Anda di halaman 1dari 53

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional merupakan peningkatan kualitas manusia

dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan

berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta dengan memperhatikan tantangan

perkembangan global. Salah satunya adalah dengan dilaksanakan dan

ditingkatkan adalah sarana dan prasarana yang mendukung pelayanan

kesehatan.

Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia masih

belum memuaskan, terbukti dari masih tingginya Angka Kematian Ibu

(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Kematian dan kesakitan ibu

hamil, bersalin,nifas dan bayi baru lahir masih merupakan

masalah besar negara berkembang termasuk Indonesia. Di

Negara-negara miskin, sekitar 25 – 50% kematian wanita usia subur

disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan

nifas. WHO memperkirakan diseluruh dunia setiap tahunnya lebih dari

585.000 ibu meninggal pada saat hamil atau bersalin.

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya

kesehatan dan sumber dayanya dalam Undang-undang No. 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan Bab V tentang Sumber Daya Di Bidang


2

Kesehatan (Pasal 21 - Pasal 45) dan Bab VI tentang Upaya Kesehatan

(Pasal 46 – Pasal 125), harus dilakukan secara terpadu dan

berkesinambungan guna mencapai hasil yang optimal. Salah satu bidang

yang tercakup dalam aspek pembangunan kesehatan adalah bidang

pelayanan dalam hal pemberian jasa kesehatan. Hal ini penting mengingat

kesehatan memegang peranan penting dalam membina dan

mengembangkan potensi dan kualitas sumber daya manusia sebagai

tenaga pembangunan, karena kesehatan adalah hak bagi semua orang.

Peranan tenaga kesehatan sangat penting dalam menunjang kesehatan

masyarakat. Maju atau mundurnya dunia medis akan sangat

ditentukan oleh keberhasilan dari pihak-pihak yang bersangkutan, dalam

hal ini dokter, bidan, perawat dan orang-orang berkompeten dibidang ini.

Beberapa fakta memperlihatkan komponen demografi yang juga

merupakan pencerminan dari struktur penduduk memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan dan sangat

terkait dengan penyebab kematian. Komponen tersebut antara lain

adalah fertilitas, mortalitas, dan mobilitas penduduk. Mortalitas sebagai

komponen dalam demografi merupakan komponen yang penting untuk

diteliti karena memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup

suatu kelompok masyarakat, apakah akan berkembang, statis atau

pun gagal untuk bertahan. Kesejahteraan ibu dan anak yang

dipengaruhi oleh komponen mortalitas terkait erat dengan proses


3

kehamilan, kelahiran, pasca kelahiran. Ketiga periode tersebut akan

menentukan kualitas sumber daya manusia yang akan datang.

Tinggi rendahnya angka mortalitas juga mempengaruhi jumlah

penduduk serta menjadi tolak ukur tingkat kesehatan masyarakat serta

standar kehidupan suatu kelompok masyarakat. Mortalitas adalah

hilangnya tanda-tanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi

setiap saat setelah kelahiran hidup.

Masalah kesehatan dan mortalitas sangat erat hubungannya

dengan Angka Kematian Ibu (AKI) atau lebih dikenal dengan istilah

Maternal Mortality (kematian maternal). Kematian maternal

adalah kematian perempuan hamil atau kematian dalam 42 hari

setelah berakhirnya kehamilan tanpa mempertimbangkan umur dan jenis

kelamin sebagai komplikasi persalinan atau nifas, dengan penyebab

terkait atau diperberat oleh kehamilan dan manajemen kehamilan,

tetapi bukan karena kecelakaan.

Ukuran tingkat kematian ibu (the maternal mortality rate) selain

dimanfaatkan sebagai indikator kesehatan juga digunakan sebagai

indikator kesejahteraan rakyat atau kualitas pembangunan manusia. Hal

tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa perubahan ukuran-ukuran

tersebut sangat erat kaitannya dengan perubahan kondisi sosial ekonomi

masyarakat.

Secara nasional, AKI masih relatif tinggi yang dibuktikan dengan

hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003


4

menunjukkan bahwa AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup atau

setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai

sebab. Demikian pula Angka Kematian Bayi (AKB), khususnya angka

kematian bayi baru lahir (neonatal) masih berada pada kisaran 20

per 1.000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil Konferensi Internasional

Kependudukan dan Pembangunan (International Conference Population

Development (ICPD) di Kairo, AKI tersebut masih jauh dari target

internasional ICPD yaitu di bawah 125 per 100.000 kelahiran hidup

sampai tahun 2005 dan 75 per 100.000 kelahiran hidup sampai

tahun 2015. Departemen Kesehatan menargetkan tahun 2010 AKI turun

menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup.

Pada tahun 2010, kesenjangan penolong persalinan oleh tenaga

kesehatan berdasarkan tempat tinggal cukup lebar, yaitu 91 ,4 persen

diperkotaan dan 72,5 persen di perdesaan. Sebanyak 55,4 persen

persalinan terjadi di fasilitas kesehatan, 43,2 persen melahirkan di rumah.

Ibu hamil yang melahirkan di rumah 51,9 persen ditolong oleh bidan,

40,2 persen oleh dukun bersalin. Khusus pada perempuan usia 10-59

tahun yang berstatus kawin, diperoleh gambaran mengenai pelayanan

kesehatan yang mereka peroleh dari kejadian kehamilan, kelahiran, dan

nifas lima tahun terakhir, dan anak terakhir yang dilahirkan. Pemeriksaan

kehamilan ke tenaga kesehatan dilaporkan 83,8 persen, masih ada 6

persen yang tidak pernah memeriksakan kehamilan, dan 3,2 persen

pergi ke dukun.
5

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kematian ibu

maupun bayi adalah faktor pelayanan yang sangat dipengaruhi

oleh kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan sebagai penolong

pertama pada persalinan tersebut, di mana sesuai dengan pesan pertama

kunci MPS yaitu setiap persalinan hendaknya ditolong oleh tenaga

kesehatan terlatih. Di samping itu, masih tingginya persalinan di rumah

dan masalah yang terkait budaya dan perilaku dan tanda-tanda sakit pada

neonatal yang sulit dikenali, juga merupakan penyebab kematian bayi

baru lahir.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

828/Menkes/SK/IX/2008 tentang Peturjuk Teknis Standar Pelayanan

Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, maka disebutkan langkah

untuk mencapai cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

salah satunya adalah Kemitraan Bidan-Dukun.

Langkah pertama yang dilakukan guna rneningkatkan cakupan

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah membangun

kemitraan dukun dan bidan. Kemitraan didefinisikan sebagai sebuah

hubungan di mana dua atau lebih orang atau institusi, mempunyai

kesamaan dan tujuan yang ingin dicapai bersama setuju untuk bekerja

bersama untuk tujuan yang lebih besar dan atau untuk beberapa jangka

waktu lamanya.

Kemitraan bidan dengan dukun adalah suatu bentuk kerjasama bidan

dengan dukun yang saling menguntungkan dengan prinsip keterbukaan,


6

kesetaraan, dan kepercayaan dalam upaya untuk menyelamatkan ibu dan

bayi, dengan menempatkan bidan sebagai penolong persalinan dan

mengalih fungsikan dukun dari penolong persalinan menjadi mitra dalam

merawat ibu dan bayi pada masa nifas, dengan berdasarkan kesepakatan

yang telah dibuat antara bidan dengan dukun, serta melibatkan seluruh

unsur dan elemen masyarakat yang ada.

Di beberapa daerah, keberadaan dukun bayi sebagai orang

kepercayaan dalam menolong persalinan, sosok yang dihormati dan

berpengalaman, sangat dibutuhkan oleh masyarakat keberadaannya.

Berbeda dengan keberadaan bidan yang rata-rata masih muda dan belum

seluruhnya mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Sehingga perlu

dicari suatu kegiatan yang dapat membuat kerjasama yang saling

menguntungkan antara bidan dengan dukun bayi, dengan harapan

pertolongan persalinan akan berpindah dari dukun bayi ke bidan. Dengan

demikian, kematian ibu dan bayi diharapkan dapat diturunkan dengan

mengurangi resiko yang mungkin terjadi bila persalinan tidak ditolong

oleh tenaga kesehatan yang kompeten dengan menggunakan pola

kemitraan bidan dengan dukun.

Kerjasama dengan dukun bayi diperlukan karena bagaimana pun juga

jauh sebelum penempatan bidan di desa-desa serta bagi daerah-daerah

dengan akses untuk memperoleh pelayanan kesehatan terbatas,

penanganan tiga periode penting meliputi kehamilan, persalinan dan nifas

masih dilakukan oleh dukun bayi.


7

Kerjasama diwujudkan dalam bentuk pembinaan bagi para dukun bayi

yang dilaksanakan di puskesmas tingkat kecematan. Tujuan pembinaan

tersebut yaitu agar terjadi peningkatan pengetahuan dan kualitas dukun

bayi sehingga kebiasaan praktik secara tradisional dapat ditinggalkan,

akan tetapi perlu ditegaskan bahwa peningkatan yang terjadi pada

dukun bayi tersebut bukan untuk menggantikan bidan dengan dukun bayi

namun untuk membentuk jalinan kemitraan yang saling menghargai

keberadaan dukun bayi maupun bidan.

Kerjasama antara bidan dan dukun bayi di Puskesmas dilakukan

dengan mengadakan Program Pembinaan Dukun Bayi. Pembinaan

tersebut dilaksanakan sebulan sekali dengan melibatkan bidan dan dukun

bayi dari desa yang tercakup. Dukun bayi merupakan salah satu anggota

masyarakat yang tahu persis tradisi dan adat istiadat masyarakat yang

bersangkutan. Tenaga kesehatan dalam hal ini bidan meskipun telah

menjangkau hingga tingkat desa, namun sampai sekarang keberadaan dan

peran dukun bayi masih tetap diperhitungkan terutama dalam kehidupan

masyarakat pedesaan.

Kesediaan dukun bayi untuk mengalihkan perannya sebagai

penolong persalinan merupakan satu tantangan tersendiri. Kebijakan

Kementerian Kesehatan sangat tegas bahwa setiap persalinan ibu harus

ditolong oleh tenaga kesehatan. Sebagai konsekuensi kebijakan tersebut,

Pemerintah harus memastikan ketersediaan bidan yang berkualitas di


8

setiap desa, fasilitas kesehatan yang memadai serta tersedianya akses

yang mudah menuju sarana kesehatan.

Desa Tambea adalah salah satu Desa Di Kecematan Pomalaa

Kabupaten Kolaka, yang melakukan kerja sama dengan bidan Desa dan

ikut memberdayakan dukun Desa untuk mengurangi angka kematian bayi

dan angka kematian ibu bayi, Dalam pola kemitraan bidan dengan dukun

berbagai elemen masyarakat yang ada dilibatkan sebagai unsur yang dapat

memberikan dukungan dalam kesuksesan pelaksanaan kegiatan ini.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana pola

kemitraan bidan desa dengan dukun bayi dalam pengurangan angka

kematian ibu dan bayi di Desa Tambea Kecematan Pomalaa?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana pola kemitraan bidan dengan dukun

bayi dalaam pengurangan angka kematin ibu dan bayi di Desa Tambea

Kecematan Pomalaa.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu memperluas yang

sifatnya praktis kepada mahasiswa administrasi publik tentang

pola kemitraan bidan desa dengan dukun bayi dalam

pengurangnan angka kematian ibu dan bayi di Desa Tambea

Kecematan Pomalaa.
9

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat keaada

instansi yaang terkait diharapkan memberikan jawaban atau

masuka terhadap pokok permasalahan tentang bagaimana pola

kemitraan bidan dengan dukun bayi dalam pengurangan angka

kematian ibu dan bayi di Desa Tambea Kecematan Pomalaa.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pola Kemitraan

2.1.1 Pengertian Pola Kemitraaan

Kemitraan merupakan upaya melibatkan berbagai komponen

baik kelompok masyarakat, lembaga pemerintahan atau non pemerintah

untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan kesepakatan

prinsip dan peran masing-masing.

Secara teoritis, Eisler dan Montuori (1997) membuat pernyataan

yaitu “ memulai dengan mengakui dan memahami kemitraan pada diri

sendiri dan orang lain, dan menemukan alternatif yang kretif bagi

pemikiran dan perilaku dominator merupakan langkah pertama kearah

membangun sebuah organisasi kemitraan”

Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong

atau kerja sama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun

kelompok.

Menurut Notoatmojo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal

antara individu-individu, kelompk-kelompok atau organisasi untuk

mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu.

Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI)

meliputi:
11

a. Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interaksi

minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak

merupakan”mitra” atau “partner”.

b. Kemitraan adalah proses pencarian atau perwujudan bentuk-bentuk

kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara

sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.

c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baiik sektor,

kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah

untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas

kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing.

d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok

atau organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan

melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang

berupa resiko maupun keuntungan meninjau masing-masing secara

teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan.

(DitjenP2L & PM, 2004).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata mitra

adalah teman, kawan kerja,pasangan kerja, rekan. Kemitraan artinya

perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra.

2.1.2 Unsur-Unsur Kemitraan

Adapun unsur-unsur kemitraan adalah :

1. Adanya hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih

2. Adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut


12

3. Adanya keterbukaan atau kepercayaan (trust relationship)

anatar pihak-pihak tersebut

4. Adanya hubungan timbal balik yang saling

menguntungkan atau memberi manfaatt

Menurut Ansarul Fahruda,dkk (2005) untuk membangun

sebuah kemitraan, harus didasarkan pada hal-hal berikut :

a. Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan

b. Saling mempercayai dan menghormati

c. Tujuan yang jelas dan terukur

d. Kesediaan untuk berkorban baik, waktu, tenaga, maupun

sumber daya yang lain.

2.1.3 Prinsip-prinsip Kemitraan

Terdapat tiga prinsip kunci yang perlu dipahami dalam

membangun suatu kemitraan oleh masing-masing anggota

kemitraan yaitu:

a. Prinsip kesetaraan ( Equity)

Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia

menjalin kemitraan harus merasa sama atau sejajar

kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan

yang disepakati.

b. Prinsip keterbukaan

Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-

masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki,


13

semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan

ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya

kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini akan

menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu

diantara golongan (mitra)

c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)

Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin

kemitraan memperoleh manfaat dari kemitraan yang

terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan

atau pekerjaan akan menjadi efisien dan efektif bila

dilakukan bersama.

Beberapa prinsip kemitraan yang lainnya yaitu:

1) Saling menguntungkan (mutual benefit)

Saling menguntungkan disini bukan hanya materi

tetapi juga non materi, yaitu dilihat dari kebersamaan atau

sinergisme dalam mencapai tujuan.

2) Pendekatan berorientasi hasil

Tindakan manusia yang efektif harus didasari pada

realitas dan berorientasi pada tindakan. Hal ini

membutuhkan koordinasi yang berorientasi pada hasil dan

berbasis pada kemampuan efektif dan kapasitas operasional

yang konkrit.

3) Keterbukaan (transparansi)
14

Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan tiap

anggota mitra harus diketahui oleh anggota yang lain,

Transparansi dicapai melalui dialog (pada timgkat yang

setara) dengan menekankan konsultasi dan pembagian

informasi terlebih dahulu. Komunikasi dan transparansi

termasuk transparansi finansial, membantu meningkatkan

kepercayaan antar organisasi.

4) Kesetaraan

Masing-masing pihak yang bermitra harus merasa

duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, tidak boleh

satu anggota memaksakan kehendak kepada yang lain.

Kesetaraan membutuhkan rasa saling menghormati antara

anggota kemitraan tanpa lihat besaran atau kekuatan.

5) Tanggung jawab

Organisasi kemanusiaan memiliki tanggung jawab etis

terhadap satu sama lain dalam menempuh tugas-tugasnya

secara bertanggung jawab dengan integritas dan cara yang

relevan dan tepat.

6) Saling melengkapi

Keragaman dari komunitas kemanusiaan adalah sebuah

aset bila dibangun atas kelebihan-kelebihan komparatifdan

saling melengkapi kontribus yang satu dengan yang lain.


15

Prinsip-prinsip kemitraan menurut WHO untuk membangun

kemitraan kesahatan :

1. Policy-makers ( pengambil kebijakan)

2. Health managers

3. Health professionals

4. Academic institutions

5. Communicaties institutions

2.1.4 Model-Model Kemitraan Dan Jenis Kemitraan

Secara umum model kemitraan dalam sektor kesehatan

dikelompokkan menjadi dua (Notoadmodjo, 2003) yaitu :

a. Model I

Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam

bentuk jaring kerja (networking) atau building linkages.

Kemitraan ini berbentuk jaringan kerja, masing-masing

mitra memiliki program tersendiri mulai dari

perencanaannya, pelaksanaannya hingga evaluasi.

b. Model II

Kemitraan model II ini lebih baik dan solid di bandingkan

model I. Hal ini karena setiap mitra memiliki tanggung

jawab yang lebih besar terhadap program bersama.

2.1.5 Tahap- Tahap Kemitraan

Untuk mengembangkan kemitraan bidang kesehatan secara

konsep terdiri atas tiga tahap yaitu :


16

1. Kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan

sendiri

2. Kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah

3. Membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program,

lintas sektor, lintas bidang dan lintas organisasi yang

mencakup :

a) Unsur pemerintah

b) Unsur swasta atau dunia usaha

c) Unsur LSM dan organisasi massa

d) Unsur organisasi profesi

2.1.6 Tujuan Kemitraan

Tujuan umum :

Meningkatkan percepatan, efektivitas dan efisiensi upaya

kesehatan dan upaya pembangunan pada umumnya.

Tujuan khusus :

1) Meningkatkan saling pengertian

2) Meningkatkan saling percaya

3) Meningkatkan saling memerlukan

4) Meningkatkan rasa kedekatan

5) Membuka peluang untuk saling membantu

6) Meningkattkan daya, kemampuan, dan kekuatan

7) Meningkatkan rasa saling menghargai


17

2.2 Konsep MSDM

2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

Manajemen Sumber daya Manusia atau manajemen

SDM adalah proses dan upaya untuk merekrut, mengembangkan,

memotivasi, serta melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap

sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan perusahaan dalam

mencapai tujuan.

Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu untuk

mengatur hubungan dan peran tenaga kerja secara efisien dan efektif

untuk mencapai tujuan utama perusahaan.

Penerapannya secara nyata meliputi desain dan

implementasi perencanaan, penyusunan karyawan, pengelolaan karir,

pengembangan karyawan, evaluasi kinerja dan hubungan

ketenagakerjaan. Pada dasarnya Manajemen SDM melibatkan

kebijakan dan keputusan yang berpengaruh terhadap tenaga kerja.

Beberapa ahli di bidang ilmu manajemen pernah menjelaskan tentang

definisi manajemen SDM, diantaranya adalah:

1. Anwar Prabu Mangkunegara

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara manajemen sumber daya

manusia adalah suatu perencanaan pengorganisasian, pelaksanaan,

dan pengawasan, terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian

remunerasi.
18

2. Handoko

Menurut Handoko pengertian manajemen sumber daya manusia

adalah kegiatan seleksi, perekrutan, pengembangan, pemeliharaan,

dan penggunaan sumber daya manusia dalam rangka untuk mencapai

tujuan individu maupun organisasi.

3. Melayu SP Hasibuan

Menurut Melayu Hasibuan, pengertian manajemen sumber daya

manusia adalah ilmu dan seni mengatur peran hubungan kerja agar

dapat secara efektif dan efisien dalam rangka untuk mencapai tujuan

perusahaan, pekerja, dan masyarakat.

4. Mary Parker Follett

Menurut Mary Parker Follett pengertian manajemen sumber daya

manusia adalah seni dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui

pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang

diperlukan.

2.2.2 Tujuan Manajemen

Menurut Cushway, ada lima tujuan manajemen SDM, yaitu:

1. Membuat Kebijakan dan Pertimbangan

MSDM memilik tugas untuk memotivasi para pekerja. Dengan

begitu, divisi yang mengurus masalah tersebut harus ikut membantu

membuat kebijakan untuk SDM.

2. Membantu Perusahaan Mencapai Tujuan


19

Divisi manajemen sumber daya manusia juga bertanggungjawab

dalam hal penerapan kebijakan yang dibuat serta memperhatikan

dampak kebijakan dan prosedur terhadap para pekerja.

3. Memberi Dukungan

Salah satu tujuan MSDM yang paling penting adalah memberikan

dukungan terhadap perusahaan. Dengan begitu, bentuk nyata dari

dukungan tersebut adalah berupa perekrutan SDM berkualitas dan

menciptakan kondisi yang kondusif di perusahaan.

4. Menyelesaikan Masalah

Setiap organisasi atau perusahaan pasti akan menghadapi masalah.

Seringkali masalah tersebut membawa perusahaan pada situasi krisis

dan resiko negatif bagi banyak pihak.

Peran MSDM sangat penting dalam menyelesaikan masalah yang ada

di perusahaan.

5. Media Komunikasi Terbaik

MSDM dapat berperan sebagai media komunikasi yang

menjembatani hubungan antara pekerja, manajer, dan perusahaan.

Seringkali karyawan menghindari untuk berkomunikasi langsung

dengan manajer atau staff lain. Di sinilah peran divisi MSDM sangat

diperlukan untuk membantu komunikasi tersebut.

2.2.3 Fungsi Manajemen

Mengacu pada pengertian manajemen SDM, hal tersebut

berkaitan erat dengan pengaturan tenaga kerja perusahaan dan


20

interaksinya antar anggota. Dengan menerapkan manajemen sumber

daya manusia yang baik dalam perusahaan atau bisnis maka memiliki

beberapa manfaat berikut ini:

1. Staffing/ Employment

Dengan adanya manajemen sumber daya manusia maka akan

terbentuk perencanaan yang baik terkait seleksi tenaga kerja yang

disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.

Manajer berperan untuk menyaring tenaga kerja yang sesuai dengan

keahlian dan komposisi yang dibutuhkan perusahaan. Tujuannya agar

tidak terjadi kelebihan dan kekurangan tenaga kerja.

2. Perfomance Evaluation

Seorang manajer akan bertanggung jawab untuk melakukan

evaluasi terhadap tenaga kerja. Dengan adanya manajemen sumber

daya manusia maka dapat memberikan penilaian terhadap kinerja

anggota dan memastikan masing-masing tenaga kerja melakukan

tanggung jawab pekerjaannya.

3. Compensation

Manajemen sumber daya manusia juga berkaitan dengan

koordinasi pemberian kompensasi atau reward untuk tenaga kerja.

Manajer memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan struktur

penggajian yang baik. Hal ini berkaitan dengan kesesuaian antara

pembayaran dengan manfaat yang diberikan dari tenaga kerja.

4. Training and Development


21

Seperti yang dijelaskan dalam pengertian manajemen sumber daya

manusia yang mengatur hubungan tenaga kerja, hal tersebut berperan

untuk memberikan pelatihan dan pengarahan yang baik terhadap

anggota perusahaan.

Manajer juga bertanggung jawab terhadap masalah pemutusan

hubungan kerja jika ada anggota yang tidak memenuhi kriteria

kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan atau terjadi

kelebihan tenaga kerja.

5. Personnel Research

Seorang manajer akan berusaha untuk meningkatkan efektifitas

jalannya perusahaan melalui analisis terhadap permasalahan individu

pekerja. Misalnya saja yang berkaitan dengan keterlambatan kerja,

ketidakhadiran secara berulang dan permasalahan lainnya yang bisa

saja timbul karena ketidaknyamanan pekerja terhadap sistem

perusahaan

6. Employe Relations

Suatu bisnis atau perusahaan yang menerapkan manajemen

sumber daya manusia dengan baik maka dapat menghindari adanya

permasalahan yang berkaitan dengan serikat pekerja.

7. Safety and Health

Meskipun pengertian manajemen sumber daya manusia mengarah

pada kepentingan untuk mengatur interaksi dengan tenaga kerja,


22

namun dalam peranannya juga harus mementingkan tentang

keselamatan kerja karyawan.

Keselamatan kerja karyawan harus menjadi prioritas seorang manajer

karena akan berpengaruh terhadap kredibilitas perusahaan. Sehingga

manajer akan membuat serangkain standar operasional prosedur kerja

pada beberapa perusahaan yang berkaitan dengan produksi.

2.3 Konsep Kebidanan Dan Dukun

2.3.1 Pengertian Bidan

(Menurut. ICM- International Confederation of Midwife, 2005)

Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan

bidan yg diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut,

serta memenuhi kualifikasi untuk di daftar (register) dan atau

memiliki ijin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.

Kebidanan (Midwifery) merupakan ilmu yang terbentuk dari

sintesa berbagai disiplin Ilmu (multi disiplin) yang terkait dengan

pelayanan kebidanan meliputi ilmu kedokteran, ilmu keperawatan,

ilmu sosial, ilmu perilaku, ilmu budaya, ilmu kesehatan masyarakat,

dan ilmu manajemen untuk dapat memberikan pelayanan kepada ibu

dari masa pra konsepsi, masa hamil, ibu bersalin / post partum, bayi

baru lahir. Pelayanan tersebut meliputi pendeteksian keadaan

abnormal pada ibu dan anak, melaksanakan konseling dan pendidikan

kesehatan terhadap individu, keluarga dan masyarakat.


23

Definisi Bidan Pasal 1 butir 1 Kepres no.23 tahun 1994

Pasal 1 butir 1 Kepres no.23 tahun 1994 tentang pengangkatan bidan

sebagai pegawai tidak tetap berbunyi:

Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan

bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan berlaku.

Definisi Bidan Pasal 1 butir 1 Kepmenkes

No.822/Menkes/SK/IX/1993

Pasal 1 butir 1 Kepmenkes No.822/Menkes/SK/IX/1993 tentang

penyelenggaraan program pendidikan Bidan, berbunyi :

Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti dan lulus program

pendidikan Bidan sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

Definisi Bidan pada Lampiran Kepmenkes No

871/Menkes/SK/VIII/1994

Dalam Lampiran Kepmenkes No 871/Menkes/SK/VIII/1994 tentang

petunjuk teknis pelaksanaan pengangkatan bidan sebagai pegawai

tidak tetap. Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program

pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang

berlaku.

2.3.2 Paradigma Kebidanan

Bidan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya

berpegang pada paradigma, berupa pandangan terhadap manusia /

perempuan, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan / kebidanan

dan keturunan.
24

2.3.3 Peran Bidan

Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain

terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam suatu sistem.

Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai

pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti.

1. Periode Kehamilan

Bidan

1. Melakukan pemeriksaan ibu hamil dalam hal :

a. Keadaan umum,

b. Menentukan taksiran partus,

c. Menentukan Keadaan janin dalam kandungan,

d. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan.

2. Melakukan tindakan pada ibu hamil dalam hal :

a. Pemberian Imunisasi TT,

b. Pemberian tablet Fe,

c. Pemberian pengobatan / tindakan apabila ada

komplikasi.

3. Melakukan Penyuluhan dan konseling pada ibu hamil dan

keluarga mengenai :

a. Tanda-tanda Persalinan,

b. Tanda bahaya kehamilan,

c. Kebersihan pribadi & lingkungan, Gizi,


25

d. Perencanaan Persalinan (Bersalin di Bidan, menyiapkan

transportasi, menggalang dalam menyiapkan biaya,

menyiapkan calon donor darah),

e. KB setelah melahirkan menggunakan Alat Bantu

Pengambilan Keputusan (ABPK).

4. Melakukan kunjungan Rumah untuk :

a. Penyuluhan / Konseling pada keluarga tentang

perencanaan persalinan,

b. Melihat Kondisi Rumah persiapan persalinan,

c. Motivasi persalinan di Bidan pada waktu menjelang

taksiran pertus.

5. Melakukan rujukan apabila diperlukan

6. Melakukan pencatatan seperti :

a. Kartu ibu,

b. Kohort ibu,

c. Buku KIA.

7. Melakukan Laporan :

a. Melakukan laporan cakupan ANC.

Periode Persalinan

Bidan

1. Mempersiapkan sarana prasarana persalinan aman dan alat

resusitasi bayi baru lahir, termasuk pencegahan infeksi.

2. Memantau kemajuan persalinan sesuai dengan partogram


26

3. Melakukan asuhan persalinan.

4. Melaksanakan inisiasi menyusu dini dan pemberian ASI

segera kurang dari 1 jam.

5. Injeksi Vit K1 dan salep mata antibiotik pada bayi baru

lahir

6. Melakukan perawatan bayi baru lahir

7. Melakukan tindakan PPGDON apabila mengalami

komplikasi

8. Melakukan rujukan bila diperlukan

9. Melakukan pencatatan persalinan pada :

a. Kartu ibu/partograf,

b. Kohort Ibu dan Bayi,

c. Register persalinan.

10. Melakukan pelaporan:

a. Cakupan persalinan

Periode Nifas

Bidan

1. Melakukan Kunjungan Neonatal dan sekaligus pelayanan

nifas (KN1, KN2 dan KN3)

a. Perawatan ibu nifas,

b. Perawatan Neonatal,

c. Pemberian Imunisasi HB 1,

d. Pemberian Vit. A ibu Nifas 2 kali,


27

e. Perawatan payudara.

2. Melakukan Penyuluhan dan konseling pada ibu dan

keluarga mengenai :

a. Tanda-tanda bahaya dan penyakit ibu nifas,

b. Tanda-tanda bayi sakit,

c. Kebersihan pribadi & lingkungan,

d. Kesehatan & Gizi,

e. ASI Ekslusif,

f. Perawatan tali pusat,

g. KB setelah melahirkan.

3. Melakukan rujukan apabila diperlukan

4. Melakukan pencatatan pada :

a. Kohort Bayi,

b. Buku KIA.

5. Melakukan Laporan :

a. Cakupan KN

Peran sebagai Pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas,

yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi, dan tugas ketergantungan:

a. Tugas mandiri

Tugas-tugas mandiri bidan, yaitu:

1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan

kebidanan yang diberikan.


28

2) Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan

normal

3) Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa

persalinan dengan melibatkan klien / keluarga

4) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir

5) Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas

dengan melibatkan klien / keluarga

6) Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang

membutuhkan pelayanan keluarga berencana

7) Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan

sistem reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium serta

menopause

8) Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan

melibatkan keluarga dan pelaporan asuhan.

2.3.4 Tugas Kolaborasi

Tugas-tugas kolaborasi (kerja sama) bidan, yaitu:

1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan

kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien

dan keluarga.

2) Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko

tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang

memerlukan tindakan kolaborasi


29

3) Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan

keadaan kegawat daruratan yang memerlukan tindakan

kolaborasi.

4) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan

dengan risiko tinggi serta keadaan kegawatdaruratan yang

memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi

dengan melibatkan klien dan keluarga

5) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas

dengan risiko tinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan

kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi

bersama klien dan keluarga

6) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko

tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan

kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi

bersama klien dan keluarga.

7) Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi

serta pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan

yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan

keluarga.

2.3.5 Tugas Ketergantungan

Tugas-tugas ketergantungan (merujuk) bidan, yaitu:


30

1) Menerapkan manajamen kebidanan pada setiap asuhan

kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan

keluarga.

2) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan

pada kasus kehamilan dengan risiko tinggi serta

kegawatdaruratan,

3) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan

pada masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan

melibatkan klien dan keluarga.

4) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan

pada ibu dalam masa nifas yang disertai penyulit tertentu dan

kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan keluarga.

5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan

kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan

konsultasi serta rujukan dengan melibatkan keluarga.

6) Memberi asuhan kebidanan kepada anak balita dengan

kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan

konsultasi serta rujukan dengan melibatkan klien/keluarga.

2.3.6 Fungsi Bidan

Fungsi merupakan pekerjaan yang harus dilakukan sesuai

dengan peranannya. Berdasarkan peran bidan seperti yang

dikemukakan di atas, maka fungsi bidan adalah sebagai berikut.

1. Fungsi Pelaksana
31

Fungsi bidan sebagai pelaksana mencakup hal-hal sebagai

berikut:

a) Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu,

keluarga, serta masyarakat (khususnya kaum remaja) pada

masa praperkawinan.

b) Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan

normal, kehamilan dengan kasus patologis tertentu, dan

kehamilan dengan risiko tinggi.

c) Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis

tertentu.

d) Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan

risiko tinggi.

e) Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas.

f) Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.

g) Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan

prasekolah

h) Memberi pelayanan keluarga berencana sesuai dengan

wewenangnya.

i) Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus

gangguan sistem reproduksi, termasuk wanita pada masa

klimakterium internal dan menopause sesuai dengan

wewenangnya.

2. Fungsi Pengelola
32

Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup hal-hal sebagai

berikut:

a) Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi

individu, keluarga, kelompok masyarakat, sesuai dengan

kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat yang didukung

oleh partisipasi masyarakat.

b) Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di

lingkungan unit kerjanya.

c) Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.

d) Melakukan kerja sama serta komunikasi inter dan antarsektor

yang terkait dengan pelayanan kebidanan

e) Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan

kebidanan.

3. Fungsi Pendidik

Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup hal-hal sebagai

berikut:

a) Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan kelompok

masyarakat terkait dengan pelayanan kebidanan dalam lingkup

kesehatan serta keluarga berencana.

b) Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesehatan

sesuai dengan bidang tanggung jawab bidan.

c) Memberi bimbingan kepada para bidan dalam kegiatan praktik

di klinik dan di masyarakat.


33

d) Mendidik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan

bidang keahliannya.

4. Fungsi Peneliti

Fungsi bidan sebagai peneliti mencakup hal-hal sebagai berikut:

a) Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang

dilakukan sendiri atau berkelompok dalam lingkup pelayanan

kebidanan.

b) Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga

berencana.

2.3.7 Pengertian Dukun

Istilah dukun biasanya digunakan di daerah pedesaan,

sedangkan “orang pintar” atau paranormal untuk menyatakan hal

yang sama, digunakan lebih umum di antara populasi perkotaan.

Penerimaan sosial terhadap istilah “orang pintar” pun biasanya

lebih positif dibandingkan penggunaan istilah dukun. Sebab,

meskipun memiliki persamaan karakteristik dengan dukun dalam

hal bantuan yang diberikan, merujuk pada penggunaan istilah

“orang pintar” biasanya tidak meminta imbalan atas jasa yang

diberikan, dan tidak seperti tipikal dukun dalam penggunaannya

secara istilah, keberadaan “orang pintar” di dalam masyarakat,

tidak berbeda dengan anggota komunitas lainnya. Selain menarik

bayaran untuk keuntungan pribadi serta kurang berinteraksi dan

berbaur dengan komunitas masyarakat, konotasi negatif yang


34

muncul apabila istilah dukun yang digunakan, yaitu cenderung

bersifat oportunistik dan menjalani praktik-praktik tidak

bermoral, dengan dalih sebagai bagian dari “treatment”.

Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat, pada

umumnya seorang perempuan yang mendapat kepercayaan

serta memiliki keterampilan menolong persalinan secara

tradisional, dan memperoleh keterampilan tersebut secara turun

temurun, belajar secara praktis, atau cara lain yang menjurus ke

arah peningkatan keterampilan tersebut serta melalui petugas

kesehatan (Depkes RI, 1994: 1)

Menurut Adimihardja (2005) dukun bayi adalah seorang

wanita atau pria yang menolong persalinan. Kemampuan ini

diperoleh secara turun temurun dari ibu kepada anak atau dari

keluarga dekat lainnya. Cara mendapatkan kemampuan ini adalah

melalui magang dari pengalaman sendiri atau saat membantu

melahirkan (dalam Anggorodi, 2009).

Periode kehamilan

Dukun

1. Memotivasi ibu hamil untuk periksa ke bidan

2. Mengantar ibu hamil yang tidak mau periksa ke bidan

3. Membantu Bidan pada saat pemeriksaan ibu hamil

4. Melakukan penyuluhan pada ibu hamil dan keluarga

tentang:
35

a. Tanda-tanda Persalinan,

b. Tanda bahaya kehamilan Kebersihan pribadi &

lingkungan,

c. Kesehatan & Gizi,

d. Perencanaan Persalinan (Bersalin di Bidan,

menyiapkan transportasi, menggalang dalam

menyiapkan biaya, menyiapkan calon donor darah).

5. Memotivasi ibu hamil dan keluarga tentang:

a. KB setelah melahirkan,

b. Persalinan di Bidan pada waktu menjelang taksiran

partus.

6. Melakukan ritual keagamaan / tradisional yang sehat

sesuai tradisi setempat bila keluarga meminta.

7. Melakukan motivasi pada waktu rujukan diperlukan.

8. Melaporkan ke Bidan apabila ada ibu hamil baru.

Periode persalinan

Dukun

1. Mengantar calon ibu bersalin ke Bidan.

2. Mengingatkan keluarga menyiapkan alat transport untuk

pergi ke Bidan / memanggil Bidan.

3. Mempersiapkan sarana prasaran persalinan aman seperti

a. Air bersih,

b. Kain bersih.
36

4. Mendampingi ibu pada saat persalinan

5. Membantu Bidan pada saat proses persalinan

6. Melakukan ritual keagamaan / tradisional yang sehat

sesuai tradisi setempat.

7. Membantu Bidan dalam perawatan bayi baru lahir

8. Membantu ibu dalam inisiasi menyusu dini kurang dari 1

jam

9. Memotivasi rujukan bila diperlukan

10. Membantu Bidan membersihkan ibu, tempat dan alat

setelah persalinan.

Periode nifas

Dukun

1. Melakukan kunjungan rumah dan memberikan

penyuluhan tentang :

a. Tanda-tanda bahaya dan penyakit ibu nifas,

b. Tanda-tanda bayi sakit,

c. Kebersihan pribadi & lingkungan,

d. Kesehatan & Gizi,

e. ASI Ekslusif,

f. Perawatan tali pusat,

g. Perawatan payudara.

2. Memotivasi ibu dan keluarga untuk ber-KB setelah

melahirkan.
37

3. Melakukan ritual keagamaan / tradisional yang sehat

sesuai tradisi setempat.

4. Memotivasi rujukan bila diperlukan.

5. Melaporkan ke Bidan apabila ada calon akseptor KB

baru.

2.4 Kemitraan Bidan Dan Dukun Bayi

Kerja sama merupakan bentuk dari interaksi sosial. Kerja

sama yang dimaksud disini adalah suatu usaha perorangan atau

kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan

bersama. Bentuk kerjasama tersebut berkembang apabila orang dapat

digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada

kesadaran bahwa tujuan tersebut dikemudian hari mempunyai manfaat

bagi semua. Selain itu didalamnya terdapat pembagian kerja serta

balas jasa yang akan diterima dan diiringi oleh keahlian-keahlian

tertentu agar kerjasama yang terjalin dapat terlaksana dengan baik.

Kemitraan bidan dan dukun menempatkan bidan sebagai

penolong persalinan dan mengalihfungsikan peran dukun dari

penolong persalinan menjadi mitra bidan dalam perawatan ibu dan

bayi pada aspek non medisya. Dalam pola kemitraan bidan dengan

dukun berbagai elemen masyarakat yang ada dilibatkan sebagai

unsur yang dapat memberikan dukungan dalam kesuksesan

pelaksanaan kegiatan ini. Tujuan dari kegiatan ini adalah

meningkatkan rujukan persalinan, pelayanan antenatal, nifas dan


38

bayi oleh dukun ke tenaga kesehatan yang kompeten, meningkatkan

alih peran dukun dari penolong persalinan menjadi mitra bidan

dalam merawat ibu nifas dan bayinya, dan meningkatkan persalinan

oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi bidan. (Depkes RI,

2008).

Kemitraan bidan dengan dukun adalah suatu bentuk kerjasama

bidan dengan dukunyang saling menguntungkan dengan prinsip

keterbukaaan, kesetaraan, dan kepercayaan dalam upaya untuk

menyelamatkan ibu dan bayi, dengan menempatkan bidan sebagai

penolong persalinan dan mengalih fungsikan dukun dari penolong

persalinan menjadi mitradalam merawat ibu dan bayi pada masa nifas,

dengan berdasarkan kesepakatan yang telahdibuat antara bidan

dengan dukun, serta melibatkan seluruh unsur/elemen masyarakat

yang ada.

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya

kematian ibu maupun bayi adalah faktor pelayanan yang sangat

dipengaruhi oleh kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan

sebagai penolong pertama pada persalinan tersebut, di mana sesuai

dengan pesan pertama kunci MPS yaitu setiap persalinan hendaknya

ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Di samping itu, masih

tingginya persalinan di rumah dan masalah yang terkait budaya dan

perilaku dan tanda-tanda sakit pada neonatal yang sulit dikenali, juga

merupakan penyebab kematian bayi baru lahir. Di beberapa daerah,


39

keberadaan dukun bayi sebagai orang kepercayaan dalam menolong

persalinan, sosok yang dihormati dan berpengalaman, sangat

dibutuhkan oleh masyarakat keberadaannya. Berbeda dengan

keberadaan bidan yang rata-rata masih muda dan belum seluruhnya

mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Sehingga perlu dicari

suatu kegiatan yang dapat membuat kerjasama yang saling

menguntungkan antara bidan dengan dukun bayi, dengan harapan

pertolongan persalinan akan berpindah dari dukun bayi ke bidan.

Dengan demikian, kematian ibu dan bayi diharapkan dapat diturunkan

dengan mengurangi risiko yang mungkin terjadi bila persalinan tidak

ditolong oleh tenaga kesehatan yang kompeten dengan menggunakan

pola kemitraan bidan dengan dukun. Dalam pola kemitraan bidan

dengan dukun berbagai elemen masyarakat yang ada dilibatkan

sebagai unsur yang dapat memberikan dukungan dalam kesuksesan

pelaksanaan kegiatan ini

Dukun bayi merupakan orang yang dianggap terampil dan

dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan

perawatan ibu dan anak sesuai kebutuhan masyarakat.

Keterampilan dukun bayi pada umumnya didapat melalui sistem

magang. Anggapan dan kepercayaan masyarakat terhadap

ketrampilan dukun bayi berkaitan pula dengan sistem nilai budaya

masyarakat, sehingga dukun bayi pada umumnya diperlakukan

sebagai tokoh masayarakat setempat. Secara tradisional dukun bayi


40

terampil dalam hal pertolongan persalinan dan perawatan kesehatan

ibu dan anak. Namun demikian keterampilan tersebut bukan

didasarkan pada ilmu pengetahuan yang didapatkan dari pendidikan

akan tetapi dari kebiasaan. (Depkes RI. 1993). Sedangkan tugas

pokok bidan desa adalah memelihara dan melindungi masyarakat di

wilayah kerjanya berdasarkan prioritas masalah yang dihadapi dan

yang sesuai dengan kewenangan yang diberikan.

Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara Bidan

dengan dukun perlu disepakati mekanisme kemitraan yang dijalin

antara mereka. Meskipun mekanisme sangat beragam tergantung

keadaan, tetapi ada beberapa hal penting yang harus disepakati

(dituangkan secara tertulis dalam nota kesepakatan antara bidan –

dukun) yaitu :

a. Mekanisme rujukan informasi ibu hamil

b. Mekanisme rujukan kasus persalinan

c. Mekanisme pembagian biaya persalinan

d. Jadwal pertemuan rutin bidan dengan dukun

2.5 Dasar Hukum

1. Undang-undang nomor 32 tentang tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah;

2. Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

3. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga

Kesehatan;
41

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 19 tahun 2011 tentang

Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Posyandu;

5. Peraturan Menteri Kesehatan nomor

741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal

Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

6. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 900 tahun

2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan;

7. Keputusan Menteri Kesehatan nomor

369/Menkes/SK/2007 tahun 2007 tentang Standar

Profesi Bidan;

8. Keputusan Menteri Kesehatan nomor

938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan

Kebidanan; dan

9. Keputusan Menteri Kesehatan nomor

828/Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis Standar

Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

2.6 Angka Kematian Dan Kelahiran Bayi

2.6.1 Angka Kematian

Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua,

muda, kapan dan dimana saja. Kasus kematian terutama dalam

jumlah banyak berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, adat

istiadat maupun masalah kesehatan lingkungan. Indikator


42

kematian berguna untuk memonitor kinerja pemerintah pusat

maupun lokal dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat

setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun.

Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis

besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu

endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum

disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang

terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya

disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang

diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat

selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post

neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu

bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh

faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial

ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung.

Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan

perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian

bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor

endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-

program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah

yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu


43

hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti

tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka

Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk

mengembangkan program imunisasi, serta program-program

pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program

penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk

anak dibawah usia 5 tahun.

Penyebab Kematian dewasa umumnya disebabkan karena

penyakit menular, penyakit degeneratif, kecelakaan atau gaya

hidup yang beresiko terhadap kematian. Kematian bayi dan balita

umumnya disebabkan oleh penyakit sistim pernapasan bagian

atas (ISPA) dan diare, yang merupakan penyakit karena infeksi

kuman. Faktor gizi buruk juga menyebabkan anak-anak rentan

terhadap penyakit menular, sehingga mudah terinfeksi dan

menyebabkan tingginya kematian bayi dan balita di sesuatu

daerah.

Kematian dan Faktor Sosial Ekonomi seperti pengetahuan

tentang kesehatan, gisi dan kesehatan lingkungan, kepercayaan,

nilai-nilai, dan kemiskinan merupakan faktor individu dan

keluarga, mempengaruhi mortalitas dalam masyarakat (Budi

Oetomo, 1985). Tingginya kematian ibu merupakan cerminan

dari ketidak tahuan masyarakat mengenai pentingnya perawatan

ibu hamil dan pencegahan terjadinya komplikasi kehamilan.


44

Komitmen untuk mencapai tujuan Millenium Development

Goal (MDG) Dalam hal kematian, Indonesia mempunyai

komitmen untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals

(MDG) untuk menurunkan Angka Kematian Anak sebesar dua

per tiga dari angka di tahun 1990 atau menjadi 20 per 1000

kelahiran bayi pada tahun 2015 dan menurunkan kematian ibu

sebesar tiga perempatnya menjadi 124 per 100.000 kelahiran.

Untuk mencapai tujuan ini diperlukan usaha yang sungguh-

sungguh dari berbagai instansi terkait, mulai dari pemerintah baik

pusat maupun daerah, LSM dan masyarakat pada umumnya.

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu dari tiga

komponen demografi selain fertilitas dan migrasi, yang dapat

mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk. Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kematian sebagai suatu

peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara

permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.

Oleh karena itu, harus dibedakan dengan Lahir hidup ( live birth)

dan Lahir mati (fetal death ). Lahir hidup (live birth ) yaitu

peristiwa keluarnya hasil konsepsi dari rahim seorang ibu secara

lengkap tanpa memandang lamanya kehamilan dan setelah

perpisahan tersebut terjadi; hasil konsepsi bernafas dan

mempunyai tanda-tanda hidup lainnya, seperti denyut jantung,

denyut tali pusat, atau gerakan-gerakan otot, tanpa memandang


45

apakah tali pusat sudah dipotong atau belum. Lahir Mati (fetal

death ) yaitu peristiwa menghilangnya tanda-tanda kehidupan

dari hasil konsepsi sebelum hasil konsepsi tersebut dikeluarkan

dari rahim ibunya. Lahir mati dibedakan menjadi: Stillbirth (late

fetal death ) yaitu kematian yang terjadi pada janin yang berusia

20-28 minggu, Keguguran yaitu kematian janin yang terjadi pada

awal kehamilan.

2.6.2 Angka Kelahiran

Kelahiran adalah ekspulsi atau ekstraksi lengkap seorang janin

dari ibu tanpa memperhatikan apakah tali pusatnya telah terpotong

atau plasentanya masih berhubungan. Berat badan lahir adalah sama

atau lebih 500 gram, panjang badan lahir adalah sama atau lebih

25 cm, dan usia kehamilan sama atau lebih 20 minggu.

Sedangkan Angka kelahiran atau biasa disebut dengan

fertilitas adalah salah satu unsur dari pertambahan penduduk

secara alami. Atau jumlah kelahiran per 100 tahun.


46

2.7 Kerangka Fikir

Uma Sekaran dalam sugiyono (60,1992) Mengemukakan

bahwa, kerangka fikir merupakan model konseptual tentang

bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah

diindentifikasi sebagai masalah yang penting.

Tipe kemitraan :

1. Potential Partnership

2. Nascent Partneship
Bidan desa dan
3. Complementary Partneship
Dukun Desa
4. Synergistic Partnership

Berly Levinger dan Jean Murloy

(2004),
47

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif dengan pertimbangan bahwa penelitian

kualitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

postpositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

ilmiah (Sugiyono2016 :9). Metode ini digunakan untuk memperoleh data

empiris secara ilmiah mengenai Pola Kemitraan Bidan Desa dan Dukun

Bayi Dalam Pengurangan Angka Kematian Bayi dan Ibu Di Desa

Tambea Kecematan Pomalaa.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Desa Tambea Kecamatan Pomalaa

Kabupaten Kolaka, Adapun pemilihan lokasi penelitian di Desa didasarkan

keterbatasan waktu serta kedekatan atau kemudahan akses dalam

memperoleh data di unit pelaksana teknis di Desa tambea, merupakan

instansi yang memilki peran yang sangat penting dalam pelaksanaan

Kemitraan Bidan Desa Dan Dukun Bayi Dalam Pengurangan Angka

Kematian Bayi Dan Ibu Yang Berada Di Desa Tambea.

3.3 Informan Penelitian

Informan adalah orang-orang yang memberikan berbagai informasi

yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi

informan kunci dan informan Biasa. Informan kunci merupakan orang


48

yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin

dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi

obyek yang diteliti, sedangkan informasi biasa adalah informan yang

ditentukan dengan dasar pertimbangan mengertahui dan berhubungan

dengan Permasalahnya. Penentuan informan dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan dua teknik yaitu teknik purposive sampling dan snowball

sampling (Sugiyono, 2016:218). Adapun informan tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Kepala Desa

2. Kepala Puskesmas

3. Bidan Desa

4. Dukun Bayi

5. Masyarakat

3.4 Jenis Dan Sumber Data

Pemahaman Mengenai berbagai macam sumber data merupakan bagian

yang sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih dan

menentukan jenis sumber data yang akan menentukan ketepatan dan

kekayaan data atau informasi yang diperoleh sugiyono (2016:137) jenis

sumber data yang digali dari berbagai sumber di kelompokan kedalam

faktor konteks, Proses dan produk sesuai dengan pendekatan dan kerangka

berpikir yang digunakan. Adapun data yang digunakan dalam penelitian

ini di bagi dalam dua jenis berdasarkan sumbernya yaitu:

1. Data Primer
49

Data primer adalah jenis data yang diperoleh secara langsung dari pihak-

pihak yang kemudian di olah sendiri oleh peneliti. Dalam penelitian

kualitatif biasanya data primer diperoleh melalui wawancara, Observasi

maupun Wawancara kelompok yang biasa dikenal sebagai teknik FGD

(Focus Group Discussion). Dalam Penelitian Ini, Data primer diperoleh

dari wawancara terhadap informan yang di anggap mengetahui informasi

dan masalah yang diteliti secara mendalam dan dapat di percaya untuk

menjadi sumber data yang jelas. Selain itu, Data primer dalam penelitian

ini juga melalui pengamatan langsung terhadap peristiwa dan obyek data

yang terkait dengan perilaku birokrasi dalam pelayanan publik

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu

melalui buku-buku, Perpustakaan, Dokumentasi dan keterangan lain yang

berhubungan dengan masalah penelitian yang digunakan sebagai

pendukung dan perlengkapan data primer. Dengan kata lain, data sekunder

merupakan data yang sudah diolah dan disajikan oleh pihak lain sehingga

siap dihgunakan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Tehnik Pengumpulan Data akan di tempuh melalui beberapa cara yaitu:

a. Wawancara, Dilakukan terhadap informan untuk mendapatkan informasi

tentang perencanaan partisipasi di Desa Tambea

b. Dokumentasi, Untuk Keperluan berbagai data, baik berupa konsep, teori,

maupun referensi yang berhubungan dengan penelitian diperlukan dalam


50

penelitian ini. Data dapat di ambil dari berbagai sumber pustaka yang

berupa buku-buku ilmiah.

c. Observasi, Merupakan suatu cara khusus di mana peneliti tidak bersikap

sebagai pengamat tetapi memainkan berbagai peran yang mungkin, dalam

berbagai situasi atau bahkan berperan mengarahkan peristiwa-peristiwa

yang sedang di pelajari.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang

mudah dibaca dan diinterprestasikan ( Singarimbun, 1989 :263). Analisis data

dalam penelitian kualitatif di lakukan mulai sejak awal sampai sepanjang

proses penelitian berlangsung. Penelitian ini sesuai dengan tujuan di

harapkanya muncul implikasi teoritik berupa preposisi-preposisi sebagai hasil

analisa data lapangan dan selanjutnya akan berguna sebagai pengkayaan teori

formal, maka penelitian ini menggunakan tehnik analisa data yang

dikembangkan oleh Miles dan Humberman (1992 : 91) yaitu analisa model

interaktif, dimana analisa data dilakukan dengan tiga cara yaitu pengumpulan

data, Reduksi Data, Penyajian Data, Menarik Kesimpulan.

1. Pengumpulan Data, Pengumpulan Data yaitu mengumpulkan data dengan

melakukan observasi, Wawancara mendalam dan mencatat dokumen dengan

menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat serta untuk

menentukan fokus maupun pendalaman data pada proses pengumpulan data

berikutnya.
51

2. Reduksi Data, Reduksi data di maksudkan sebagai proses pemilihan,

Pemusatan perhatian pada penyederhanaan, Mengabstarkan dan Transpormasi

data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data yang

di peroleh di lapangan kemudian di Produksi oleh peneliti dengan cara

pengkodean, Klarifikasi data, menelusuri tema-tema, membuat gugus,

membuat garis, menulis memo dan selanjutnya di lakukan pilihan terhadap

data yang di peroleh di lapangan, kemudian dari data itu dipilih mana yang

relevan dan mana yang tidak relevan dengan permasalahan dan fokus

penelitian. Reduksi data/proses transpormasi ini berlanjut terus sesudah

penelitian di lapangan, sampai laporan akhir secara lengkap tersusun.

3. Penyajian Data, Penyajian data atau displey data dimaksudkan sebagai

sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. dengan melihat penyajian

makan segala apa yang terjadi dan apa yang harus di lakukan dapat di

pahami. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti melihat gambaran

secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian dengan cara

menggunakan berbagai jenis matrik, grafik badan atau dalam bentuk teks

naratif ataua kumpulan kalimat dan rekapitulasi hasil wawancara. Semua di

rancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk

dan mudah di raih, dengan demikian peneliti dapat melihat apa yang sedang

terjadi dan menarik kesimpulan.

4. Menarik Kesimpulan/Verifikasi, Penarikan kesimpulan merupakan suatu

kegiatan dari konfigurasi yang utuh selama penelitian berlangsung. Secara


52

Verifikasi merupakan kegiatan pemikiran kembali mencatat atau peninjauan

kembali secara tukar pikiran di antara teman sejawat untuk menggembangkan

“kesempatan intersubjektif” dengan kata lain makna yang muncul dari data

diuji kebenaranya, kekokohanya dan kecocokanya.


53

Anda mungkin juga menyukai