Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Rumah sakit merupakan organisasi yang bersifat padat karya, padat modal, padat

teknologi, dan padat keterampilan. Mengorganisasikan sumber daya manusia di

Rumah sakit merupakan tugas yang rumit serta tantangan yang akan di hadapi juga

tidak mudah. Rumah sakit adalah sebuah sistem, yang sumber daya manusianya

merupakan salah satu subsistemnya. Rumah sakit itu sendiri adalah subsistem dari

sistem yang lebih besar lagi yaitu sistem pelayanan kesehatan yang tidak lain adalah

subsistem dari sistem kesehatan nasional (Soeroso S, 2003:5). Dengan semakin Commented [A1]: Nanti kita cari tahun yg terbaru yah
Commented [A2R1]:
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan dan tuntutan

perkembangan iptek, maka metode sistem pemberian pelayanan perawatan harus

efektif dan efisien dalam meningkatkan mutu rumah sakit (Nursalam, 2014:168).

Oleh karena itu, penerapan manajemen keperawatan yang dipilih rumah sakit dan

unit pelayanan lebih khususnya harus dapat meningkatkan kinerja bagi pegawainya,

salah satu fungsi manajemen adalah menentukan tugas bagi stafnya termasuk di

dalamnya beban kerja dan sasaran kinerja bagi pegawainya Nursalam (2014:117).

Beban kerja adalah jumlah waktu dan kegiatan perawatan seorang perawat

(langsung dan tidak langsung) terhadap pasien dan tempat kerja (Alghamdi, 2016).

Hasil penelitian World Health Organization (WHO) dalam Hendianti (2012)

menyatakan bahwa perawat yang bekerja di rumah sakit di Asia Tenggara termasuk

Indonesia memiliki beban kerja berlebih akibat dibebani tugas-tugas non

1
2

keperawatan. Menurut Haryanti (2013) menyatakan bahwa dari 27 (93%) perawat

yang memiliki beban kerja tinggi 24 (82%) memiliki tingkat stres sedang dalam

bekerja. Perawat yang diberi beban kerja berlebih dapat berdampak kepada

penurunan kinerja, motivasi kerja, kualitas pelayanan keperawatan, dan kegagalan

melakukan tindakan pertolongan terhadap pasien.

Kondisi sumber daya manusia (SDM) keperawatan dapat dijadikan acuan

kesejahteraan perawat. Kondisi SDM keperawatan yang dapat digunakan untuk

menilai kesejahteraan perawat, antara lain kepuasan kerja tenaga keperawatan

(Asmuji, 2013:124). Saat ini tingkat kinerja perawat di beberapa rumah sakit di

Indonesia masih rendah. Menurut penelitian Yunidrawati, Susilaningsih, dan

Somantri (2012) tentang hubungan kepuasan kerja dengan kinerja perawat di ruang

rawat inap rumah sakit umum daerah Bekasi. Dari 71 responden yang diteliti 92,96%

menyatakan tidak puas dalam bekerja. Hal ini berdampak pada menurunya tingkat

kinerja perawat dalam bekerja. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perawat

yaitu peran manajer keperawatan. Salah satu peran seorang kepala ruangan adalah

melakukan supervisi.

Menurut penelitian Pebriani (2016) tentang Pengaruh Pelaksanaan Supervisi

Kepala Ruang Terhadap Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Tugurejo

Semarang menyatakan bahwa supervisi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kinerja perawat.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perawat yaitu peran manajer. Salah

satu peran manajer adalah membuat kebijakan yang dapat meningkatkan kinerja

pegawainya (Nursalam, 2014:117).


3

Supervisi klinis merupakan peran manajer dalam mengarahkan bawahannya

untuk mencapai tujuan organisasi. Supervisi klinis bertujuan untuk mengarahkan

individu mencapai tujuan dan strategi organisasi, membimbing staf dan mendukung

tercapainya kerja klinis yang optimal. Oleh sebab itu para supervisor harus memiliki

keterampilan memimpin untuk menyelesaikan masalah sehingga dapat mencapai

keberhasilan di tempat bekerja (Sirola-Karvinen & Hykas, 2008). Supervisi klinis

merupakan kekuatan utama dari kerangka kerja klinis di pelayanan (White &

Winstanley, 2010).

Penelitian oleh Basri (2018) tentang Model Supervisi Keperawatan Terhadap

Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien Di Ruang Rawat Inap menyatakan bahwa

dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan pada pelaksanaan sasaran

keselamatan pasien sesudah diberlakukan supervisi model reflektif interaktif, pada

kelompok intervensi & kelompok kontrol di Ruang Rawat Inap. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa supervisi yang dilakukan dengan model reflektif interaktif dapat

secara baik meningkatkan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap.

Dari fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini untuk Commented [A3]: Kalau bisa nemu data masalah di RS,
data itu bisa kita masukkan sebelum kalimat ini
mengetahui bagaimana pengaruh penerapan supervisi model reflektif interaktif

terhadap kinerja perawat di poli bedah umun di RSUD dr. Moewardi Surakarta.

1.2 Rumusan Malasah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian yaitu “Adakah pengaruh penerapan supervisi model reflektif interaktif

terhadap kinerja perawat di poli bedah umun di RSUD dr. Moewardi Surakarta?”
4

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh penerapan supervisi model reflektif interaktif terhadap

kinerja perawat di poli bedah umun di RSUD dr. Moewardi Surakarta.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kinerja perawat di poli bedah umum sebelum dilakukan

supervisi model reflektif interaktif

2. Mengidentifikasi kinerja perawat di poli bedah umum sesudah dilakukan

supervisi model reflektif interaktif

3. Menganalisis adakah pengaruh penerapan supervisi model reflektif interaktif

terhadap kinerja perawat di poli bedah umun di RSUD dr. Moewardi

Surakarta

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan informasi kepada

rumah sakit tentang pengaruh penerapan supervisi model reflektif interaktif

terhadap kinerja perawat di poli bedah umum.

1.4.2 Bagi Peneliti


5

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai studi interaktif tentang

kinerja perawat dan manajer sebagai bahan acuan dalam meningkatkan mutu

pelayanan.

Anda mungkin juga menyukai