah sudut (90  ), (180  ),
(360  ), dan -. Dua buah sudut yang berelasi ada yang diberi nama khusus,
misalnya penyiku (komplemen) yaitu untuk sudut  dengan (90 - ) dan
pelurus (suplemen) untuk sudut  dengan (180 - ). Contoh: penyiku sudut
50 adalah 40, pelurus sudut 110 adalah 70.

26
a. Perbandingan trigonometri untuk sudut  dengan (90 - )

Dari gambar, Titik P1 (x1,y1) bayangan dari P(x,y) akibat pencerminan garis y 

x, sehingga diperoleh:

Y y=x
P1(x1,y1)

y1 P(x,y)
r1
r
y
a. XOP =  dan XOP1 = 90 - 
 (90-)
O x1
X
b. x1 = x, y1 = y dan r1 = r
x

Gb. sudut yang berelasi

Dengan menggunakan hubungan di atas dapat diperoleh:

sin 90    
y1 x
1)   cos 
r1 r

cos 90    
x1 y
2)   sin 
r1 r

tan 90    
y1 x
3)   cot 
x1 y
Dari perhitungan tersebut maka rumus perbandingan trigonometri sudut

 dengan (90 - ) dapat dituliskan sebagai berikut:

a. sin 90     cos  d. csc 90     sec 


b. cos 90     sin  e. sec 90     cos ec 
c. tan 90     cot  f. cot 90     tan 

b. Perbandingan trigonometri untuk sudut  dengan (180 - )


Titik P1(x1,y1) adalah bayangan dari Y

titik P(x,y) akibat pencerminan


P1(x1,y1) P(x,y)
terhadap sumbu y, sehingga r1
r

y1 (180-)
y
1). XOP =  dan XOP1 = 180 -  
x1 O x X

Gb. . sudut yang berelasi


27
2). x1 = x, y1 = y dan r1 = r
maka diperoleh hubungan:

sin 180    
y1 y
1)   sin 
r1 r

x x
2) cos 180     1    cos 
r1 r

tan 180    
y1 y
3)    tan 
x1  x
Dari hubungan di atas diperoleh rumus:

a. sin 180     sin   d. csc 180     csc 


b. cos 180      cos  e. sec 180     sec 
c. tan 180     tan  f. cot 180     cot 

c. Perbandingan trigonometri untuk sudut  dengan (180 + )


Dari gambar di samping titik P1(x1,y1) Y
adalah bayangan dari titik P(x,y) akibat P(x,y)
r
pencerminan terhadap garis y  x, (180+)
y
sehingga 
x1 O x
1). XOP =  dan XOP1 = 180 +  y1
X
r1
2). x1 = x, y1 = y dan r1 = r
P1(x1,y1)
maka diperoleh hubungan:
Gb. sudut yang berelasi
y
sin 180     1 
y
1)   sin 
r1 r
x1  x
2) cos 180        cos 
r1 r
y1  y y
3) tan 180        tan 
x1  x x
Dari hubungan di atas diperoleh rumus:

a. sin 180      sin  d. csc 180     csc 

b. cos 180      cos  e. sec 180     sec 

c. tan 180     tan  f. cot 180     cot 

28
d. Perbandingan trigonometri untuk sudut  dengan (- )
Dari gambar di samping diketahui titik P1(x1,y1) bayangan dari P(x,y) akibat
pencerminan terhadap sumbu x, sehingga

Y
a. XOP =  dan XOP1 = -  P(x,y)
b. x1 = x, y1 = y dan r1 = r r
(360-1)
y
maka diperoleh hubungan
 x
y y O
1) sin     1 
- x1 X
  sin  y1
r1 r r1

cos    
x1 x
2)   cos  P1(x1,y1)
r1 r
Gb. sudut yang berelasi
y
tan     1 
y
3)   tan 
x1 x
Dari hubungan di atas diperoleh rumus:

a. sin      sin  d. csc     csc 


b. cos     cos  e. sec     sec 
c. tan     tan  f. cot     cot 

Untuk relasi  dengan (- ) tersebut identik dengan relasi  dengan 360 


, misalnya sin (360  )   sin 
7. IDENTITAS TRIGONOMETRI

x
Y
P(x, y) Dari gambar di samping diperoleh cos   ,
 r
r y
y sin   dan r  x 2  y 2 .Sehingga
 r
O x X

y 2 x2
Gb. . rumus identitas
sin   cos 
2 2
 2  2
r r

29
x2  y2 r 2
  2 1
r2 r
Jadi sin2 +cos2  1

1  tgn2  sec 2 
Begitu pun untuk :
1  ctgn2  cos ec 2

8. Rumus-rumus Trigonometri untuk Jumlah dan Selisih Dua Sudut

a. Rumus cos ( + ) dan cos (  )


Pada gambar di samping diketahui C

garis CD dan AF keduanya adalah garis 


tinggi dari segitiga ABC. Akan dicari rumus
G F
cos ( + ). 

cos     
AD
 A D E B
AC
AD  AC cos    
Pada segitiga sikusiku CGF
GF
sin    GF  CF sin  …………..(1)
CF
Pada segitiga sikusiku AFC,
CF
sin    CF  AC sin  …………..(2)
AC
AF
cos β   AF  AC cos  …………..(3)
AC
Pada segitiga sikusiku AEF,
AE
cos    AE  AF cos  …………..(4)
AF
Dari (1) dan (2) diperoleh
GF  AC sin  sin 
Karena DE  GF maka DE  AC sin  sin 
Dari (3) dan (4) diperoleh

30
AE  AC cos  cos 
Sehingga AD  AE  DE
AC cos ( + )  AC cos  cos   AC sin  sin 

cos ( + )  cos  cos   sin  sin 

Jadi untuk menentukan cos (  ) gantilah  dengan  lalu


disubstitusikan ke rumus cos ( + ).
cos (  )  cos ( + ())
 cos  cos ()  sin  sin ()
 cos  cos   sin  (sin )
 cos  cos  + sin  sin 
cos (  )  cos  cos  + sin  sin 

e. Rumus sin ( + ) dan sin (  )


Untuk menentukan rumus sin ( + ) dan sin (  ) perlu diingat rumus
sebelumnya, yaitu: sin (90  )  cos  dan cos (90  )  sin 
sin ( + )  cos (90  ( + ))
 cos ((90  )  )
 cos (90  ) cos  + sin (90  ) sin 
 sin  cos  + cos  sin 

sin ( + )  sin  cos  + cos  sin 

Untuk menentukan sin (  ), seperti rumus kosinus selisih dua


sudut gantilah  dengan  lalu disubstitusikan ke sin ( + ).
sin (  )  sin ( + ( ))
 sin  cos () + cos  sin ()
 sin  cos  + cos  (sin )
 sin  cos   cos  sin 

sin (  )  sin  cos   cos  sin 

f. Rumus tan ( + ) dan tan (  )

31
sin 
Dengan mengingat tan   , maka
cos 
sin (   ) sin  cos   cos  sin 
tan (   )  
cos (   ) cos  cos   sin  sin 

sin  cos   cos  sin  sin  sin 



cos  cos  cos  cos 
tan (   )  
cos  cos   sin  sin  sin  sin 
1 
cos  cos  cos  cos 
tan   tan 

1  tan  tan 
Jadi tan   tan 
tan (   ) 
1  tan  tan 

Untuk menentukan tan (  ), gantilah  dengan  lalu disubstitusikan ke


tan ( + ).
tan (  )  tan ( + ( ))
tan   tan (-  )

1  tan  tan (-  )
tan   tan (  )

1  tan  ( tan  )
tan   tan 

1  tan  tan 
Jadi tan   tan 
tan (   ) 
1  tan  tan 

g. Rumus Trigonometri Sudut Rangkap


Dari rumusrumus trigonometri untuk jumlah dua sudut, dapat
dikembangkan menjadi rumus trigonometri untuk sudut rangkap.
 sin 2  sin ( + )  sin  cos  + cos  sin   2 sin cos
sin 2  2 sin cos
 cos 2  cos ( + )  cos  cos   sin  sin   cos2  sin2
cos 2  cos2  sin2

32
Rumusrumus variasi bentuk lain yang memuat cos 2 dapat diturunkan
dengan mengingat rumus dasar cos2 + sin2  1.
cos 2  cos2  sin2 cos 2  cos2  sin2
 cos2  (1  cos2)  (1  sin2)  sin2
 2cos2  1  1  2 sin2

Sehingga 1) cos 2  cos2  sin2


2) cos 2  2cos2  1
3) cos 2  1  2 sin2

tan   tan  2 tan 


 tan 2  tan (   )  
1  tan  tan  1  tan 2

2 tan 
tan 2 
1  tan 2

h. Mengubah Rumus Perkalian ke rumus Penjumlahan/Pengurangan


 Dari rumus cosinus untuk jumlah dan selisih 2 sudut diperoleh:
cos ( + )  cos  cos   sin  sin 
cos (  )  cos  cos  + sin  sin 
+
cos ( + ) + cos (  )  2 cos  cos 

cos ( + ) + cos (  )  2 cos  cos 

cos ( + )  cos  cos   sin  sin 


cos (  )  cos  cos  + sin  sin 

cos ( + )  cos (  )  2 sin  sin 

cos ( + )  cos (  )  2 sin  sin 

 Dari rumus sinus untuk jumlah dan selisih 2 sudut diperoleh:


sin ( + )  sin  cos  + cos  sin 
sin (  )  sin  cos   cos  sin 
+
sin ( + ) + sin (  )  2 sin  cos 

33
sin ( + ) + sin (  )  2 sin  cos 

sin ( + )  sin  cos  + cos  sin 


sin (  )  sin  cos   cos  sin 

sin ( + ) + sin (  )  2 sin  cos 

sin ( + )  sin (  )  2 cos  sin 


9. LUAS SEGITIGA
Dalam geometri untuk mencari luas segitiga terlebih dahulu kita harus
menentukan tinggi segitiga tersebut dan juga alasnya, kemudian digunakan
rumus bahwa
L=

Dalam pembahasan kali ini kita akan memanfaatkan aturan sinus dan aturan
cosinus untuk menghitung luas segitiga.
Perhatikan
Luas ABC=

Dengan mengganti nilai t dengan


diperoleh

Dan jika t diganti dengan diperoleh

Sedangkan jika kita mengganti posisi garis tinggi segitiga misalnya dari sudut
A dan tegak lurus terhadap BC akan diperoleh rumus luas segitiga yang lain
yaitu

Rumus luas segitiga ini dimanfaatkan untuk menghitung luas segitiga yang
diketahui besarnya salah satu sudut dan dua sisi yang mengapit sudut
tersebut.

34
35

Anda mungkin juga menyukai