DI AJUKAN OLEH:
RAHMAYANTI, S.Kep
NIM 17.111. 0241.200.57
2018
Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Chronic Kidney Disease dengan
Terapi Alternatif Massage Kaki terhadap Penurunan Nyeri Kepala di Ruang
Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018
DI AJUKAN OLEH:
RAHMAYANTI, S.Kep
NIM 17.111. 0241.200.57
2018
i
ii
iii
iv
MOTO
v
Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Chronic Kidney Disease dengan
Terapi Alternatif Massage Kaki terhadap Penurunan Nyeri Kepala di Ruang
Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018
INTISARI
Latar belakang :
Gagal ginjal adalah kegagalan fungsi ginjal untuk memepertahankan metabolisme serta
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolism (toksik uremik) di dalam darah. Penyakit ginjal
kronik stadium V adalah tingkat gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali
dilakukan terapi pengganti (hemodialisis). Efek dari hemodialisis adalah headache
intradialysis, gangguan nyeri musculoskeletal berupa nyeri sendi, nyeri punggung dan kram
otot. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemberian intervensi massage kaki dalam
menurunkan nyeri kepala (headache intradialysis). Hal ini terjadi karena pijat merangsang
tubuh melepas senyawa endorphin yang merupakan pereda sakit alami.
Tujuan :
Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini bertujuan untuk menganalisis intervensi massage kaki
terhadap penurunan nyeri kepala pada pasien Chronic Kidney Diease.
Metode :
Penelitian ini menggunakan skala nyeri menurut Bourbanis.
Hasil :
Dalam penelitian ini menggunakan pain scale menurut Bourbanis..
Pada tanggal 29 Juni 2018 didapatkan hasil skala nyeri 6 (nyeri sedang). Setelah dilakukan
massage kaki selama 3 hari dan di eveluasi pada tanggal 6 Juni 2018 hasil skala nyeri 0
(Tidak Nyeri).
Kesimpulan:
Analisis terapi ini menunjukkan adanya penurunan skala nyeri yang signifikan saat diberikan
intervensi inovasi massage kaki
1
Mahasiswa Ners Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Samarinda Tahun 2018
2
Dosen Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Samarinda
vi
Analysis of the Clinical Practice of Nursing on Patients of Chronic Kidney Disease with
Alternative Therapies Feet Massage Against the Decrease of Pain in the Head Hemodialisa the
Provincial Hospital Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Year 2018
1 2
Rahmayanti , Ramdhany Ismahmudi
ABSTRACT
Background:
renal failure is the failure of kidney function for memepertahankan metabolism and balance of fluids
and electrolytes due to progressive destruction of kidney structure with the manifestation of the
buildup of the rest of the metabolism (toxic Diathesis) in blood. Chronic kidney disease stage V is the
level of kidney failure that can lead to death unless done replacement therapies (hemodialysis). The
effect of hemodialysis is headache pain disorders musculoskeletal intradialysis, in the form of joint
pain, back pain and muscle cramps. This research was conducted to find out the giving foot massage
interventions in lowering the head pain (headache intradialysis). This happens because massage
stimulates body removing compound endorphin which is a natural pain reliever.
Purpose:
The final Scientific work of Ners (KIA-N) aims to analyse the intervention massage foot decline pain
in the head on patient Chronic Kidney Dieases
Methods:
in this study using a pain scale according to Bourbanis
The result:
on June 29, 2018-scale results obtained 6 pain (pain being). After a foot massage for 3 days and in
eveluasi on 6 June 2018 results soreness scale 0 (No Pain).
Conclusions:
analyze this therapy showed a significant decrease in pain scale when given a foot massage innovation
interventions
1
Students of Nursing Profesi Ners of Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Samarinda
2
Lectyrer of Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur Samarinda
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan KIAN ini, shalawat dan salam
Terwujudnya KIAN ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong
dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam
Kalimantan Timur
2. Bapak dr. H. Rachim Dinata Marsidi, Sp. B, FINAC, sebagai direktur RSUD Abdul
3. Kepada Ns. Dwi Rahma Fitriani M. Kep selaku ketua program studi S1 keperawatan
4. Ns. Ramdhany Ismahmudi S.Kep, M.PH sebagai pembimbing saya, terimakasih untuk
viii
6. Ns. Faried Rahman Hidayat. S.Kep., M.Kes selaku penguji 2 yang telah meluangkan
7. Kepada kedua orang tua H. Basruni S.Pd dan Hj. Masi’ah S.Pd. M.Pd yang terus
memberikan doa, dukungan dan motivasi yang tak ternilai harganya mulai kecil
hingga saat ini dan tidak kenal lelah selalu memberi, mengasihi, dan bekerja panas
hujan untuk mancari uang demi kebutuhan anaknya. Kepada saudara-saudara saya
Taudi Afiat, S.Pd dan Fery Anti Astuti, S.Pd yang telah memberikan dukungan baik
8. Kepada teman-teman seperjuangan Lili Rianti, S.Kep, Heri Sandi, S.Kep, Tamri,
S.Kep, Ilham Afandy S.Kep, Maria Tusoliha, S.Kep dan Yunia Audia, S.Kep yang
saya cintai.
10. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan dikelompok 1 dan kelompok elektif yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala kebersamaan,
persahabatan dan pengertian yang kita jalin selama ini, semoga hal itu dapat kita
Semoga segala bantuan yang tak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-
ix
perbaikan ke depan. Penulis berharap semoga KIAN ini dapat bermanfaat dan menjadi karya
Rahmayanti, S.Kep
x
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Motto....... ..................................................................................................... v
Intisari....... ................................................................................................... vi
LAMPIRAN ................................................................................................ xv
xi
C. Konsep Asuhan Keperawatan .......................................................... 22
E. Nyeri ................................................................................................ 52
Daftar Pustaka
Lampiran
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Darah Rutin Bulan Juli 2018 ...................... 73
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Darah Rutin Bulan Juni 2018 ..................... 74
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 7 : Dokumentasi
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
Prevelensi pasien CKD menurut data dari WHO dari 42 Negara pada tahun 2011
sebesar 0.096%, di Amerika Serikat 1,924%. Berdasarkan data dari Indonesia Renal
Registry (IRR, 2013) suatu kegiatan registrasi dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia
Indonesia terus meningkat dari tahun per tahun, tetapi pasien yng kemudian masih aktif
pada tahunnya masih sedikit, pada tahun 2012 pasien baru berjumlah 19.621 orang tetapi
pasien yang aktif berjumlah 9.161 orang. Sedangkan jumlah tindakan HD pada tahun
Terapi hemodialysis (HD) merupakan salah satu tindakan pada manajemen pasien
kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup pada penderita gagal ginjal.
Hemodialisis adalah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan selaput
2
membrane semi permeabel (dialyzer), yang berfungsi seperti nefron sehingga dapat
dan elektrolit pada gagal ginjal (Hayani, 2014). Selama tindakan HD sering sekali
ditemukan komplikasi yang terjadi, seperti kram otot, hipotensi, sakit kepala, mual dan
berdampak terhadap kualitas hidup bahkan dapat menimbulkan kematian (Septiwi, 2013).
Sedangkan menurut Baradero (2008) kecepatan Under Frequency Relay (UFR) yang
tinggi, penarikan cairan dan elektrolit yang besar, lamanya dialysis, tidak efektifnya
intradialysis. Gangguan nyeri musculoskeletal berupa nyeri sendi, nyeri punggung dan
kram otot berkaitan dengan gangguan mineral dan tulang akibat CKD dapat
penelitian terdapat manajemen untuk mengatasi nyeri dapat diterapkan secaran non
relaksasi, masase, akupresur, akupuntur, kompres panas atau dingin dan aromaterapi,
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Berdasarakan peraturan yang sudah disebutkan diatas dapat diketahui bahwa terapi
komplementer sudah menjadi bagian dari pelayanan kesehatan. Salah satu terapi
Terapi massase adalah suatu tehnik yang menggunakan tekanan pada jaringan
lunak, biasanya otot atau ligamentum, tanpa menyebabkan gerakan atau perubahan posisi
sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan atau memperbaiki sirkulasi
(Maryunani 2010 dalam Riska 2016). Salah satu metode massage adalah effleurage yang
dilakukan pada daerah kaki dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer dan
efeknya memperlancar aliran darah balik dari daerah ekstremitas bawah menuju ke
jantung (Turner, W.A 2005 dalam Sutanto 2010). Cara massase bisa dilakukan dengan
bantuan penolong persalinan atau keluarga yang mendampingi selama nyeri berlangsung
(Tamsuri A, 2007).
Berdasarkan hal diatas maka penulis tertarik untuk memaparkan Karya Ilmiah
Akhir Ners dengan Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Chronic Kidney
Disease Dengan Terapi Alternatif Massage Kaki Terhadap Penurunan Nyeri Kepala
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalan karya
tulis ini adalah “Bagaimanakah Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Chronic
Kidney Disease Dengan Terapi Alternatif Massage kaki Terhadap Penurunan Nyeri
Kepala Di Ruang Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018”?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini bertujuan untuk melakukan
analisa terhadap kasus kelolaan pada pasien chronic kidney disease dengan terapi
alternatif massage kaki terhadap penurunan nyeri di ruang hemodialisa RSUD Abdul
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis kasus kelolaan pada pasien dengan diagnosis medis Chronic Kidney
Disease
diterapkan secara kontinyu pada pasien kelolaan dengan diagnose Chronic Kidney
Disease.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikatif
a. Terapi alternative ini bisa memberikan manfaat selama proses HD, pasien tidak
Hasil penulisan ini dapat digunakan untuk mengurangi memburuknya keluhan dan
praktek klinis keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease dengan Terapi
2. Manfaat Keilmuan
a. Bagi Penulis
manfaat pada pasien lain dengan kasus yang sama atau kasus dan keluhan yang
Hasil KIA-N ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan atau pedoman bagi
perawat.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Ginjal
a. Anatomi
dinding abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12
hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya
lobus hepar. Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam
adalah kapsula renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa dan jaringan
terluar adalah fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai pelindung
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang
dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal
mengandung jutaan alat penyaring yang disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari
triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian
2. Fisiologis Ginjal
komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat
terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma
darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam
jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di
eksresikan keluar tubuh dalam urine melalui sistem pengumpulan urine (Price &
Wilson, 2012).
Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian
akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari
darah pun diubah menjadi urine. Urine lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke
ureter. Setelah ureter, urine akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih.
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urine, yaitu
sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke
bowman hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas
1. Pengertian
Chronic Kidney Disease adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak
CKD adalah kerusakan ginjal >3 bulan, berupa kelainan struktur ginjal, dapat atau
Menurut Barandero (2008) CKD terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
pada kedua ginjal ini irreversible. Eksaserasi nefritis, obstruksi saluran kemih,
kerusakan vascular akibat diabetes mellitus, dan hipertensi yang berlangsung terus-
2. Klasifikasi
3. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011), banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya
gagal ginjal kronik, akan tetapi apapun sebabnya, respons yang terjadi adalah
penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat
2) Dyslipidemia
3) SLE
5) Preeclampsia
7) 0bat-obatan.
12
2. Patofisiologi
Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes mellitus, terjadi
hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana terjadi
glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah
terjadi CKD. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen
Pada glomerulonefritis, saat antigen dari luar memicu antibodi spesifik dan
membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibodi dan sistem
Terdapat mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi pada nefron yang
masih sehat sebagai kompensasi ginjal akibat pengurangan nefron. Namun, proses
kompensasi ini berlangsung singkat, yang akhirnya diikuti oleh proses maladaptif
berupa nekrosis nefron yang tersisa (Harrison, 2012). Proses tersebut akan
menyebabkan penurunan fungsi nefron secara progresif. Selain itu, aktivitas dari
dan progresivitas dari nefron (Sudoyo, 2009). Hal ini disebabkan karena aktivitas
13
Pada pasien CKD, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh.
2012). Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air dari lumen tubulus
darah ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan
leukosit, dan protein (Harrison, 2012). Penurunan kadar protein dalam tubuh
cairan dapat berpindah dari intravaskular menuju interstitial (Kidney Failure, 2013).
aliran darah ke ginjal. Turunnya aliran darah ke ginjal akan mengaktivasi sistem
2011).
Pathways CKD
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
rendah.
kreatinin kurang lebih 30:1. Ingat perbandingan bisa meniggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan streroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari
kreatinin pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang menurun.
menurunnya diuresis.
b. Radiologi
1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
tertentu misalnya usia lanjut, diabetes mellitus dan nefropati asam urat.
3) USGuntuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
4) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
4. Manifestasi Klinis
dapat ditemukan pada CKD stadium 4 dan 5 (dengan GFR ≤ 30 mL/menit/1.73 m2)
bersamaan dengan poliuria, hematuria dan edema. Selain itu, ditemukan juga uremia
18
keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa dalam tubuh yang pada keadaan lanjut
akan menyebabkan gangguan fungsi pada semua sistem organ tubuh (Arora, 2014).
normositik dan normokromik selalu terjadi, hal ini disebabkan karena defisiensi
pembentukan eritropoetin oleh ginjal sehingga pembentukan sel darah merah dan
tanda dan gejala: keparahan kondisi bergantung pada tingkat kerusakan ginjal,
oericarditis.
aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan
kusmaul dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan mioklonik)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
ginjal pada usia lanjut, diabetes mellitus dan nefropati asam urat
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, anatomi sistem
e. Renogram
6. Penatalaksanaan
c. Batasi protein karena kerusakan klirens ginjal terhadap urea, kreatinin, asam
urat, dan asam organi. Masukkan protein yang diperbolehkan harus tinggi
kandungan biologisnya: produk yang berasal dari susu, telur dan daging.
20
d. Cairan yang diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24
jam.
f. Suplai kalori dengan karbohidrat dan lemak untuk mencegah pelisutan otot.
i. Atasi jantung kongestif dan edeman pulmonal dengan pembatasan cairan, diet
dan dialisis.
j. Atasi asidosis metabolic jika perlu dengan suplemen natrium bikarbonat atau
dialisis.
m. Cata awitan, tipe, durasi dan efek umum kejang pada pasien segera beritahu
dokter.
p. Pantau kadar besi serum dan transferrin untuk mengkaji status keadaan besi (besi
r. Rujukan pasien pada pusat dialisis dan transplantasi di awal perjalanan penyakit
ginjal progresif.
s. Lakukan dialisis saat pasien tidak dapat mempertahankan gaya hidup yang
7. Komplikasi
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosterone.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolic akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolism vitamin D yang abdormal dan peningkatan kadar
1. Anamnesis
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
(ureum) dan gatal pada kulit. Pada kasus CKD dapat terjadi pada segala usia dan
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan keluhan yang pasien
rasakan saat ini, seperti berapa lama keluhan penurunan jumlah urine dan apakah
3. Primary Survey
Airway
b. Breathing
Observasi apakah pasien terlihat sesak nafas dan cepat kelelahan, nafas
berbau amoniak.
c. Circulation
Dilihat tekanan darah pasien apakah meningkat atau tidak, nadi yang
teraba kuat, adanya peningkatan JVP, disritmia dan terdapat edema pada
ekstremitas atau bahkan edema nasarka, CRT ≥ 3 detik, akral pasien dingin dan
4. Secondary Survey
a. Brain
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien CKD seperti reaksi pupil, pelo,
b. Breathing
c. Blood
menunjukkan hipovolemia.
24
d. Bladder
e. Bowel
patah tulang.
tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri
ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amoniak), penggunanan
c. Pola eliminasi
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,
penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki,
Perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan, menolak,
peran.
6. Pengkajian Fisik
a. Keluhan umum:
hemodialisis seperti lemas, nyeri pinggang, mual muntah, kram otot serta haus.
b. Tingkat kesadaran
c. Pengukuran antropometri
d. Tanda vital
26
teratur
e. Head to toe
berikut:
1) Kepala
edema periorbital
6) Ekstremitas: capirally refill time ≥ 3 detik, kuku rapuh dan kusam serta
tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop,
kekuatan otot
(purpura), edema.
27
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Laboratorium darah:
Laboratorium Urine:
b. Pemeriksaan EKG
(hiperkalemia, hipokalsemia).
c. Ultrasonografi (USG)
faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor,
ginjal. Untuk menilai bentuk dan besar ginjal, apakah ada batu atau
obstruksi lain.
Pada CKD yang berlanjut tidak bermanfaat lagi oleh karena ginjal
tidak dapat mengeluarkan kontras dan pada CKD ringan memiliki resiko
penurunan faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes
ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
6. Penatalaksanaan Medis
adalah:
transplantasi ginjal.
7. Diagnosa Keperawatan
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akuntabilitas intervensi secara pasti untuk menjaga status
kebutuhan oksigen
8. Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3.1 Tentukan obat apa yang diperlukan, dan
selama … X … jam diharapkan mual pasien kelola menurut resep dan/atau protokol.
teratasi skala (1,2,3,4,5) dengan indikator: 3.2 Tentukan kemampuan pasien untuk
1. Mengenali onset mual. Dipertahan mengobati diri sendiri dengan cara yang
pada skala..,ditingkatkan ke tepat.
skala… 3.3 Monitor efektifitas cara pemberian obat
2. Mendsekripsikan faktor-faktor yang sesuai.
penyebab. Dipertahan pada 3.4 Monitor efeksamping obat
skala…, ditingkatkan ke skala… 3.5 Kaji ulangpasien dan/atau keluarga secara
3. Mengenali pencetus stimulus berkala mengenai jenis dan jumlah obat
(muntah). Dipertahan pada skala yang dikonsumsi.
…, ditingkatkan ke skala… 3.6 Ajarkan pasien dan/atau anggota keluarga
4. Menggunakan buku harian untuk mengenai tindakan dan efek samping yang
memantau gejala dari waktu diharapkan dari obat.
kewaktu. Dipertahan pada skala…, 3.7 Anjurkan pasien mengenai kapan harus
ditingkatkan ke skala… mencari bantuan medis.
5. Menggunakan langkah-langkah 3.8 Dorong pasien untuk (bersedia dilakukan)
pencegahan. Dipertahan pada skala uji skrining dalam menentukan efek obat.
…, ditingkatkan ke skala …
6. Menghindari faktor-faktor 2. Manajemen Mual
penyebab bila mungkin. 3.9 Dorong pasien untuk memantau
Dipertahan pada skala…, pengalaman diri terhadap mual.
ditingkatkan ke skala … 3.10 Dorong pasien untuk belajar strategi
7. Menghindari bau yang tidak mengatasi mual sendiri
menyenangkan. Dipertahan pada 3.11 Lakukan penilaian lengkap terhadap
skala …, ditingkatkan ke skala … mual termasukfrekuensi, durasi,
8. Menggunakan obat antiemetik tingkat keparahan, dan faktor-faktor
seperti yang direkomendasikan. pencetus, dengan menggunakan alat
Dipertahan pada skala …, (pengkajian), seperti self-care
ditingkatkan ke skala … journal, visual analog scale, duke
9. Melaporkan kegagalan pengobatan deskriptive scales, dan rhodes index
antiemetik. Dipertahan pada skala of nausea and vomiting (INV) form 2.
…, ditingkatkan ke skala … 3.12 Observasi tanda-tanda nonverbal dari
10. Melaporkan efek samping ketidaknyamanan, terutama pada
mengganggu dari emetik. bayi, anak-anak, dan orang-orang
Dipertahan pada skala…, yang tidak mampu untuk
ditingkatkan ke skala … berkomunikasi secara efektif, seperti
11. Melaporkan gejala yang tidak individu dengan penyakit alzaimer
terkontrol kepada profesional 3.13 Evaluasi pengalaman masa lalu
kesehatan. Dipertahan pada skala individu terhadap mual
…, ditingkatkan ke skala … 3.14 Dapat riwayat lengkap perawatan
12. Melaporkan mual,muntah-muntah, sebelumnya.
dan muntah yang terkontrol. 3.15 Dapatkan riwayat diet pasien seperti
Dipertahan pada skala…, (makanan) yang disukai dan yang
ditingkatkan ke skala … tidak disukai serta preferensi
(makanan)terkait budaya
Keterangan skala indikator: 3.16 Evaluasi dampak dari pengalaman
1= Tidak pernah ditunjukkan mual pada kuaitas hidup
2= Jarang ditunjukkan 3.17 Identifikasi faktor-faktor yang dapat
3= Kadang-kadang ditunjukkan menyebabkan atau berkontribusi
4= Sering ditunjukkan terhadap mual
5= Secara konsisten ditunjukkan 3.18 Pastikan bahwa obat anti emetik yang
efektif diberikan untuk mencegah
Nafsu makan mual bila memungkinkan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3.19 Kendalikan faktor-faktor lingkungan
selama … X … jam diharapkan mual pasien yang mungkin membangkitkan mual
teratasi skala (1,2,3,4,5) dengan indikator: 3.20 Kurangi atau hilangkan faktor-faktor
34
2. Monitor Nutrisi
5.28 Timbang berat badan pasien.
5.29 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan .
5.30 Lakukakan pengukuran
antropometrik pada komposisi tubuh.
5.31 Monitor kecendrungan turun dan
naiknya berat badan.
5.32 Identifikasi perubahan berat badan
terakhir.
5.33 Tentukan banyaknya penambahan
berat badan selama periode
antepartum.
5.34 Monitor turgor kulit dan mobilitas
5.35 Identifikasi abnormalitas kulit
5.36 Identifikasi (adanya) abnormalitas
rambut
5.37 Monitor adanya mual dan muntah
5.38 Identifikasi abnormalitas eliminasi
bowel.
5.39 Monitor diet dan asupan kalori.
5.40 Identifikasi perubahan nafsu makan
dan aktifitas akhir-akhir ini.
5.41 Monitor tipe dan banyaknya latihan
yang biasa dilakukan.
5.42 Diskusikan peran dari aspek sosial
dan emosi terkait dengan
mengkonsumsi makanan.
5.43 Tentukan pola makan.
5.44 Monitor adanya (warna) pucat,
kemerahan dan jaringan konjungtiva
yang kering.
5.45 Identifikasi (adanya)
ketidaknormalan kuku (misalnya,
bentuk cembung, retak, terpisah,
pecah, rapuh, dan kaku)
5.46 Lakukan evaluasi (kemampuan)
menelan
5.47 Identifikasi adanya ketidaknormalan
dalam rongga mulut.
5.48 Monitor status mental (misalnya,
bingung, depresi, cemas)
5.49 Identifikasi abnormalitas (yang ada)
dalam sistem muskuloskeletal
(misalnya, atrofi otot, nyeri sendi,
patah tulang, dan postur yang buruk)
5.50 Lakukan pemeriksaan laboratorium,
monitor hasilnya (misalnya,
37
9. Kecepatan berjalan. Dipertahan pada 6.13 Rubah perangkat pemberian oksigen dari
skala …, ditingkatkan ke skala… masker ke kanul nasal saat makan
10. Jarak berjalan. Dipertahan pada skala 6.14 Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi
…, ditingkatkan ke skala… oksigen
11. Toleransi dalam menaiki tangga. 6.15 Pantau adanya tanda-tanda keracunan
Dipertahan pada skala…, ditingkatkan oksigen dan kejadian atelektasis
ke skala… 6.16 Monitor peralatan oksigen untuk
12. Kekuatan tubuh bagian atas. memastikan bahwa alat tersebut tidak
Dipertahan pada skala…, ditingkatkan mengganggu upaya pasien untuk
ke skala… bernafas
13. Kekuatan tubuh bagian bawah. 6.17 Monitor kecemasan pasien yang
Dipertahan pada skala…, ditingkatkan berkaitan dengan kebutuhan
ke skala… mendapatkan terapi oksigen
6.18 Monitor kerusakan kulit terhadap adanya
Keterangan skala indikator: gesekan perangkat oksigen
1= Sangat terganggu 6.19 Sediakan oksigen ketika pasien
2= Banyak terganggu dibawa/dipindahkan
3= Cukup terganggu 6.20 Anjurkan pasien untuk mendapatkan
4= Sedikit terganggu oksigen tambahan sebelum perjalanan
5= Tidak terganggu udara atau perjalanan kedataran tinggi
dengan cara yang tepat
6.21 Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain
Konservasi Energi mengenai penggunaan oksigen tambahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama kegiatan dan/atau tidur
selama …X… jam diharapkan intoleransi 6.22 Anturkan pasien dan keluarga mengenai
aktivitas teratasi skala (1,2,3,4,5) dengan penggunaan oksigen dirumah
indikator: 6.23 Atur dan ajarkan pasien mengenai
1. Menyeimbangkan aktvitas dan penggunaan perangkat oksigen yang
istirahat. Dipertahan pada skala…, memudahkan mobilitas
ditingkatkan ke skala … 6.24 Rubah kepada pilihan peralatan
2. Menggunakan tidur siang untuk pemberian oksigen lainnya untuk
memulihkan energi. Dipertahan pada meningkatkan kenyamanan dengan tepat
skala …, ditingkatkan ke skala …
3. Menggunakan teknik konservasi
energi. Dipertahan pada skala…, 2. Manajemen Energi
ditingkatkan ke skala… 6.25 Kaji status fisiologis pasien yang
4. Mengatur aktivitas untuk konservasi menyebabkan kelelahan sesuai
energi. Dipertahan pada skala…, dengan konteks usia dan
ditingkatkan ke skala… perkembangan
5. Menyesuaikan gaya hidup dengan 6.26 Anjurkan pasien mengungkapkan
tingkat energi. Dipertahan pada persaan secara verbal mengenai
skala…, ditingkatkan ke skala… keterbatasan yang dialami
6. Mempertahankan intake nutrisi yang 6.27 Perbaikan defisit status fisiologis
cukup. Dipertahan pada skala…, (misalnya., kemoterapi yang
ditingkatkan ke skala… menyebabkan yang menyebabkan
7. Melaporkan kekuatan yang cukup anemia) sebagai prioritas utama
untuk aktivitas. Dipertahan pada 6.28 Pilih intervensi untu mengurangi
skala…, ditingkatkan ke skala… kelelahan baik secara fermakologis,
denga tepat
Keterangan skala indikator: 6.29 Tentukan jenis dan banyaknya
1= Tidak pernah menunjukkan aktivitas yang dibutuhkan untuk
2= Jarang menunjukkan menjaga ketahanan
3= kadang-kadang menunjukkan 6.30 monitor intake/asupan nutrisi untuk
4= Sering menunjukkan mengetahui sumber energi adekuat
5= Secara konsisten menunjukkan 6.31 monitor sistem kardiorespirasi pasien
selama kegiatan (misalnya.,
takikardia, disritmiya yang lain,
39
5. Kanker kulit. Dipertahan pada skala…, area perubahan warna, memar, dan pecah
ditingkatkan ke skala … 7.7 Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
6. Pengelupasan kulit. Dipertahan pada 7.8 Monitor kulit untuk adanya kekeringan
skala…, ditingkatkan ke skala … yang berlebihan dan kelembaban
7. Penebalan kulit. Dipertahan pada skala 7.9 Monitor sumber tekanan dan gesekan
…, ditingkatkan ke skala… 7.10 Monitor infeksi, terutama dari daerah
8. Eritema. Dipertahan pada skala…, edema
ditingkatkan ke skala … 7.11 Periksa pakaian yang terlalu ketat
9. Wajah pucat. Dipertahan pada skala 7.12 Dokumentasikan perubahan membran
…,ditingkatkan ke skala … mukosa
10. Nekrosis. Dipertahan pada skala… 7.13 Lakukan langkah-langkah untuk
,ditingkatkan ke skala … mencegah kerusakan lebihh lanjut
11. Pengerasan (kulit). Dipertahan pada (misalnya, melapisi kasur, menjadwalkan
skala…,ditingkatkan ke skala… reposisi).
12. Abrasi kornea. Dipertahan pada
skala… ,ditingkatkan ke skala… 2. Perawatan Kulit: Pengobatan Topikal
7.14 Bersikan dengan sabun anti bakteri,
Keterangan skala indikator: dengan tepat
1= Berat 7.15 Pakaikan popok yang longgar, dengan
2= Cukup berat tepat
3= Sedang 7.16 Jaga alas kasur tetap bersih,kering dan
4= Ringan bebas kerut
5= Tidak ada 7.17 Berikan antibiotik topikal untuk daerah
yang terkena, dengan tepat
7.18 Berikan anti inflamasi topikal untuk
daerah yang terkena, dengan tepat
7.19 Berikan bedak kering kedalam lipatan
kulit
1. Pengertian
gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan menekan dan
selama 20 menit selama nyeri berlangsung akan terbebas dari rasa sakit. Hal ini
merupakan pereda sakit alami. Banyak bagian tubuh yang bisa di pijat seperti
kepala, leher, punggung dan tungkai. Saat memijat perhatikan respon klien,
apakan tekanan yang diberikan sudah tepat (Danuatmadja dan Meiliasari, 2004
penurunan tekanan darah, depresi, suasana hati yang tidak tenang dan
a. Massage tidak dilakukan pada kondisi: jantung tidak baik, tekanan darah
tinggi diatas 200 mmHg, sendi dan kelenjar membengkak, kulit lecet,
lebih gerakan dasar sesuai kondisi orang yang diurut serta hasil yang
pilihan terapi alternative untuk mengatasi nyeri badan akibat kelelahan atau
salah satu kata yang baru adalah effleurage (Mons Dragon, 2004). Pengaruh
47
fisiologis dari gosokan yang kuat mempengaruhi sirkulasi darah pada jaringan
yang paling dalam dan di otot-otot merupakan tehnik masassge yang aman,
mudah, tidak perlu banyak alat, tidak perlu biaya, tidak memiliki efek
samping dan dapat dilakukan sendiri atau bantuan orang (Nisofa, 2002).
4. Klasifikasi Massase
sebagai berikut:
a. Sport massage adalah masase yang khusus diberikan kepada orang yang
adalah:
efektif.
secara manual atau mekanik. Mekanis lebih baik dari pada manual.
5. Mekanisma Kerja
49
dengan satu gerakan tanpa terputus hingga ke pangkal lutut dan kembali
kebawah lutut.
lutut secara lembut dan pijat kebagian bawah lutut. Lalu sebanyak 3x pada
Gambar 2.3
Tahap Massasge Kaki 1
e. Dengan kedua jari tangan pijatlah kebawah pada sisi kaki sehingga
ujung jari.
50
b. Tangkupkan tangan disekitar sisi kaki dengan ibu jari diposisi atas.
cepat pada urat-urat otot kaki. Ini akan membuat kaki rileks.
d. Genggam bagian atas kaki dan satu tangan letakan dibawah tumit dengan
Gambar 2.4
Tahap Massage Kaki 2
f. Kemudian dengan menggunakan ibu jari tekan bagian telapak kaki dan
Gambar 2.5
Tahap Massage 3
Gambar 2.6
Tahap Massage Kaki 4
g. Pegang tumit dengan kaki kiri, ginakan ibu jari dan telunjuk untuk
E. Nyeri
1. Pengertian
52
sensork yang dinyatakan seperti pegal, linu, ngilu, keju, kemeng dan seterusnya
dapat dianggap sebagai modalitas nyeri (Muttaqin, 2008). Nyeri dapat diartikan
sebagai suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun
faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang alhirnya akan
2. Fisiologis Nyeri
salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa
stimulus nyeri tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan kekorteks
pengalaman dan pengetauan yang klau serta asosasi kebudayaan dalam upaya
menuju ke batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi
sebagai dari respon stress. Nyeri dengan intensitas ringan hinga sedang dan
sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf
infark miokard, kolik akibat batu empedu atau batu ginjal), sistem saraf simpatis
individu. Kecuali pada kasus-kasus nyeri traumatik yang sangat berat, yang
adaptasi seprti tanda-tanda fisik kembali normal dengan demikian, klien yang
2008).
3. Mekanisme Nyeri
a. Teori Spesificity
54
b. Teori Dasar
c. Teori Gate-Control
Teori ini dikemukakan oleh Melzack dan Wall (1965). Teori ini
nyeri ke otak.
5. Stimulus Nyeri
antaranya:
6. Klasifikasi Nyeri
pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan (Asmadi,
2008):
1) Pheriperal pain yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
2) Deep pain yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
3) Refered pain yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ
4) Central pain yaitu nyeri yang terjafi karena perangsangan pada sistem
menghilang.
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap kurang lebih 10-15 menit,
1) Nyeri akut
2) Nyeri kronis
7. Skala Nyeri
Keterangan :
0 = Tidak nyeri
1-3 =Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik
7-9 = Nyeri berat: secara obyektif kadang klien tidak dapat mengikuti
berkomunikasi, memukul.
VAS (Visual Analog Scale) adalah suatu garis lurus yang mewakili
Skala numeric adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk
menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensiras nyerinya pada skala
numeral dari 0-10 atau 0-100. Angka 0 berarti no pain dan 10 atau 100
Cara ini ditetapkan pada pasien yang tidak dapat menyatakan intensitas
1) P: Provokatif/paliatif
2) Q: Qualitas/Quantitas
diiris-iris.
60
3) R: Region/radiasi
4) S: Skala Serviritas
5) T: Timing
a. Usia
b. Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bernakna dlam
c. Kebudayaan
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima
oleh kebudayaa mereka. Hal ini meliputi bagaiman beraksi terhadap nyeri.
d. Makna Nyeri
e. Perhatian
f. Ansietas
62
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas sering kali
mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat dari pada individu yang
g. Keletihan
h. Pengalaman sebelumnya
i. Gaya koping
merasa tidak berdaya dengan rasa sepi. Hal yang sering terjadi adalah klien
9. Penanganan Nyeri
2) Bimbingan antisipasi
3) Relaksasi
5) Distraksi
6) Akupuntur
7) Massase
8) Biofeedback
9) Stimulasi kutaneus
10) Akupresur
11) Psikoterapi
darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vitas respirasi. Jenis bukan
64
Terdapat tiga sel saraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor
atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motoric. Sel-sel saraf ini
meredakan nyeri kepala dan membuat rileks (Torrance & Serginson 1997,
BAB III
A. Pengkajian Kasus
65
Pengkajian dilakukan pada tanggal 26 Juni 2018 jam 14.00 WITA. Dengan
1. Identitas Pasien
Pasien bernama Ny.S, berusia 43 tahun dan beragama islam dan tinggal
bersama suami dan 2 orang anak, pendidikan terakhir SMA, alamat rumah di
2. Keluhan Utama
lebih selama 2 bulan. Lalu badan Ny.S bengkak dan diberi obat terapi
b. Saat pengkajian
pada dirinya. Pasien sering mengeluh sakit kepala selama cuci darah.
Pasien mengeluh badannya bengkak dan bawa oleh keluarga pasien ke rumah
sakit “X” lalu di rujuk ke RSUD Abdul Wahab Sjahranie. Setelah beberapa
66
3. Primari Survey
P: Bunyi sonor
A: Vasikuler
4. Secondary Survey
67
Brain
pasien tidak ada kejang dank ram otot selama hemodialysis, pasien mengeluh
nyeri kepala
Q: seperti terikat
R: dikepala
S: ± 6
T: 30 menit
Breathing
secret, tidak ada retraksi dinding dada dan tidak ada alat bantu pernafasan.
Blood
dengan deraja 2 kembali dalam 5 detik.. Irama jantung regular, akral dingin,
terdapat perdarahan pada mata dan saat hemodialisi diberikan terapi injeksi
heparin 0.2 cc/4000 unit melalui mesin. Vital sign TD: 140/80 mmHg, MAP :
Bladder
Pasien BAK ± 3 hari sekali dan paling sering pada saat malam
hari. Jumlah urin sedikit 100cc/24 jam, tidak ada distensi pada bladder, tidak
ada nyeri saat ingin BAK, bau urine khas warna kuning keruh.
68
Bowel
Bone
ada sianosis, tidak ada fraktur, edema pada ekstremitas bawah, akral dingin
Ny.S mengantakan saat ini sudah menderita penyakit kronis, tetapi pasien
berusaha menerima dan pasrah kepada Allah SWT dan pasien berusaha
petugas kesehatan (pasien dianjurkan minum oleh dokter ±600 ml/24 jam
b. Pola nutrisi-metabolik
Ny.S menyatakan selera makan baik, pola makan 3x sehari dengan nasi
sayur dan lauk pauk. Pasien mengatakan bila makan di rumah asupan
garan dikurangi pada saat HD asupan garam tidak sesuai dengan aturan
c. Pola eliminasi
69
Ny. S mengatakan buang air kecil lancer, tidak terdapat nyeri. BAB 2 hari
CCT=
d. Pola aktivitas-latihan
diantar bila datang untuk menjalani terapi HD. Ny. S selalu berusaha
umum baik, tidak ada sianosis, pergerakan aktif, terdapat edema, RR:18
Ny. S mengatakan tidur malam di rumah dimulai antar 21.00 – 22.00 dan
terbangun saat adzan subuh, pasien tidur siang sekitar jam 14.00-15.00.
tidur karena merasa merasa takut bila saat HD nanti nyeri kepala timbul
f. Pola kognitif-perseptual
Ny. S mengatakn nyeri pada daerah kepala dengan skala 6 (nyeri sedang),
Nyeri dirasa pada saat jam ke dua atau ketiga pada proses HD
menahan nyeri.
gagal ginjal kronis dan harus menjalani terapi HD seumur hidup, tetapi
Ny. S mengatakan berusaha menjadi ibu rumah tangga yang baik bagi istri
dan yang paling dekat dengannya adalah suami dan anaknya, keluarga Ny.
i. Pola seksual-reproduksi
seminggu.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Betuk kepala mesosefal, rambut pasien pendek warna hitam, kulit kepala
bersih, tidak ada lesi, Ny.S mengeluh nyeri kepala pada saat HD jam
b. Mata
Ukuran pupil 3mm/3mm simetris kanan dan kiri, pupil bereaksi terhadap
c. Hidung
Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret, septum nasal paten,
d. Mulut
72
Membrane mukosa lembab, tidak ada sianosis, tidak ada stomatitis, gigi
e. Telinga
Aurikularis elastis, tinggi telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada
f. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid, dan
g. Dada
h. Jantung
i. Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen datar, tiak ada asites, tidak ada bekas luka.
Palpasi :Tidak ada nyeri tekan abdomen, tidak ada distensi abdomen
j. Ekstremitas
Kekuatan otot ekstremotas atas dan bawha 5, akrat hanyat, suhu tubuh 36
◦C, nadi 84 x/i. pergerakan ekstemitas normal, tidak ada sianosis pada
kuku-kuku jari. Lengan kanan terpasang jarum untuk kanula inlet dan
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Diagnostik
8. Terapi Medik
B. Masalah Keperawatan
1. Ds:
Ny. S menyatakan nyeri kepala dirasa
setelah jam kedua saat HD berlangsung,
kepala terasa cenat-cenut didaerah
tengkuk terasa berat dengan skala nyeri
6 (sedang), kurang lebih nyeri kepala
berlangsung 30 menit.
2. Ds:
Ny. S menyatakan kurang lebih selama
5 bulan sudah menjalani terapi HD.
BAK jarang kurang lebih 3cc. minum
air ± 220 cc/hari BB naik 1 kg.
Gangguan Kelebihan Volume
Do: mekanisme regulasi cairan
Jadwal rutin pasien setiap hari selasa
dan jum’at siang
Pembatas cairan ±600 cc/3hari
BB pulang saat HD 39 kg
BB saat ini sebelum HD 40 kg, jadi
BB bertambah 1 kg.
TD: 140/80 mmHg
Ureum: 237.8 mg/dL
Kreatinin: 7.2 mg/dL
CCT: 7.5 ml/menit/1.73 m2
3. Ds:
Ny. S menyatakan pusing dan
pandangan agak gelap
4. Ds:
Ny. S menyatakan sudah terpasang Prosedur
CDL ± selama 5 bulan, klien mengeluh Pembedahan Infansif
terkadang terasa gatal di sekitar area (pemasangan CDL) Risiko Infeksi
CDL
Do:
Terpasang CDL di intravena clavikula
bagian kanan
Leukosit 7.29 10^3/µL
TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/i
RR: 20 x/I, T: 36.7◦C
76
C. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis
produksi hemoglobin
CDL)
D. Intervansi Keperawatan
b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan 2.2 Periksan sistem monitor seperti flow
mekanisme keperawatan 1x4 jam diharapkan rate, tekanan, temperature, level pH,
regulasi kelebihan volume cairan pasien conductivity, dan blood sensor
teratasi dari skala 4 menjadi 2.3 Monitor vital sign selama dialisis
skala 5 dengan indicator 2.4 Monitor tanda-tanda hidrasi
1. Terbebas dari edema (4) 2.5 Berikan heparin sesuai
- Manajemen elektrolit/cairan
3.6 pantau adanya tanda dan gejala
overhidrasi yang memburuk atau
dehidrasi.
3.7 Timbang berat badan
E. Intervensi Inovasi
78
dikirim lewat serabut saraf besar yang berada dipermukaan kulit, serabut saraf
besar ini akan menutup gerbang sehingga otak tidak menerima pesan nyeri karena
sudah diblokir oleh stimulasi kulit dengan teknik ini, akibatnya persepsi nyeri
akan berubah. Selain meredakan nyeri, teknik ini juga dapat mengurangi
ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi darah di area yang terasa nyeri
dalam sistem kontrol desenden sehingga dapat membuat pasien lebih nyaman
F. Implementasi Keperawatan
Tanggal Kep
1.5 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan dengan tepat. Rahma
S: Tidak ada
O: TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/I, RR: 20 x/I, T: 36.7◦C
Dx3 3.1 Memonitor hilangnya darah secara tiba-tiba, dehidrasi berat, atau Rahma
pendarahan yang terus menerus
S: Pasien menyatakan tidak ada perdarahan
O: Perdarahan tidak ada
3.3 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan dengan tepat. Rahma
S: Tidak ada
O: BB: 40kg TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/I, RR: 20 x/I, T: 37◦c
3.6 memantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang memburuk Rahma
atau dehidrasi.
S: Tidak ada
O: Membran mukosa lembab
Rahma
3.7 Menimbang berat badan
S: Pasien menyatakan BB naik 1 kg
O: BB sebelum HD: 40 kg, BB sesudah HD: 39 kg.
Dx4
4.2 Mengkaji kondisi luka bila ada
S: Pasien menyatakan tidak terdapat luka Rahma
O: Pasien terpasan CDL ± 5 bulan
1.5 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan dengan tepat. Rahma
S: Tidak ada
O: TD: 140/70 mmHg, N: 90 x/I, RR: 19 x/I, T: 36.9◦C
3.2 Memonitor turunnya tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmhg atau
turun 30 mmHg pada pasien hipertensi. Rahma
S: Tidak ada
O: TD: 140/90 mmHg
3.3 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan dengan tepat. Rahma
S: Tidak ada
O: BB: 39kg TD: 140/90 mmHg, N: 90 x/I, RR: 20 x/I, T: 37◦c
3.6 Memantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang memburuk atau
dehidrasi. Rahma
S: Tidak ada
O: Membran mukosa lembab
1.5 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan dengan tepat. Rahma
S: Tidak ada
O: TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/I, RR: 20 x/I, T: 36.7◦C
3.2 Memonitor turunnya tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmhg atau
turun 30 mmHg pada pasien hipertensi. Rahma
S: Tidak ada
O: TD: 140/90 mmHg
3.3 Memonitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan dengan tepat. Rahma
S: Tidak ada
O: BB: 40kg TD: 140/80 mmHg, N: 87 x/I, RR: 20 x/I, T: 37◦c
3.6 Memantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang memburuk atau Rahma
dehidrasi.
S: Tidak ada
O: Membran mukosa lembab
3.7 Menimbang berat badan Rahma
S: Pasien menyatakan BB naik 1 kg
O: BB sebelum HD: 40 kg, BB sesudah HD: 39 kg.
Dx4 4.1 Membersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan Rahma
S: Tidak ada
O:Alat dan lingkungan pasien selalu dibersihkan menggunakan
desinfektan
85
Implementasi Inovasi
29 juni 2018 13.00 Nyeri sedang (skala 13.20 Nyeri sedang (skala
nyeri 6) nyeri 4)
3 Juli 2018 13.00 Nyeri sedang (skala 13.20 Nyeri sedang (skala
nyeri 6) nyeri 4)
G. Evaluasi Keperawatan
86
Dx2 O:
BB pre HD 40kg, post HD 39kg Ureum: 237.8 mg/dL, Kreatinin: 7.2
mg/dL
Dx3 O:
Wajah pucat, TD: 140/90 mmHg, N: 88x/I, RR: 21x/I suhu : 36.9 ◦C
akral hangat, konjungtiva anemis, CRT > 2 detik, Hb : 7.8 g/dL,
Injeksi Hemapo 3000 unit/1mL 2x/minggu
P:
Lanjutkan intervensi 3.1-3.7
S:
Ny. S mengatakan terasa gatal disekitar area CDL berkurang
Dx4 O:
Pasien tenang, Leukosit 7.29 10^3/µL TD: 140/90 mmHg, N: 88 x/I
RR: 21 x/I, T: 36.9 ◦C
P:
Pertahankan intervensi 4.1-4.7
S:
Pasien mengatakan nyeri berkurang skala nyeri 2
O:
pasien tenang N: 88 x/i
Selasa Dx1 A: Masalah nyeri akut teratasi
3 juli 2018 Indicator Skala awal Skala akhir
1. Pain Level
a. Melaporkan nyeri
berkurang 4 2
b. Melaporkan rasa
nyaman 4 2
c. Mampu menggunakan 4 2
teknik non
farmakologis
Dx2 O:
BB pre HD 40kg, pos HD 39 kg Ureum: 267.9 mg/dL, Kreatinin: 9.0
mg/dL
A: Masalah kelebihan volume cairan teratasi
Indicator Skala awal Skala akhir
1. Electrolye dan Acid/Base
Balance
a. Melaporkan nyeri 4 5
berkurang
O:
Wajah pucat, TD: 150/80 mmHg, N: 88x/I, RR: 21x/I suhu : 36.9 ◦C
akral hangat, konjungtiva anemis, CRT > 2 detik, Hb : 9.3 g/dL,
Dx3 Injeksi Hemapo 3000 unit/1mL 2x/minggu
P:
Lanjutkan intervensi 3.1-3.7
S:
Ny. S mengatakan terasa gatal disekitar area CDL berkurang
Dx4 O:
Pasien tenang, Leukosit 7.29 10^3/µL TD: 140/90 mmHg, N: 88 x/I
RR: 21 x/I, T: 36.9 ◦C
c. mencuci tangan 3 1
P:
Pertahankan intervensi 4.1-4.7
S:
Ny. S kaki bengkak berkurang
O:
Jum’at Dx2 BB pre HD 40kg, pos HD 39 kg.
6 juli 2018 A: Masalah kelebihan volume cairan teratasi
Indicator Skala awal Skala akhir
1. Electrolye dan Acid/Base
Balance
a. Melaporkan nyeri 4 5
berkurang
S:
Ny. S mengatakan kepala pusing berkurang
Dx3 O:
Wajah pucat, TD: 140/90 mmHg, N: 88x/I, RR: 21x/I suhu : 36.9 ◦C
akral hangat, konjungtiva anemis, CRT > 2 detik, Injeksi Hemapo
3000 unit/1mL 2x/minggu
P:
Lanjutkan intervensi 3.1-3.7
S:
Ny. S mengatakan terasa gatal disekitar area CDL berkurang
Dx4 O:
Pasien tenang, Leukosit 7.29 10^3/µL TD: 140/90 mmHg, N: 88 x/I
90
P:
Pertahankan intervensi 4.1-4.7
Pada pertemuan ke-1 pada hari jum’at, tanggal 26 juni 2018 pasien mengeluh
diberikan terapi massase kaki terhadap penurunan nyeri. Pasien pun bersedia dan
Pada pertemuan ke-2 pada hari selasa, tanggal 29 Juni 2018, sebelum
dilakukan terapi ini, pasien diberikan kuesioner lagi untuk menilai skala nyeri
Selanjutnya pada pertemuan ke-3 pada hari jum’at 3 juli 2018 dengan proses
yang sama pasien mengatakan bahwa massase kaki dapat menurunkan nyeri
terapi ini bermanfaat untuk dirinya sendiri yang sedang mengalami penyakit
dengan diagnosis gagal ginjal kronik stadium akhir yang sering merasakan nyeri
Pada pertemuan ke-4 pada hari selasa 6 juli 2018 tidak dilakukan massase
kaki karena pasien tidak ada mengeluh nyeri kepala, dengan terapi implementasi
inovasi massase kaki yang dilakukan kepada Ny.S, didapatkan hasil penurunan
skala nyeri. Bahwa terapi ini dapa menurunkan rasa nyeri yang dirasakan pasien.
92
BAB IV
ANALISA SITUASI
sebagai Top referral dan sebagai rumah sakit kelas A satu-satunya di Kalimantan
RSUD Abdul Wahab Sjahranie adalah rumah sakit milik pemerintah provinsi
timur, selain itu RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda saat ini sebagai
juga bekerja sama dengan perguruan tinggi kesehatan yang ada di Kalimantan
Timur baik itu institusi keperawatan (S1 Keperawatan, Profesi Ners, DIV
Adapun misi dan visi RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda adalah:
dan tujuan RSUD Abdul Wahab Sjahranie yaitu motto: BHAKTI “Bersih
93
Wahab Sjahranie adalah menjunjung tingkat harkat dan martabat manusia dalam
meliputi instalasi gawat darurat, pelayanan rawat jalan di poliklinik spesialis dan
pelayanan one day service, pelayanan rawat inap di ruang perawatan terdiri dari
IRNA A (ruang mawar, cempaka, anggrek, melati dan ruang bayi), IRNA B
(ruang flamboyan, seruni, dahlia, tulip, dan ruang angsoka), IRNA C (ruang
teratai I, teratai II, teratai III dan ruang teratai IV) serta ruang IPI ( ruang ICU,
ICCU, PICU, dan ruang NICU), dilengkapi juga dengan pelayanan penunjang
berupa instalasi bedah sentral, laboratorium, radiologi, apotek, stroke center dan
Penyakit Dalam di RSUD A.W Sjahranie Samarinda. Ruang ini memiliki fasilitas
38 tempat tidur pasien dan 38 mesin hemodialisa. Pada saat ini jumlah pasien
yang menjalani hemodialis pada bulan Juli 2017 yang menggunakan jaminan
BPJS mecapai 250 orang yang terbagi menjadi dua waktu pelaksanaan
hemodialisa pada pagi dan sore. Jadwal hemodialisa diatur dua kali dalam satu
94
Pelaksanaan hemodialisa di pagi hari di mulai dari jam 06.00-11.00 WITA dan
siang pada pukul 11.00-17.00 WITA serta malam 17.00-20.00 WITA (berlaku
pada hari senin dan kamis). Waktu kerja karyawan di Ruang Hemodialisa diatur
dalam dua shif yakni shif pagi dan shif sore. Keryawan Ruang Hemodialisa
berjumlah 32 orang terdiri dari dokter penanggung jawab (dr. kuntjoro Yakti,
Sp.Pd), dokter ruangan (dr. Sizigia Hascarini), Kepala Ruangan (H. Mulyono,
atau tindakan hemodialisa, ruang istirahat, ruang rapat, ruang dokter penanggung
jawab, ruang administrasi, ruang CAPD, 1 gudang alkes dan satu gudang BHP, 3
tolilet (2 toilet untuk karyawan dan 1 toilet pasien dan penunggu), musholla dan
nurse station.
dan Hemodialisa
Kasus kelolaan utama dalam karya ilmiah ini adalah pasien dengan Chronic
Kidney Disease (CKD). CKD adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang
Ny. S menderita CKD ± 1 tahun lalu dan Ny. S rutin menjalani terapi HD
sejak bulan Februari 2018. Awalnya Ny. S hanya mengeluh mual, muntah dan sering
pusing dikarenakan HB darah yang rendah. Anemia terjadi karena produksi eritrosit
salah satu terapi pengganti ginjal buatan dengan tujuan untuk eliminasi sisa-sisa
metabolism (protein) dan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara
Pada Ny. S dari hasil pengkajian data didapatkan masalah keperawatan yang
muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis, kelebihan
1. Nyeri akut
Nyeri akut menjadi masalah utama pada kasus ini. Data subyektif yang
didapat adalah Ny. S sering mengeluh nyeri kepala pada saat proses HD
berlangsung. Pada saat datang ke rumah sakit untuk menjalani terapi HD, Ny. S
ada keluhan tetapi pada saat proses HD berlangsung. Pada saat datang kerumah
sakit untuk menjalani terapi HD, Ny. S sering mengeluh nyeri kepala, kepala rasa
cenat-cenut sampai ke tengkuk dan tengkuk terasa berat, skala nyeri 6. Data
obyektif yang didapat untuk menegakkan diagnose ini adalah pasien meringis
96
menahan nyeri sambil memegangi kepala dan tengkuk, dan memijat-mijat kepala
dan tengkuk. TD: 140/80 mmHg, BB pre HD 39 kilo, BB saat ini bertambah 1
kg.
Keluhan sakit kepala sering ditemukan selama HD, sebabnya tidak diketahui,
elektrolit yang besar, lamanya dialisis, tidak efektifnya dialisis dan tingginya
HD bisa menjadi faktor risiko. Hal ini tampak pada tekanan darah pasien yang
cenderung tinggi yaitu 170/90 mmHg dan tekana darah masih bisa meningkat
tinggi.
insomnia sakit kepala dan kecemasan. Jika teknik relaksasi diterapkan dengan
baik maka tubuh akan bisa dikontrol sehingga tingkat ketegangan oto yang terjadi
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2016)
dengan judul pengaruh terapi pijat terhadap pengurangan nyeri persalinan kala 1
97
fase aktif pada ibu bersalin (studi kasus di kota Bandung) terapi ini terbukti dapat
Masalah keperawatan lain yang sering ditemukan pada pasien CKD yang rutin
menjadi terapi HD adalah kelebihan volume cairan. Data kelebihan volume cairan
yang ditemukan pada pasien antara lain Ny. S menyatakan kurang lebih selama 5
bulan sudah menjalani terapi HD. BAK jarang kurang lebih 3cc. minum air ± 220
Fungsi ginjal ialah mengarut volume air/cairan. Kelebihan air dalam tubuh
akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urin, ekskresi sisa hasil metabolism
(ureum, asam urat, kreatinin), zat-zat toksik, obat-obatan dan bahan kimia asing,
serta fungsi hormonal dan metaboliseme (Anurogo dan Wulandari, 2012). Akibat
penurunan atau kegagalan fungsi ginjal membuang produk sisa melalui eliminasi
akan menyebabkan gangguan cairan, elektrolit serta asam basa (Pagunsan et al,
2007).
Pada pasien CKD yang menjalani terapi HD secara rutin sering mengalami
kelebihan volume cairan tubuh, hal ini disebabkan penurunan fungsi ginjal dalam
penyuluhan kesehatan untuk mengurangi asupan cairan, akan tetapi pasien tidak
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mokodompit (2013)
dengan judul pengaruh kenaikan berat badan terhadap kejadian komplikasi gagal
jantung pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di
memiliki kelebihan berat badan yaitu sebangyak 33 responden dari total sampling
komplikasi gagal jantung pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisa.
Seperti penyait menahun lainnya, CKD juga disertai dengan penyakit lain
sebagai penyulit atau komplikasi yang sering lebih berbahaya. Komplikasi yang
seringkali ditemukan pada penderita CKD salah satunya adalah anemia (Alam
Hal ini juga terjadi pada Ny. S, gejala awal yang dialami Ny. S adalah sering
tahun menderita CKD dan ±5 bulan sudah menjalani terapi HD Ny. S terbiasa
dengan keadaan ini. Menurut Baradero (2008) Anemia terjadi karena produksi
pusing.
99
Hal ini jalan dengan penelitian Ombuh (2013) dengan judul status besi pada
pasien penyakit ginjal kronik yang sedang menjalani hemodialisis di BLU RSU
Prof. Dr. R. D Kandou Manado di dapatkan pada pasien PGK yang menjalani
sebanyak 30 orang yang terdiri dari 18 orang laki-laki dan 12 orang perempuan.
Penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu semua pasien yang dirawat
inap di RSU Prof. Dr. R. D Kandou Manado, sedangkan total pasien yang
semua pasien penyakit ginjal kronik yang di rawat inap di RSU Prof. Dr. R. D
Kanduo Manado mengalami anemia yang terlihat dari hasil pemeriksaan Hb yang
4. Risiko infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit, infeksi juga dapat disebut suatu keadaan dimana adanya suatu
organisme pada jaringan tubuh yang disertai dengan gejala klinis baik itu bersiat
local maupun sisemik seperti demam atau panas sebagai suatu reaksi tubuh
terhadap organisme tersebut, sedangakn resiko infeksi adalah keadaan yag dimana
Hasil data yang didapatkan dari data subyektif pasien mengatakan terpasa
CDL selama ± 5 bulan. Data objektif yang didapatkan bahwa pasien terpasang
CDL dalam waktu yang cukup lama sehingga dapat menyebabkan risiko infeksi.
hemodialisa sehingga diharapkan klien mampu mengenali tanda gejala infeksi dan
melakukan intervensi inovasi untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut pada
Ny. S. Intervensi inovasi ini berupa massage kaki, dalam intervensi ini dilakukan
pada tanggal 29 juni 2018. Pada pertemuan pertama pada tanggal 29 juni 2018, pasien
mengeluh nyeri kepala intradialisis pada jam kedua dengan skala nyeri , tetapi setelah
dilakukan 2 kali terapi inovasi teknik massage kaki skala nyeri menjadi 2.
Sedangkan pada pertemuan HD yang ketiga pada tanggal 9 juli 2018 pasein
Menurut Mujais dan Ismail (2011, dalam Nekada 2014), menjelaskan bahwa
HD merupakan terapi yang paling tepat untuk mengatasi kerusakan ginjal pada pasien
CKD, namum tidak bisa dipungkiri bahwa terapi ini juga sangat berpotensi untuk
komplikasi yang terjadi, seperti kram otot, hipotensi, sakit kepala, mual dan muntah
(Sukandar, 2006).
Keluhan sakit kepala sering ditemukan selama HD, sebabnya tidak diketahui,
Baradero (2008) kecepatan UFR yang tinggi, penarikan cairan dan elektrolit yang
besar, lamanya dialisis, tidak efektifnya dialisis, dan tingginya ultrafiltrasi juga dapat
HD bisa menjadi faktor risiko. Nyeri kepala ini merupakan kondisi yang sangat
sering terjadi dengan penyebab belum diketahui, walaupun telah diterima bahwa
kontraksi otot kepala dan leher merupakan mekanisme penyebab nyeri (Ginsberg,
2008). Intervensi yang termasuk dalam penedkatan non farmakologi adalah analgesia
Menurut (Wijanarko. Et.al, 2010) manfaat massage menjadi salah satu pilihan
terapi alternative untuk mengatasi nyeri badan akibat kelelahan atau cedera tertentu,
nyeri otot.
massage dan kompres hangat terhadap nyeri persalinan kala I fase aktif. Terapi ini
102
telah terbukti mampu menurunkan nyeri, hipertensi, sakit kepala nilai p sebesar
0.000.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti (2016)
pengaruh terapi pijat terhadap pengurangan nyeri (studi kasus kota Bandung) dengan
p sebesat <0.05.
adalah nyeri kepala. Menurut Setyo & Khusharyadi (2013, dalam Nekada 2014).
satunya adalah terapi massase (pijatan) adalah tindakan penekanan oleh tangan pada
jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligament, tanpa menyebabkan pergeseran
atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan
keluhan atau terjadi komplikasi intradialitik dank lien mengungkapkan rasa nyaman
masalah keperawatan yang timbul pada pasien kelolaan dapat diatasi bila terjadi
kolaborasi yang antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan, dalam hal ini
mandiri (self care) dalam perbaikan kesehatan. Perilaku yang diharapkan dari self
care adalah kepatuhan dalam medikasi maupun instruksi dokter seperti diit,
pembatasan cairan maupun pembatasan aktivitas. Self care yang dimiliki oleh pasien
yaitu dalam memberikan terapi massage kaki kurang maksimal, dalam penurunan
skala nyeri sudah cukup signifikan, tetapi pemberian terapi massage kaki harus
diulang beberapa kali dikarenakan dalam pemberian terapi massage kaki harus
skala nyeri nonfarmakologi yaitu massage kaki dengan terapi manipulasi effleurage.
lembut dan perlahan. Pengurutan dapat berupa gerakan pendek atau panjang dengan
seluruh telapak tangan, digunakan untuk mendorong darah ke arah jantung dan
diterima yang berarti ada pengaruh tehnik relaksasi effleurage terhadap nyeri pada
Berdasarkan hasil diatas, dapat dipastikan tindakan ini sangat efektif untuk
mengatasi nyeri pasien. Oleh karena itu, diharapkan terapi-terapi keperawatan ini
dapat diterapakan oleh perawat secara langsung yang diberikan kepada pasien untuk
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kasus kelolaan dengan diagnosa medis Chronic Kidney Desease (CKD) stage V
dengan penyakit penyerta adalah hipertensi. Pasien telah menjalankan secara rutin
menjadi proritas yaitu diagnose nyeri akut b.d angen injury biologis. Masalah
keperawattan nyeri akut b.d agen unjury biologis diberikan intervensi berdasarkan
Classification (NIC) selama 3x6 jam. Tujuan yang akan dicapat berdasarkan
NOC dengan pain level dengan skala target outcome 2 (sedikit terganggu). Dari
tindakan. Hasil evaluasi didapatkan pada masalah nyeri akut b.d agen injury
biologis teratasi sebagian karena nyeri kepala pada pasien sudah berkurang.
2. Intervensi yang diberikan kepada Ny. S adalah massage kaki untuk menurunkan
nyeri kepala yang dirasakan. Pertemuan ke-2 sampai pertemuan ke-4, hasil dari
observasi pasien tidak meringis kesakitan dan memegang kepala. Pada hasil
106
wawancara secara subyektif pasien mengatakan ada perubahan, dari skala nyeri 6
B. Saran
1. Institusi akademik
baru.
2. Perawat
intervensi yang sudah ada dengan yang baru, sehingga dapat diberikan pada
pasien CKD yang mempunyai keluhan rasa haus yang sedang menjalani
hemodialisis.
Daftar Pustaka
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.
Aziz, M. F., Witjaksono, J., & Rasjidi, H.I. ( 2008). Panduan Pelayanan
Medik: Model Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan
Ginjal. Jakarta: EGC.
Dewi, Putri Rossyana & I Wayan Sudhana. (2013). Gambaran Kualitas Hidup
pada Lansia dengan Normotensi dan Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar
I Periode Bulan November Tahun 2013. Jurnal Medika Udayana vol. 3 no 9 (2014)
Hayani, F. 2014. Hubungan Pola Makan dan Asupan Serat dengan Status Gizi
Pada Siswa/i di SMP Negeri 34 Medan Tahun 2014. Skripsi. Medan : Universitas
Sumatera Utara
http://www.rsudaws.co.id/
Indonesia Renal Registry (IRR).2012.5th Report of Indonesian Renal Registry
____,2013.5th Report of Indonesian Renal Registry
Isselbacher dkk. 2012. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Alih
bahasa Asdie Ahmad H., Edisi 13, Jakarta: EGC
Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
National Institute for Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK).
(2014). Cause of diabetes. NIH Publication.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor HK.02.02/MENKES/148/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat. Jakarta: Menteri Kesehatan
Noviyanti, 2016. Pengaruh Terapu Pijat Terhadap Penungurangan Nyeri
Persalinan Kala 1 Fase Aktif Pada Ibu Bersalin (Studi Kasus Di Kota Bandung)
Nisofa. 2002. Pengaruh Stimulasi Kulit Dengan Teknik Effleurage Terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri Persalinan Pada Primigravida Kala I Fase Aktif
Persalinan Normal di Kamar Bersalin di RSUD DR. Saiful Anwar Malang. Tugas
Akhir. Tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang
Pagunsan. 2007. Ginjal Si Penyaring Ajaib. Bandung Indonesia Publising
House.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1109/MENKES/PER/IX/2007 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit, edisi ke-6. Jakarta: EGC.
Saad, Ehab. 2014. High Blood Pressure/Kidney Disease. Medical College of
Wisconsin. Diakses di
http://www.mcw.edu/Nephrology/ClinicalServices/HighBloodPressure.htm. Diunduh
6 Oktober 2014
Sherwood,Lauralee. 2001. Fisiologi manusia :dari sel ke sistem. Jakarta :
EGC
Safitri, Yeni. 2017. Perbandingan Efektifitas Massage dan Kompres Hangat
Terhadap Nyeri Persalinan Kala 1 Fase Aktif. Vol 1, No 2, Oktober 2017
Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta. (2014).
Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC
Sukandar E. 2006. Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. Bandung: Pusat
Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran/RS Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Sutanto. (2010). Cekal Penyakit Modern Hipertensi, Stroke, Jantung,
Kolesterol, dan Diabetes. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET
Tortora GJ, Derrickson B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology
Maintanance and Continuity of the Human Body 13th Edition. Amerika Serikat: John
Wiley & Sons, Inc.
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Lampiran 1
BIODATA PENELITI
Foto
A. Data Pribadi
3x4
Nama : Rahmayanti
Tempat,Tanggal Lahir : Muarakaman, 05 Desember 1995
Alamat Asal : Muarakaman Ilir No 142 RT 05
Alamat di Samarinda : Jl. Juanda 7 No 66
B. Riwayat Pendidikan
Pendidikan formal
Tamat SD : Tahun 2007 di SDN 003 Muarakaman
berjudul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Chronic Kidney Disease
Dengan Terapi Alternatif Massage Kaki Terhadap Penurunan Nyeri Kepala Di Ruang
dalam penelitian ini dengan menandatangani lembar persetujuan dan bersedia mengisi
berikan dijamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk penelitian ini.
Peneliti
Rahmayanti, S.Kep
Lampiran 3
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, setelah mendapat penjelasan, saya bersedia
Keperawatan Pada Pasien Chronic Kidney Disease Dengan Terapi Alternatif Massage
Kaki Terhadap Penurunan Nyeri Kepala Di Ruang Hemodialisa Rsud Abdul Wahab
Nama : Rahmayanti
Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif pada saya dan
segala informasi yang saya berikan dijamin kerahasiaannya karena itu jawaban yang
Berdasarkan semua penjelasan di atas, maka dengan ini saya menyatakan secara
sukarela bersedia menjadi responden dan berpartisipasi aktif dalam penelitian ini.
Responden
(...................................)
Lampiran 4
Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Chronic Kidney Disease Dengan
Data demografi
Umur :
Jenis kelamin :
Status Perkawainan :
Pendidikan :
Lampiran 5
Keterangan :
0 = Tidak nyeri
1-3 =Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik
7-9 = Nyeri berat: secara obyektif kadang klien tidak dapat mengikuti
berkomunikasi, memukul.
Lampiran 6
DOKUMENTASI