Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328476099

Prediksi Stabilitas Pondasi Cerucuk Tradisional pada Bangunan bertingkat di


atas Tanah yang Sangat Lunak

Conference Paper · October 2018

CITATIONS READS

0 165

1 author:

Suyuti Suyuti
Khairun University
4 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Metode Empiris Perhitungan Kapasitas Dukung Tiang Kayu View project

All content following this page was uploaded by Suyuti Suyuti on 24 October 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Konferensi Nasional Teknik Sipil 12
Batam, 18-19 September 2018

PREDIKSI STABILITAS PONDASI CERUCUK TRADISIONAL PADA BANGUNAN


BERTINGKAT DI ATAS TANAH YANG SANGAT LUNAK

Suyuti1, Jamalun Togubu2, Muhammad Darwis3

1
Departemen Sipil, Universitas Khairun, Jl. Pertamina Kampus II Unkhair Gambesi
Email: suyuti@unkhair.ac.id
2
Departemen Sipil, Universitas Khairun, Jl. Pertamina Kampus II Unkhair Gambesi
Email: jamalun@unkhair.ac.id
3
Departemen Sipil, Universitas Khairun, Jl. Pertamina Kampus II Unkhair Gambesi
Email: darwis@unkhair.ac.id

ABSTRAK
Banyak kota besar di Indonesia terletak di atas area tanah lunak dengan konsistensi kohesi cu ≤ 25
kN/m2. Sejak dulu di Indonesia mempunyai tradisi memperkuat tanah dasar lunak dengan memancang
tiang kayu/bambu disebut Cerucuk untuk pondasi bangunan, dimana pemancangan tiang-tiang ini
adalah relatif murah dan tidak menggunakan alat berat. Tahapan pelaksanaan pondasi ini meliputi:
pembuatan parit sisi luar bangunan, pemancangan tiang-tiang, pemasangan lembar polyfelt,
penyebaran lapisan batu pecah/kerikil dan pemadatan sebagai matras, dan pemasangan sloef-kolom
bangunan (PU., 1999; 2002). Di dalam kasus pemancangan tiang kayu berdiamater d = 12 cm,
panjang L = 4 m ~ 5 m, spasi antara tiang s = 3,3d dilaporkan dapat meningkatkan nilai kohesi cu
menjadi cu = 50 kN/m2 ~ 70 kN/m2 (Roosseno, 1989). Disamping itu, beberapa peneliti telah
melaporkan hasil kajiannya dengan memodelkan tiang-tiang skala kecil di laboratorium dan skala
penuh di lapangan. Sayangnya, penenentuan desain stabilitas pondasi tradisional adalah belum bisa
diterapkan berdasarkan hasil-hasil di atas oleh insinyur dan pemerintah lokal. Oleh karena itu, studi
ini adalah telah disusun metode analisa empiris sederhana yang komprehensif berdasarkan aturan
geoteknik, dimana metode konstruksi pondasi telah mengikuti prosedur seperti di atas. Hasil akhir,
komponen pondasi Cerucuk adalah telah disimulasikan untuk memprediksi stabilitas kapasitas dukung
atas pondasi, dimana telah divariasikan terhadap parameter dan dimensi tanah dasar – matrasnya.
Kata kunci: stabilitas pondasi, cerucuk, tiang kayu, tanah lunak, bangunan bertingkat

1. PENDAHULUAN
Kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Palembang dan Banjarmasin adalah sebagian berada di
atas area tanah lunak, dimana kedalamannya bisa mencapai 30 meter. Meskipun diketahui bahwa kapasitas dukung
tanah lunak tersebut diketahui berdasarkan nilai konsistensinya, kohesi 10 < cu ≤ 25 kN/m2 yang bervariasi terhadap
kedalamannya (Terzaghi, 1948). Disisi lain, pembiayaan konstruksi pondasi bawah bangunan gedung dan
infrastruktur perlu ditekan biayanya agar lebih ekonomis dilaporkan oleh Roosseno (1989). Nenek Moyang
Indonesia memiliki tradisi membangun pondasi di atas tanah lunak atau sangat lunak dengan sistem Cerucuk,
dimana materialnya berupa bambu atau kayu tiang ramping yang dipancang ke dalam tanah. Metode perkuatan ini
adalah luas dan sering digunakan oleh masyarakat.
Kementerian Pekerjaan Umum telah mempublikasikan metode pelaksanaan struktur pondasi tradisional pada tanah
lunak seperti: 1) penggalian tanah dasar untuk matras, 2) pemancangan tiang bambu atau kayu, 3) peletakan geo-
synthetic, 4) penghamparan dan pemadatan material granular matras 5) pengerjaan poer mat pondasi (PU, 1999; PU,
2002). Pelaksanaan struktur ini adalah mudah diaplikasikan oleh tenaga kerja lokal, alat manual, bahan lokal,
sehingga biaya konstruksi dapat menjadi lebih ekomonis.
Di dalam metode desain pondasi tradisional ini adalah biasanya direkomendasikan uji coba konstruksi di lapangan
dan masih bersifat teoritis dimana pembahasannya masih relatif umum, sehingga penerapan metode ini adalah sulit
untuk diikuti oleh para insinyur lokal. Begitupun, biasanya sifat-sifat fisik tanah di lapangan akan berbeda terhadap
kedalaman dan lokasinya, sehingga kriteria desain konstruksi hasil trial sebelumnya tidak dapat langsung diterapkan
walaupun dengan jenisnya sama. Pelaksanaan sistem pondasi Cerucuk adalah umumnya dipancang dengan pola
bujur sangkar dengan rincian: diameter d > 8 cm, panjang terpancang L ≥ 2,0 m, dan jarak antara tiang-tiang ± s =
3d. Mekanisme penentuan kapasitas dukung batas dengan model keruntuhan geser pada pondasi dangkal pada tanah

ISBN: 978-602-60286-1-7 GT - 151


GT - 152

lunak akan tercegah oleh adannya pemasangan tiang bambu atau kayu ramping. Dimana telah ditemukan hasil
pemancangan tiang-tiang bambu atau kayu adalah cukup efektif sebagai struktur pondasi tanah lunak.
Karena itu, di dalam rangka menyajikan kriteria desain stabilitas struktur pondasi Cerucuk, penulis akan
mempresentasikannya menggunakan beberapa formula empiris sederhana yang berdasarkan pada aturan geoteknik.
Untuk menyediakan metode perhitungan empiris yang komprehensip, maka diuraikan urutan penjelasan penelitian
yang mengacu pada beberapa hasil-hasil penelitian relevan, sifat-sifat fisik tanah dan data hasil uji langsung
kapasitas dukung tanah di lapangan. Selanjutnya, penyajian hasil simulasi perhitungan adalah ditampilkan melalui
grafik. Urutan penulisan makalah ini adalah seperti dijelaskan dalam metode penelitian seperti pada gambar 1
berikut.

2. METODE PENELITIAN
Di dalam rangka melakukan simulasi perhitungan desain stabilitas pondasi tanah lunak dengan perkuatan Cerucuk
tradisional dengan tiang kayu, metode penelitian stabilitas pondasi ini adalah menggunakan studi literatur. Dimana
dalam studi literatur, sifat-fisik tanah dasar lunak adalah diadopsi dari laporan dan publikasi oleh beberapa peneliti
sebelumnya di Indonesia. Selanjutnya, untuk menguji kriteria struktur pondasi Cerucuk tradisional yang telah
disimulasi, maka perlu pembebanan statik pada pondasi tersebut dari konstruksi bangunan yang telah ada dan stabil
di Semarang Jawa Tengah (Roosseno, 1989).
Untuk memenuhi kriteria desain pondasi tradisional, maka penulis mengusulkan persamaan empiris sederhana yang
fokus pada desain stabilitas berdasarkan aturan geoteknik dan pertimbangan syarat desain lainnya. Metode
penelitian yang dilaksanakan adalah disusun seperti pada gambar 1 berikut.

Pertimbangan
Beban akibat
desain
bangunan

Metode analisis Hasil simulasi


Tanah dasar Studi literatur Desain
(perhitungan) desain
sangat lunak yang relevan Stabilitas
empiris stabilitas

Cerucuk Aturan geoteknik


tradisional
Gambar 1. Outline metode pelaksanaan penelitian

3. METODE ANALISIS
Tekanan pembebanan akibat beban-beban superstruktur bangunan di atas tanah lunak dengan menggunakan metode
pondasi Cerucuk tradisional adalah telah dilaporkan berkinerja cukup bagus pada tanah dasarnya yang jenuh
dilaporkan mempuyai nilai kohesi cu = 25 kN/m2 yang berlokasi di Semarang (Roosseno, 1989). Adapun data
pembebanan superstruktur bangunan adalah disajikan bebannya bertingkat dua hingga empat seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkiraan tekanan pembebanan konstruksi bangunan pada pondasi Cerucuk tradisonal (Roosseno, 1989)
Bertingkat 2 Bertingkat 3 Bertingkat 4 Keterangan
Tekanan p0 (kN/m2) 27 37 47 Beban mati + beban hidup
kohesi c (kN/m2) 25 25 25 Lempung lunak
Tiang kayu d (cm) 12 12 12 Kayu galam
Sedangkan sistem konstruksi pondasi tradisional ini adalah dapat diekspresikan sebagai pondasi rakit (lihat Gambar
1). Gambar 1 menunjukkan pemasangan tiang – tiang kayu yang mengikuti pola bujur sangkar dengan jarak antar
tiang s = 3,3d, dimana dipancang hingga kedalaman LE = 4 ~ 5 m. Selanjutnya, pemasangan polyfelt diletakkan di
atas permukaan tanah dasar lunak, penghamparan material granular sebagai matras dengan nilai kapasitas
dukungnya materialnya adalah lebih besar akan dapat menyebarkan beban yang diterimanya. Metode konstruksi ini
adalah telah diperkenalkan sebagai pendekatan tradisional oleh Taylor (1948). Untuk menjamin agar struktur matras
bekerja dengan baik, maka penghamparan material tersebut harus dikerjakan dan dipadatkan per lapisan dengan alat
mini tandem (Roosseno, 1989). Setelah sistem konstruksi pondasi rampung, maka pengerjaan superstruktur dapat
dimulai dari plat poer, sloef – sloef dan kolom-kolom bangunan. Sehingga mekanisme distribusi beban superstruktur
adalah dianggap merata secara vertikal seperti dalam Gambar 2.

ISBN: 978-602-60286-1-7
GT - 153

Kolom, WT Kolom, WT
Lebar, B
p0
Sloef
Poer mat
Polyfelt β p1
β Matras, H0

Tiang, LE
Tiang kayu
d

s
Tanah lunak
Gambar 2. Mekanisme pendistribusian tekanan beban pada model struktur sistem pondasi tradisional kaku yang
diperkuat Cerucuk tiang kayu
Gambar 2 menunjukan bahwa intensitas beban p0 yang berasal dari superstruktur bangunan melalui beban terpusat
kolom (WT) adalah terdistribusi secara vertikal melalui matras dengan tinggi H0, sehingga besarnya tekanan beban
p1 dipengaruhi sudut β penyebaran melalui matras.
Dengan mempertimbangkan bahwa desain tekanan beban bangunan p 0 seperti tersebut di atas, maka tekanan beban
distribusi sistem pondasi kaku p1 dengan pola per meter bujur sangkar dapat diturunkan berdasarkan dimensi
bangunan B = lebar, L = panjang, sehingga intensitas tekanan beban distribusi p 1 dapat ditulis,
 B  L 
p1  p0  


 (1)
 B  2H0 tan   L  2H0 tan  
Dimana nilai tekanan beban bangunan p0 untuk 4 kolom adalah diekspresikan dengan,
4 WT
p0  (2)
B L
Hasil distribusi tekanan beban superstruktur p1 pada permukaan tanah dasar yang diperkuat polyfelt dan Cerucuk
adalah harus lebih kecil atau sama dengan kapasitas dukung ijin qijin, hal ini biasanya dipertimbangkan sebagai
kriteria stabilitas terhadap keruntuhan kapasitas dukung pondasi,
p1  qijin (3)

Kapasitas dukung ijin tanah dasar diperkuat cerucuk kayu q ijin adalah ditentukan dengan persamaan:
q batas  q
qijin  (4)
Fk
Diman Fk = faktor keamanan terhadap kapasitas dukung diambil Fk = 1.5 ~ 4.0 (Das, 1999), q = tekanan akibat
beban matras dalam interval: 0.5 m ≤ H0 ≤ 3.0 m (jika matras dengan tinggi H0 diletakkan di bawah permukaan
tanah dasar, maka q = H0γ0), γ0 = berat volume matras.
Kapasitas dukung batas tanah dasar diperkuat cerucuk kayu qbatas adalah ditentukan pada pada permukaan tanah
dasar tanah dengan persamaan:
qbatas  qcerucuk  qpolyfelt (5)

Di dalam kasus ini, perilaku kapasitas tarik lembaran polyfelt qpolyfelt di bawah mattrass adalah diperlakukan sebagai
sistem pondasi telapak kaku (qpolyfelt ≈ 0).

Hubungan antara kapasitas dukung ijin qijin, kapasitas dukung batas tanah dasar lunak diperkuat tiang kayu serta
penurunan yang terjadi adalah dijelaskan dalam gambar 3 berikut (McCharthy, 1981).

ISBN: 978-602-60286-1-7
GT - 154

qijin qbatas

Kapasitas, q
Sijin

Tanah diperkuat
tiang kayu

Penurunan, S

Gambar 3. Hubungan antara kapasitas dukung tanah diperkuat tiang kayu dan penurunan S
dimana S = penurunan yang tercatat pada saat kapasitas dukung tanah dasar mencapai batas keruntuhan, S ijin =
penurunan yang diijinkan sesuai dengan kapasitas dukung ijin tanah dasar.
Kapasitas dukung batas friksi cerucuk kayu yang terpancang mengapung di dalam tanah qcerucuk adalah
dikembangkan dari metode statik- Alfa oleh Tomlinson (1957), Burland (1973). Perkiraan luasan distribusi beban
yang harus ditahan oleh kapasitas dukung tanah dasar yang terpancang tiang-tiang kayu dengan pola bujur sangkar
dengan jarak antara tiang s, dan kohesi tanah rata-rata cu sepanjang kayu terpancang (tanpa memperhitungkan efek
konsolidasi akibat pembebanan) adalah dapat didefenisikan,
 B  2H0 tan L  2H0 tan 
qcerucuk  cerucuk  cu   (6)
 s2 
Pada kasus ini, dimana data tekanan tanah dasar efektif σ'0 adalah tidak tersedia, sehingga salah satu solusi empiris
menggunakan parameter Indeks Plastisitas tanah sepanjang kedalaman pemancangan seperti yang telah dilaporkan
oleh KolK dan Van der velde (1996) dan telah dikembangkan oleh Gavin dkk. (2010). Sehingga koefisien tahanan
lekatan cerucuk kayu αcerucuk yang terpancang di dalam tanah dapat didefenisikan bahwa.
0, 2 0,3
  L  c 
 cerucuk   0,55 E     u  (7)
  40d    0 ' 
Dimana nilai ratio tanah lempung jenuh air terhadap tekanan effektif tanah dasar jenuh air (cu/σ0') adalah dapat
ditentukan berdasarkan nilai Indeks Plastisitas tanah (IP) dalam satuan persen dilaporkan oleh Skempton (1954).
cu / 0 '  0,11  0,0037 (IP) (8)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Di dalam rangka menyajikan hasil simulasi terhadap perhitungan prediksi stabilitas kapasitas dukung tanah dasar
lunak yang diperkuat tiang-tiang kayu, maka diperlukan parameter untuk penentuan desain stabilitas seperti pada
tabel 2.
Tabel 2. Parameter untuk menentukan desain stabilitas untuk struktur pondasi Cerucuk tradisional
Luas poer mat ( B × L) Keterangan
3m × 2m 4m × 3m 5m × 4m -
Sudut penyebaran β ( o) 26,6 26,6 26,6 Miligan and Jewel 1989
Material batu pecah/
Matras H0 (cm) 50 ~ 150 50 ~ 150 50 ~ 150
kerikil
Cerucuk kayu :
- Diamater d (cm) 12 12 12
Roosseno, 1989
- Terpancang LE (cm) 400 400 400

ISBN: 978-602-60286-1-7
GT - 155

Pada studi kasus ini, gedung Universitas Airlangga yang bertingkat empat telah dibangun di atas tanah lunak yang
menggunakan pondasinya sistem tradisional Cerucuk terpancang hingga kedalaman L E = 4 m, yang menggunakan
kayu dengan jarak s = 40 cm, dimana nilai kohesi tanah di lapangan c u =25 kN/m2 adalah diadopsi sebagao yang
telah dilaporkan oleh Roosseno (1989). Dengan menggunakan data dalam tabel 2 dan sistem pemancangan kayu
tersebut, maka simulasi perhitungan menggunakan persamaan 1 dan 2 adalah dapat disajikan hasilnya seperti dalam
gambar 4 berikut.

40
35
30
Tekanan p1 (kN/m2 )
25
20 Luasan 3 x 2m2

15 Luasan 4 x 3m2
Luasan 5 x 4m2
10
5
0
0,50 1,00 1,50 2,00
Matras H0 (m)

(a) Tekanan pada permukaan matras p0 = 27 kN/m2

40
35
30
Tekanan p1 (kN/m2 )

25
20 Luasan 3 x 2m2

15 Luasan 4 x 3m2
Luasan 5 x 4m2
10
5
0
0,50 1,00 1,50 2,00
Matras H0 (m)

(b) Tekanan pada permukaan matras p0 = 37 kN/m2

40
35
30
Tekanan p1 (kN/m2 )

25
20 Luasan 3 x 2m2

15 Luasan 4 x 3m2
Luasan 5 x 4m2
10
5
0
0,50 1,00 1,50 2,00
Matras H0 (m)

(c) Tekanan pada permukaan matras p0 = 47 kN/m2


Gambar 4. Hasil distribusi tekanan beban p0 terhadap tiga variasi beban gedung
Gambar 4 menunjukan bahwa hasil simulasi perhitungan distribusi tekanan beban p 1 adalah menggunakan intensitas
tekanan beban p0 atau tingkat bangunan seperti dalam tabel 1 di atas.
Parameter nilai sudut β penyebaran beban untuk matras dengan material kerikil/ batu pecah diletakkan di atas muka
tanah dasar dengan sudut β = 26,6o atau diperoleh tan β = 0.5 (Miligan dkk., 1989). Hasilnya menujukkan bahwa
untuk tinggi matras H0 sebesar 1,0 m dengan luasan tekanan bangunan 3 × 2 m2, 4 × 3 m2, and 5 × 4 m2 adalah
diberikan tekanan p1 sebesar 13,6 kN/m2, 16,2 kN/m2 dan 18,0 kN/m2 (untuk p0 = 27 kN/m2), sedangkan tekanan p1

ISBN: 978-602-60286-1-7
GT - 156

sebesar 23,5 kN/m2, 28,2 kN/m2 dan 31,3 kN/m2 (untuk p0 = 47 kN/m2). Hasil-hasil perhitungan tekanan p1 adalah
pengaruhnya relatif linier terhadap tinggi matras.
Penentuan kapasitas dukung ijin qijin adalah dihitung dengan persamaan 4, dimana nilai ratio c u/σ0' adalah
berdasarkan diasumsikan bahwa tanah dasar mempunyai nilai IP = 27% dan IP = 35%. Adapun hasil-hasilnya
adalah disajikan dalam gambar 5 dan 6 berikut.

50
45
40
Kapasitas qijin (kN/m2 )

35
30
25 Luasan 3 x 2m2
20 Luasan 4 x 3m2
15 Luasan 5 x 4m2
10
5
0
3 4 5 6 7
Jarak tiang s (nd)

(a) Kapasitas dukung ijin dan jarak tiang s ( H0 = 1,5 m)

50
45
40
Kapasitas qijin (kN/m2 )

35
30
25 Luasan 3 x 2m2
20 Luasan 4 x 3m2
15 Luasan 5 x 4m2
10
5
0
3 4 5 6 7
Jarak tiang s (nd)

(b) Kapasitas dukung ijin dan jarak tiang s ( H0 = 1,0 m)

50
45
40
Kapasitas qijin (kN/m2 )

35
30
25 Luasan 3 x 2m2
20 Luasan 4 x 3m2
15 Luasan 5 x 4m2
10
5
0
3 4 5 6 7
Jarak tiang s (nd)

(c) Kapasitas dukung ijin dan jarak tiang s ( H0 = 0,5 m)


Gambar 5. Hasil simulasi kapasitas dukung ijin pondasi Cerucuk dengan variasi jarak tiang s = nd (n = 3, 5, 7), IP =
27%, dan cu = 25 kN/m2

ISBN: 978-602-60286-1-7
GT - 157

50
45
40

Kapasitas qijin (kN/m2 )


35
30
25 Luasan 3 x 2m2
20 Luasan 4 x 3m2
15 Luasan 5 x 4m2
10
5
0
3 4 5 6 7
Jarak tiang s (nd)

(a) Kapasitas dukung ijin dan jarak tiang s ( H0 = 1,5 m)

50
45
40
Kapasitas qijin (kN/m2 )

35
30
25 Luasan 3 x 2m2
20 Luasan 4 x 3m2
15 Luasan 5 x 4m2
10
5
0
3 4 5 6 7
Jarak tiang s (nd)

(b) Kapasitas dukung ijin dan jarak tiang s ( H0 = 1,0 m)

50
45
40
Kapasitas qijin (kN/m2 )

35
30
25 Luasan 3 x 2m2
20 Luasan 4 x 3m2
15 Luasan 5 x 4m2
10
5
0
3 4 5 6 7
Jarak tiang s (nd)

(c) Kapasitas dukung ijin dan jarak tiang s ( H0 = 0,5 m)


Gambar 6. Hasil simulasi kapasitas dukung ijin pondasi Cerucuk dengan variasi jarak tiang s = nd (n = 3, 5, 7), IP =
35% dan cu = 25 kN/m2
Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukan bahwa terdapat peningkatan signifikan kapasitas dukung ijin akibat jarak
antara tiang dan luasan perkuatan tanah dengan korelasi yang tidak linier. Hal ini dapat dijelaskan bahwa hasil
simulasi perhitungan adalah dihasilkan informasi bahwa jarak antara tiang s adalah sangat memberikan pengaruh
terhadap nilai kapasitas dukung ijin pondasi tanah.
Untuk tinggi matras H0 = 1.5 m, luasan perkuatan 5 × 4 m2 dan kohesi cu = 25kN/m2 adalah dihasilkan kapasitas
dukung ijin qijin = 45.3 kN/m2 (PI = 27%), dan qijin = 43.5 kN/m2 (PI = 35%) dengan mengambil jarak antara tiang s
= 3d dan Fk = 2.0. Sementara jika jarak antara tiang dikurangi hingga s = 5d, maka kapasitas dukung ijin jatuh

ISBN: 978-602-60286-1-7
GT - 158

hingga qijin = 15.7 kN/m2 ~ 16.3 kN/m2. Hal ini menujukkan bahwa jarak antara tiang s = adalah diperkirakan efektif
hingga jarak antara tiang s = 3.3d.
Selanjutnya, jika memperhatikan persyaratan desain (persamaan 3), maka berdasarkan hasil distribusi baban p 1 pada
permukaan tanah dasar diperkuat tiang-tiang kayu untuk tinggi matras H0 = 0,50 m (dengan luasan B × L = 3 × 2
m2, 4 × 3 m2, dan 5 × 4 m2) adalah dihasilkan masing-masing p1 = 25,4 kN/m2; 28,2 kN/m2; 29,9 kN/m2. Sementara,
tekanan beban p1 = 32,2 kN/m2; 35,8 kN/m2; 38,0 kN/m2 masing-masing bangunan tingkat tiga dan empat adalah
lebih kecil dari kapasitas dukung ijin dengan kriteria desain perkuatan seperti tersebut di atas.
Jika simulasi perhitungan kapasitas dukung ijin q ijin yang menggunakan kohesi cu ≤ 10 kN/m2, jarak antara tiang s =
3d adalah diperoleh qijin = 17.4 kN/m2 ~ 18.1 kN/m2. Hasil-hasil simulasi perhitungan adalah dirangkum seperti
dalam tabel 3.
Tabel 3. Rangkuman hasil kapasitas dukung ijin pondasi Cerucuk tradisional (H 0 = 1,5m, s = 3d, Fk = 2.0)
Kapasitas qijin (kN/m2) untuk luas poer mat ( B × L)
Cek kriteria desain
3 × 2 m2 4 × 3 m2 5 × 4 m2
Untuk cu = 10 kN/m2 :
Memenuhi untuk
Bila IP = 27% 8,0 12,5 18,1 bang.bertingkat 2 dan
luas 5 × 4 m2
Memenuhi untuk
Bila IP = 35% 7,7 12,0 17,4 bang.bertingkat 2 dan
luas 5 × 4 m2
Untuk cu = 25 kN/m2 :
Bila IP = 27% 19,9 31,3 45,3 Memenuhi syarat
Bila IP = 35% 19,2 30,1 43,5 Memenuhi syarat
Pada tabel 3 memperlihatkan bahwa kapasitas dukung ijin pondasi Cerucuk q ijin untuk kohesi tanah sangat lunak cu
≤ 10 kN/m2 dengan semua luas area perkuatan dengan jarak antara tiang s = 3d, tinggi matras H 0 = 1.0 m ~ 1.5 m
adalah hanya memenuhi syarat kriteria desain stabilitas untuk bangunan bertingkat 2 dan dengan luasan poer mat (5
× 4 m2).
Sedangkan untuk nilai kohesi tanah cu = 25 kN/m2, syarat desain stabilitas pondasi tanah lunak diperkuat tiang kayu
adalah memenuhi untuk semua luas poer mat gedung bertingkat 3 dengan tinggi matras H 0 = 1.0 m ~ 1.5 m, serta
memenuhi untuk semua luas poer mat gedung bertingkat 4 dengan tinggi matras H0 = 1.5 m.
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa salah satu fungsi matras pada sistem pondasi tradisional adalah menyebarkan
tekanan beban dari superstruktur ke lapisan pondasi tanah.
Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas dukung ijin adalah diperoleh bahwa nilai kohesi tanah c u = 25 kN/m2 adalah
meningkat hingga cu = 45.3 kN/m2 dan cu = 43.5 kN/m2 untuk masing – masing Indeks Plastis IP = 27% dan IP =
35% (dengan jarak antara tiang s = 3d dan tinggi matras H0 = 1.5m). Dimana peningkatan nilai kohesi ini adalah
belum memperhitungkan perlawanan tiang akibat perpotongan kelongsoran gaya dan konsolidasi dan akibat
pembebanan superstruktur.
Jika tekanan beban p1 adalah sama atau melebihi kapasitas dukung ijin qijin, maka akan penurunan S akan melebihi
yang diijinkan, hal ini seperti diperlihatkan pada gambar 3.

5. KESIMPULAN
Syarat stabilitas pondasi Cerucuk seperti dalam tabel 3 bahwa adalah memenuhi pada tanah dasar lunak dengan
kohesi cu = 25 kN/m2, IP = 27% ~ 35%, dan data desain tiang kayu dengan d = 12cm, s = 3d, LE = 4m, H0 = 1.0 m ~
1.5 m serta untuk luasan poer mat 5 × 4 m2. Sehingga dapat ditulis bahwa syarat: p1 = 38,0 kN/m2 < qijin = 43,5 ~
45,3 kN/m2.
Sedangkan pemasangan tiang kayu pada tanah dasar sangat lunak (kohesi cu ≤ 10 kN/m2) adalah hanya mampu
menahan beban superstruktur bangunan bertingkat 2 atau setara dengan tekanan beban pada tanah dasar p 1 = 15.1
kN/m2 dengan luas poer mat pondasi 5 × 4 m2.
Pada rill pelaksanaan pemancangan tiang kayu s = 3,3d (Roosseno, 1989), diberikan syarat bahwa p 1 = 38,0 kN/m2
< qijin = 40,5 ~ 42 kN/m2. Dimana nilai tersebut dibaca di dalam gambar 5(a) untuk IP =27% (Gambar 5), sedangkan
untuk IP = 35% (Gambar 6).

ISBN: 978-602-60286-1-7
GT - 159

Peningkatan nilai kohesi tanah cu adalah dapat meningkat menjadi 1.7 ~ 1.8 kali dari nilai awal c u = 25 kN/m2 untuk
masing-masing nilai IP = 35%, dan IP = 27%, matras H0 = 1.5m, jarak tiang s = 3d.
Berdasarkan hasil di atas, penggunaan pondasi Cerucuk tradisional pada tanah sangat lunak dengan kohesi c u ≤ 10
kN/m2 adalah hanya untuk konstruksi bangunan bertingkat dua.
Penurunan kapasitas dukung ijin qijin adalah berbanding langsung dengan nilai konsistensi tanah lunak, sehingga
kecermatan penentuan nilai kohesi tanah cu dalam metode pengujian sampel tanah atau pengujian langsung di
lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Burland, J.B. (1973). “Shaft Friction of Piles in Clay - A Simple Fundamental Approach”. Ground Engineering, 30 -
42.
Gavin, K, Gallagher, D, Doherty, P, and McCabe, B. (2010). “Field investigation of the effect of installation method
on the shaft resistance of pile in clay”. Canadian Geotechnical J.(47), 730-741.
Kolk, H.J, van der Velde and Fugro Engineers BV. (1996). “A Reliable Method to Determine Friction Capacity of
Piles Driven into Clays”. In Proceedings of the Offshore Technology Conference, Houston Tex., Paper OTC
7994, 337-343.
Menteri Pekerjaan Umum (2002). “Desain dan Konstruksi”. Panduan Geoteknik Indonesia, Timbunan Jalan pada
Tanah Lunak, No.Pt.T-10-2002-B, PT. Virama Karya, 1-105.
Menteri Pekerjaan Umum (1999). “Tata Cara Pelaksanaan Fondasi Cerucuk Kayu di Tanah Lembek atau Gambut”.
No.020/T/BM/1999, PT. Medisa Jakarta, 1-12.
Milligan, G.W.E., Jewell, R.A., Houlsby, G.T. and Burd, H.J. (1989). “A New Approach to The Design of Unpaved
Roads - Part I”. Ground Engineering 22(3), 25-29.
McCarthy, DF., 1981, Essentials of Soil Mechanics and Foundations, 2nd edition, Reston Publishing Company,
Virgina, 421-424.
Roosseno (1989). “Roosseno dan Karya Ilmiah”, Laporan Karya Ilmiah, 640~656.
Skempton, A.W. (1954). “Discussion of the Structure of Inorganic Soil”. Proceedings – Separated (315), 19-22.
Taylor, D.W., 1948, Fundamental of Soil Mechanics, John Wiley and Sons, Inc., New York, 561-565.
Terzaghi, K and Peck, RB. (1948). “Soil Mechanics in Engineering Practice”. John & Sons, Inc., 299-304.
Tomlinson, M.J.(1957). The Adhesion of Piles Driven in Clay Soils, Proceeding of Fourth International Conference
on Soil Mechanics, London, England, 66-71.

ISBN: 978-602-60286-1-7
GT - 160

KONFERENSI NASIONAL TEKNIK SIPIL 12


(KoNTekS 12)
Batam, 18 – 19 September 2018

ISBN: 978-602-60286-1-7

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai