Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Paronikia adalah peradangan lipatan jaringan sekitar kuku dari jari kaki atau jari
tangan. Paronikia dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Faktor utama yang terkait
dengan berkembangnya paronikia akut trauma langsung atau tidak langsung dengan
kutikula atau lipatan kuku. Hal ini memungkinkan patogen untuk menginokulasi kuku, yang
mengakibatkan infeksi. 1
Paronikia non-infeksi dapat terjadi karena adanya kontak iritan dan pemakaian
pelembab berlebihan. Paronikia akut paling sering disebabkan kuman stafilokok, walaupun
dapat juga disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob. Paronikia kronik jika lama penyakit
berlangsung lebih dari 6 minggu, dapat disebabkan oleh jamur. Orang yang sering bekerja
sebagai bartender, pencuci piring, pembuat roti merupakan faktor predisposisi untuk
menderita paronikia kronis.2
Tujuan pembuatan referat ini agar dapat memahami penyebab, dan faktor
predisposisi, jenis-jenis, gambaran klinik sampai dengan terapi paronikia akut maupun
kronis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI KUKU
Kuku merupakan salah satu adneksa kulit yang mengandug lapisan tanduk, terdapat
pada ujung-ujung jari tangan dan kaki. Fungsinya selain membantu jari-jari untuk
memegang, juga digunakan sebagai cermin kecantikan.3
Kuku terdiri dari produk lapisan tanduk "mati", lempeng kuku, dan empat khusus
epitel: (1) lipatan kuku proksimal, (2) matriks kuku, (3) palung kuku, dan (4)
hiponikium.2

Bagian kuku
- Lempeng kuku
Lempeng kuku adalah struktur secara lengkap keratin yang terus diproduksi sepanjang
hidup. Ini hasil dari pematangan dan keratinisasi epitel matriks kuku dan melekat erat
pada kuku, yang sebagian kontribusi untuk pembentukannya.2
- Lipatan kuku proksimal
Lipatan kuku proksimal adalah lipatan kulit yang terdiri dari bagian dorsal dan ventral.
Bagian dorsal secara anatomi serupa dengan kulit pada jari pada dorsal jari tetapi lebih
tipis tetapi tanpa unit pilosebaseus. Bagian depan melanjut menjadi matrix germinative
menutupi kira-kira seperempat lempeng kuku. Lipatan kuku proksimal berdekatan
dengan permukaan lempeng kuku. Batas antara lipatan kuku proksimal dan matriks
kuku yaitu tempat hilangnya lapisan granular.2
- Matriks kuku
Matriks merupakan struktur epitel khusus yang terletak pada distal falang. Setelah
elevasi dari lipat kuku proksimal. Bentuk matriks yang berbentuk seperti bulan sabit
melebar kearah proksimal dan lateral. Keratinosit matriks kuku terbagi dalam lapisan
sel basal dan keratin tanpa zona agranular. Pada tempat keratinisasi matriks kuku dapat
dengan mudah dibedakan bagian histologinya yaitu area eosinifilik dimana sel
menunjukan fragmentasi dari inti sel dan bagian kondensasi dari sitoplasmanya. Pada

2
area ini, fragmen inti dihancurkan oleh deoxyribonuklease enzym dan ribonuklease
enzym.2
- Dasar kuku (nail bed)
Merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku.3
- Lunula
Merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna putih, dekat dengan akar kuku,
berbentuk bulan sabit, dan sering tertutup oleh kulit.3
- Hiponikium
Merupakan dasar kuku, kulit ari di bawah kuku, yang bebas (free edge) menebal.3

Gambar 1. Gambaran diagramatik kuku normal.3

B. Pertumbuhan kuku
Pertumbuhan lempeng kuku terus-menerus seumur hidup. Kuku jari tangan tumbuh
lebih cepat dibanding kuku jari kaki. Kuku jari tangan rata-rata tumbuh 3mm/bulan
sedangkan kuku jari kaki tumbuh 1 mm/bulan. Penggantian sempurna kuku memerlukan
waktu 100-180 hari (6 bulan). Ketika lempeng kuku diekstraksi rata-rata perlu waktu 40
hari sebelum kuku jari muncul dari lipat kuku proksimal. Setelah 120 hari akan mencapai
ujung jari. Waktu regenerasi total dari jari kuku kaki 12-18 bulan, sehingga kuku jari kaki
lebih lambat untuk tumbuh. Penyakit pada matriks kuku, terlihat dalam waktu yang lebih
cepat dari waktu onset tetapi memerlukan waktu yang lebih lama untuk menghilang.2

3
Tingkat pertumbuhan kuku bervariasi diantara individu yang berbeda dan berbeda pula
diantara jari pada individu yang sama.Tergantung waktu pergantian sel matrix kuku dan
dipengaruhi oleh kondisi fisiologi dan patologis. Pertumbuhan kuku lambat saat baru lahir,
meningkat saat masa kanak-kanak dan biasanya mencapai puncak antara usia kedua dan
ketiga dekade kemudian menurun setelah usia 50 tahun. 2
Kondisi yang berhubungan dengan menurunnya kecepatan pertumbuhan meliputi
penyakit sistemik, malnutrisi, penyakit vaskular, penyakit neurologis, dan pengobatan
dengan obat-obat antimitotik. Kuku yang terkena penyakit onikomikosis biasanya
kecepatan pertumbuhannya menurun. Sedangkan pada sindrom kuku kuning
pertumbuhannya kuku terhenti. Kondisi yang berhubungan dengan bertambahnya
kecepetan pertumbuhan kuku meliputi kehamilan, trauma pada jari, psoriasis dan
pengobatan dengan retinoid oral dan itrakonazol.2

PARONIKIA
Definisi
Paronikia adalah inflamasi yang terjadi pada lipatan kuku proksimal dan gejalanya
adalah nyeri dan kemerahan periungual, kadang bernanah.2

Klasifikasi
Paronikia dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Faktor utama yang terkait
dengan berkembangnya paronikia akut trauma langsung atau tidak langsung pada kutikula
atau lipatan kuku. Hal ini memungkinkan patogen untuk menginokulasi kuku, yang
mengakibatkan infeksi.1
Paronikia kronis adalah gangguan peradangan yang rekalsitran yang mempengaruhi
lipatan kuku. Hal ini dapat didefinisikan sebagai suatu peradangan yang berlangsung selama
lebih dari 6 minggu dan melibatkan satu atau lebih dari tiga lipatan kuku (satu proksimal
dan dua lateral).4

4
Epidemiologi
Paronikia kronis adalah penyakit dominan yang mempengaruhi perempuan dan
pekerjaan yang terkait dengan pekerjaan basah yang berkepanjangan dan trauma berulang
ke kutikula. Dapat timbul pada umur berapa saja, tetapi kasus tersering adalah antara 30
sampai 60 tahun. Tosti dkk dalam studi mereka, memiliki pasien perempuan 86,6%,
sedangkan Daniel dkk memiliki 88,2% perempuan di antara pasien yang terdaftar mereka
paronikia kronis. Insiden paronikia kronis adalah tertinggi di antara ibu rumah tangga (64%)
dalam studi oleh Guha dan Parija. Pekerjaan basah dengan deterjen diketahui menghasilkan
efek iritan karena mengandung asam ringan dan basa. Perempuan lebih sering terkena dan
mayoritas adalah ibu rumah tangga. Kadang-kadang terlihat pada anak-anak, terutama
akibat pengisapan jari atau jempol. Di antara faktor-faktor risiko yang dinilai, sering
mencuci tangan adalah penyebab paling umum. Ibu rumah tangga sering mencuci piring
dengan tangan kosong dengan paparan yang berlebihan menyebabkan iritasi umum dan
alergi. Dalam penelitian oleh Bahunuthula dkk menyebutkan, 22,5% pasien mengeluhkan
memburuknya paronikia setelah kontak dengan agen tertentu, yang paling umum adalah
deterjen. Paronikia kronis sering terjadi pada penderita diabetes dan pasien imunosupresi.
Dalam penelitiannya juga, meskipun diabetes mellitus adalah ko-morbiditas terkait yang
paling umum dengan paronikia, asosiasi ini secara statistik tidak signifikan.1,5

Etiologi dan Faktor Predisposisi


Penyebab yang paling umum dari paronikia akut adalah trauma langsung atau tidak
langsung pada kutikula atau lipatan kuku. Trauma tersebut mungkin relatif kecil, yang
dihasilkan dari peristiwa biasa, seperti mencuci piring, cedera dari serpihan atau duri,
onychophagia (menggigit kuku), menggigit atau mencabut kulit disekitar kuku, mengisap
jari, kuku yang tumbuh ke dalam, prosedur manicure (pemangkasan atau mendorong
kembali kutikula), aplikasi kuku buatan, atau manipulasi kuku lainnya. Trauma tersebut
memungkinkan inokulasi bakteri pada kuku dan infeksi berikutnya.1,2,6
Patogen penyebab paling umum adalah Staphylococcus aureus, meskipun
Streptococcus pyogenes, Pseudomonas pyocyanea, dan Proteus vulgaris juga dapat
menyebabkan paronikia. Pada pasien dengan paparan oral flora, bakteri gram negatif

5
anaerob lainnya juga mungkin terlibat. Paronikia akut juga dapat berkembang sebagai
komplikasi dari paronikia kronis. Jarang, paronikia akut terjadi sebagai manifestasi dari
gangguan lain yang mempengaruhi jari, seperti pemfigus vulgaris.1,2
Paronikia kronik adalah penyakit inflamasi multifaktorial pada lipatan kuku proximal
terhadap iritan dan alergen. Penyakit ini sebagai akibat berbagai kondisi seperti mencuci
piring, menghisap jari, pengangkatan kutikula pada manikur, ataupun kontak dengan bahan
kimia.2
Sebuah studi yang dilakukan oleh Banuthula dkk tahun 2015 menunjukkan bahwa
paronikia kronis mungkin merupakan bentuk dermatitis tangan terkait dengan pekerjaan
basah yang berkepanjangan, dan bahwa ada insiden yang lebih tinggi dari kontak sensitisasi
dan hipersensitivitas Candida pada beberapa orang.5
Paronikia kronis dapat disebabkan oleh infeksi Candida albicans, eksaserbasi akut
dapat terjadi dan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder. Berbagai organisme
dapat ditemukan, termasuk Staphylococcus aureus atau albus, Proteus vulgaris,
Escherichia coli dan Pseudomonas pyocyanea. 1
Ada banyak penyebab yang jarang dari paronikia kronis, yang harus selalu diingat dan
beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:4
- Infeksi (bakteri, mikobakteri, atau virus)
- Penyakit Raynaud
- Kanker metastatik, melanoma subungual, karsinoma sel skuamosa. Neoplasma jinak
dan ganas harus selalu dipikirkan ketika paronikia kronis tidak berespon dengan
pengobatan konvensional
- Gangguan papuloskuamosa seperti psoriasis, gangguan pemphigus vesikobulosa
- Toksisitas dari obat seperti retinoid, inhibitor reseptor faktor pertumbuhan epidermal
(Cetuximab), dan inhibitor protease. Indinavir menginduksi efek seperti retinoid dan
tetap merupakan penyebab paling sering dari paronikia kronis pada pasien dengan
penyakit HIV. Retinoid juga menyebabkan paronikia kronis. Mekanismenya adalah
kerapuhan kuku dan trauma minor oleh fragmen kuku kecil. Paronikia juga telah
dilaporkan pada pasien yang memakai cetuximab (Erbitux), anti-epidermal growth
factor-receptor (EGFR) antibodi yang digunakan dalam pengobatan tumor padat.

6
Manifestasi klinis
Pada paronikia akut biasanya hanya satu jari kuku yang terkena. Kondisi ini ditandai
oleh eritema, edema, rasa nyeri pada lipat kuku lateral dan proksimal. Biasanya terjadi dua
sampai lima hari setelah trauma. Tanda awal berupa infeksi superfisial dan akumulasi pus
dibawah lipatan kuku yang diindikasikan mengalirnya pus ketika lipatan kuku ditekan.
Infeksi yang tidak diobati dapat berubah menjadi abses subungual dengan adanya
peradangan dan nyeri pada matriks kuku.1 Bakteri biasanya menyebabkan pembentukan
akut abses (Staphylococcus) atau eritema dan pembengkakan (Streptococcus), dan C.
albicans yang paling sering menyebabkan pembengkakan kronis.7 Manifestasi lanjut, dapat
terjadi distrofi sementara atau permanen pada lempeng kuku. Paronikia akut rekuren dapat
berkembang menjadi paronikia kronis.1

Gambar 2. Stafilokokal paronikia7 Gambar 3. Streptokokal paronikia dan impetigo 7

Sedangkan pada paronikia kronik, pasien biasanya datang dengan keluhan kemerahan,
nyeri, pembengkakan, cairan di bawah lipatan kuku, perubahan warna kuku dan tebal.
Secara morfologis, hal ini ditandai dengan indurasi dan pembulatan dari paronychium itu,
episode peradangan eponychial akut dan drainase berulang. Lempeng kuku mungkin
menunjukkan penebalan dan aluran longitudinal. Onychomadesis, goresan melintang,

7
pitting, hipertrofi dapat muncul dan mungkin akibat peradangan matriks kuku. Lempeng
kuku dapat menimbulkan perubahan warna hijau pada margin lateral akibat kolonisasi
Pseudomonas aeruginosa. 4

Gambar 4. Kiri: Kasus paronikia dengan pembulatan dan penebalan dari


peronychium, perubahan warna kuku; Kanan: paronikia kronik dengan
perubahan warna lempeng kuku yang disebabkan oleh Pseudomonas pyocyanea8

Gambar 5. Onikia kronis dan paronikia yang disebabkan oleh Candida albicans. A.
Hangat tapi tidak panas, sedikit lembut, edema pada lipatan kuku dengan beberapa
onikolisis. Kondisi ini sangat sering salah didiagnosis sebagai paronikia stafilokokal. B.
Ini adalah kondisi peradangan kronis dengan pustul dari lipatan kuku yang juga bisa
melibatkan lempeng kuku.2

Infeksi candida pada kuku dan lipatan paronikial terjadi paling sering pada orang
dengan diabetes mellitus atau yang biasa membenamkan tangan mereka di dalam air (yaitu,
pembantu rumah tangga, tukang roti, nelayan, dan bartender). Tanda awal paronikia, ada
kemerahan, pembengkakan dan nyeri pada lipatan kuku proksimal dan lateral dengan

8
pencabutan dari kutikula menuju lipatan kuku proksimal. Rasa sakit dan eritema dapat
muncul sepanjang lempeng kuku dan dasar kuku.2

Diagnosis
Diagnosis paronikia akut berdasar riwayat trauma, penemuan pada pemeriksaan fisik
lipat kuku. Tes tekan jari dapat membantu pada infeksi stadium awal keberadaan atau luas
abses. Pengujian ini dilakukan dengan meminta pasien menjauhkan ibu jari dan jari yang
terkena, kemudian memberi tekanan ringan pada aspek volar distal digit yang terkena.
Peningkatan tekanan di dalam lipatan kuku (khususnya cavum abses) menyebabkan
perubahan warna menjadi putih dari kulit di atasnya dan demarkasi yang jelas dari abses.
Pada pasien dengan infeksi berat atau abses, spesimen harus diperoleh untuk
mengidentifikasi patogen penyebab dan untuk menyingkirkan infeksi Methicillin-Resisten
Staphylococcus aureus (MRSA).1
Diagnosis paronikia kronis didasarkan pada pemeriksaan fisik lipatan kuku dan
riwayat kontak terus-menerus dengan air, kontak dengan sabun, deterjen, atau bahan kimia
lainnya; atau penggunaan obat sistemik (retinoid, antiretroviral agent, anti-epidermal
growth factor receptor (EGFR) antibodi). Manifestasi klinis yang mirip dengan paronikia
akut: eritema, nyeri, dan bengkak, dengan terangkatnya lipatan kuku proksimal dan tidak
adanya kutikula yang berdekatan. Nanah bisa terbentuk di bawah lipat kuku. Satu atau
beberapa kuku biasanya terkena, biasanya ibu jari dan kedua atau ketiga tangan dominan.
Lempeng kuku menjadi tebal dan berwarna. Paronikia kronis umumnya terdapat selama
setidaknya enam minggu pada saat diagnosis. Kondisi ini biasanya memiliki penyebab yang
berkepanjangan dan terjadi berulang, eksaserbasi akut yang sembuh sendiri.1

Diagnosis Banding
Diagnosis banding meliputi infeksi virus herpes simplex dan acrodermatitis
Hallopeau yang keduanya memiliki kekambuhan yang khas. Kecurigaan infeksi simplex
virus Herpes harus muncul ketika intensitas nyeri tidak sebanding dengan gejala klinis dan
penyakit ini berulang.2

9
Gambar 5. Kiri :Infeksi herpes simplex virus: herpes whitlow. Nyeri, berkelompok, vesikel
konfluen pada dasar edema eritematosa di jari distal merupakan gejala infeksi yang pertama (dan
dianggap primer).
Kanan: acrodermatitis continua menunjukkan pembentukan pustul pada akral dan pus subungual
dengan destruksi lempeng kuku9-10

Penyakit lain yang mengenai ujung jari, seperti karsinoma sel skuamosa kuku,
melanoma ganas, dan metastasis dari tumor ganas, mungkin menyerupai paronikia kronik.
Dokter harus mempertimbangkan kemungkinan karsinoma ketika proses inflamasi kronis
tidak responsif terhadap pengobatan. Setiap kecurigaan untuk penyakit tersebut harus
meminta dilakukan biopsi. Beberapa penyakit yang mempengaruhi jari-jari, seperti eksim,
psoriasis, dan sindrom Reiter, mungkin melibatkan lipatan kuku.1

Gambar 6. Squamous cell carcinoma pada kuku. Kondisi yang dapat misdiagnosis dengan
paronikia kronik.1

10
Tatalaksana
Pengobatan paronikia akut ditentukan oleh tingkat peradangan. Jika abses tidak
terbentuk, penggunaan kompres air hangat dan rendam dalam larutan Burow (yaitu,
aluminum asetat) atau cuka mungkin efektif. Acetaminofen atau obat anti-inflammasi untuk
mengurangi gejala. Kasus ringan dapat diobati dengan krim antibiotik (misalnya, mupirocin
[Bactroban], gentamisin, bacitracin/ neomycin/ polimiksin B [Neosporin]) sendiri atau
dalam kombinasi dengan kortikosteroid topikal. Kombinasi antibiotik topikal dan
kortikosteroid seperti betametason (Diprolene) aman dan efektif untuk pengobatan
paronikia bakteri akut dan tampaknya mempunyai keuntungan dibandingkan dengan
antibiotik topikal saja.1,2
Pada infeksi yang menetap, rendaman air hangat sebagai tambahan obat antistafilokok
dan bidai pelindung pada bagian yang sakit. Anak yang menghisap jari dan pasien yang
menggigit jari diobati untuk melawan bakteri anaerob dengan terapi antibiotik. Penisilin dan
ampisilin obat paling efektif. Bagaimana pun, Staphylococcus aureus dan Bakteriodes dapat
resisten terhadap antibiotik ini. Clindamisin dan kombinasi amoksisilin clavulanat efektif
untuk melawan bakteri yang terisolasi. Sefalosporon generasi pertama kurang efektif karena
resistensi tehadap beberapa bakteri anaerob dan Escherichia coli. 1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Elseed dkk tahun 2015 di Sudan, penyebab
paronikia yang paling banyak adalah Staphylococcus aureus, dan klindamisin adalah
antibiotik yang paling efektif untuk melawan isolasi bakteri.11
Beberapa ahli merekomendasikan kultur bakteri aerob dan anaerob pada paronikia berat
sebelum memulai terapi antibiotik. Ketika terdapat abses atau fluktuasi dilakukan usahakan
drainase secara spontan, atau drainase dengan intervensi bedah. Jika paronikia didiamkan,
pus mungkin menyebar ke bawah sulkus kuku pada daerah yang berlawanan sehingga
mengakibatkan terjadinya abses disekitar kuku. Pus berakumulasi pada bawah kuku dan
mengangkat lempeng kuku. Jika sudah terjadi kasus ini maka kuku harus diekstraksi untuk
mendrainase pus secara adekuat.1
Pengobatan paronikia kronis mencakup menghindari kontak dengan zat iritan dan
manajemen yang tepat terhadap penyebab dasar inflamasi dan infeksi, mencegah adanya
trauma dan menjaga agar kulit tetap kering, misal jika mencuci gunakan sarung tangan.

11
Agen spektrum luas anti jamur topikal dapat digunakan untuk mengatasi kondisi tersebut
dan mencegah kekambuhan. Penerapan lotion emolien untuk melumasi kutikula yang baru
dan tangan biasanya bermanfaat.1 Penelitian yang dilakukan oleh Sharquie dkk (2013)
vaseline terapi oklusi pada lipatan kuku pada pasien dengan paronikia kronis cukup untuk
mendorong pemulihan dari penyakit dan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik
jika dibandingkan dengan nistatin atau pengobatan asam fucidic pada paronikia kronis.12
Meskipun anti-jamur adalah terapi utama di masa lalu, beberapa peneliti telah
menyarankan bahwa potensi terapi anti-jamur pada paronikia kronis mungkin dikaitkan
sama dengan anti-jamur dan sifat anti-inflamasi agen ini. Bahkan dalam penelitian yang
menunjukkan efek terapi yang baik, beberapa pasien melaporkan terapi anti-jamur yang
gagal di masa lalu. Dengan demikian, bukti terkumpul menunjukkan bahwa paronikia
kronis adalah kondisi eksematosa. Untuk alasan ini, steroid topikal dan sistemik telah
menjadi baris pertama terapi, sedangkan anti-jamur topikal dan sistemik sekarang bernilai
kecil, yang digunakan hanya ketika ada infeksi jamur yang terkait.4
Steroid topikal harus menjadi pengobatan lini pertama untuk pasien dengan paronikia
kronis. Alternatif pengobatan topikal dengan kombinasi steroid dan agen antijamur juga
dapat digunakan pada pasien dengan paronikia kronis sederhana, meskipun data
menunjukkan keunggulan pengobatan ini menggunakan steroid saja kurang.1
Manajemen bedah hanya diindikasikan pada kasus yang rekalsitran dari parinikia
kronis, yang tidak berespon pada manajemen medis dan penggunaan yang tepat dari
langkah-langkah umum. Pengobatan bedah diperlukan dalam kasus tersebut untuk
menghilangkan jaringan yang meradang kronis, yang membantu penetrasi efektif topikal
serta obat-obatan oral dan regenerasi kutikula.4
Berbagai teknik bedah dengan modifikasi telah dijelaskan dalam literatur. Keyser dkk
pada tahun 1975 menyarankan marsupialisasi eponikial sederhana sebagai pengobatan
paronikia kronis. Dalam teknik ini, setelah anestesi dan tornikuet kontrol, sayatan paralel
berbentuk bulan sabit dan proksimal ke tepi distal dari eponychium dan membentang dari
radial untuk perbatasan ulnaris dibuat. Lebar sabit itu 3 mm dari proksimal ke tepi distal.
Epitelisasi dari defek yang dipotong terjadi selama 2-3 minggu ke depan.4

12
Prognosis
Paronikia kronis berespon lambat terhadap pengobatan. Resolusi biasanya memakan
waktu beberapa minggu atau bulan, tetapi tingkat perbaikan lambat seharusnya tidak
membuat putus asa dokter dan pasien. Dalam kasus ringan sampai sedang, sembilan minggu
pengobatan biasanya efektif. Dalam kasus yang rekalsitran, marsupialisasi eponikial, eksisi
en bloc lipatan kuku proksimal dengan pengangkatan kuku dapat menghasilkan tingkat
kesembuhan yang signifikan. Hasil pengobatan yang baik juga tergantung pada langkah-
langkah pencegahan yang diambil oleh pasien. Jika pasien tidak diobati, episode inflamasi
akut, sporadis diduga sebagai akibat penetrasi yang terus menerus dari berbagai patogen.1

13
BAB III
KESIMPULAN
Paronikia merupakan penyakit infeksi superfisial terlokalisir atau abses pada
perionikiuim (lipat kuku) tangan, jarang pada kaki. Paronikia terjadi jika adanya kerusakan
pada daerah kulit lipat kuku yang berbatasan dengan lempeng kuku sehingga kuman dapat
masuk.
Paronikia akut kerupakan keluhan yang sering terjadi dan biasanya disebabkan oleh
stafilokokus. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma langsung ataupun tidak langsung,
misalnya kuku pecah, menggigit kuku, menghisap kuku, Bakteri patogen yang sering
menyebabkan paronikia akut antara lain, Streptokokus pyogenes, Pseudomonas
pyocyaneaceae dan Proteus Vulgaris, flora normal yang berasal dari mulut, bakteri anaerob
gram negatif.
Paronikia kronik adalah penyakit inflamasi multifaktorial pada lipatan kuku
proximal terhadap iritan dan alergen. Penyakit ini sebagai hasil berbagai kondisi seperti
mencuci piring, menghisap jari, pengangkatan kutikula pada manikur, kontak dengan bahan
kimia.
Manifestasi paronikia akut biasanya hanya satu jari kuku yang terkena, Kondisi ini
ditandai oleh eritema, edema, rasa nyeri pada lipat kuku lateral dan proximal. Biasanya
terjadi dua sampai lima hari serelah trauma.
Manifestasi klinis yang mirip dengan paronikia akut: eritema, nyeri, dan bengkak,
dengan terangkatnya lipatan kuku proksimal dan tidak adanya kutikula yang berdekatan.
Nanah bisa terbentuk di bawah lipat kuku. Satu atau beberapa kuku biasanya terkena,
biasanya ibu jari dan kedua atau ketiga tangan dominan. Lempeng kuku menjadi tebal dan
berwarna. Paronikia kronis umumnya terdapat selama setidaknya enam minggu pada saat
diagnosis.
Pengobatan paronikia akut dan kronis yang umum digunakan adalah antibiotik
peroral, antibiotik topikal, antimikotik, kortikosteroid topikal atau kombinasi antara
kortikosteroid topikal dan anti jamur.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Rigopoulos D, Larios G, Gregorious S. Acute and chronic paronikia. Am Fam Physician.


2008;77(3). P 339-348
2. Tosti A, Piraccini BM. Biology of nails and nail disorders. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fritzpatrick’s dermatology in general
medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Inc; 2012. P 1420-1437.
3. Soepardiman L, Legiawati L, Kelainan kuku. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit fakultas kedokteran
Indonesia. 2016. Hal 378-380
4. Relhan V, Goel K. Bansal S, Garg VK. Management of chronic paronikia. Indian J
Dermatol. 2014 Jan-Feb; 59(1): 15–20.
5. Bahunuthula RK. Thappa DM. Kumari R. Singh R. Munisamy M. Parija SC. Evaluation of
role of candida in patients with chronic paronikia. IJDVL. 2015;81(5): 485-490.
6. Abeck D. Staphylococcal and streptococcal disease. In: Burgdorf WCH, Plewig G, Wolff
HH, Landthaler M, editors. Braun-Falco’s Dermatology. 3rd ed. Italy: Springer; 2009. P 132
7. James WD, Elston DM, Berger TG. Andrews’ disease of the skin clinical dermatology. 11th
ed. UK: Saunders Elsevier; 2011.
8. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths S, editors. Rook’s textbook of dermatology.8th ed.
USA: Blackwell Publishing; 2010. P 65.21
9. Marques AR, Cohen JI. Herpes Simplex. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fritzpatrick’s dermatology in general medicine. 8th ed.
New York: McGraw-Hill Inc; 2012. P 3375
10. Mrowietz U. Pustular eruptions of palms and soles. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fritzpatrick’s dermatology in general medicine.
8th ed. New York: McGraw-Hill Inc; 2012. P 380
11. Elseed YH, Mahgoub MO, Mahmoud MA, Algader OE, Okasha TB. Aerobic bacteria
associated with paronikia and their susceptibility pattern to antibiotics. AJRC. 2015;
3(5):31-37

15
12. Sharquie KE, Noaimi AA, Galib SA. Treatment of chronic paronikia: a double blind
comparative clinical trial using singly vaseline, nystatin and fucidic acid ointment. JCDSA,
2013;(3)250-255

16

Anda mungkin juga menyukai