Anda di halaman 1dari 136

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN CHRONIC

KIDNEY DISEASE DENGAN TERAPI ALTERNATIF MASSAGE KAKI TERHADAP


PENURUNAN NYERI KEPALA DI RUANG HEMODIALISA RSUD ABDUL
WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2018

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

DI AJUKAN OLEH:
RAHMAYANTI, S.Kep
NIM 17.111. 0241.200.57

PROGRAMSTUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2018
Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Chronic Kidney Disease dengan
Terapi Alternatif Massage Kaki terhadap Penurunan Nyeri Kepala di Ruang
Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

DI AJUKAN OLEH:
RAHMAYANTI, S.Kep
NIM 17.111. 0241.200.57

PROGRAMSTUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2018

i
ii
iii
iv
MOTO

“Barang siapa yang menghafal sepuluh ayat

dari permulaan surah Al-Khafi, maka

terpelihara dari (gangguan) Dajjal. Begitu pula

minta perlindungan kepada Allah dari fitnah

Dajjal setelah tasyahud akhir”

(Al-Khafi: Muslim: 1/556)

v
Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Chronic Kidney Disease dengan
Terapi Alternatif Massage Kaki terhadap Penurunan Nyeri Kepala di Ruang
Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018

Rahmayanti1, Ramdhany Ismahmudi2

INTISARI

Latar belakang :
Gagal ginjal adalah kegagalan fungsi ginjal untuk memepertahankan metabolisme serta
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolism (toksik uremik) di dalam darah. Penyakit ginjal
kronik stadium V adalah tingkat gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali
dilakukan terapi pengganti (hemodialisis). Efek dari hemodialisis adalah headache
intradialysis, gangguan nyeri musculoskeletal berupa nyeri sendi, nyeri punggung dan kram
otot. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemberian intervensi massage kaki dalam
menurunkan nyeri kepala (headache intradialysis). Hal ini terjadi karena pijat merangsang
tubuh melepas senyawa endorphin yang merupakan pereda sakit alami.
Tujuan :
Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini bertujuan untuk menganalisis intervensi massage kaki
terhadap penurunan nyeri kepala pada pasien Chronic Kidney Diease.
Metode :
Penelitian ini menggunakan skala nyeri menurut Bourbanis.
Hasil :
Dalam penelitian ini menggunakan pain scale menurut Bourbanis..
Pada tanggal 29 Juni 2018 didapatkan hasil skala nyeri 6 (nyeri sedang). Setelah dilakukan
massage kaki selama 3 hari dan di eveluasi pada tanggal 6 Juni 2018 hasil skala nyeri 0
(Tidak Nyeri).
Kesimpulan:
Analisis terapi ini menunjukkan adanya penurunan skala nyeri yang signifikan saat diberikan
intervensi inovasi massage kaki

Kata kunci : gagal ginjal Kronik, massage kaki

1
Mahasiswa Ners Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Samarinda Tahun 2018
2
Dosen Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Samarinda
vi
Analysis of the Clinical Practice of Nursing on Patients of Chronic Kidney Disease with
Alternative Therapies Feet Massage Against the Decrease of Pain in the Head Hemodialisa the
Provincial Hospital Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Year 2018
1 2
Rahmayanti , Ramdhany Ismahmudi

ABSTRACT

Background:
renal failure is the failure of kidney function for memepertahankan metabolism and balance of fluids
and electrolytes due to progressive destruction of kidney structure with the manifestation of the
buildup of the rest of the metabolism (toxic Diathesis) in blood. Chronic kidney disease stage V is the
level of kidney failure that can lead to death unless done replacement therapies (hemodialysis). The
effect of hemodialysis is headache pain disorders musculoskeletal intradialysis, in the form of joint
pain, back pain and muscle cramps. This research was conducted to find out the giving foot massage
interventions in lowering the head pain (headache intradialysis). This happens because massage
stimulates body removing compound endorphin which is a natural pain reliever.
Purpose:
The final Scientific work of Ners (KIA-N) aims to analyse the intervention massage foot decline pain
in the head on patient Chronic Kidney Dieases
Methods:
in this study using a pain scale according to Bourbanis
The result:
on June 29, 2018-scale results obtained 6 pain (pain being). After a foot massage for 3 days and in
eveluasi on 6 June 2018 results soreness scale 0 (No Pain).
Conclusions:
analyze this therapy showed a significant decrease in pain scale when given a foot massage innovation
interventions

Key words: Chronic renal failure, feet massage

1
Students of Nursing Profesi Ners of Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Samarinda
2
Lectyrer of Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Samarinda

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,

hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan KIAN ini, shalawat dan salam

semoga senantiasa tercurah pada baginda Rosulullah Muhammad SAW.

Terwujudnya KIAN ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong

dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. DR. Bambang Setiaji selaku ketua Universitas Muhammadiyah

Kalimantan Timur

2. Bapak dr. H. Rachim Dinata Marsidi, Sp. B, FINAC, sebagai direktur RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda

3. Kepada Ns. Dwi Rahma Fitriani M. Kep selaku ketua program studi S1 keperawatan

dan selaku pembimbing akademik saya.

4. Ns. Ramdhany Ismahmudi S.Kep, M.PH sebagai pembimbing saya, terimakasih untuk

segala kesabaran dan bimbingannya, yang telah meluangkan waktu melakukan

bimbingan dari awal hinggal akhir proses penyusunan KIAN ini.

5. Ns. Suwanto.M.Adm.Kes selaku penguji 1 yang telah meluangkan waktu untuk

membantu saya dalam penyusunan KIAN ini.

viii
6. Ns. Faried Rahman Hidayat. S.Kep., M.Kes selaku penguji 2 yang telah meluangkan

waktu untuk membantu saya dalam penyusunan KIAN ini.

7. Kepada kedua orang tua H. Basruni S.Pd dan Hj. Masi’ah S.Pd. M.Pd yang terus

memberikan doa, dukungan dan motivasi yang tak ternilai harganya mulai kecil

hingga saat ini dan tidak kenal lelah selalu memberi, mengasihi, dan bekerja panas

hujan untuk mancari uang demi kebutuhan anaknya. Kepada saudara-saudara saya

Taudi Afiat, S.Pd dan Fery Anti Astuti, S.Pd yang telah memberikan dukungan baik

materi maupun bukan materi.

8. Kepada teman-teman seperjuangan Lili Rianti, S.Kep, Heri Sandi, S.Kep, Tamri,

S.Kep, Ilham Afandy S.Kep, Maria Tusoliha, S.Kep dan Yunia Audia, S.Kep yang

saya cintai.

9. Kepada teman-teman seperjuangan penyusunan KIAN Riki, Widya dan Wanda.

Terimakasih atas waktu dan kebersamaannya.

10. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan dikelompok 1 dan kelompok elektif yang

tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala kebersamaan,

persahabatan dan pengertian yang kita jalin selama ini, semoga hal itu dapat kita

pertahankan sampai akhir hayat kita.

Semoga segala bantuan yang tak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah

SWT sebagai amal ibadah, Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan

saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-

ix
perbaikan ke depan. Penulis berharap semoga KIAN ini dapat bermanfaat dan menjadi karya

yang memberi dampak positif buat kita semua, Amin Ya Rabbal’Alamiin.

Samarinda, 28 juli 2018

Rahmayanti, S.Kep

x
DAFTAR ISI

Halaman Sampul

Halaman Judul ............................................................................................. i

Surat Pernyataan Keaslian Penelitian .......................................................... ii

Lembar Persetujuan ..................................................................................... iii

Lembar Pengesahan ..................................................................................... iv

Motto....... ..................................................................................................... v

Intisari....... ................................................................................................... vi

Abstrack...... ................................................................................................. vii

Kata Pengantar ............................................................................................. viii

Daftar Isi ..................................................................................................... xi

Daftar Tabel ................................................................................................. xiii

Daftar Gambar ............................................................................................. xiv

LAMPIRAN ................................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 7

A. Anatomi dan Fisiologi...................................................................... 7

B. Konsep Penyakit Chronic Kidney Deases (CKD) ........................... 9

xi
C. Konsep Asuhan Keperawatan .......................................................... 22

D. Terapi Inovasi Massage Kaki .......................................................... 45

E. Nyeri ................................................................................................ 52

BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ............................ 65

A. Pengkajian Kasus ............................................................................. 65

B. Masalah Keperawatan ...................................................................... 74

C. Diagnosa Keperawatan .................................................................... 74

D. Intervensi Keperawatan ................................................................... 76

E. Intervensi Inovasi ............................................................................. 78

F. Implementasi Keperawatan .............................................................. 79

G. Evaluasi Keperawatan ...................................................................... 86

H. Evaluasi Inovasi Massage Kaki ....................................................... 90

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 92

A. Profil Lahan Praktik ......................................................................... 92

B. Analisis Masalah Keperawatan dengen Konsep CKD..................... 94

C. Analisis Intervensi dengan Konsep Penelitan Terkait ..................... 100

D. Alternatif Pemecah yang Dapat Dilakukan ...................................... 102

BAB V PENUTUP .................................................................................. 105

A. Kesimpulan ...................................................................................... 105

B. Saran ................................................................................................ 106

Daftar Pustaka

Lampiran

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Batasan Stadium CKD .............................................................. 10

Tabel 2.2 Noc dan Nic .............................................................................. 30

Tabel 2.3 Perbedaan Nyeri Akut dan Kronis ............................................ 57

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Darah Rutin Bulan Juli 2018 ...................... 73

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Darah Rutin Bulan Juni 2018 ..................... 74

Tabel 3.3 Analisis Masalah Keperawatan ................................................. 74

Tabel 3.4 Intervensi Keperawatan ............................................................. 76

Tabel 3.5 Implementasi Keperawatan ....................................................... 79

Tabel 3.6 Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi ................................ 85

Tabel 3.7 Evaluasi Keperawatan ............................................................... 86

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal Secara Umum .............................................. 7

Gambar 2.2 Skema Pathways Keperaawatan CKD ................................. 15

Gambar 2.3 Tahap Massage Kaki 1 .......................................................... 50

Gambar 2.4 Tahap Massage Kaki 2 .......................................................... 51

Gambar 2.5 Tahap Massage Kaki 3 .......................................................... 51

Gambar 2.6 Tahap Massage Kaki 4 .......................................................... 51

Gambar 2.7 Skala Nyeri Menurut Bourbanis............................................ 57

Gambar 2.8 Skala Nyeri VAS (Visual Analog Scale)............................... 58

Gambar 2.9 Skala Nyeri Numerik............................................................. 59

Gambar 2.10 Skala Nyeri Wong Baker Faces .......................................... 59

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Biodata Peneliti

Lampiran 2 : Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 3 : Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 4 : Data Demografi Respoden

Lampiran 5 : Skala Nyeri Menurut Bourbanis

Lampiran 6 : Instruksi Kerja Prosedur Pemberian Terapi Massage Kaki

Lampiran 7 : Dokumentasi

xv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal

yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan

metabolic, cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia

(Brunner dan Suddarth, 2014).

Prevelensi pasien CKD menurut data dari WHO dari 42 Negara pada tahun 2011

sebesar 0.096%, di Amerika Serikat 1,924%. Berdasarkan data dari Indonesia Renal

Registry (IRR, 2013) suatu kegiatan registrasi dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia

(PERNEFRI) bahwa terjadi peningkatan prevalensi klien CKD pertahun di Indonesia

sebesar 0.2% dan di Kalimantan Timur sebesar 0.1%.

Berdasarkan data Indonesia Renal Registry (2012) jumlah pasien baru HD di

Indonesia terus meningkat dari tahun per tahun, tetapi pasien yng kemudian masih aktif

pada tahunnya masih sedikit, pada tahun 2012 pasien baru berjumlah 19.621 orang tetapi

pasien yang aktif berjumlah 9.161 orang. Sedangkan jumlah tindakan HD pada tahun

2012 di wilayah Kalimantan berjumlah 18.846 tindakan. Data administrasi di ruang

Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahrani Samarinda berjumlah 250 pasien.

Terapi hemodialysis (HD) merupakan salah satu tindakan pada manajemen pasien

CKD. HD bertujuan menggantikan fungsi ginjal sehingga dapat memperpanjang

kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup pada penderita gagal ginjal.

Hemodialisis adalah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan selaput
2

membrane semi permeabel (dialyzer), yang berfungsi seperti nefron sehingga dapat

mengeuarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangna cairan

dan elektrolit pada gagal ginjal (Hayani, 2014). Selama tindakan HD sering sekali

ditemukan komplikasi yang terjadi, seperti kram otot, hipotensi, sakit kepala, mual dan

muntah (Sukandar, 2006).

Pasien yang menjalani HD mengalami gejala komplikasi seperti nyeri yang

berdampak terhadap kualitas hidup bahkan dapat menimbulkan kematian (Septiwi, 2013).

Sedangkan menurut Baradero (2008) kecepatan Under Frequency Relay (UFR) yang

tinggi, penarikan cairan dan elektrolit yang besar, lamanya dialysis, tidak efektifnya

dialysis dan tingginya ultrafiltrasi juga dapat menyebabkan terjadinya headache

intradialysis. Gangguan nyeri musculoskeletal berupa nyeri sendi, nyeri punggung dan

kram otot berkaitan dengan gangguan mineral dan tulang akibat CKD dapat

mempengaruhi tingginya kadar hormone paratiroid (Sabbatini, 2003). Pada beberapa

penelitian terdapat manajemen untuk mengatasi nyeri dapat diterapkan secaran non

farmakologis. Pendekatan secara non farmakologis tanpa penggunaan obat-obatan seperti

relaksasi, masase, akupresur, akupuntur, kompres panas atau dingin dan aromaterapi,

sedangkan secara farmakologis melalui penggunaan obat-obatan. Manajemen nyeri non

farmakologis lebih aman, sederhana dan tidak menimbulkan efek merugikan

dibandingkan metode farmakologi yang berpotensi mempunyai efek yang merugikan

(Mander, 2004 dalam Yenny 2017).

Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02/MENKES/148/2010 tentang izin Penyelenggaraan Praktik Perawat,


3

menyebutkan dalam ayat 3 yaitu Praktik Keperawatan dilaksanakan melalui kegiatan

pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan dan pemberdayaan masyarakat serta

pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer. Selain itu menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/MENKES/PER/IX/2007 menyebutkan

bahwa pengobatan komplementer merupakan pengobatan yang meliputi tindakan

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Berdasarakan peraturan yang sudah disebutkan diatas dapat diketahui bahwa terapi

komplementer sudah menjadi bagian dari pelayanan kesehatan. Salah satu terapi

komplementer adalah terapi massase.

Terapi massase adalah suatu tehnik yang menggunakan tekanan pada jaringan

lunak, biasanya otot atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi

sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan atau memperbaiki sirkulasi

(Maryunani 2010 dalam Riska 2016). Salah satu metode massage adalah effleurage yang

dilakukan pada daerah kaki dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer dan

efeknya memperlancar aliran darah balik dari daerah ekstremitas bawah menuju ke

jantung (Turner, W.A 2005 dalam Sutanto 2010). Cara massase bisa dilakukan dengan

bantuan penolong persalinan atau keluarga yang mendampingi selama nyeri berlangsung

(Tamsuri A, 2007).

Berdasarkan hal diatas maka penulis tertarik untuk memaparkan Karya Ilmiah

Akhir Ners dengan Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Chronic Kidney

Disease Dengan Terapi Alternatif Massage Kaki Terhadap Penurunan Nyeri Kepala

Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018


4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalan karya

tulis ini adalah “Bagaimanakah Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Chronic

Kidney Disease Dengan Terapi Alternatif Massage kaki Terhadap Penurunan Nyeri

Kepala Di Ruang Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018”?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini bertujuan untuk melakukan

analisa terhadap kasus kelolaan pada pasien chronic kidney disease dengan terapi

alternatif massage kaki terhadap penurunan nyeri di ruang hemodialisa RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis kasus kelolaan pada pasien dengan diagnosis medis Chronic Kidney

Disease

b. Menganalisis intervensi terapi komplementer alternatif massage kaki yang

diterapkan secara kontinyu pada pasien kelolaan dengan diagnose Chronic Kidney

Disease.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Aplikatif

a. Terapi alternative ini bisa memberikan manfaat selama proses HD, pasien tidak

mengalami komplikasi intradialisis agar penarikan cairan yang diharapkan dari


5

tindakan HD bisa tercapai pada pasien yang menjalani terapi HD di Ruang

Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

b. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil penulisan ini dapat digunakan untuk mengurangi memburuknya keluhan dan

komplikasi pasien CKD dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

khususnya tindakan mandiri sebagai seorang perawat.

c. Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan konstribusi kepada bidang

tenaga kesehatan mengenai perawatan tenaga kesehatan dalam mendukung

praktek klinis keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan Terapi

Massase Kaki Terhadap Penurunan Nyeri Di Ruang Hemodialisa RSUD Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda.

2. Manfaat Keilmuan

a. Bagi Penulis

Menambah wacana pengetahuan dan keterampilan penulis tentang terapi massase

terhadap komplikasi intradialisis sehingga dapat diterapkan dan memberikan

manfaat pada pasien lain dengan kasus yang sama atau kasus dan keluhan yang

berbeda pada pasien yang menjalani terapi HD di Ruang Hemodialisa RSUD

Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

b. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat menjadikan terapi ini sebagai instruksi kerja prosedur

keperawatan dalam menberikan asuhan selama pasien menjalani HD.


6

c. Bagi Institusi Pendidikan Universitas Muhammadiyah Samarinda

Hasil KIA-N ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan atau pedoman bagi

mahasiswa/mahasiswi untuk menambah wawasan dan keterampilan demi

perkembangan ilmu profesi keperawatan dalam memberikan intervensi mandiri

perawat.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Ginjal

a. Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal Secara Umum

Sumber: (Granovsky, 2011)

Ginjal merupakan suatu organ yang terletak di retroperitoneal pada

dinding abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12

hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya

lobus hepar. Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam

adalah kapsula renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa dan jaringan

terluar adalah fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai pelindung

dari trauma dan memfiksasi ginjal (Tortora, 2011).


8

Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang

dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal

mengandung jutaan alat penyaring yang disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari

glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa

triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian

apeks yang menonjol ke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan

hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis

ginjal (Tortora, 2011).

2. Fisiologis Ginjal

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan

komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat

terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma

darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam

jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di

eksresikan keluar tubuh dalam urine melalui sistem pengumpulan urine (Price &

Wilson, 2012).

Menurut (Sherwood, 2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:

a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh

b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan

dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri

c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh

d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh

e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan


9

Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian

akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari

darah pun diubah menjadi urine. Urine lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke

ureter. Setelah ureter, urine akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih.

Bila orang tersebut merasakan keinginan berkemih dan keadaan

memungkinkan, maka urine yang ditampung dikandung kemih akan di

keluarkan lewat uretra (Sherwood, 2011).

Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urine, yaitu

filtrasi, reabsorpsi dan sekresi. Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi

sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke

kapsula bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, difiltrasi

secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula

bowman hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas

oleh kapiler glomerulus tetapi tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi parsial,

reabsorpsi lengkap dan kemudian akan diekskresi (Sherwood, 2011).

B. Konsep Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)

1. Pengertian

Chronic Kidney Disease adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak

dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan

metabolic, cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia

(Brunner dan Suddarth, 2014).


10

CKD adalah kerusakan ginjal >3 bulan, berupa kelainan struktur ginjal, dapat atau

tanpa disertai penurunan LFG, LFG<60 mL/menit/1,73 m2 selama>3 bulan, dapat

disertai atau tanpa disertai kerusakan ginjal (Witjaksono, et al, 2008).

Menurut Barandero (2008) CKD terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu

mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan

pada kedua ginjal ini irreversible. Eksaserasi nefritis, obstruksi saluran kemih,

kerusakan vascular akibat diabetes mellitus, dan hipertensi yang berlangsung terus-

menerus mengakibatkan oembentukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya

fungsi ginjal secara progresif.

2. Klasifikasi

Tabel 2.1 Batasan dan Stadium CKD

Stadium LFG Fungsi Ginjal Keterangan


(ml/m/1,73m2)
Stadium 1 > 90 >90% Kerusakan minimal dengan LFG
normal
Stadium 2 60-89 60-89% Kerusakan ringan dengan nilai
LFG belum mengganggu
Stadium 3 30-59 30-59% Kerusakan sedang, masih bisa di
pertahankan
Stadium 4 15-29 15-29% Kerusakan berat, membahayakan
Stadium 5 <15 <15% Kerusakan sangan berat, perlu
dialisis
Sumber: Rasjidi (2008)
11

3. Etiologi

Menurut Muttaqin (2011), banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya

gagal ginjal kronik, akan tetapi apapun sebabnya, respons yang terjadi adalah

penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat

mengakibatkan CKD bisa disebabkan dari ginjal dan di luar ginjal :

a. Penyakit dari ginjal

1) Kista di ginjal: polcystis kidney

2) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonephritis

3) Infeksi kuman: pyelonephritis, ureteritis

4) Batu ginjal: nefrolitiasis

5) Trauma langsung pada ginjal

6) Keganasan pada ginjal

7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.

b. Penyakit umum di luar ginjal

1) Penyakti sistemik: diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

2) Dyslipidemia

3) SLE

4) Infeksi: TBC, paru, sifilis, malaria, hepatitis

5) Preeclampsia

6) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

7) 0bat-obatan.
12

2. Patofisiologi

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung dari penyakit yang mendasarinya.

Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes mellitus, terjadi

hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi

peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi

glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah

pada glomerulosklerosis (Sudoyo, 2009). Tingginya tekanan darah juga menyebabkan

terjadi CKD. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen

ginjal sehingga dapat terjadi penurunan filtrasi (NIDDK, 2014).

Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi spesifik dan

membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibodi dan sistem

komplemen. Endapan kompleks imun akan memicu proses inflamasi dalam

glomerulus. Endapan kompleks imun akan mengaktivasi jalur klasik dan

menghasilkan Membrane Attack Complex yang menyebabkan lisisnya sel epitel

glomerulus (Sudoyo, 2009).

Terdapat mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada nefron yang

masih sehat sebagai kompensasi ginjal akibat pengurangan nefron. Namun, proses

kompensasi ini berlangsung singkat, yang akhirnya diikuti oleh proses maladaptif

berupa nekrosis nefron yang tersisa (Harrison, 2012). Proses tersebut akan

menyebabkan penurunan fungsi nefron secara progresif. Selain itu, aktivitas dari

renin-angiotensin-aldosteron juga berkontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis

dan progresivitas dari nefron (Sudoyo, 2009). Hal ini disebabkan karena aktivitas
13

renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan tekanan darah dan

vasokonstriksi dari arteriol aferen (Tortora, 2011).

Pada pasien CKD, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh.

Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan

glomerulotubular sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan

menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan volume cairan ekstrasel (Harrison,

2012). Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus

menuju kapiler peritubular sehingga dapat terjadi hipertensi (Tortora, 2011).

Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh

darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan

meningkatkan keparahan dari hipertensi (Saad, 2014).

Gangguan proses filtrasi menyebabkan banyak substansi dapat melewati

glomerulus dan keluar bersamaan dengan urine, contohnya seperti eritrosit,

leukosit, dan protein (Harrison, 2012). Penurunan kadar protein dalam tubuh

mengakibatkan edema karena terjadi penurunan tekanan osmotik plasma sehingga

cairan dapat berpindah dari intravaskular menuju interstitial (Kidney Failure, 2013).

Sistem renin-angiotensin-aldosteron juga memiliki peranan dalam hal ini.

Perpindahan cairan dari intravaskular menuju interstitial menyebabkan penurunan

aliran darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan mengaktivasi sistem

renin- angiotensin-aldosteron sehingga terjadi peningkatan aliran darah (Tortora,

2011).

Gagal ginjal kronik menyebabkan insufisiensi produksi eritropoetin (EPO).

Eritropoetin merupakan faktor pertumbuhan hemopoetik yang mengatur diferensiasi


14

dan proliferasi prekursor eritrosit. Gangguan pada EPO menyebabkan terjadinya

penurunan produksi eritrosit dan mengakibatkan anemia (Harrison, 2012).


15

Pathways CKD

Gambar 2.2 Pathways Keperawatan CKD

Sumber: (Purwo, 2010)


16

3. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Muttaqin (2011) disebutkan ada pengkajian dianostik pada pasien

dengan CKD yaitu:

a. Laboratorium

1) Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan

hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom dan jumlah retikulosit yang

rendah.

2) Ureum dan Kreatinin: meniggi, biasanya perbandingan antara ureum dan

kreatinin kurang lebih 30:1. Ingat perbandingan bisa meniggi oleh karena

perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan streroid, dan

obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari

kreatinin pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang menurun.

3) Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan.

4) Hyperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan

menurunnya diuresis.

5) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis

vitamin D pada CKD

6) Fosfat alkalin meninggi akibat gangguan metabolism tulang, terutama

isoenzim fosfatase lindi tulang.

7) Hipoalnuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya disebabkan gangguan

metabolism dan diet rendah protein.

8) Penigkatan gula darah akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal

ginjal (resistensi terhadap pengaruh isulin pada jaringan perifer).


17

9) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolism lemak disebabkan peningkatan

hormone isulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

10) Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang

menurun, BE yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebakan

retensi asam-basa organic pada gagal ginjal.

b. Radiologi

1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau

adanya suatu obstruksi). Dehirasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh

sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.

2) Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai perviokalises dan ureter.

Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan

tertentu misalnya usia lanjut, diabetes mellitus dan nefropati asam urat.

3) USGuntuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan

parenkim ginjal, anatomi sistem perviokalises, ureter proksmal, kandung

kemih dan prostat.

4) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan

(vascular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.

c. EKG untuk melihat kemungkinan: hipertrofi ventrikel kiri, aritmia, tanda-tanda

pericarditis, gangguan elektrolit (hyperkalemia).

4. Manifestasi Klinis

Pasien CKD stadium 1 sampai 3 (dengan GFR ≥ 30 mL/menit/1.73 m2)

biasanya memiliki gejala asimtomatik. Pada stadium-stadium ini masih belum

ditemukan gangguan elektrolit dan metabolik. Sebaliknya, gejala-gejala tersebut

dapat ditemukan pada CKD stadium 4 dan 5 (dengan GFR ≤ 30 mL/menit/1.73 m2)

bersamaan dengan poliuria, hematuria dan edema. Selain itu, ditemukan juga uremia
18

yang ditandai dengan peningkatan limbah nitrogen di dalam darah, gangguan

keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa dalam tubuh yang pada keadaan lanjut

akan menyebabkan gangguan fungsi pada semua sistem organ tubuh (Arora, 2014).

Kelainan hematologi juga dapat ditemukan pada penderita ESRD. Anemia

normositik dan normokromik selalu terjadi, hal ini disebabkan karena defisiensi

pembentukan eritropoetin oleh ginjal sehingga pembentukan sel darah merah dan

masa hidupnya pun berkurang (Arora, 2014).

Menurut Brunner dan Suddarth (2014) pasien akan menunjukkan beberapa

tanda dan gejala: keparahan kondisi bergantung pada tingkat kerusakan ginjal,

kondisi lain yang mendasari dan usia pasien.

a. Manisfetasi kardiobaskular: hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulmona,

oericarditis.

b. Gejala-gejala gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, penurunan

aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan

penghidu dan pengecapan, dan parotis atau stomatitis.

c. Perubahan neuromuscular: perubahan tingkat kesadara, kacau mental,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.

d. Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan.

e. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.

f. Pasien secra bertahan akan lebih mengantuk: karakter pernafasan menjadi

kusmaul dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik)

atau kedutan otot.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

Untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal


19

b. Foto polos abdomen

Menilai bentuk dan besar ginjal serta adakah batu/obstruksi lain

c. Pielografi Intra Vena

Menilai sistem pelviokalises dan ureter, berisiko terjadi penurunan faal

ginjal pada usia lanjut, diabetes mellitus dan nefropati asam urat

d. USG

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, anatomi sistem

pelviokalises dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem

pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih serta prostat

e. Renogram

Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler,

parenkim) serta sisa fungsi ginjal.

6. Penatalaksanaan

Tujuan dari penataksanaan adalah untuk mengembalikan fungsi ginjal dan

mempertahankan homeostasis selama mungkin. Menurut Brunner dan Suddarth

(2014) penatalaksanaan dari CKD adalah:

a. Intervensi diet diperluksn dengan peraturan yang cermat terhadap masukkan

protein, masukkan cairan untuk menyeimbangkan kehilangan cairan, masukkan

natrium dan pembatasan kalium.

b. Pastikan masukkan kalori dan suplemen vitamin yang adekuat.

c. Batasi protein karena kerusakan klirens ginjal terhadap urea, kreatinin, asam

urat, dan asam organi. Masukkan protein yang diperbolehkan harus tinggi

kandungan biologisnya: produk yang berasal dari susu, telur dan daging.
20

d. Cairan yang diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24

jam.

e. Atasi hiperfosfateia dan hipokalsemia dengan antacid mengandung aluminium

atau kalsium karbohidrat: keduanya harus diberikan dengan makanan.

f. Suplai kalori dengan karbohidrat dan lemak untuk mencegah pelisutan otot.

g. Berikan suplai vitamin

h. Tangani hipertensi dengan control volume intravaskuler dan obat antihipertensif.

i. Atasi jantung kongestif dan edeman pulmonal dengan pembatasan cairan, diet

rendah natrium, diuretic, preparat inotropic (misalnya digitalis atau dobutamin)

dan dialisis.

j. Atasi asidosis metabolic jika perlu dengan suplemen natrium bikarbonat atau

dialisis.

k. Atasi hyperkalemia dengan dialisis: pantau pengobatab dengan kandungan

kalium, berikan diet pembatasan kalium: berikan kayexelate sesuai kebutuhan.

l. Amati terhadap tanda dini abdormalitas neurologis (misalnya berkedut, sakit

kepala, delirium atau aktivitas kejang).

m. Cata awitan, tipe, durasi dan efek umum kejang pada pasien segera beritahu

dokter.

n. Berikan diazepam (valium) atau fnitoim (dilatin) untuk mengontrol kejang.

o. Atasi anemia dengan rekombinan eritripoetin: pantau hematokrit pasien dengan

sering. Sesuai pemberian heparin sesui keperluan untuk mencegag pembekuan

aliran dialisis selama tindakan.

p. Pantau kadar besi serum dan transferrin untuk mengkaji status keadaan besi (besi

penting untuk memberikanrespon yang adekuat terhadap eritropoetin).


21

q. Pantau tekanan darah dan kadar kalium serum.

r. Rujukan pasien pada pusat dialisis dan transplantasi di awal perjalanan penyakit

ginjal progresif.

s. Lakukan dialisis saat pasien tidak dapat mempertahankan gaya hidup yang

diperlukan dengan pengobatan konservtif.

7. Komplikasi

Menurut Sukandar (2006) komplikasi CKD adalah:

a. Hiperkalemi akibat penurunan seresi asidosis metabolic, katabolisme dan

masukan diet berlebihan.

b. Prikarditis, efusi pericardium dan tamponad jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin

angiotensin aldosterone.

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin.

e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolic akibat retensi fosfat, kadar kalsium

serum yang rendah, metabolism vitamin D yang abdormal dan peningkatan kadar

alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.

f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.

h. Malnutrisi karena anoreksia, mual dan muntah

i. Hiperparatirod, hyperkalemia dan hiperfosfatemia.


22

C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Anamnesis

Pada pengkajian yang dilakukan pada pasien CKD diperoleh secara

autoanamnesis dan alloanamnesis. Dimana identitas pasien meliputi nama (anonim),

usia, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan dan diagnosa medis.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Keluhan yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit

sampai tidak dapat BAB, gelisah sampai penurunan kesadaran, anoreksia,

dypsnea, nausea, vomiting, mulut terasa kering (xerostomia), nafas berbau

(ureum) dan gatal pada kulit. Pada kasus CKD dapat terjadi pada segala usia dan

jenis kelamin (tidak ada perbandingan antara pria dan wanita).

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi penyakit terutama pada

prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan keluhan yang pasien

rasakan saat ini, seperti berapa lama keluhan penurunan jumlah urine dan apakah

penurunan jumlah urine tersebut ada hubungannya dengan predisposisi.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji apakah ada riwayat penyakit infeksi sistem perkemihan, diabetes

mellitus, hipertensi dan batu ginjal. Kemudian tentang riwayat mengkonsumsi

obat-obatan dan riwayat alergi.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji apakah ada riwayat penyakit ginjal dari keluarga


23

3. Primary Survey

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik, diantaranya: a.

Airway

Observasi apakah ada sekret, benda asing/perdarahan pada

rongga mulut dan lidah jatuh kebelakang.

b. Breathing

Observasi apakah pasien terlihat sesak nafas dan cepat kelelahan, nafas

berbau amoniak.

c. Circulation

Dilihat tekanan darah pasien apakah meningkat atau tidak, nadi yang

teraba kuat, adanya peningkatan JVP, disritmia dan terdapat edema pada

ekstremitas atau bahkan edema nasarka, CRT ≥ 3 detik, akral pasien dingin dan

adanya perdarahan terutama pada lambung.

4. Secondary Survey

a. Brain

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien CKD seperti reaksi pupil, pelo,

kesemutan, tremor, kram otot/kejang, gangguan status mental, penurunan

kesadaran dan nyeri.

b. Breathing

Pada pasien CKD dilihat apakah pasien takipnea, dispnea, peningkatan

frekuensi/kedalaman (pernafasan kusmaul), batuk produktif dan cuping hidung.

c. Blood

Edema jaringan umum dan pitting pada ekstremitas, disritmia jantung,

nyeri dada, hematoma, kecenderungan perdarahan dan hipotensi ortostatik

menunjukkan hipovolemia.
24

d. Bladder

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria dan perubahan warna urine.

e. Bowel

Pola/konsistensi/warna, abdomen kembung, diare/konstipasi, penurunan berat badan

(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah. f. Bone

Pruritus, ada/berulangnya infeksi, nyeri otot/tulang, kaku sendi, bengkak,

patah tulang.

5. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan Menurut Gordon

a. Pola persepsi kesehatan-manajemen kesehatan

Personal hygiene kurang, konsumsi toksik, konsumsi makanan tinggi

kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, kontrol

tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi

dan diabetes mellitus.

b. Pola nutrisi dan metabolik

Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,

peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri

ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amoniak), penggunanan

diuretik, demam karena sepsis dan dehidrasi.

c. Pola eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen

kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.

d. Pola aktivitas dan latihan

Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatasan gerak sendi.


25

e. Pola istirahat dan tidur

Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)

f. Pola kognitif perseptual

Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,

perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki

(memburuk pada malam hari), perilaku berhati-hati/ distraksi, gelisah,

penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki,

kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status

mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,

kehilangan memori, kacau.

g. Persepsi diri dan konsep diri

Perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan, menolak,

ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan

menentukan kondisi, contoh tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi

peran.

h. Pola reproduksi dan seksual

Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.

6. Pengkajian Fisik

a. Keluhan umum:

Keluhan umum yang sering pasien rasakan selama menjalankan

hemodialisis seperti lemas, nyeri pinggang, mual muntah, kram otot serta haus.

b. Tingkat kesadaran

c. Pengukuran antropometri

d. Tanda vital
26

Tanda-tanda vital pasien yang tidak stabil seperti tekanan darah

meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia, pernapasan kusmaul, tidak

teratur

e. Head to toe

Pemeriksaan yang didapatkan pada pasien yang menderita CKD seperti

berikut:

1) Kepala

(1) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,

edema periorbital

(2) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar

(3) Hidung: pernapasan cuping hidung

(4) Mulut: ulserasi dan perdarahan, nafas berbau amoniak, mual,

muntah serta cegukan, peradangan gusi

2) Leher: pembesaran vena leher

3) Dada: penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan

kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner,

friction rub pericardial

4) Abdomen: nyeri area pinggang, asites

5) Genital: atropi testikuler, amenore

6) Ekstremitas: capirally refill time ≥ 3 detik, kuku rapuh dan kusam serta

tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop,

kekuatan otot

7) Kulit: ecimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu-abu, mengkilat

atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar

(purpura), edema.
27

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium

Tujuan dilakukannya pemeriksaan laboratorium adalah:

1) Untuk menetapkan adanya CKD

2) Menetukan derajat CKD

3) Menetapkan gangguan sistem

Membantu menetapkan etiologi.

Laboratorium darah:

BUN, kreatinin, elektrolit, hematologi, protein, antibody

Laboratorium Urine:

Warna, pH, volume, glukosa, protein, keton

Dalam menetapkan gagal ginjal yang paling lazim diuji adalah

Laju Filtrasi Glomerulus (LFG).

b. Pemeriksaan EKG

Melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit

(hiperkalemia, hipokalsemia).

c. Ultrasonografi (USG)

Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan

parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung

kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya

faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor,

juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut.


28

d. Foto polos abdomen

Sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi

ginjal. Untuk menilai bentuk dan besar ginjal, apakah ada batu atau

obstruksi lain.

e. Pielografi intravena (PIV)

Pada CKD yang berlanjut tidak bermanfaat lagi oleh karena ginjal

tidak dapat mengeluarkan kontras dan pada CKD ringan memiliki resiko

penurunan faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes

mellitus dan nefropati asam urat.

f. Pemeriksaan pielografi retrogad

Bila dicurigai adanya obstruksi yang reversibel

g. Pemeriksaan foto dada

Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid

overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial. Tidak jarang

ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.

h. Pemeriksaan radiologi tulang

Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari) dan klasifikasi metastatik.

6. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit CKD menurut (Corwin, 2009)

adalah:

a. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan

penatalaksanaan adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut,

terutama dengan restriksi protein dan obat-obat antihipertensi.

b. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan

cairan dan elektrolit.


29

c. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau

transplantasi ginjal.

d. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.

7. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons

manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok

dimana perawat secara akuntabilitas intervensi secara pasti untuk menjaga status

kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito, 2006).

Diagnosa keperawatan pada pasien CKD yaitu:

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penyakit

c. Mual berhubungan dengan gangguan biokimia

d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan natrium

e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

kebutuhan oksigen

g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan volume cairan

h. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis

i. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif

j. Resiko jatuh dengan faktor resiko fisiologis

(Moorhead, dkk., 2013 & Bulechek, dkk., 2013).


30

8. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.2 NOC dan NIC

No Diagnose NOC NIC


1. Ketidakefektifan pola Status Pernafasan 1. Manajemen Jalan Nafas
nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1.1 buka jalan nafas dengan teknik chin lift
selama …X… jam diharapkan atau jaw thrust, sebagamana mestinya.
ketidakefektifan pola nafas pasien teratasi 1.2 Posisikan pasien untuk meminimalkan
skala (1,2,3,4,5) dengan indikator: ventilasi
1. Penggunanaan otot bantu nafas. 1.3 Lakukan fisoterapi dada, sebagaimana
Dipertahan pada skala…, mestinya
ditingkatkan ke skala … 1.4 Buang secret dengan memotivasi pasien
2. Retraksi dinding dada Dipertahan untuk melakukan batuk atau meneyedot
pada skala…, ditingkatkan ke skala… lender
3. Sianosis. Dipertahan pada skala…, 1.5 Motivasi pasien untuk bernafas pelan,
ditingkatkan ke skala … dalam, berputar dan batuk
4. Dispnea saat istirahat.. Dipertahan 1.6 Instruksikan bagaimana agar bisa
pada skala…, ditingkatkan ke skala… melakukan batuk efektif
5. Akumulasi sputum. Dipertahan pada 1.7 Auskultasi suara nafas, catat area yang
skala…, ditingkatkan ke skala… ventilasinya menurun atau tidak ada dan
6. Suara nafas tambahan. Dipertahan adanya suara nafas tambahan
pada skala…, ditingkatkan ke skala… 1.8 Posisikan untuk meringankan sesak nafas
7. Pernafasan cuping hidung. 1.9 Monitor status pernafasan dan oksigenasi,
Dipertahan pada skala…, sebagaimana mestinya.
ditingkatkan ke skala…
8. Batuk. Dipertahan pada skala…, 2. Monitor penafasan
ditingkatkan ke skala… 1.10 monitor kecepatan, irama,, kedalam dan
kesulitan bernafas
Keterangan skala indikator: 1.11 catat pergerakan dada, catat
1= Sangat berat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot
2= Berat bantu nafas, dan retraksi pada otot
3= Cukup supracviculas dan interkosta
4= Ringan 1.12 monitor suara nafas tambahan seperti
5= Tidak ada ngorok atau mengi
1.13 monitor pola nafas (misalnya,
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
pernafasan kusmual, pernafasan 1:1,
apneustik, respirasi biot, dan pola
ataxtic)
1.14 monitor kelelahan otot-otot diagpragma
dengan pergerakan parasoksikal
1.15 monitor keluhan sesak nafas pasien,
termasuk kegiatan yang meningkatkan
atau memeperburuk sesak nafas tersebut
berikan bantuan terapi nafas jika
diperlukan.
3. Penghisapan lendir pada jalan nafas
1.16 Tentukan perlunya suksion mulut atau
trachea
1.17 Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah tidakan suksion
1.18 Monitor dan catat warna, jumlah dan
konsistensi secret
4. Fisioterapi dada
31

1.19 kenali ada tidaknya kontra indikasi


dilakukannya fisioterapi dada pada
pasien
1.20 lakukan fisioterapi dada minimal dua
jam setelah makan
1.21 jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
fisioterapi dada kepada pasien
1.22 tentukan segmen paru mana yang berisi
secret berlebihan
1.23 posisikan segmen paru yang akan
dilakukan fisioterapi dada diatas,
1.24 gunakan bantal untuk menopang posisi
pasien
1.25 tepuk dada dengan teratur dan cepat
dengan menggunakan telapak tangan
yang dikuncupkan diatas area y ang
ditentukan selama 3-5 menit, hindari
perkusi diatas area tulang belakang,
ginjal, payudara, area insisi, dan tulang
rusuk patah.
1.26 Getarkan dengan cepat dan kuat dengan
telapak tangan, jaga agar bahu dan
lengan tetap lurus, pergelangan tangan
kencang, pada area yang akan dilakukan
fisioterapi dada ketika pasien
menghembuskan nafasatau batuk 3-4
kali.
1.27 Sedot sputum
1.28 Monitor kemampuan pasien sebelum
dan setelah prosedur (contoh: oksimetri
nadi, tanda vital, dan tingkat
kenyamanan pasien)
5. Terapi oksigen
1.29 pertahankan kepatenan jalan nafas
1.30 siapkaan peralatan oksigen dan berikan
melalui system humidifier
1.31 berikan oksigen tambahan seperti yang
diperintahkan
monitor aliran oksigen
2. Ketidakefektifan Perfusi jaringan: perifer 1. Manajeman syok
perfusi Jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2.1 monitor hilangnya darah secara tiba-tiba,
perifer selama … X … jam diharapkan dehidrasi berat, atau pendarahan yang
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer terus menerus
pasien teratasi skala (1,2,3,4,5) dengan 2.2 monitor turunnya tekanan darah sistolik
indikator: kurang dari 90 mmhg atau turun 30
1. Pengisian kapiler perifer. mmHg pada pasien hipertensi.
Dipertahan pada skala…, 2.3 Monitor tanda dan gejala syok hipovolemi
ditingkatkan ke skala … 2.4 Berikan oksigen dan/atau ventilasi
2. Pengisian kapiler jari kaki. mekanik, sesuai kebutuhan
Dipertahan pada skala…, 2.5 Berikan cairan IV seperti kristaloid,
ditingkatkan ke skala… isotonik atau koloid, sesuai kebutuhan.
3. Suhu kulit ujung kaki dan tangan. 2.6 Berikan produk-produk darah , sesuai
Dipertahan pada skala…, kebutuhan
ditingkatkan ke skala… 2.7 Ambil gas darah arteri dan monitor
4. Kekuatan denyut nadi karotis oksigenisasi jaringan
(kanan). Dipertahan pada skala…, 2.8 Monitor data lab koagulasi, meliputi
ditingkatkan ke skala… protombine time (PT), partial
32

5. Kekuatan denyut nadi karotis thromboplastin time ( PTT) ,


(kiri). Dipertahan pada skala…, fibrinogen, fibrin degradation/split
ditingkatkan ke skala … product, dan hitung platelet.
6. Kekuatan denyut radial (kiri).
Dipertahan pada skala…, 2. Monitor tanda-tanda vital
ditingkatkan ke skala … 2.9 Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
7. Kekuatan denyut radial (kanan). pernafasan dengan tepat.
Dipertahan pada skala…, 2.10 Monitor warna kulit, suhu dan
ditingkatkan ke skala… kelembaban.
8. Nilai rata-rata tekanan darah. 2.11 Monitor keberadaan dan kualitas nadi.
Dipertahan pada skala…, 2.12 Monitor irama dan tekanan jantung.
ditingkatkan ke skala… 2.13 Monitor sianosis sentral dan perifer.

Keterangan skala indikator: 3. Manajemen elektrolit/cairan


1= Deviasi berat dari kisaran normal 2.14 pantau kadar elektrolit yang abnormal,
2= Deviasi cukup besar dari kisaran normal seperti yang tersedia
3= Deviasi sedang dari kisaran normal 2.15 pantau adanya tanda dan gejala overhidrasi
4= Deviasi ringan dari kisaran normal yang memburuk atau dehidrasi.
5= Tidak ada deviasi dari kidaran normal 2.16 Timbang berat badan harian dan pantau
gejala.
1. Muka pucat. Dipertahan pada skala 2.17 Berikan cairan yang sesuai
... , ditingkatkan ke skala ... . 2.18 Tingkatkan intake/asupan cairan per oral
2. Bruit diujung kaki dan tangan. yang sesuai
Dipertahan pada skala ... , 2.19 Pantau adanya tanda dan gejala retensi
ditingkatkan ke skala ... . cairan
3. Kelemahan otot. Dipertahan pada 2.20 Monitor tanda-tanda vital , yang sesuai.
skala ... , ditingkatkan ke skala ... . 2.21 Amati membran bukal psien sklera, dan
Keterangan skala indikator: kulit terhadap indikasi perubahan cairan
1= Berat dan keseimbangan elektrolit.
2= Cukup Berat 2.22 Berikan suplemen elektrolit tambahan
3= Sedang yang diresepkan.
4= Ringan 2.23 Monitor kehilangan cairan (misalnya,
5= Tidak ada pendarahan, muntah, diare, keringat dan
takipnea)
Tanda-tanda vital
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ... X ... jam diharapkan
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
pasien teratasi skala (1,2,3,4,5) dengan
indikator:
1. Suhu tubuh. Dipertahan pada skala
…, ditingkatkan ke skala …
2. Denyut nadi radial. Dipertahan pada
skala…, ditingkatkan ke skala…
3. Frekuensi pernafasan. Dipertahan
pada skala…, ditingkatkan ke
skala…

Keterangan skala indikator:


1= Deviasi berat dari kisaran normal
2= Deviasi yang cukup berat dari kisaran
normal
3= Deviasi sedang dari kisaran normal
4= Deviasi ringan dari kisaran normal
5= Tidak ada deviasi dari kisaran normal

3. Mual Kontrol mual & muntah 1. Manajemen obat


33

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3.1 Tentukan obat apa yang diperlukan, dan
selama … X … jam diharapkan mual pasien kelola menurut resep dan/atau protokol.
teratasi skala (1,2,3,4,5) dengan indikator: 3.2 Tentukan kemampuan pasien untuk
1. Mengenali onset mual. Dipertahan mengobati diri sendiri dengan cara yang
pada skala..,ditingkatkan ke tepat.
skala… 3.3 Monitor efektifitas cara pemberian obat
2. Mendsekripsikan faktor-faktor yang sesuai.
penyebab. Dipertahan pada 3.4 Monitor efeksamping obat
skala…, ditingkatkan ke skala… 3.5 Kaji ulangpasien dan/atau keluarga secara
3. Mengenali pencetus stimulus berkala mengenai jenis dan jumlah obat
(muntah). Dipertahan pada skala yang dikonsumsi.
…, ditingkatkan ke skala… 3.6 Ajarkan pasien dan/atau anggota keluarga
4. Menggunakan buku harian untuk mengenai tindakan dan efek samping yang
memantau gejala dari waktu diharapkan dari obat.
kewaktu. Dipertahan pada skala…, 3.7 Anjurkan pasien mengenai kapan harus
ditingkatkan ke skala… mencari bantuan medis.
5. Menggunakan langkah-langkah 3.8 Dorong pasien untuk (bersedia dilakukan)
pencegahan. Dipertahan pada skala uji skrining dalam menentukan efek obat.
…, ditingkatkan ke skala …
6. Menghindari faktor-faktor 2. Manajemen Mual
penyebab bila mungkin. 3.9 Dorong pasien untuk memantau
Dipertahan pada skala…, pengalaman diri terhadap mual.
ditingkatkan ke skala … 3.10 Dorong pasien untuk belajar strategi
7. Menghindari bau yang tidak mengatasi mual sendiri
menyenangkan. Dipertahan pada 3.11 Lakukan penilaian lengkap terhadap
skala …, ditingkatkan ke skala … mual termasukfrekuensi, durasi,
8. Menggunakan obat antiemetik tingkat keparahan, dan faktor-faktor
seperti yang direkomendasikan. pencetus, dengan menggunakan alat
Dipertahan pada skala …, (pengkajian), seperti self-care
ditingkatkan ke skala … journal, visual analog scale, duke
9. Melaporkan kegagalan pengobatan deskriptive scales, dan rhodes index
antiemetik. Dipertahan pada skala of nausea and vomiting (INV) form 2.
…, ditingkatkan ke skala … 3.12 Observasi tanda-tanda nonverbal dari
10. Melaporkan efek samping ketidaknyamanan, terutama pada
mengganggu dari emetik. bayi, anak-anak, dan orang-orang
Dipertahan pada skala…, yang tidak mampu untuk
ditingkatkan ke skala … berkomunikasi secara efektif, seperti
11. Melaporkan gejala yang tidak individu dengan penyakit alzaimer
terkontrol kepada profesional 3.13 Evaluasi pengalaman masa lalu
kesehatan. Dipertahan pada skala individu terhadap mual
…, ditingkatkan ke skala … 3.14 Dapat riwayat lengkap perawatan
12. Melaporkan mual,muntah-muntah, sebelumnya.
dan muntah yang terkontrol. 3.15 Dapatkan riwayat diet pasien seperti
Dipertahan pada skala…, (makanan) yang disukai dan yang
ditingkatkan ke skala … tidak disukai serta preferensi
(makanan)terkait budaya
Keterangan skala indikator: 3.16 Evaluasi dampak dari pengalaman
1= Tidak pernah ditunjukkan mual pada kuaitas hidup
2= Jarang ditunjukkan 3.17 Identifikasi faktor-faktor yang dapat
3= Kadang-kadang ditunjukkan menyebabkan atau berkontribusi
4= Sering ditunjukkan terhadap mual
5= Secara konsisten ditunjukkan 3.18 Pastikan bahwa obat anti emetik yang
efektif diberikan untuk mencegah
Nafsu makan mual bila memungkinkan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3.19 Kendalikan faktor-faktor lingkungan
selama … X … jam diharapkan mual pasien yang mungkin membangkitkan mual
teratasi skala (1,2,3,4,5) dengan indikator: 3.20 Kurangi atau hilangkan faktor-faktor
34

1. Hasrat/keinginan untuk makan. yang bersifat personal yang memicu


Dipertahan pada skala…, atau meningkatkan mual
ditingkatkan ke skala … 3.21 Identifikasi strategi yang telah
2. Mencari makanan. Dipertahan pada berhasil (dilakukan) dalam (upaya)
skala…, ditingkatkan ke skala… mengurangi mual.
3. Menyenangi makanan. Dipertahan 3.22 Ajari penggunaan teknik
pada skala…, ditingkatkan ke skala nonfarmakologi (misalnya,
… biofeedback, hipnosis, relaksasi,
4. Merasakan makana. Dipertahan imajinasi terbimbing, terapi musik,
pada skala …, ditingkatkan ke distraksi, akupresur) untuk mengatasi
skala… mual.
5. Energi untuk makanan. Dipertahan 3.23 Tingkatkan istirahat dan tidur yang
pada skala…, ditingkatkan ke skala cukup untuk memfasilitasi
… pengurangan mual.
6. Intake makanan. Dipertahan pada 3.24 Dorong pola makan dengan porsi
skala…, ditingkatkan ke skala… sedikit makanan yang menarik bagi
7. Intake nutrisi. Dipertahan pada (pasien) yang mual.
skala…, ditingkatkan ke skala … 3.25 Berikan cairan bening dingin yang
8. Intake cairan. Dipertahan pada bersih dan makanan yang tidak
skala…, ditingkatkan ke skala… berbau dan tidak berwarna, yang
9. Rangsangan untuk makan. sesuai
Dipertahan pada skala…, 3.26 Monitor asupan makanan terhadap
ditingkatkan ke skala… kandungan gizi dan kalori.
3.27 Timbang berat badan secara teratur
Keterangan skala indikator: 3.28 Berikan informasi mengenai mual,
1= Sangat terganggu seperti penyebab mual dan berapa
2= Banyak terganggu lama itu akan berlangsung.
3= Cukup terganggu 3.29 Bantu untuk mencari dan
4= Sedikit terganggu memberikan dukungan emosional
5= Tidak terganggu 3.30 Monitor efek dari manajemen mual
secara keseluruhan

4. Kelebihan volume Keseimbangan cairan Manajemen Elektrolit/cairan


cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4.1 Pantau kada serum abdomen
selama …x…jam, diharapkan volume cairan 4.2 Pantau adanya tanda dan gejala overdehidrasi
dapat teratasi dengan indikator pasien teratasi yang memburuk
skala (1,2,3,4,5) dengan indikator:: 4.3 Timbang berat badan harian dan pantau gejala
1. Eliminasi Urine 4.4 Perlunya adanya tanda dan gejala retensi cairan
Intake cairan dengan skala target 4.5 Monitor tanda-tanda vita yang sesuai
outcome dipertahankan pada … 4.6 Monitor manifestasi dan ketidakseimbangan
ditingkatkan ke skala ... elektrolit

Keterangan skala indikator:


1= Sangat terganggu
2= Banyak terganggu
3= Cukup terganggu
4= Sedikit terganggu
5= Tidak terganggu

5. Ketidakseimbangan Status nutrisi 1. Terapi nutrisi


nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5.1 Lengkapi pengkajian nutrisi, sesuai
kebutuhan tubuh selama …X… jam diharapkan kebutuhan.
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari 5.2 Monitor instruksi diet yang sesuai untuk
kebutuhan tubuh pasien teratasi skala memenuhi kebutuhan nutrisi (pasien)
(1,2,3,4,5) dengan indikator: per hari, sesuai kebutuhan.
1. Asupan gizi. Dipertahan pada skala 5.3 Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi
35

…, ditingkatkan ke skala … yang diperlukan untuk memenuhi


2. Asupan makan. Dipertahan pada kebutuhan nutrisi dengan
skala…, ditingkatkan ke skala… berkolaborasibersama ahli gizi, sesuai
3. Asupan cairan. Denyut nadi radial. kebutuhan.
Dipertahan pada skala…, 5.4 Kaji preferensi makanan yang sesuai
ditingkatkan ke skala… dengan budaya dan agama (pasien).
4. Energi. Dipertahan pada skala…, 5.5 Pilih suplemen nutrisi sesuai kebutuhan.
ditingkatkan ke skala … 5.6 Dorong pasien untuk memilih makanan
5. Rasio berat badan/ tinggi badan. setengah lunak, jika pasien mengalami
Dipertahan pada skala…, kesulitan menelan karena menurunnya
ditingkatkan ke skala… jumlah saliva.
6. Hidrasi. Dipertahan pada skala… , 5.7 Motivasi pasien untuk mengkonsumsi
ditingkatkan ke skala… makanan yang tinggi kalsium, sesuai
kebutuhan.
Keterangan skala indikator: 5.8 Motivasi pasien untuk mengkonsumsi
1= Sangat menyimpang dari rentang normal makanan dan minuman yang tinggi
2= Banyak menyimpang dari rentang normal kalium sesuai kebutuhan.
3= Cukup menyimpang dari rentang normal 5.9 Pastikan bahwa dalam diet mengandung
4= Sedikit menyimpang dari rentang normal makanan yang tinggi serat untuk
5= Tidak menyimpang dari rentang normal mencegah konstipasi.
5.10 Sediakan bagi (pasien) makanan dan
minuman bernutrisi yang tinggi
Status nutrisi: Asupan Nutrisi protein, tinggi kalori dan mudah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dikonsumsi, sesuai kebutuhan.
selama …X…jam diharapkan 5.11 Bantu pasien untuk memilih makanan
ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari yang lunak, lembut dan tidak
kebutuhan tubuh pasien teratasi skala mengandung asam sesuai kebutuhan.
(1,2,3,4,5) dengan indikator: 5.12 Berikan nutrisi enteral, sesuai kebutuhan.
1. Asupan kalori. Dipertahan pada 5.13 Hentikan pemberian makan melalui selang
skala…, ditingkatkan ke skala… makanan begitu pasien mampu
2. Asupan protein. Dipertahan pada mentoleransi asupan (makanan)
skala…, ditingkatkan ke skala … melalui oral.
3. Asupan lemak. Denyut nadi radial. 5.14 Berikan cairan hiperalimentasi sesuai
Dipertahan pada skala…, kebutuhan.
ditingkatkan ke skala … 5.15 Pastikan ketersediaan terapi diet progresif.
4. Asupan karbohidrat. Dipertahan 5.16 Berikan nutrisi yang dibutuhkan sesuai
pada skala…, ditingkatkan ke skala batas diet yang dianjurkan.
… 5.17 Motivasi (pasien) untuk membawa
5. Asupan serat. Dipertahan pada makanan yang telah dimasak dari
skala…, ditingkatkan ke skala… rumah sesuai kebutuhan.
6. Asupan vitamin. Dipertahan pada 5.18 Anjurkan untuk menghindari makanan
skala …, ditingkatkan ke skala… yang mengandung laktosa, sesuai
7. Asupan mineral. Denyut nadi kebutuhan.
radial. Dipertahan pada skala…, 5.19 Tawarkan herbal dan rempah sebagai
ditingkatkan ke skala … pengganti garam.
8. Asupan zat besi. Denyut nadi 5.20 Ciptakan lingkungan yang membuat
radial. Dipertahan pada skala…, suasana yang menyenangkan dan
ditingkatkan ke skala … menenangkan.
9. Asupan kalsium. Denyut nadi 5.21 Sajikan makanan dengan menarik, cara
radial. Dipertahan pada skala…, yang menyenangkan dengan
ditingkatkan ke skala… mempertimbangkan warna, tekstur
10. Asupan natrium. Denyut nadi dan keragaman.
radial. Dipertahan pada skala…, 5.22 Berikan perawatan mulut sebelum makan
ditingkatkan ke skala… sesuai kebutuhan.
5.23 Bantu pasien untuk duduk sebelum makan
Keterangan skala indikator: atau minum.
1= Tidak adekuat 5.24 Monitor hasil laboratorium, yang sesuai.
36

2= Sedikit adekuat 5.25 Ajarkan pasien dan keluarga mengenai


3= Cukup adekuat diet yang dianjukan.
4= Sebagian besar adekuat 5.26 Rujuk untuk mendapatkan pendidikan
5= Sepenuhnya adekuat kesehatan terkait diet dan perencanaan
diet sesuai kebutuhan.
5.27 Berikan pasien dan keluarga contoh
tertulis mengenai diet yang
dianjurkan.

2. Monitor Nutrisi
5.28 Timbang berat badan pasien.
5.29 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan .
5.30 Lakukakan pengukuran
antropometrik pada komposisi tubuh.
5.31 Monitor kecendrungan turun dan
naiknya berat badan.
5.32 Identifikasi perubahan berat badan
terakhir.
5.33 Tentukan banyaknya penambahan
berat badan selama periode
antepartum.
5.34 Monitor turgor kulit dan mobilitas
5.35 Identifikasi abnormalitas kulit
5.36 Identifikasi (adanya) abnormalitas
rambut
5.37 Monitor adanya mual dan muntah
5.38 Identifikasi abnormalitas eliminasi
bowel.
5.39 Monitor diet dan asupan kalori.
5.40 Identifikasi perubahan nafsu makan
dan aktifitas akhir-akhir ini.
5.41 Monitor tipe dan banyaknya latihan
yang biasa dilakukan.
5.42 Diskusikan peran dari aspek sosial
dan emosi terkait dengan
mengkonsumsi makanan.
5.43 Tentukan pola makan.
5.44 Monitor adanya (warna) pucat,
kemerahan dan jaringan konjungtiva
yang kering.
5.45 Identifikasi (adanya)
ketidaknormalan kuku (misalnya,
bentuk cembung, retak, terpisah,
pecah, rapuh, dan kaku)
5.46 Lakukan evaluasi (kemampuan)
menelan
5.47 Identifikasi adanya ketidaknormalan
dalam rongga mulut.
5.48 Monitor status mental (misalnya,
bingung, depresi, cemas)
5.49 Identifikasi abnormalitas (yang ada)
dalam sistem muskuloskeletal
(misalnya, atrofi otot, nyeri sendi,
patah tulang, dan postur yang buruk)
5.50 Lakukan pemeriksaan laboratorium,
monitor hasilnya (misalnya,
37

kolesterol, serum albumin, transferin,


prealbumin, nitrogen urin selama 24
jam, BUN, kreatinin, Hb, Ht,
imunitas selular, hitung limfosit total,
dan nilai elektrolit)
5.51 Tentukan rekomendasi energi
(misalnya, recomended dietary )
berdasarkan faktor pasien (misalnya,
umur, berat badan, tinggi badan, dan
tingkat aktivitas-aktivitas fisik)
5.52 Tentukan faktor-faktoryang
mempengaruhi asupan nutrisi
(misalnya, pengetahuan, ketersediaan
dan kemudahan memperoleh produk-
produk makanan yang berkualitas;
pengaruh agama dan budaya; gender;
kemampuan menyiapkan makanan;
isolasi sosial; hospitalisasi;
mengunyah tidak adekuat; gangguan
menelan; penyakit periodontal; gigi
yang buruk; penurunan dalam
merasakan makanan; penggunaan
obat; dan status penyakit atau setelah
pembedahan)
5.53 Tinjau ulang sumber lain terkait data
status nutrisi (misalnya, diari
makanan pasien dan catatan tertulis)
5.54 Mulai tindakan atau berikan rujukan,
sesuai kebutuhan.
6. Intoleransi Aktivitas Toleransi terhadap aktivitas 1. Terapi Oksigen
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 6.1 Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi
selama … X … jam diharapkan intoleransi trakea dengan tepat
aktivitas teratasi skala (1,2,3,4,5) dengan 6.2 Batasi (aktivitas) merokok
indikator: 6.3 Pertahankan kepatenan jalan nafas
1. Saturasi oksigen ketika beraktivitas. 6.4 Siapkan peralatan oksigen dan berikan
Dipertahan pada skala …, ditingkatkan melalui sistem humidifier
ke skala … 6.5 Berikan terapi oksigen tambahan seperti
2. Frekuensi nadi ketika beraktivitas. yang diperintahkan
Dipertahan pada skala …, ditingkatkan 6.6 Monitor aliran oksigen
ke skala … 6.7 Monitor posisi perangkat (alat) pemberian
3. Frekuensi pernafasan ketika oksigen
beraktivitas. Dipertahan pada skala …, 6.8 Anjurkan pasien mengenai pentingnya
ditingkatkan ke skala … meninggalkan perangkat (alat)
4. Kemudahan bernafas ketika pengiriman oksigen dalam siap pakai
beraktivitas. Dipertahan pada skala …, 6.9 Periksa perangkat (alat) pemberian
ditingkatkan ke skala … oksigen secara berkala untuk
5. Tekanan darah sistolik ketika memastikan bahwa konsentrasi (yang
beraktivitas. Dipertahan pada skala …, telah) yang ditentukan sedang diberikan
ditingkatkan ke skala … 6.10 Monitor efektifitas terapi oksigen
6. Tekanan darah diastolik ketika (misalnya, tekanan oksimetri, ABGs)
beraktivitas. Dipertahan pada skala dengan tepat
…, ditingkatkan ke skala … 6.11 Pastikan penggantian masker
7. Temuan/hasil EKG oksigen/kanul nasal setiap kali perangkat
(Elektrokardiogram). Dipertahan pada diganti
skala …, ditingkatkan ke skala … 6.12 Monitor kemampuan pasien untuk
8. Warna kulit. Dipertahan pada skala …, mentolelir pengangkatan oksigen ketika
ditingkatkan ke skala … makan
38

9. Kecepatan berjalan. Dipertahan pada 6.13 Rubah perangkat pemberian oksigen dari
skala …, ditingkatkan ke skala… masker ke kanul nasal saat makan
10. Jarak berjalan. Dipertahan pada skala 6.14 Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi
…, ditingkatkan ke skala… oksigen
11. Toleransi dalam menaiki tangga. 6.15 Pantau adanya tanda-tanda keracunan
Dipertahan pada skala…, ditingkatkan oksigen dan kejadian atelektasis
ke skala… 6.16 Monitor peralatan oksigen untuk
12. Kekuatan tubuh bagian atas. memastikan bahwa alat tersebut tidak
Dipertahan pada skala…, ditingkatkan mengganggu upaya pasien untuk
ke skala… bernafas
13. Kekuatan tubuh bagian bawah. 6.17 Monitor kecemasan pasien yang
Dipertahan pada skala…, ditingkatkan berkaitan dengan kebutuhan
ke skala… mendapatkan terapi oksigen
6.18 Monitor kerusakan kulit terhadap adanya
Keterangan skala indikator: gesekan perangkat oksigen
1= Sangat terganggu 6.19 Sediakan oksigen ketika pasien
2= Banyak terganggu dibawa/dipindahkan
3= Cukup terganggu 6.20 Anjurkan pasien untuk mendapatkan
4= Sedikit terganggu oksigen tambahan sebelum perjalanan
5= Tidak terganggu udara atau perjalanan kedataran tinggi
dengan cara yang tepat
6.21 Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain
Konservasi Energi mengenai penggunaan oksigen tambahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama kegiatan dan/atau tidur
selama …X… jam diharapkan intoleransi 6.22 Anturkan pasien dan keluarga mengenai
aktivitas teratasi skala (1,2,3,4,5) dengan penggunaan oksigen dirumah
indikator: 6.23 Atur dan ajarkan pasien mengenai
1. Menyeimbangkan aktvitas dan penggunaan perangkat oksigen yang
istirahat. Dipertahan pada skala…, memudahkan mobilitas
ditingkatkan ke skala … 6.24 Rubah kepada pilihan peralatan
2. Menggunakan tidur siang untuk pemberian oksigen lainnya untuk
memulihkan energi. Dipertahan pada meningkatkan kenyamanan dengan tepat
skala …, ditingkatkan ke skala …
3. Menggunakan teknik konservasi
energi. Dipertahan pada skala…, 2. Manajemen Energi
ditingkatkan ke skala… 6.25 Kaji status fisiologis pasien yang
4. Mengatur aktivitas untuk konservasi menyebabkan kelelahan sesuai
energi. Dipertahan pada skala…, dengan konteks usia dan
ditingkatkan ke skala… perkembangan
5. Menyesuaikan gaya hidup dengan 6.26 Anjurkan pasien mengungkapkan
tingkat energi. Dipertahan pada persaan secara verbal mengenai
skala…, ditingkatkan ke skala… keterbatasan yang dialami
6. Mempertahankan intake nutrisi yang 6.27 Perbaikan defisit status fisiologis
cukup. Dipertahan pada skala…, (misalnya., kemoterapi yang
ditingkatkan ke skala… menyebabkan yang menyebabkan
7. Melaporkan kekuatan yang cukup anemia) sebagai prioritas utama
untuk aktivitas. Dipertahan pada 6.28 Pilih intervensi untu mengurangi
skala…, ditingkatkan ke skala… kelelahan baik secara fermakologis,
denga tepat
Keterangan skala indikator: 6.29 Tentukan jenis dan banyaknya
1= Tidak pernah menunjukkan aktivitas yang dibutuhkan untuk
2= Jarang menunjukkan menjaga ketahanan
3= kadang-kadang menunjukkan 6.30 monitor intake/asupan nutrisi untuk
4= Sering menunjukkan mengetahui sumber energi adekuat
5= Secara konsisten menunjukkan 6.31 monitor sistem kardiorespirasi pasien
selama kegiatan (misalnya.,
takikardia, disritmiya yang lain,
39

dispnea, diaphoresis, pucat, tekanan


hemodinamik, frekuensi pernafasan)
6.32 monitor/catat waktu dan lama
istirahat/tidur pasien
6.33 buat batasan untuk aktivitas
hiperaktif klien saat mengganggu
yang lain atau dirinya sendiri
6.34 batasi stimuli linkungan (yang
mengganggu) (misalnya, cahaya atau
bising) untuk mempasilitasi relaksasi
6.35 anjurkan periode istirahat dan
kegiatan secara bergantian
6.36 tingkatkan tirah baring/pembatasan
kegiatan (misalnya, meningkatakan
jumlah waktu istirahat pasien) dengan
cakupanya yaitu pada waktu istirahat
yang dipilih
6.37 susun kegiatan fisik untuk
mengurangi penggunaan cadangan
oksigen untuk fungsi organ vital
(misalny., menghidari aktivitas segera
setelah makan)
6.38 lakukan ROM aktif/pasif untuk
menghilangkan ketegangan otot
6.39 tawarkan bantuan untuk
meningkatkan tidur (misalnya, musik
atau obat)
6.40 anjurkan tidur siang bila perlu
6.41 bantu pasien dalam aktivitas sehari-
hari yang teratur sesuai kebutuhan
(ambulasi, berpindah, bergerak dan
perwatan diri)
6.42 anjurkan aktivitas fisik (misalnya,
ambulasi, ADL) sesuai dengan
kemampuam (energi) pasien
6.43 instuksikan pasien atau SO untuk
mengenali tanda dan gejala kelelahan
yang memerlukan pengurangan
aktivitas
6.44 ajarkan pasien/SO untuk
menghubungi tenaga kesehatan jika
tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
7. Kerusakan Integritas Integritas Jaringan Kulit & Membran 1. Pengecekan Kulit
Kulit Mukosa 7.1 Periksa kulit dengan selput lendir terkait
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan adanya kemerahan, kehangatan
selama …X… jam diharapkan kerusakan ekstrim, edema, atau drainase
integritas kulit tidak terjadi dari skala 7.2 Amati warna, kehangatan, bengkak,
(1,2,3,4,5) dengan indikator: pulsasi, tekstur, edema dan ulserasi pada
1. Pigmentasi abnormal. Dipertahan pada ektremitas
skala …, ditingkatkan ke skala… 7.3 Periksa kondisi luka operasi, dengan tepat
2. Lesi pada kulit. Dipertahan pada skala 7.4 Gunakan alat pengkajian untuk
…, ditingkatkan ke skala… mengidentifikasi pasien yang berisiko
3. Lesi mukosa membran. Dipertahan mengalami kerusakan kulit (misalnya,
pada skala…, ditingkatkan ke skala… skala braden)
4. Jaringan perut. Dipertahan pada skala 7.5 Monitor warna dan suhu kulit
…, ditingkatkan ke skala… 7.6 Monitor kulit dan selaput lendir terhadap
40

5. Kanker kulit. Dipertahan pada skala…, area perubahan warna, memar, dan pecah
ditingkatkan ke skala … 7.7 Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
6. Pengelupasan kulit. Dipertahan pada 7.8 Monitor kulit untuk adanya kekeringan
skala…, ditingkatkan ke skala … yang berlebihan dan kelembaban
7. Penebalan kulit. Dipertahan pada skala 7.9 Monitor sumber tekanan dan gesekan
…, ditingkatkan ke skala… 7.10 Monitor infeksi, terutama dari daerah
8. Eritema. Dipertahan pada skala…, edema
ditingkatkan ke skala … 7.11 Periksa pakaian yang terlalu ketat
9. Wajah pucat. Dipertahan pada skala 7.12 Dokumentasikan perubahan membran
…,ditingkatkan ke skala … mukosa
10. Nekrosis. Dipertahan pada skala… 7.13 Lakukan langkah-langkah untuk
,ditingkatkan ke skala … mencegah kerusakan lebihh lanjut
11. Pengerasan (kulit). Dipertahan pada (misalnya, melapisi kasur, menjadwalkan
skala…,ditingkatkan ke skala… reposisi).
12. Abrasi kornea. Dipertahan pada
skala… ,ditingkatkan ke skala… 2. Perawatan Kulit: Pengobatan Topikal
7.14 Bersikan dengan sabun anti bakteri,
Keterangan skala indikator: dengan tepat
1= Berat 7.15 Pakaikan popok yang longgar, dengan
2= Cukup berat tepat
3= Sedang 7.16 Jaga alas kasur tetap bersih,kering dan
4= Ringan bebas kerut
5= Tidak ada 7.17 Berikan antibiotik topikal untuk daerah
yang terkena, dengan tepat
7.18 Berikan anti inflamasi topikal untuk
daerah yang terkena, dengan tepat
7.19 Berikan bedak kering kedalam lipatan
kulit

8. Nyeri Akut Kontrol Nyeri (1605) 1. Pemberian analgesik


Setelah dilakukan tindakan keperawatan 8.1 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan
selama …X… jam diharapkan nyeri akut keparahan nyeri sebelum mengobati
pasien teratasi skala (1,2,3,4,5) dengan pasien.
indikator: 8.2 Cek perintah pengobatan meliputi obat,
1. Mengenali kapan nyeri terjadi. dosis, dan frekuensi obat analgessik
Dipertahan pada skala…, yang diresepkan.
ditingkatkan ke skala… 8.3 Cek adanya riwayat alergi obat.
2. Menggambarkan faktor penyebab. 8.4 Pilih analgesik atau kombinasi analgesik
Dipertahan pada skala…, yang sesuai ketika lebih dari satu
ditingkatkan ke skala… diberikan.
3. Menggunakan jurnal harian untuk 8.5 Tentukan pilihan obat analgesik (narkotik,
memonitor gejala dari waktu ke non narkotik, atau NSAID),
waktu. Dipertahan pada skala…, berdasarkan tipe dan keparahan nyeri.
ditingkatkan ke skala… 8.6 Tentukan analgesik sebelumnya, rute
4. Menggunakan tindakan pencegahan. pemberian, dan dosis untuk mencapai
Dipertahan pada skala…, hasil pengurangan nyeri yang optimal.
ditingkatkan ke skala … 8.7 Pilih rute IV dari pada rute IM, untuk
5. Menggunakan tindakan pengurangan injeksi pengobatan nyeri yang sering,
(nyeri) tanpa analgesik. Dipertahan jika memungkinkan.
pada skala…, ditingkatkan ke 8.8 Monitor tanda vital sebelum dan setelah
skala… memberikan analgesik narkotik pada
6. Menggunakan analgesik yang pemberian dosis pertama kali atau jika
direkomendasikan. Dipertahan pada ditemukan tanda-tanda yang tidak
skala…, ditingkatkan ke skala… biasa.
7. Melaporkan perubahan terhadap 8.9 Berikan analgesik sesuai waktu paruhnya,
gejala nyeri pada profesional terutama pada nyeri yang hebat.
kesehatan. Dipertahan pada skala…, 8.10 Evaluasi keefektifan analgesik dengan
41

ditingkatkan ke skala… interval yang teratur pada setiap


8. Melaporkan nyeri yang terkontrol. setelah pemberian pertama kali, juga
Dipertahan pada skala…, observasi adanya tanda dan gejala
ditingkatkan ke skala… efek samping (misalnya, depresi
9. Melaporkan gejala yang tidak pernafasan, mual dan muntah,mulut
terkontrol pada profesional kering dan konstipasi).
kesehatan. Dipertahan pada skala…, 8.11 Kolaborasi dengan dokter apakah obat,
ditingkatkan ke skala … dosis, rute pemberian, atau perubahan
interval dibutuhkan, buat rekomendasi
Keterangan skala indikator: khusus berdasarkan prinsip analgesik.
1= Tidak pernah menunjukkan 8.12 Lakukan tindakan-tindakan untuk
2= Jarang menunjukkan menurunkan efek samping analgesik
3= Kadang-kadang menunjukkan (misalnya, konstipasi dan iritasi
4= Sering menunjukkan lambung).
5= Secara konsisten menunjukkan 8.13 Dokumentasikan respon terhadap
analgesik dan adanya efek samping.
Tingkat Nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Manajemen Lingkungan: Kenyamanan
selama …X…jam diharapkan nyeri akut 8.14 Hindari gangguan yang tidak perlu
pasien teratasi skala (1,2,3,4,5) dengan dan berikan waktu untuk istirahat.
indikator: 8.15 Ciptakan lingkungan yang tenang dan
8. Nyeri yang dilaporkan. Dipertahan mendukung.
pada skala…, ditingkatkan ke 8.16 Sediakan lingkungan yang aman dan
skala… bersih.
9. Mengerang dan menangis.Dipertahan 8.17 Pertimbangkan sumber-sumber
pada skala…,ditingkatkan ke skala… ketidaknyamanan, seperti balutan
10. Ekspresi nyeri wajah. Dipertahan yang lembab, posisi selang, balutan
pada skala…,ditingkatkan ke skala… yang tertekan, seprei yang kusut,
11. Berkeringat berlebihan. Dipertahan maupun lingkungan yang
pada skala…,ditingkatkan ke skala… mengganggu.
12. Kehilangan nafsu makan. Dipertahan 8.18 Sesuaikan suhu ruangan yang paling
pada skala…,ditingkatkan ke skala… menyamankan individu, jika
13. Iritabilitas.Dipertahan pada memungkinkan.
skala…,ditingkatkan ke skala… 8.19 Posisikan pasien untuk memfasilitasi
14. Agitasi.Dipertahan pada kenyamanan (misalnya, gunakan
skala…,ditingkatkan ke skala… perinsip-prinsip keselarasan tubuh,
Tidak bisa beristirahat. Dipertahan sokong dengan bantal, sokong sendi
pada skala…,ditingkatkan ke skala… selama pergerakan, belat sayatan, dan
Keterangan skala indikator: imobilisasi bagian tubuh yang nyeri).
1= Berat
2= Cukup berat 3. Manajemen Nyeri
3= Sedang 8.20 Lakukan pengkajian nyeri secara
4= Ringan komperhensif yang meliputi lokasi,
5= Tidak ada karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus.
Tanda-tanda vital (0802) 8.21 Observasi adanya petunjuk nonverbal
Setelah dilakukan tindakan keperawatan mengenai ketidaknyamanan terutama
selama ... X ... jam diharapkan nyeri akut pada mereka yang tidak dapat
pasien teratasi skala (1,2,3,4,5) dengan berkomunikasi secara efektif.
indikator: 8.22 Gunakan strategi komunikasi yang
1. Suhu tubuh. Dipertahan pada skala ... terapeutik untuk mengetahui
, ditingkatkan ke skala ... . pengalaman nyeri dan sampaikan
2. Denyut jantung apikal. Dipertahan penerimaan pasien terhadap nyeri.
pada skala ... , ditingkatkan ke skala 8.23 Pertimbangkan pengaruh budaya
... . terhadap respon nyeri.
3. Irama jantung apikal. Dipertahan 8.24 Gali bersama pasien faktor-faktor
42

pada skala ... , ditingkatkan ke skala yang dapat menurunkan atau


... . memperberat nyeri.
4. Denyut nadi radial. Dipertahan pada 8.25 Evaluasi pengalaman nyeri di masa
skala ... , ditingkatkan ke skala ... . lalu yang meliputi riwayat nyeri
5. Tingkat pernafasan. Dipertahan pada kronik individu atau keluarga atau
skala ... , ditingkatkan ke skala ... . nyeri yang menyebabkan
6. Irama pernafasan. Dipertahan pada disability/ketidakmampuan/kecacatan
skala ... , ditingkatkan ke skala ... . , dengan tepat.
7. Tekanan darah sistolik. Dipertahan 8.26 Evaluasi bersama pasien dan tim
pada skala ... , ditingkatkan ke skala kesehatan lainnya, mengenai
... efektifitas tindakan pengontrolan
8. Tekanan darah diastolik. Dipertahan nyeri yang pernah digunakan
pada skala ... , ditingkatkan ke skala sebelumnya.
... 8.27 Bantu keluarga dalam mencari dan
9. Tekanan nadi. Dipertahankan pada menyediakan dukungan.
skala ..., ditingkatkan ke skala ... . 8.28 Kendalikan faktor lingkungan yang
10. Kedalaman inspirasi. Dipertahankan dapat mempengaruhi respon pasien
pada skala ..., ditingkatkan ke skala terhadap ketidaknyamanan (misalnya,
... . suhu ruangan, pencahayaan, suara
bising).
Keterangan skala indikator: 8.29 Kurangi atau eliminasi faktor-faktor
1= Deviasi berat dari kisaran normal yang dapat mencetuskan atau
2= Deviasi yang cukup berat dari kisaran meningkatkan nyeri (misalnya,
normal ketakutan, kelelahan, keadaan
3= Deviasi sedang dari kisaran normal monoton, dan kurang pengetahuan).
4= Deviasi ringan dari kisaran normal 8.30 Pilih dan implementasikan tindakan
5= Tidak ada deviasi dari kisaran normal yang beragam (misalnya,
farmakologi, nonfarmakologi,
interpersonal) untuk memfasilitasi
penurunan nyeri, sesuai kebutuhan.
8.31 Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri
ketika memilih strategi penuruann
nyeri.
8.32 Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi (seperti, biofeed-
back, TENS, hypnosis, relaksasi,
bimbingan antisipatif, terapi musik,
terapi bermain, terapi aktivitas,
skupressure, aplikasi panas/dingin
dan pijatan, sebelum, sesudah dan
jika memungkinkan, ketika
melakukan aktivitas yang
menimbulkan nyeri; sebelum nyeri
terjadi atau meningkat; dan
bersamaan dengan tindakan penurun
rasa nyeri lainnya)
8.33 Evaluasi keefektifan dari tindakan
pengontrol nyeri yang dipakai selama
pengkajian yeri dilakukan.
8.34 Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk membantu penuruan nyeri.
8.35 Gunakan pendekatan multi disiplin
untuk manajemen nyeri, jika sesuai.
8.36 Monitor kepuasan pasien terhadap
manajemen nyeri dalam interval yang
spesifik.
43

4. Monitor Tanda-Tanda Vital


8.37 Monitor tekanan darah, nadi, suhu
dan pernafasan dengan tepat.
8.38 Monitor tekanan darah setelah pasien
minum obat jika memungkinkan.
8.39 Monitor keberadaan dan kualitas
nadi.
8.40 Monitor tekanan nadi yang melebar
atau menyempit.
8.41 Monitor irama dan tekanan jantung.
8.42 Monitor irama dan laju pernafasan
(misalnya, kedalaman dan
kesimetrisan)
8.43 Monitor suara paru-paru.
8.44 Monitor oksimetri nadi.
8.45 Monitor pola pernafasan abnormal
(misalnya, cheyne-stokes, kussmaul,
biot, apneustic, ataksia, dan bernafas
berlebihan).
8.46 Monitor sianosis sentral dan perifer.
8.47 Identifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda vital.
9. Risiko Infeksi Kontrol Risiko: Proses Infeksi 1. Kontrol Infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 9.1 Alokasikan keseuaian luas ruang per
selama …X… jam diharapkan masalah pasien, seperti yang didindikasikan oleh
keperawatan risiko infeksi tidak menjadi Pedoman Pusat Pengendalian dan
actual dengan skala (1,2,3,4,5) dan dengan pencegahan Penyakit (Centers for Disease
indikator: Control and Preventation/ CDC)
1. Mencari informasi terkait control 9.2 Bersihkan lingkungan dengan baik setelah
infeksi. Dipertahan pada digunakan untuk setiap pasien
skala…,ditingkatkan ke skala… 9.3 kaji kondisi luka bila ada
2. Mengidentifikasi faktor risiko 9.4 kaji kondisi membrane muosa dan
infeksi. Dipertahan pada integritas kulit
skala…,ditingkatkan ke skala… 9.5 Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
3. Mengenali faktor risiko individu perawatan pasien
terkait infeksi. Dipertahan pada 9.6 Lakukan perawatan aseptik pada luka
skala…,ditingkatkan ke skala… klien dan ukur produksi cairan yang
4. Mengidentifikasi risiko infeksi dalam keluar dari luka ataupun drain.
aktivitas sehari-hari. Dipertahan pada 9.7 Jaga lingkungan aseptik saat melakukan
skala…,ditingkatkan ke skala… perawatan pasien
5. Mencuci tangan. Dipertahan pada 9.8 Lakukan tindakan-tindakan yang bersifat
skala…,ditingkatkan ke skala… universal
6. Mempertahankan lingkunga yang 9.9 Tingkatkan intake nutrisi dan cairan yang
bersih. Dipertahan pada tepat dan sesuai
skala…,ditingkatkan ke skala… 9.10 Dorong klien untuk beristirahat
Keterangan skala indikator: 9.11 Berikan terapi antibiotik yang sesuai
1. Tidak pernah menunjukkan (tanda- 9.12 Ganti IV perifer dan tempat saluran
tanda infeksi) penghubung dan balutannya sesuai
2. Jarang menunjukkan (tanda-tanda dengan pedoman CDC saat ini
infeksi) 9.13 Ajarkan klien dan keluraga mengenai
3. Kadang-kadang menunjukkan tanda dan gejala infeksi dan kapan
(tanda-tanda infeksi) melaporkannya kepada penyedia
4. Sering menunjukkan (tanda-tanda perawatan kesehatan
infeksi) 9.14 Ajarkan klien dan anggota keluarga
5. Secara konsisten menunjukkan mengenai bagaimana menghindari
(tanda-tanda infeksi) infeksi
9.15 Ajarkan klien dan kelurga mengenai
44

Status Imunitas teknik mencuci tangan yang benar


Setelah dilakukan tindakan keperawatan 9.16 Anjurkan pengunjung untuk mencuci
selama …X… jam diharapkan masalah tangan pada saat memasuki dan
keperawatan risiko infeksi tidak menjadi meninggalkan ruangan pasien
actual dengan skala (1,2,3,4,5) dan dengan 9.17 Batasi jumlah pengunjung
indikator: 2. Perlindungan Infeksi
1. Fungsi gastrointestinal. Dipertahan 9.18 Monitor adanya tanda dan gejala
pada skala…,ditingkatkan ke skala.. infeksi sistemik dan local
2. Fungsi respirasi. Dipertahan pada 9.19 Monitor kerentanan terhadap infeksi
skala…,ditingkatkan ke skala… 9.20 Periksa kulit dan selaput lendir
3. Fungsi genitourinary. Dipertahan untuk adanya kemerahan,
pada skala…,ditingkatkan ke skala.. Kehangatan ekstrim (panas), dan
4. Suhu tubuh. Dipertahan pada drainase.
skala…,ditingkatkan ke skala.. 9.21 Tingkatkan asupan nutrisi dan
5. Integritas kulit. D Dipertahan pada cairan yang tepat
skala…,ditingkatkan ke skala.. 9.22 Ajarkan pernapasan dalam dan
6. Integritas mukosa. Dipertahan pada batuk yang tepat
skala…,ditingkatkan ke skala.. 9.23 Monitor hitung mutlak granulosit,
7. imunisasi saat ini . Dipertahan pada WBC, dan hasil-hasil diferensial
skala…,ditingkatkan ke skala.. 9.24 Perhatikan kebersihan dan
Keterangan skala indikator: kenyamanan lingkungan kamar
1. Sangat terganggu pasien
2. Banyak terganggu 9.25 Jangan mencoba pengobatan
3. Cukup terganggu antibiotik untuk infeksi-infeksi virus
4. Sedikit terganggu 9.26 Ajarkan pasien dan keluarga
5. Tidak terganggu mengenai perbedaan-perbedaan
antara infeksi virus dan bakteri
9.27 Berikan agen imunisasi dengan tepat
9.28 lakukan pemeriksaan kultur, CRP
dan titer antibody jika diperlukan
9.29 Berikan perawatan kulit yang tepat
untuk area yang mengalami edema
9.30 periksa kondisi sayatan bedah atau
luka
10. Risiko Jatuh Injury risk fall Pencegahan Jatuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 10.1Identifikasi kekurangan baik
selama …x… jam, diharapkan Risiko jatu kognitif/fisik dari pasien yang
dapat teratasi dengan indikator pasien teratasi mungkin meningkatkan potensi jatuh
skala (1,2,3,4,5) dengan indikator:: pada lingkaran tertentu
1. Pengetahuan : Penegahan Jatuh 10.2 Identifikasi perilaku dan faktor yang
a. Alas kaki yang tepat. mempengaruhi resiko jatuh
Dipertahan pada 10.3 Monitor gaya berjalan (terutama
skala…,ditingkatkan ke kecepatan), keseimbangan dan tingkat
skala.. kelelahan dengan ambulasi
b. Kondisi kronis yang 10.4 dukung pasien untuk menggunakan
meningkatkan resiko jatuh. tongkat/walker dengan tepat
Dipertahan pada 10.5Instruksikan pasien untuk memanggil
skala…,ditingkatkan ke bantuan terkait pergerakkan dengan
skala.. tepat.

Keterangan skala indikator:


1= Sangat terganggu
2= Banyak terganggu
3= Cukup terganggu
4= Sedikit terganggu
5= Tidak terganggu
45

D. Terapi Inovasi Terapi MassageKaki

1. Pengertian

Terapi massase (pijatan) adalah tindakan penekanan oleh tangan pada

jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligament, tanpa menyebabkan

pergeseran atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan

relaksasi, dan meningkatkan sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar meliputi :

gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan menekan dan

mendorong kedepan dan kebelakan menggunakan tenaga, menepuk-nepuk,

memotong-motong, meremas-remas dan gerakan meliuk-liuk. Setiap gerakan

menghasilkan tekanan, arah, kecepatan, posisi tangan dan gerakan yang

berbeda-beda untuk menghasilkan efek yang di inginkan pada jaringan yang

dibawahnya (Henderson,2016). Sebuah penelitian menyebutkan bahwa dipijat

selama 20 menit selama nyeri berlangsung akan terbebas dari rasa sakit. Hal ini

terjadi karena pijat merangsang tubuh melepas senyawa endorphin yang

merupakan pereda sakit alami. Banyak bagian tubuh yang bisa di pijat seperti

kepala, leher, punggung dan tungkai. Saat memijat perhatikan respon klien,

apakan tekanan yang diberikan sudah tepat (Danuatmadja dan Meiliasari, 2004

dalam Noviyanti 2016).

Menurut Hossein (2015) meyatakan bahwa beberapa studi

menunjukkan massage kaki dapat menurunkan skala nyeri kepala, kecemasan,


46

penurunan tekanan darah, depresi, suasana hati yang tidak tenang dan

berpengaruh terhadapat denyut jantung.

2. Hal Yang Perlu Diperhatikan

Hal-hal perlu diperhatikan dalam melakukan massage:

a. Massage tidak dilakukan pada kondisi: jantung tidak baik, tekanan darah

tinggi diatas 200 mmHg, sendi dan kelenjar membengkak, kulit lecet,

pembuluh kapiler pecah.

b. Massage membutuhkan sentuhan yang pasti dan kuat, hingga

membangkitkan kepercayaan pada orang yang diurut.

c. Mengerjakan massage merupakan gabungan atau kombinasi dari satu atau

lebih gerakan dasar sesuai kondisi orang yang diurut serta hasil yang

diinginkan. Hasil kerawatan massage tergantung atas besarnya tekanan,

arag gerakan dan lamanya masing-masing jenis pengurutan.

3. Tujuan dan Manfaat

Menurut (Wijanarko. Et.al, 2010) manfaat massage menjadi salah satu

pilihan terapi alternative untuk mengatasi nyeri badan akibat kelelahan atau

cedera tertentu, seperti terkilir. Berdasarkan penelitian dapat mengatasi

beberapa hal seperti mengurangi cemas, gangguan pencernaan, fibromyalgia,

nyeri kepala, insomnia dan nyeri otot.

Effleurage beradal dari bahasa Prancis. Ketika catatan dari Dr.

Fernand Lamazes diterjemahkan dari bahasa Prancis kedalam bahasa Inggris,

salah satu kata yang baru adalah effleurage (Mons Dragon, 2004). Pengaruh
47

fisiologis dari gosokan yang kuat mempengaruhi sirkulasi darah pada jaringan

yang paling dalam dan di otot-otot merupakan tehnik masassge yang aman,

mudah, tidak perlu banyak alat, tidak perlu biaya, tidak memiliki efek

samping dan dapat dilakukan sendiri atau bantuan orang (Nisofa, 2002).

4. Klasifikasi Massase

Tjipto Soeroso (1983:9) masase dapat dibedakan menjadi beberapa

macam dan bisa menjadi pilihan gabungan massage, di antaranya adalah

sebagai berikut:

a. Sport massage adalah masase yang khusus diberikan kepada orang yang

sehat badannya, terutama olahragawan karena pelaksanaannya

memerlukan terbukanya hamper seluruh tubuh.

b. Segmen massase adalah masase yang ditunjukan untuk membantu

penyembuhan terhadap gangguan atau kelainan-kelainan fisik yang

disebabkan oleh penyakit tertentu.

c. Cosmetic massage adalah masase yang khusus ditunjukan untuk

memelihara serta meningkatkan kecantikan muka serta keindahan tubuh.

d. Ahmad Rahim (1988:1) mengemukakan manipulasi pokok massase

adalah:

1) Effleurage (menggosok) yaitu gerakan berirama yang dilakukan pada

permukaan tubuh. Tujuannya adalah memperlancar peredaran darah

dan cairan getah bening. effleurage (Menggosok) adalah teknikk

pemijatan dengan menggunakan jari-jari tangan rapat mencakup otot,


48

gosokan menuju arah jantung dan dilakukan secara berirama dan

kintinyu. Tehnik masase ini di gunakan sebagai manipulasi

pembukaan dan penutup. Effleurage Massage atau pijatan adalah

bentuk stimulasi kulit yang digunakan untuk menurunkan nyeri secara

efektif.

2) Riction (menggerus) yaitu gerakan menggerus yang arahnya naik dan

turun secara bebas. Tujuannya adalah membantu menghancurkan

miogelosis yaitu timbunan sisa-sisa pembakaran energy (asam laktat)

yang terdapat pada otot yang menyebakan pegerasan pada otot.

3) Petrissage (memijat) yaitu gerakan menekan kemudian meremas

jaringan. Tujuannya adalah untuk mendorong keluarnya sisa-sisa

metabolism dan megurangi ketegangan otot.

4) Tapotemant (memukul) yaitu gerakan pukulan ringan berirama yang

diberikan pada bagian yang berdaging. Tujuannya adalah mendorong

atau mempercepat aliran darah dan mendorong keluarnya sisa-sisa

pembakaran dari tempat tersembunyi.

5) Vibration (menggetarkan) yaitu gerakan menggetarkan yang dilakukan

secara manual atau mekanik. Mekanis lebih baik dari pada manual.

Tujuannya adalah untuk merangsang saraf sacara halus dan lembut

agar mengurangi atau melemahkan rangsangan yang berlebihan pada

saraf yang dapat menimbullkan ketegangan.

5. Mekanisma Kerja
49

Kontra indikasi pemberian masase : Pada penderita luka bakar dan

Fraktur (Jordi , 2007 : 24)

Tahap Pertama: Massase kaki bagian depan

a. Ambil posisi menghadap kaki klien (samping kiri/kanan)

b. Tangan sedikit diatas pergelangan kaki dengan jari-jari menuju keatas

dengan satu gerakan tanpa terputus hingga ke pangkal lutut dan kembali

turun mengikuti lekuk kaki.

c. Gunakan tangan secara bergantian untuk memijat perlahan hingga

kebawah lutut.

d. Gosok kembali dari atas pergelangan kaki hingga keatas ketempurung

lutut secara lembut dan pijat kebagian bawah lutut. Lalu sebanyak 3x pada

kaki kiri dan kaki kanan.

Gambar 2.3
Tahap Massasge Kaki 1

e. Dengan kedua jari tangan pijatlah kebawah pada sisi kaki sehingga

kepergelangan kaki. Kemudian remas bagian atas mata kaki sampai ke

ujung jari.
50

Tahap Kedua: Pada telapak kaki

a. Letakan alas dibawah tumit

b. Tangkupkan tangan disekitar sisi kaki dengan ibu jari diposisi atas.

c. Rilekskan jari-jari serta gerakan tangan kedepan dan kebelakang dengan

cepat pada urat-urat otot kaki. Ini akan membuat kaki rileks.

d. Genggam bagian atas kaki dan satu tangan letakan dibawah tumit dengan

lembut tarik kaki kearah pemijatan mulai dari tumit.

e. Dengan gerakan oval putar beberapa kali setiap arah.

Gambar 2.4
Tahap Massage Kaki 2

f. Kemudian dengan menggunakan ibu jari tekan bagian telapak kaki dan

sela urat otot.


51

Gambar 2.5
Tahap Massage 3

Gambar 2.6
Tahap Massage Kaki 4
g. Pegang tumit dengan kaki kiri, ginakan ibu jari dan telunjuk untuk

menarik dan meremas jari kaki.

h. Lakukan pada kedua kaki sebanyak 3x

Hal-hal yang perlu diperhatikan :

a. Lakukan pemijatan selama 20 menit

b. Kondisi ruangan yang nyaman tidak panas, pencahayaan yang cukup

c. Posisikan klien dalam keadaan berbaring.

E. Nyeri

1. Pengertian
52

International Association for Study of the Pain menyebutkan bahwa

nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan berhubungan dengan kerusakan

jaringan potensial maupun actual (Dewi, 2014).

Nyeri adalah suatu mengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenagkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subyektif. Keluhan

sensork yang dinyatakan seperti pegal, linu, ngilu, keju, kemeng dan seterusnya

dapat dianggap sebagai modalitas nyeri (Muttaqin, 2008). Nyeri dapat diartikan

sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun

emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau

faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang alhirnya akan

menggangu aktivitas sehari0hari, psikis dan lain-lain (Asmadim 2008).

2. Fisiologis Nyeri

Menurut Muttaqin (2008), secara ringkas fisiologis nyeri dimulai

dngan adanya stimulus penghasil nyeri yang mengirimkan impuls melalui

serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis danmenjalani

salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa

berwarna abu-abu (substansi grisea) di medulla sponalis.

Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah

stimulus nyeri tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan kekorteks

serebri. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebri, maka otak


53

enginterprestasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang

pengalaman dan pengetauan yang klau serta asosasi kebudayaan dalam upaya

memperspsikan nyeri. Pada saat impuls nyeri sampai ke medulla spinalis

menuju ke batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi

sebagai dari respon stress. Nyeri dengan intensitas ringan hinga sedang dan

nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi flight or fight, yang merupakan

sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf

otonom menghasilakan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-

menerus secara tipikan melibatkan organ-organ visceral (seperti nyeri pada

infark miokard, kolik akibat batu empedu atau batu ginjal), sistem saraf simpatis

mengasilkan suatu aksi (Muttaqin, 2008).

Respon fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan

individu. Kecuali pada kasus-kasus nyeri traumatik yang sangat berat, yang

menyebabkan individu mengalami syok, kebayakan individu mencapai tingkat

adaptasi seprti tanda-tanda fisik kembali normal dengan demikian, klien yang

mengalami nyeri tidak akan selalu memperhatikan tanda-tanda fisik (Muttaqin,

2008).

3. Mekanisme Nyeri

Menurut Asmadi (2008) ada beberapa teori yang menjelaskan

mekanisme transmisi nyeri. Teori tersebut diantaranya adalah:

a. Teori Spesificity
54

Teori Spesificity menyatakan bahwa ada ujung saraf spesifik di tubuh

yang menerima rangsangan hanya dari rangsangan nyeri. Ketika reseptor

nyeri menerima stimulus, sebuah impuls ditransmisikan di sepanjang jalur

nyeri spesifik kemudian diterjemahkan di pusat nyeri, yaitu thalamus.

b. Teori Dasar

Teori dasar mengasumsikan bahwa tipe tertentu dari stimulus pada

reseptor yang nonspesifik akan menyampaikan sekumpulan impuls ke jalur

neuron untuk menghasilkan dasar yang diinterprestasikan oleh otak sebagai

nyeri. Rangsangan ini digabungkan dalam akar dorsal sumsum tulang

belakang untuk menghasilkan intensitas tertentu dari rangsangan nyeri.

c. Teori Gate-Control

Teori ini dikemukakan oleh Melzack dan Wall (1965). Teori ini

menggambarkan bagaimana neuron akar dorsal darai sumsum tulang

belakang berperan sebagai gerbang yang mengatur penyampaian impuls

nyeri ke otak.

5. Stimulus Nyeri

Seseorang dapat menoleransinya, menahan nyeri (pain tolerance), atau

dapat mengenali jumlah stimulus nyeri sebelum merasakan nyeri (pain

threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri menurut Alimuk (2006), di

antaranya:

a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya

kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.


55

b. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya

penekanan pada reseptor nyeri.

c. Tumor, dapat juga menekan pada resepor nyeri.

d. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteria koronaria

yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.

e. Spasme otot, dapat menstimulus mekanik.

6. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat dikasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan

pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan (Asmadi,

2008):

a. Nyeri berdarkan tempatnya:

1) Pheriperal pain yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya

pada kulit, mukosa.

2) Deep pain yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih

dalam atau pada organ-organ tubuh visceral

3) Refered pain yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ

struktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh di daerah yang

berbeda, bukan daerah asal nyeri.

4) Central pain yaitu nyeri yang terjafi karena perangsangan pada sistem

saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus dan lain-lain.

b. Nyeri berdasarkan sifatnya:


56

1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu

menghilang.

2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam

waktu yang lama.

3) Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan

kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap kurang lebih 10-15 menit,

lalu menghilang, kemudian timbul lagi.

c. Nyeri berdasarkan berat ringannya:

1) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah.

2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.

3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.

d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan:

1) Nyeri akut

2) Nyeri kronis

Tabel 2.3 Perbedaan Nyeri Akut dan Kronis

Nyeri Akut Nyeri Kronis


 Waktu kurang dari enam bulan  Waktu lebih dari enam bulan
 Daerah nyeri terlokalisasi  Daerah nyeri menyebar
 Nyeri terasa tajam seperti  Nyeri tersa tumpul seperti ngilu, linu dan
ditusuk, disayat, dicubit dan lain-lain lain-lain
 Respon sistem saraf simpatis:  Respon sistem saraf parasimpatis:
takikardia, peningkatan respirasi, penurunan tekanan darah, bradikardia.
peningkatan tekanan darah, pucat, Kulit kering, panas dan pupul konstriksi
lembab, berkeringat dan dilatasi pupil  Penampilan klien tampak depresi dan
 Penampilan klien tampak cemas, menarik diri.
gelisah dan terjadi ketegangan otot
Sumber: Asmadi (2008)
57

7. Skala Nyeri

Intensitas nyeri dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien

melalui skala nyeri menurut Muttaqin (2008), yaitu:

a. Skala Nyeri Bourbanis

Gambar 2.7 Skala Nyeri Menurut Bourbanis

Keterangan :

0 = Tidak nyeri

1-3 =Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik

4-6 = Nyeri sedang: secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik.

7-9 = Nyeri berat: secara obyektif kadang klien tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, tidak dapar mendeskripsiskannya, tidak dapat diatasi

dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.


58

10 = Nyeri tidak tertahankan: pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul.

b. Skala Nyeri VAS

VAS (Visual Analog Scale) adalah suatu garis lurus yang mewakili

intensitas nyeri yang terus menerus dn memiliki alat pendeskripsian verbal

pada setiap ujung. Skala ini memberikan kebebasan penuh untuk

mengidentifikasi keparahan nyeri.

Gambar 2.8 Skala Nyeri VAS (visual Analog Scale)

c. Skala Nyeri Numerik

Skala numeric adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk

menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensiras nyerinya pada skala

numeral dari 0-10 atau 0-100. Angka 0 berarti no pain dan 10 atau 100

berarti severe pain (nyeri hebat).

Gambar 2.9 Skala Nyeri Numerik

d. Skala Nyeri atau Wong-Baker FACES Rating Scale


59

Pengkuran intensitas nyeri dengan skala wajah dilakukan dengan cara

memperhatikan mimic wajah pasien pada saat nyeri tersebut menyerang.

Cara ini ditetapkan pada pasien yang tidak dapat menyatakan intensitas

nyeri dengan skala angka, isalnya anak-anak dan lansia.

Gambar 2.10 Skala Nyeri Wong Baker FACES

e. Penilaian Nyeri Berdasarkan PQRST

1) P: Provokatif/paliatif

Apa kira-kira penyebab timbulnya rasa nyeri? Apakah karena terkena

rusa paksa/benturan? Akibat pernyataan? Dan lain-lain.

2) Q: Qualitas/Quantitas

Seberapa berat keluhan nyeri terasa? Bagaimana rasanya? Seberapa

sering terjadinya? Ex: seperti tertusuk, tertekan/tertimpa benda berat,

diiris-iris.
60

3) R: Region/radiasi

Seberapa berat kelurahan nyeri tersebut dirasakan/ditemukan? Apakah

juga menyebar kedaerah lain/area penyebarannya?

4) S: Skala Serviritas

Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan GCS (Glasgow’s Coma

Scale) untuk gengguan kesadaran, skala nyeri/ukuran lain yang

berkaitan dengan keluhan.

5) T: Timing

Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemmukan/dirasakan? Seberapa

sering keluhan nyeri tersebut dirasakan/terjadi? Apakah terjadi secara

mendadak atau bertahap? Akut atau kronis?

8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang

mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi

nyeri menurut Muttaqin (2008):

a. Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya

pada anakanak dan lansa. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan


61

diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan

lansia bereaksi terhadap nyeri.

b. Jenis Kelamin

Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bernakna dlam

merespon terhadap nyeri

c. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi

nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima

oleh kebudayaa mereka. Hal ini meliputi bagaiman beraksi terhadap nyeri.

d. Makna Nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman

nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan

mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut

memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan.

e. Perhatian

Tingkat seorang memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang menigkat dihubungkan

dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan

dengan respon nyeri yang menurun.

f. Ansietas
62

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas sering kali

meningkat persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu

perasaan ansietas. Individu yang sehat secara emosional, biasanya lebih

mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat dari pada individu yang

memiliki status emosional yang kurang stabil.

g. Keletihan

Keletihan meningkatkan perseosu nyeri. Rasa kelelahan menyebabka

sensasi nyeri semakin intesif dan menurunkan kemampuan koping.

h. Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri

sebelumnyatidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima

nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang.

i. Gaya koping

Klien mengalami nyeri di keadaan perawatan seperti di rumah sakit, klien

merasa tidak berdaya dengan rasa sepi. Hal yang sering terjadi adalah klien

merasa kehilangan control terhadap lingkungan atau kehilangan kontrol

terhadap hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.

j. Dukungan Keluarga dan Sosial

Individu yang mengalamu nyeri seringkali bergantung kepada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau

perlindungan. Walaupun nyeri tekan klien rasakan, kehadiran orang yang

dicintai klien akan meminimalkan rasa kesepian dan ketakutan.


63

9. Penanganan Nyeri

Manajemen Nyeri terbagi 2 yaitu Non farmakologi dan Farmakologi:

a. Manajemen Nyeri Non Farmakologi

Jenis manajemen nyeri non farmakologi antara lain (Prasetyo, 2011):

1) Membangun hubungan terapeutik perawat-klien

2) Bimbingan antisipasi

3) Relaksasi

4) Imajinasi terbimbing (guided imagery)

5) Distraksi

6) Akupuntur

7) Massase

8) Biofeedback

9) Stimulasi kutaneus

10) Akupresur

11) Psikoterapi

b. Manajemen Nyeri Farmakologi

Analgesik merupakan metode yang dilakukan guna mengganggu atau

memblok trasmisi stimulus agar terjadi oerubahan persepsi dengan cara

mengurangi kortikol terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika

dan bukan narkotika. Jenis narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan

darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vitas respirasi. Jenis bukan
64

narkotika yang paling banyak dikenal masyarakat adalah aspirin,

asetaminofen dan bahan antiinflamasi nonstreroid (Alimul, 2006).

Terdapat tiga sel saraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor

atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motoric. Sel-sel saraf ini

mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri untuk

dihantarkan ke sum-sum tulang belakang otak sehingga bermanfaat

meredakan nyeri kepala dan membuat rileks (Torrance & Serginson 1997,

dalam Noviyanti 2016).

BAB III

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

A. Pengkajian Kasus
65

Pengkajian dilakukan pada tanggal 26 Juni 2018 jam 14.00 WITA. Dengan

menggunakan format pengkajian pasien keperawatan kritis yang dilakuka secara

autoanamnesis dan alloanamnesis.

1. Identitas Pasien

Pasien bernama Ny.S, berusia 43 tahun dan beragama islam dan tinggal

bersama suami dan 2 orang anak, pendidikan terakhir SMA, alamat rumah di

jalan Penjaitan Samarinda. Pasien sedang dirawat jalan di Ruang Hemodialisa

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda sejak ± 5 bulan yang lalu.

2. Keluhan Utama

a. Saat masuk Rumah Sakit

Pada tahun 2017 Ny.S mempunyai riwayat hipertensi keturunan dari

ayah Ny.S dan riwayat pernah mengkonsumsi obat-obatan pelangsing kurang

lebih selama 2 bulan. Lalu badan Ny.S bengkak dan diberi obat terapi

furosemide untuk mengeluarkan cairan.

b. Saat pengkajian

Ny. S terpasang Catheter Double Lumen (CDL) di vena sentral berada

dibawah clavikula kanan. Kesadaran composmentis E4 V5 M6. Ny.S

mengatakan selama didiagnosa gagal ginjal ia merasa banyak yang berubah

pada dirinya. Pasien sering mengeluh sakit kepala selama cuci darah.

c. Alasan dirawat di Ruang HD

Pasien mengeluh badannya bengkak dan bawa oleh keluarga pasien ke rumah

sakit “X” lalu di rujuk ke RSUD Abdul Wahab Sjahranie. Setelah beberapa
66

hari diopname di ruang Edelweis dokter menjelaskan bahwa hasil dari

pemeriksaan laboratorium menunjukkan nilai elektrolit Ny.S tinggi dan klien

didiagnosa gagal ginjal kronik stadium V, sehingga pasien disarankan untuk

dilakukan cuci darah (hemodialisa).

3. Primari Survey

Airway : Tidak terdapat suara nafas tambahan, klien tidak mengalami

sesak nafas, tidak adanya perdarahan dan tidak ada secret.

Breathing : Pola nafas regular

I: Bentuk simetris, tidak ada jejas, RR 21x/i

P: Taktil fremitus simetris

P: Bunyi sonor

A: Vasikuler

Circulation : TD: 140/80 mmHg, MAP: 113, N: 89 x/I, CRT: ≥ 3 detik.

Bentuk simetris, edema pada ekstremitas bawah dengan pitting

edema 3mm dengan deraja 2 kembali dalam 5 detik.

Fluid : 1. Intake : Asupan Cairan: 600cc + 200cc

Total 800cc/24 jam

2. Output: Urine: ≤100cc/24 jam

BAB: ≥ 80cc/24 jam

IWL: Output (180) + IWL (500) = 680

Total : +680 cc/24 jam

4. Secondary Survey
67

Brain

Kesadaran composmentis GCS E4V5M6, pupil isokor 3mm,

pasien tidak ada kejang dank ram otot selama hemodialysis, pasien mengeluh

nyeri kepala

P: nyeri saat proses hemodialisis berlangsung

Q: seperti terikat

R: dikepala

S: ± 6

T: 30 menit

Breathing

Pola nafas regular, RR 21 x/I, pasien tidak dyspnea, tidak ada

secret, tidak ada retraksi dinding dada dan tidak ada alat bantu pernafasan.

Blood

Edema pada ekstremitas bawah dengan pitting edema 3mm

dengan deraja 2 kembali dalam 5 detik.. Irama jantung regular, akral dingin,

terdapat perdarahan pada mata dan saat hemodialisi diberikan terapi injeksi

heparin 0.2 cc/4000 unit melalui mesin. Vital sign TD: 140/80 mmHg, MAP :

113, N:86 x/i

Bladder

Pasien BAK ± 3 hari sekali dan paling sering pada saat malam

hari. Jumlah urin sedikit 100cc/24 jam, tidak ada distensi pada bladder, tidak

ada nyeri saat ingin BAK, bau urine khas warna kuning keruh.
68

Bowel

Abdomen asites, tidak mengeluh mual/muntah, BAB ± 1 hari

sekali, BU 15x/I, terjadi peningkatan berat badan.

Bone

Tidak mengeluh nyeri otot/tulang, pergerakan sendi baik, tidak

ada sianosis, tidak ada fraktur, edema pada ekstremitas bawah, akral dingin

dan kekuatan otot

5. Pola Manajemen Kesehatan

a. Pola persepsi kesehatan-manajemen kesehatan

Ny.S mengantakan saat ini sudah menderita penyakit kronis, tetapi pasien

berusaha menerima dan pasrah kepada Allah SWT dan pasien berusaha

tetap semangat dalam menjalani kehidupannya sehari-hari demi anak dan

suaminya. Ny.S berusaha mematuhi diet yang sudah ditentukan oleh

petugas kesehatan (pasien dianjurkan minum oleh dokter ±600 ml/24 jam

termasuk kuah sayur)

b. Pola nutrisi-metabolik

Ny.S menyatakan selera makan baik, pola makan 3x sehari dengan nasi

sayur dan lauk pauk. Pasien mengatakan bila makan di rumah asupan

garan dikurangi pada saat HD asupan garam tidak sesuai dengan aturan

diet yang diberikan.

c. Pola eliminasi
69

Ny. S mengatakan buang air kecil lancer, tidak terdapat nyeri. BAB 2 hari

sekali, konsistensi lunak. Tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen, BU

15x/I, tidak ada distensi abdomen dan distensi kandung kemih.

CCT=

= 7.5 ml/menit/1.73 m2 (CKD grade V)

d. Pola aktivitas-latihan

Ny. S mengatakan selama HD sering sakit kepala. Kegiatan pasien sering

dirumah, tidak mengangkat barang berat saat dirumah. Ny. S selalu

diantar bila datang untuk menjalani terapi HD. Ny. S selalu berusaha

melakukan aktifitas sehari-hari sendiri tanpa bantuan orang lain. Keadaan

umum baik, tidak ada sianosis, pergerakan aktif, terdapat edema, RR:18

x/I, tekanan darah 140/80 mmHg.

e. Pola tidur dan istirahat

Ny. S mengatakan tidur malam di rumah dimulai antar 21.00 – 22.00 dan

terbangun saat adzan subuh, pasien tidur siang sekitar jam 14.00-15.00.

tetapi hamper setiap satu hari menjelang HD Ny.S mengalami gangguan

tidur karena merasa merasa takut bila saat HD nanti nyeri kepala timbul

lagi. Ny. S mengeluh nyeri kepala dan tengkuk terasa berat.


70

f. Pola kognitif-perseptual

Ny. S mengatakn nyeri pada daerah kepala dengan skala 6 (nyeri sedang),

nyeri dirasakan sampai ke leher bagian belakang, tengkuk terasa berat.

Nyeri dirasa pada saat jam ke dua atau ketiga pada proses HD

berlangsung. Ekspresi wajah Ny. S menunjukkan ketidaknyamanan dan

Ny.S memegang dan memijat-mijat kepala dan tengkuknya, berusaha

menahan nyeri.

g. Pola persepsi-konsep diri

Ny. S selalu datang HD diantar keluarga dan diantar membawa kendaraan

mobil. Ny. S mengatakan bahwa dirinya tahu sudah menderita penyakit

gagal ginjal kronis dan harus menjalani terapi HD seumur hidup, tetapi

pasien tetap bersemangat menjalani terapi HD.

h. Pola peran dan tanggung jawab

Ny. S mengatakan berusaha menjadi ibu rumah tangga yang baik bagi istri

dan anak-anaknya. Ny.S mengatakan keluarga adalah yang paling utama

dan yang paling dekat dengannya adalah suami dan anaknya, keluarga Ny.

S selalu memberi dukungan dan motivasi pada Ny.S untuk sabar

menjalani terapi HD. Pada saat HD anaknya selalu menemani.

i. Pola seksual-reproduksi

Ny.S mengatakan tidak ada masalah dengan reproduksinya.

j. Pola koping dan toleransi stress


71

Ny. S mengatakan pada saat pertama kali dinyatakan menderita CKD,

Ny.S hanya berpasrah dan beribadah selalu. Pasien menerima kenyataan

bahwa dirinya menderita CKD dan harus menjalani terapi HD 2x

seminggu.

k. Pola nilai dan keyakinan

Ny.S beragama islam, Ny.S selalu menjalankan sholat 5 waktu, pasien

percara hanya Allah yang bisa menyembuhkan penyakit.

6. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala

Betuk kepala mesosefal, rambut pasien pendek warna hitam, kulit kepala

bersih, tidak ada lesi, Ny.S mengeluh nyeri kepala pada saat HD jam

kedua, kepala rasa cenut-cenut dan nyeri dirasa sampai ke tengkuk.

b. Mata

Ukuran pupil 3mm/3mm simetris kanan dan kiri, pupil bereaksi terhadap

cahaya, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, kelopak mata tidak

cekung dan tidak menggunakan kaca mata, tidak terdapat perdarahan.

c. Hidung

Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret, septum nasal paten,

tidak ada gangguan pada penghidu.

d. Mulut
72

Membrane mukosa lembab, tidak ada sianosis, tidak ada stomatitis, gigi

asli lengkap,pasien meringis karena menahan nyeri kepala.

e. Telinga

Aurikularis elastis, tinggi telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada

serumen pada liang telinga, tidak ada gangguan fungsi pendengaran.

f. Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid, dan

kemampuan menelan baik. Leher bagian belakang (tengkuk) terasa berat.

g. Dada

Inspeksi : Bentuk normal, ekspansi dada simetris kanan dan kiri,

Palpasi : taktil fremitus simetris

Perkusi : bagian paru sonor

Auskultasi : suara nafas tidak ditemukan ronchi.

h. Jantung

Inspeksi : Denyutan apeks terlihat pada ICS 6 garis midklavikula kiri,

Palpasi : Ukuran denyut apeks jantung teraba ±2 cm.

Perkusi : Didapatkan suara pekak pada ICS 3,

Auskultasi : Bunyi jantung didapatkan S1-S2 reguler.

i. Abdomen

Inspeksi : Bentuk abdomen datar, tiak ada asites, tidak ada bekas luka.

Auskultasi : Bising usus saat 15x/I.


73

Palpasi :Tidak ada nyeri tekan abdomen, tidak ada distensi abdomen

dan kandung kemih.

Perkusi : Didapatkan hasil timpani.

j. Ekstremitas

Kekuatan otot ekstremotas atas dan bawha 5, akrat hanyat, suhu tubuh 36

◦C, nadi 84 x/i. pergerakan ekstemitas normal, tidak ada sianosis pada

kuku-kuku jari. Lengan kanan terpasang jarum untuk kanula inlet dan

outlet yang ditusukkan pada catheter double lumen (CDL).

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Diagnostik

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Darah Rutin 5 Juni 2018

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan


Leukosit 7.29 4.80-10.80 10^3/µL
Eritrosit 3.21 4.20-5.40 10^6/µL
Hemoglobin 7.8 12.0-16.0 g/dL
Hematokrit 26.0 37.0-54.0 %
Ureum 237.8 17.0-43.0 mg/dL
Creatinin 7.2 0.6-1.1 mg/dL
Sumber : Data Primer

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Darah Rutin 3 Juli 2018

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

Leukosit 9.01 4.80-10.80 10^3/µL


Eritrosit 3.48 4.20-5.40 10^6/µL
Hemoglobin 9.3 12.0-16.0 g/dL
74

Hematokrit 26.7 37.0-54.0 %


CV 76.9 81.0-99.0 fL
Ureum 267.9 17.0-43.0 mg/dL
Creatinin 9.0 0.6-1.1 mg/dL
Sumber : Data Primer

8. Terapi Medik

Amplodipin 5mg 10 jam 1-0-0

CPG 75mg 2x1

Micardis 80mg 0-0-1

Hemapo 3000 unit/mL 2x/minggu

Gentamicin 40 mg/ml 1 ampul

B. Masalah Keperawatan

Tabel 3.3 Analisa Masalah Keperawatan pada Ny. S

No Data Fokus Etiologi Problem

1. Ds:
Ny. S menyatakan nyeri kepala dirasa
setelah jam kedua saat HD berlangsung,
kepala terasa cenat-cenut didaerah
tengkuk terasa berat dengan skala nyeri
6 (sedang), kurang lebih nyeri kepala
berlangsung 30 menit.

Do: Agen injury biologis Nyeri Akut


Klien meringis menahan nyeri sambil
memejamkan mata dan memegang
kepala dan tengkuk sambil memijat-
mijat kepala
 P: Nyeri kepala dirasakan hanya
pada saat intradialisis
 Q: kepala terasa cenat-enut
 R: Nyeri pada daerah kepala dan
tengkuk terasa berat
 S: skala nyeri 6 (sedang)
 T: ± 30 menit.
75

TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/i


RR: 20 x/I, T: 36.7◦C

2. Ds:
Ny. S menyatakan kurang lebih selama
5 bulan sudah menjalani terapi HD.
BAK jarang kurang lebih 3cc. minum
air ± 220 cc/hari BB naik 1 kg.
Gangguan Kelebihan Volume
Do: mekanisme regulasi cairan
 Jadwal rutin pasien setiap hari selasa
dan jum’at siang
 Pembatas cairan ±600 cc/3hari
 BB pulang saat HD 39 kg
 BB saat ini sebelum HD 40 kg, jadi
BB bertambah 1 kg.
 TD: 140/80 mmHg
 Ureum: 237.8 mg/dL
 Kreatinin: 7.2 mg/dL
 CCT: 7.5 ml/menit/1.73 m2
3. Ds:
Ny. S menyatakan pusing dan
pandangan agak gelap

Ds: Penurunan produksi Ketidakefektifan


 klien dibantu keluarga saat berjalan hemoglobin perfusi jaringan
 suhu : 36.7 ◦C akral hangat perifer
 konjungtiva anemis
 CRT > 2 detik
 Hb : 7.8 g/dL
 Injeksi Hemapo 3000 unit/1mL
2x/minggu

4. Ds:
Ny. S menyatakan sudah terpasang Prosedur
CDL ± selama 5 bulan, klien mengeluh Pembedahan Infansif
terkadang terasa gatal di sekitar area (pemasangan CDL) Risiko Infeksi
CDL

Do:
Terpasang CDL di intravena clavikula
bagian kanan
Leukosit 7.29 10^3/µL
TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/i
RR: 20 x/I, T: 36.7◦C
76

C. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

produksi hemoglobin

d. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan infansif (pemasangan

CDL)

D. Intervansi Keperawatan

Tabel 3.4 Intervensi Keperawatan

Dianosa NOC NIC


keperawatan
Nyeri akut b.d - Pain Level - Pain Management
agen injury Setelah dilakukan tindakan 1.1 Lakukan pengkajian nyeri secara
biologis keperawatan 1x4 jam diharapkan komperhensif yang meliputi lokasi,
nyeri akut pasien teratasi dari karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
skala 4 menjadi skala 2 dengan kualitas, faktor pencetus.
indicator 1.2 Gunakan strategi komunikasi yang
1. Mampu melaporkan nyeri terapeutik untuk mengetahui
berkurang (4) pengalaman nyeri dan sampaikan
2. Mampu melaporkan rasa penerimaan pasien terhadap nyeri.
nyaman (4) 1.3 Pilih dan implementasikan tindakan
3. Mampu menggunakan teknik yang beragam (misalnya, farmakologi,
non farmakologi untuk nonfarmakologi, interpersonal) untuk
mengurangi nyeri (4) memfasilitasi penurunan nyeri, sesuai
4. Vital sign dalam rentang kebutuhan.
normal 1.4 Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
(Massase kaki)
- Monitor Tanda-Tanda vital
1.5 Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
pernafasan dengan tepat.
1.6 Monitor sianosis sentral dan perifer.
Kelebihan Electrolye dan Acid/Base - Hemodaliysis Therapy
volume cairan Balance 2.1 Catat vital sign dan BB awal
77

b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan 2.2 Periksan sistem monitor seperti flow
mekanisme keperawatan 1x4 jam diharapkan rate, tekanan, temperature, level pH,
regulasi kelebihan volume cairan pasien conductivity, dan blood sensor
teratasi dari skala 4 menjadi 2.3 Monitor vital sign selama dialisis
skala 5 dengan indicator 2.4 Monitor tanda-tanda hidrasi
1. Terbebas dari edema (4) 2.5 Berikan heparin sesuai

Ketidakefektifan Perfusi jaringan: perifer - Manajeman syok


perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan 3.1 monitor hilangnya darah secara tiba-tiba,
perifer b.d keperawatan selama 1 X 4 jam dehidrasi berat, atau pendarahan yang
penurunan diharapkan ketidakefektifan terus menerus
produksi perfusi jaringan perifer pasien 3.2 monitor turunnya tekanan darah sistolik
hemoglobin teratasi dari skala 1 menjadi kurang dari 90 mmhg atau turun 30
skala 3 mmHg pada pasien hipertensi.
9. Pengisian kapiler perifer
(1) - Monitor tanda-tanda vital
10. Muka pucat (1) 3.3 Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
pernafasan dengan tepat.
3.4 Monitor warna kulit, suhu dan
kelembaban.
3.5 Monitor keberadaan dan kualitas nadi.

- Manajemen elektrolit/cairan
3.6 pantau adanya tanda dan gejala
overhidrasi yang memburuk atau
dehidrasi.
3.7 Timbang berat badan

Risiko infeksi b.d Kontrol Risiko: Proses Infeksi - Kontrol Infeksi


prosedur Setelah dilakukan tindakan 4.1 Bersihkan lingkungan dengan baik
tindakan infansif keperawatan selama 1X4 jam setelah digunakan untuk setiap pasien
(pemasangan diharapkan masalah keperawatan 4.2 Kaji kondisi luka bila ada
CDL) risiko infeksi teratasi dari skala 3 4.3 Cuci tangan sebelum dan sesudah
menjadi skala 1 kegiatan perawatan pasien
: 4.4 Lakukan perawatan aseptik
7. Mencari informasi terkait 4.5 Jaga lingkungan aseptik saat melakukan
perawatan pasien
control infeksi (3)
4.6 Berikan terapi antibiotik yang sesuai
8. Mengidentifikasi risiko 4.7 Ajarkan klien dan kelurga mengenai
infeksi dalam aktivitas teknik mencuci tangan yang benar
sehari-hari (3)
9. Mencuci tangan (3)

E. Intervensi Inovasi
78

A. Massage terhadap penurunan nyeri kepala

Terapi massage (pijatan) adalah tindakan penekanan oleh tangan pada

jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligament, tanpa menyebabkan

pergeseran atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan

relaksasi, dan meningkatkan sirkulasi (Henderson 2016). Ahmad Rahim (1988:1)

mengemukakan manipulasi pokok masase salah satunya adalah Effleurage

(menggosok) yaitu gerakan berirama yang dilakukan pada permukaan tubuh.

Tujuannya adalah memperlancar peredaran darah dan cairan getah bening.

Stimulasi kulit dengan teknik masase effleurage menghasilkan impuls yang

dikirim lewat serabut saraf besar yang berada dipermukaan kulit, serabut saraf

besar ini akan menutup gerbang sehingga otak tidak menerima pesan nyeri karena

sudah diblokir oleh stimulasi kulit dengan teknik ini, akibatnya persepsi nyeri

akan berubah. Selain meredakan nyeri, teknik ini juga dapat mengurangi

ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi darah di area yang terasa nyeri

karena merupakan distraksi yang dapat meningkatkan pembentukan endorphin

dalam sistem kontrol desenden sehingga dapat membuat pasien lebih nyaman

karena relaksasi (Bobak, 2004 dalam Safitri 2017). Dalam penelitiannya

menyatakan bahwa massage kaki lebih efektif dalam menurunkan nyeri.

F. Implementasi Keperawatan

Tabel 3.5 Implementasi Keperawatan

Hari/ Dx. Implementasi Paraf


79

Tanggal Kep

Jum’at / 1.1 Melakukan pengkajian nyeri secara komperhensif


S: Ny. S menyatakan nyeri kepala dirasa setelah jam kedua saat HD
29 juni berlangsung, kepala terasa cenat-cenut didaerah tengkuk terasa Rahma
berat dengan skala nyeri 6 (sedang), kurang lebih nyeri kepala
2018 Dx1 berlangsung 30 menit.
O: P: Nyeri kepala dirasakan hanya pada saat intradialisis
Q: kepala terasa cenat-enut
R: Nyeri pada daerah kepala dan tengkuk terasa berat
S: skala nyeri 6 (sedang)
T: ± 30 menit.

1.2 Mengkomunikasi yang terapeutik untuk mengetahui pengalaman Rahma


nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri.
S: Pasien menyatakan nyeri hilang timbul, biasanya pada saat 1 jam
selama intradialisis berlangsung
O: Pasien berkomunikasi dengang baik, pasien menceritakan
pengalaman nyeri dengan kooperatif.

1.3 Memilih dan implementasikan tindakan yang sesuai kebutuhan.


S:Pasien menyatakan setuju jika dilakukan tindakan Rahma
nonfarmakologis untuk mengatasi sakit kepala.
O: Pasien tampak antusias.

1.4 Mengajarkan tentang teknik nonfarmakologi (Massase kaki) Rahma


S: Pasien mengerti tentang cara massase kaki
O: Pasien tampak tenang

1.5 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan dengan tepat. Rahma
S: Tidak ada
O: TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/I, RR: 20 x/I, T: 36.7◦C

1.6 Memonitor sianosis sentral dan perifer Rahma


S: Tidak ada
O: Pasien tidak terdapat sianosis dan perifer

2.1 Mencatat vital sign dan BB awal Rahma


S: Pasien menyatakan BB naik 1 kg
O:BB: 40kg TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/I, RR: 20 x/I, T: 36.7◦C

Dx2 2.3 Memonitor vital sign selama dialisis Rahma


S: Tidak ada
O: HD dimulai jam 11.30 selama 4 jam, blood pump 150, arteri
pressure 3, vena pressure 56, blood pressure 140/90 mmHg, temp
80

37.0 ◦C, TMP 123, UF goal 1.00.

2.4 Memonitor tanda-tanda hidrasi Rahma


S: Tidak ada
O: Membran mukosa lembab, denyut nadi teraba kuat

2.5 Memberikan heparin sesuai Rahma


S: Tidak ada
O: dosis awal 1000 unit dan dosis akhir 3000 unit

Dx3 3.1 Memonitor hilangnya darah secara tiba-tiba, dehidrasi berat, atau Rahma
pendarahan yang terus menerus
S: Pasien menyatakan tidak ada perdarahan
O: Perdarahan tidak ada

3.2 Memonitor turunnya tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmhg


atau turun 30 mmHg pada pasien hipertensi. Rahma
S: Tidak ada
O: TD: 140/90 mmHg

3.3 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan dengan tepat. Rahma
S: Tidak ada
O: BB: 40kg TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/I, RR: 20 x/I, T: 37◦c

3.4 Memonitor warna kulit, suhu dan kelembaban. Rahma


S: Tidak ada
O: Warna kulit pucat, Suhu: 37◦c, kulit kering

3.5 Memonitor keberadaan dan kualitas nadi. Rahma


S: Tidak ada
O: Nadi teraba kuat, N: 94 x/i

3.6 memantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang memburuk Rahma
atau dehidrasi.
S: Tidak ada
O: Membran mukosa lembab
Rahma
3.7 Menimbang berat badan
S: Pasien menyatakan BB naik 1 kg
O: BB sebelum HD: 40 kg, BB sesudah HD: 39 kg.

4.1 Membersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan Rahma


S: Tidak ada
O:Alat dan lingkungan pasien selalu dibersihkan menggunakan
desinfektan
81

Dx4
4.2 Mengkaji kondisi luka bila ada
S: Pasien menyatakan tidak terdapat luka Rahma
O: Pasien terpasan CDL ± 5 bulan

4.3 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan


S: Tidak ada Rahma
O: Perawat selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

4.4 Melakukan perawatan aseptic ganti perban


S: Tidak ada Rahma
O: Perawat melakukan perawatan aseptic

4.5 Menjaga lingkungan aseptik saat melakukan perawatan pasien


S: Tidak ada Rahma
O:Pasien diberikan alas duk steril selama proses hemodialisis

4.6 Memberikan terapi antibiotik yang sesuai Dokter


S: Tidak ada Rahma
O: Pasien diberikan terapi antibiotik gentamicin 40 mg/ml

4.7 Mengajarkan klien dan kelurga mengenai teknik mencuci tangan


yang benar Rahma
S: Pasien menyatakan ingin diajarkan mencuci tangan
O: Pasien mengetahui tehnik mencuci tangan

Selasa / 3 Dx1 1.1 Melakukan pengkajian nyeri secara komperhensif Rahma


S: Ny. S menyatakan nyeri kepala dirasa setelah jam kedua saat HD
juli 2019 berlangsung, kepala terasa cenat-cenut didaerah tengkuk terasa
berat dengan skala nyeri 5 (sedang), kurang lebih nyeri kepala
berlangsung 30 menit.
O: P: Nyeri kepala dirasakan hanya pada saat intradialisis
Q: kepala terasa cenat-enut
R: Nyeri pada daerah kepala dan tengkuk terasa berat
S: skala nyeri 5 (sedang)
T: ± 30 menit.

1.3Memilih dan implementasikan tindakan yang sesuai kebutuhan.


S:Pasien menyatakan setuju jika dilakukan tindakan Rahma
nonfarmakologis untuk mengatasi sakit kepala.
O: Pasien tampak antusias.

1.4 Mengajarkan tentang teknik nonfarmakologi (Massase kaki) Rahma


S: Pasien mengerti tentang cara massase kaki
O: Pasien tampak tenang
82

1.5 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan dengan tepat. Rahma
S: Tidak ada
O: TD: 140/70 mmHg, N: 90 x/I, RR: 19 x/I, T: 36.9◦C

1.6 Memonitor sianosis sentral dan perifer Rahma


S: Tidak ada
O: Pasien tidak terdapat sianosis dan perifer
Dx2 2.1 Mencatat vital sign dan BB awal Rahma
S: Pasien menyatakan BB naik 1 kg
O:BB: 40kg TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/I, RR: 20 x/I, T: 36.7◦C

2.3 Memonitor vital sign selama dialisis Rahma


S: Tidak ada
O: HD dimulai jam 11.30 selama 4 jam, blood pump 150, arteri
pressure 3, vena pressure 56, blood pressure 140/90 mmHg, temp
37.0 ◦C, TMP 123, UF goal 1.00.

2.4 Memonitor tanda-tanda hidrasi Rahma


S: Tidak ada
O: Membran mukosa lembab, denyut nadi teraba kuat

2.5 Memberikan heparin sesuai Rahma


S: Tidak ada
O: dosis awal 1000 unit dan dosis akhir 3000 unit
Dx3 3.1 Memonitor hilangnya darah secara tiba-tiba, dehidrasi berat, atau Rahma
pendarahan yang terus menerus
S: Pasien menyatakan tidak ada perdarahan
O: Perdarahan tidak ada

3.2 Memonitor turunnya tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmhg atau
turun 30 mmHg pada pasien hipertensi. Rahma
S: Tidak ada
O: TD: 140/90 mmHg

3.3 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan dengan tepat. Rahma
S: Tidak ada
O: BB: 39kg TD: 140/90 mmHg, N: 90 x/I, RR: 20 x/I, T: 37◦c

3.4 Memonitor warna kulit, suhu dan kelembaban. Rahma


S: Tidak ada
O: Warna kulit pucat, Suhu: 37◦c, kulit kering

3.5 Memonitor keberadaan dan kualitas nadi. Rahma


S: Tidak ada
O: Nadi teraba kuat, N: 94 x/i
83

3.6 Memantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang memburuk atau
dehidrasi. Rahma
S: Tidak ada
O: Membran mukosa lembab

3.7 Menimbang berat badan Rahma


S: Pasien menyatakan BB naik 1 kg
O: BB sebelum HD: 40 kg, BB sesudah HD: 39 kg.

Dx4 4.1 Membersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan Rahma


S: Tidak ada
O:Alat dan lingkungan pasien selalu dibersihkan menggunakan
desinfektan

4.3 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan


S: Tidak ada Rahma
O: Perawat selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

4.4 Melakukan perawatan aseptic ganti perban


S: Tidak ada Rahma
O: Perawat melakukan perawatan aseptic

4.5 Menjaga lingkungan aseptik saat melakukan perawatan pasien


S: Tidak ada Rahma
O:Pasien diberikan alas duk steril selama proses hemodialisis

4.6 Memberikan terapi antibiotik yang sesuai anfis Dokter


S: Tidak ada Rahma
O: Pasien diberikan terapi antibiotik gentamicin 40 mg/ml

Jum’at / 6 Dx1 1.1 Melakukan pengkajian nyeri secara komperhensif Rahma


S: Ny. S menyatakan nyeri kepala dirasa tidak ada
juli 2018 O: Pasien tampak tenang

1.5 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan dengan tepat. Rahma
S: Tidak ada
O: TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/I, RR: 20 x/I, T: 36.7◦C

1.6 Memonitor sianosis sentral dan perifer Rahma


S: Tidak ada
O: Pasien tidak terdapat sianosis dan perifer
Dx2 2.1 Mencatat vital sign dan BB awal Rahma
S: Pasien menyatakan BB naik 1 kg
O:BB: 40kg TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/I, RR: 20 x/I, T: 36.7◦C
84

2.3 Memonitor vital sign selama dialisis Rahma


S: Tidak ada
O: HD dimulai jam 11.30 selama 4 jam, blood pump 150, arteri
pressure 3, vena pressure 56, blood pressure 140/90 mmHg, temp
37.0 ◦C, TMP 123, UF goal 1.00.

2.4 Memonitor tanda-tanda hidrasi Rahma


S: Tidak ada
O: Membran mukosa lembab, denyut nadi teraba kuat

2.5 Memberikan heparin sesuai Rahma


S: Tidak ada
O: dosis awal 1000 unit dan dosis akhir 3000 unit
Dx3 3.1 Memonitor hilangnya darah secara tiba-tiba, dehidrasi berat, atau Rahma
pendarahan yang terus menerus
S: Pasien menyatakan tidak ada perdarahan
O: Perdarahan tidak ada

3.2 Memonitor turunnya tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmhg atau
turun 30 mmHg pada pasien hipertensi. Rahma
S: Tidak ada
O: TD: 140/90 mmHg

3.3 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan dengan tepat. Rahma
S: Tidak ada
O: BB: 40kg TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/I, RR: 20 x/I, T: 37◦c

3.4 Memonitor warna kulit, suhu dan kelembaban. Rahma


S: Tidak ada
O: Warna kulit pucat, Suhu: 37◦c, kulit kering

3.5 Memonitor keberadaan dan kualitas nadi. Rahma


S: Tidak ada
O: Nadi teraba kuat, N: 94 x/i

3.6 Memantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang memburuk atau Rahma
dehidrasi.
S: Tidak ada
O: Membran mukosa lembab
3.7 Menimbang berat badan Rahma
S: Pasien menyatakan BB naik 1 kg
O: BB sebelum HD: 40 kg, BB sesudah HD: 39 kg.
Dx4 4.1 Membersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan Rahma
S: Tidak ada
O:Alat dan lingkungan pasien selalu dibersihkan menggunakan
desinfektan
85

4.3 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan


S: Tidak ada Rahma
O:Perawat selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

4.4 Melakukan perawatan aseptic ganti perban


S: Tidak ada Rahma
O: Perawat melakukan perawatan aseptic

4.5 Menjaga lingkungan aseptik saat melakukan perawatan pasien


S: Tidak ada Rahma
O:Pasien diberikan alas duk steril selama proses hemodialisis

4.6 Memberikan terapi antibiotik yang sesuai anfis Dokter


S: Tidak ada Rahma
O: Pasien diberikan terapi antibiotik gentamicin 40 mg/ml

Implementasi Inovasi

Tabel 3.6 Skala nyeri sebelum dan sesudah terapi

Skala nyeri sebelum Skala nyeri sesudah


terapi terapi
Tanggal Jam Jam

29 juni 2018 13.00 Nyeri sedang (skala 13.20 Nyeri sedang (skala
nyeri 6) nyeri 4)

14.00 Nyeri sedang (skala 14.20 Nyeri ringan (skala


nyeri 4) nyeri 2)

3 Juli 2018 13.00 Nyeri sedang (skala 13.20 Nyeri sedang (skala
nyeri 6) nyeri 4)

14.00 Nyeri sedang (skala 14.20 Nyeri ringan (skala


nyeri 4) nyeri 2)

G. Evaluasi Keperawatan
86

Tabel 3.7 Evaluasi Keperawatan

Hari/Tanggal Dx Evaluasi Paraf


S:
Pasien mengatakan nyeri berkurang skala nyeri 3
O:
pasien tenang N: 88 x/i
Jum’at Dx1 A: Masalah nyeri akut teratasi sebagian
29 juni 2018 Indicator Skala awal Skala akhir
1. Pain Level
a. Melaporkan nyeri
berkurang 4 3
b. Melaporkan rasa
nyaman 4 3
c. Mampu menggunakan 4 3
teknik non
farmakologis

P: Pertahankan intervensi 1.1-1.6


S:
Ny. S kaki bengkak berkurang

Dx2 O:
BB pre HD 40kg, post HD 39kg Ureum: 237.8 mg/dL, Kreatinin: 7.2
mg/dL

A: Masalah kelebihan volume cairan teratasi


Indicator Skala awal Skala akhir
1. Electrolye dan Acid/Base
Balance
a. Melaporkan nyeri 4 5
berkurang

P: Pertahankan intervensi 2.1-2.5


S:
Ny. S mengatakan kepala pusing berkurang

Dx3 O:
Wajah pucat, TD: 140/90 mmHg, N: 88x/I, RR: 21x/I suhu : 36.9 ◦C
akral hangat, konjungtiva anemis, CRT > 2 detik, Hb : 7.8 g/dL,
Injeksi Hemapo 3000 unit/1mL 2x/minggu

A: Masalah ketidak efektifan perfusi jaringan teratasi sebagian


Indicator Skala awal Skala akhir
87

1. Perfusi jaringan: perifer


a. Pengisian kapiler perifer 1 2
b. Muka pucat
1 1

P:
Lanjutkan intervensi 3.1-3.7
S:
Ny. S mengatakan terasa gatal disekitar area CDL berkurang

Dx4 O:
Pasien tenang, Leukosit 7.29 10^3/µL TD: 140/90 mmHg, N: 88 x/I
RR: 21 x/I, T: 36.9 ◦C

A: Masalah risiko infeksi teratasi sebagian


Indicator Skala awal Skala akhir
1. Kontrol risiko: proses
infeksi
a. Mencari informasi 3 1
terkait
b. mengidentifikasi risiko
infeksi dalam aktivitas 3 1
sehari-hari
c. mencuci tangan 3 1

P:
Pertahankan intervensi 4.1-4.7
S:
Pasien mengatakan nyeri berkurang skala nyeri 2
O:
pasien tenang N: 88 x/i
Selasa Dx1 A: Masalah nyeri akut teratasi
3 juli 2018 Indicator Skala awal Skala akhir
1. Pain Level
a. Melaporkan nyeri
berkurang 4 2
b. Melaporkan rasa
nyaman 4 2
c. Mampu menggunakan 4 2
teknik non
farmakologis

P: Pertahankan intervensi 1.1-1.6


S:
Ny. S kaki bengkak berkurang
88

Dx2 O:
BB pre HD 40kg, pos HD 39 kg Ureum: 267.9 mg/dL, Kreatinin: 9.0
mg/dL
A: Masalah kelebihan volume cairan teratasi
Indicator Skala awal Skala akhir
1. Electrolye dan Acid/Base
Balance
a. Melaporkan nyeri 4 5
berkurang

P: Pertahankan intervensi 2.1-2.5


S:
Ny. S mengatakan kepala pusing berkurang

O:
Wajah pucat, TD: 150/80 mmHg, N: 88x/I, RR: 21x/I suhu : 36.9 ◦C
akral hangat, konjungtiva anemis, CRT > 2 detik, Hb : 9.3 g/dL,
Dx3 Injeksi Hemapo 3000 unit/1mL 2x/minggu

A: Masalah ketidak efektifan perfusi jaringan teratasi sebagian


Indicator Skala awal Skala akhir
1. Perfusi jaringan: perifer
a. Pengisian kapiler perifer 1 3
b. Muka pucat
1 1

P:
Lanjutkan intervensi 3.1-3.7
S:
Ny. S mengatakan terasa gatal disekitar area CDL berkurang

Dx4 O:
Pasien tenang, Leukosit 7.29 10^3/µL TD: 140/90 mmHg, N: 88 x/I
RR: 21 x/I, T: 36.9 ◦C

A: Masalah risiko infeksi teratasi sebagian


Indicator Skala awal Skala akhir
1. Kontrol risiko: proses
infeksi
a. Mencari informasi 3 1
terkait
b. mengidentifikasi risiko
infeksi dalam aktivitas 3 1
sehari-hari
89

c. mencuci tangan 3 1

P:
Pertahankan intervensi 4.1-4.7
S:
Ny. S kaki bengkak berkurang

O:
Jum’at Dx2 BB pre HD 40kg, pos HD 39 kg.
6 juli 2018 A: Masalah kelebihan volume cairan teratasi
Indicator Skala awal Skala akhir
1. Electrolye dan Acid/Base
Balance
a. Melaporkan nyeri 4 5
berkurang

P: Pertahankan intervensi 2.1-2.5

S:
Ny. S mengatakan kepala pusing berkurang

Dx3 O:
Wajah pucat, TD: 140/90 mmHg, N: 88x/I, RR: 21x/I suhu : 36.9 ◦C
akral hangat, konjungtiva anemis, CRT > 2 detik, Injeksi Hemapo
3000 unit/1mL 2x/minggu

A: Masalah ketidak efektifan perfusi jaringan teratasi sebagian


Indicator Skala awal Skala akhir
1. Perfusi jaringan: perifer
a. Pengisian kapiler perifer 1 3
b. Muka pucat
1 1

P:
Lanjutkan intervensi 3.1-3.7

S:
Ny. S mengatakan terasa gatal disekitar area CDL berkurang

Dx4 O:
Pasien tenang, Leukosit 7.29 10^3/µL TD: 140/90 mmHg, N: 88 x/I
90

RR: 21 x/I, T: 36.9 ◦C

A: Masalah risiko infeksi teratasi sebagian


Indicator Skala awal Skala akhir
1. Kontrol risiko: proses
infeksi
a. Mencari informasi 3 1
terkait
b. mengidentifikasi risiko
infeksi dalam aktivitas 3 1
sehari-hari
c. mencuci tangan 3 1

P:
Pertahankan intervensi 4.1-4.7

H. Evaluasi Inovasi Massage Kaki

Pada pertemuan ke-1 pada hari jum’at, tanggal 26 juni 2018 pasien mengeluh

nyeri kepala selama hemodialisis berlangsung. Setelah dilakukan pengkajian

secara detail, klien kadang-kadang mengalami nyeri kepala semenjak

hemodialisis berlangsung. Biasanya klien menangani nyeri kepala hanya dibawa

bersandar setengah duduk/semifowler. Kemudian menyaranan pasien untuk

diberikan terapi massase kaki terhadap penurunan nyeri. Pasien pun bersedia dan

antusias ingin melakukan terapi massase kaki.

Pada pertemuan ke-2 pada hari selasa, tanggal 29 Juni 2018, sebelum

melakukan tindakan pasien terlebih dahulu diberikan kuesioner Pain Scale

menurut Bourbanis untuk mengetahui seberapa besar masalah nyeri yang

dirasakan. Kemudian pasien diberikan posisi semifowler lalu diberikan pijatan

dengan manipulasi pokok massase effleurage selama ±10 menit. Setelah


91

dilakukan terapi ini, pasien diberikan kuesioner lagi untuk menilai skala nyeri

yang dirasakan. Pasien mengatakan nyeri kepala berkurang.

Selanjutnya pada pertemuan ke-3 pada hari jum’at 3 juli 2018 dengan proses

yang sama pasien mengatakan bahwa massase kaki dapat menurunkan nyeri

kepala. Pasien pun sudah mempraktikan sendiri dirumah. Pasien mengatakan

terapi ini bermanfaat untuk dirinya sendiri yang sedang mengalami penyakit

dengan diagnosis gagal ginjal kronik stadium akhir yang sering merasakan nyeri

kepala selama proses hemodialisis.

Pada pertemuan ke-4 pada hari selasa 6 juli 2018 tidak dilakukan massase

kaki karena pasien tidak ada mengeluh nyeri kepala, dengan terapi implementasi

inovasi massase kaki yang dilakukan kepada Ny.S, didapatkan hasil penurunan

skala nyeri. Bahwa terapi ini dapa menurunkan rasa nyeri yang dirasakan pasien.
92

BAB IV

ANALISA SITUASI

A. Profil Lahan Praktik

1. Profil Rumah Sakit

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda terletak di jalan Palang Merah

Indonesia, Kecamatan Samarinda Ulu. RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

sebagai Top referral dan sebagai rumah sakit kelas A satu-satunya di Kalimantan

Timur terhitung sejak bulan Januari 2014.

RSUD Abdul Wahab Sjahranie adalah rumah sakit milik pemerintah provinsi

Kalimantan timur dan merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Kalimantan

timur, selain itu RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda saat ini sebagai

wahana pendidikan berbagai institusi pendidikan baik pemerintah maupun swasta

juga bekerja sama dengan perguruan tinggi kesehatan yang ada di Kalimantan

Timur baik itu institusi keperawatan (S1 Keperawatan, Profesi Ners, DIV

Keperawatan, dan DIII Keperawatan) maupun Institusi Kebidanan (DIV

Kebidanan dan DIII Keperawatan).

Adapun misi dan visi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda adalah:

Visi : Menjadi Rumah Sakit Dengan Pelayanan Bertaraf International

Misi : meningkatkan askes dan kualitas pelayanan berstandar internasioanl

serta mengembangkan Rumah Sakit sebagai pusat penelitian, sedangkan motto

dan tujuan RSUD Abdul Wahab Sjahranie yaitu motto: BHAKTI “Bersih
93

Harmonis Aman Kualitas Tertib Informatif” dan tujuan terciptanya pelayanan

kesehatan yang paripurna bermutu dan terjangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat, meningkatkan kemampuan etika dan profesionalisme dan

terealisasinya ssarana-prasarana yang nyaman dan modern. Falsafah RSUD Abdul

Wahab Sjahranie adalah menjunjung tingkat harkat dan martabat manusia dalam

pelayanan kesehatan pendidikan dan penelitian (Profil RSUD AWS, 2017).

Adapun lingkungan pelayanan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

meliputi instalasi gawat darurat, pelayanan rawat jalan di poliklinik spesialis dan

pelayanan one day service, pelayanan rawat inap di ruang perawatan terdiri dari

IRNA A (ruang mawar, cempaka, anggrek, melati dan ruang bayi), IRNA B

(ruang flamboyan, seruni, dahlia, tulip, dan ruang angsoka), IRNA C (ruang

teratai I, teratai II, teratai III dan ruang teratai IV) serta ruang IPI ( ruang ICU,

ICCU, PICU, dan ruang NICU), dilengkapi juga dengan pelayanan penunjang

berupa instalasi bedah sentral, laboratorium, radiologi, apotek, stroke center dan

ruang hemodialisa (Profil RSUD AWS, 2017).

2. Profil Ruang Hemodialisa

Ruang Hemodialisa merupakan unit dari Staf Medis Fungsional (SMF)

Penyakit Dalam di RSUD A.W Sjahranie Samarinda. Ruang ini memiliki fasilitas

38 tempat tidur pasien dan 38 mesin hemodialisa. Pada saat ini jumlah pasien

yang menjalani hemodialis pada bulan Juli 2017 yang menggunakan jaminan

BPJS mecapai 250 orang yang terbagi menjadi dua waktu pelaksanaan

hemodialisa pada pagi dan sore. Jadwal hemodialisa diatur dua kali dalam satu
94

minggu terdiri dari 3 waktu yaitu jadwal senin/kamis, selasa/jum’at, rabu/sabtu.

Pelaksanaan hemodialisa di pagi hari di mulai dari jam 06.00-11.00 WITA dan

siang pada pukul 11.00-17.00 WITA serta malam 17.00-20.00 WITA (berlaku

pada hari senin dan kamis). Waktu kerja karyawan di Ruang Hemodialisa diatur

dalam dua shif yakni shif pagi dan shif sore. Keryawan Ruang Hemodialisa

berjumlah 32 orang terdiri dari dokter penanggung jawab (dr. kuntjoro Yakti,

Sp.Pd), dokter ruangan (dr. Sizigia Hascarini), Kepala Ruangan (H. Mulyono,

STT), 21 perawat yang sudah tersertifikasi, 1 orang tenaga Administrasi, 3 orang

teknisi, 1 orang POS dan 3 orang CS.

Ruangan Hemodialisa terbagi dalam beberapa ruangan: ruang pelayanan

atau tindakan hemodialisa, ruang istirahat, ruang rapat, ruang dokter penanggung

jawab, ruang administrasi, ruang CAPD, 1 gudang alkes dan satu gudang BHP, 3

tolilet (2 toilet untuk karyawan dan 1 toilet pasien dan penunggu), musholla dan

nurse station.

B. Analisa Masalah Keperawatan dengan Konsep CKD (Cronic Kidney Disease)

dan Hemodialisa

Kasus kelolaan utama dalam karya ilmiah ini adalah pasien dengan Chronic

Kidney Disease (CKD). CKD adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang

tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan

metabolic, cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan uremia

(Bruner dan Suddarth, 2014).


95

Ny. S menderita CKD ± 1 tahun lalu dan Ny. S rutin menjalani terapi HD

sejak bulan Februari 2018. Awalnya Ny. S hanya mengeluh mual, muntah dan sering

pusing dikarenakan HB darah yang rendah. Anemia terjadi karena produksi eritrosit

terganggu (sekresi eritopoietinn ginjal berkurang). Pasien mengeluh pusing.

HD merupakan salah satu tindakan pada manajemen pasien CKD. HD adalah

salah satu terapi pengganti ginjal buatan dengan tujuan untuk eliminasi sisa-sisa

metabolism (protein) dan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara

kompartemen darah dan dialisat melalui selaput membrane semipermeable yang

berperan sebagai ginjal buatan (Sukandar, 2014).

Pada Ny. S dari hasil pengkajian data didapatkan masalah keperawatan yang

muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis, kelebihan

volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisma regulasi, ketidak efektifan

perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan produksi hemoglobin, dan

risiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan infansif.

1. Nyeri akut

Nyeri akut menjadi masalah utama pada kasus ini. Data subyektif yang

didapat adalah Ny. S sering mengeluh nyeri kepala pada saat proses HD

berlangsung. Pada saat datang ke rumah sakit untuk menjalani terapi HD, Ny. S

ada keluhan tetapi pada saat proses HD berlangsung. Pada saat datang kerumah

sakit untuk menjalani terapi HD, Ny. S sering mengeluh nyeri kepala, kepala rasa

cenat-cenut sampai ke tengkuk dan tengkuk terasa berat, skala nyeri 6. Data

obyektif yang didapat untuk menegakkan diagnose ini adalah pasien meringis
96

menahan nyeri sambil memegangi kepala dan tengkuk, dan memijat-mijat kepala

dan tengkuk. TD: 140/80 mmHg, BB pre HD 39 kilo, BB saat ini bertambah 1

kg.

Keluhan sakit kepala sering ditemukan selama HD, sebabnya tidak diketahui,

mungking berhubungan dengan dialisat asetat atau disequilibrium syndrome

(Sukandar, 2006) sedangkan menurut Baradero (2008) penarikan cairan dan

elektrolit yang besar, lamanya dialisis, tidak efektifnya dialisis dan tingginya

ultrafiltrasi juga dapat menyebabkan terjadinya heafache intradialysis.

Menurut Antoniazzi 2007, dalam Nekada, 2015, pathogenesis headache

intradialysis belum diketahui dengan pasti. Walaupun demikian hipertensi selama

HD bisa menjadi faktor risiko. Hal ini tampak pada tekanan darah pasien yang

cenderung tinggi yaitu 170/90 mmHg dan tekana darah masih bisa meningkat

pada saat proses HD berlangsung (intradialysis), BB pasien juga bertambah 1 kg

dan lama menjalani HD 4 jam sehingga menyebabkan penarikan cairan yang

tinggi.

Relaksasi dapat digunakan untuk mengobati migraine, mengatasi hipertensi,

insomnia sakit kepala dan kecemasan. Jika teknik relaksasi diterapkan dengan

baik maka tubuh akan bisa dikontrol sehingga tingkat ketegangan oto yang terjadi

tidak melebihi ambang batas (Goldberg, 2007).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2016)

dengan judul pengaruh terapi pijat terhadap pengurangan nyeri persalinan kala 1
97

fase aktif pada ibu bersalin (studi kasus di kota Bandung) terapi ini terbukti dapat

menurunkan nyeri dengan p-value <0.05.

2. Kelebihan volume cairan

Masalah keperawatan lain yang sering ditemukan pada pasien CKD yang rutin

menjadi terapi HD adalah kelebihan volume cairan. Data kelebihan volume cairan

yang ditemukan pada pasien antara lain Ny. S menyatakan kurang lebih selama 5

bulan sudah menjalani terapi HD. BAK jarang kurang lebih 3cc. minum air ± 220

cc/hari BB naik 1 kg.

Fungsi ginjal ialah mengarut volume air/cairan. Kelebihan air dalam tubuh

akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urin, ekskresi sisa hasil metabolism

(ureum, asam urat, kreatinin), zat-zat toksik, obat-obatan dan bahan kimia asing,

serta fungsi hormonal dan metaboliseme (Anurogo dan Wulandari, 2012). Akibat

penurunan atau kegagalan fungsi ginjal membuang produk sisa melalui eliminasi

akan menyebabkan gangguan cairan, elektrolit serta asam basa (Pagunsan et al,

2007).

Pada pasien CKD yang menjalani terapi HD secara rutin sering mengalami

kelebihan volume cairan tubuh, hal ini disebabkan penurunan fungsi ginjal dalam

mengekskresikan cairan. Meskipun pasien CKD pada awal HD sudah diberikan

penyuluhan kesehatan untuk mengurangi asupan cairan, akan tetapi pasien tidak

mampu mengontrol pembatasan intake cairan sehingga dapat mengakibatkan

Interdialytic Weight Gain (IDWG) yang merupakan peningkatan volume cairan

dan dimanifestasikan dengan peningkatan BB.


98

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mokodompit (2013)

dengan judul pengaruh kenaikan berat badan terhadap kejadian komplikasi gagal

jantung pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di

rumah sakit se-provinsi Gorontalo yang menunjukkan sebagian besar responden

memiliki kelebihan berat badan yaitu sebangyak 33 responden dari total sampling

yang berjumlah 47 responden dan yang mengalamu komplikasi gagal jantung

sebanyak 26 responden. Hasil uji statistic didapatkan nilai p= 0.00<0.05 ysng

berarti terdapat pengaruh kelebihan kenaikan berat badan terhadap kejadian

komplikasi gagal jantung pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi

hemodialisa.

3. Keridakefektifan perfusi jaringan perifer

Seperti penyait menahun lainnya, CKD juga disertai dengan penyakit lain

sebagai penyulit atau komplikasi yang sering lebih berbahaya. Komplikasi yang

seringkali ditemukan pada penderita CKD salah satunya adalah anemia (Alam

dan Hadibroto, 2007).

Hal ini juga terjadi pada Ny. S, gejala awal yang dialami Ny. S adalah sering

menderita anemia. Ny. S sebelumnya pernah di transfuse 1 kantong. Setelah ±1

tahun menderita CKD dan ±5 bulan sudah menjalani terapi HD Ny. S terbiasa

dengan keadaan ini. Menurut Baradero (2008) Anemia terjadi karena produksi

eritrosit juga terganggu (sekresi eritopoietin ginjal berkurang). Pasien mengeluh

pusing.
99

Hal ini jalan dengan penelitian Ombuh (2013) dengan judul status besi pada

pasien penyakit ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisis di BLU RSU

Prof. Dr. R. D Kandou Manado di dapatkan pada pasien PGK yang menjalani

hemodialisis semuanya mengalami penurunan Hb (Hb < 11.0 g/dL) yaitu

sebanyak 30 orang yang terdiri dari 18 orang laki-laki dan 12 orang perempuan.

Penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu semua pasien yang dirawat

inap di RSU Prof. Dr. R. D Kandou Manado, sedangkan total pasien yang

menjalani terapi hemodialisis adalh 92 orang, hasil penelitian menunjukkan

semua pasien penyakit ginjal kronik yang di rawat inap di RSU Prof. Dr. R. D

Kanduo Manado mengalami anemia yang terlihat dari hasil pemeriksaan Hb yang

di bawah nilai normal.

4. Risiko infeksi

Kondisi pasien ketika dilakukan pengkajian dengan keadan compos mentis

terpasang catheter double lumen (CDL) sudah terpasang ± 5 bulan.

Infeksi adalah invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme yang mampu

menyebabkan sakit, infeksi juga dapat disebut suatu keadaan dimana adanya suatu

organisme pada jaringan tubuh yang disertai dengan gejala klinis baik itu bersiat

local maupun sisemik seperti demam atau panas sebagai suatu reaksi tubuh

terhadap organisme tersebut, sedangakn resiko infeksi adalah keadaan yag dimana

seseorang beresiko terserang organisme yang meningkat (Rice, 2009)


100

Hasil data yang didapatkan dari data subyektif pasien mengatakan terpasa

CDL selama ± 5 bulan. Data objektif yang didapatkan bahwa pasien terpasang

CDL dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat menyebabkan risiko infeksi.

Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi yang mempengaruhi resiko

infeksi adalah faktor prosedur invansive yang dilakukan untuk melakukan

hemodialisa sehingga diharapkan klien mampu mengenali tanda gejala infeksi dan

mampu menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat, dan memperhatian

kegiatan selama dirumah yang berisiko menjadi permasalahan actual.

C. Analisis Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait

Pada Nursing Intervention Classificatin (NIC) “Pain Management”, penulis

melakukan intervensi inovasi untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut pada

Ny. S. Intervensi inovasi ini berupa massage kaki, dalam intervensi ini dilakukan

pada tanggal 29 juni 2018. Pada pertemuan pertama pada tanggal 29 juni 2018, pasien

mengeluh nyeri kepala intradialisis pada jam kedua dengan skala nyeri , tetapi setelah

dilakukan 2 kali terapi inovasi teknik massage kaki skala nyeri menjadi 2.

Sedangkan pada pertemuan HD yang ketiga pada tanggal 9 juli 2018 pasein

tidak ada keluhan nyeri kepala intradialisis.

Menurut Mujais dan Ismail (2011, dalam Nekada 2014), menjelaskan bahwa

HD merupakan terapi yang paling tepat untuk mengatasi kerusakan ginjal pada pasien

CKD, namum tidak bisa dipungkiri bahwa terapi ini juga sangat berpotensi untuk

menghasilkan komplikasi intradialisis. Selama tindakan HD sering sekali ditemukan


101

komplikasi yang terjadi, seperti kram otot, hipotensi, sakit kepala, mual dan muntah

(Sukandar, 2006).

Keluhan sakit kepala sering ditemukan selama HD, sebabnya tidak diketahui,

mungkin berhubungan dengan dialisat asetay (Sukandar, 2006). Sedangakan menurut

Baradero (2008) kecepatan UFR yang tinggi, penarikan cairan dan elektrolit yang

besar, lamanya dialisis, tidak efektifnya dialisis, dan tingginya ultrafiltrasi juga dapat

menyebabkan terjadinya headache intradialysis.

Menurut Antoniazzi (2007, dalam Nekada 2014), patogenesis headache

intradialysis belum diketahui dengan pasti. Walaupun demikian hipertensi selama

HD bisa menjadi faktor risiko. Nyeri kepala ini merupakan kondisi yang sangat

sering terjadi dengan penyebab belum diketahui, walaupun telah diterima bahwa

kontraksi otot kepala dan leher merupakan mekanisme penyebab nyeri (Ginsberg,

2008). Intervensi yang termasuk dalam penedkatan non farmakologi adalah analgesia

psikologis, relaksasi, massage, stimulasi kuteneus, aroma terapi, hipnotis, akupuntur

dan yoga (Gadysa, 2009 dalam Noviyanti 2016).

Menurut (Wijanarko. Et.al, 2010) manfaat massage menjadi salah satu pilihan

terapi alternative untuk mengatasi nyeri badan akibat kelelahan atau cedera tertentu,

seperti terkilir. Berdasarkan penelitian dapat mengatasi beberapa hal seperti

mengurangi cemas, gangguan pencernaan, fibromyalgia, nyeri kepala, insomnia dan

nyeri otot.

Jurnal Ners Pahlawan Tuanku Tambusai tentang perbandingan efektifitas

massage dan kompres hangat terhadap nyeri persalinan kala I fase aktif. Terapi ini
102

telah terbukti mampu menurunkan nyeri, hipertensi, sakit kepala nilai p sebesar

0.000.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2016)

pengaruh terapi pijat terhadap pengurangan nyeri (studi kasus kota Bandung) dengan

p sebesat <0.05.

Ny. S saat proses HD berlangsung, keluhan intradialisis yang sering dialami

adalah nyeri kepala. Menurut Setyo & Khusharyadi (2013, dalam Nekada 2014).

tindakan mandiri keperawatan dalam mengatasi nyeri sangat diperlukan. Salah

satunya adalah terapi massase (pijatan) adalah tindakan penekanan oleh tangan pada

jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligament, tanpa menyebabkan pergeseran

atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan

meningkatkan sirkulasi (Henderson 2016).

Pada implementasi inovasi massage kaki dalam menurunkan skala nyeri

intradialisis menunjukkan hasil yang signifikan. Selama 2 kali diberikan intervensi

menunjukkan selama proses HD sampai selesai, klien tidak ada mengungkapkan

keluhan atau terjadi komplikasi intradialitik dank lien mengungkapkan rasa nyaman

setelah mendapatkan terapi relaksasi ini.

D. Alternatif Pemecah yang Dapat Dilakukan

Menurut Barnason, Zimmerman & Younf (2011, dalam Wahyuningsih, 2014),

masalah keperawatan yang timbul pada pasien kelolaan dapat diatasi bila terjadi

kolaborasi yang antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan, dalam hal ini

khususnya perawat. Pasien memiliki peran penting unutk melakukan perawatan


103

mandiri (self care) dalam perbaikan kesehatan. Perilaku yang diharapkan dari self

care adalah kepatuhan dalam medikasi maupun instruksi dokter seperti diit,

pembatasan cairan maupun pembatasan aktivitas. Self care yang dimiliki oleh pasien

kelolaan masih kurang optimal.

Pada hal ini, keterbatasan penulis selama pengelolaan asuhan keperawatan

yaitu dalam memberikan terapi massage kaki kurang maksimal, dalam penurunan

skala nyeri sudah cukup signifikan, tetapi pemberian terapi massage kaki harus

diulang beberapa kali dikarenakan dalam pemberian terapi massage kaki harus

membutuhkan ruangan yang tenang agar pasien lebih rileks.

Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan sebagai menurunkan tingkat

skala nyeri nonfarmakologi yaitu massage kaki dengan terapi manipulasi effleurage.

Tehnik effleurage merupakan tehnik relaksasi dengan melakukan massage mengusap

tubuh sehingga otot-otot sekitar menjadi relaksasi. Kefektifan relaksasi effeleurage

tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan unput

sensori selain nyeri.

Menurut Vitahealth (2007) effleurage adalah gerakan mengusap tubuh yang

lembut dan perlahan. Pengurutan dapat berupa gerakan pendek atau panjang dengan

seluruh telapak tangan, digunakan untuk mendorong darah ke arah jantung dan

meningkatkan aliran balik darah. Pengurutan dapat meningkatkan relaksasi otot,

menenangkan ujung-ujung saraf dan untuk menghilangkan nyeri.

Berdasarkan penelitian oleh Fitrianingrum (2012) tentang pengaruh tehnik

relaksasi effleurage pada pasien post Appendictomy di RSUD Kabupaten Kudus,


104

maka dapat disimpulkan dengan p Value = 0.001 disimpulkan Ho ditolak dan Ha

diterima yang berarti ada pengaruh tehnik relaksasi effleurage terhadap nyeri pada

pasien post Appendictomy di RSUD Kabupaten Kudus.

Berdasarkan hasil diatas, dapat dipastikan tindakan ini sangat efektif untuk

mengatasi nyeri pasien. Oleh karena itu, diharapkan terapi-terapi keperawatan ini

dapat diterapakan oleh perawat secara langsung yang diberikan kepada pasien untuk

meningkatkan pemberian asuhan keperawatan yang lebih efektif dan efisien.


105

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil intervensi dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Kasus kelolaan dengan diagnosa medis Chronic Kidney Desease (CKD) stage V

dengan penyakit penyerta adalah hipertensi. Pasien telah menjalankan secara rutin

hemodialisi selama ±5 bulan. Dari hasil pengkajian didapatkan diagnose yang

menjadi proritas yaitu diagnose nyeri akut b.d angen injury biologis. Masalah

keperawattan nyeri akut b.d agen unjury biologis diberikan intervensi berdasarkan

Nursing Outcomes Classification (NOC) dan Nursing Intervenstions

Classification (NIC) selama 3x6 jam. Tujuan yang akan dicapat berdasarkan

NOC dengan pain level dengan skala target outcome 2 (sedikit terganggu). Dari

tujuan yang ada diberikan tindakan berdasarkan NIC yaitu manajemen

elektrolit/carian. Implementasi dilakukan selama 3 kali pertemuan berdasarakan

intervensi keperawatan yang telah disusun. Kemudian di evaluasi setiap selesai

tindakan. Hasil evaluasi didapatkan pada masalah nyeri akut b.d agen injury

biologis teratasi sebagian karena nyeri kepala pada pasien sudah berkurang.

2. Intervensi yang diberikan kepada Ny. S adalah massage kaki untuk menurunkan

nyeri kepala yang dirasakan. Pertemuan ke-2 sampai pertemuan ke-4, hasil dari

observasi pasien tidak meringis kesakitan dan memegang kepala. Pada hasil
106

wawancara secara subyektif pasien mengatakan ada perubahan, dari skala nyeri 6

(sedang) menjadi skala nyeri 2 (ringan).

B. Saran

1. Institusi akademik

Diharapkan institusi lebih banyak memberikan referensi tentang aplikasi

tindakan-tindakan seperti massage kaki terhadap penurunan nyeri pada kasus

tertentu seperti penyakit chronic kidney desease (CKD), sehingga mahasiswa

mampu meningkatkan cara berfikir kritis dalam menerapkan intervensi yang

dilakukan secara mandiri sesuai bidang keperawatan dan jurnal-jurnal penelitian

baru.

2. Perawat

Diharapkan perawat dapat memberikan pelayanan secara maksimal, baik dari

segi education maupun intervensi, sehingga mampu meningakatkan kualitas

hidup untuk menurunkan rasa nyeri pada pasien CKD.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat melakukan penelitian selanjutnya dengan cara memodifikasi

intervensi yang sudah ada dengan yang baru, sehingga dapat diberikan pada

pasien CKD yang mempunyai keluhan rasa haus yang sedang menjalani

hemodialisis.
Daftar Pustaka

A. Tamsuri, 2007, Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri EGC, Jakarta

Andi, Prasetyo. 2011. Analisis Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten


karanganyar dilihat dari Rasio Pendapatan Daerah pada APBD 2006-2008. Skripsi.
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Aziz Alimul.H. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Munusia : Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Arora, P. 2014. Chronic Kidney Disease. MedScape. Diakses dari


http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview. Pada tanggal 20 September
2014.

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.

Asmadi. ( 2008 ), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC

Aziz, M. F., Witjaksono, J., & Rasjidi, H.I. ( 2008). Panduan Pelayanan
Medik: Model Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan
Ginjal. Jakarta: EGC.

Baradero, dkk. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.

Brunner, Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta :


ECG.
Carpenito, L.J. (2006). Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan
(Edisi 2).Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC.

Daido, M, Susilo, C, Nekada, C. 2011. Hubungan Pengetahuan Perawat


tentang infeksi Nosokomial dengan Penerapan Prinsip Steril pada pemasangan infus
di RS Kristen Lende Moripa, Sumba barat. Universitas Respati. Yogyakarta.

Dewi, Putri Rossyana & I Wayan Sudhana. (2013). Gambaran Kualitas Hidup
pada Lansia dengan Normotensi dan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar
I Periode Bulan November Tahun 2013. Jurnal Medika Udayana vol. 3 no 9 (2014)

Eduardo, V. Romero, Jordi Cascos. Escoda, Cosme G. 2009. Myofascial Pain


Syndrome Associated With Trigger Points: A Literature Review.(I) Epidemiology,
Clinical Treatment and Etiopathogeny. Journal Section : Oral Medicine and
Pathology Vol. 1, No. 14, 494-498.
Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya
Media

Fitrianingrum. S. 2011. Promosi Kesehatan. Ed 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Granovsky, D. 2011. Articels. Stem cell Transplants Help Kidney Damage.


http;//repairstemcell. Wordpress.com/2011/02/18/stem-celltransplantshelp-kidney-
damage. Diunduh tanggal 18 Januari 2012.

Hayani, F. 2014. Hubungan Pola Makan dan Asupan Serat dengan Status Gizi
Pada Siswa/i di SMP Negeri 34 Medan Tahun 2014. Skripsi. Medan : Universitas
Sumatera Utara
http://www.rsudaws.co.id/
Indonesia Renal Registry (IRR).2012.5th Report of Indonesian Renal Registry
____,2013.5th Report of Indonesian Renal Registry
Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih
bahasa Asdie Ahmad H., Edisi 13, Jakarta: EGC
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
National Institute for Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK).
(2014). Cause of diabetes. NIH Publication.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor HK.02.02/MENKES/148/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat. Jakarta: Menteri Kesehatan
Noviyanti, 2016. Pengaruh Terapu Pijat Terhadap Penungurangan Nyeri
Persalinan Kala 1 Fase Aktif Pada Ibu Bersalin (Studi Kasus Di Kota Bandung)
Nisofa. 2002. Pengaruh Stimulasi Kulit Dengan Teknik Effleurage Terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri Persalinan Pada Primigravida Kala I Fase Aktif
Persalinan Normal di Kamar Bersalin di RSUD DR. Saiful Anwar Malang. Tugas
Akhir. Tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang
Pagunsan. 2007. Ginjal Si Penyaring Ajaib. Bandung Indonesia Publising
House.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit, edisi ke-6. Jakarta: EGC.
Saad, Ehab. 2014. High Blood Pressure/Kidney Disease. Medical College of
Wisconsin. Diakses di
http://www.mcw.edu/Nephrology/ClinicalServices/HighBloodPressure.htm. Diunduh
6 Oktober 2014
Sherwood,Lauralee. 2001. Fisiologi manusia :dari sel ke sistem. Jakarta :
EGC
Safitri, Yeni. 2017. Perbandingan Efektifitas Massage dan Kompres Hangat
Terhadap Nyeri Persalinan Kala 1 Fase Aktif. Vol 1, No 2, Oktober 2017
Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta. (2014).
Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC
Sukandar E. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Bandung: Pusat
Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran/RS Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Sutanto. (2010). Cekal Penyakit Modern Hipertensi, Stroke, Jantung,
Kolesterol, dan Diabetes. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET
Tortora GJ, Derrickson B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology
Maintanance and Continuity of the Human Body 13th Edition. Amerika Serikat: John
Wiley & Sons, Inc.
LAMPIRAN

LAMPIRAN
Lampiran 1

BIODATA PENELITI

Foto
A. Data Pribadi
3x4
Nama : Rahmayanti
Tempat,Tanggal Lahir : Muarakaman, 05 Desember 1995
Alamat Asal : Muarakaman Ilir No 142 RT 05
Alamat di Samarinda : Jl. Juanda 7 No 66

B. Riwayat Pendidikan
Pendidikan formal
Tamat SD : Tahun 2007 di SDN 003 Muarakaman

Tamat SMP : Tahun 2010 di SMPN 1 Muarakaman

Tamat SMA : Tahun 2013 di SMAN 2 Tenggarong

Tamat Sarjana : Tahun 2017 di STIKES Muhammadiyah Samarinda


Lampiran 2

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Bapak/Ibu yang saya hormati,

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Rahmayanti S.Kep

NIM : 17.111. 0241.200.57

Saya adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Samarinda jurusan Profesi Ners yang akan melakukan penelitian

berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Chronic Kidney Disease

Dengan Terapi Alternatif Massage Kaki Terhadap Penurunan Nyeri Kepala Di Ruang

Hemodialisa Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018”

Dengan ini saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk turut berpartisipasi

dalam penelitian ini dengan menandatangani lembar persetujuan dan bersedia mengisi

pernyataan dalam kuisioner.

Setiap pernyataan yang Bapak/Ibu berikan mohon sesuai dengan kondisi

Bapak/Ibu sehingga mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Pernyataan yang

berikan dijamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk penelitian ini.

Demikian saya sampaikan, atas perhatian dan partisipasi Bapak/Ibu semua

dalam membantu kelancaran penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.


Samarinda, 29 juli 2018

Peneliti

Rahmayanti, S.Kep
Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, setelah mendapat penjelasan, saya bersedia

berpartisipasi sebagai responden penelitian dengan judul “Analisis Praktik Klinik

Keperawatan Pada Pasien Chronic Kidney Disease Dengan Terapi Alternatif Massage

Kaki Terhadap Penurunan Nyeri Kepala Di Ruang Hemodialisa Rsud Abdul Wahab

Sjahranie Samarinda Tahun 2018”:

Nama : Rahmayanti

NIM : 17.111. 0241.200.57

Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif pada saya dan

segala informasi yang saya berikan dijamin kerahasiaannya karena itu jawaban yang

saya berikan adalah yang sebenar-benarnya.

Berdasarkan semua penjelasan di atas, maka dengan ini saya menyatakan secara

sukarela bersedia menjadi responden dan berpartisipasi aktif dalam penelitian ini.

Samarinda, 29 Juni 2018

Responden

(...................................)
Lampiran 4

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Chronic Kidney Disease Dengan

Terapi Alternatif Massage Kaki Terhadap Penurunan Nyeri Kepala Di Ruang

Hemodialisa Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018

Data demografi

Data dari responden

Umur :

Jenis kelamin :

Status Perkawainan :

Pendidikan :
Lampiran 5

SKALA NYERI MENURUT BOURBANIS

Gambar 2.6 Skala Nyeri Menurut Bourbanis

Keterangan :

0 = Tidak nyeri

1-3 =Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik

4-6 = Nyeri sedang: secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik.

7-9 = Nyeri berat: secara obyektif kadang klien tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, tidak dapar mendeskripsiskannya, tidak dapat diatasi

dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.

10 = Nyeri tidak tertahankan: pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul.
Lampiran 6

INSTRUKSI KERJA PROSEDUR PEMBERIAN TERAPI MASSAGE KAKI

Elemen Kriteria Untuk Kerja


Pengertian Massage adalah tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak dengan berbagai
metode yaitu metode effleurage atau gerakan mengusap.
Tujuan 1. Meningkatkan relaksasi otot
2. Menenangkan ujung-ujung saraf
3. Menghilangkan nyeri
Tahap  Diagnosa medis yang muncul
Pengkajian  Kaji catatan program dokter mengenai pambatasan khusus
 Kaji kemampuan fisik dan mental pasien untuk melakukan aktivitas
 Kaji tingkat nyeri pasien
 Kaji adanya kontraindikasi
 Kaji kesiapan perawata
 Kaji kesiapan klien
 Kaji tingkat kesadaran dan kondisi pasien
Indikasi Klien yang mengalami nyeri kepala selama menjalani hemodialisa
Kontrak Klien menderita luka baka dan fraktur
Indikasi
Diagnose Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis
Keperawatan
Tahap 1. Lembar observasi
Persiapan 2. Skala nyeri (Pain Scale)
Alat 3. Alat tulis
Tahap 1. Cuci tangan
Pelaksanaan: 2. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri
Tahap 3. Kontrak waktu 20 menit
Orientasi 4. Jaga privasi pasien dengan menutup pintu atau memasang sampiran atau selimut
5. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga untuk bekerjasama saat tindakan
berlangsung
6. Beri kesempatan pada pasien dan keluarga untuk bertanya.
Tahap Kerja 7. Atur posisi pasien yang membuat pasien nyaman (posisi supinasi, semifowler atau
posisi lain yang nyaman).
8. Anjurkan pasien yang disukai pasien
a. Perawat berkomunikasi dengna jelas dan tenang
b. Anjurkan pasien menarik napas dalam dan perlahan untuk merelaksasikan
semua otot.
9. Tahap Pertama: Massase kaki bagian depan
f. Ambil posisi menghadap kaki klien (samping kiri/kanan)
g. Tangan sedikit diatas pergelangan kaki dengan jari-jari menuju keatas dengan
satu gerakan tanpa terputus hingga ke pangkal lutut dan kembali turun mengikuti
lekuk kaki.
h. Gunakan tangan secara bergantian untuk memijat perlahan hingga kebawah
lutut.
i. Gosok kembali dari atas pergelangan kaki hingga keatas ketempurung lutut
secara lembut dan pijat kebagian bawah lutut. Lalu sebanyak 3x pada kaki kiri
dan kaki kanan.
j. Dengan kedua jari tangan pijatlah kebawah pada sisi kaki sehingga
kepergelangan kaki. Kemudian remas bagian atas mata kaki sampai ke ujung jari.

10. Tahap Kedua: Pada telapak kaki


i. Letakan alas dibawah tumit
j. Tangkupkan tangan disekitar sisi kaki dengan ibu jari diposisi atas.
k. Rilekskan jari-jari serta gerakan tangan kedepan dan kebelakang dengan cepat
pada urat-urat otot kaki. Ini akan membuat kaki rileks.
l. Genggam bagian atas kaki dan satu tangan letakan dibawah tumit dengan lembut
tarik kaki kearah pemijatan mulai dari tumit.
m. Dengan gerakan oval putar beberapa kali setiap arah.
n. Kemudian dengan menggunakan ibu jari tekan bagian telapak kaki dan sela urat
otot.
o. Pegang tumit dengan kaki kiri, ginakan ibu jari dan telunjuk untuk menarik dan
meremas jari kaki.
p. Lakukan pada kedua kaki sebanyak 3x

Tahap 11. Evaluasi respon pasien saat dilakukan tindakan keperawatan


Evaluasi 12. Evalusasi hasil hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan (setelah 5 menit
ukur kembali skala nyeri)
Tahap 13. Akhiri tindakan dengan membaca do’a bersama pasien
Terminasi

14. Berpamitan dengan mengucapkan salam pada pasien


15. Mengumpulkan alat-alat
16. Mencuci tangan
Tahap 17. Hari/tanggal dilakukan tindakan keperawatan
Dokumentasi 18. Respon pasien selama dan setelah tindakan keperawatan
19. Hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Lampiran 7

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai