PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
Taufik Hidayah
17.026
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk membangun manusia indonesia
seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia dalam mencapai masyarakat yang adil dan
makmur. Sedangkan pembangunan di bidang kesehatan bertujuan meningkatkan kualitas
hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan, penyembuhan
dan pemulihan penyakit (Idris, 2010)
Penyakit saluran pernafasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian
yang paling penting pada anak terutama pada bayi.Hal ini terjadi karena saluran nafasnya
masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah.Gangguan pernafasan pada bayi dan
anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organik trauma, alergi, infeksi dan lain-lain.
Program Pemberantasan Penyakit Menular meliputi kegiatan yang salah satunya adalah
pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut. yang di tunjukan pada kelompok
usia balita. Penyakit (Infeksi Saluran Pernafasn Akut) adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura (selaput paru). Bronkhopneumonia adalah proses infeksi akut yang
mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi saluran pernafasn akut merupakan salah satu
masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang
termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka
kematian karena infeksi saluran pernafasn akut khususnya bronkopneumonia, terutama pada
bayi dan balita.
2
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang di sebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yaitu penyakit menahun terdahulu yang di tandai
dengan gejala panas tinggi, gelisah, dispneu, napas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta
batuk kering dan produktif (Hidayat, 2009). Bronkopneumonia terjadi pada ujung akhir
bronkiolus yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi
dalam lobus yang berada di dekatnya, di sebut juga pneumonia lobularis (Wong,2003).
Faktor resiko yang meningkatkan insiden bronkopneumonia yaitu : pertusis, gizi kurang,
umur kurang dari 2 bulan, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI yang memadai,
polusi udara, laki-laki, imunisasi yang tidak memadai, defisiensi Vitamin A, pemberian
makan tambahan terlalu dini, dan kepadatan tempat tinggal (Laskmi, 2006).
World Health Organitation (WHO) tahun 2005 menyatakan Propotional Mortality Ratio
(PMR) balita akibat bronkhopneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6 - 2,2
juta dan sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang, terutama di Afrika dan Asia
Tenggara. Pada tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat ke-6 di dunia untuk kasus
pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa.
Berdasarkan data WHO penyakit saluran pernafasan akut salah satu penyumbang dari
banyak penyebab kesakitan dan kematian. Pada tahun 2000 di El Salvador, Incidence Rate
(IR) infeksi saluran pernafasn akut 252 per 1.000 penduduk dengan proporsi 52% pada umur
dibawah 5 tahun. IR pneumonia dan bronkopneumonia 44,7 per 1.000 penduduk dengan
proporsi 38,3% pada umur dibawah 1 tahun.
Insiden infeksi saluran pernafasn akut (Bronkhopnemonia) di Indonesia tiap tahun sekitar
2,33 juta – 4,66 juta kasus. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001,
angka kesakitan infeksi saluran pernafasn akut menduduki peringkat ketiga sebesar 24%,
setelah penyakit gigi dan mulut sebesar 60% dan penyakit refraksi dan penglihatan sebesar
31%.
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, bronkhopneumonia merupakan penyakit yang
tergolong kedalam infeksi saluran pernafasn akut dengan PMR 80-90%. PMR
bronkhopneumonia pada balita berturut-turut pada tahun 2000, 2001, 2002, 2003, dan 2004
masing-masing 30,1% (20 provinsi), 22,6% (20 provinsi), 22,1% (29 propinsi), 29,5% (24
propinsi), dan 27,1% (23 propinsi).
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2007, jumlah kematian akibat penyakit sistem napas
pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia sebanyak 7.214 dari 197.780 penderita dengan
Case Fatality Rate (CFR) 3,65% dan 8.190 dari 205.076 penderita dengan CFR 3,99% tahun
2008. Target cakupan penemuan kasus program ISPA nasional pada pneumonia balita 76%
dari perkiraan jumlah kasus, namun cakupan penemuan kasus baru mencapai 18,8% (laporan
dari 26 provinsi).
Di Jawa Tengah cakupan penemuan kasus bronkhopneumonia balita setiap tahun
mengalami penurunan dari target nasional. Pada tahun 2009 penemuan kasus pneumonia
menjadi 25,69% dan target penemuan kasus pneumonia nasional sebesar 86% (Dinkes
Jateng, 2009). Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita
tahun 2012 sebesar 24,74% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 64.242 kasus,
mengalami penurunan bila dibanding tahun 2011 (25,5%).
Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Purbalingga jumlah kasus infeksi saluran
pernafasn akut dari tahun 2009 - 2011 fluktuatif, namun tetap menduduki peringkat pertama
pada 10 besar penyakit terbanyak kunjungan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas.
Pada tahun 2009 jumlah kasus infeksi saluran pernafasn akut sebanyak 50,871 kasus, tahun
2010 sebanyak 43,571 kasus, tahun 2011 sebanyak 60,042 kasus. Data 10 besar penyakit
terbanyak di poliklinik anak Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Purbalingga tahun
2011 menunjukkan bahwa pneumonia menduduki tempat ke-3 dengan jumlah kasus
sebanyak 1,079 kasus (9,03%).
Jumlah kasus bronkhopneumonia yang ditemukan pada tahun 2009 sebanyak 654 kasus
(9,60%), tahun 2010 sebanyak 487 kasus (6,99%), tahun 2011 sebanyak 423 kasus (5,45%)
dan tahun 2012 sebanyak 560 kasus (7,22%). Meskipun jumlah kasus pneumonia yang
ditemukan di Kabupaten Purbalingga dibawah perkiraan nasional, namun menurut perkiraan
WHO insiden bronkhopneumonia di negara berkembang sebesar 10 - 20%.
Menurut data temuan dari RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga tahun2014
pada bulan januari sampai desember pasien yang menderita penyakit bronkopneumonia
sebanyak 222 orang baik anak ataupun dewasa, penemuan kasus bronkhopneumonia pada
balita di temukan sebanyak 106 kasus.
Berdasarkan uraian diatas menjadi alasan penulis mengambil asuhan keperawatan pada
pasien dengan bronkopneumonia supaya lebih mengetahui dan dapat memberikan asuhan
keperawatan yang efektif untuk memperkecil angka kesakitan dan kematian pada balita
dengan bronkopneumonia
B. TUJUAN PENULISAN
1. Memperoleh gambaran dan pengalaman yang nyata dalam melaksanakan asuhan
keperawatan anak pada pasien dengan gangguan pernafasan bronkopneumonia di RSUD
dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada asuhan keperawatan An. W
dengan bronkopneumonia
b. Penulis mampu merumuskan dignosa keperawatan pada asuhan keperawatan An. W
dengan bronkopneumonia
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada asuhan keperawatan An.
W dengan bronkopneumonia
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada asuhan keperawatan An. W dengan
bronkopneumonia
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada asuhan keperawatan An. W dengan
bronkopneumonia
f. Penulis mampu mendokumentasi pada asuhan keperawatan An. W dengan
bronkopneumonia
C. MANFAAT PENULISAN
1. Kepada mahasiswa Keperawatan
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan sebagai acuan pembelajaran dalam
mengaplikasikan teori dan praktek asuhan keperawatan anak dengan gangguan sistem
pernafasan.
2. Kepada Rumah Sakit
Memberikan informasi tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan
bronkopneumonia sehingga dapat membantu mningkatkan pelayanan rumah sakit.
3. Kepada Institusi Pendidikan
Menambah masukan dan merupakan sumber informasi nyata tentang pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan bronkopneumonia dari lahan praktek, sehingga
dapat mendorong kearah peningkatan kualitas ahli madya keperawatan yang di hasilkan.
BAB II
KONSEP DASAR
I. KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Bronkopneumonia adalah infiltrat yang tersebar pada kedua belahan paru. Dimulai
pada bronkiolus terminalis, yang menjadi tersumbat oleh eksudat mukopurulent yang di
sebut juga “ lebular pneumonia”( Sujono, 2010).
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang di sebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang di tandai dengan gejala panas yang tinggi,
gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah diare, serta batuk kering dan produktif
(Aziz, 2011).
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang
dibronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang
membentuk bercak-bercak konsolidasi dilobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering
bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik
dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Kesimpulannya bronkopneumonia
adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat didaerah
bronkus dan sekitar alveoli (Susanti, 2011).
B. ETIOLOGI
Terjadi bronkopneumonia bermula dari adanya peradangan paru yang terjadi pada
jaringan paru atau alveoli yang biasanya di dahului oleh infeksi traktus respiratorius
bagian atas selama beberapa hari. Faktor penyebab utama adalah : bakteri, virus, jamur,
dan benda asing (Sujono, 2010).
Secara umum individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan oleh adanya
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organism pathogen. Orang
8
yang normal dan sehat mempunyai mekanisme perthanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas : reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan
silia yang menggerakan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat (Susanty,
2011).
Menurut Susanty (2011) menjelaskan tentang timbulnya bronkopneumonia
disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia
yaitu :
1. Bakteri : streptococcus, staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella
2. Virus : legionella pneumonia
3. Jamur : aspergillus spesies, candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang
daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut
dank arena adanya pneumocystis crania, mycoplasma (Susanty, 2011)
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis bronkopneumonia menurut Ngastiyah (2005) biasanya didahului
oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh naik
sangat mendadak sampai 39-400C dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan
diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa
hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi
dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung
daripada luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan
kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronkhi basah nyaring halus atau
sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi
terdengar keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada
stadium resolusi, ronkhi terdengar lagi.
D. PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenza atau karena aspirasi
makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masuk kesaluran
pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman ditempat tersebut,
sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan
gambaran menurut Susanty (2011) sebagai berikut :
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu diltasi pembuluh
darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran
pencernaan dan infeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam
usus, peristaltic meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian
terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Proses peradangan
Kuman sampai di bronkus.
Terjadi proses peradangan di
Batuk Kuman masuk ke dalam saluran nafas
bronkus dan alveoli
Nyeri dada
Sesak nafas Stress
MK : resiko gangguan
pertukaran gas Kelemahan Krisis situasi
MK : gangguan rasa
nyaman : Nyeri MK : intoleransi
MK : Cemas
aktivitas
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah empiema, otitis media akut. Mungkin juga
komplikasi lain yng dekat seperti atelektasis, emfisema, atau komplikasi jauh seperti
meningitis. Komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiot ik secara tepat (Ngastiyah,
2005).
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Tetapi karena hal itu
perlu waktu, dan pasien perlu tetapi secepatnya maka biasanya yang diberikan menurut
Ngastiyah (2005), adalah sebagai berikut:
1. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari, ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kgBB/hari
atau diberikan antibiotic yang mempunyai spectrum luas seperti ampisilin.
Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
2. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glucose 5%
dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10mEq/500 ml/botol
infuse.
3. Karena sebagian besar pasien jauh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan
dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah
arteri. Pasien bronkopneumonia ringan tidak usah di rawat dirumah sakit.
i. Penyuluhan
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien bronkopneumonia menurut
Susanty (2011) sebagai berikut:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Hipertermi
d. Pola nafas tidak efektif
e. Cemas
f. Nyeri
g. Intoleransi aktivitas
3. Fokus intervensi
Intervensi menurut Susanty (2011) pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan:
Bronkhopneumonia meliputi:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi sari
saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Batasan karakteristik :
1) Dispneu, penurunan suara nafas
2) Orthopnea
3) Chyanosis
4) Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
5) Kesulitan berbicara
6) Batuk, tidak efektif atau tidak ada
7) Mata melebar
8) Produksi sputum
9) Gelisah
10) Perubahan frekuensi dan irama nafas.
Nutrition monitoring
1) BB pasien dalam batas normal
2) Monitor adanya penurunan berat badan
3) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4) Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
5) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
6) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
7) Monitor turgor kulit
8) Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
9) Monitor mual dan muntah
10) Monitor makanan kesukaan
11) Monitor pertumbuhan dan perkembangan
12) Monitor pusat kemarahan dan kekeringan jaringan konjungtiva
13) Monitor kalori dan intake nutrisi’
14) Catat adanya edema, hyperemic, hypertonic papilla lidah dan cavitas oral
15) Catat jika lidah berwarna
c. Hipertermi
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal
Batasan karakteristik :
1) Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
2) Serangan atau konvulsi (kejang)
3) Kulit kemerahan
4) Pertambahan RR
5) Takikardi
6) Saat disentuh tangan terasa hangat
Faktor-faktor yang berhubungan
1) Penyakit/trauma
2) Peningkatan metabolism
3) Aktivitas yang berlebihan
4) Pengaruh medikasi atau anetesi
5) Ketidakmampuan/penurunan kemampuan untuk berkeringat
6) Terpapar di lingkungan panas
7) Dehidrasi
8) Pakaian yang tidak tepat
NOC :
Thermolegulation
Kriteria hasil
1) Suhu tubuh dalam rentang normal
2) Nadi dan RR dalam rentang normal
3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
Fever threatment
1) Monitor suhu sesering mungkin
2) Monitor IWL
3) Monitor warna dan suhu kulit
4) Monitor tekanan darah, nadi, dan RR
5) Monitor penurunan tingkat kesadaran
6) Monitor WBC, HB, dan HCt
7) Monitor intake dan output
8) Berikan anti piretik
9) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
10) Selimuti pasien
11) Lakukan tapid sponge
12) Berikan cairan intravena
13) Kompres pasien pada paha dan aksila
14) Berikan pengobatan untuk mencegah penyebab demam
Temperature regulation
1) Monitor suhu tiap 2 jam
2) Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
3) Monitor TD, nadi, dan RR
4) Monitor warna dan suhu
5) Monitor tanda-tanda dan hipertermi dan hipotermi
6) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7) Selimuti pada pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
8) Ajarkan pada pasien car mencegah keletihan akibat panas
9) Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek
negative dari kedinginan
10) Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency
yang diperlukan
11) Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
12) Berikan anti piretik yang diperlukan
Vital sign monitoring
1) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3) Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5) Monitor TD, nadi, dan RR sebelum, selama dan setelah aktivitas
6) Monitor kualitas dari nadi
7) Monitor frekuensi dan irama pernafasan
8) Monitor suara paru
9) Monitor pola pernafasan abnormal
10) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11) Monitor sianosis penfermonitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
12) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
d. Pola nafas tidak efektif
Defines : pertukaran udara inspirasi dan/ ekpirasi tidak adekuat
Batasan karakteristik :
1) Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
2) Penurunan tekanan udara per menit
3) Menggunakan otot pernafasan tambahan
4) Nasal faring
5) Dispneu
6) Orthopneu
7) Perubahan penyimpanan dada
8) Nafas pendek
9) Assumption of 3 point position
10) Pernafasan pursed lip
11) Tahap ekpirasi berlangsung sangat lama
12) Peningkatan diameter anterior posterior
13) Pernafasan rata-rata/minimal : dewasa volume tidaknya 400 ml saat istirahat,
biaya volume tidaknya 6-8ml/kg
14) Timing rasio
15) Penurunan kapasitas vital
Faktor yang berhubungan dengan
1) Hiperventilasi
2) Deformitas tulang
3) Kelainan bentuk dinding dada
4) Penurunan energy/kelelahan
5) Perusakan/pelemahan musculoskeletal
6) Obesitas
7) Posisi tubuh
8) Kelelahan pernafasan
9) Hipoventilasi sindrom
10) Nyeri
11) Kecemasan
12) Disfungsi neuromuskuler
13) Kerusakan persepsi kognitif
14) Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
15) Imaturitas neurologis
NOC :
1) Respiratory status : ventilation
2) Respiratory status : airway potency
3) Aspiration control
Kreteria hasil
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
chyanosis dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah).
2) Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).
3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC :
Airway management
1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan jalan nafas buatan
4) Pasangkan mayo bila perlu
5) Lakukan fisioterapi dada jika diperlukan
6) Keluarkan secret dengan batuk atau suction
7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8) Lakukan suction pada mayo
9) Berikan bronkodilator bila perlu
10) Berikan pelembab udara (kassa NaCl lembab)
11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
12) Monitor respirasi dan status O2.
Terapi oksigen
1) Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
2) Pertahankan jalan nafas yang paten
3) Atur peralatan oksigensasi
4) Monitor aliran oksigen
5) Petahankan jalan nafas yang paten
6) Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
7) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign management
1) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3) Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5) Monitor TD, nadi, dan RR sebelum, selama dan setelah aktivitas
6) Monitor kualitas dari nadi
7) Monitor frekuensi dan irama pernafasan
8) Monitor suara paru
9) Monitor pola pernafasan abnormal
10) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11) Monitor sianosis penfermonitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
12) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
(Susanty, 2011)
e. Cemas
Intervensi keperawatan/rasional
1) Jelaskan prosedur dan peralatan yang tidak dikenal pada anak dengan istilah
yang sesuai dengan tahap perkembangan
2) Ciptakan hubungan anak dengan orang tua
3) Gunakan cara yang tenang dan meyakinkan
4) Beri kehadiran yang sering selama fase akut penyakit
5) Beri tindakan kenyamanan yang diinginkan anak (misal: mengayun,
membelai, dan music)
6) Berikan objek kedekatan (missal : mainan keluarga, selimuti )
7) Anjurkan perawatan yang berpusat pada keluarga dengan peningkatan
kehadiran orang tua dan bila mungkin, keterlibatan orang tua.
8) Jangan melakukan apapun yang membuat anak menajdi lebih cemas dan takut
9) Beri kepercayaan diri pada orang tua dan anak
10) Cobalah untuk menghindari prosedur intrusive atau yang menimbulkan nyeri
11) Perhatikan siklus atau pola istirahat/tidur dalam perencanaan aktivitas
keperawatan
12) Kaji dan implementasikan terapi pelaksanaan nyeri yang tepat (missal :
sedative/ analgesic)
13) Beri aktivitas pengalihan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kondisi
anak
14) Beri obat-obatan yang meningkatkan perbaikan ventilasi sesuai ketentuan
Hasil yang diharapkan
1) Anak tidak menunjukan tanda-tanda distress pernafasan atau
ketidaknyamanan fisik
2) Orang tua tetap bersama anak dan memberikan rasa nyaman
3) Anak melakukan aktivitas tenang yang sesuai dengan usia, minat, kondisi dan
tindakan kognitif
f. Nyeri
Intervensi keperawatan/ rasional
1) Gunakan tindakan local (berkumur, menghisap, kompres hangat, atau dingin)
untuk mengurangi sakit tenggorokan
2) Beri kompres panas atau dingin, bila tepat, pada area yang sakit
3) Beri analgesic sesuai ketentuan
4) Kaji respon terhadap tindakan pengendalian
5) Anjurkan aktivitas pengalihan sesuai usia, kondisi dan kemampuan
Hasil yang diharapkan
Anak tidak mengalami nyeri atau tingkat nyeri dapat diterima dengan baik
g. Intoleransi aktivitas
Intervensi keperawatan /rasional
1) Kaji tingkat intoleransi fisik anak
2) Bantu anak dalam aktivitas hidup sehari-hari yang mungkin melebihi toleransi
3) Berikan aktivitas pengalihan yang sesuai dengan usia, kondisi, kemampuan,
dan minat anak.
4) Beri aktivitas bermain pengalihan yang meningkatkan istirahat dan
ketenangan tetapi mencegah kebosanan dan menarik diri
5) Beri periode istirahat dan tidur yang sesuai dengan usia dan kondisi
6) Instruksikan anak untuk beristirahat bila lelah
7) Seimbangkan istirahat dan tidur bila pasien berambulasi
8) Beri lingkungan yang tenang
9) Atur aktivitas agar waktu tidur maksimal
10) Ikuti rutinitas anak yang biasa untuk waktu tidur dan waktu istirahat
11) Implementasikan tindakan untuk memastikan tidur, seperti ruangan yang
tenang dan digelapkan
Hasil yang diharapkan
1) Anak bermain dan beristirahat dengan tenang serta melakukan aktivitas yang
sesuai dengan usia dan kemampuan
2) Anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan distress pernafasan
3) Anak mentoleransi peningkatan aktivitas
4) Anak tetap tenang, diam, dan rileks
5) Anak beristirahat dengan cukup
Susanty (2011)