Anda di halaman 1dari 13

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN PARONIKIA

I. PENDAHULUAN

Paronikia adalah peradangan yang terjadi pada lipatan kuku bagian

proksimal yang tampak sebagai nyeri eritema periungual, kadang pula terdapat

nanah. Paronikia akut biasanya disebabkan oleh infeksi sedangkan paronikia

kronis lebih sering disebabkan oleh faktor mekanis. Jika pada daerah periungual

berfluktuasi hingga tampak nanah, maka hari senantiasa dikeringkan untuk

menghindari kerusakan matriks antibiotic topical dan atau sistemik harus

diberikan jika diduga infeksi bakteri.(2)

Penyebab terjadinya paronikia sendiri adalah bakteri Streptococcus

pyogenes ditandai dengan perlangsungan yang mendadak. Pada paronikia

pyogenik didapatkan lipatan kulit sekitar kuku yang purulent, nyeri eritema oleh

karena adanya abses Sedangkan paronikia yang disebakan oleh jamur seperti

biasanya berlangsung kronik.(4)

Paronikia akut hampir selalu disebabkan oleh bakteri Staphylococcus

aureus. Selain itu, bakteri lain yang menyebabkan paronikia adalah Streptococcus

pyogenes, Enterococcus faecalis, Proteus dan spesies Pseudomonas, dan bakteri

anaerob. Sedangkan paronikia kronis umumnya disebabkan oleh Candida albicans

(70%), dan persentasi bakteri lain 30%.(7)

Penyebab menularnya paronikia dapat terjadi akibat kontak iritan dan

kelembaban yang berlebihan. Secara klinis, paronikia tampak sebagai kondisi akut

maupun kronis. Seseorang dengan pekerjaan tukang roti, bartender dan pencuci

piring cenderung berpottensi untuk menderita paronikia kronis. (5,6)

1
Kelainan pada kuku dapat menimbulkan rasa nyeri, mempengaruhi

penampilan dan fungsi kuku. Pemeriksaan kuku jari tangan dan kaki perlu

dilakukan secara rutin, karena seringkali dapat memberikan petunjuk adanya

penyakit lain.(1)

Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang

menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail

root) bagian yang terbuka diatas jaringan lunak kulit pada ujung jari disebut

lempeng kuku (nail plate) dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas.

Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm

perminggu. Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku (nail groove). Kulit

tipis yang menutup kuku dibagian proksimal disebut eponikium, sedang kulit

yang ditutupi bagian kuku bebas disebut hiponikium.

Kuku adalah satu unit yang kompleks yang terdiri dari lima struktur kulit

yang terdiri atas: matriks kuku, lempeng kuku, kuku, kutikula (eponychium), dan

lipatan kuku. Kutikula adalah hasil dari lipatan proksimal dan terletak diantara

kulit dan lempeng kuku. Konfigurasi ini menyediakan segel tahan air dari iritasi

eksternal, alergen, dan pathogen.(3)

II. DIAGNOSIS

I. DIAGNOSIS
2.1 ANAMNESIS
a. Anamnesis umum
 Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat,
dan pekerjaan
 Tanyakanlah apa yang menyebabkan pasien datang ke
dokter (Keluhan utama)

2
 Untuk heteroanamnesis tanyakan hubungan pasien
dengan pengantar

b. Anamnesis terpimpin

 Tanyakanlah kapan kelainan kulit tersebut mulai


muncul, apakah hilang timbul, menetap, dimana lokasi
awalnya dan kemudian muncul dimana.
 Tanyakanlah apakah disertai demam atau tidak
 Tanyakanlah apakah disertai gatal atau tidak
 Tanyakanlah apakah bercak kulit ini berhubungan
dengan gigitan serangga ataupun setelah kontak/terpapar
bahan-bahan tertentu
 Tanyakanlah apakah ada riwayat trauma sebelum
munculnya bercak atau apakah ada luka
 Tanyakanlah apakah ada riwayat keluarga yang pernah
mengalami hal yang sama
 Tanyakanlah apakah sudah pernah mengalami penyakit
ini sebelumnya atau riwayat penyakit secara keselurahan
 Tanyakanlah riwayat pengobatan sebelumnya

2.2 Pemeriksaan Fisis

 Inspeksi : bercak merah bilateral pada pipi dan


kaki, bekas garukan dan abrasi, bekas
trauma, dan pembesaran kelenjar
limfatik femoral.
 Effloresensi : eritema yang berwarna merah cerah,
berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi.
Sering disertai udem, vesikel, dan bulla
yang berisi cairan seropurulen.

3
2.3 Pemeriksaan Penunjang:


Bakteri dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan biopsy kulit
dan kultur. Specimen untuk kultur bias diambil dari apusan
tenggorokan, darah dan cairan seropurulen pada lesi. Pada
pemeriksaan darah rutin menunjukkan adanya
polimorfonuklear leukositosis, meningkatnya laju endip darah
(LED) dan juga meningkatnya C-reaktif protein.

Histologi Erisipelas menunjukkan edema dermal, dilatasi
pembuluh darah, dan invasi streptokkus pada jaringan lunak
dan limfatik. Invasi bakteri ini menyebabkan infiltrate
inflamasi kulit yang terdiri atas neutrofil dan sel mononuclear.
Invasi bakteri pada pembuluh darah local mungkin saja terlihat.

Paronikia akut

Etiologi dan Faktor Predisposisi

Penyebab paling umum dari paronychia akut adalah trauma langsung

ataupun tidak langsung dengan kutikula atau lipatan kuku. Trauma tersebut

mungkin relatif kecil akibat aktivitas biasa seperti mencuci piring, cedera dari

serpihan atau duri, onychophagia (menggigit kuku), adanya bintil kuku, mengisap

jari, kuku tumbuh ke dalam, menggunting kuku (pemangkasan atau mendorong

kembali kutikula), kuku palsu dan lainnya. Penyebab paling umum paronikia akut

adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Pseudomonas pyocyanea,

dan Proteus vulgaris.(3)

Gambaran klinis paronikia akut

Pada paronikia akut, didapatkan adanya nyeri tekan dan terlokalisir di

perionychium tersebut. Gejala timbul secara mendadak setelah adanya trauma.

4
Biasanya di daerah perionychial terdapat eritema dan meradang, dan pada kuku

muncul memar bahkan distorsi. Jika tidak ditangani, dapat terbentuk nanah atau

pus yang berkembang sebagai abses sekitar perionychium.(6)

Paronikia Kronis

Etiologi dan Faktor Predisposisi

Paronikia kronis adalah reaksi inflamasi multifaktorial pada lipatan kuku

proksimal akibat iritasi dan alergens. Pada paronikia kronis, kutikula terpisah dari

lempeng kuku, meninggalkan daerah antara lipatan kuku proksimal dan rentan

terhadap infeksi oleh bakteri dan jamur patogen. Paronikia kronis telah dilaporkan

banyak terjadi pada pekerja laundry, pembersih rumah dan kantor, penjamah

makanan, koki, pencuci piring, bartender, koki, dan perenang. Pada paronikia

akut, kolonisasi Candida albicans mengakibatkan munculnya lesi. Meskipun

Candida sering terisolasi pada pasien dengan paronychia kronis, kondisi ini bukan

jenis onikomikosis, melainkan dermatitis pada tangan oleh karena paparan

lingkungan. Paronikia kronis merupakan komplikasi paronikia akut pada pasien

yang tidak mendapat pengobatan.paronikia kronis sering terjadi pada penderita

diabetes. Penggunaan obat sistemik, seperti retinoid dan inhibitor protease

(misalnya, indinavir [Crixivan], lamivudine [Epivir]) dapat menyebabkan

paronikia kronis. Indinavir adalah penyebab paling umum dari paronychia kronis

atau berulang jari-jari kaki atau jari pada orang yang terinfeksi dengan HIV.

Paronikia juga telah dilaporkan pada pasien yang memakai cetuximab (Erbitux),

reseptor faktor pertumbuhan anti-epidermal (EGFR) antibodi yang digunakan

dalam pengobatan tumor.(3)

5
Gambaran Klinis

Pada paronikia kronis dapat ditemukan adanya bengkak, merah, nyeri

tekan dan tampak seperti boggy nails. Gejala prodromal muncul selama 6 minggu

ataupun bisa lebih lama. Jarang berfluktuasi dan sudah jarang ditemukan adanya

eritema disbanding paronikia akut. Peradangan, nyeri dan pembengkakan dapat

terjadi secara episodic terutama jika terkena air atau berada di lingkungan yang

lembab. Akhirnya piring kuku menjadi tebal dan berubah warna. Kuikula dan

lipatan kuku mungkin terpisah dari lempeng kuku, membentuk celah untuk tempat

berkembangnya mikroba terutama Candida albicans. Pada KOH didapatkan hifa.

Paronikia kronis dapat juga disebabkan oleh Mycobacteria atypical, basil gram

negatif dan coccus gram negatif.(6)

III. DIAGNOSIS

Paronikia Akut

Diagnosis paronikia akut didasarkan pada riwayat trauma ringan dan

temuan pada pemeriksaan fisik pada lipatan kuku. digital tes tekanan dapat

membantu pada tahap awal infeksi ketika ada keraguan tentang keberadaan atau

luas dari suatu abses dilakukan dengan meminta pasien menentang ibu jari dan

jari yang terkena dampak, sehingga menerapkan tekanan ringan pada aspek volar

distal digit yang terkena dampak. Peningkatan tekanan di dalam lipatan kuku

(terutama di rongga abses) menyebabkan blansing dari kulit diatasnya dan batas

yang jelas dari abses. Pada pasien dengan infeksi berat atau abses, spesimen harus

diperoleh untuk mengidentifikasi bakteri patogen yang menginvasi dan untuk

menyingkirkan Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) Infection.(3)

6
Gambar 1: Paronikia akut disertai akumulasi pus

pada bagian bawah lipatan kuku lateral.(3)

Paronikia Kronik

Diagnosis paronikia kronis didasarkan pada pemeriksaan fisik dari lipatan

kuku dan riwayat perendaman terus menerus tangan di air, kontak dengan sabun,

deterjen, atau bahan kimia lainnya ataupun penggunaan obat sistemik (retinoid,

ARV, antibodi anti-EGFR). Manifestasi klinis yang mirip dengan paronikia akut :

eritema, nyeri, dan bengkak, dengan pencabutan kuku, dan tidak adanya kutikula

yang berdekatan. Nanah bisa terbentuk di bawah kuku. Satu atau beberapa kuku

biasanya terkena terutama ibu jari dan jari kedua atau ketiga. Dominan lempengan

kuku menjadi menebal dan berubah warna, dengan melintang seperti Beau’s line

(akibat peradangan matriks kuku), dan kuku hilang. Paronychia kronis umumnya

muncul setidaknya enam minggu pada saat diagnosis. Kondisi ini biasanya

memiliki perjalanan panjang dengan berulang dan bersifat selflimited episodes of

acute exacerbation.(3)

7
Gambar 2: Paronikia Kronik pada pasien dengan dermatitis(3)

Diagnosis Banding

Psoriasis dan sindrom Reiter juga mungkin melibatkan lipatan kuku

proksimal sehingga terlihat seperti paronikia akut berulang. Paronychia akut harus

dipikirkan adanya whitlow herpes, yang biasanya terjadi pada profesional

perawatan kesehatan sebagai akibat dari topikal inoculation. Kondisi juga dapat

mempengaruhi anak-anak yang tampak sehat setelah infeksi herpes oral primer.

Herpetic whitlow dalam bentuk tunggal atau berkelompok dengan penampilan

honeycomb dan dapat dikonfirmasi dengan tes Tzanck atau biakan virus. Insisi

dan drainase merupakan kontraindikasi pada pasien dengan whitlow herpes.

Terapi penekanan dengan tujuh sampai 10 hari saja dari acyclovir 5% salep atau

krim (Zovirax) atau agen antiviral oral seperti acyclovir, famciclovir (Famvir),

atau valacyclovir (Valtrex) dapat diberikan, namun bukti dari uji klinis yang

kurang. Dokter harus mempertimbangkan kemungkinan karsinoma ketika

peradangan kronis Proses tidak responsif terhadap treatment. (3)

8
IV. PENATALAKSANAAN

Lesi awal paling baik diobati dengan antibiotik tetapi jika tidak terdapat

perubahan dalam waktu 2 hari, sayatan dibawah anestesi lokal perlu,dilakukan

terutama di masa kanak-kanak. Antibiotik spektrum luas lebih sering digunakan

karena masih sulit untuk mengidentifikasi organisme penyebabnya. Beberapa

pihak merekomendasikan untuk menghilangkan sepertiga proksimal dari lempeng

kuku tanpa drainase pada insisi awal. Hal ini memberikan kemudahan lebih cepat

untuk drainase yang berkelanjutan. mungkin ada menjadi tempat untuk

pengobatan dengan steroid topikal pada waktu yang sama dengan terapi antibiotik.
(7)

Pengobatan pilihan tergantung pada sejauh mana infeksi. Jika didiagnosis

lebih awal, paronychia akut tanpa abses yang jelas dapat diobati tanpa dioperasi.

Jika pembengkakan jaringan lunak hadir tanpa fluktuasi, infeksi mungkin

menyelesaikan dengan membasahi dengan air hangat 3-4 kali sehari. Pasien

dengan selulitis luas atau dengan riwayat diabetes, penyakit pembuluh darah

perifer, atau negara immunocompromised dapat diberi antibiotik kerja singkat.

Penisilin anti-staphylococcal atau sefalosporin generasi pertama umumnya efektif

seperti klindamisin dan amoksisilin klavulanat. Jika abses telah berkembang,

insisi dan drainase harus dilakukan. Debridement mungkin diperlukan jika

terdapat infeksi fulminant. Herpetic whitlow dan paronikia harus dibedakan

karena perawatan yang berbeda secara drastis. Misdiagnosis harus dihindari.

Setelah whitlow herpes dikesampingkan, seseorang harus menentukan apakah

paronikia tersebut akut atau kronis dan kemudian memberi terapi yang sesuai.(8)

9
Paronikia Akut :

Pengobatan paronikia akut ditentukan oleh tingkat inflamasi. Jika abses

tidak terbentuk, penggunaan air hangat kompres dan merendam kuku yang terkena

kedalam larutan Burow (yaitu, aluminium asetat). Acetaminophen atau obat anti-

inflamasi nonsteroid harus dipertimbangkan untuk mengurangi gejala-gejala.

Kasus ringan dapat diobati dengan krim antibiotik misalnya, mupirocin,

gentamisin, bacitracin, neomycin, polimiksin B sendiri atau dalam kombinasi

dengan topikal kortikosteroid. Kombinasi antibiotik topikal dan kortikosteroid

seperti betametason (Diprolene) aman dan efektif untuk pengobatan tanpa

komplikasi paronkia bakteri akut lebih bagus dibandingkan dengan antibiotik

topikal saja.(3)

Paronikia Kronik :

Pengobatan paronikia kronis dengan berusaha menghindari paparan iritan

dan peradangan yang mendasari. Anti jamur spektrum luas topikal dapat

digunakan untuk mengobati kondisi dan mencegah terjadinya rekurensi.

Pemberian lotion emolien untuk melumasi kutikula dan tangan biasanya

bermanfaat. Dari suatu penelitian yang dilakukan kepada 45 orang dewasa dengan

paronikia kronis pengobatan dengan agen sistemik antijamur (itrakonazol atau

terbinafine) atau cream steroid topikal (methylprednisolone aceponate selama tiga

minggu didapatkan setelah sembilan minggu, lebih dari setengah pasien dalam

kelompok steroid topikal dapat disembuhkan (91% : 49%, P <0,01; jumlah yang

diperlukan untuk mengobati = 2.4).(3)

10
Prognosis

Paronikia kronis reaksinya lamban terhadap pengobatan. Resolusi

biasanya memakan waktu beberapa minggu atau bulan. Dalam kasus ringan

sampai sedang, sembilan minggu terapi obat biasanya efektif. Untuk kasus, berat

eksisi lipatan kuku proksimal dengan avulsi kuku dapat menyebabkan tingkat

kesembuhan yang signifikan. Hasil pengobatan yang berhasil juga tergantung

pada langkah-langkah pencegahan yang diambil oleh pasien (misalnya, memiliki

penghalang air di lipatan kuku). Jika pasien tidak diobati, sporadis, membatasi

diri, episode menyakitkan peradangan akut harus diharapkan sebagai hasil dari

penetrasi terus menerus berbagai patogen.(3)

Pencegahan

Pasien harus menghindari trauma lebih lanjut untuk atau kuku palsu. Kuku

harus dipangkas secara semilunar tepi halus dengan bersih, tajam lempeng kuku

trimer. Kuku kaki harus dipangkas rata dengan ujung kaki. Pasien seharusnya

tidak menggigit lempeng kuku atau lipatan kuku bagian lateral. Pasien juga harus

menghindari paparan tangan yang terlalu lama untuk kelembaban. (Karet atau

lateks bebas sarung tangan dapat dipakai.) Jika pasien sering mencuci tangan,

pasien harus menggunakan sabun antibakteri, dan benar-benar dikeringkan denga

handuk bersih dan menerapkan pelembab antibakteri.(8)

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarto M. Kelainan Rambut dan Kuku. In: Harahap M, editor. Ilmu

Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. p. 175-7.

2. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DA. Wolff K.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York :

McGraw-Hill Medicine : 2012; p. 1431


3. Rigopoulos D, etc. Acute and Chronic Paronychia. Journal of American

Family Physician. Vol 77. 2008


4. James DW, Berger GT, Elston MD. Bacterial Infections. In: Andrew’s

Disease of The Skin. 10th Edition, Elsevier Saunders. p. 254 and 310
5. Ferrie, F. Paronychia. Ferri’s Clinical Advisor. Elsevier Saunders. 2014; p

891.
6. Rockwell, PG. Acute and Chronic Paronychia. Journal of University of

Michigan Medical School. 2001. p 1113-1117


7. Hay RJ, Ashbee HR. Mycology, dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N,

Griffiths C, eds. Rook’s Textbook of Dermatology. 8 th edition.1.

Cambridge: Wiley-Balckwell; 2010; p.65.21


8. Billingsley, EM. Paronychia Treatment & Management. Journal of

Medscape. 2013

12
13

Anda mungkin juga menyukai