Anda di halaman 1dari 42

Stastistika Probabilitas

Di Susun Oleh :
Nim : 1511500062
Nama : Erry Kurniawan
Matkul : Stastistika Probabilitas

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER ATMA LUHUR
PANGKALPINANG
2018/2019
Probabilitas
Probabilitas sebagai: “Suatu ukuran tentang kemungkinan suatu peristiwa (event) akan terjadi
dimasa mendatang. Probabilitas dinyatakan antara 0 sampai 1 atau dalam persentase”
Tiga hal penting dalam membicarakan probabilitas:
a. Percobaan (experiment)
Pengamatan terhadap beberapa aktivitas atau proses yang memungkinkan timbulnya
paling sedikit dua peristiwa tanpa memperthatikan peristiwa mana yang akan terjadi.
b. Hasil (outcome)
Suatu hasil dari sebuah percobaan. Dalam hasil ini semua kejadian akan dicatat atau dalam
artian seluruh peristiwa yang akan terjadi dalam sebuah percobaan. Misalnya dalam
mengikuti ujian semester maka hasil yang akan diperoleh ada mahasiswa yang lulus dan
ada yang tidak lulus. Ada yang lulus memuaskan ada yang tidak memuaskan.
c. Peristiwa (event)
Kumpulan dari satu atau lebih hasil yang terjadi pada sebuah percobaan atau kegiatan.

Contoh
Peluang adalah suatu ukuran tentang kemungkinan suatu peristiwa (event) akan terjadi di masa
mendatang. Probabilitas dapat juga diartikan sebagai harga angka yang menunjukkan seberapa
besar kemungkinan suatu peristiwa terjadi, di antara keseluruhan peristiwa yang mungkin
terjadi. Probabilitas dilambangkan dengan P.
 Contoh 1: Sebuah mata uang logam mempunyai sisi dua (H & T) kalau mata uang tersebut
dilambungkan satu kali, peluang untuk keluar sisi H adalah ½.
 Contoh 2: Sebuah dadu untuk keluar mata ‘lima’ saat pelemparan dadu tersebut satu kali
adalah 1/6 (karena banyaknya permukaan dadu adalah 6).

Rumus :
P (E) = X/N
P: Probabilitas
E: Event (Kejadian)
X: Jumlah kejadian yang diinginkan (peristiwa)
N: Keseluruhan kejadian yang mungkin terjadi

Peluang Bersyarat

Misalkan A dan B adalah dua kejadian dalam ruang sampel S. Kejadian A dengan syarat
B adalah kejadian munculnya A yang ditentukan oleh persyaratan kejadian B telah muncul. Kejadian
munculnya A dengan syarat B ditulis A|B. Demikian juga sebaliknya, kejadian B dengan syarat A,
ditulis B|A adalah kejadian munculnya B dengan syarat kejadian A telah muncul.
Adapun peluang kejadian bersyarat dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Peluang munculnya kejadian A dengan syarat kejadian B telah muncul adalah
P(A|B) = , dengan P(B) > 0
b. Peluang munculnya kejadian B dengan syarat kejadian A telah muncul adalah
P(B|A) = , dengan P(A) > 0
Misalkan ada dua dadu dilempar secara bersama-sama. Jika jumlah angka yang muncul dalam kedua
dadu adalah 6, tentukan peluangnya bahwa salah satu dadu muncul angka 2.
Penyelesaian:

Misalkan A adalah kejadian jumlah angka yang muncul dalam kedua dadu adalah 6 dan B
adalah kejadian salah satu dadu muncul angka 2. Maka, anggota-anggota A, B dan A B adalah
sebagai berikut:
A = {(1,5), (2,4), (3,3), (4,2), (5,1)}
B = {(2,1), (2,2), (2,3), (2,4), (2,5), (2,6), (1,2), (3,2), (4,2), (5,2), (6,2)}
A B = {(2,4), (4,2)}
Sedangkan untuk ruang sampelnya yaitu S sebagai berikut:
Dadu 1
1 2 3 4 5 6
Dadu 2
1 1,1 2,1 3,1 4,1 5,1 6,1
2 1,2 2,2 3,2 4,2 5,2 6,2
3 1,3 2,3 3,3 4,3 5,3 6,3
4 1,4 2,4 3,4 4,4 5,4 6,4
5 1,5 2,5 3,5 4,5 5,5 6,5
6 1,6 2,6 3,6 4,6 5,6 6,6

Jadi, n(S) = 36
n(A) = 5
n(B) = 11
n(A∩B) = 2
P (A ∩ B) =
P(A) =
Berarti, P (B|A) = = =

Kejadian Bebas

Peluang bersyarat dapat mengubah peluang suatu kejadian karena adanya keterangan
tambahan yang biasa disebut kejadian bebas. Dalam hal ini, terjadinya A atau B tidak mempengaruhi
terjadinya B atau A, atau terjadinya A bebas dari terjadinya B atau terjadinya B bebas dari terjadinya
A.
Sehingga, dua kejadian A dan B bebas jika dan hanya jika:
P(B|A) = P(B)
dan
P(A|B) = P(A)
Contoh:

Suatu percobaan yang menyangkut pengambilan kartu berturutan dari sekotak kartu dengan
pengembalian. Kejadian ditentukan sebagai:
A : kartu pertama yang terambil as,
B : kartu kedua sebuah skop
Penyelesaian:
Karena kartu pertama dikembalikan, ruang sampel untuk kedua pengambilan terdiri atas 52
kartu, berisi 4 as dan 13 skop.
n(S) = 52
n(A) = 4
n(B) = 13
Maka,
P(B|A) = P(B) = = =

Aturan Perkalian
Misalkan terdapat sembarang bilangan a,b dan c dengan c 0. Kita masih ingat jika a = , berlaku b =
a x c. Di samping itu, di dalam operasi irisan dua himpunan A dan B berlaku A B = B A. Dengan
demikian, rumus peluang kejadian bersyarat di atas dapat ditulis sebagai berikut:
a. Karena P(A|B) = , dengan P(B) > 0 maka P (A B) = P(B) x P(A|B)
b. Karena P(B|A) = , dengan P(A) > 0 dan B A = A B maka P(A B) = P(A) x P(B|A)
Jika kejadian A dan kejadian B adalah dua kejadian bersyarat, peluang terjadinya A dan B adalah:
P(A B) = P(B) x P(A|B)
P(A B) = P(A) x P(B|A)
Aturan tersebut dikenal dengan aturan perkalian untuk kejadian bersyarat. Secara lebih lengkap
aturan itu berbunyi sebagai berikut:

Misalkan kejadian A dan B dua kejadian yang saling bebas stokastik, artinya terjadi atau tidaknya
kejadian A tidak bergantung pada terjadi atau tidaknya kejadian B dan sebaliknya, berlaku P(A|B) =
P(A) dan P(B|A) = P(B). Jadi, untuk dua kejadian saling bebas stokastik, aturan perkalian di atas
berubah menjadi berikut ini:
Jika A dan B dua kejadian yang saling bebas stokastik, berlaku
P(B A) = P(B) x P(A|B) = P(B) x P(A)
P(A B) = P(A) x P(B|A) = P(A) x P(B)

Contoh:
Misalkanlah kita mempunyai kotak berisi 20 sekering, lima diantaranya cacat. Bila dua sekering
dikeluarkan dari kotak satu demi satu secara acak (tanpa mengembalikan yang pertama ke dalam
kotak), berapakah peluang kedua sekering itu cacat?
Penyelesaian:

Misalkan,
A = kejadian bahwa sekering pertama cacat = 5
B = kejadian bahwa sekering kedua cacat = 4
A ∩ B = kejadian kedua sekering itu cacat (bahwa A terjadi dan kemudian B terjadi setelah A terjadi)
Maka,
P(A) = 5/20 = ¼
P(B) = 4/19
Sehingga,
P (A∩B) = (¼)(4/19) = 1/19

Peluang Kejadian Marginal

Misalkan A1, A2 dan A3 adalah tiga kejadian saling lepas dalam ruang sampel S dan B adalah
kejadian sembarang lainnya dalam S. Berikut ini menunjukkan kejadian-kejadian tersebut dalam S.

S A1 A2 A3
B

Pada gambar tersebut tampak bahwa kejadian B dapat dinyatakan sebagai:


B = (B A1) (B A2) (B A3)
Akan tetapi, kejadian (B A1), (B A2) dan (B A3) adalah saling lepas, sehingga peluang kejadian
B menjadi:
P(B) = P(B A1) + P(B A2) + P(B A3)
Sedangkan P(B A1) = P(B|A1) . P(A1), P(B A2) = P(B|A2) . P(A2), dan P(B A3) = P(B|A3) .
P(A3), sehingga P(B) menjadi sebagai berikut:

P(B) = P(B|A1) . P(A1) + P(B|A2) . P(A2) + P(B|A3) . P(A3)


=
Dari rumus tersebut kita dapat menentukan peluang kejadian bersyarat A1|B, A2|B dan A3|B
yaitu:

Secara umum, bila A1, A2, A3, ........, An kejadian saling lepas dalam ruang sampel S dan B
kejadian lain yang sembarang dalam S, maka peluang kejadian bersyarat Ai | B dirumuskan sebagai
berikut:

Rumus ini disebut rumus Bayes.

Contoh:

Misalkan ada tiga kotak masing-masing berisi 2 bola. Kotak 1 berisi 2 bola merah, kotak 2
berisi 1 bola merah dan 1 bola putih dan kotak 3 berisi 2 bola putih. Dengan mata tertutup, Anda
diminta mengambil satu kotak secara acak dan kemudian mengambil 1 bola secara acak dari kotak
yang terambil itu. Anda diberitahu bahwa bola yang terambil ternyata berwarna merah. Berapakah
peluangnya bola tersebut terambil dari kota 1, kotak 2 dan kotak 3?
Penyelesaian:
2 merah
1 merah
1 putih

1 putih
Kotak 1 Kotak 2 Kotak 3

A1 A2 A3
Misalkan, A1 = kejadian terambilnya kotak 1
A2 = kejadian terambilnya kotak 2
A3 = kejadian terambilnya kotak 3
B = kejadian terambilnya bola merah
Yang ditanya: P(A1|B), P(A2|B), P(A3|B)
Karena pengambilan secara acak, maka P(A1) = P(A2) = P(A3) = 1/3
Peluang terambilnya bola merah dari kotak 1 adalah P(B|A1) = 1, selain kotak 1 hanya berisi 2
bola merah. Peluang terambilnya bola merah dari kotak 2 adalah P(B|A2) = ½ , sebab hanya ada 1
bola merah dari 2 bola yang ada.
Peluang terambilnya bola merah dari kotak 3 adalah P(B|A3) = 0, sebab kotak 3 tidak berisi
bola merah. Maka diperoleh:
Jadi,

Regresi dan Korelasi


Berikut adalah data biaya promosi dan volume penjualan PT. Sukasukaku perusahaan minyak
goreng.

X Y
Biaya Promosi Volume penjualan

Tahun (Juta Rupiah) (Ratusan juta rupiah per liter) Xy X2 Y2

1992 2 5 10 4 25

1993 4 6 24 16 36

1994 5 8 40 25 64

1995 7 10 70 49 100

1996 8 11 88 64 121

∑ ∑x=26 ∑y=40 ∑xy=232 ∑x2=158 ∑y2=346

Bentuk umum persamaan regresi linier sederhana: Y=a+bx


a=5

Peramalan dengan persamaan Regresi

Contoh:

Diketahui hubungan biaya promosi (x dalam juta rupiah) dan Y (volume penjualan dalam ratusan
juta liter) dapat dinyatakan dalam persamaan regresi linier berikut:

Y=2.530+1.053X

Perkiraan volume penjualan jika dikeluarkan biaya promosi Rp. 10 juta adalah?

Jawab:
Y=2.530+1.053X
X=10=y=2.53+1.053(10)=2.53+10.53=13.06 (ratusan juta liter)

Volume penjualan = 13.06 x 100.000.000 liter

Korelasi

Jika nilai r mendekati +1 atau r mendekati -1 maka X dan Y memiliki korelasi linier yang tinggi.

Jika nilai r = +1 atau r = -1 maka X dan Y memiliki korelasi linier sempurna

Jika nilai r = 0 maka X dan Y tidak memiliki hubungan linier

Lihat contoh diatas, setelah mendapatkan persamaan regresi Y=2.530+1.053X, hitung koefisien
korelasi (r) dan koefisien determinasi (R).

Gunakan data berikut (lihat contoh diatas)

Nilai r = 0.9857 menunjukkan bahwa peubah X (biaya promosi) dan Y (volume penjualan)
berkorelasi linier yang positif dan tinggi.

R= r2 = 098572..=0.97165…=97%
Nilai R=97% menunjukkan bahwa 97% proporsi kergaman nilai peubah Y (volume penjualan)
dapat dijelaskan oleh nilai peubah X (biaya promosi) melalui hubungan linier. Sisanya, yaitu 3%
dijelaskan oleh hal-hal lain.

Metode Simplex
Langkah-Langkah Metode Simplek:

1.Mengubah fungsi tujuan dan kendala: Fungsi Tujuan ditaruh di sisi kiri semua. Fungsi kendala
ditambah variabel slack Xn+1,Xn+2... 2.Menyusun tabel
3.Kolom kunci=kolom dgn nilai Z angka NEGATIF paling besar
4.Mencari indeks tiap baris = Cari baris kunci=baris dgn indeks POSITIF terkecil 5.Mengubah
nilai baris kunci =dibagi dgn nilai ANGKA KUNCI
6.Mengubah nilai selain baris kunci dgn: Baris baru= Baris lama-(koefisien x nilai baru baris
kunci)
7. Lakukan terus sampai tidak ada angka NEGATIF di Z

SOAL:
F Tujuan Z=3X1 + 5X2
F Kendala= 6X1 + 5X2 ≤ 30 2X1 ≤ 8 3X2 ≤ 15

Langkah
1.Mengubah fungsi tujuan dan kendala:
Fungsi Tujuan ditaruh di sisi kiri semua.
Fungsi kendala ditambah variabel slack Xn+1,Xn+2...
Langkah 1 : F Tujuan diubah Z - 3X1 - 5X2 = 0 F Kendala ditambah var slack 2X1+ X3 = 8
(ditambah var slack X 3 ) 3X2 + X4 = 15 (ditambah var slack X 4 ) 6X1+5X2+ X5 =30 (ditambah
var slack X 5 )

Distribusi Frekuensi
Contoh: Penjualan agen tiket PT Garuda per hari dalam jutaan rupiah
21.36 5.45 19.84 29.34 10.85 34.82 19.71 20.84
10.37 22.50 32.50 18.40 22.49 17.50 12.25 11.50
33.55 19.87 20.63 6.12 12.72 24.15 36.90 23.81
18.25 26.70 24.25 31.12 7.83 11.95 17.35 33.82
26.43 12.73 8.89 19.50 17.84 26.42 22.50 5.57
24.97 37.81 27.16 23.35 25.15 34.75 13.84 23.05
14.67 24.81 15.95 27.48 21.50 16.44 24.61 10.00
27.49 17.75 31.84 18.75 26.80 21.75 28.40 22.46
24.76 15.10 23.11 30.26 16.30 18.64 9.36 17.89
17.45 28.50 13.52 21.50 14.59 14.59 29.30 29.65

Dari data di atas langkah-langkah membuat tabel distribusi frekuensi adalah sebagai berikut :
1. Menentukan Jumlah Kelas (n=80)
𝐾 = 1 + 3.3 log 𝑛

𝐾 = 1 + 3.3 log 80
𝐾 = 7.28 ≈ 7

2. Mencari Range (R)


Nilai Terkecil : 5,45

Nilai Terbesar : 37,82

𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 – 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

= 37,82 – 5,45

= 32,37 ≈ 32
3. Menentukan Panjang Kelas
𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠
32
= 7

= 4,57 ≈ 5

4. Menentukan Kelas

Kelas Penjualan (Dalam Jutaan Rp)


Kelas I 5 – 9,99
Kelas II 10 – 14,99
Kelas III 15 – 19,99
Kelas IV 20 – 24,99
Kelas V 25 – 29,99
Kelas VI 30 – 34,99
Kelas VII 35 – 39,99

Mean

Mean adalah nilai rata-rata dari beberapa buah data. Nilai mean dapat ditentukan dengan membagi
jumlah data dengan banyaknya data.
Mean (rata-rata) merupakan suatu ukuran pemusatan data. Mean suatu data juga merupakan statistik
karena mampu menggambarkan bahwa data tersebut berada pada kisaran mean data tersebut. Mean
tidak dapat digunakan sebagai ukuran pemusatan untuk jenis data nominal dan ordinal.
Berdasarkan definisi dari mean adalah jumlah seluruh data dibagi dengan banyaknya data. Dengan
kata lain jika kita memiliki N data sebagai berikut maka mean data tersebut dapat kita tuliskan
sebagai berikut :

Dimana:
x = data ke n
x bar = x rata-rata = nilai rata-rata sampel
n = banyaknya data

Median

Median menentukan letak tengah data setelah data disusun menurut urutan nilainya. Bisa
juga nilai tengah dari data-data yang terurut. Simbol untuk median adalah Me. Dengan median
Me, maka 50% dari banyak data nilainya paling tinggi sama dengan Me, dan 50% dari banyak data
nilainya paling rendah sama dengan Me. Dalam mencari median, dibedakan untuk banyak data
ganjil dan banyak data genap. Untuk banyak data ganjil, setelah data disusun menurut nilainya,
maka median Me adalah data yang terletak tepat di tengah. Median bisa dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut:

variansi merupakan salah satu ukuran sebaran yang paling sering digunakan dalam berbagai
analisis statistika. Standar deviasi merupakan akar kuadrat positif dari variansi. Secara umum,
variansi dirumuskun sabagai :

Contoh:

Dari lima kali kuiz statistika, seorang mahasiswa memperoleh nilai 82, 93, 86, 92, dan 79.
Tentukan median populasi ini.

jawab: Setelah data disusun dari yang terkecil sampai terbesar, diperoleh 79 82 86 92 93

Oleh karena itu medianya adalah 86

Kada nikotin yang berasal dari sebuah contoh acak enam batang rokok cap tertentu adalah 2.3, 2.7,
2.5, 2.9, 3.1, dan 1.9 miligram. Tentukan mediannya.

jawab: Bila kadar nikotin itu diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar, maka diperoleh 1.9 2.3
2.5 2.7 2.9 3.1
Maka mediannya adalah rata-rata dari 2.5 dan 2.7, yaitu

Selain itu juga dapat dicari median dari data yang telah tersusun dalam bentuk distribusi frekuensi.
Rumus yang digunakan ada dua, yaitu

Dimana :
Bak = batas kelas atas median
c = lebar kelas
s’ = selisih antara nomor frekuensi median dengan frekuensi kumulatif sampai kelas median
fM = frekuensi kelas median

Sebelum menggunakan kedua rumus di atas, terlebih dahulu harus ditentukan kelas yang menjadi
kelas median. Kelas median adalah kelas yang memuat nomor frekuensi median, dan nomor
frekuensi median ini ditentukan dengan membagi keseluruhan data dengan dua.

Modus

Modus adalah nilai yang sering muncul. Jika kita tertarik pada data frekuensi, jumlah dari suatu
nilai dari kumpulan data, maka kita menggunakan modus. Modus sangat baik bila digunakan untuk
data yang memiliki sekala kategorik yaitu nominal atau ordinal.
Sedangkan data ordinal adalah data kategorik yang bisa diurutkan, misalnya kita menanyakan
kepada 100 orang tentang kebiasaan untuk mencuci kaki sebelum tidur, dengan pilihan jawaban:
selalu (5), sering (4), kadang-kadang(3), jarang (2), tidak pernah (1). Apabila kita ingin melihat
ukuran pemusatannya lebih baik menggunakan modus yaitu yaitu jawaban yang paling banyak
dipilih, misalnya sering (2). Berarti sebagian besar orang dari 100 orang yang ditanyakan
menjawab sering mencuci kaki sebelum tidur. Inilah cara menghitung modus:

1. Data yang belum dikelompokkan


Modus dari data yang belum dikelompokkan adalah ukuran yang memiliki frekuensi
tertinggi. Modus dilambangkan mo.

2. Data yang telah dikelompokkan


Rumus Modus dari data yang telah dikelompokkan dihitung dengan rumus:
Dengan : Mo = Modus
L = Tepi bawah kelas yang memiliki frekuensi tertinggi (kelas modus) i = Interval kelas
b1 = Frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval terdekat sebelumnya
b2 = frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi kelas interval terdekat sesudahnya

Contoh:

Sumbangan dari warga Bogor pada hari Palang Merah Nasional tercatat sebagai berikut: Rp 9.000,
Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 9.000, Rp 9.000, Rp 7.000, Rp 8.000, Rp 6.000, Rp 10.000, Rp 11.000.
Maka modusnya, yaitu nilai yang terjadi dengan frekuensi paling tinggi, adalah Rp 9.000.

Dari dua belas pelajar sekolah lanjutan tingkat atas yang diambil secara acak dicatat berapa kali
mereka menonton film selama sebulan lalu. Data yang diperoleh adalah 2, 0, 3, 1, 2, 4, 2, 5, 4, 0, 1
dan 4. Dalam kasus ini terdapat dua modu, yaitu 2 dan 4, karena 2 dan 4 terdapat dengan frekuensi
tertinggi. Distribusi demikian dikatakan bimodus

KUARTIL : Harga / nilai yang membagi data menjadi empat bagian yang sama, setelah

data diurutkan kecil ke besar.

Desil i = 1 , 2 , 3. n 4

à K2 = 2 K1 à K3 = 3 K1

Contoh-contoh:

a). Data 4, 6, 7, 8, 10, 10, 11 à n = 7

à K1 = data ke = data ke 2 = 6,

à K2 = data ke 2 K1 = data ke 4 = 8,

à K3 = data ke 3 K1 = data ke 6 = 10

b). Data 4, 6, 7, 8, 10, 10, 11, 11 à n=8

à K1 = harga ke = harga ke 2 ¼ = 6 + ¼ (7-6) = 6 ¼

à K2 = harga ke 2 K1 = harga ke 4 ½ = 8 + ½ (10-8) = 9

à K3 = harga ke 3 K1 = harga ke 6 ¾ = 10 + ¾ (11-10) = 10 ¾


DESIL : Harga / nilai yang membagi data menjadi sepuluh bagian yang sama, setelah

data diurutkan kecil ke besar.

Desil i = 1 , 2 , 3 , …… 9. n 10

à D2 = 2 D1 à D3 = 3 D1 à ……..……à D9= 9 D1

Cara-cara perhitungan Desil sama dengan cara-cara pada perhitungan

Kuartil.

PERSENTIL : Harga / nilai yang membagi data menjadi seratusbagian yang sama,

setelah data diurutkan kecil ke besar.

Desil i = 1 , 2 , 3 , …… 99.

à P2 = 2 P 1 à P3 = 3 P1 à ………..…à P99= 99 P1

Cara-cara perhitungan Persentil sama dengan cara-cara perhitungan pada Kuartil

Dasar penghitungan varian dan standar deviasi adalah keinginan untuk mengetahui keragaman
suatu kelompok data. Salah satu cara untuk mengetahui keragaman dari suatu kelompok data
adalah dengan mengurangi setiap nilai data dengan rata-rata kelompok data tersebut, selanjutnya
semua hasilnya dijumlahkan.

Namun cara seperti itu tidak bisa digunakan karena hasilnya akan selalu menjadi 0.

Oleh karena itu, solusi agar nilainya tidak menjadi 0 adalah dengan mengkuadratkan setiap
pengurangan nilai data dan rata-rata kelompok data tersebut, selanjutnya dilakukan penjumlahan.
Hasil penjumlahan kuadrat (sum of squares) tersebut akan selalu bernilai positif.
Nilai varian diperoleh dari pembagian hasil penjumlahan kuadrat (sum of squares) dengan ukuran
data (n).

Namun begitu, dalam penerapannya, nilai varian tersebut bias untuk menduga varian populasi.
Dengan menggunakan rumus tersebut, nilai varian populasi lebih besar dari varian sampel.

Oleh karena itu, agar tidak bias dalam menduga varian populasi, maka nsebagai pembagi
penjumlahan kuadrat (sum of squares) diganti dengan n-1 (derajat bebas) agar nilai varian sampel
mendekati varian populasi. Oleh karena itu rumus varian sampel menjadi:

Nilai varian yang dihasilkan merupakan nilai yang berbentuk kuadrat. Misalkan satuan nilai rata-
rata adalah gram, maka nilai varian adalah gram kuadrat. Untuk menyeragamkan nilai satuannya
maka varian diakarkuadratkan sehingga hasilnya adalah standar deviasi (simpangan baku).

Untuk mempermudah penghitungan, rumus varian dan standar deviasi (simpangan baku) tersebut
bisa diturunkan :

Rumus varian :

Rumus standar deviasi (simpangan baku) :


Keterangan:

s2 = varian

s = standar deviasi (simpangan baku)

xi = nilai x ke-i

= rata-rata

n = ukuran sampel

Contoh Penghitungan

Misalkan dalam suatu kelas, tinggi badan beberapa orang siswa yang dijadikan sampel adalah
sebagai berikut.

172, 167, 180, 170, 169, 160, 175, 165, 173, 170

Dari data tersebut diketahui bahwa jumlah data (n) = 10, dan (n - 1) = 9. Selanjutnya dapat
dihitung komponen untuk rumus varian.

Dari tabel tersebut dapat ketahui:


Dengan demikian, jika dimasukkan ke dalam rumus varian, maka hasilnya adalah sebagai berikut.

Dari penghitungan, diperoleh nilai varian sama dengan 30,32.

Dari nilai tersebut bisa langsung diperoleh nilai standar deviasi (simpangan baku) dengan cara
mengakarkuadratkan nilai varian.

Penyajian data group

Pada data dengan jumlah besar sering digunakan cara pengelompokan (group)
data ke dalam interval kelas yang sama panjang. Tabel pengelompokan data ini
dikenal dengan nama tabel distribusi.Keuntungan dari penggunaan cara ini adalah dapat
terlihatnya bentuk distribusi/penyebaran datanya. Instilah-istilah dalam tabel distrubusi.

o Interval Kelas

Tiap-tiap kelompok disebut interval kelas atau sering disebut interval atau
kelas saja
o Batas Kelas

Batas bawah

Batas atas.

o Tepi Kelas (Batas Nyata Kelas)

Tepi bawah = batas bawah – 0,5

Tepi atas = batas atas + 0,5

o Lebar kelas

Lebar kelas = tepi atas – tepi bawah

Tahapan Penyaian data group

1. Tentukan range data


Range data = Datamax - Datamin

2. Tentukan jumlah interval

Tentukan jumlah klas interval dengan rumus Stugges

K= 1 + 3,3 log n ( n = jumlah data )

3. Tentukan panjang klas interval p


p = Range data / K

4. Tentukan batas bawah interval

Penyebaran Data

Selain ukuran pemusatan data , statistika masih memiliki ukuran lain yaitu ukuran
penyimpangan atau ukuran variasi atau ukuran penyebaran(disversi) data . Ukuran dispersi
adalah ukuran yang menyatakan seberapa banyak nilai-nilai data yang berbeda dengan nilai
pusatnya atau seberapa jauh penyimpangan nilai-nilai data tersebut dari nilai pusat. Seperti
yang ditunjukan pada gambar berikut :
Ada banyak variabilitas dalam sampel pertama dibandingkan dengan sampel ketiga. Sampel
kedua menunjukkan variabilitas kurang dari variabilitas pertama dan lebih dari yang ketiga,
sebagian besar variabilitas dalam sampel kedua ini disebabkan oleh dua nilai ekstrim yang
begitu jauh dari pusat.Ukuran ini juga menggambarkan derajat berpencarnya data kuantitatif.

Ukuran variasi pada dasarnya merupakan pelengkap dari ukuran nilai pusat dalam rangka
penggambaran sekumpulan data, karena ukuran nilai pusat secara terpisah tidaklah dapat
menggambarkan keadaan keseluruhan data dengan baik. Ukuran nilai pusat tersebut hanya
memberikan informasi tentang sebuah nilai dimana nilai-nilai data yang lain berpencar atau
dengan kata lain setengah dari keseluruhan data berada sebelum nilai pusat dan setengahnya
lagi berada setelah nilai pusat.Berikut adalah beberapa fungsi atau kegunaan ukuran dispersi :

a. Ukuran penyebaran dapat digunakan untuk menentukan apakah nilai rata-ratanya benar-
benar representatif atau tidak. Apabila suatu kelompok data mempunyai penyebaran yang
tidak sama terhadap nilai rata-ratanya, maka dikatakan bahwa nilai rata-rata tersebut tidak
representatif.

b. Ukuran penyebaran dapat digunakan untuk mengadakan perbandingan terhadap variabilitas


data.

c. Ukuran penyebaran dapat membantu penggunaan ukuran statistika misal dalam pengujian
hipotesis untuk menentukan apakah dua sampel berasal dari populasi yang sama atau tidak.

Jenis ukuran dispersi meliputi jangkauan (range) yang terdiri dari jangkauan antar kuartil dan
interkuartil, simpangan rata-rata, simpangan baku, varians, koefisien variasi, dan angka
baku.

Ukuran Jangkauan (Range)

Range merupakan ukuran variasi yang paling sederhana dan paling mudah ditentukan
nilainya. Range R merupakan selisih nilai tertinggi Xmax data observasi dengan
data terendahnyaXmin dan dirumuskan sebagai berikut.

R = Xmax – Xmin
Jumlah Penumpang Kereta Tahun 2011( dalam

1000)
9273 9678 9692 9777 9852 10147
10152 10188 10354 10513 10733 10749
Sumber : PT Kereta Api Indonesia

Range R = 10749000 -9273000 = 1476000

Jika nilai-nilai observasi telah dikelompokkan ke dalam distribusi frekuensi, maka


jangkauan distribusi dirumuskan sebagai beda antara pengukuran nilai titik tengah
kelas pertama dan nilai titik tengah kelas terakhir.

Contoh :

Interval Frekuensi
9273-9597 1
9597-9921 4
9922-10246 3
10247-10571 2
10572-10896 2

Titik tengah kelas pertama = ( 9273+9597)/2 = 9435

Titik tengah kelas terahir = (10572+10896) =10734

Range R = 10734 – 9435 = 1299

Rata-rata simpangan

Ukuran variabelitas yang juga banyak digunakan untuk mendeskripsikan sejauh


mana sampel pengamatan menyimpang dari rata-rata sampel x adalah rata-rata
penyimpangan dari mean atau rata-rata simpangan. Rata-rata

simpangan untuk data tunggal dirumuskan sebagai


Sx =

Untuk data kelompok dirumuskan sebagai

Sx =

Contoh :

Tentukan rata-rata simpangan data berikut :

609 524 585 584 650 665 688 481 666 59 591 655
2 9 1 3 5 9 3 4 1 1 3 6

Rata-rata = 5635

Xi |xi-x|
6092 457
5249 -386
5851 216
5843 208
6505 870
6659 1024
6883 1248
4814 -821
6661 1026
5910 275
5913 278
6556 921
5316

Sx = =
= = 443

Contoh :

fixi
xi Frekuensi |xi –x| fi|xi-x|

55 1 55 -20,56 -20,56

60 4 240 -15,56 -62,22

65 4 260 -10,56 -42,22

70 6 420 -5,56 -33,33

75 5 375 -0,56 -2,78

80 3 240 4,44 13,33

85 3 255 9,44 28,33

90 2 180 14,44 28,89

100 1 100 24,44 24,44

∑=29 ∑= -66,12
Rata-rata = 75,56

Sx = = = -2,28

Simpangan baku ( deviasi standar )


Untuk populasi yang berjumlah besar, sangat tidak mungkin untuk mendapatkan nilai rata-rata
populasi serta deviasi standartny . Untuk mengestimasi ( menaksir ) nilai dan , diambil
sampel data. Nilai diestimasi oleh X dan diestimasi oleh S .

Skewnes dan Kutosis


Skewness adalah derajat ketidaksimetrisan suatu distribusi. Jika kurva frekuensi suatu distribusi
memiliki ekor yang lebih memanjang ke kanan (dilihat dari meannya) maka dikatakan menceng
kanan (positif) dan jika sebaliknya maka menceng kiri (negatif).Secara perhitungan, skewness
adalah momen ketiga terhadap mean. Distribusi normal (dan distribusi simetris lainnya, misalnya
distribusi t atau Cauchy) memiliki skewness 0 (nol). Perhatikan gambar berikut . Kedua
gambar memiliki μ = 0.6923 and σ = 0.1685 yang sama tetapi keduanya memiliki kemencengan
yang berbeda.

Beta(α=4.5, β=2) 1.3846 − Beta(α=4.5, β=2)


skewness = −0.5370 skewness = +0.5370
Rumus koefisien skewnes

g1 = m3 / m23/2

dimana :

m2 = ∑(x−x)2 / n disebut varian

m3 = ∑(x−x)3 / n momem ke tiga

skewnes sampel data :


Kurtosis adalah derajat keruncingan suatu distribusi (biasanya diukur relatif terhadap distribusi
normal). Kurva yang lebih lebih runcing dari distribusi normal dinamakan leptokurtik, yang lebih
datar platikurtik dan distribusi normal disebut mesokurtik. Kurtosis dihitung dari momen keempat
terhadap mean. Distribusi normal memiliki kurtosis = 3, sementara distribusi yang leptokurtik
biasanya

kurtosisnya >3.Visualisasi kurtosis dapat dilihat pada gambar berikut.

Uniform(min=−√3, max=√3) Normal(μ=0, σ=1) Logistic(α=0, β=0.55153)

kurtosis = 1.8, excess = −1.2 kurtosis = 3, excess = 0 kurtosis = 4.2, excess =

Rumus kurtois

kurtosis: a4 = m4 / m 22
excess kurtosis: g2 = a4−3

dimana :

m2 = ∑(x−x)2 / n disebut varian

m4 = ∑(x−x)4 / n momem ke empat

skewnes sampel data


Distribusi Binomial (Bernaulli)
Distribusi Binomial atau distribusi Bernoulli (ditemukan oleh James Bernoulli) adalah suatu
distribusi teoritis yang menggunakan variabel random diskrit yang terdiri dari dua kejadian yang
berkomplemen, seperti sukses-gagal, ya-tidak, baik-cacat, sakit-sehat dan lain-lain.
Ciri-ciri distribusi Binomial adalah sebagai berikut :
Setiap percobaan hanya memiliki dua peristiwa, seperti ya-tidak, sukses-gagal.
Probabilitas suatu peristiwa adalah tetap, tidak berubah untuk setiap percobaan.
Percobaannya bersifat independen, artinya peristiwa dari suatu percobaan tidak mempengaruhi atau
dipengaruhi peristiwa dalam percobaan lainnya.
Jumlah atau banyaknya percobaan yang merupakan komponen percobaan binomial harus tertentu.
Simbol peristiwa Binomial →b (x,n,p)
Ket :
b = binomial
x = banyaknya sukses yang diinginkan (bilangan random)
n = Jumlah trial
p = peluang sukses dalam satu kali trial.
Dadu dilemparkan 5 kali, diharapkan keluar mata 6 dua kali, maka kejadian ini dapat ditulis
b(2,5,1/6) → x=2, n=5, p=1/6.
Contoh Soal :
Probabilitas seorang bayi tidak di imunisasi polio adalah 0,2 (p). Pada suatu hari di Puskesmas “X”
ada 4 orang bayi. Hitunglah peluang dari bayi tersebut 2 orang belum imunisasi polio. Jadi, di
dalam kejadian binomial ini dikatakan b (x=2, n=4, p=0,2) → b (2, 4, 0,2).
Jawab :
Katakanlah bayi tersebut A,B,C,D. Dua orang tidak diimunisasi mungkin adalah A&B, A&C,
A&D, B&C, B&D, C&D.
Rumus untuk b (x,n,p) adalah:
P (x) = P
0,1536 = 0,154
Distribusi Poisson
Distibusi Poisson merupakan distribusi probabilitas untuk variabel diskrit acak yang mempunyai
nilai 0,1, 2, 3 dst. Distribusi Poisson adalah distribusi nilai-nilai bagi suatu variabel random X (X
diskrit), yaitu banyaknya hasil percobaan yang terjadi dalam suatu interval waktu tertentu atau
disuatu daerah tertentu. Fungsi distribusi probabilitas diskrit yang sangat penting dalam beberapa
aplikasi praktis.
Poisson memperhatikan bahwa distribusi binomial sangat bermanfaat dan dapat menjelaskan
dengan sangat memuaskan terhadap probabilitas Binomial b(X│n.p) untuk X= 1,2,3 …n. namun
demikian, untuk suatu kejadian dimana n sangat besar (lebih besar dari 50) sedangkan probabilitas
sukses (p) sangat kecil seperti 0,1 atau kurang, maka nilai binomialnya sangat sulit dicari. Suatu
bentuk dari distribusi ini adalah rumus pendekatan peluang Poisson untuk peluang Binomial yang
dapat digunakan untuk pendekatan probabilitas Binomial dalam situasi tertentu.
Contoh Distribusi Poisson :
Disuatu gerbang tol yang dilewati ribuan mobil dalam suatu hari akan terjadi kecelakaan dari
sekian banyak mobil yang lewat.
Dikatakan bahwa kejadian seseorang akan meninggal karena shock pada waktu disuntik dengan
vaksin meningitis 0,0005. Padahal, vaksinasi tersebut selalu diberikan kalau seseorang ingin pergi
haji.
Percobaan Poisson memiliki ciri-ciri berikut :
Hasil percobaan pada suatu selang waktu dan tempat tidak tergantung dari hasil percobaan di
selang waktu dan tempat yang lain terpisah.
Peluang terjadinya suatu hasil percobaan sebanding dengan panjang selang waktu dan luas tempat
percobaan terjadi. Hal ini berlaku hanya untuk selang waktu yang singkat dan luas daerah yang
sempit.
Peluang bahwa lebih dari satu hasil percobaan akan terjadi pada satu selang waktu dan luasan
tempat yang sama diabaikan.
Distribusi poisson banyak digunakan dalam hal:
Menghitung Probabilitas terjadinya peristiwa menurut satuan waktu, ruang atau isi, luas, panjang
tertentu, saeperti menghitung probabilitas dari:
Kemungkinan kesalahan pemasukan data atau kemungkinan cek ditolak oleh bank. Jumlah
pelanggan yang harus antri pada pelayanan rumah sakit, restaurant cepat saji atau antrian yang
panjang bila ke ancol.Banyaknya bintang dalam suatu area acak di ruangangkasa atau banyaknya
bakteri dalam 1 tetes atau 1 liter air. Jumlah salah cetak dalam suatu halaman ketik. Banyaknya
penggunaan telepon per menit atau banyaknya mobil yang lewat selama 5 menit di suatu ruas jalan.
Distribusi bakteri di permukaan beberapa rumput liar di ladang. Semua contoh ini merupakan
beberapa hal yang menggambarkan tentang suatu distribusi Poisson.
Menghitung distribusi binomial apabila nilai n besar (n ≥ 30) dan p kecil (p<0,1).
Jika kita menghitung sejumlah benda acak dalam suatu daerah tertentu T, maka proses
penghitungan ini dilakukan sebagai berikut :
Jumlah rata-rata benda di daerah S T adalah sebanding terhadap ukuran S, yaitu ECount(S)= λ S.
Di sini melambangkan ukuran S, yaitu panjang, luas, volume, dan lain lain. Parameter λ > 0
menggambarkankan intensitas proses.

Menghitung di daerah terpisah adalah bebas.


Kesempatan untuk mengamati lebih dari satu benda di dalam suatu daerah kecil adalah sangat
kecil, yaitu P(Count(S)2) menjadi kecil ketika ukuran menjadi kecil.
Rumus Distribusi Poisson :
(x) → Nilai Rata-rata
e Konstanta = 2,71828

x = Variabel random diskrit (1,2,3,…., x)


Contoh:

Diketahui probabilitas untuk terjadi shock pada saat imunisasi dengan vaksinasi meningitis adalah
0,0005. Kalau di suatu kota jumlah orang yang dilakukan vaksinasi sebanyak 4000. Hitunglah
peluang tepat tiga orang akan terjadi shock!
Penyelesaian:

μ = λ= n.p = 4000 x 0,0005 = 2


p(x=3)
Distribusi Normal
Distribusi Normal adalah salah satu distribusi teoritis dari variable random kontinu. Distribusi
Normal sering disebut distribusi Gauss.

Rumus Distribusi Normal :

∫ (x) =

-≈ < x > ≈ = 0

-≈ < μ > ≈ π= 3,14 e = 2,71828

Agar lebih praktis, telah ada tabel kurva normal dimana tabel ini menunjukkan luas kurva normal
dari suatu nilai yang dibatasi nilai tertentu.

Ciri Khas Distribusi Normal :


Simetris
Seperti lonceng
Titik belok μ ±σ
Luas di bawah kurva = probability = 1
Kurva Normal Umum

Untuk dapat menentukan probabilitas di dalam kurva normal umum (untuk suatu sampel yang
cukup besar, terutama untuk gejala alam seperti berat badan dan tinggi badan), nilai yang akan
dicari ditransformasikan dulu ke nilai kurva normal standar melalui transformasi Z (deviasi relatif).
Rumus:
Z=
Z=
-Kurva normal standar → N (μ = 0, σ = 1)
-Kurva normal umum N (μ,σ)
Perumusan Klasik
Apabila suatau peristiwa (event) E dapat terjadi sebanyak a dari sejumlah n kejadin yang
mempunyai kemungkinan sama untuk terjadi, maka probabilitas peristiwa E dapat dirumuskan
sebagai berikut :
P(E) = a/n
Ket :P : Probabilitas
E : Event

a : banyaknya percobaan
n : banyaknya yg muncul

Contoh Soal :

a) Apabila kita melempar sebuah mata uang logam, berapakah probabilitas gambar burung ada di
atas?
P(B) = a/n = ½
P(A) = ½

b) Apabila kita melempar sebuah dadu. Berapakah probabilitas angka 3 di atas?


P(3) = a/n = 1/6
P(ganjil) = 3/6 = ½
P(genap) = 3/6 = ½

c) Sebuah kotak berisi 20 kelereng, di mana 5 berwarna merah, 12 putih dan sisanya hitam
kemudian kelereng tersebut diamabil sebuah. Berapakah probabilitas bola warna hitam?
P(H) = 3/20
P(M) = 5/20
P(P) = 12/20
Rumusan Probabilitas Frekuensi Relatif

Apabila kita mengadakan percobaan sebanyak n yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga
mendekati tak terhingga dan apabila a merupakan jumlah kejadian khusus, maka probabilitas
peristiwa E merupakan harga limit dari frekuensi relatif a/n.

Rumus : P (E) = lim a

001n → ∞ n

Contoh :
· Jika kita melempar sebuah mata uang logam sebanyak 1000 kali ternyata gambar burung ada di
atas sebanyak 519 (maka frekuensi relatifnya = 519/1000 = 0,519). Bila uang ini kita lempar lagi
sebanyak 5000 kali dan hasil gambar burung ada di atas sebanyak 2530 (maka frekuensi relatifnya
= 2530/5000 = 0,506). Jika proses demikian diteruskan sampai n tak terhingga, maka nilai
frekuensi relatifnya lambat laun akan makin mendekati sebuah bilangan yang merupakan
probabilitas burung itu sendiri yaitu 0,5

Distribusi poisson
Distribusi nilai-nilai bagi suatu variabel random X (X diskret), yaitu banyaknya hasil percobaan
yang terjadi dalam suatu interval waktu tertentu atau di suatu daerah tertentu.
Rumus Pendekatan Peluang Poisson untuk Binomial
Pendekatan Peluang Poisson untuk Peluang Binomial dilakukan untuk mendekatkan probabilitas
probabilitas dari kelas sukses (x) dari n percobaan Binomial dalam situasi dimana n sangat besar
dan probabilitas kelas sukses (p) sangat kecil. Aturan yang diikuti oleh kebanyakan ahli statistika
adalah bahwa n cukup besar dan p cukup kecil, jika n adalah 20 atau lebih dari 20 dan p adalah
0.05 atau kurang dari 0.05.
Rumus pendekatannya adalah :
P(x;μ)=e–μ.μX
X ! Dimana : e = 2.71828
μ = rata – ratakeberhasilan = n . p
x = Banyaknya unsur berhasil dalam sampel
n = Jumlah / ukuran populasi
p = probabilitas kelas sukses
Contoh Soal
Dua ratus penumpang telah memesan tiket untuk sebuah penerbangan luar negeri. Jika probabilitas
penumpang yang telah mempunyai tiket tidak akan datang adalah 0.01 maka berapakah peluang
ada 3 orang yang tidak datang.
Jawaban:
Dik : n = 200, P = 0.01, X = 3, μ = n . p = 200 . 0.01 = 2
P(x;μ)=e–μ.μX
X!
= 2.71828 – 2 . 2 3 = 0.1804 atau 18.04 %
3!
Rumus Proses Poisson
Contoh Soal rumus poisson
Dua ratus penumpang telah memesan tiket untuk sebuah penerbangan luar negeri. Jika probabilitas
penumpang yang telah mempunyai tiket tidak akan datang adalah 0.01 maka berapakah peluang
ada 3 orang yang tidak datang.
Jawab :
Dik : n = 200, P = 0.01, X = 3, μ = n . p = 200 . 0.01 = 2
P(x;μ)=e–μ.μX
X!
= 2.71828 – 2 . 2 3 = 0.1804 atau 18.04 %
3!
1. Distibusi Poisson merupakan distribusi probabilitas untuk variabel diskrit acak yang mempunyai
nilai 0,1, 2, 3 dst. Distribusi Poisson adalah distribusi nilai-nilai bagi suatu variabel random X (X
diskrit), yaitu banyaknya hasil percobaan yang terjadi dalam suatu interval waktu tertentu atau
disuatu daerah tertentu.
2. Distribusi Poisson mengkalkulasi distribusi probabilitas dengan kemungkinan sukses p sangat
kecil dan jumlah eksperimen n sangat besar.
3. Rumus Distribusi Poisson suatu peristiwa
P(x;μ)=e–μ.μX
X ! Dimana : e = 2.71828
Ket
P(x) = Nilai probabilitas distribusi poisson
µ = Rata-rata hitung dan jumlah nilai sukses, dimana µ = n . p
e = Bilangan konstan = 2,71828
X = Jumlah nilai sukses
P = Probabilitas sukses suatu kejadian

Probabilitas Bersyarat :
Probabilitas bersyarat peristiwa tidak saling bebas adalah probabilitas terjadinya suatu peristiwa
dengan syarat peristiwa lain harus terjadi dan peristiwa-peristiwa tersebut saling mempengaruhi.
Jika peristiwa B bersyarat terhadap A, probabilitas terjadinya periwtiwa tersebut adalah P(B/A)
dibaca probabilitas terjadinya B dengan syarat peristiwa A terjadi.
Contoh :
Sebuah kotak berisikan 11 bola dengan rincian :
5 buah bola putih bertanda +
1 buah bola putih bertanda –
3 buah bola kuning bertanda +
2 buah bola kuning bertanda –
Seseorang mengambil sebuah bola kuning dari kotak
- Berapa probabilitas bola itu bertanda +?
Penyelesaian :
Misalkan : A = bola kuning
B+ = bola bertanda positif
B- = bola bertanda negatif.
P(A) = 5/11
P(B+A) = 3/1

Probabilitas Gabungan :
Probabilitas gabungan peritiwa tidak saling bebas adalah probabilitas terjadinya dua atau lebih
peristiwa secara berurutan (bersamaan) dan peristiwa-peristiwa itu saling mempengaruhi.
Jika dua peristiwa A dan B gubungan, probabilitas terjadinya peristiwa tersebut adalah P(A dan B)
= P(A ˙ B) = P(A) x P(B/A)
Jika tiga buah peristiwa A, B, dan C gabungan, probabilitas terjadinya adalah P(A ˙ B ˙ C) = P(A) x
P(B/A) x P(C/A ˙ B)
Contoh :
Dari satu set kartu bridge berturut-turut diambil kartu itu sebanyak 2 kali secara acak. Hitunglah
probabilitasnya kartu king (A) pada pengambilan pertama dan as(B) pada pengambilan kedua, jika
kartu pada pengambilan pertama tidak dikembalikan !
Penyelesaian :
(A) = pengambilan pertama keluar kartu king.
P(A) = 4/52
(B/A) = pengambilan kedua keluar kartu as
P(B/A) = 4/51
P(A ˙ B) = P(A) x P(B/A) = 4/52 x 4/51 = 0,006

Probabilitas Marjinal :
Probabilitas marjinal peristiwa tidak saling bebas adalah probabilitas terjadinya suatu peristiwa
yang tidak memiliki hubungan dengan terjadinya peristiwa lain dan peristiwa tersebut saling
mempengaruhi. Jika dua peristiwa A adalah marjinal, probabilitas terjadinya peristiwa A tersebut
adalah
P(A) = SP(B ˙ A) = SP(Ai) x P(B/Ai), i = 1, 2, 3, …..
Contoh :
Sebuah kotak berisikan 11 bola dengan rincian :
5 buah bola putih bertanda +
1 buah bola putih bertanda –
3 buah bola kuning bertanda +
2 buah bola kuning bertanda –
Tentukan probabilitas memperoleh sebuah bola putih !
Penyelesaiannya :
Misalkan : A = bola putih
B+ = bola bertanda positif
B- = bola bertanda negatif
P(B+A) = 5/11
P(B-A) = 1/11
P(A) = P(B+A) + P(B-A) = 5/11 + 1/11 = 6/11
Kejadian Bebas :
Dua kejadian atau lebih dikatakan merupakan kejadian bebas apabila terjadinya kejadian tersebut
tidak saling mempengaruhi. Dua kejadian A dan B dikatakan bebas, kalau kejadian A tidak
mempengaruhi B atau sebaliknya.
Jika A dan B merupakan kejadian bebas, maka P(A/B) = P(A) dan P(B/A) = P(B)
P(A ˙ B) = P(A) P(B) = P(B) P(A)
Contoh :
Satu mata uang logam Rp. 50 dilemparkan ke atas sebanyak dua kali. Jika A1 adalah lemparan
pertama yang mendapat gambar burung(B), dan A2 adalah lemparan kedua yang mendapatkan
gambar burung(B), berapakah P(A1+A2)!
Penyelesaian :
Karena pada pelemparan pertama hasilnya tidak mempengaruhi pelemparan kedua dan P(A1) =
P(B) = 0,5 dan P(A2) = P(B) = 0,5, maka P(A1+A2) =P(A1) P(A2) = P(B) P(B) = 0,5 x 0,5 = 0,25.
Rumus Bayes :
Jika dalam suatu ruang sampel (S) terdapat beberapa peristiwa saling lepas, yaitu A1, A2, A3, ….,
A n yang memiliki probabilitas tidak sama dengan noldan bila ada peritiwa lain (misalkan X) yang
mungkin dapat terjadi pada peristiwa-peristiwa A1, A2, A3, …., A

maka probabilitas terjadinya peristiwa-peristiwa A1, A2, A3, ….,A


dengan diketahui peristiwa X tersebut adalah
Contoh :
Tiga kotak masing-masing memiliki dua laci. Didalam laci-laci tersebut terdapat sebuah bola.
Didalam kotak I terdapat bola emas, dalam kotak II terdapat bola perak, dan dalam kotak III
terdapat bola emas dan perak. Jika diambil sebuah kotak dan isinya bola emas, berapa probabilitas
bahwa laci lain berisi bola perak?
Penyelesaian :
Misalkan :
A1 peristiwa terambil kotak I
A2 peristiwa terambil kotak II
A3 peristiwa terambil kotak III
X peristiwa laci yang dibuka berisi bola emas
Kotak yang memenuhi pertanyaan adalah kotak III (P(A3/X)).
P(A1) = 1/3 P(X/A1) = 1
P(A2) = 1/3 P(X/A2) = 0
P(A3) = 1/3 P(X/A3) = ½

Prinsip Dasar Membilang :


Jika kejadian pertama dapat terjadi dalam n 1 cara, kejadian kedua dalam n 2 cara, demikian
seterusnnya, sampai kejadian k dalam n k cara, maka keseluruhan kejadian dapat terjadi dalam :
n1 x n2 x …x n k cara

Contoh :
Seorang pengusaha ingin bepergian dari Jakarta ke Ujungpandang melalui Surabaya. Jika Jakarta –
Surabaya dapat dilalui dengan tiga cara dan Surabaya – Ujungpandang dapat dilalui dengan dua
cara, ada berapa cara pengusaha tersebut dapat tiba di Ujungpandang melalui Surabaya?
Penyelesaian :
misalkan :
Dari Jakarta ke Surabaya (n1) = 3 cara.
Dari Surabaya ke Ujung pandang (n2) = 2 cara.
Cara pengusaha tersebut dapat tiba di Ujungpandang melalui Surabaya adalah :
n1 x n2 = 3 x 2 = 6 cara.

Faktorial :
Faktorial adalah perkalian semua bilangan bulat positif (bilangan asli) terurut mulai dari bilangan
1 sampai dengan bilangan bersangkutan atau sebaliknya.
Faktorial dilambangkan: “!”.
Jika : n = 1,2, …., maka :
n! = n(n – 1)(n – 2) ….x 2 x 1 = n(n –1)!
Contoh :
Tentukan nilai factorial dari bilangan berikut
a. 5!
b. 3! X 2!
c. 6!/4!
Penyelesaian :
a. 5! = 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 120
b. 3! X 2! = 3 x 2 x 1 x 2 x 1 = 12

Kombinasi :
Kombinasi adalah suatu penyusunan beberapa objek tanpa memperhatikan urutan objek tersebut
Contoh :
Ada 4 objek, yaitu : A, B, C, D. Kombinasi 3 dari objek itu adalah ABC, ABD, ACD, BCD. Setiap
kelompok hanya dibedakan berdasarkan objek yang diikutsertakan, bukan urutannya. Oleh karena
itu :
ABC = ACB = BAC = BCA = CAB = CBA
ABD = ADB = BAD = BDA = DAB = DBA
ACD = CAD = ADC = CDA = DAC = DCA
BCD = BDC = CBD = CDB = DBC = DCB
Rumus-rumus Kombinasi :
Kombinasi x dari m objek yang berbeda :
m! mCx = -------------- ; m ‡ x
(m – x)!.x!
Contoh :
Dari 5 pemain bulu tangkis, yaitu A, B, C, D, dan E hendak dipilih dua orang untuk pemain ganda.
Berapa banyak pemain ganda yang mungkin terbentuk?

Penyelesaian :
M = 5 dan x = 2
5!
5C2 = ---------------- = 10
(5 – 2)! . 2!
Pendekatan Klasik
Probabilitas diartikan sebagai hasil bagi dari banyaknya peristiwa yang dimaksud dengan seluruh
peristiwa yang mungkin menurut pendekatan klasik, probabilitas dirumuskan :
keterangan :
P(A) = probabilitas terjadinya kejadian A.
x = peristiwa yang dimaksud.
n = banyaknya peristiwa.
Contoh :
Dua buah dadu dilempar ke atas secara bersamaan. Tentukan probabilitas munculnya angka
berjumlah 5.
Penyelesaian :
Hasil yang dimaksud (x) = 4, yaitu (1,4), (4,1), (2,3). (3,2)
Hasil yang mungkin (n) = 36, yaitu (1,1), (1,2), (1,3). ….., (6,5), (6,6).

Konsep Frekuensi Relatif


Menurut pendekatan frekuensi relatif, probabilitas diartikan sebagai proporsi waktu terjadinya
suatu peristiwa dalam jangka panjang, jika kondisi stabil atau frekuensi relatif dari suatu peristiwa
dalam sejumlah besar percobaan.
Nilai probabilitas ditentukan melalui percobaan, sehingga nilai probabilitas itu merupakan limit
dari frekuensi relatif peristiwa tersebut.
Menurut pendekatan frekuensi relatif, probabilitas dirumuskan :
keterangan :
P(Xi) = probabilitas peristiwa i.
Fi = frekuensi peristiwa i.
n = banyaknya peristiwa yang bersangkutan.
Contoh :
Dari hasil ujian statistik, 65 mahasiswa STMIK MDP, didapat nilai-nilai sebagai berikut.
XF
5,0 11
6,5 14
7,4 13
8,3 15
8,8 7
9,5 5
x = nilai statistik.
Tentukan probabilitas salah seorang mahasiswa yang nilai statistiknya 8,3.
Penyelesaian :
Frekuensi mahasiswa dengan nilai 8,3 (f) = 15
Jumlah mahasiswa (n) = 65

Probabilitas Subjektif
Menurut pendekatan subjektif, probabilitas diartikan sebagai tingkat kepercayaan individu yang
didasarkan pada peristiwa masa lalu yang berupa terkaan saja.

Contoh :

Seorang direktur akan memilih seorang supervisor dari empat orang calon yang telah lulus ujian
saringan. Keempat calon tersebut sama pintar, sama lincah, dan semuanya dapat dipercaya.
Probabilitas tertinggi (kemungkinan diterima) menjadi supervisor ditentukan secara subjektif oleh
sang direktur.

Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disusun suatu pengertian umum mengenai probabilitas,
yaitu sebagai berikut Probabilitas adalah suatu indeks atau nilai yang digunakan untuk menentukan
tingkat terjadinya suatu kejadian yang bersifat random (acak).

Oleh karena probabilitas merupakan suatu indeks atau nilai maka probabilitas memiliki batas-batas
yaitu mulai dari 0 sampai dengan 1 ( 0 £ P £ 1).

a. Jika P = 0, disebut probabilitas kemustahilan, artinya kejadian atau peristiwa tersebut tidak akan
terjadi.

b. Jika P = 1, disebut probabilitas kepastian, artinya kejadian atau peristiwa tersebut pasti terjadi.

c. Jika 0 < P < 1, disebut probabilitas kemungkinan, artinya kejadian atau peristiwa tersebut dapat
atau tidak dapat terjadi

Kejadian Saling Meniadakan :


Dua peristiwa atau lebih disebut saling meniadakan jika kedua atau lebih peristiwa itu tidak dapat
terjadi pada saat yang bersamaan. Jika peristiwa A dan B saling meniadakan, probabilitas
terjadinya peristiwa tersebut adalah
P(A atau B) = P(A) + P(B) atau
P(A ¨ B) = P(A) + P(B)
Contoh :
Sebuah dadu dilemparkan ke atas, peritiwanya adalah
A = peristiwa mata dadu 4 muncul.
B = peristiwa mata dadu lebih kecil dari 3 muncul.
Tentukan probabilitas dari kejadian berikut !
- Mata dadu 4 atau lebih kecil dari 3 muncul!
Penyelesaian :
P(A) = 1/6 P(B) = 2/6
P(A atau B) = P(A) + P(B) = 1/6 + 2/6 = 0,5
P(B) = 14/36
P(A B) = 0
P(A atau B) = P(A) + P(B) – P(A ˙ B)
= 1/36 + 14/36 – 0
= 0,42

Distribusi normal kumulatif didefinisikan sebagai probabilitas variabel acak normal x tertentu.
Fungsi distribusi kumulatif (cdf – cumulative distribution function) dari distribusi normal ini
dinyatakan sebagai :
F(x; x, x) = P(X  x)

 f t;  , dt   

x x
 x 2
e 2 x  dt
1 2
x x t   x 2

F(x), hanya bisa ditentukan dari integrasi secara numerik, karena persamaan tersebut tidak bisa
diintegrasi secara analitik.

INCLUSIVE EVENT

Dua kejadian atau lebih dinamakan saling Inclusive events jika terjadinya kejadian yang
satu tidak mencegah terjadinya kejadian yang lain.
Inclusive events biasanya dihubungkan dengan kata atau.
Misalnya kejadian A dan B merupakan kejadian Inclusif, berlaku hubungan atau A atau B atau
kedua-keduanya terjadi. Untuk peristiwa tersebut berlaku:
P(A+B) = P(A) + P(B) - P(A+B)
Contoh.
Jika probabilitas kelahiran wanita dan pria adalah sama, dan probabilitas kelahiran anak berkulit
putih, kulit hitam, dan sawo matang masing-masing adalah 0,2 , 0,5 , dan 0,3. Berapakah besarnya
probabilitas kelahiran anak wanita yang berkulit putih?
Jawab.
Probabilitas kelahiran pria dan wanita adalah sama,
sehingga p(pa atau w)= 0,50.
Probabilitas wanita-kulit putih=(0,50)(0,2)=0,1
P(W+P)= 0,50+0,2-0,1=0,6

Probabilitas teoritik
Kemungkinan/ probabilitas yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang berlainan
serta asumsi bahwa semua cara yang mungkin akan terjadi atas dasar kemungkinan yang sama
(equally likely basis).
Penggunaannya
Suatu koin (uang logam)
DILEMPAR 1 KALI:
P(A)=0,50(50%)
P(G)= 0,50(50%)

DIILEMPAR 10 KALI:
P(A)= 0,50X10 kali=5 kali
P(G)= 0,50X10 kali=5 kali

Contoh.
Dalam permainan ini standar kartu 52 dek kartu remi yang digunakan.
Dalam rangka untuk menang Anda harus memilih "kartu wajah."
Berapa probabilitas bahwa Anda akan memenangkan permainan ini?
JAWAB:
Secara teori:
· Setiap kartu di dek memiliki kesempatan yang sama untuk terambil.
· Ada 12 wajah kartu (kartu menang) di geladak.
Oleh karena itu probabilitas menang pada permainan berikutnya adalah:

Anda mungkin juga menyukai