Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN:

BRONKOPNEUMONIA DI RUANG CEMPAKA RSUD


GOETOENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH

Untuk memenuhi sebagian syarat guna menyelesaikan


Pendidikan Program Diploma III Keperawatan
Pada Akademi Keperawatan Serulingmas
Cilacap

Oleh:
Taufik Hidayah
17.026

AKADEMI KEPERAWATAN SERULINGMAS


CILACAP
2019

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk membangun manusia indonesia
seutuhnya dan seluruh masyarakat Indonesia dalam mencapai masyarakat yang adil dan
makmur. Sedangkan pembangunan di bidang kesehatan bertujuan meningkatkan kualitas
hidup manusia dan derajat kesehatan masyarakat dalam aspek pencegahan, penyembuhan
dan pemulihan penyakit (Idris, 2010)
Penyakit saluran pernafasan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian
yang paling penting pada anak terutama pada bayi.Hal ini terjadi karena saluran nafasnya
masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah.Gangguan pernafasan pada bayi dan
anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organik trauma, alergi, infeksi dan lain-lain.
Program Pemberantasan Penyakit Menular meliputi kegiatan yang salah satunya adalah
pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut. yang di tunjukan pada kelompok
usia balita. Penyakit (Infeksi Saluran Pernafasn Akut) adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura (selaput paru). Bronkhopneumonia adalah proses infeksi akut yang
mengenai jaringan paru (alveoli). Infeksi saluran pernafasn akut merupakan salah satu
masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang
termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka
kematian karena infeksi saluran pernafasn akut khususnya bronkopneumonia, terutama pada
bayi dan balita.
2
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang di sebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yaitu penyakit menahun terdahulu yang di tandai
dengan gejala panas tinggi, gelisah, dispneu, napas cepat dan dangkal, muntah, diare, serta
batuk kering dan produktif (Hidayat, 2009). Bronkopneumonia terjadi pada ujung akhir
bronkiolus yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi
dalam lobus yang berada di dekatnya, di sebut juga pneumonia lobularis (Wong,2003).
Faktor resiko yang meningkatkan insiden bronkopneumonia yaitu : pertusis, gizi kurang,
umur kurang dari 2 bulan, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI yang memadai,
polusi udara, laki-laki, imunisasi yang tidak memadai, defisiensi Vitamin A, pemberian
makan tambahan terlalu dini, dan kepadatan tempat tinggal (Laskmi, 2006).
World Health Organitation (WHO) tahun 2005 menyatakan Propotional Mortality Ratio
(PMR) balita akibat bronkhopneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6 - 2,2
juta dan sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang, terutama di Afrika dan Asia
Tenggara. Pada tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat ke-6 di dunia untuk kasus
pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa.
Berdasarkan data WHO penyakit saluran pernafasan akut salah satu penyumbang dari
banyak penyebab kesakitan dan kematian. Pada tahun 2000 di El Salvador, Incidence Rate
(IR) infeksi saluran pernafasn akut 252 per 1.000 penduduk dengan proporsi 52% pada umur
dibawah 5 tahun. IR pneumonia dan bronkopneumonia 44,7 per 1.000 penduduk dengan
proporsi 38,3% pada umur dibawah 1 tahun.
Insiden infeksi saluran pernafasn akut (Bronkhopnemonia) di Indonesia tiap tahun sekitar
2,33 juta – 4,66 juta kasus. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001,
angka kesakitan infeksi saluran pernafasn akut menduduki peringkat ketiga sebesar 24%,
setelah penyakit gigi dan mulut sebesar 60% dan penyakit refraksi dan penglihatan sebesar
31%.
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, bronkhopneumonia merupakan penyakit yang
tergolong kedalam infeksi saluran pernafasn akut dengan PMR 80-90%. PMR
bronkhopneumonia pada balita berturut-turut pada tahun 2000, 2001, 2002, 2003, dan 2004
masing-masing 30,1% (20 provinsi), 22,6% (20 provinsi), 22,1% (29 propinsi), 29,5% (24
propinsi), dan 27,1% (23 propinsi).
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2007, jumlah kematian akibat penyakit sistem napas
pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia sebanyak 7.214 dari 197.780 penderita dengan
Case Fatality Rate (CFR) 3,65% dan 8.190 dari 205.076 penderita dengan CFR 3,99% tahun
2008. Target cakupan penemuan kasus program ISPA nasional pada pneumonia balita 76%
dari perkiraan jumlah kasus, namun cakupan penemuan kasus baru mencapai 18,8% (laporan
dari 26 provinsi).
Di Jawa Tengah cakupan penemuan kasus bronkhopneumonia balita setiap tahun
mengalami penurunan dari target nasional. Pada tahun 2009 penemuan kasus pneumonia
menjadi 25,69% dan target penemuan kasus pneumonia nasional sebesar 86% (Dinkes
Jateng, 2009). Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita
tahun 2012 sebesar 24,74% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 64.242 kasus,
mengalami penurunan bila dibanding tahun 2011 (25,5%).
Berdasarkan data profil kesehatan Kabupaten Purbalingga jumlah kasus infeksi saluran
pernafasn akut dari tahun 2009 - 2011 fluktuatif, namun tetap menduduki peringkat pertama
pada 10 besar penyakit terbanyak kunjungan rawat jalan maupun rawat inap di Puskesmas.
Pada tahun 2009 jumlah kasus infeksi saluran pernafasn akut sebanyak 50,871 kasus, tahun
2010 sebanyak 43,571 kasus, tahun 2011 sebanyak 60,042 kasus. Data 10 besar penyakit
terbanyak di poliklinik anak Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Purbalingga tahun
2011 menunjukkan bahwa pneumonia menduduki tempat ke-3 dengan jumlah kasus
sebanyak 1,079 kasus (9,03%).
Jumlah kasus bronkhopneumonia yang ditemukan pada tahun 2009 sebanyak 654 kasus
(9,60%), tahun 2010 sebanyak 487 kasus (6,99%), tahun 2011 sebanyak 423 kasus (5,45%)
dan tahun 2012 sebanyak 560 kasus (7,22%). Meskipun jumlah kasus pneumonia yang
ditemukan di Kabupaten Purbalingga dibawah perkiraan nasional, namun menurut perkiraan
WHO insiden bronkhopneumonia di negara berkembang sebesar 10 - 20%.
Menurut data temuan dari RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga tahun2014
pada bulan januari sampai desember pasien yang menderita penyakit bronkopneumonia
sebanyak 222 orang baik anak ataupun dewasa, penemuan kasus bronkhopneumonia pada
balita di temukan sebanyak 106 kasus.
Berdasarkan uraian diatas menjadi alasan penulis mengambil asuhan keperawatan pada
pasien dengan bronkopneumonia supaya lebih mengetahui dan dapat memberikan asuhan
keperawatan yang efektif untuk memperkecil angka kesakitan dan kematian pada balita
dengan bronkopneumonia

B. TUJUAN PENULISAN
1. Memperoleh gambaran dan pengalaman yang nyata dalam melaksanakan asuhan
keperawatan anak pada pasien dengan gangguan pernafasan bronkopneumonia di RSUD
dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada asuhan keperawatan An. W
dengan bronkopneumonia
b. Penulis mampu merumuskan dignosa keperawatan pada asuhan keperawatan An. W
dengan bronkopneumonia
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada asuhan keperawatan An.
W dengan bronkopneumonia
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada asuhan keperawatan An. W dengan
bronkopneumonia
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada asuhan keperawatan An. W dengan
bronkopneumonia
f. Penulis mampu mendokumentasi pada asuhan keperawatan An. W dengan
bronkopneumonia

C. MANFAAT PENULISAN
1. Kepada mahasiswa Keperawatan
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan sebagai acuan pembelajaran dalam
mengaplikasikan teori dan praktek asuhan keperawatan anak dengan gangguan sistem
pernafasan.
2. Kepada Rumah Sakit
Memberikan informasi tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan
bronkopneumonia sehingga dapat membantu mningkatkan pelayanan rumah sakit.
3. Kepada Institusi Pendidikan
Menambah masukan dan merupakan sumber informasi nyata tentang pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan bronkopneumonia dari lahan praktek, sehingga
dapat mendorong kearah peningkatan kualitas ahli madya keperawatan yang di hasilkan.

BAB II
KONSEP DASAR

I. KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Bronkopneumonia adalah infiltrat yang tersebar pada kedua belahan paru. Dimulai
pada bronkiolus terminalis, yang menjadi tersumbat oleh eksudat mukopurulent yang di
sebut juga “ lebular pneumonia”( Sujono, 2010).
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang di sebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang di tandai dengan gejala panas yang tinggi,
gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah diare, serta batuk kering dan produktif
(Aziz, 2011).
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang
dibronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang
membentuk bercak-bercak konsolidasi dilobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering
bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik
dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Kesimpulannya bronkopneumonia
adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat didaerah
bronkus dan sekitar alveoli (Susanti, 2011).

B. ETIOLOGI
Terjadi bronkopneumonia bermula dari adanya peradangan paru yang terjadi pada
jaringan paru atau alveoli yang biasanya di dahului oleh infeksi traktus respiratorius
bagian atas selama beberapa hari. Faktor penyebab utama adalah : bakteri, virus, jamur,
dan benda asing (Sujono, 2010).
Secara umum individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan oleh adanya
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organism pathogen. Orang
8
yang normal dan sehat mempunyai mekanisme perthanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas : reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan
silia yang menggerakan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat (Susanty,
2011).
Menurut Susanty (2011) menjelaskan tentang timbulnya bronkopneumonia
disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia
yaitu :
1. Bakteri : streptococcus, staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella
2. Virus : legionella pneumonia
3. Jamur : aspergillus spesies, candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang
daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut
dank arena adanya pneumocystis crania, mycoplasma (Susanty, 2011)

C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis bronkopneumonia menurut Ngastiyah (2005) biasanya didahului
oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh naik
sangat mendadak sampai 39-400C dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan
diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi setelah beberapa
hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi
dengan adanya nafas dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar
hidung dan mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung
daripada luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan
kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronkhi basah nyaring halus atau
sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi
terdengar keredupan dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada
stadium resolusi, ronkhi terdengar lagi.

D. PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang
disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenza atau karena aspirasi
makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masuk kesaluran
pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman ditempat tersebut,
sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan
gambaran menurut Susanty (2011) sebagai berikut :
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu diltasi pembuluh
darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran
pencernaan dan infeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam
usus, peristaltic meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian
terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

E. PATHWAY Kuman masuk ke dalam saluran nafas


Kuman berkembang biak

Proses peradangan
Kuman sampai di bronkus.
Terjadi proses peradangan di
Batuk Kuman masuk ke dalam saluran nafas
bronkus dan alveoli

Peningkatan produksi Mual / muntah


sputum Kuman masuk dalam
Anoreksia
Ke otak (hipotalamus)
MK : Resiko nutrisi
MK : Bersihan jalan
kurang dari kebutuhan
nafas tidak efektif Pengaruh pengaturan suhu
tubuh
Dinding alveoli meradang
MK : Hipertermi

Menekan ujung Perubahan membran kapiler Peningkatan kerja otot


Saraf alveoli pernafasan

MK : Pola nafas Kebutuhan O2 dalam


tidak efektif otot meningkat

Nyeri dada
Sesak nafas Stress
MK : resiko gangguan
pertukaran gas Kelemahan Krisis situasi

MK : gangguan rasa
nyaman : Nyeri MK : intoleransi
MK : Cemas
aktivitas

Gambar 2.1 Pathway Bronkopneumonia


Sumber : Susanty (2011)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia menurut Ngastiyah (2005), adalah
sebagai berikut:
a. Foto thoraks.
Pada foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrate pada satu atau
beberapa lobus. Jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu
atau beberapa lobus.
b. Laboratorium
Gambaran darah tepi menunjukan leukositosis, dapat mencapai 15.000 –
40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan
tenggorok, dan mungkin juga dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin
terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit torak hialin. Analisa
gas darah arteri dapat menunjukan asidosis metabolic dengan atau tanpa retensi.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah empiema, otitis media akut. Mungkin juga
komplikasi lain yng dekat seperti atelektasis, emfisema, atau komplikasi jauh seperti
meningitis. Komplikasi tidak terjadi bila diberikan antibiot ik secara tepat (Ngastiyah,
2005).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Tetapi karena hal itu
perlu waktu, dan pasien perlu tetapi secepatnya maka biasanya yang diberikan menurut
Ngastiyah (2005), adalah sebagai berikut:
1. Penisilin 50.000 U/kgBB/hari, ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kgBB/hari
atau diberikan antibiotic yang mempunyai spectrum luas seperti ampisilin.
Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
2. Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran glucose 5%
dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10mEq/500 ml/botol
infuse.
3. Karena sebagian besar pasien jauh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan
dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah
arteri. Pasien bronkopneumonia ringan tidak usah di rawat dirumah sakit.

I. KONSEP TUMBUH KEMBANG


Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu
bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu. Anak
tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan juga ukuran dan struktur organ-
organ tubuh dan otak. Sebagai contoh, hasil dari pertumbuhan otak adalah anak
mempunyai kapasitas lebih besar untuk belajar, mengingat dan mempergunakan akalnya.
Jadi anak tumbuh baik secara fisik maupun mental. Pertumbuhan fisik dapat dinilai
dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram ), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang,
dan tanda seks sekunder (Soetjiningsih, 2015)
1. Tahap tumbuh kembang Anak
Masa pranatal mulai dari saat konsepsi sampai lahir. Pada masa ini, terjadi tumbuh
kembang yang sangat pesat. Sel telur yang telah dibuahi mengalami diferensi yang
berlangsung cepat hingga terbentuk organ-organ tubuh yang berfungsi sesuai dengan
tugasnya, hanya perlu waktu 9 bulan didalam kandungan. Masa embrio berlangsung sejak
konsepsi sampai umur kehamilan 8 minggu (ada yang mengatakan sampai 12 minggu).
Pada masa ini, mulai terbentuk organ-organ tubuh dan sangat peka terhadap lingkungan.
Pada masa fetus dini, terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusa yang
sempurna, dan organ-organ tubuh dan telah terbentuk mulai berfungsi. Sedangkan pada
masa Fetus lanjut, pertumbuhan berlangsung sangat pesat dan berkembang fungsi-fungsi
tubuh. Pada masa ini, terjadi transfer imunoglobin dari darah ibu melalui plasenta dan
terjadi akumulasi asam lemak esensial omega 3 (docosa hexanoic acid/DHA) dan omega
6 (arachidonic acid/AA) pada otak dan retina.
Pada masa neonatal, terjadi adaptasi lingkungan dari kehidupan intrauteri ke
kehidupan ekstrauteri dan terjadi perubahan sirkulasi darah. Organ-organ tubuh berfungsi
sesuai tugasnya di dalam kehidupan ekstrauteri. Pada masa 7 hari pertama (neonatal dini),
bayi harus mendapat perhatian kusus, karena angka kematian bayi pada masa ini tinggi.
Pada masa bayi dan masa anak dini, pertumbuhan masih pesat walaupun kecepatan
pertumbuhan telah mengalami deselerasi da proses maturasi terus berlangsung, terutama
sistem syaraf.
Pada masa prasekolah, kecepatan pertumbuhan lambat dan berlangsung stabil
(plateau). Pada masa ini, terdapat kemajuan perkembangan motorik dan fungsi ekskresi.
Aktivitas fisik bertambah serta ketrampilan dan proses berfikir meningkat (Soetjiningsih,
2015).
Perkembangan (development) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif dan
kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil
dari proses pematangan/maturasi. Perkembangan menyangkut proses diferensi sel tubuh,
jaringan tubuh,organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan kognitif,
bahasa, motorik, emosi dan perkembangan perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungan. Perkembangan merupakan perubahan yang bersifat progresif, terarah, dan
terpadu/koheren. Progresif mengandung arti bahwa perubahan yang terjadi mempunyai
arah tertentu dan cenderung maju ke depan, tidak mundur kebelakang. Terarah dan
terpadu menunjukan bahwa terdapat hubungan yang pasti antara perubahan yang terjadi
pada saat ini, sebelumnya dan berikutny (Soetjiningsih,2015).
Pengertian DDST atau Denver II menurut Suwariyah (2013) adalah satu dari metode
skrining terhadap kelainan perkembangan bayi atau anak usia 0-6 tahun yang dilakukan
secara brerkala dengan 125 tugas perkembangan.Denver II lebih menyeluruh tapi ringkas,
sederhana dan dapat diandalkan, yang terbagi dalam 4 sektor yakni : Sektor Personal
Sosial (kemandirian bergaul), Sektor Fine Motor Adaptif (Gerakan gerakan halus), Sektor
Language (Bahasa), dan Gross Motor (Gerakan-gerakan kasar). Setiap tugas
perkembangan digambarkan dalam bentuk kotak persegi panjang horizontal yang
berurutan menurut umur dalam lembar format DDST. Pada umumnya setiap pelaksanaan
tes, tugas perkembangan yang perlu diperiksa pada setiap skrining hanya berkisar 25-30
item, sehingga hanya memakan waktu 15-20 menit.

II. KONSEP KEPERAWATAN


A. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan keperawatan menurut Ngastiyah (2005) yaitu menjaga kelancaran
pernafasan, kebutuhan istirahat, kebutuhan nutrisi/cairan, mengontrol suhu tubuh,
mencegah komplikasi, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Pasien bronkopneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis kare na adanya
radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus/paru. Agar pasien dapat bernafas
secara lancar lendir tersebut harus dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan O2
2L/menit secara rumat. Pada anak yang agak besar (sudah mengerti) berikan sikap baring
setengah duduk, longgarkan pakaian yang menyekat seperti ikat pinggang, kaos baju
yang agak sempit. Ajarkan agar bila ia batuk lendirnya dikeluarkan dan katakan kalau
lendir tersebut tidak dikeluarkan sesak nafasnya tidak akan segera hilang (sediakan kertas
tisu dan tempat penampung). Beritahukan kepada anak agar ia tidak selalu berbaring ke
arah dada yang sakit, boleh duduk atau miring ke bagian dada yang lain.
Pada bayi, baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberikan ganjal
dibawah bahunya. Bukalah pakaian yang ketat seperti gurita, atau celana yang ada
karetnya. Isaplah lendirnya dan berikan O2 secara rumat sampai 2L/menit. Pengisapan
lendir harus sering, yaitu pada saat terlihat lendir di dalam mulut, pada waktu akan
memberi minum, mengubah sikap baring atau tindakan lain. Perhatikan dengan cermat
pemberian infuse, perhatikan apakah infuse lancer.
Pasien bronkopneumonia adalah pasien payah, suhu tubuhnya tinggi, sering
hiperpireksia, maka pasien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan pasien harus ditolong
di tempat tidur. Usahakan pemberian obat secara tepat. Pengambilan bahan pemeriksaan
atau pemberian suntikan jangan dilakukan waktu pasien sedang tidur. Usahakan keadaan
tenang dan nyaman agar pasien dapat istirahat sebaik-baiknya atau terlalu rapat karena
dapat menyebabkan sesak nafas.
Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan makanan yang kurang.
Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat
menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang
infuse dengan cairan glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambahkan
KCl 10 mEq/500ml/botol infuse. Apabila sesak nafas telah berkurang pasien diberikan
makanan lunak dan susu. Bujuklah agar anak mau makan, dan waktu menyuapi harus
sabar karena keadaan sesak menyebabkan pasien cepat lelah waktu mengunyah.
Pada bayi yang masih minum ASI, bila tidak terlalu sesak ia boleh menetek selain
memperoleh infus. Beritahukan ibunya agar pada waktu bayi menetek putting susunya
harus sering-sering dikeluarkan untuk memberikan kesempatan bayi bernafas. Bila bayi
masih belum mau menghisap, ASI harus dipompa, dan diberikan pakai sendok. Bila
keadaan membaik dapat dicoba dengan dot, dan dot harus sering dicabut. Berikan susu 1
botol 2-3 kali dengan istirahat ¼ jam karena jika tidak, pasien akan kelelahan. Bila
terpaksa memberikan susu per sonde juga harus dibagi 2-3 kali karena jika lambung
mendadak penuh menyebabkan sesak nafas.
Pasien bronkopneumonia sewaktu-waktu dapat mengalami hipereksia. Untuk ini
maka suhu harus dikontrol setiap jam selain diusahakan untuk menurunkan suhu dengan
memberikan kompres dingin dan obat-obatan. Satu jam setelah dikompres dicek kembali
apakah suhu telah turun.
Komplikasi yang terjadi terutama disebabkan oleh lender yang tidak dikeluarkan
sehingga terjadi atelektasis atau bronkiektasis. Untuk menghindarkan terjadinya lendir
yang menetap (mucous plug) maka sikap baring pasien, terutama bayi, harus diubah
posisinya tiap 2 jam dan pengisapan lendir sering dilakukan. Setiap mengubah sikap
lakukan sambil menepuk-nepuk punggung pasien kemudian jika terlihat lendirnya
meleleh segera diisap.
Bila lendir tetap banyak, dapat dilakukan fisioterapi dengan drainase postural.
Caranya, bayi dibaringkan tengkurap, di depannya letakan handuk sebagai alas, dibawah
perutnya diganjal guling sehingga posisi kepala lebih rendah. Lakukan tepukan dengan
kedua tangan yang dicekungkan di punggung bayi secara ritmik sambil sering diisap
lendirnya dari hidung dan mulut. Lama tindakan ini 5-10 menit dan dapat dilakukan pagi
dan sore. Jika lendir sudah berkurang maka fisioterapi dapat dilakukan sekali sehari,
biasanya pagi saja. Mengenai gangguan rasa aman dan nyaman seperti pasien lain yang
dirawat di rumah sakit. Pemberian O2, pemeriksaan foto, dan pemasangan infuse bagi
anak anak minumbulkan rasa takut dan tidak menyenangkan. Hal ini hanya perlu
pendekatan, jika ada orang tuanya jelaskan semua tindakan dan mintalah orang tua
membujuknya. Tindakan sering mengubah sikap berbaring selain untuk mencegah
pengendapan lendir juga memberikan rasa aman dan nyaman.
Penyuluhan terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit
bronkopneumonia ialah dengan memberikan pengertian jika anak batuk pilek disertai
demam sudah 2 hari tidak juga sembuh agar dibawa berobat ke pelayanan kesehatan.
Pada bayi dan anak kecil yang keadaan umumnya lemah, misalnya baru sembuh dari
penyakit diare atau anak sering batuk pilek, janganlah dibawa keluar pada malam hari
atau dibiarkan bermain di luar jika udara tidak baik karena hal tersebut dapat menjadi
penyebab bronkopneumonia. Selain hal itu perlu pemeliharaan kesehatan dan kebersihan
lingkungan agar anak tetap sehat.
1. Pengkajian
Pengkajian menurut Wong (2009), data pengkajian pada pasien dengan gangguan
sistem pernafasan: Bronkhopneumonia meliputi:
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat gagal jantung kronis
Tanda : takikardi, penampilan keperanan atau pucat
c. Integritas Ego
Gejala : banyak stressor, masalah financial
d. Makanan / Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan
turgor buruk, penampilan malnutrusi
e. Neurosensori
Gejala : sakit kepala dengan frontal
Tanda : perubahan mental
f. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala nyeri dada meningkat dan batuk myalgia, atralgia
g. Pernafasan
Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan
dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen
Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi
pleural
Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas
bronkial
Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
Warna : pucat atau sianosis bibir / kuku
h. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan, mungkin

i. Penyuluhan
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien bronkopneumonia menurut
Susanty (2011) sebagai berikut:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
c. Hipertermi
d. Pola nafas tidak efektif
e. Cemas
f. Nyeri
g. Intoleransi aktivitas
3. Fokus intervensi
Intervensi menurut Susanty (2011) pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan:
Bronkhopneumonia meliputi:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi sari
saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.
Batasan karakteristik :
1) Dispneu, penurunan suara nafas
2) Orthopnea
3) Chyanosis
4) Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
5) Kesulitan berbicara
6) Batuk, tidak efektif atau tidak ada
7) Mata melebar
8) Produksi sputum
9) Gelisah
10) Perubahan frekuensi dan irama nafas.

Factor-faktor yang berhubungan :


1) Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif, POK, infeksi.
2) Fisiologi : disfungsi neuromuscular, hyperplasia dinding bronkus, alergi jalan
nafas, asma.
3) Obstruksi jalan nafas : spasma jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mucus
adanya nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveoli, adanya
benda asing di jalan nafas.
NOC :
1) Respiratory status : ventilation
2) Respiratory status : airway potency
3) Aspirasi control
Kriteria hasil
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
chyanosis dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips).
2) Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).
3) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat
jalan nafas.
NIC
Airway suction
1) Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning.
2) Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning
3) Informasikan pada pasien dan keluarga tentang suctioning
4) Minta pasien nafas dalam sebelum suction dilakukan
5) Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction
nasotrakeal
6) Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
7) Anjurkan alat yang steril setiap melakukan tindakan
8) Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal.
9) Monitor status oksigen pasien
10) Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction
11) Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukan bradikardi,
peningkatan saturasi O2 dll.
Airway management
1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan jalan nafas buatan
4) Pasangkan mayo bila perlu
5) Lakukan fisioterapi dada jika diperlukan
6) Keluarkan secret dengan batuk atau suction
7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8) Lakukan suction pada mayo
9) Berikan bronkodilator bila perlu
10) Berikan pelembab udara (kassa NaCl lembab)
11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
12) Monitor respirasi dan status O2.
b. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolism tubuh
Batasan karakteristik :
1) Berat badan 20% atau lebih dibawah ideal.
2) Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recommended
Daily Allowed)
3) Membrane mukosa dan konjungtiva pucat
4) Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
5) Luka, inflamasi pada rongga mulut
6) Mudah terasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makan
7) Dilaporkan atau adanya fakta kekurangan makanan
8) Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
9) Perasaan ketidakmampuan mengunyah makanan
10) Miskonsepsi
11) Kehilangan BB dengan makanan cukup
12) Keengganan untuk makanan
13) Kram pada abdomen
14) Tonus otot jelek
15) Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
16) Kurang berminat terhadap makanan
17) Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
18) Diare dan atau steatonhea
19) Kehilangan rambut yang cukup banyak
20) Suara usus hiperaktif
21) Kurang informasi, misinformasi
Factor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan dan mengabsorbsi zat-zat
gizi berhubungan dengan factor biologis, psikologis atau ekonomi.
NOC
Nutritional status : food and flued intake
Kriteria hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3) Mampu mengdentifikasi kebutuhan nutrisi
4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
5) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC
Nutrition management
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan
3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5) Berikan subtansi gula
6) Yakinlah diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
7) Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi )
8) Ajarkan pasien bagaimana cara membuat catatan makanan harian
9) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10) Berikan kalori tentang kebutuhan nutrisi
11) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan kebutuhan yang dibutuhkan

Nutrition monitoring
1) BB pasien dalam batas normal
2) Monitor adanya penurunan berat badan
3) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4) Monitor interaksi anak atau orang tua selama makan
5) Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
6) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
7) Monitor turgor kulit
8) Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
9) Monitor mual dan muntah
10) Monitor makanan kesukaan
11) Monitor pertumbuhan dan perkembangan
12) Monitor pusat kemarahan dan kekeringan jaringan konjungtiva
13) Monitor kalori dan intake nutrisi’
14) Catat adanya edema, hyperemic, hypertonic papilla lidah dan cavitas oral
15) Catat jika lidah berwarna
c. Hipertermi
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal
Batasan karakteristik :
1) Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
2) Serangan atau konvulsi (kejang)
3) Kulit kemerahan
4) Pertambahan RR
5) Takikardi
6) Saat disentuh tangan terasa hangat
Faktor-faktor yang berhubungan
1) Penyakit/trauma
2) Peningkatan metabolism
3) Aktivitas yang berlebihan
4) Pengaruh medikasi atau anetesi
5) Ketidakmampuan/penurunan kemampuan untuk berkeringat
6) Terpapar di lingkungan panas
7) Dehidrasi
8) Pakaian yang tidak tepat
NOC :
Thermolegulation
Kriteria hasil
1) Suhu tubuh dalam rentang normal
2) Nadi dan RR dalam rentang normal
3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
Fever threatment
1) Monitor suhu sesering mungkin
2) Monitor IWL
3) Monitor warna dan suhu kulit
4) Monitor tekanan darah, nadi, dan RR
5) Monitor penurunan tingkat kesadaran
6) Monitor WBC, HB, dan HCt
7) Monitor intake dan output
8) Berikan anti piretik
9) Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
10) Selimuti pasien
11) Lakukan tapid sponge
12) Berikan cairan intravena
13) Kompres pasien pada paha dan aksila
14) Berikan pengobatan untuk mencegah penyebab demam
Temperature regulation
1) Monitor suhu tiap 2 jam
2) Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
3) Monitor TD, nadi, dan RR
4) Monitor warna dan suhu
5) Monitor tanda-tanda dan hipertermi dan hipotermi
6) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7) Selimuti pada pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
8) Ajarkan pada pasien car mencegah keletihan akibat panas
9) Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek
negative dari kedinginan
10) Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency
yang diperlukan
11) Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
12) Berikan anti piretik yang diperlukan
Vital sign monitoring
1) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3) Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5) Monitor TD, nadi, dan RR sebelum, selama dan setelah aktivitas
6) Monitor kualitas dari nadi
7) Monitor frekuensi dan irama pernafasan
8) Monitor suara paru
9) Monitor pola pernafasan abnormal
10) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11) Monitor sianosis penfermonitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
12) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
d. Pola nafas tidak efektif
Defines : pertukaran udara inspirasi dan/ ekpirasi tidak adekuat
Batasan karakteristik :
1) Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
2) Penurunan tekanan udara per menit
3) Menggunakan otot pernafasan tambahan
4) Nasal faring
5) Dispneu
6) Orthopneu
7) Perubahan penyimpanan dada
8) Nafas pendek
9) Assumption of 3 point position
10) Pernafasan pursed lip
11) Tahap ekpirasi berlangsung sangat lama
12) Peningkatan diameter anterior posterior
13) Pernafasan rata-rata/minimal : dewasa volume tidaknya 400 ml saat istirahat,
biaya volume tidaknya 6-8ml/kg
14) Timing rasio
15) Penurunan kapasitas vital
Faktor yang berhubungan dengan
1) Hiperventilasi
2) Deformitas tulang
3) Kelainan bentuk dinding dada
4) Penurunan energy/kelelahan
5) Perusakan/pelemahan musculoskeletal
6) Obesitas
7) Posisi tubuh
8) Kelelahan pernafasan
9) Hipoventilasi sindrom
10) Nyeri
11) Kecemasan
12) Disfungsi neuromuskuler
13) Kerusakan persepsi kognitif
14) Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
15) Imaturitas neurologis
NOC :
1) Respiratory status : ventilation
2) Respiratory status : airway potency
3) Aspiration control
Kreteria hasil
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
chyanosis dan dispneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah).
2) Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).
3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
NIC :
Airway management
1) Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
2) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi pasien perlunya pemasangan jalan nafas buatan
4) Pasangkan mayo bila perlu
5) Lakukan fisioterapi dada jika diperlukan
6) Keluarkan secret dengan batuk atau suction
7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8) Lakukan suction pada mayo
9) Berikan bronkodilator bila perlu
10) Berikan pelembab udara (kassa NaCl lembab)
11) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan
12) Monitor respirasi dan status O2.
Terapi oksigen
1) Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
2) Pertahankan jalan nafas yang paten
3) Atur peralatan oksigensasi
4) Monitor aliran oksigen
5) Petahankan jalan nafas yang paten
6) Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
7) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign management
1) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3) Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4) Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5) Monitor TD, nadi, dan RR sebelum, selama dan setelah aktivitas
6) Monitor kualitas dari nadi
7) Monitor frekuensi dan irama pernafasan
8) Monitor suara paru
9) Monitor pola pernafasan abnormal
10) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11) Monitor sianosis penfermonitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
12) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.
(Susanty, 2011)
e. Cemas
Intervensi keperawatan/rasional
1) Jelaskan prosedur dan peralatan yang tidak dikenal pada anak dengan istilah
yang sesuai dengan tahap perkembangan
2) Ciptakan hubungan anak dengan orang tua
3) Gunakan cara yang tenang dan meyakinkan
4) Beri kehadiran yang sering selama fase akut penyakit
5) Beri tindakan kenyamanan yang diinginkan anak (misal: mengayun,
membelai, dan music)
6) Berikan objek kedekatan (missal : mainan keluarga, selimuti )
7) Anjurkan perawatan yang berpusat pada keluarga dengan peningkatan
kehadiran orang tua dan bila mungkin, keterlibatan orang tua.
8) Jangan melakukan apapun yang membuat anak menajdi lebih cemas dan takut
9) Beri kepercayaan diri pada orang tua dan anak
10) Cobalah untuk menghindari prosedur intrusive atau yang menimbulkan nyeri
11) Perhatikan siklus atau pola istirahat/tidur dalam perencanaan aktivitas
keperawatan
12) Kaji dan implementasikan terapi pelaksanaan nyeri yang tepat (missal :
sedative/ analgesic)
13) Beri aktivitas pengalihan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kondisi
anak
14) Beri obat-obatan yang meningkatkan perbaikan ventilasi sesuai ketentuan
Hasil yang diharapkan
1) Anak tidak menunjukan tanda-tanda distress pernafasan atau
ketidaknyamanan fisik
2) Orang tua tetap bersama anak dan memberikan rasa nyaman
3) Anak melakukan aktivitas tenang yang sesuai dengan usia, minat, kondisi dan
tindakan kognitif
f. Nyeri
Intervensi keperawatan/ rasional
1) Gunakan tindakan local (berkumur, menghisap, kompres hangat, atau dingin)
untuk mengurangi sakit tenggorokan
2) Beri kompres panas atau dingin, bila tepat, pada area yang sakit
3) Beri analgesic sesuai ketentuan
4) Kaji respon terhadap tindakan pengendalian
5) Anjurkan aktivitas pengalihan sesuai usia, kondisi dan kemampuan
Hasil yang diharapkan
Anak tidak mengalami nyeri atau tingkat nyeri dapat diterima dengan baik
g. Intoleransi aktivitas
Intervensi keperawatan /rasional
1) Kaji tingkat intoleransi fisik anak
2) Bantu anak dalam aktivitas hidup sehari-hari yang mungkin melebihi toleransi
3) Berikan aktivitas pengalihan yang sesuai dengan usia, kondisi, kemampuan,
dan minat anak.
4) Beri aktivitas bermain pengalihan yang meningkatkan istirahat dan
ketenangan tetapi mencegah kebosanan dan menarik diri
5) Beri periode istirahat dan tidur yang sesuai dengan usia dan kondisi
6) Instruksikan anak untuk beristirahat bila lelah
7) Seimbangkan istirahat dan tidur bila pasien berambulasi
8) Beri lingkungan yang tenang
9) Atur aktivitas agar waktu tidur maksimal
10) Ikuti rutinitas anak yang biasa untuk waktu tidur dan waktu istirahat
11) Implementasikan tindakan untuk memastikan tidur, seperti ruangan yang
tenang dan digelapkan
Hasil yang diharapkan
1) Anak bermain dan beristirahat dengan tenang serta melakukan aktivitas yang
sesuai dengan usia dan kemampuan
2) Anak tidak menunjukan bukti-bukti peningkatan distress pernafasan
3) Anak mentoleransi peningkatan aktivitas
4) Anak tetap tenang, diam, dan rileks
5) Anak beristirahat dengan cukup
Susanty (2011)

Anda mungkin juga menyukai