KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas tentang
“PERITONITIS”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Asuhan Keperawatan
yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
bakteremia atau sepsis. Peritonitis dapat mengenai semua umur dan terjadi pada pria dan
wanita. Menurut Gearhart SL, Silen W (2008, dalam Japanesa Aiwi, 2014) mengemukakan
“peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi aseptik pada selaput
organ perut (peritoneum).Kejadian peritonitis akut sering dikaitkan dengan perforasi viskus
Di Indonesia sampai saat ini peritonitis masih menjadi masalah yang besar dengan
angka mortalitas dan morbidilitas yang tinggi. Manajemen terapi yang tidak adekuat bisa
berakibat fatal. Peritonitis merupakan komplikasi paling berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ abdomen (misal: apendiksitis), rupture saluran cerna atau luka
Menurut survei WHO, angka mortalitas peritonitis mencapai 5,9 juta per tahun dengan
angka kematian 9661 ribu orang meninggal. Negara tertinggi yang menderita penyakit ini
adalah Amerika Serikat dengan penderita sebanyak 1.661 penderita. Sedangkan kasus
peritonitis ini berdasarkan survei pada tahun 2008 angka kejadian peritonitis masih tinggi. Di
Indonesia jumlah penderita peritonitis berjumlah sekitar 7 % dari jumlah penduduk atau
sekitar 179.000 orang (Depkes, 2008). Di provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 jumlah
kasus peritonitis dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177 diantaranya menyebabkan kematian.
yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini
memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada
perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat
menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna
serius karena mengingat banyak permasalahan yang terjadi pada klien dengan peritonitis.
Maka upaya perawat sebagai tenaga kesehatan yaitu dengan cara meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan untuk mengatasi berbagai komplikasi yang akan timbul. Upaya perawat
sebagai promotif mampu memberikan penyuluhan dan menyampaikan akibat yang akan
timbul jika peritonitis tidak tertangani dengan baik, seperti kelebihan volume cairan dengan
memonitor intake dan output, status nutrisi, tanda-tanda vital dan pitting edema. Upaya
perawat sebagai preventif yaitu mampu melakukan pencegahan dini dari dampak peritonitis,
dengan menganjurkan kepada keluarga agar menerapkan atau melakukan pola hidup yang
sehat. Upaya perawat sebagai kuratif bertujuan untuk memberikan pengobatan dengan
menerapkan asuhan keperawatan yang baik. Dana upaya perawat sebagai rehabilitatif
bertujuan untuk upaya pemulihan pada pasien yang mengalami peritonitis dirumah sakit.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai asuhan
Sebagai referensi dan tambahan informasi dalam peningkatan dan mutu pendidikan
Untuk menambah pengetahuan dan sebagai referensi dibidang keperawatan dan juga
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membrane yang melapisi rongga
abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masuknya bakteri dari saluran cerna atau organ-
organ abdomen ke dalam ruang perotonium melalui perforasi usus atau rupturnya suatu organ
(Nugroho, 2016).
2.2 Anatomi
Menurut Nugroho (2016), Saluran pencernaan di tubuh manusia dimulai dari rongga
mulut, esofagus, lambung, usus halus hingga anus. Sistem pencernaan meliputi :
1. Rongga mulut
dengan aktifitas mengunnyah dimana makanan dipecah ke dalam partikel kecil dan
Kemudian saat makanan ditelan epiglotis bergerak menutup lubang trakea untuk
2. Esofagus
thorakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung.
Otot halus di dinding esofagus berkontraksi dalam urutan irama dari esofagus ke arah
esofagus, sfingter esofagus bawah rileks dan memungkinkan bolus makanan masuk ke
lambung kemudian sfingter esofagus menutup dengan rapat untuk mencegah refluks isi
3. Lambung
Lambung terletak di bagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di
bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantong yang dapat berdistensi dengan
kapasitas kurang lebih 1.500 ml. Lambung terdiri dari 4 bagian yaitu kardia (jalan masuk),
fundus, korpus, dan pilorus. Lambung mensekresi cairan yang sangat asam, cairan ini
disekresikan oleh kelenjar lambung. Fungsi sekresi asam untuk memecah makanan
menjadi komponen yang lebih dapat diabsorbsi dan untuk membantu destruksi bakteri
4. Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada
pilorus dan berakhir pada sekum, memiliki panjang 2/3 dari panjang total saluran
pencernaan. Bagian permukaan usus halus umtuk sekresi dan absorbsi. Usus halus dibagi
a. Duodenum
berbentuk sepatu kuda dan kepalanya mengelilingi kepala pankreas. Saluran empedu
dan saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu lubang yang disebut
b. Yeyenum
c. Ileum
kerja lipase. Sifatnya alkali dan membantu membuat makanan yang keluar dari lambung
yang asam menjadi netral. Garam empedu mengurangi tegangan permukaan isi usus dan
6. Pankreas
Getah pankreas berisi tiga jenis enzim pencernaan yang memrecah atas 3 jenis
makanan. Amilase, mencerna hidrat karbon, mengubah zat tepung menjadi disakharida.
Lipase, ialah enzim yang memecah lemak menjadi gliserin dan asam lemak. Tripsin,
7. Usus besar
Usus besar atau kolon memiliki panjang kira-kira 1,5 meter. Refleks gastrokolik
terjadi ketika makanan masuk lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar.
Dalam 4 jam setelah makan, materi sisa residu melewati bagian proksimal kolon
melalui katup ileosekal. Katup ini secara normal tertutup, membantu mencegah isi colon
mengalir kembali ke usus halus. Populasi bakteri adalah komponen utama dari isi usus besar.
Dalam 4 jam setelah makan, materi sisa residu melewati bagian proksimal kolon
melalui katup ileosekal. Katup ini secara normal tertutup, membantu mencegah isi colon
mengalir kembali ke usus halus. Populasi bakteri adalah komponen utama dari isi usus besar.
Bakteri membantu menyelesaikan pemecahan materi sisa dan garam empedu. Dua
jenis sekresi kolon ditambah pada materi sisa dan garam empedu. Dua jenis sekresi kolon
ditambah pada materi sisa mukus dan larutan elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan
bikarbonat yang bekerja untuk menetralisasi. Prosedur akhir yang terbentuk melalui kerja
bakteri kolonik. Mukus ini melindungi mukosa calon dari isi interluminal dan juga
sepanjang saluran. Gelombang peristaltik kuat intermiten mendorong isi untuk jarak tertentu.
Hal ini terjadi secara umum setelah makanan lain dimakan, bila hormon perangsang usus
dilepaskan. Materi sisa dari makanan akhirnya mencapai dan mengembangkan anus, biasanya
dalam 12 jam. Sebanyak seperempat dari materi sisa dari makanan mungkin tetap berada di
Rektum terletak 10 cm di bawah dari usus besar dimulai pada kolon sigmoideus dan
berakhir pada saluran anal. Saluran ini berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot
internal dan eksternal. Rektum sereupa dengan kolon tetapi dindingnya yang berotot lebih
tebal dan membran mukosanya memuat lipatan-lipatan membujur yang disebut kolumna
morgagni. Semua ini menyambung ke dalam saluran anus. Di dalam saluran anus ini
serabut otot sirkuler menebal membentuk otot sfingter anus internal. Sel-sel yang melapisi
eksterna menjaga saluran anus dan orifisium supaya tertutup. Rektum biasanya kosong
2.3 Etiologi
1. Infeksi bakteri :
Organisme berasal dari penyakit saluran gastriintestinal atau pada wanita dari organ
produktif internal. Bakteri paling umum yang terkait adalah E. Coli, klebsiella, proteus, dan
pseudomonas.
2. Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka tusuk) atau
inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti ginjal.
3. Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka tusuk) atau
inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti ginjal.
usus, trauma abdomen (luka tusuk atau tembak) trauma tumpul (kecelakaan) atau
pembedahan gastrointestinal.
2.4 Patofisiologi
Menurut Nugroho (2016), disebabkan kebocoran dari organ abdomen kedalam rongga
abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi
tumor. Terjadi proliferasi bakterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan dalam waktu
yang singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam peritoneal menjadi keruh dengan
peningkatan protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran
usus adalah hipermortilitas, diikuti oleh ileus pralitik, disertai akumudasi udara dan cairan
dalam usus.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan
adanya pembentukan jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme
terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah
yang sangat banyak diantara matrika fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis pada
prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan
kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan
jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan
berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen yang dikenal
sebagai abses.
Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang
paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau intervensi bedah
yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam
rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi kuman yang tinggi hingga
mengganggu proses fagositosiss dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin
buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur.
2.5 Klasifikasi
Faktor yang beresiko pada peritonitis ini adalah malnutrisi, keganasan intra abdomen,
imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah dengan sindrom nefrotik,
gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b. Peritonitis bacterial akut sekunder (supurative)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi traktus gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis
yang fatal. Sinerganisme dari multiple organism dapat memperberat terjadinya infeksi ini.
Bakteri anaerob, khususnya spesies bacteroides dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob
dalam menimbulkan infeksi. Luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat peritonitis. Kuman dapat berasal :
1. Luka trauma atau penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal
2. Perforasi organ-organ dalam perut. Seperti di akibatkan oleh bahan kimia. Perforasi
usus sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses inflamasi ogrna-organ
intra abdominal, misalnya appendicitis.
c. Peritonitis Tersier
Peritonitis ini terjadi akibat timbulnya abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula.
Yang disebabkan oleh jamur, peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Seperti disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya empedu, getah lambung, getah
pancreas, dan urine.
2.6 Manifestasi Klinis
Menurut Nugroho (2016), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah sebagai
berikut :
kedalam peritonium
5. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot terhadap
6. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih dan
takikardia
8. Dehidrasi
9. Lemas
berikut :
1. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat kadang-kadang lebih dari
cairan asites.
6. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila perforasi
2.8 Penatalaksanaan
penatalaksanaan medik.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
2.9 Komplikasi
Menurut Nugroho (2016), komplikasi pada peritonitis adalah sebagai berikut :
2. Syok hipovelmia
5. Eviserasi luka
6. Obstruksi usus
7. Oliguri
BAB 3
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas pasien: terdiri atas nama, Umur, Jenis kelamin, Diagnosa, Alamat, dll.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
c. Pemeriksaan fisik
Menurut Arif Muttaquin (2010) pada pemeriksaan fisik akan didapatkan sebagai
berikut :
Auskultasi : Penurunan atau hilangnya bising usus merupakan salah satu tanda ileus
obstruktif.
Palpasi : Nyeri tekan abdomen(tenderness),peningkatan suhu tubuh.
Perkusi : Nyeri ketuk dan bunyi timpani terjadi akibat adanya flatulen.
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan
karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok
(neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin, banyak berkeringat dan pucat.
Pasien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya
Pasien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomitus atau muntah dapat
muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder
akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan
Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor
d. Diagnosa Keperawatan
penurunan peristaltic
e. Rencana Keperawatan
Intervensi :
Kriteria hasil : suhu dalam batas normal (370 C), Tidak mengalami
komplikasi
Intervensi :
Kriteria hasil : pola BAB normal (1 – 2 x / hari), Mengeluarkan feses tanpa mengejan
Intervensi :
Rasional : Distensi dan hilangnya peristaltik usus menandakan bahwa fungsi defekasi
hilang.
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diharapkan volume cairan
adekuat.
Kriteria :
TTV stabil
Mukosa lembab
Intervensi :
a) Observasi TTV
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi
pasien adekuat.
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan peningkatan berat badan
Intervensi :
Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diharapkan tidak terjadi infeksi
sekunder.
Kriteria hasil :
Intervensi :
a) Observasi TTV
4.1 Kesimpulan
dalam rongga perut. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut
pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi,
penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual.
1. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.
2. Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas.
4.2 Saran
dapat mengaplikasikan asuhan yang diberikan. Dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan oleh karena itu Kami mohon saran yang membangun. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTKA
Japanesa Aiwi, et al. 2014. Pola Kasus dan Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal,
5(1), 209–214.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC
Didik Priyadi. 2015. Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Peritonitis di Ruang Dahlia
RSUD Banyumas. Laporan Tugas Akhir. Tidak diterbitkan. Fakultas Ilmu Kesehatan.
Nugroho, Taufan, dkk. (2016). Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta:
Nuha Medika
Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC: Jakarta.
http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-peritonitis.html