Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN BACAAN

BENTUK KATA, MAKNA KATA, DAN DIKSI

OLEH :

KELOMPOK 14

Farel Dzikra Anendi 2310912034

M. Zaky Anugra 2310913061

Muhammad Syukra Amhari 2310913010

Ridho Ramadhan Ciago 2310912003

Zhorif Saputra Elya 2310912037

DOSEN PENGAMPU : Muhammad Alfikri, M. Hum

Universitas Andalas
2023/2024
BENTUK KATA,MAKNA KATA, DAN DIKSI

A. BENTUK DAN MAKNA KATA

I. BENTUK KATA

Dalam bahasa Indonesia secara umum bentuk kata terdiri atas dua macam, yaitu
kata dasar dan kata bentukan. Kata dasar merupakan suatu kata yang utuh dan
belum mendapat imbuhan apa pun. Dalam proses pembentukan kata, kata dasar
dapat diartikan sebagai kata yang menjadi dasar bagi bentukan kata lain yang lebih
luas. Dalam pengertian ini, kata dasar lazim pula disebut sebagai bentuk dasar, kata
asal, dan ada pula yang menyebutnya sebagai dasar kata. Terkait dengan itu, untuk
menghindari penyebutan yang berbeda- beda, dalam buku ini kata yang menjadi
dasar bagi bentukan kata lain yang lebih luas disebut kata dasar. Berbeda dengan
kata dasar, kata bentukan merupakan kata yang sudah dibentuk dari kata dasar
dengan menambahkan imbuhan tertentu. Kata bentukan seperti ini lazim pula
disebut dengan beberapa istilah yang berbeda-beda, misalnya ada yang
menyebutnya sebagai kata turunan, kata berimbuhan, dan ada pula yang
menyebutnya kata jadian.

a. Kata dasar
Kata dasar selain dapat digunakan sebagai dasar bagi bentukan kata lain yang
lebih luas, dapat pula digunakan tanpa ditambah dengan imbuhan apa pun.
Kalimat berikut, misalnya, dibentuk dengan menggunakan kata dasar
seluruhnya.

Nanti siang Ratna akan pergi ke kampus.

Kalimat itu terdiri atas tujuh kata, yaitu


(a) nanti, (b) siang, (c) Ratna, (d) akan, (e) pergi, (f) ke, dan (g) kampus.
Ketujuh kata yang membentuk kalimat (2) tersebut seluruhnya berupa kata
dasar. Kata-kata seperti itu dan beberapa kata lain yang tergolong sebagai kata
dasar sudah diketahui dan sudah tersimpan di dalam memori para pengguna
bahasa. Oleh karena itu, jika akan digunakan, katakata seperti itu tinggal
dikeluarkan dari memori atau ingatan. Dengan demikian, dalam berbahasa
tidak ada masalah jika informasi yang disampaikan seluruhnya dinyatakan
dalam bentuk kata dasar.
b. Kata bentukan
Pembentukan kata adalah proses membentuk kata dengan menambahkan
imbuhan atau unsur lain pada kata dasar. Dalam bahasa Indonesia,
pembentukan kata dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai cara. Cara
yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Pengimbuhan kata

Pengimbuhan adalah pembentukan kata dengan memberikan imbuhan pada


kata dasar. imbuhan yang terletak pada awal kata lazim disebut awalan
(prefiks). Kedua, imbuhan yang terletak pada akhir kata lazim disebut akhiran
(sufiks). Ketiga, imbuhan yang terletak pada tengah kata lazim disebut sisipan
(infiks). Keempat, imbuhan yang terletak pada awal kata dan akhir kata
sekaligus lazim disebut gabungan imbuhan (konfiks).

a) Awalan me(N)
Proses pengimbuhan dengan awalan me(N)- terhadap bentuk dasar dapat
mengakibatkan munculnya bunyi sengau atau bunyi hidung pada pula tidak.
Untuk memperjelas hal tersebut , perhatikan contoh berikut:

Me(N)- + buat membuat


Me(N)- + pakai memakai
Me(N)- + focokopi memfotocopy
Me(N)- + dengar mendegar
Me(N)- + tatar menatar
Me(N)- + jabat menjabat

Apabila bentuk dasar yang dilekati hanya berupa suku kata , me(N)-berubah
jadi menge-, misalnya dalam contoh berikut :

Me(N)- + cap mengecap


Me(N)- + pak mengepak
Me(N)- + tik mengetik

Namun demikian , perlu kita perhatikan jika bentuk dasar tersebut ditempeli
awalan di-, bentuk yang ditempelinya tidak mengalami perubahan. Kita
perhatikan contoh berikut.
di- + pak dipak
di- + tik dititik
di- + cap dicap

b) Awalan be(R)-
Awalan be(R)- memiliki tiga variasi , yaitu ber-, be-,dan bel-, variasi tersebut
muncul sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya, misalnya, dalam contoh
berikut:

Be(R)- + usaha berusaha


Be(R)- + diskusi berdiskusi
Be(R)- + korban berkorban
Be(R)- + rencana berencana
Be(R)- + kerja bekerja
Be(R)- + serta beserta
Be(R)- + ajar belajar

c) Awalan te(R)-
Awalan te(R)- memiliki variasi ter-, te-, dan tel-, ketiga variasi tersebut muncul
sesuai dengan bentuk dasar yang di lekatinya. Layak diingat bahwa awalan ini
memiliki tiga macam arti dalam pemakaiannya. Pertama , artinya sama dengan
paling. Kedua , menyatakan arti tidak sengaja. Ketiga , menyatakan arti sudah
di- Misalnya dalam contoh di bawah ini.

Te(R)- + dengar terdengar


Te(R)- + pandai terpandai
Te(R)- + rasa terasa
Te(R)- + kerjakan terkerjakan
Te(R)- + perdaya terperdaya
Te(R)- + percaya terpecaya

d) Awalan pe(N)- dan pe(R)-


Awalan pe(N)- dan pe(R)- merupakan pembentuk kata benda. Kata benda yang
dibentuk dengan pe(N)- berkaitan dengan kata kerja yang berawalan me(N)-,
kata benda yang dibentuk dengan pe(R)- berkaitan dengan kata kerja yang
berawalan be(R)-. Awalan pe(N)- memiliki variasi pe-, pen-, peny-, peng-, dan
penge-, variasi tersebut muncul bergantung pada bentuk dasar yang dilekati
pe(N)-, kita lihat contoh berikut :
Pe(N)- + rusak perusak
Pe(N)- + laku pelaku
Pe(N)- + beli pembeli
Pe(N)- + pasok pemasok
Pe(N)- + daftar pendaftar
Pe(N)- + teliti peneliti
Pe(N)- + jual penjual
Pe(N)- + cari pencari
Pe(N)- + suluh penyusuluh
Pe(N)- + guna pengguna

Awalan pe(R)- memiliki variasi bentuk pe-, per-, dan pel-, variasi tersebut
muncul sesuai dengan bentuk dasar yang dilekati awalan pe(R)-,kita liat contoh
berikut:

Pe(R)- + dagang pedagang


Pe(R)- + kerja pekerja
Pe(R)- + ajar pelajar
Pe(R)- + tapa pertapa

e) Konfliks pe(N)-an dan pe(R)-an


Kata benda yang dibentuk dengan pe(N)-an menunjukkan proses yang
berkaitan dengan kata kerja yang berimbuhan me(N)-, me(N)-kan, atau me(N)-
i. Kata benda yang dibentuk dengan pe(R)-an ini menunjukkan hal natau
masalah yang berkaitan dengan kata kerja yang berawalan be(R)-, kita
perhatikan contoh berikut:

Pe(N)- + rusak + -an perusakan


Pe(N)- + lepas + -an pelepasan
Pe(N)- + tatar + -an penataran
Pe(N)- + sah + -an pengesahan
Pe(N)- + tik + -an pengetikan
Pe(R)- + kerja + -an pekerjaan
Pe(R)- + ajar + -an pelajaran

Selain kata-kata diatas kita sering menemukan kata-kata yang tidak sesuai
dengan kaidah diatas seperti pengrumahan, pengrusakan, pengluasan,
penyucian (kain), pelepasan, penyoblosan, dan pensuksesan.
f) Akhiran –an dan konfiks ke –an
Kata benda dapat dibentuk dengan bentuk dasar dan akhiran –an atau konfiks
ke-an. Kata benda yang mengandung akhiran –an umumnya menyatakan hasil
, sedangkan kata benda yang mengandung konfiks ke –an umumnya
menyatakan hal. Untuk memperjelas uraian diatas , kita pehatikan contoh
berikut .
 Dia mengirimkan sumbangan sepekan lalu , tetapi kiriman itu belum
kami terima.
 Sebelum setelah dia mengarang artikel, karangannya itu dikirimkan ke
sebuah media massa.
Kata benda yang mengandung ke-an diturunkan langsung dari bentuk
dasarnya seperti contoh berikut .
 Beliau hadir untuk meresmikan penggunaan gedung baru. Kehadiran
beliau disana disambut dengan berbagai kesenian tradisional .
 Mereka terlambat menyerahkan tugasnya . keterlambatan itu
menyebabkan mereka mendapatkan nilai jelek.

g) Kata kerja bentuk me(N)-i dan me(N)-kan


Akhiran –kan dan –i pada kata kerja dalam kalimat berfungsi menghadirkan
objek kalimat. Beberapa kata kerja baru dapat digunakan dalam kalimat setelah
diberi akhiran –kan atau –i. Mari kita perhatikan contoh untuk memperjelas
uraian.

 Beliau sedang mengajar di kelas


 Beliau sedang mengajarkan bahasa indonesia .
 Beliau mengajari kami bahasa indonesia di kelas.
 Atasan kami menugasi kami mengikuti penyuluhan ini.
 Atasan kami menugaskan pembuatan naskah pidato kepada sekertaris.

h) Awalan ke-
Awalan ke- berfungsi membentuk kata benda dan kata bilangan , baik bilangan
tingkat maupun bilangan yang menyatakan kumpulan , kata benda yang
dibentuk dengan awalan ke- sangat terbatas , yaitu hanya pada kata tua, kasih,
hendak yang menjadi ketua , kekasih , dan kehendak. Penentuan apakah awalan
ke- sebagai pembentukan kita bilangan tingkat atau kata bilangan yang
menyatakan kumpulan harus dilihat dalam hubungan kalimat. Misalnya kalimat
berikut :
 Tim kami berhasil menduduki peringkat ketiga dalam MTQ tingkat
jawa barat.
 Ketiga penyuluhan itu ternyata teman kami waktu di SMA.

Dalam percakapan sehari-hari , awalan ke- sering mengganti awalan ter-


sebagai bentuk –pasif . hal ini terjadi karena pengaruhh bahasa daerah atau
dielek tertentu. Dalam situasi resmi, hal ini harus dihindari. Kita perhatikan
contoh berikut.

Menurut laporan yang dapat dipercaya , korban tanpa identitas itu


ketabrak mobil.
Seharusnya :
Menurut laporan yang dapat dipercaya , korban tanpa identitas itu
tertabrak mobil.

i) Akhiran lain
Selain akhiran asli bahasa indonesia –kan, -i , dan –an, terdapat pula beberapa
akhiran yang berasal dari bahasa asing , misalnya , -wan, -man, dan –wati dari
bahasa sansketa ; akhiran –i, -wi, dan –iah dari bahasa arab . akihran –wan dan
–wati produktif , sedangkan akhiran –man tidak demikian. Akhiran –wi lebih
produktif dari pada akhiran –i dan –iah. Akhiran –wi tidak hanya terdapat dalam
bentukan bahasa asalnya,tetapi juga terdapat dalam bentuk dengan bentuk dasar
bahasa indonesia.
Perhatikan beberapa contoh kata berikut:
Karyawan Karyawati
Olahragawan Olahragawati
Budiman Seniman

Beberapa contoh bentuk kata yang salah dan yang benar sebagai berikut :

Salah benar
Memparkir memarkir
Menterjemahkan menerjemahkan
Mentafsirkan menafsirkan
Mensukseskan menyukseskan
Memfitnah memfitnah
Menyolok mencolok
2. Penggabungan Kata
Gabungan kata berarti terdiri dari sejumlah kata yang digabungkan dan
membentuk makna baru. Sedangkan berdasarkan pengertian gabungan kata
ialah penyusunan dari kata berbeda umumnya dua kata sesuai dengan kaidah
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUBEI).Berdasarkan penyusunan
gabungan kata sesuai PUBEI, gabungan kata bisa ditulis terpisah ataupun
bersambung. Selain itu, ada juga penulisan gabungan kata yang harus diberi
tanda hubung agar tak menimbulkan salah persepsi. Dari gabungan kata itulah
nantinya akan membentuk suatu makna baru.Misalnya saja gabungan
kata orang tua adalah contoh yang kerap digunakan dalam menyusun sebuah
kalimat. Orang tua memiliki arti ayah dan ibu dari seorang anak dan memiliki
tanggung jawab membimbing serta membesarkan mereka. Selain itu orang
tua juga bisa bermakna seseorang yang dihormati ataupun seseorang yang
dianggap tua. Namun ada juga sejumlah contoh gabungan kata bisa diberi kata
imbuhan baik di awal kata ataupun di akhir kata.

Penulisan Gabungan Kata

a) Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk serta istilah khusus
penulisannya perlu dipisah. Contoh gabungan kata tersebut yakni, Duta Besar,
Simpang Empat, Meja Tulis, Kambing Hitam, Orang Tua, ataupun Rumah
Sakit Jiwa.
b) Gabungan kata yang menimbulkan salah pengertian atau persepsi ditulis
dengan menambahkan tanda hubung (-) di antara unsur katanya. Contoh
gabungan kata tersebut yakni Anak-Istri Pejabat sama dengan (Anak dan Istri
dari Pejabat).
c) Gabungan kata yang penulisannya terpisah maka tetap ditulis terpisah jika
mendapatkan awalan ataupun akhiran. Contohnya yakni Bertepuk Tangan,
Sebar Luaskan.
d) Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus atau dua-duanya
maka ditulis bersambung atau serangkai tanpa tanda hubung. Contoh gabungan
kata tersebut yakni Menggarisbawahi, Pertanggungjawaban,
Dilipatgandakan.
e) Gabungan kata yang sudah padu atau benar maka ditulis serangkai. Contohnya
yakni Bagaimana, Beasiswa, Belasungkawa, Matahari, Olahraga, Kacamata.

3. Pengulangan Kata
Kata ulang adalah salah satu bentuk pengulangan kata dalam sebuah kalimat
untuk memberikan penekanan atau mengungkapkan makna dengan lebih kuat.
Dalam Bahasa Indonesia, ada beberapa jenis kata ulang yang umum digunakan
dalam berbagai konteks. Menurut buku Morfologi: Kajian Proses
Pembentukan Kata, Prof. Dr. Drs. I Wayan Simpen, M.Hum. (2021:26),
pengulangan adalah proses morfologis yang dilakukan dengan cara mengulang
suatu bentuk dasar untuk mendapatkan kata baru yang disebut kata ulang.

a) Berdasarkan Bentuk
Pengulangan kata berdasarkan bentuk terjadi ketika proses reduplikasi, kata
yang terulang menjadi berubah modelnya. Pengulangan kata berdasarkan
bentuk terbagi menjadi 5 jenis, yaitu:
 Kata Ulang Penuh (Dwilingga)
Pengulangan secara penuh ini adalah model yang melakukan
reduplikasi secara utuh. Contohnya: orang-orang, kakak-kakak,
macam-macam, jenis-jenis.

Contoh kalimatnya:
a. Orang-orang itu sedang menunggu Pesawat rute Surabaya-Bali.
b. Haruka sedang mencari informasi tentang jenis-jenis burung.

 Kata Ulang Sebagian (Dwipurwa) Pengulangan sebagian adalah model


dengan reduplikasi kata sebagian saja, biasanya pada awal kata.
Contohnya: lelaki, perbukitan, pegunungan, dedaunan, pepohonan,
leluhur.
Contoh kalimatnya:
a. Tyas sedang mengambil foto berlatar pegunungan
b. Tidak baik melecehkan seni para leluhur

 Kata Ulang Semu Pengulangan semu mirip dengan pengulangan penuh,


namun model kata ini tidak bermakna jika berdiri sendiri.
Contohnya: kupu-kupu, ubun-ubun, cuap-cuap, pura-pura.
Contoh kalimatnya:
a. Ubun-ubunya terpukul kayu.
b. Dia pura-pura lupa dengan janjinya.

 Kata Ulang Berubah Bunyi


Pengulangan berubah bunyi adalah model reduplikasi dengan
perbedaan bunyi antara kata awal dan akhir.
Contohnya: kesana-kesini, mondar-mandir, utak-atik, lauk-pauk.
Contoh kalimatnya:
a. Dia berjalan kesana-kesini untuk mencari alamat temannya.
b. Delon memang suka utak-atik mesin motornya.

 Kata Ulang Berimbuhan


Pengulangan berimbuhan adalah model pengulangan dengan
ditambahkannya kata imbuhan baik di kata pertama maupun kata kedua.
Contohnya: Sikut-sikutan, masak-masakan, dorong-dorongan, berlari-
lari, kejar-mengejar.
Contoh kalimatnya:
a. Waktu kecil ia suka bermain masak-masakan.
b. Dia berlari-lari mengejar layangan yang jatuh.

b) Berdasarkan Makna
Pengulangan berdasarkan makna adalah model yang mengalami perubahan
atau reduplikasi terhadap makna kata. Berikut adalah jenis jenis kata ulang
berdasarkan makna:
 Bermakna Mirip/Menyerupai
Kata yang dimaksudkan adalah dengan maksud ingin menunjukkan
adanya kesamaan, maupun keidentikkan baik untuk subjek maupun
objek.
Contohnya: Orang-orangan, motor-motoran, kebiru-biruan.
Contoh kalimatnya:
a. Petani itu sedang membuat orang-orangan sawah untuk mengusir
burung pemakan padi.
b. Anak TK itu sangat suka sekali bermain motor-motoran di area
bermain Timezone
 Bermakna Jamak
Kata pengulangan ini tentu memiliki arti untuk menunjukkan kondisi
subjek atau objek dengan jumlah lebih dari satu.
Contohnya: Kucing – kucing, murid – murid, anak – anak, baju – baju
Contoh kalimatnya:
a. Anita memiliki anjing-anjing yang sangat lucu di rumahnya.
b. Murid-murid ketakutan ketika mendengar cerita seram dari gurunya.

 Bermakna Saling
Kata pengulangan dengan pengertian bahwa setiap kata pengulangan
memiliki makna untuk saling membalas.
Contohnya: Pandang – memandang, bersalam – salaman, kuat –
menguatkan.
Contoh kalimatnya:
a. Aku dengannya saling pandang – memandang ketika kami berjumpa.
b. Setelah kedua tim bertanding, mereka saling bersalam-salaman satu
dengan yang lainnya..

 Bermakna Kolektif/Bilangan
Kata pengulangan ini memiliki arti adanya suatu angka pembagi satu
sama lainnya.
Contohnya: satu – satu, lima – lima.
Contoh kalimat:
a. Setelah menjawab pertanyaan kuesioner, para responden memperoleh
kue satu – satu.
b. Mereka bermain basket dengan jumlah lima – lima di lapangan.

4. Akronim
Istilah akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal kata,
gabungan suku kata, ataupun gabungan dan suku kata dari deret kata yang
disingkat (Finoza, 1993:32). Misalnya mayjen adalah mayor jenderal, rudal
adalah peluru kendali, dan sidak adalah inspeksi mendadak. Mengakronimkan
berarti membuat akronim atau menjadikan bentuk akronim. Pada bagian lain
istilah akronim diartikan sebagai singkatan yang berupa gabungan huruf awal,
gabungan suku kata, ataupun gabungan yang huruf dan suku kata dari deret
yang disingkat.

Jenis-jenis akronim adalah sebagai berikut


a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata yang
disingkat, ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Misalnya FISIP : Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut, KONI :
Komite Olahraga Nasional Indonesia
b) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata, huruf awalnya ditulis dengan huruf kapital dan tidak
diakhiri oleh tanda titik. Misalnya Bappenas : Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, Kadin : Kamar Dagang dan Industri, Sespa : Sekolah
Staf dan Pemimpin Administrasi
c) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang disingkat,
seluruhnya ditulis dengan huruf kecil dan tidak diakhiri oleh tanda titik.
Misalnya radar : Radio Detecting and Ranging, rapim : Rapat Pimpinan, rudal
: Peluru Kendali

II. MAKNA KATA


Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna adalah arti, maksud pembicara
atau penulis, dan/atau pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.
Dengan kata lain, makna bukan sekadar persoalan bahasa, melainkan hubungan antara
kata dan pengertian atau konsep. Hal ini pun dibenarkan oleh beberapa ahli di bidang
kebahasaan.

 Stephen Ullman (1972) mengemukakan bahwa makna lahir apabila seseorang


memikirkan maksud dari perkataan seseorang sekaligus rujukannya atau
sebaliknya.
 Ferdinand de Saussure dalam Course in General Linguistics. New York:
McGraw Hill Book Company (1974) menjelaskan bahwa makna merupakan
pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda
linguistik.
 Hornby dalam karya ilmiah Sudarya (2009) menjelaskan bahwa makna
merupakan apa yang diartikan atau dimaksudkan oleh para pihak yang terlibat,
tentunya dalam pembicaraan, pembacaan suatu buku, dan sebagainya.

Namun, Sujarwo dalam karya ilmiahnya pada 2018 menuliskan bahwa makna bukan
hanya sekadar hubungan antara kata dan pengertian, tetapi melibatkan juga benda atau
hal yang dirujuk sebagai referen. Itu artinya, jika suatu kata tidak dapat dihubungkan
dengan benda, peristiwa, atau keadaan tertentu, maka kata tersebut tidak akan memiliki
makna; apabila suatu kata kehilangan makna, maka para pihak yang terlibat tidak akan
mungkin bisa saling mengerti.

Jenis-Jenis Makna Kata


Sebagaimana dijelaskan di atas, makna kata tidak dapat disamaratakan apalagi
berpedoman pada satu aspek saja. Mengapa demikian? Selain karena potensi salah
kaprah, makna kata terbagi menjadi beberapa jenis yang saling berbeda, antara lain
makna leksikal, makna gramatikal, makna denotasi, dan makna konotasi.

1. Makna Leksikal
Makna leksikal sendiri merupakan makna suatu kata yang hanya merujuk pada
arti sebenarnya atau tanpa melihat konteks. Jadi, apa yang tertulis pada kamus
itulah makna leksikal dari suatu kata. Meski begitu, makna leksikal tetap
memiliki hubungan dengan asosi sebuah kata, seperti aspek sinonim, homonim,
antonim, polisemi, kolokasi, metafora, idiom, meroonimi, dan sebagainya.

Contoh Makna Kata (Sesuai Kamus)


Kata
Petir kilatan listrik di udara disertai bunyi gemuruh karena bertemunya awan
yang bermuatan listrik positif (+) dan negatif (-)
Listrik daya atau kekuatan yang ditimbulkan oleh adanya pergesekan atau
melalui proses kimia, dapat digunakan untuk menghasilkan panas atau
cahaya, atau untuk menjalankan mesin
Mesin perkakas untuk menggerakkan atau membuat sesuatu yang dijalankan
dengan roda, digerakkan oleh tenaga manusia atau motor penggerak,
menggunakan bahan bakar minyak atau tenaga alam

2. Makna Gramatikal
Makna gramatikal adalah makna suatu kata setelah kata tersebut mengalami
proses morfologi, antara lain pengimbuhan (afiksasi) dan pengulangan
(reduplikasi). Setiap proses disesuaikan menurut tanda bahasa serta terikat
dengan konteks, baik tempat, waktu, dan lingkungan.Tidak heran, makna
gramatikal seringkali disebut dengan dua istilah lain. Yang pertama adalah
makna kontekstual atau makna situasional karena turut melihat konteks
kalimat. Sedangkan, istilah yang kedua adalah makna struktural karena tetap
berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.

Contoh Kata Makna


Warna-warni beragam/bermacam warna
Kekecilan terlalu kecil

3. Makna Denotasi
Makna denotasi adalah makna suatu kata atau kelompok kata yang didasarkan
atas penunjukan lugas atau secara apa adanya terhadap sesuatu di luar bahasa.
Penunjukan tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan tertentu terutama
mengenai keadaan yang berhubungan dengan adat, tradisi, dan sebagainya.Itu
artinya, penjabaran makna denotasi harus dilakukan secara objektif atau
merujuk pada keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau
pandangan pribadi. Tidak heran, makna denotasi kerap disebut sebagai makna
sebenarnya, tetapi istilah ini tidak mengarah pada makna leksikal sama sekali.
Adapun ciri-ciri makna denotasi, antara lain
 bersifat wajar, eksplisit, dan apa adanya,
 berdasarkan hasil observasi, dan
 menunjuk pada makna atau acuan dasarnya.

Perhatikan frasa bermain api dalam kalimat di bawah ini.


Meskipun sudah dilarang oleh ibu, adik tetap saja bermain api.

Contoh Frasa Makna (Sebenarnya)


Bermain api melakukan permainan dengan api

4. Makna Konotasi
Kebalikan dari makna denotasi, makna konotasi tidak dapat disebut dengan
istilah makna sebenarnya. Pasalnya, makna konotasi menyatakan makna kias
pada suatu kata atau sekelompok kata atau ungkapan. Dengan kata lain,
makna konotasi tidak menerangkan arti berdasarkan keadaan sebenarnya,
melainkan maksud lain yang terkandung dalam sebuah kata atau sekelompok
kata.

Di bawah ini adalah ciri-ciri makna konotasi, yaitu


 memiliki tambahan makna yang bersifat konseptual
 memiliki rasa negatif dan positif serta konotasi netral,
 dapat berubah sewaktu-waktu, dan
 dapat memiliki makna berbeda karena dipengaruhi oleh pandangan
hidup masyarakat dan/atau berdasarkan norma yang berlaku dalam
kehidupan sekelompok masyarakat tertentu.

Perhatikan frasa bermain api dalam kalimat di bawah ini.


Ia sadar telah bermain api karena berani melakukan perlawanan terhadap para
penjajah.

Contoh Frasa Makna (Bukan Sebenarnya)


Bermain api melakukan sesuatu yang berbahaya
B. DIKSI

I. PENGERTIAN DIKSI

Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk
menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting, baik
dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur/berkomunikasi sehari-
hari. Dalam memilih kata setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu makasud, kita
tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan kepada kita
tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini makna kata yang tepatlah yang
diperlukan.

Dalam KBBI (kamus Besar Bahasa Indonesia) diksi adalah pilihan kata yang tepat
dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan ide atau gagasan
sehingga diperoleh efek-efek tertentu seperti yang diharapkan. Diksi juga
termasuk sebuah bentuk gaya bahasa dalam sebuah karangan atau percakapan.
Dengan gaya bahasa dengan diksi yang tepat akan menjadikan karya tulis menjadi
karya yang indah dan memiliki makna yang sesuai dengan apa yang ingin
disampaikan.

Ada dua istilah yang perlu dipahami berkaitan dengan pilihan kata ini, yaitu istilah
pemilihan kata dan pilihan kata. Kedua istilah itu harus dibedakan di dalam
penggunaannya. Pemilihan kata adalah proses atau tindakan memilih kata yang
dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, sedangkan pilihan kata adalah hasil
dari proses atau tindakan memilih kata tersebut.

Menurut Keraf (dalam Satata, Devi, dan Dadi, 2012: 117) yang dimaksud dengan
pilihan kata adalah kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-
gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang
dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Sementara, menurut Arifin
dan Amran Tasai (2004: 25) diksi ialah pilihan kata yang tepat untuk menyatakan
sesuatu.

Jadi, yang dimaksud dengan diksi atau pilihan kata adalah tindakan memilih kata
yang tepat yang digunakan oleh penulis untuk menyatakan sesuatu.
Sebagai contoh, perhatikan beberapa ungkapan berikut.
1. Diam!
2. Tutup mulutmu!
3. Jangan berisik!
4. Saya harap Anda tenang.
5. Dapatkah Anda tenang sebentar?

Ungkapan-ungkapan tersebut pada dasarnya mengandung informasi yang sama,


tetapi dinyatakan dengan pilihan kata yang berbeda-beda. Perbedaan pilihan kata
itu dapat menimbulkan kesan dan efek komunikasi yang berbeda pula. Kesan dan
efek itulah yang perlu dijaga dalam berkomunikasi jika kita tidak ingin situasi
pembicaraan menjadi terganggu.

II. FUNGSI DIKSI


Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep,
pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun fungsi
diksi antara lain :
1. Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
2. Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.
3. Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
4. Mencegah perbedaan penafsiran.
5. Mencegah salah pemahaman.
6. Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

III. SYARAT-SYARAT PEMILIHAN KATA


Menurut Keraf syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang penulis atau
pengarang dapat menghasilkan sebuah tulisan atau karangannya dengan baik,
yaitu:
1. Dapat membedakan denotasi dan konotasi
Makna denotasi adalah makna yang mengacu pada gagasan tertentu (makna
dasar), yang tidak mengandung makna tambahan atau nilai rasa tertentu,
sedangkan makna konotasi adalah makna tambahan yang mengandung nilai
rasa tertentu di samping makna dasarnya). Contoh:

Hari Minggu lalu, Saras jatuh ketika sedang naik sepeda bersama
teman-temannya.

2. Dapat membedakan kata-kata yang hampir besinonim


Selain dituntut mampu memahami perbedaan makna denotasi dan konotasi,
pemakai bahasa juga dituntut mampu memahami perbedaan makna kata-kata
yang bersinonim agar dapat memilih kata secara tepat (Mustakim dan Sriyanti,
2014: 51).
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna
yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Sinonim ini dipergunakan untuk
mengalih-alihkan pemakaian kata pada tempat tertentu sehingga kalimat itu
tidak membosankan. Dalam pemakaian bentuk-bentuk kata yang bersinonim
akan menghidupkan bahasa seseorang dan mengkonkretkan bahasa seseorang
sehingga kejelasan komunikasi (lewat bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal
ini pemakaian bahasa dapat memilih bentuk kata mana yang paling tepat untuk
dipergunakannya, sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapinya
Contoh:

a. Agung, besar, raya


b. Mati, mangkat, wafat, meninggal

Dapat membedakan kata-kata yang hampir mirip dalam ejaannya. Contoh:

a. Intensif – insentif c. Preposisi – proposisi


b. Interferensi – inferensi d. Korporasi – koperasi

3. Dapat memahami dengan tepat makna kata-kata abstrak


Kata yang bermakna konkret adalah kata yang maknanya dapat dibayangkan
dengan pancaindera. Sebaliknya, kata yang bermakna abstrak adalah kata yang
sulit dibayangkan dengan pancaindera. Contoh:

a. Mobil
b. Pohon

Merupakan kata yang konkret karena wujudnya dapat dibayangkan atau dapat
tergambar dalam pikiran pemakai bahasa Contoh:

a. Kesejahteraan c. Keadilan
b. Kemakmuran d. Keamanan

Merupakan kata yang abstrak. Kata-kata yang abstrak tersebut hanya dapat
dipahami oleh orang yang sudah dewasa dan—terutama—yang
berpendidikan.Jika dikaitkan dengan ketepatan dalam pemilihan kata, kata-
kata yang abstrak seperti itu sebaiknya hanya digunakan pada sasaran
pembaca/pendengar yang sudah dewasa dan berpendidikan. Jika digunakan
pada anak-anak atau orang dewasa yang kurang berpendidikan, kata -kata
tersebut cenderung sulit dipahami. Atas dasar itu, baik kata yang abstrak
maupun yang konkret sebenarnya sama-sama dapat dipilih untuk digunakan,
tetapi sasarannya harus disesuaikan.

4. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri


jika pemahaman belum dapat dipastikan
Pemakai kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus, misalnya
a. Modern = canggih (diartikan secara subjektif)
b. Modern = terbaru atau mutakhir (menurut kamus)

5. Dapat memakai kata penghubung yang berpasangan secara tepat


Contoh:

a. Antara karyawan dengan atasan harus saling bekerja sama.


b. Nurdiana tidak mau menerima hadiah berbentuk barang, tetapi
berupa uang.

6. Dapat membedakan kata umum dan khusus dengan benar


Makna generik adalah makna umum, sedangkan makna spesifik adalah makna
khusus. Makna umum juga berarti makna yang masih mencakup beberapa
makna lain yang bersifat spesifik Kata umum disebut dengan superordinat,
sedangkan kata khusus disebut hiponim Contoh:
a. Kendaraan (umum/generik/superordinat)
Mobil, motor, bus, sepeda, angkutan kota, dan sebagainya
(khusus/spesifik/hiponim)
b. Ikan (umum/generik/superordinat)
Mujair, tawes, dan sebagainya (khusus/spesifik/hiponim)

7. Jika seorang pengarang atau penulis menggunakan imbuhan asing, dia harus
memahami maknanya secara tepat.
Contoh:
a. Dilegalisir → dilegalisasi
b. Koordinir → koordinasi

8. Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang


benar.
Contoh:
a. Beradasarkan pada → berdasar pada
9. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat
Contoh:
a. Issue = publikasi, kesudahan, perkara (dalam bahasa Inggris) Isu = kabar
yang tidak jelas asal-usulnya, kabar angin, atau desas-desus (dalam bahasa
Indonesia.

IV. KESESUAIAN KATA

Syarat kesesuaian kata:


1. Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampuradukkan
penggunaannya dengan kata tidak baku yang hanya digunakan dalam
pergaulan,misalnya: hakikat (baku),hakekat (tidak baku), konduite
(baku),kondite (tidak baku).
2. Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan
cermat,misalnya: kencing (kurang sopan),buang air kecil (lebih sopan),
pelacur (kasar),tunasusila (lebih halus).
3. Menggunakan kata berpasangan (idiomatik) dan berlawanan makna dengan
cermat, misalnya: sesuai bagi (salah), sesuai dengan (benar),bukan hanya…
melainkan juga (benar), bukan hanya… tetapi juga (salah), tidak hanya…tetapi
juga (benar).
4. Menggunakan kata dengan nuansa tertentu, misalnya: berjalan
lambat,mengesot,dan merangkak; merah darah, merah hati.
5. Menggunakan kata ilmiah untuk penulisan karangan ilmiah dan komunikasi
nonilmiah (surat-menyurat, diskusi umum) menggunakan kata popular,
misalnya: argumentasi (ilmiah),pembuktian (populer),psikologi (ilmiah),ilmu
jiwa (populer).
6. Menghindari penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis,
misalnya tulis, bahasa kerja,(bahasa lisan), menulis, menuliskan, membaca,
membacakan, bekerja, mengerjakan, dikerjakan, (bahasa tulis).

V. Kriteria Pemilihan Kata

Agar dapat mengungkapkan gagasan, pendapat, pikiran, atau pengalaman secara


tepat dalam berbahasa –baik lisan maupun tulis— pemakai bahasa hendaknya
dapat memenuhi beberapa persyaratan atau kriteria di dalam pemilihan kata.
Kriteria yang dimaksud adalah ketepatan, kecermatan, dan keserasian.
1. Ketepatan
Ketepatan dalam pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan memilih kata
yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat dan gagasan itu dapat
diterima secara tepat pula oleh pembaca atau pendengarnya. Dengan kata lain,
pilihan kata yang digunakan harus mampu mewakili gagasan secara tepat dan
dapat menimbulkan gagasan yang sama pada pikiran pembaca atau
pendengarnya. Ketepatan pilihan kata semacam itu dapat dicapai jika pemakai
bahasa mampu memahami perbedaan penggunaan kata-kata yang bermakna
denotasi dan konotasi, sinonim, eufemisme, generik dan spesifik, serta konkret
dan abstrak.

2. Kecermatan
Kecermatan dalam pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan memilih kata
yang benar-benar diperlukan untuk mengungkapkan gagasan tertentu. Agar
dapat memilih kata secara cermat, pemakai bahasa dituntut untuk mampu
memahami ekonomi bahasa dan menghindari penggunaan kata-kata yang dapat
menyebabkan kemubaziran. Adapun yang dimaksud dengan ekonomi bahasa
adalah kehematan dalam penggunaan unsur-unsur kebahasaan. Dengan
demikian, kalau ada kata atau ungkapan yang lebih singkat, kita tidak perlu
menggunakan kata atau ungkapan yang lebih panjang karena hal itu tidak
ekonomis. Sebagai contoh,
disebabkan oleh fakta → karena
mengajukan saran → menyarankan
melakukan kunjungan → berkunjung
mengeluarkan pemberitahuan → memberitahukan
meninggalkan kesan yang dalam → mengesankan
Sementara itu, pemakai bahasa juga dituntut untuk mampu memahami
penyebab terjadinya kemubaziran kata. Hal itu dimaksudkan agar ia dapat
memilih dan menentukan kata secara cermat sehingga tidak terjebak pada
penggunaan kata yang mubazir. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kata
yang mubazir adalah kata-kata yang kehadirannya dalam konteks pemakaian
bahasa tidak diperlukan.
Dengan memahami kata-kata yang mubazir, pemakai bahasa dapat
menghindari penggunaan kata yang tidak perlu dalam konteks tertentu.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu pula dipahami adanya beberapa
penyebab timbulnya kemubaziran suatu kata. Penyebab kemubaziran kata itu
antara lain adalah sebagai berikut.
a. Penggunaan kata yang bermakna jamak secara ganda
b. Penggunaan kata yang mempunyai kemiripan makna atau fungsi secara
ganda
c. Penggunaan kata yang bermakna ‘saling’ secara ganda
d. Penggunaan kata yang tidak sesuai dengan konteksnya
3. Keserasian
Keserasian dalam pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan menggunakan
kata-kata yang sesuai dengan konteks pemakaiannya. Konteks pemakaian yang
dimaksud dalam hal ini erat kaitannya dengan faktor kebahasaan dan faktor
nonkebahasaan. Faktor kebahasaan yang perlu diperhatikan antara lain
penggunaan kata yang sesuai dengan konteks kalimat, penggunaan bentuk
gramatikal, penggunaan idiom. Penggunaan ungkapan idiomatis, penggunaan
majas, dan penggunaan kata yang lazim. Sementara itu, faktor nonkebahasaan
berkaitan dengan situasi pembicaraan, mitra atau lawan bicara, sarana bicara,
kelayakan geografis, dan kelayakan temporal.
DAFTAR PUSTAKA

Juniardi, Wilman. 2023. Makna Kata dan Isilah Berbagai Bidang dalam Bahasa
Indonesia.. Diakses 24 Oktober 2023.
https://www.quipper.com/id/blog/masuk-ptn/makna-kata-dan-istilah-berbagai-
bidang/

Keraf, Gorys. 2006. Diksi Dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Mustakim. 2019. Bentuk dan Pilihan Kata. Jakarta:Pusat Pembinaan Bahasa dan
Sastra Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan

Sumitro, Dewi Sari. 2018. Bahasa Indonesia atau Pilihan Kata. Diakses 24 Oktober
2023 https://lms-paralel.esaunggul.ac.id.

Wahida, Nurul. 2021. Pengertian Gabungan Kata Lengkap Beserta Contoh dan Cara
Penulisan yang Benar. Diakses 24 Oktober 2023.
https://plus.kapanlagi.com/pengertian-gabungan-kata-lengkap-beserta-contoh-
dan-cara-penulisan-yang-benar-805796.html.

Anda mungkin juga menyukai