Anda di halaman 1dari 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Manajemen Bencana.


1. Pengertian Bencana.
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yg mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyrakat yg disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis ( UU No.
24/2007 ).
Diambil dari BNPB definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana
disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana
alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor.
b. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit..
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan
teror.
d. Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat
berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun
kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda
lebih dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian.
e. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan
bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan
aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.
f. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa
awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun,
tsunami dan banjir lahar.
g. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak
lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami
adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena
adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.
h. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau
batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng
akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
i. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah
atau daratan karena volume air yang meningkat.
j. Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit
air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur
sungai.
k. Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air
untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan.
Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah
kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi,
jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan.
l. Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang
menimbulkan korban dan/atau kerugian..
m. Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan
lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan
yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan.
Kebakaran hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang
dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.
n. Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-
tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan
kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan
hilang dalam waktu singkat (3-5 menit).
o. Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang
ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah
Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia
bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan
memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi
disertai hujan deras.
p. Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan
arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi
pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh
terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun
abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut
sebagai penyebab utama abrasi.
q. Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang
terjadi di darat, laut dan udara.
r. Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua
faktor, yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan
kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan
yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya
bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi
tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya.
s. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis
pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar
Biasa diatur oleh Peraturan (Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004).
t. Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu
gerakan massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang
ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang
biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
u. Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan
sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga
menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara
meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara
merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan
harta benda, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap
obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas
publik internasional.
v. Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh
melalui subversi, penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran.
Dalam perang, istilah ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas
individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapi
dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa sruktur
penting, seperti infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain.

2. Manajemen Bencana.
Disaster management adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami
pergeseran paradigma dari pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik
(menyeluruh). Pada pendekatan konvensial bencana itu suatu peristiwa atau
kejadian yang tidak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan,
sehingga manajemen bencana lebih fokus pada hal yang bersifat bantuan (relief)
dan tanggap darurat (emergency response). Selanjutnya paradigma manajemen
bencana berkembang ke arah pendekatan pengelolaan risiko yang lebih fokus pada
upaya-upaya pencegahan dan mitigasi, baik yang bersifat struktural maupun non-
struktural di daerah-daerah yang rawan terhadap bencana, dan upaya membangun
kesiap-siagaan.
Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan paradigma
manajemen bencana tersebut, pada bulan Januari tahun 2005 di Kobe-Jepang,
diselengkarakan Konferensi Pengurangan Bencana Dunia (World Conference on
Disaster Reduction)yang menghasilkan beberapa substansi dasar dalam
mengurangi kerugian akibat bencana, baik kerugian jiwa, sosial, ekonomi dan
lingkungan. Substansi dasar tersebut yang selanjutnya merupakan lima prioritas
kegiatan untuk tahun 2005-2015 yaitu:
a. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional
maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh
kelembagaan yang kuat.
b. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta
menerapkan sistem peringatan dini.
c. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan membangun
kesadaran kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap
bencana pada semua tingkat masyarakat.
d. Mengurangi faktor -faktor penyebab risiko bencana.
e. Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan
masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif.

3. Kebijakan Dalam Penanganan Krisis Kesehatan.

Kejadian bencana selalu menimbulkan krisis kesehatan, maka


penanganannya perlu diatur dalam bentuk kebijakan sebagai berikut:
a. Setiap korban akibat bencana perlu mendapatkan pelayanan
kesehatan sesegera mungkin secara maksimal dan manusiawi.
b. Prioritas awal selama masa tanggap darurat adalah penanganan
gawat darurat medik terhadap korban luka dan identifikasi korban
mati disarana kesehatan.
c. Prioritas berikutnya adalah kegiatan kesehatan untuk mengurangi
risiko munculnya bencana lanjutan, di wilayah yang terkena
bencana dan lokasi pengungsian.
d. Koordinasi pelaksanaan penanganan krisis kesehatan akibat
bencana dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.
e. Pelaksanaan penanganan krisis kesehatan dilakukan oleh
Pemerintah dan dapat dibantu dari berbagai pihak, termasuk bantuan
negara sahabat, lembaga donor, LSM nasional atau internasional,
dan masyarakat.
f. Bantuan kesehatan dari dalam maupun luar negeri, perlu mengikuti
standar dan prosedur yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan.
g. Pengaturan distribusi bantuan bahan, obat, dan perbekalan
kesehatan serta SDM kesehatan dilaksanakan secara berjenjang.
h. Dalam hal kejadian bencana yang mengakibatkan tidak berjalannya
fungsi pelayanan kesehatan setempat, kendali operasional diambil
alih secara berjenjang ke tingkat yang lebih tinggi.
i. Penyampaian informasi yang berkaitan dengan penanggulangan
kesehatan pada bencana dikeluar-kan oleh Dinas Kesehatan
setempat selaku anggota Satkorlak/Satlak.
j. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi berkala yang perlu diikuti
oleh semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penanggulangan
kesehatan, sekaligus menginformasikan kegiatan masing-masing.
Tahap-tahap penanganan krisis dan masalah kesehatan lain
mengikuti pendekatan tahapan Siklus Penanganan Bencana (Disaster
Management Cycle), yang dimulai dari waktu sebelum terjadinya bencana
berupa kegiatan pencegahan, mitigasi (pelunakan/pengurangan dampak)
dan kesiapsiagaan. Pada saat terjadinya bencana berupa kegiatan tanggap
darurat dan selanjutnya pada saat setelah terjadinya bencana berupa
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi.

4. Peran Perawat Dalam Siklus Managemen Bencana.


a. Pra Bencana
a) Pencegahan/mitigasi.
1) Identifikasi hazard dan resiko bencana (alam, ulah
manusia) Mengembangkan pengelolaan penanganan
untuk menurunkan dampak bencana.
2) Berperan serta dalam pengembangan sistem surveilence
untuk bencana.
3) Identifikasi kelompok beresiko.
4) Memahami prinsip dan proses isolasi, karantina,
kontaminasi dan dekontaminasi di masyarakat.
5) Kolaborasi intersektoral untuk pencegahan bencana.
b) Kesiapsiagaan.
1) Berpartisipasi dalam pendidikan masyarakat untuk
kesiapsiagaan bencana.
2) Melakukan kerja sama dengan stake holder lain untuk
menurunkan resiko bencana.
3) Bekerja sama dengan komunitas untuk memperkuat
system kesiapsiagaan bencana.
4) Melakukan kegiatan untuk mempersiapkan masyarakat
menghadapi bencana dan situasi tanggap darurat.
5) Melakukan need assessment di masyarakat untuk
mengidentifikasi kemungkinan masalah yang timbul
saat bencana dan mengidentifikasi kelompok masyrakat
yang beresiko.
6) Melakukan promosi kesehatan dalam konteks pra
bencana , kesiapsiagaan bencana, penanganan bencana.
b. Tanggap darurat Bencana (siaga darurat, tanggap darurat, pasca
darurat).
a) Memberikan pelayanan keperawatan kepada masyarakat.
1) Mengidentifikasi korban bencana (cedera dan sakit).
2) Evaluasi kebutuhan kesehatan dan sumber yang tersedia di
wilayah bencana utk memenuhi kebutuhan kesehatan.
3) Kolaborasi dengan tim responsen bencana untuk
menurunkan bahaya dan resiko di wilayah bencana.
4) Melakukan analisa prioritas untuk pelayanan pada situasi
yang kompleks (bencana).
5) Berperan dalan tindakan pencegahan (second disaster)
misalnya imunisasi massal, pencegahan penyebaran
penyakit, dll.
6) Kolaborasi dengan LSM untuk memenuhi kebutuhan dasar
masyrakat(e.g. shelter, food, water, health care).
7) Melakukan edukasi untuk masyarakat terkait peningkatan
kesehatan saat bencana.
8) Evaluasi dampak tindakan keperawatan untuk hasilnya
digunakan untuk keputusan berdasarn evidence.
9) Mengelola sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
pelayanan keperawatan.
10) Bekerjasama secara efektif dengan tim multidisiplin lainnya
.

b) Menyediakan pelayanan bagi individu dan keluarga.


1) Assessment.
- melakukan rapid assessment untuk mengetahui
kebutuhan pelayanan keperawatan di wilayah
bencana.
- melakukan pengkajian kebutuhan pisik dan
psikologis masyarakat akibat bencana.
- mengetahui gejala dini penyakit menular, paparan
kimia,biologis dan bahan berbahaya lainnya serta
melakukan tindakan pencegahan.
- menentukan kebutuhan untuk melakukan isolasi dan
karantina atau tindakan lainnya untuk mencegah
penularan.
- mengenali masalah kesehatan dan masalah gangguan
mental dan mampu melakukan rujukan.
2) Implementasi.
- Melakukan triage bencana.
- Melakukan tindakan penatalaksanaan trauma.
- Melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan
klien akibat bencana.
- Menciptakan lingkungan yang aman untuk
masyrakat dan klien.
- Melakukan rujukan yang aman.
- Memberikan medikasi, vasinasi secara tepat dan
aman.
- Pencegahan penyebaran penyakit menular.
- Menjaga keamanan diri dan orang lain di wilayah
bencana.
- Melakukan dokumentasi.
- Melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan
moral, budaya dan kepercayaan di masyarakat.
- Mengelola pelayanan keperawatan.
- Mobilisasi sarana dan prasarana.
- Mobillisasi SDM dan logistik.
- Pengelolaan RS kopals atau RS rujukan bencana.
- Bekerjasama dengan LSM untuk mengumpulkan
keluarga yang berpisah
3) Perawatan Mental.
- Tetapkan respon psikologi di anak, dewasa,
keluarga, masyarakat dan kelompok beresiko.
- Ciptakan dukungan psikologi yang sesuai.
- Bedakan antara respon adaptif dengan respon mal
adaptive.
- Melakukan tindakan keperawatan kesehatan mental
yang tepat pada situasi bencana.
- Melakukan pengelolaan trauma petugas
kesehatan/perawat pasca melakukan penanganan
bencan.
4) Vulnerable/ Kelompok rentan.
- Berikan tindakan yang sesuai untuk kelompok.
- Menciptakan lingkungan yang sesuai untuk
kelompok rentan.
- Melakukan rujukan yang sesuai untuk kelompok
rentan.

c. Pasca bencana.
1) Rehabilitasi.
2) Rekonstruksi.
a) Pemulihan Individu dan Keluarga.
- Mengembangkan perencanaan untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan psikologis jangka pendek dan
jangka panjang dari korban yang selamat.
- Mengidentifikasi perubahan kebutuhan dari korban
yang selamat dan mengubah perencanaan jika
dibutuhkan.
- Merujuk korban dengan kebutuhan khusus ke
organisasi dan ahli terkait.
- Mengajarkan strategi pecegahan penyakit dan
traume kepada korban yang selamat.
- Membantu pemulihan fasilitas pelayanan kesehatan
setempat.
- Berkolaborasi dengan pusat kesehatan masyarakat
setempat untuk pemeliharaan dan pelayanan
kesehatan.
- Bertindak sebagai advokat bagi korban selamat
dalam pemenuhan kebutuhan jangka panjang.
b) Pemulihan Masyarakat.
- Mengumpulkan data tentang hasil evaluasi terkait
respon terhadap bencana.
- Mengevaluasi respon dan praktik keperawatan dalam
bencana dan berkolaborasi dengan organisasi profesi
keperawatan terkait isu dan pengembangan.
- Berpartisipasi dalam menganalisa data dengan
berfokus pada pengembangan respon keperawatan.
- Mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan dan
mengkomunikasikan area tersebut kepada pihak
terkait.
- Membantu masyarakat dalam peralihan dari respon
pada tahap bencana hingga kembali pada fungsi
normalnya melalui pemulihan dan rehabilitasi.
- Membagi informasi tentang sumber-sumber rujukan
dan sumber daya yang digunakan dalam bencana.
- Membantu mengembangkan strategi pemulihan
dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat.
- Berkolaborasi dengan pihak terkait dalam
menghidupkan kembali pelayanan kesehatan di
masyarakat.
B. Pengertian Kesiapsiagaan.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna
(UU RI No.24 Tahun 2007). Sedangkan Kesiapsiagaan menurut Carter (1991) adalah
tindakan tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas,
dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat
guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana
penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.
Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan
berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya suatu kabupaten kota melakukan
kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat
yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan
psikis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari manajemen bencana secara terpadu.
Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila bencana
masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan
terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap
aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas
operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi. Perubahan
paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang penanggulangan bencana
merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi penanggulangan bencana lebih
diprioritaskan pada fase prabencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana.
Sehingga semua kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih
diutamakan. Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah:
a) Kemampuan menilai resiko.
b) perencanaan siaga.
c) mobilisasi sumberdaya.
d) Pendidikan dan pelatihan.
e) Koordinasi.
f) Mekanisme respon.
g) Manajemen informasi.
h) gladi/ simulasi.

C. Mitigasi Bencana Gunung Api.


Mitigasi bencana letusan gunung api adalah “proses pencegahan bencana letusan
gunungapi atau pengurangan dampak bahaya letusan gunungapi” untuk meminimalkan:
a) Jatuhnya korban jiwa.
b) Kerugian harta benda.
c) Rusaknya lingkungan dan Terganggunya roda perekonomian masyarakat.

Mitigasi Bencana Gunungapi.

Sebelum Terjadi Bencana

a) Dilakukan pemantauan gunungapi


b) Penyediaan peta kawasan rawan bencana gunungapi, peta zona risiko bahaya gunung
api
c) Pemantapan protap tingkat kegiatan gunungapi
d) Pembimbingan dan informasi gunungapi
e) Penerbitan peta geologi gunungapi
f) Penyelidikan geologi, geofisika dan geokimia
g) Peningkatan sumberdaya manusia dan pendukungnya.

Saat Terjadi Bencana

a) Mengirimkan tim tanggap darurat


b) Meningkatkan pengamatan
c) Melaporkan tingkat kegiatan sesuai alur
d) Memberikan rekomendasi kepada pemda sesuai protap
Sesudah Terjadi Bencana

a) Menurunkan tingkat kegiatan gunungapi sesuai protap


b) Menginventarisir data letusan, termasuk sebaran dan volume bahan letusan
c) Mengidentifikasi daerah yang terancam bahaya sekunder
d) Memberikan saran teknis penanggulangan bahaya sekunder

Pengurangan Resiko Bencana

— Melakukan identifikasi, kajian dan pemantauan resiko bencana dan memperkuat sistem
peringatan dini

— Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun suatu budaya aman
dan ketahanan terhadap bencana di semua tingkatan

— Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana untuk menjamin pelaksanaan tanggap darurat


yang efektif

Sosialisasi dan Koordinasi

Sosialisasi bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang tinggal
disekitar gunungapi tentang potensi gunungapi, baik yang negatif (bahaya), maupun yang positif
(sumberdaya).

Koordinasi dilakukan dengan pemerintah daerah dan instansi terkait guna meningkatkan
efektivitas dalam penanggulangan bencana erupsi gunungapi.

Penataan Ruang Berbasis Kebencanaan

Upaya pengurangan risiko bencana gempabumi adalah dengan mengurangai elemen kerentanan,
salah satunya adalah dengan cara penataan ruang yang berlandaskan kepada ainaliss
kebencanaan gunungapi.

Berikut ini adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penanggulangan bencana geologi yang
disebabkan oelh erupsi gunung api yaitu:

1. Melakukan pengamatan dan pemantauan terhadap gunung api aktif.


2. Dengan melakukan pengamatan dan pemantauan yang terus menerus, maka diharapkan
dapat dipelajari tingkah laku dan aktifitas semua gunung api aktif yang ada sehingga
usaha perkiraan erupsi dan bahaya gunung api akan tepat dan cepat. Penyampaian
informasi dalam rangka pengamanan penduduk dalam kawasan rawan bencana dapat
dilakukan tepat waktu sehingga korban bisa dihindari.
3. Melakukan pemetaan kawasan rawan bencana gunung apai
4. Untuk mengetahui dan menentukan kawasan rawan bencana gunung api, tempat-tempat
yang aman jika terjadi letusan, tempat pengungsian, alur pengungsian. Sehingga pada
saat terjadi peningkatan aktifitas/ letusan, kita sudah siap dengna peta operasional
lapangan.
5. Mengosongkan kawasan rawan bencana
6. Daerah atau kawasan yang termasuk kedalam kawasan rawan bencana harus dikosongkan
dan dilarang untuk hunian tetap, karena daerah ini sering dilanda oleh produk letusan
gunung api (lava, awan panas, jatuhan piroklastik)
7. Melakukan usaha preventif
8. Upaya untuk mengurangi bahaya akibat aliran lahar, yaitu dengan cara membuat tanggul
penangkis, tanggul-tanggul untuk mengurangi kecepatan lahar, serta mengurangi volume
air di kawah (Kelud , Galunggung)

Tahap kesiap siagaan merupakan tindakan-tindakan yang mmungkinkan pemerintah, masyarakat


maupin perorangan mampu mengantisipasi segera mungkin dan seefektif mungkin terhadap
situasi kejadian bencana misalnya:

1) Menyiapkan peralatan penanggulangan bencana untuk digunakan sewaktu-waktu.

2) Pelaksanaan efakuasi atau pengungsian.

3) Menyiapkan sistem peringatan dini (komunikasi darurat).

4) Melakukan penyuluhan serta memberi informasi tentang kebencanaan pada masyarakat.

5) Melakukan pelatihan penanggulangan bencana

D. Pengetahuan Perawat Dalam Kesiapsiagan Penangulangan Bencana.


1. Pengertian Pengetahuan.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk,
petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat
membantu keyakinan tertentu sehingga seseorang berprilaku sesuai keyakinan tersebut
(Kismoyo cit Afriyanti, 2011).
Seseorang dengan sumber informasi yang banyak dan beragam akan menjadikan
orang tersebut memiliki pengetahuan yang luas (Soekanto, 2002).
a) Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: (Notoatmodjo, 2012).
1) Tahu (know).
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa
orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan. Contoh: dapat
menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.
2) Memahami (comprehension).
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat
menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang bergizi.
3) Aplikasi (aplication).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan meteri yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode dan prinsip dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat
menggunakan rumus statistika dalam perhitungan-perhitungan hasil
penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah
(problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus
yang diberikan.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan meteri atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.
5) Sintesis (synthesis).
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan dan dapat
menyesuiakan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation).
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada. Misalya dapat membandingkan antara anak
yang cukup gizi dengan anak yang kurang gizi, dapat menanggapi
terjadinya diare di suatu tempat dan dapat menafsirkan sebab-sebab
mengapa ibu-ibu mau ikut KB.

b) Cara Memperoleh Pengetahuan.


Menurut Notoatmodjo, (2010). Ada beberapa cara untuk memperoleh
pengetahuan.
1) Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan.
- Cara coba salah (Trial and Error).
Cara ini dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan
mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba
salah ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba.
2) Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin
masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintahan,
atau berbagai prinsip orang lain yang mempunyai otoritas.
3) Berdasarkan pengalaman
Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.
4) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan.
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut
metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis
Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven.
Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita
kenal dengan penelitian ilmiah.
2. Jenis pengetahuan.
Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam kontek kesehatan sangat
beraneka ragam. Pengetahuan merupakan begian perilaku kesehatan. Jenis
pengetahuan menurut Budiman dan Riyanto (2013) adalah:
a) Pengetahuan implisit.
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam
bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata,
seperti keyakinan pribadi, perspektif dan prinsip. Pengetahuan seseorang
biasanya sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan.
Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak
disadari.
b) Pengetahuan eksplisit.
a. Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan
atau disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan.
Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang
berhubungan dengan kesehatan.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Wawan (2010) adalah:
a) Faktor internal.
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan
seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah
cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat
dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan
kebahagiaan. Budiman & Agus (2013) yang menyatakan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan
adalah pendidikan. Pengetahuan sangat erat kaitannya
dengan pendidikan di mana diharapkan seseorang dengan
pendidikan tinggi, orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya tetapi selain dari pendidikan formal
informasi dan pengetahuan tersebut juga dapat diperoleh
dari pendidikan informal.
2) Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan
terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan
keluarganya.
3) Usia.
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai berulang tahun. Dan semakin tinggi usia
seseorang maka semakin bijaksana dan banyak pengalaman
yang telah dijumpai dan dikerjakan untuk memiliki
pengetahuan. Usia diklasifikasikan dalam 6 tingkatan, yang
dibagi berdasarkan pembagian usia Depkes RI (2009), yaitu
usia 17-25 tahun , usia 26-35 tahun, usia 36-45 tahun, usia
46-55 tahun, usia 56-65 tahun dan usia >65 tahun. Budiman
dan Agus (2013) menyatakan bahwa usia mempengaruhi
daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Tetapi menurut Maryam (2011) yang menyatakan
bahwa pada lansia mengalami kemunduran kemampuan
kognitif antara lain berupa berkurangnya ingatan (suka
lupa).
b) Faktor eksternal.
1) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada
disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok.
2) Sosial budaya
Sistem budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.
4. Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) yang dikutip oleh Budiman dan Riyanto (2013)
pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala, yaitu:
1) Baik : hasil presentase 76%-100%
2) Cukup : hasil presentase 56%-75%
3) Kurang : hasil presentase <55%.
E. Kerangka Teori.

Faktor yang
Mempengaruhi
Pengetahuan

1. Pendidikan

2. Informasi

3. Sosial, budaya, ekonomi


4. Lingkungan
5.Pengalaman

Kesiapsiagaan Penangulangan
Pengetahuan
Bencana

Faktor yang
Mempengaruhi
kesiapsiagaan Perawat
menangulangu
Bencana:

1. Pengetahuan.
2. Sikap.
3. Institusi
Kesehatan.

Keterangan :

: yang diteliti

: yang tidak diteliti


F. Kerangka konsep.
Variabel penelitian.
1. Variabel independen Pada penelitian ini adalah Pengetahuan Perawat Tentang
Penanggulangan Bencana

2. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kesiapan Perawat Dalam Menangulangi Bencana
Letusan Gunung.

G. Hipotesa.

Hipotesa dalam penelitian ini yaitu terdapat Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang
Penanggulangan Bencana Dengan Kesiapan Perawat Dalam Menangulangi Bencana Letusan
Gunung Kelud di Malang Barat.

. http://repository.ump.ac.id/829/

Anda mungkin juga menyukai