Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini membahas tentang

“PERITONITIS”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Asuhan Keperawatan

yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa

makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari

semua pihak demi perbaikan pembuatan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta

dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan

kelancaran dan kemudahan bagi kita semua.


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan ................................................................... 3
1.4.2 Bagi Mahasiswa ................................................................................. 3
1.4.3 Bagi Pasien ........................................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ............................................................................................... 4
2.2 Anatomi.............................................................................................. 4
2.3 Etiologi ............................................................................................... 7
2.4 Patofisologi ........................................................................................ 8
2.5 Klasifikasi .......................................................................................... 9
2.6 Manifestasi Klinis .............................................................................. 10
2.7 Pemeriksaan Diagnostik..................................................................... 11
2.8 Penatalaksanaan ................................................................................. 11
2.9 Komplikasi ........................................................................................ 12
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS
3.1 Pengkajian ........................................................................................ 12
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 19
4.2 Saran ................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peritonitis merupakan suatu kegawatdaruratan yang biasanya disertai dengan

bakteremia atau sepsis. Peritonitis dapat mengenai semua umur dan terjadi pada pria dan

wanita. Menurut Gearhart SL, Silen W (2008, dalam Japanesa Aiwi, 2014) mengemukakan

“peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi aseptik pada selaput

organ perut (peritoneum).Kejadian peritonitis akut sering dikaitkan dengan perforasi viskus

(secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal,

peritonitis dikategorikan sebagai primary peritonitis”.

Di Indonesia sampai saat ini peritonitis masih menjadi masalah yang besar dengan

angka mortalitas dan morbidilitas yang tinggi. Manajemen terapi yang tidak adekuat bisa

berakibat fatal. Peritonitis merupakan komplikasi paling berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ abdomen (misal: apendiksitis), rupture saluran cerna atau luka

tembus abdomen (Price&Wilson, 2006).

Menurut survei WHO, angka mortalitas peritonitis mencapai 5,9 juta per tahun dengan

angka kematian 9661 ribu orang meninggal. Negara tertinggi yang menderita penyakit ini

adalah Amerika Serikat dengan penderita sebanyak 1.661 penderita. Sedangkan kasus

peritonitis ini berdasarkan survei pada tahun 2008 angka kejadian peritonitis masih tinggi. Di

Indonesia jumlah penderita peritonitis berjumlah sekitar 7 % dari jumlah penduduk atau

sekitar 179.000 orang (Depkes, 2008). Di provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 jumlah

kasus peritonitis dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177 diantaranya menyebabkan kematian.

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut

yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini
memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada

perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat

menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna

sehingga terjadilah peritonitis.

Banyaknya kejadian peritonitis di masyarakat perlu mendapatkan perhatian khusus

serius karena mengingat banyak permasalahan yang terjadi pada klien dengan peritonitis.

Maka upaya perawat sebagai tenaga kesehatan yaitu dengan cara meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan untuk mengatasi berbagai komplikasi yang akan timbul. Upaya perawat

sebagai promotif mampu memberikan penyuluhan dan menyampaikan akibat yang akan

timbul jika peritonitis tidak tertangani dengan baik, seperti kelebihan volume cairan dengan

memonitor intake dan output, status nutrisi, tanda-tanda vital dan pitting edema. Upaya

perawat sebagai preventif yaitu mampu melakukan pencegahan dini dari dampak peritonitis,

dengan menganjurkan kepada keluarga agar menerapkan atau melakukan pola hidup yang

sehat. Upaya perawat sebagai kuratif bertujuan untuk memberikan pengobatan dengan

menerapkan asuhan keperawatan yang baik. Dana upaya perawat sebagai rehabilitatif

bertujuan untuk upaya pemulihan pada pasien yang mengalami peritonitis dirumah sakit.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai asuhan

keperawatan kritis pada peritonitis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi dari organ peritoneum ?

2. Apa definisi peritonitis ?

3. Bagaimana etiologi pada peritonitis ?

4. Bagaimana klasifikasi dari peritonitis ?

5. Bagaimana manifestasi klinis pada peritonitis ?

6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada peritonitis ?


7. Bagaimana penatalaksanaaan pada peritonitis ?

8. Bagaimana komplikasi pada peritonitis ?

9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan peritonitis ?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa diharapkan mampu mengenal dan mengetahui tentang peritonitis.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian pada pasien peritonitis.

2. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien peritonitis.

3. Merumuskan intervensi perawatan pada pasien peritonitis.

4. Merumuskan implementasi perawatan pada pasien peritonitis

5. Merumuskan evaluasi perawatan pada pasien peritonitis

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai referensi dan tambahan informasi dalam peningkatan dan mutu pendidikan

dimasa yang akan datang.

1.4.2 Bagi Mahasiswa

Untuk menambah pengetahuan dan sebagai referensi dibidang keperawatan dan juga

pelayanan keperawatan terutama pada asuhan keperawatan kritis pada peritonitis

1.4.3 Bagi Pasien

Sebagai ilmu pengetahuan dan mampu memahami tentang penyakit peritonitis.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum suatu membrane yang melapisi rongga

abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masuknya bakteri dari saluran cerna atau organ-

organ abdomen ke dalam ruang perotonium melalui perforasi usus atau rupturnya suatu organ

(Nugroho, 2016).

2.2 Anatomi

Menurut Nugroho (2016), Saluran pencernaan di tubuh manusia dimulai dari rongga

mulut, esofagus, lambung, usus halus hingga anus. Sistem pencernaan meliputi :

1. Rongga mulut

Rongga mulut merupakan awal saluran pencernaan, proses pencernaan dimulai

dengan aktifitas mengunnyah dimana makanan dipecah ke dalam partikel kecil dan

dicampur dengan enzim-enzim pencernaan. Di dalam mulut terdapat saliva yang

mengandung mukus yang fungsinya membantu melumasi makanan saat dikunyah.

Kemudian saat makanan ditelan epiglotis bergerak menutup lubang trakea untuk

mencegah terjadinya aspirasi makanan ke paru-paru sehingga mengakibatkan bolus

makanan berjalan ke dalam esofagus.

2. Esofagus

Esofagus memiliki panjang kurang lebih 25 cm dan terletak di mediastinum rongga

thorakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung.

Otot halus di dinding esofagus berkontraksi dalam urutan irama dari esofagus ke arah

lambung untuk mendorong makanan sepanjang saluran. Selama proses peristaltik

esofagus, sfingter esofagus bawah rileks dan memungkinkan bolus makanan masuk ke
lambung kemudian sfingter esofagus menutup dengan rapat untuk mencegah refluks isi

lambung ke dalam esofagus.

3. Lambung

Lambung terletak di bagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di

bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantong yang dapat berdistensi dengan

kapasitas kurang lebih 1.500 ml. Lambung terdiri dari 4 bagian yaitu kardia (jalan masuk),

fundus, korpus, dan pilorus. Lambung mensekresi cairan yang sangat asam, cairan ini

mempunyai PH serendah 1 dan memperoleh keasamannya dari asam hidrochlorida yang

disekresikan oleh kelenjar lambung. Fungsi sekresi asam untuk memecah makanan

menjadi komponen yang lebih dapat diabsorbsi dan untuk membantu destruksi bakteri

pencernaan. Lambung dapat menghasilkan sekresi kira-kira 2,4 liter/hari.

4. Usus halus

Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada

pilorus dan berakhir pada sekum, memiliki panjang 2/3 dari panjang total saluran

pencernaan. Bagian permukaan usus halus umtuk sekresi dan absorbsi. Usus halus dibagi

menjadi 3 bagian yaitu :

a. Duodenum

Duodenum adalah bagian dari pertama usus halus yang panjangnya 25 cm

berbentuk sepatu kuda dan kepalanya mengelilingi kepala pankreas. Saluran empedu

dan saluran pankreas masuk ke dalam duodenum pada suatu lubang yang disebut

ampula hepatopankreatika 10 cm dari pilorus

b. Yeyenum

Yeyenum menempati 2/5 sebelah atas dari usus halus

c. Ileum

Ileum menempati 3/5 akhir dari usus halus.


5. Empedu

Empedu diperlukan untuk pencernaan lemmak yang diemulsikan untuk membantu

kerja lipase. Sifatnya alkali dan membantu membuat makanan yang keluar dari lambung

yang asam menjadi netral. Garam empedu mengurangi tegangan permukaan isi usus dan

membantu membentuk emulsi dari lemak yang dimakan.

6. Pankreas

Getah pankreas berisi tiga jenis enzim pencernaan yang memrecah atas 3 jenis

makanan. Amilase, mencerna hidrat karbon, mengubah zat tepung menjadi disakharida.

Lipase, ialah enzim yang memecah lemak menjadi gliserin dan asam lemak. Tripsin,

merupakan enzim pembekub susu mengubah protein menjadi pepton.

7. Usus besar

Usus besar atau kolon memiliki panjang kira-kira 1,5 meter. Refleks gastrokolik

terjadi ketika makanan masuk lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar.

Refleks ini menyebabkan defekasi atau pembusangan air besar.

Dalam 4 jam setelah makan, materi sisa residu melewati bagian proksimal kolon

melalui katup ileosekal. Katup ini secara normal tertutup, membantu mencegah isi colon

mengalir kembali ke usus halus. Populasi bakteri adalah komponen utama dari isi usus besar.

Dalam 4 jam setelah makan, materi sisa residu melewati bagian proksimal kolon

melalui katup ileosekal. Katup ini secara normal tertutup, membantu mencegah isi colon

mengalir kembali ke usus halus. Populasi bakteri adalah komponen utama dari isi usus besar.

Bakteri membantu menyelesaikan pemecahan materi sisa dan garam empedu. Dua

jenis sekresi kolon ditambah pada materi sisa dan garam empedu. Dua jenis sekresi kolon

ditambah pada materi sisa mukus dan larutan elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan

bikarbonat yang bekerja untuk menetralisasi. Prosedur akhir yang terbentuk melalui kerja
bakteri kolonik. Mukus ini melindungi mukosa calon dari isi interluminal dan juga

memberikan perlekatan untuk masa fekal.

Aktifitas peristaltik yang lemah menggerakkan isui kolonik dengan perlahan

sepanjang saluran. Gelombang peristaltik kuat intermiten mendorong isi untuk jarak tertentu.

Hal ini terjadi secara umum setelah makanan lain dimakan, bila hormon perangsang usus

dilepaskan. Materi sisa dari makanan akhirnya mencapai dan mengembangkan anus, biasanya

dalam 12 jam. Sebanyak seperempat dari materi sisa dari makanan mungkin tetap berada di

rektum selama 3 hari setelah makanan dicerna.

8. Rektum : Defekasi, Feeces, dan Flatus

Rektum terletak 10 cm di bawah dari usus besar dimulai pada kolon sigmoideus dan

berakhir pada saluran anal. Saluran ini berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot

internal dan eksternal. Rektum sereupa dengan kolon tetapi dindingnya yang berotot lebih

tebal dan membran mukosanya memuat lipatan-lipatan membujur yang disebut kolumna

morgagni. Semua ini menyambung ke dalam saluran anus. Di dalam saluran anus ini

serabut otot sirkuler menebal membentuk otot sfingter anus internal. Sel-sel yang melapisi

saluran anus berubah sifatnya epitelium bergaris menggantikan sel-sel silinder.sfingter

eksterna menjaga saluran anus dan orifisium supaya tertutup. Rektum biasanya kosong

sampai menjelang defekasi.

2.3 Etiologi

Menurut Nugroho (2016), penyebab dari peritonitis antara lain :

1. Infeksi bakteri :

Organisme berasal dari penyakit saluran gastriintestinal atau pada wanita dari organ

produktif internal. Bakteri paling umum yang terkait adalah E. Coli, klebsiella, proteus, dan

pseudomonas.
2. Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka tusuk) atau

inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti ginjal.

3. Sumber eksternal seperti cedera atau trauma (misal luka tembak atau luka tusuk) atau

inflamasi yang luas yang berasal dari organ diluar peritoneum seperti ginjal.

4. Penyakit gastrointestinal : appendicitis, ulkus perforasi, divertikulitis dan perforasi

usus, trauma abdomen (luka tusuk atau tembak) trauma tumpul (kecelakaan) atau

pembedahan gastrointestinal.

5. Proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal.

2.4 Patofisiologi

Menurut Nugroho (2016), disebabkan kebocoran dari organ abdomen kedalam rongga
abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi
tumor. Terjadi proliferasi bakterial, yang menimbulkan edema jaringan, dan dalam waktu
yang singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam peritoneal menjadi keruh dengan
peningkatan protein, sel darah putih, debris seluler dan darah. Respon segera dari saluran
usus adalah hipermortilitas, diikuti oleh ileus pralitik, disertai akumudasi udara dan cairan
dalam usus.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan
adanya pembentukan jajaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme
terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah
yang sangat banyak diantara matrika fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis pada
prinsipnya merupakan mekanisme tubuh yang melibatkan substansi pembentuk abses dan
kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan
jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan
berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen yang dikenal
sebagai abses.
Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang
paling sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit visceral atau intervensi bedah
yang merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam
rongga abdomen, peritonitis juga terjadi karena virulensi kuman yang tinggi hingga
mengganggu proses fagositosiss dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin
buruk jika infeksinya disertai dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur.
2.5 Klasifikasi

Menurut Nugroho (2016), berdasarkan pathogenesis peritonitis dapat di klasifikasikan


sebagai berikut :
a. Peritonitis bacterial primer
Akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak
ditemukan focus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya
E.coli, Streotokokus atau Pneumicocus, peritonitis ini dibagi menjadi dua yaitu :
1. Spesifik : seperti Tuberculosa
2. Non-spesifik : Pneumonia non tuberculosis dan tonsillitis.

Faktor yang beresiko pada peritonitis ini adalah malnutrisi, keganasan intra abdomen,
imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah dengan sindrom nefrotik,
gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b. Peritonitis bacterial akut sekunder (supurative)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi traktus gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis
yang fatal. Sinerganisme dari multiple organism dapat memperberat terjadinya infeksi ini.
Bakteri anaerob, khususnya spesies bacteroides dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob
dalam menimbulkan infeksi. Luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat peritonitis. Kuman dapat berasal :
1. Luka trauma atau penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal
2. Perforasi organ-organ dalam perut. Seperti di akibatkan oleh bahan kimia. Perforasi
usus sehingga feces keluar dari usus. Komplikasi dari proses inflamasi ogrna-organ
intra abdominal, misalnya appendicitis.
c. Peritonitis Tersier

Peritonitis ini terjadi akibat timbulnya abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula.
Yang disebabkan oleh jamur, peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Seperti disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya empedu, getah lambung, getah
pancreas, dan urine.
2.6 Manifestasi Klinis

Menurut Nugroho (2016), gambaran klinis pada penderita peritonitis adalah sebagai

berikut :

1. Nyeri terutama diatas daerah yang meradang

2. Peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan cairan

kedalam peritonium

3. Mual dan muntah

4. Abdomen yang kaku

5. Ileus paralitik (paralisis saluran cerna akibat respon neurogenik atau otot terhadap

trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis.

6. Tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan sel darah putih dan

takikardia

7. Rasa sakit pada daerah abdomen

8. Dehidrasi

9. Lemas

10. Nyeri tekan pada daerah abdomen

11. Bising usus berkurang atau menghilang

12. Nafas dangkal

13. Tekanan darah menurun

14. Nadi kecil dan cepat

15. Berkeringat dingin

16. Pekak hati menghilang

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Nugroho (2016), pemeriksaan diagnostik pada peritonitis adalah sebagai

berikut :
1. Pemeriksaan darah lengkap : sel darah putih meningkat kadang-kadang lebih dari

20.000/mm3. Sel darah merah mungkin meningkat menunjukkan hemokonsentrasi.

2. Albumin serum, mungkin menurun karena perpindahan cairan.

3. Amylase serum biasanya meningkat.

4. Elektrolit serum, hipokalemia mungkin ada.

5. Kultur, organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat/sekret atau

cairan asites.

6. Pemeriksaan foto abdominal, dapat menyatakan distensi usus ileum. Bila perforasi

visera sebagai etiologi, udara bebas akan ditemukan pada abdomen.

7. Foto dada, dapat menyatakan peninggian diafragma.

8. Parasentesis, contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat, amilase,

empedu, dan kreatinin.

2.8 Penatalaksanaan

Menurut Nugroho (2016), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :

1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari

penatalaksanaan medik.

2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.

3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.

4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.

5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.

6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).

7. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (appendiks), reseksi, memperbaiki

(perforasi), dan drainase (abses).

8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

2.9 Komplikasi
Menurut Nugroho (2016), komplikasi pada peritonitis adalah sebagai berikut :

1. Septikemia dan syock septic

2. Syok hipovelmia

3. Sepsis intra abdomen

4. Abses residual intraoeritoneal

5. Eviserasi luka

6. Obstruksi usus

7. Oliguri
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS

1. Pengkajian

a. Identitas

Identitas pasien: terdiri atas nama, Umur, Jenis kelamin, Diagnosa, Alamat, dll.

Identitas keluarga, orang tua dan saudara klien.

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Pasien peritonitis mengalami nyeri kesakitan dibagian kanan.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Pasien peritonitis datang dengan gejala nyeri abdomen, demam tinggi,

hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga hipotensi bahkan syok.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat penyakit perforasi appendiksitis, ulkus peptikum dan duodenum

4) Riwayat kesehatan keluarga

c. Pemeriksaan fisik

Menurut Arif Muttaquin (2010) pada pemeriksaan fisik akan didapatkan sebagai

berikut :

Inspeksi : Pasien terlihat kesakitan dan lemah.Ada distensi abdomen,pasien akan

sering menghindari semua gerakan dan menjaga pinggul tertekuk untuk

mengurangi ketegangan dinding perut. Perut sering menggembung disertai tidak

adanya bising usus.temuan ini mencerminkan ileus umum.

Terkadang,pemeriksaan perut juga mengungkapkan peradangan massa.

Auskultasi : Penurunan atau hilangnya bising usus merupakan salah satu tanda ileus

obstruktif.
Palpasi : Nyeri tekan abdomen(tenderness),peningkatan suhu tubuh.

Perkusi : Nyeri ketuk dan bunyi timpani terjadi akibat adanya flatulen.

1) Sistem Pernafasan (B1)

Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan

serta menggunakan otot bantu pernafasan.adanya peningkatan tekanan intraabdomen

membuat usaha pernafasan menjadi sulit.

2) Sistem kardiovaskuler (B2)

Pasien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular

karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok

(neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin, banyak berkeringat dan pucat.

3) Sistem Persarafan (B3)

Pasien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya

mengalami penurunan kesadaran.

4) Sistem Perkemihan (B4)

Terjadi penurunan produksi urine.pasien biasanya mengalami penuruna

kemampuan untuk berkemih.

5) Sistem Pencernaan (B5)

Pasien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomitus atau muntah dapat

muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder

akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan

gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).

6) Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas.

Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor

kulit menurun akibat kekurangan volume cairan.

d. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen

2) Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

3) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus

4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari

ekstraseluler, intraseluler ke area peritonium.

5) Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan peristaltic

6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peradangan

e. Rencana Keperawatan

1) Nyeri berhubungan dengan akumulasi cairan dalam rongga abdomen

Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam nyeri hilang / terkontrol

Kriteria hasil : pasien menyatakan nyeri terkontrol / hilang

Intervensi :

a) Kaji skala nyeri

Rasional : membandingkan skala nyeri pada kondisi sebelumnya.

b) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

Rasional : mengontrol keluhan nyeri

c) Berikan tindakan kenyamanan

Rasional : memberikan keuntungan emosional, mengurangi nyeri

d) Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : menghilangkan nyeri


2) Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

Tujuan : setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, diharapkan hipertermia

pasien dapat teratasi

Kriteria hasil : suhu dalam batas normal (370 C), Tidak mengalami

komplikasi

Intervensi :

a) Pantau suhu tubuh pasien

Rasional : peningkatan suhu diatas 38ᵒC menunjukkan penyakit infeksi akut.

b) Berikan kompres hangat

Rasional : kompres hangat berfungsi untuk menvasodilatasi pembuluh darah

sehingga membantu mengurangi demam

c) Kolaborasi pemberian antipiretik

Rasional : obat antipiretik untuk mengurangi demam

3) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus

Tujuan : setelah dilakukan perawatan 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi perubahan

pola eliminasi klien.

Kriteria hasil : pola BAB normal (1 – 2 x / hari), Mengeluarkan feses tanpa mengejan

Intervensi :

a) Kaji adanya distensi usus

Rasional : Distensi dan hilangnya peristaltik usus menandakan bahwa fungsi defekasi

hilang.

b) Anjurkan pasien untuk melakukan pergerakan sesuai kemampuan

Rasional: Menstimulasi perstaltik yang memfasilitasi terbentuknya flatus.

c) Jelaskan kepada pasien untuk menghindari makanan yang mengandung gas

Rasional : menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen.


d) Kolaborasi berikan pelunak feses.

Rasional : merangsang peristaltik dengan perlahan / evakuasi feses.

4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari

ekstraseluler, intraseluler ke area peritonium.

Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diharapkan volume cairan

adekuat.

Kriteria :

TTV stabil

Turgor kulit baik

Mukosa lembab

Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan.

Intervensi :

a) Observasi TTV

Rasional : indikator keadekuatan volume sirkulasi

b) Pantau masukan dan haluran

Rasional : menentukan balance cairan.

c) Kolaborasi pengawasan hasil laboratorium, elektrolit dan GDA

Rasonal : menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi.

d) Kolaborasi berikan cairan parental

Rasional : mempertahankan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan cairan.

5) Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan peristaltik usus.

Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi

pasien adekuat.

Kriteria hasil :
1. Menunjukkan peningkatan berat badan

2. Menunjukkan peningkatan nafsu makan.

Intervensi :

a) Timbang berat badan tiap 2 hari sekali

Rasional : menunjukkan keefektifan terapi.

b) Berikan kebersihan oral

Rasional : mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan

c) Kolaborasi rujuk dengan ahli gizi

Rasonal : menentukan program diet yang tepat

6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peradangan

Tujuan : setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam, diharapkan tidak terjadi infeksi

sekunder.

Kriteria hasil :

1. Tidak ada tanda / gejala infeksi

2. Tidak terjadi demam

Intervensi :

a) Observasi TTV

Rasional : peningkatan suhu menandakan adanya infeksi

b) Observasi adanya peningkatan nyeri abdomen, kekakuan nyeri tekan, penurunan/

tidak ada bising usus

Rasional :di duga adanya peritonitis

c) Kolaborasi pemberian antibiotik

Rasional : mengurangi / menekan penyebaran mikroba


BAB 4

KESIPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera

dalam rongga perut. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut

pelvioperitonitis.

Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi,

penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual.

Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :

1. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.

2. Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi

nifas.

3. Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.

4. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.

4.2 Saran

Diharapkan mahasiswa dapat memahami mengenai peritonitis bagian-bagiannya serta

dapat mengaplikasikan asuhan yang diberikan. Dalam penulisan makalah ini masih banyak

terdapat kekurangan oleh karena itu Kami mohon saran yang membangun. Semoga makalah

ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTKA

Japanesa Aiwi, et al. 2014. Pola Kasus dan Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal,

5(1), 209–214.

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Didik Priyadi. 2015. Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Peritonitis di Ruang Dahlia

RSUD Banyumas. Laporan Tugas Akhir. Tidak diterbitkan. Fakultas Ilmu Kesehatan.

Universitas Muhammadiyah Purwokerto: Purwokerto

Nugroho, Taufan, dkk. (2016). Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta:

Nuha Medika

Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC: Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC: Jakarta.

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC: Jakarta.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC: Jakarta.

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara: Jakarta.

Griffith, Winter H. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan: Jakarta

http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-peritonitis.html

Muttaqin, Arif.2010.Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medical

Bedah.Salemba Medika : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai