Anda di halaman 1dari 7

Fobia khas

a. Definisi
Fobia khas adalah ketakutan yang sangat kuat dan tidak berdasarkan akal
terhadap benda atau situasi tertentu (Rudaz et al., 2017). Dalam fobia khas ada
beberapa tipe yaitu tipe binatang (Laba-laba, serangga, anjing), tipe lingkungan alam
(Ketinggian, badai, air), tipe injeksi-darah, tipe situasional (Pesawat terbang, lift,
tempat tertutup) dan tipe lain (situasi yang dapat menyebabkan tersedak atau
muntah: pada anak-anak, misalnya suara keras atau karakter berkostum) (Kaplan,
dkk, 1997).
b. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab fobia khas Menurut Durand & Barlow (2005), ada beberapa
penyebab munculnya fobia khas yaitu:
1) Traumatic event
Kebanyakan orang yang mengalami fobia khas disebabkan oleh kejadian
trauma. Contohnya jika kita digigit oleh anjing, maka kita akan menjadi phobia
terhadap anjing.
2) Information transmition
Seseorang dapat mengalami fobia khas karena sering mengingat sesuatu yang
berbahaya. Misalnya seorang wanita mengalami fobia terhadap ular, padahal
wanita tersebut belum pernah bertemu dengan ular. Tetapi, ia sering dibilang
atau mendengar bahwa akan ada ular yang berbahaya di rumput yang tinggi. Hal
ini membuat wanita tersebut menggunakan sepatu boot untuk menghindari
bahaya, walaupun ia berjalan di jalan yang biasa.
3) Sosial dan Kultural
Faktor ini sangat kuat dapat mempengaruhi seseorang mengalami fobia khas.
Dalam masyarakat tidak dapat diterima jika seorang laki-laki menunjukkan
ketakutan dan fobia (Houtem et al., 2013). Mayoritas fobia khas terjadi pada
perempuan.

Faktor resiko :
1. Emosional
Faktor risiko temperamental untuk fobia spesifik, seperti karakteristik
negatof (neuroticism) atau penghambatan perilaku, adalah faktor risiko untuk
gangguan kecemasan lainnya juga (Magalha & Purkis, 2014).
2. Lingkungan
Faktor risiko lingkungan untuk fobia spesifik, seperti perlindungan orangtua
yang berlebihan, kehilangan dan pemisahan orang tua, dan pelecehan fisik dan
seksual, cenderung untuk memprediksi gangguan kecemasan lainnya juga.
Seperti disebutkan sebelumnya, pertemuan negatif atau traumatis dengan objek
atau situasi yang ditakuti kadang-kadang (tetapi tidak selalu) mendahului
perkembangan fobia spesifik (Magalha & Purkis, 2014).
3. Genetik dan fisiologis.
Mungkin ada kerentanan genetik terhadap kategori fobia spesifik tertentu
(misalnya, individu dengan kerabat tingkat pertama dengan fobia hewan tertentu
secara signifikan lebih mungkin memiliki fobia spesifik yang sama daripada
kategori lainnya fobia). Individu dengan fobia cedera injeksi darah menunjukkan
kecenderungan unik untuk sinkop vasovagal (pingsan) di hadapan stimulus fobia
(Ollendick et al.,2012).

d. Diagnosis
Kriteria diagnostik fobia khas menurut DSM V (300.29) (F40.2) :
1) Menandai ketakutan atau kecemasan terhadap suatu objek atau situasi tertentu
(terbang, ketinggian, binatang, jarum suntik, darah).
2) Objek atau situasi fobia hampir selalu memancing ketakutan atau kecemasan
tiba-tiba.
3) Objek atau situasi fobia secara aktif dihindari atau diatasi dengan ketakutan atau
kecemasan yang kuat.
4) Ketakutan atau kecemasan itu tidak sesuai dengan bahaya sebenarnya yang
ditimbulkan oleh objek atau situasi tertentu dan pada konteks kultur sosial.
5) Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran tersebut berlanjut, biasanya
berlangsung selama 6 bulan atau lebih.
6) Ketakutan, kecemasan, atau penghindaran menyebabkan gangguan-gangguan
klinis yang signifikan pada kehidupan sosial, pekerjaan, atau bidang penting
lainnya.
7) Gangguan tersebut tidak lebih baik dijelaskan oleh gejala dari gangguan mental
lainnya, seperti ketakutan, kecemasan, dan penghindaran terhadap situasi
dibantu dengan gejala seperti panik atau gejala ketidakmampuan lainnya
(seperti pada agorafobia); objek atau situasi yang berkaitan dengan obsesi
(seperti pada gangguan obsesif-kompulsif); ingatan atas suatu trauma (seperti
pada gangguan stres pasca trauma); pemisahan dari rumah atau kasih sayang
seseorang (seperti pada gangguan kecemasan pemisahan); atau pada situasi
sosial (seperti pada gangguan kecemasan sosial).
Kriteria diagnosis fobia khas (terisolasi) menurut PPDGJ-III adalah:
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis pasti:
1) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan
manifestasi primer dari anxietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain
seperti misalnya waham atau pikiran obsesif;
2) Anxietas hanya terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu (highly
specific situations); dan
3) Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya
Pada fobia khas ini umumnya tidak ada gejala psikiatrik lain, tidak seperti
halnya agorafobia dan fobia sosial.
e. Diagnosis Banding
Agorafobia. Fobia spesifik situasional dapat menyerupai agorafobia dalam
presentasi klinisnya, mengingat tumpang tindih dalam situasi yang ditakuti (mis.
Terbang, tempat tertutup, elevator). Jika seseorang hanya takut pada satu dari situasi
agorafobia, maka fobia spesifik, situasional,dapat didiagnosis. Jika dua atau lebih
situasi agorafobik ditakuti, diagnosis agorafobia kemungkinan diperlukan.
Misalnya, seseorang yang takut dengan pesawat terbang dan lift (yang tumpang
tindih dengan situasi agorafobik "transportasi umum") tetapi tidak tidak takut pada
situasi agorafobik lain akan didiagnosis dengan fobia spesifik, situasional,
sedangkan seseorang yang takut pesawat terbang, lift, dan orang banyak (yang
tumpang tindih dengan dua situasi agorafobik, "menggunakan transportasi umum"
dan "mengantre dan atau berada dalam kerumunan ") akan didiagnosis dengan
agorafobia. Kriteria B dari agorafobia (situasi ditakuti atau dihindari" karena pikiran
yang melarikan diri mungkin sulit atau bantuan mungkin tidak tersedia jika terjadi
gejala seperti panik atau lainnya gejala melumpuhkan atau memalukan ") juga dapat
berguna dalam membedakan agorafobia dari fobia spesifik. Jika situasi ditakuti
karena alasan lain, seperti takut akan dirugikan secara langsung oleh objek atau
situasi (misalnya, takut pesawat menabrak, takut akan hewan menggigit), diagnosis
fobia tertentu mungkin lebih tepat (Magalha & Purkis, 2014).
Gangguan kecemasan sosial. Jika situasi dikhawatirkan karena evaluasi
negatif, gangguan kecemasan sosial harus didiagnosis daripada fobia spesifik.
Gangguan panik. Individu dengan fobia spesifik dapat mengalami serangan
panik ketika dihadapkan dengan situasi atau objek yang mereka takuti. Diagnosis
fobia spesifik akan diberikan jika serangan panik hanya terjadi sebagai respons
terhadap objek atau situasi tertentu, sedangkan diagnosis gangguan panik akan
diberikan jika individu tersebut juga mengalami serangan panik yang tidak terduga
(yaitu, tidak menanggapi objek atau situasi fobia tertentu) (Ollendick et al., 2012).

f. Penatalaksanaan
1. Psikoterapi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara terapi kognitif-
perilaku dengan farmakoterapi bemanfaat untuk kelainan ini. Kombinasi
farmakoterapi dan tetapi kognitif perilaku dapat mempercepat efek atau kerja
obat, dan efek terapi dapat bertahan lama walaupun obat telah dihentikan (Singh
& Singh, 2016).
Terapi rasional emotif tingkah laku adalah terapi yang berusaha
menghilangkan cara berfikir klien yang tidak logis dan irasional, dan
menggantinya dengan sesuatu yang logis dan rasional dengan cara menyerang,
menentang, mempertanyakan dan membahas keyakinan-keyakinan irasional
klien. Tujuan utama dari terapi rasional emotif tingkah laku adalah membantu
klien memahami kepercayaan irrasionalnya, dengan mendebatkannya dan
selanjutnya merubahnya dengan pemikiran yang lebih positif dan rasional.
Membantu anak menjadi evaluator atas dirinya sendiri, sehingga dapat belajar
untuk hidup sehat, mengontrol diri, dan bertanggung jawab atas kehidupannya.
Menurut Edelstein (2010) terapi rasional emotif tingkah laku membantu
seseorang untuk dapat lebih percaya diri dan mengeliminasi atau menghilangkan
masalah pemikiran yang mengganggu (irasional).
2. Farmakoterapi
Farmakoterapi yang dapat diberikan yaitu obat-obatan golongan selective
serotonin reuptake inhibitor (SSRI), Serotonin-Norepinephrine Reuptake
Inhibitors (SNRIs), benzodiazepine, B-blocker.
Rekomendasi pengobatan anxietas antara lain: ( Bystritsky, et al., 2013).
a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
Berdasarkan beberapa guideline mengenai rekomendasi
pengobatan untuk gangguan anxietas, SSRIs direkomendasikan sebagai
first-line terapi untuk sebagian besar gangguan anxietas. Kelompok obat
ini diantaranya fluoxetine, sertraline, citalopram, escitalopram,
fluvoxamine, paroxetine dan vilazodone. Mekanisme penting dari
kelompok obat-obatan tersebut yaitu menghambat transporter serotonin
dan menyebabkan desensitisasi reseptor serotonin postsinaptik, sehingga
menormalkan aktivitas jalur serotonergik.
b. Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRIs)
SNRI yang menghambat transporter serotonin dan norepinefrin,
termasuk venlafaxine, desvenlafaxine, dan duloxetine. SNRI biasanya
digunakan apabila terjadi kegagalan atau respon yang tidak adekuat
terhadap SSRI. Tanggapan pasien terhadap SNRI sangat bervariasi,
beberapa pasien mungkin mengalami eksaserbasi gejala fisiologis
anxietas sebagai akibat dari peningkatan sinyal mediasi norepinefrin yang
disebabkan oleh penghambatan transporter norepinefrin. Untuk pasien
yang tidak mengalami efek ini, peningkatan tonus noradrenergik dapat
berkontribusi terhadap efikasi ansiolitik dari obat-obatan ini (Singh &
Singh, 2016).
c. Benzodiazepines
Meskipun benzodiazepin banyak digunakan pada zaman dahulu
untuk mengobati kondisi anxietas, tetapi tidak lagi dianggap sebagai terapi
lini pertama karena menimbulkan efek samping yang merugikan, jika
digunakan dalam waktu yang lama dan dosis yang tinggi. Oleh karena itu,
penggunaan benzodiazepine hanya terbatas untuk pengobatan jangka
pendek anxietas akut (Singh & Singh, 2016).

TAMBAHAN SITASI JURNAL

Houtem, V., Wijk, V. and Jongh, D. 2013. A review and meta-analysis of the heritability of
specific phobia subtypes and corresponding fears Running title : Heritability of
specific phobia subtypes and fears. Journal of Anxiety Disorders, 27(4). doi:
10.1016/j.janxdis.2013.04.007.

Magalha, C. and Purkis, H. 2014. The Origins of Specific Phobias : Influential Theories and
Current Perspectives The Origins of Specific Phobias : Influential Theories and
Current Perspectives. Journal of General Psychology, 13(4). doi: 10.1037/a0017759.

Ollendick, T. H., Raishevich, N. and Iii, T. E. D. 2012. Specific Phobia in Youth :


Phenomenology and Psychological Characteristics. Journal Behavior Theraphy,
41(1), pp. 133–141. doi: 10.1016/j.beth.2009.02.002.Specific.

Rudaz, M., Ledermann, T., Becker, E. S. and Craske, G. 2017. The moderating role of
avoidance behavior on anxiety over time : Is there a difference between social anxiety
disorder and specific phobia ?. Journal Plos One, pp. 1–14.

Singh, J. and Singh, J. 2016. Treatment options for the specific phobias. International
Journal of Basic & Clinical Phamacology, 5(3). doi: 10.18203/2319-
2003.ijbcp20161496.

Anda mungkin juga menyukai