PENDAHULUAN
Bahasa merupakan media yang dipakai manusia untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
Selain bentuknya yang dinamis karena selalu berubah mengikuti perkembangan zaman,
bahasa juga merupakan suatu perangkat yang baku yang mesti ditaati peraturannya, baik
bahasa yang berbentuk lisan maupun tulis. Peraturan dibuat untuk mengatur agar bahasa
dapat dipakai sebagai media untuk mempermudah manusia dalam melakukan kegiatan
berbahasa.Namun, dalam melakukankegiatan berbahasa terkadang terjadi kesalahan
berbahasa yang dilakukan oleh pengguna bahasa tersebut, entah kesalahan yang disengaja
atau tidak disengaja.
Morfologi bahasa Indonesia merupakan aspek yang mempelajari aturan kata bahasa
Indonesia, penggunaan bahasa yang baku, baik, dan benar. Morfologi bahasa Indonesia
adalahbagian linguistik yang mempelajari tentang morfem, sedangkan proses morfologi
bahasa Indonesia adalah proses pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. Menurut Sumadi
(2015: 67) ada tiga macam proses morfologis bahasa Indonesia, yaitu (1) afiksasi atau
imbuhan, (2) reduplikasi atau pengulangan, dan (3) pemajemukan atau komposisi. Banyak
kesalahan atau problematika yang dalam proses morfologis, salah satunya afiksasi.
Dalam kehidupan berbahasa terkadang ada imbuhan kata atau afiksasi yang melenceng
dari aturan atau bahkan tidak seharusnya di afiksasikan, seperti bentuk dasar ‘nyusun’ yang
seharusnya ‘menyusun’. Oleh sebab itu, penulis akan menganalisis problematika atau
kesalahan pada bidang afiksasi dalam proses morfologi karena ada beberapa sumber
kesalahan yang diyakini dalam tataran bidang ilmu morfologi, seperti kesalahan dalam
imbuhan pada bentuk dasar.
BAB II
PEMBAHASAN
Problematika B.I | 2
Problematika bahasa Indonesia yaitu adanya kesenjangan antara harapan dan
kenyataan. Bahasa Indonesia yang bermasalah ialah yang berbeda antara yang di idealkan
dengan yang ada dengan pemakaian bahasa Indonesia di masyarakat. Secara harfiah
problematik sebagai fenomena dalam bahasa Indonesia yaitu suatu permasalahan yang
muncul atau yang dimunculkan dalam bahasa Indonesia, baik permasalahan yang secara
konseptual maupun permasalahan yang muncul dalam pemakaian bahasa Indonesia. Secara
istilah problematika bahasa Indonesia adalah kajian terhadap segala permasalahan bahasa
Indonesia yang meliputi identifikasi permasalahan yang muncul, analisis sebab kemunculan
dan alternatif pemecahan.
Afiksasi atau pengimbuhan sangat produktif dalam pembentukan kata, hal tersebut
terjadi karena bahasa indonesia tergolong bahasa bersistem aglutinasi. Sistem aglutinasi
adalah proses dalam pembentukan unsur-unsurnya dilakukan dengan jalan menempelkan atau
menambahkan unsur selainnya
Kaidah afiksasi awalan me(N)- dan pe(N)- manakala memasuki kata dasar yang dimulai
huruf k, p, t, s ada yang luluh, namun juga ada yang tidak luluh.
Problematika B.I | 3
a. Dalam kelas bahasa Indonesia me(N)- dan pe(N)- jika memasuki kata dasar yang berawal
huruf k luluh seperti:
b. kata yang berawalan k bertemu dengan me(N) atau pe(N) tidak luluh seperti:
Problematika B.I | 4
pe(N) + paksa Pemaksaan
pe(N) + pakai Pemakai
pe(N) + papar Pemaparan
d. Namun ada beberapa kata yang berawalan p bertemu dengan me(N) tidak luluh seperti:
e. Dalam kelas bahasa Indonesia me(N)- dan pe(N)- jika memasuki kata dasar yang berawal
huruf t luluh seperti:
Problematika B.I | 5
f. Namun ada beberapa kata yang berawalan t bertemu dengan me(N) atau pe(N) tidak luluh
seperti:
g. Fonem /t/ kadang-kadang luluh, kadang-kadang tidak. Dengan demikian, kata yang sering
dipakai umumnya cenderung luluh, sedangkan yang jarang dipakai lebih sering muncul tanpa
peluluhan.
Dalam kelas bahasa Indonesia me(N)- dan pe(N)- jika memasuki kata dasar yang berawal
huruf s luluh seperti:
Problematika B.I | 6
h. Namun ada beberapa kata yang berawalan s bertemu dengan me(N) atau pe(N) tidak luluh
seperti:
me(N)+struktur Menstrukturkan
me(N)+steril mensterilkan
me(N)+syukur mensyukuri
me(N)+syarat mensyaratkan
me(N) + sponsor mensponsori
me(N)+stabil menstabilkan
me(N)+standar menstandarkan
me(N)+stempel menstempel
me(N)+spekulasi menspekulasi
me(N) + stimulasi menstimulasi
pe(N)+sponsor Pensponsoran
pe(N) + stabil Penstabil
pe(N) + standar penstandaran
Analisis peluluhan pada fonem atau kata yang berawalan k, p, t, s pada awal morfem
hilang akibat pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawalan
dengan fonem-fonem. Namun banyak juga huruf-huruf yang berawlan k, p, t, s yang tidak
luluh seperti mentertawakan fonem t tidak hilang sebab fonem tersebut merupakan fonem
awal dari bentuk dasar kata tersebut. Bentuk dasar kata mentertawakan yang memiliki bentuk
dasar tawa dan mendapat morfem men-ter-kan. Begitu juga pada kata penterjemah yang asal
katanya diadopsi dari bahasa asing, maka fonem k, p, t, s tidak hilang (Suhardi, 2013:126).
Awalan ber- berubah bentuknya be- jika bergabung dengan bentuk dasar yang berawal
dengan fonem /r/ jadi, fonem /r/ pada awalan ber- itu dihilangkan.
Problematika B.I | 7
Peristiwa penghilangan fonem /r/ pada kata seperti berrambut menjadi berambut.
Awalan ter- berubah bentuknya menjadi te- jika bergabung dengan bentuk dasar yang
berawal dengan fonem /r/.jadi, fonem /r/ pada awalan ter- itu dihilangkan peristiwa
penghilangan /r/ pada kata seperti terrasa menjadi terasa.
Problematika B.I | 8
Percik ter + percik Tepercik
Awalan ter- berubah bentuknya jika bergabung dengan bentuk dasar yang suku pertamanya
berakhir dengan /er/.
ke + besar + an Kebesaran
ke + ibu + an keibuan
ke + bapak +an kebapakan
ke + sempit+an kesempitan
ke +kurang+an kekurangan
Adjektiva yang berpola ke-an memerikan sifat “mirip dengan” apa yang diuangkapkan oleh
nomina yang menjadi bentuk dasar bentuk itu. proses penurunan ini adalah melalui
pembentuk nomina abstrak dengan konfiks ke-an (Alwi dkk, 2010:202).
Masalah yang ada dalam nomina atau kata benda berkonfiks ke-an adalah:
ke + adil + an Keadilan
ke + diam+ an kediaman
ke + duduk+ an kedudukan
ke + bangsa + an kebangsaan
ke + rakyat + an kerakyatan
Problematika B.I | 9
ke + camat + an kecamatan
Konfiks bila sumbernya adalah nomina, maknanya merujuk pada kebstrakan atau kantor atau
wilayah kekuasaan. Ciri keabstarakan ini juga terjadi pada ke-an dengan adjektiva (Alwi dkk,
2010:240).
Bahasa memiliki sifat yang dinamis, termasuk juga bahasa Indonesia.Walaupun diakatakan
mempunyai sistem dalam pemakaiannya selalu timbul masalah-masalah, baik masalah yang
berhubungan dengan pengucapan bunyi bahasa, bentukan kata, penulisan, dan pemakian
kalimat. Dari penjbaran diatas ada beberapa problematika dalam aspek afiksas bahasa
Indonesia, kami menyimpulkan ada beberapa penyebab problemtika dalam afiksasi.
1. Masih mengikuti kaidah bahasa asal kata, baik dari bentuk serapan maupun bentuk
terjemahan. Sehingga dalam proses afiksasi menyebabkan ketidakcocokan dengan
kaidah bahasa Indonesia yang terlaku.
2. Kesulitannya pembaca dalam menerapkan kaidah bahasa Indonesia apabila kaidah
tersebut harus bergandengan dengan kata itu sendiri. Contoh dalam kata ber-kerja
yang dipermudah menjadi kata bekerja.
3. Akibat adanya 2 huruf yang sama, sehingga salah satu dari huruf tersebut dimasukkan
kedalalam huruf yang sama. Contoh dalam kata ter-rasa yang menjadi terasa
Problematika B.I | 10