Anda di halaman 1dari 17

BAB I

Latar belakang

Selama ini, pandangan masyarakat terhadap euthanasia bisa terbilang masih sempit. Masyarakat
berpendapat bahwa eutahanasia adalah suatu tindakan menyuntik mati untuk mengakhiri hidup
pasien. Padahal, euthanasia tidak hanya berarti menyuntik mati saja tetapi juga bisa dengan
pemberhentian pemberian tindakan atau terapi pada pasien. Pemberhentian tindakan atau terapi ini
disebut juga dengan euthanasia pasif. Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan
pengobatan maupun terapi terhadap pasien sehingga pasien diperkirakan akan meninggal beberapa
hari setelah penghentian tersebut. Tindakan ini bisa terjadi karena permintaan dari pihak keluarga
atau bisa juga dari faktor keadaan pasien. Selain itu faktor-faktor lain seperti keadaan ekonomi
turut andil, dimana keluarga pasien tidak mampu membayar ongkos rumah sakit.

Tindakan ini dilakukan juga dengan adanya dasar hukum yang disediakan oleh pemerintah. Dasar
hukum ini ada untuk membatasi tindakan euthanasia agar tidak disalahgunakan karena tindakan
ini menyangkut dengan nyawa manusia. Di Indonesia sendiri, dasar hukum ini sudah ada tetapi
masih terjadi dilema di masyarakat karena

Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pemberhentian tindakan ?


2. Apa saja macam-macam pemberhentian tindakan ?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi dilakukannya pemberhentian tindakan ?
4. hukum-hukum yang mengatur tentang pemberhentian tindakan

Tujuan

Tujuan umum

1. Untuk mengetahui pengertian dari pemberhentian tindakan


2. Untuk mengetahui macam-macam dari pemberhentian tindakan
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemberhentian tindakan
4. Untuk mengetahui hukum-hukum yang mengatur tentang pemberhentian tindakan

Tujuan khusus

Untuk mengedukasi masyarakat tentang pemberhentian tindakan atau euthanasia pasif, sehingga
masyarakat lebih tahu tentang
BAB II
TINJAUAN TEORI

A) Definisi
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti
baik, dan thanatos berarti mati. Jadi, euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup dengan
cara yang mudah tanpa adanya rasa sakit. Hak untuk mati ini secara diam-diam telah
dilakukan yang tak kunjung habis diperdebatkan. Bagi yang setuju menganggap euthanasia
merupakan pilihan yang sangat manusiawi, sementara yang tidak setuju menganggapnya
sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral, etika dan agama. Oleh karena itu euthanasia
sering disebut juga dengan mercy killing, a good death, atau enjoy death. Euthanasia
dikenal sebagai tindakan seseorang untuk mengakhiri hidupnya sendiri dikarenakan
adanya kehilangan peluang serta harapan. Hal ini biasanya dilakukan oleh penderita
penyakit parah dengan peluang hidup yang sangat kecil. Tindakannya sendiri berupa
“suntik mati” demi menepis penderitaan yang berkepanjangan. Pada banyak kasus,
euthanasia dilakukan karena permintaan seseorang yang sudah sekarat. Tapi ada juga kasus
euthanasia yang dilakukan tim dokter, karena sang pasien sudah tidak sanggup lagi untuk
memohon.

B) Macam-macam
Ditinjau dari cara pelaksanaannya euthanasia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Euthanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara
sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat
atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan
pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan.
Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida. Contohnya:
Seseorang yang sedang menderita kangker ganas atau sakit yang mematikan, yang
sebenarnya dokter sudah tahu bahwa seseorang tersebut tidak akan hidup lama lagi.
Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat
menghilangkan rasa sakitnya, tetapi justru menghentikan pernapasannya sekaligus.
2. Euthanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia)
digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak
secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui
bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut
diajukan secara resmi dengan membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan).
Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan
pasien yang bersangkutan.
3. Euthanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif
yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan
seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan
medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah
dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam
pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan
tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun
pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan
mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara
terselubung oleh kebanyakan rumah sakit (Wikipedia,2010).

Ditinjau dari pemberian izin euthanasia dibagi menjadi tiga, yaitu:


1. Ethanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan ethanasia yang
bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan ethanasia semacam
ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
2. Ethanasia secara tidak sukarela: Ethanasia semacam ini adalah yang seringkali
menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun
juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk
mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien
(seperti pada kasus Terry schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa
orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
3. Euthanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun
hal ini juga masih merupakan hal kontroversial. Beberapa Negara memberikan ijin untuk
eutanasia tipe yang ketiga ini, misalnya Belanda, namun beberapa yang lain
menganggapnya sebagai tindakan bunuh diri yang dibantu, sehingga tetap melanggar
hukum.

Ditinjau dari permintaan euthanasia dibagi menjadi dua, yaitu:


1. Euthanasia Volunter : Euthanasia atas permintaan pasien sendiri.
2. Euthanasia Involunter : Euthanasia atas permintaan keluarga pasien.

Ditinjau dari segi tujuannya, eutanasia juga dibedakan menjadi 3 (Wikipedia, 2010), yaitu:
a. Eutanasia berdasarkan belas kasihan (mercy killing) Eutanasia jenis ini,
dilakukan atas dasar rasa kasihan kepada sang pasien, umumnya eutanasia jenis ini
dilakukan kepada pasien yang menderita rasa sakit yang amat sangat dalam penyakitnya,
sehingga membuat orang-orang disekitarnya menjadi tidak tega dan memutuskan untuk
melakukan eutanasia.
b. Eutanasia hewan Sesuai dengan namanya, eutanasia jenis ini, khusus dilakukan
kepada hewan, biasanya beberapa hewan peliharaan yang sudah tua dan menderita sakit
berkepanjangan, membuat si pemilik tidak tega dan memutuskan untuk melakukan
eutanasia. Pada kasus yang lain, beberapa kepercayaan percaya bahwa, saat seseorang
meninggal, maka barang-barang kesayangannya harus diikutkan ke dalam kubur, termasuk
hewan-hewan kesayangannya, sehingga sebelum hewan tersebut dikuburkan umumya
mereka di suntik mati terlebih dahulu.
c. Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia
agresif secara sukarela. Dilakukan atas persetujuan sang pasien sendiri.

C) Faktor-faktor
a. Aspek Hukum. Undang undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya
melihat dari dokter sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia
aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana, atau dengan sengaja
menghilangkan nyawa seseorang.Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu
pada pihak yang dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar
belakang dilakukannya euthanasia tersebut.Tidak perduli apakah tindakan
tersebut atas permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi
penderitaan pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat
yang belum diketahui pengobatannya. Di lain pihak hakim dapat menjatuhkan
pidana mati bagi seseorang yang masih segar bugar yang tentunya masih ingin
hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti pasien yang sangat
menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam undang undang yang
terdapat dalam KUHP Pidana.
b. Aspek Hak Asasi. Hak asasi manusia selalu dikaitkan dengan hak hidup, damai
dan sebagainya.Tapi tidak tercantum dengan jelas adanya hak seseorang untuk
mati.Mati sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran hak asasi
manusia.Hal ini terbukti dari aspek hukum euthanasia, yang cenderung
menyalahkan tenaga medis dalam euthanasia.Sebetulnya dengan dianutnya hak
untuk hidup layak dan sebagainya, secara tidak langsung seharusnya terbersit
adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk menghindarkan diri dari segala
ketidak nyamanan atau lebih tegas lagi dari segala penderitaan yang hebat.
c. Aspek Ilmu Pengetahuan. Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan
kemungkinan keberhasilan upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan
atau pengurangan penderitaan pasien.Apabila secara ilmu kedokteran hampir
tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan
penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan haknya untuk tidak
diperpanjang lagi hidupnya? Segala upaya yang dilakukan akan sia sia, bahkan
sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di samping tidak
membawa kepada kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam
pengurasan dana.
d. Aspek Agama. Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga
tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang
atau memperpendek umurnya sendiri.Pernyataan ini menurut ahli ahli agama
secara tegas melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya.Dokter bisa
dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak Tuhan yaitu
memperpendek umur. Orang yang menghendaki euthanasia, walaupun dengan
penuh penderitaan bahkan kadang kadang dalam keadaan sekarat dapat
dikategorikan putus asa, dan putus asa tidak berkenan dihadapan Tuhan. Tapi
putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang segar bugar, dan
tentunya sangat tidak ingin mati, dan tidak dalam penderitaan apalagi sekarat,
tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama yang satu ini. Aspek lain dari
pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila dikaitkan dengan usaha
medis bisa menimbulkan masalah lain. Mengapa orang harus kedokter dan
berobat untuk mengatasi penyakitnya, kalau memang umur mutlak di tangan
Tuhan, kalau belum waktunya, tidak akan mati. Kalau seseorang berupaya
mengobati penyakitnya maka dapat pula diartikan sebagai upaya
memperpanjang umur atau menunda proses kematian. Jadi upaya medispun
dapat dipermasalahkan sebagai melawan kehendak Tuhan.Dalam hal hal seperti
ini manusia sering menggunakan standar ganda. Hal hal yang menurutnya baik,
tidak perlu melihat pada hukum hukum yang ada, atau bahkan mencarikan dalil
lain yang bisa mendukung pendapatnya, tapi pada saat manusia merasa bahwa
hal tersebut kurang cocok dengan hatinya, maka dikeluarkanlah berbagai dalil
untuk menopangnya.

D) Praktik Euthanasia di Indonesia


Sampai saat ini, euthanasia masih menimbulkan pro & kontra di masyarakat.
Mereka yang menyetujui tindakan euthanasia berpendapat bahwa euthanasia adalah suatu
tindakan yang dilakukan dengan persetujuan & dilakukan dengan tujuan utama
menghentikan penderitaan pasien. Prinsip kelompok ini adalah manusia tidak boleh
dipaksa untuk menderita. Dengan demikian, tujuan utama kelompok ini yaitu meringankan
penderitaan pasien dengan memperbaiki resiko hidupnya.
Kelompok yang kontra terhadap euthanasia berpendapat bahwa euthanasia
merupakan tindakan pembunuhan terselubung, karenanya bertentangan dengan kehendak
Tuhan. Kematian semata-mata adalah hak dari Tuhan, sehingga manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan tidak mempunyai hak untuk menentukan kematiannya. Menurut PP
no.18/1981 pasal 1g menyebutkan bahwa: ―Meninggal dunia adalah keadaan insani yang
diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang, bahwa fungsi otak, pernapasan, & atau
denyut jantung seseorang telah berhenti‖. Definisi mati ini merupakan definisi yang berlaku
di Indonesia.

Mati itu sendiri sebetulnya dapat didefinisikan secara sederhana sebagai


berhentinya kehidupan secara permanen (permanent cessation of life). Hanya saja, untuk
memahaminya terlebih dahulu perlu memahami apa yang disebut hidup.

Para ahli sependapat jika definisi hidup adalah berfungsinya berbagai organ vital
(paru-paru,jantung, & otak) sebagai satu kesatuan yang utuh, ditandai oleh adanya
konsumsi oksigen. Dengan demikian definisi mati dapat diperjelas lagi menjadi
berhentinya secara permanen fungsi organ-organ vital sebagai satu kesatuan yang utuh,
ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen.
Meskipun euthanasia bukan merupakan istilah yuridis, namun mempunyai
implikasi hukum yang sangat luas, baik pidana maupun perdata. Pasal-pasal dalam KUHP
menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang.
Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan. Berikut adalah bunyi pasal-
pasal dalam KUHP tersebut:
Pasal 338: ―Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena
pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas
tahun.
Pasal 340: ―Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu
menghilangkan jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan
berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara
sementara selama-lamanya duapuluh tahun.
Pasal 344: ―Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang
itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara
selama-lamanya duabelas tahun.
Pasal 345: ―Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh
diri.
Pasal 359: ―Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian,
dipidana dengan pidana penjara selama- lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-
lamanya satu tahun.

Euthanasia menurut Hukum di berbagai Negara

1. Belanda Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang- undang yang
mengizinkan eutanasia. Undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1
April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi
praktik eutanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan,
diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya. Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab
Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih
dipertahankan sebagai perbuatan kriminal. Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope
of Dutch Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67,
November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda
dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan
mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan
konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan
dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan. Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum
mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri
berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada
tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang- undang
belanda, dimana seorang dokter yang melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak
akan dihukum.

2. Australia

Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU
yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan
lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut "Right of the
terminally ill bill" (UU tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa
kali dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia,
sehingga harus ditarik kembali.

3. Belgia

Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002. Para
pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah
dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia di negara ini, namun mereka juga
mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya
upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian". Belgia kini menjadi negara ketiga yang
melegalisasi eutanasia (setelah Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika). Senator
Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan
undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani
dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan
kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya

4. Amerika

Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-
satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien
terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah
negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya
eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with
Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan
euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18
tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan
meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien,
dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali
secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan
keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan
prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada
dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan
pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi
yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan
hari tuanya. Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa
depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini.
Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan
Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.
Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan
bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya eutanasia.

5. Swiss

Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga negara Swiss ataupun
orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri. Secara umum, pasal 115 dari
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis pada tahun 1937 dan
dipergunakan sejak tahun 1942, yang pada intinya menyatakan bahwa "membantu suatu
pelaksanaan bunuh diri adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila
motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri." Pasal 115 tersebut hanyalah
menginterpretasikan suatu izin untuk melakukan pengelompokan terhadap obat-obatan
yang dapat digunakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang.

BAB III
GAMBARAN KASUS

Pada tahun 2002, ada seorang pasien wanita berusia 68 tahun yang terdiagnosa menderita penyakit
sirosis hati (liver cirrhosis). Tiga bulan setelah dirawat, seorang dokter bermarga Park umur 30
tahun, telah mencabut alat bantu pernapasan (respirator) atas permintaan anak perempuan si
pasien. Pada Desember 2002, anak lelaki almarhum tersebut meminta polisi untuk memeriksa
kakak perempuannya beserta dua orang dokter atas tuduhan melakukan pembunuhan. Seorang
dokter yang bernama dr. Park mengatakan bahwa si pasien sebelumnya telah meminta untuk tidak
dipasangi alat bantu pernapasan tersebut. 1 minggu sebelum meninggalnya, si pasien amat
menderita oleh penyakit sirosis hati yang telah mencapai stadium akhir, dan dokter mengatakan
bahwa walaupun respirator tidak dicabutpun, kemungkinan hanya dapat bertahan hidup selama 24
jam saja.
BAB IV
PENYELESAIAN MASALAH
4.1. Alternatif Tindakan
4.1.1. Alternatif 1
Dokter memenuhi keinginan keluarga klien untuk mengakhiri hidup sang ibu.
4.1.2. Alternatif 2
Dokter menolak keinginan keluarga klien untuk mengakhiri hidup sang ibu, atau
dengan kata lain dokter berusaha mempertahankan hidup klien.
4.2. Pembahasan

ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2
Teori Utilitarianism : Deontology:
Adalah teori yang didasarkan pada Adalah teori yang berasal dari norma
norma dan aturan untuk melakukan atau aturan mengenai kewajiban umat
tindakan yang menitik beratkan pada manusia yang saling ketergantungan,
hasil akhir. Pada kasus ini tindakan sehingga mempunyai komitmen dan
dokter tidak mengacu pada prosedur rasa tanggungjawab untuk memenuhi
yang ada. Dokter melakukan euthanasia kewajiban terhadap oranglain. Teori
atas dasar permintaan dari anak ini tidak menitikberatkan pada hasil
perempuan pasien dan juga mengakhiri akhir atau akibat suatu tindakan.
penderitaan pasien. Dokter tidak Dalam hal ini, seharunya dokter tidak
mempertimbangkan proses dalam mengikuti perintah dari keluarga
mengambil tindakan euthanasia pasien untuk mengakhiri hidup dari
tersebut, padahal setiap tindakan yang sang ibu. Karena setiap tindakan
mengakhiri hidup merupakan tindakan medis yang dilakukan kepada pasien
yang secara moral buruk dan tidak di haruslah sesuai dengan Standar
perbolehkan. Operational Prosedur yang telah ada.
Pengambilan keputusan untuk
mengakhiri kehidupan dari pasien
bukan jalan keluar yang terbaik karena
setiap tenaga medis memiliki
kewajiban untuk menghormati dan
mempertahankan kehidupan pasien.
Nilai yang mendukung 1. Altrurism 1. Human Dignity
Adalah nilai etik yang Adalah nilai etik yang menghargai
mengutamakan kepentingan orang martabat manusia dan
lain (pasien). Dalam hal ini dokter memperlakukan manusia secara
berusaha menyetujui permintaan dari manusiawi. Dalam hal ini, jika
pasien sendiri dan salah satu anggota dokter menolak permintaan pasien
keluarga pasien, karena di dalam untuk mengakhiri kehidupannya,
kasus di sebutkan bahwa pasien dokter sudah melakukan tindakan
sebelumnya tidak ingin di pasang sesuai dengan nilai etik ini.
alat bantu pernapasan dengan kata Dengan kata lain, dokter sudah
lain pasien ingin mengakhiri menghargai arti sebuah nyawa.
hidupnya.
2. Freedom
Adalah nilai etik yang
mengutamakan kebebasan seseorang
untuk menentukan pilihan. Dalam
hal ini, dokter memberikan
kebebasan kepada pasien untuk
menentukan pilihan hidupnya.
Pasien berhak menentukan tindakan
yang akan dilakukan terhadap
dirinya.

3. Human Dignity
Adalah nilai etik yang
memperlakukan manusia secara
manusiawi. Tindakan yang
dilakukan oleh dokter, sudah sesuai
dengan nilai human dignity, karena
dokter lebih memilih mengakhiri
hidup pasien daripada membiarkan
pasien tetap hidup dalam keadaan
yang sangat menderita akibat
penyakitnya yang sudah parah.

Nilai yang menentang 1. Freedom


Adalah nilai etik yang
berhubungan dengan kebebasan
seseorang dalam hal ini klien,
untuk menentukan pilihan. Dalam
kasus ini, jika dokter menolak
keinginan klien untuk mengakhiri
hidupnya, berarti dokter sudah
menghilangkan hak klien untuk
menentukan pilihan tindakan
medis yang akan dilakukan
terhadapnya.

Prinsip yang 1. Autonomy 1. Beneficience


mendukung Adalah prinsip etik yang Adalah prinsip berbuat kebaikan
berhubunagan dengan kebebasan dan upaya kebajikan perawat
pasien. Dalam hal ini pasien untuk menyelesaikan pekerjaan
mendapatkan hak untuk memilih yang terbaik untuk klien. Pada
setiap tindakan medis yang akan kasus ini, tindakan yang dilakukan
diberikan kepadanya. Pada kasus ini oleh dokter merupakan tindakan
pasien memilih untuk mengakhiri terbaik untuk pasien, karena dokter
hidupnya dengan menolak sudah berusaha mempertahankan
pemasangan alat bantu pernafasan. kehidupan pasien.
2. Non maleficience
Adalah prinsip melakukan
tindakan tanpa bahaya atau
menimbulkan kerugian bagi orang
lain. Dalam kasus ini dokter
hendaknya menolak keinginan
pasien untuk mengakhiri hidupnya
karena jika permintaannya di
penuhi maka hal itu akan
merugikan pasien.

3. Avoiding killing
Adalah nilai etik yang
menekankan pada kewjiban
perawat untuk menghargai,
melindungi, dan mempertahankan
kehidupan manusia bagaimanapun
caranya. Pada kasus ini, tindakan
dokter yang menolak permintaan
dari pasien akan membuat pasien
tetap bertahan hidup.
Prinsip yang 1. Beneficience 1. Autonomy
menentang Adalah prinsip berbuat kebaikan. Adalah nilai etik yang
Prinsip ini merupakan upaya berhubungan dengan
kebajikan perawat untuk kemerdekaan atau kebebasan
menyelesaikan pekerjaan yang klien. Nilai ini merupakan hak
terbaik untuk klien. Dalam untuk memilih bagi seseorang.
melakukan tindakan medis Dalam hal ini pasien berhak
mengakhiri kehidupan pasien dan bebas untuk memilih
bukanlah tindakan yang baik, karena tindakan apa yang akan
pada hakikatnya seorang tenaga dilakukan terhadap dirinya,
medis haruslah menghormati tetapi jika dokter memilih
kehidupan manusia dari konsepsi untuk menolak permintaan
sampai akhir hidup manusia. Pada pasien untuk mengakhiri
kasus ini dokter lebih memilih hidupnya, berarti doker sudah
mengikuti permintaan anak dari menghalangi hak pasien dalam
pasien untuk mengakhiri hidup sang memilih suatu tindakan.
ibu daripada mempertahankan
kehidupan pasien, hal ini sangat
bertentangan dengan pinsip
Beneficience.

2. Non Maleficience
Adalah prinsip etik melakukan
tindakan tanpa menimbulkan
bahaya. Dalam kasus ini dokter
melakukan tindakan yang
membahayakan psien yaitu dengan
melepas alat bantu pernafasan yang
selama ini digunakan untuk
menopang kehidupan pasien.
3. Avoiding Killing
Adalah prinsip etik yang
menekankan pada kewajiban
perawat untuk menghargai
kehidupan, menghargai eksistensi
kemanusiaan yang mempunyai
konsekuensi melindungi, dan
mempertahankan kehidupan dengan
berbagai cara. Pada kasus ini,
tindakan dokter bukan merupakan
tindakan yang menghargai
kehidupan pasien. Dalam
melakukan tindakannya, para tenaga
medis haruslah menghormati
kehidupan manusia dari konsepsi
sampai akhir hidup manusia dengan
berbagai cara.

RUU yang 1. Pasal 39D: tentang hak klien 1. Pasal 37D:


mendukung Memberi persetujuan atau Menolak keinginan klien atau
penolakan tindakan keperawatan pihak lain yang memberikan
yang akan diterimanya. anjuran atau permintaan baik lisan
maupun tertulis untuk melakukan
Dalam pasal tersebut, klien berhak tindakan yang bertentangan
menolak segala tindakan medis yang dengan standar profesi, standar
akan diterimanya. Pada kasus ini, pelayanan keperawatan, standar
klien menolak pemasangan alat operasional prosedur, kode etik,
bantu pernapasan yang akan dan ketentuan peraturan
diberikan kepadanya. perundang-undangan.

Dari pasal tersebut, sudah jelas


bahwa tenaga medis mempunyai
kewenangan untuk menolak
keinginan pasien untuk mengakhiri
hidupnya.
2. Pasal 38B:
Memberikan pelayanan
keperawatan sesuai dengan standar
profesi, standar pelayanan
keperawatan, standar operasional
prosedur, kode etik, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Dari pasal tersebut, tenaga medis


harus memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan standar
yang ada.
3. Pasal 38C
Menghormati hak klien

Dari pasal tersebut, tenaga medis


memiliki kewajiban menghormati
hak pasien untuk hidup.

RUU yang menentang 1. Pasal 39C: tentang hak klien 1. Pasal 39D: tentang hak klien
Mendapat pelayanan keperawatan Memberi persetujuan atau
sesuai dengan standar pelayanan penolakan tindakan keperawatan
keperawatan. yang akan diterimanya.

Dalam pasal tersebut, jika dokter Dalam pasal tersebut, klien berhak
malakukan alternative tindakan menolak segala tindakan medis
yang pertama ini, maka ia sudah yang akan diterimanya. Tetapi jika
melakukan tindakan yang tidak dokter melakukan alternative
sesuai dengan pelayanan tindakan yang kedua ini, berarti ia
keperawatan, karena setiap tindakan sudah menghilangkan hak pasien
medis harus sesuai dengan standar untuk memilih tindakan yang akan
pelayanan yang ada. dilakukan terhadap dirinya.

4.3. Pengambilan Keputusan


Berdasarkan hasil diskusi dan mengacu pada nilai dan prinsip etik yang ada, maka
tindakan terbaik yang seharusnya dilakukan oleh dokter adalah memilih alternative
pertama yang mana memenuhi permintaan pasien untuk melakukan euthanasia pasif.
Karena pada alternative tindakan pertama mengandung banyak nilai dan prinsip yang
mendukung serta mengandung lebih sedikit risiko.

BAB V
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai