Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Guillain-Barre syndrome (GBS) adalah kelainan yang terjadi pada sistem

imun tubuh yang menyerang bagian perifer sistem saraf penderita. Penyakit ini dapat

menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, dengan kemungkinan yang

sama besar. Sindrom ini hanya terjadi pada satu per seratus ribu orang, beberapa hari

setelah penderita menunjukkan gejala infeksi virus pada saluran pernapasan atau

saluran pencernaan. Pembedahan atau vaksinasi dapat memicu terjadinya sindorm ini.

Sindrom Guillain Barre tidak menular (Soedarto, 2012).

Angka kejadian penyakit GBS kurang lebih 0,6-1,6 setiap 10.000-40.000

penduduk. Perbedaan angka kejadian di negara maju dan berkembang tidak nampak.

Kasus ini cenderung lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Data RS Cipto

Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menunjukkan pada akhir tahun 2010-2011 tercatat

48 kasus GBS dalam satu tahun dengan berbagai varian jumlahnya per bulan. Pada

tahun 2012 berbagai kasus di RSCM mengalami kenaikan sekitar 10%. Keadaan

tersebut di atas menunjukkan walaupun kasus penyakit GBS relatif jarang ditemukan

namun dalam beberapa tahun terakhir ternyata jumlah kasusnya terus mengalami

peningkatan. Meskipun bukan angka nasional negara Indonesia, data RSCM tidak

dapat dipisahkan dengan kasus yang terjadi di negara ini, karena RSCM merupakan

salah satu Rumah Sakit pusat rujukan nasional (Anonim, 2012 dalam Mikail, 2012
dalam Rahayu, 2013). Penyakit GBS, sudah ada sejak 1859. Nama Guillain Barre

diambil dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain dan Barr yang menemukan dua orang

prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah

menerima perawatan medis. GBS termasuk penyakit langka dan terjadi hanya 1 atau

2 kasus per 100.000 di dunia tiap tahunnya (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Setiap orang bisa terkena GBS tetapi pada umumya lebih banyak terjadi pada

orang tua. Orang berumur 50 tahun keatas merupakan golongan paling tinggi

risikonya untuk mengalami GBS (CDC, 2012 dalam Rahayu, 2013). Namun, menurut

ketua Perhimpunan Dokter Spesialis saraf Indonesia (PERDOSSI) dr. Darma Imran,

Sp. S(K) mengatakan bahwa GBS dapat dialami semua usia mulai anak-anak sampai

orang tua, tetapi puncaknya adalah pasien usia produktif (Kompas, 2012).

GBS dianggap sebagai neuroalergi yang menghasilkan berbagai bahan

berbahaya. Terdapat perkiraan bahwa kumpulan gejala ini terjadi karena menurunnya

daya kekebalan tubuh sendiri (auto imun), yang biasanya didahului oleh infeksi virus

atau kuman-kuman yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas dan diare yang

melemahkan daya tahan tubuh (kekebalan) sehingga mengalami keluhan. Sel sistem

kekebalan menyerang sarung saraf (mielin) yang mengelilingi serabut saraf di seluruh

saraf tepi (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Gejala awal antara lain adalah rasa

seperti ditusuk-tusuk jarum di ujung jari kaki atau tangan atau mati rasa di bagian

tubuh tersebut. Kaki terasa berat dan kaku mengeras, lengan terasa lemah dan telapak

tangan tidak bisa mengenggam erat atau memutar sesuatu dengan baik (buka kunci,

buka kaleng, dan lain-lain). Gejala awal ini bisa hilang dalam tempo waktu beberapa
minggu, penderita biasanya tidak merasa perlu perawatan atau susah menjelaskannya

pada tim dokter untuk meminta perawatan lebih lanjut karena gejala-gejala akan

hilang pada saat diperiksa. Gejala tahap berikutnya pada saat mulai muncul kesulitan

berarti, misalnya: kaki susah melangkah, lengan menjadi sakit lemah, dan kemudian

dokter menemukan syaraf refleks lengan telah hilang fungsinya (Rahayu, 2013).

Angka kesembuhan penyakit GBS terjadi sempurna (75-90%) dengan cara

pengobatan dan fisioterapi. Bagi kasus-kasus tertentu dilakukan penggantian plasma

dengan maksud menghilangkan efek menurunnya kekebalan (auto imun). Terapi ini

akan dapat menyembuhkan penderita, selain itu dapat juga dilakukan infus

imunoglobulin. Pada sebagian kasus tidak jarang penderita secara bertahap dapat

pulang setelah dirawat beberapa lama. Sedangkan pada kasus-kasus tertentu, ada

yang membutuhkan bantuan alat nafas (respirator) dan pada kasus yang sangat berat

dengan gangguan nafas ada yang tidak tertolong. Penyembuhan dimulai 2-4 minggu

setelah progresivitasnya berhenti. Pengobatan medis dan perawatan yang baik sangat

mempengaruhi hasilnya. Pada kebanyakan kasus terjadi perbaikan spontan. Kadang-

kadang pengelolaaan menjadi sangat rumit dan melelahkan. Pada manula

penyembuhan umumnya lebih lambat dibandingkan anak anak. Edukasi penderita

dengan menerangkan pada keluarga mengenai penyakit ini dan cara pengobatan serta

fisioterapi menyeluruh harus dilakukan (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Perawat memiliki tugas untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, salah

satunya yaitu kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis meliputi pemenuhan

kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, cairan (minuman), nutrisi (makanan),


eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.

Perawat membantu aktivitas manusia yang menderita penyakit GBS menjadi sehat

kembali meskipun tidak seratus persen. Perawatan penyakit GBS dengan cara

pengobatan dan fisioterapi. Fisioterapi dapat melatih kekuatan otot penderita agar

dapat memulihkan kekuatan otot yang awalnya terasa lemah dan tidak bisa digunakan

untuk melakukan aktivitas.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan kritis pada pasien Guillain-Barre syndrome

(GBS)?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui asuhan keperawatan kritis pada pasien Guillain-Barre syndrome

(GBS).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi Guillain-Barre syndrome (GBS).

2. Mengetahui manifestasi klinis Guillain-Barre syndrome (GBS).

3. Mengetahui faktor resiko Guillain-Barre syndrome (GBS).

4. Mengetahui etiologi Guillain-Barre syndrome (GBS).

5. Mengetahui klasifikasi Guillain-Barre syndrome (GBS).

6. Mengetahui patofisiologi Guillain-Barre syndrome (GBS).

7. Mengetahui penatalaksanaan Guillain-Barre syndrome (GBS).


8. Mengetahui pencegahan Guillain-Barre syndrome (GBS).

9. Mengetahui pemeriksaan penunjang Guillain-Barre syndrome (GBS).

10. Mengetahui komplikasi Guillain-Barre syndrome (GBS).

11. Mengetahui proses keperawatan Guillain-Barre syndrome (GBS).

1.4 Manfaat

1. Bagi Pendidikan

a. Sebagai bahan pertanggungjawaban mahasiswa dalam mengerjakan tugas

kelompok dari mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat

b. Sebagai bahan penilaian terhadap tugas yang di berikan terhadap

mahasiswa baik dalam penyusunan makalah maupun presentasi makalah.

2. Bagi Mahasiswa:

a. Sebagai bahan pembelajaran dalam diskusi kelompok.

b. Mahasiswa mampu menguasai bahan makalah dan mempresentasikan

hasil diskusi kelompok.

c. Mahasiswa memiliki pengetahuan dan kemampuan di dalam merawat

atau menangani kasus Guillain-Barre syndrome (GBS).


DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. (2011). Guillain - Barre sindrom. Paediatria Croatica,


Supplement, 42(1), 97–99. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/article/print/1628/guillain-barre-sindrom.html
Kompas.com. (2012). Penderita GBS Meningkat di Kalangan Usia Produktif.
Retrieved from
https://lifestyle.kompas.com/read/2012/04/14/09265323/penderita.gbs.meningka
t.di.kalangan.usia.produktif
Rahayu, T. (2013). Mengenal Guillain Barre Syndrome (GBS).
Soedarto. (2012). Alergi dan Penyakit Sistem Imun. Jakarta: CV Agung Seto.

Anda mungkin juga menyukai