Anda di halaman 1dari 15

Pendahuluan

Sepsis adalah penyebab utama kematian pada kasus infeksi khususnya apabila tidak diterapi
dengan baik. Sepsis adalah kumpulan gejala yang dipengaruhi oleh faktor penjamu dan faktor
host ( jenis kelamin, ras, usia, faktor komorbid, lingkungan ) yang karakteristiknya dapat
berubah setiap waktu. Perbedaan sepsis dan infeksi adalah adanya abnormalitas dari respon
tubuh dan adanya difungsi organ tubuh. Infeksi spesifik dapat menyebabkan disfungsi organ
secara lokal tanpa adanya gangguan sistemik.1

Angka kematian yang disebabkan oleh sepsis berat dan syok sepsis masih tinggi dan
merupakan salah satu penyebab kematian tersering di dunia. Sampai saat ini tidak ada test
definitif yang dapat doigunakan untuk mendiagnosis sepsis berat maupun syok sepsis. Tetapi
gejala klinis seperti takikardia, takipnea, leukositosis atau leukopenia, demam atau hipotermia
dapat menandakan terjadinya respon inflamasi sistemik. Selain itu adanya perubahan tingkat
kesadaran, asidosis metabolik, alkalosis respiratori, trombositopeni juga dapat digunakan untuk
mendiagnosis adanya suatu sepsis berat. Artikel ini memberikan gambaran secara umum
mengenai definisi, faktor risiko, mekanisme, diagnosis dan terapi pada sepsis.2

Definisi

Sepsis adalah suatu keadaan disfungsi organ yang dapat mengancam jiwa, disebabkan oleh
kegagalan respon tubuh terhadap infeksi. Sepsis ditandai dengan adanya bukti infeksi atau
kecurigaan adanya infeksi yang disertai gejala sistemik. Syok sepsis merupakan bagian dari
sepsis yang disebabkan oleh abnormalitas dari metabolisme selular dan sirkulasi ditandai dengan
hipotensi yang menetap meskipun telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.

Epidemiologi

Sekitar 15-30 % angka kematian neonates di Negara berkembang setiap tahunnya diakibatkan
oleh sepsis. Sekitar 96% bayi dengan sepsis dapat bertahan hidup dalam 1 tahun pertama, sekitar
56 % dapat bertahan hidup dalam satu bulan pertama. Pada tahun 2013 terdapat sekitar 30 juta
pasien terkenan sepsis, dimana sekitar 8 juta pasien meninggal dalam waktu 6 bulan. Insiden
sepsis diperkirakan akan meningkat 1.060.052 kasus pada tahun 2013 menjadi 1.129.816 kasus
pada tahun 2023.

Etiologi
Mayoritas dari kasus sepsis disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur yang dapat berasal dari
infeksis di kulit, paru-paru, saluran pencernaan, luka operasi, kateter intravena dll. Agen-agen
infeksi atau toksin dapat menyebar baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aliran
darah ke berbagai organ tubuh.

Infeksi yang berhubungan dengan sepsis:

1. Infeksi paru (pneumonia)


2. Apendisitis
3. Peritonitis
4. Infeksi saluran kemih
5. Kolesistitis, kolangitis
6. Infeksi pada kulit seperti seluliltis
7. Infeksi paska operasi
8. Meningitis atau ensepalitis
9. Osteomyelitis
10. Endokarditis

Bakteri tersering yang dapat menyebabkan sepsis yaitu bakteri gram negatif (E.
coli, P. aeruginosa, E. corrodens, dan H. influenza pada neonatus). Bakteri lain yang juga dapat
menyebabkan sepsis adalah S.aureus, Streptococcus species, Enterococcus species and
Neisseria. Golongan jamur Candida merupakan penyebab tersering pada sepsis.

Gejala Sepsis

Variabel Umum :

1. Demam (> 38,3 ° C)


2. Hipotermia ( <36 ° C)
3. Denyut jantung> 90 / menit atau lebih dari dua SD di atas nilai normal untuk usia
4. Takipnea
5. Perubahan status mental
6. Edema
7. Hiperglikemia (glukosa plasma > 140mg / dL atau 7,7 mmol / L) tanpa adanya diabetes
Variabel Inflamasi :

1. Leukositosis (Jumlah WBC> 12.000 uL-1)


2. Leukopenia (Jumlah WBC <4000 uL-1)
3. Jumlah WBC normal dengan bentuk matur lebih besar dari 10%
4. C -reaktif protein lebih dari dua SD di atas nilai normal
5. Plasma procalcitonin lebih dari dua SD di atas nilai normal

Variabel hemodinamik :

1. Hipotensi arteri (SBP <90mm Hg, MAP <70mm Hg, atau penurunan SBP> 40mm Hg
pada orang dewasa atau kurang dari dua SD di bawah normal untuk usia)

Variabel disfungsi organ :

1. Hipoksemia arteri (PaO2 / Fio2 <300)


2. Oliguria akut ( urin output <0.5ml / kg / jam selama minimal 2 jam meskipun telah
diberikan resusitasi cairan yang adekuat)
3. Kreatinin meningkat> 0.5mg / dL atau 44,2 umol / L
4. Kelainan koagulasi (INR> 1,5 atau aPTT> 60 s)
5. Ileus
6. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000 uL-1)
7. Hiperbilirubinemia (plasma bilirubin total> 4 mg / dL atau 70 umol / L)

Variabel perfusi jaringan :

1. Hiperlaktatemia (> 1 mmol / L)


2. Pemanjangan waktu kapileri refil

Gejala Syok Sepsis :

1. Tekanan darah sistolik <90 mmHg atau MAP <65 mmHg


2. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 40 mmHg dari baseline dan / atau
3. Laktat> 4 mmol / l
Kriteria Diagnosis

Indikator yang dapat digunakan untuk mendiagnosis sepsis adalah kriteria Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Sequential [Sepsisrelated] Organ Failure Assessment
(SOFA), Logistic Organ Dysfunction System (LODS), dan Quick Sequential [Sepsis-related]
Organ Failure Assessment (qSOFA)

Karena SOFA lebih sederhana dari LODS, maka penggunaan skor SOFA lebih
direkomendasikan. Skor dasar SOFA harus diasumsikan nol kecuali pasien diketahui memiliki
disfungsi organ yang sudah ada sebelumnya (akut atau kronis) sebelum terjadinya infeksi. Pasien
dengan skor SOFA lebih dari atau sama dengan 2 memiliki risiko kematian sekitar 10%.
Penatalaksaanaan

A. Resusitasi Awal
Resusitasi dilakukan pada pasien yang mengalami hipotensi yang disebabkan oleh sepsis
setelah dilakukan pemberian cairan yang adekuat namun tidak ada perbaikan atau kadar
laktat di dalam darah dengan konsentrasi ≥ 4 mmol / L. Tujuan dari resusitasi awal
adalah mencakup semua hal berikut :
1. CVP 8–12mm Hg
2. MAP ≥ 65mm Hg
3. Urine output ≥ 0.5 mL·kg·hr
4. Saturasi oksigen superior vena cava (Scvo2) atau
5. Saturasi oksigen kedua vena cava (Svo2) 70% or 65%,
B. Skrining Untuk sepsis
1. Skirining rutin pada pasien dengan potensi tinggi mengalami sepsis berat harus
dilakukan, karena dapat memberikan terapi sedini mungkin.
2. Peningkatan upaya rumah sakit untuk memanajemen sepsis.
C. Diagnosis
1. Kultur sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik apabila tidak ada
penundaan pemberian antibiotic yang signifikan (>45 menit) pada saat akan
dimulainya pemberian antibiotik.
2. Setidaknya pengambilan specimen kultur (aerob atau anaerob) dilakukan sebelum
pemberian antimikroba.
3. Apabila tersedia, lakukan pemeriksaan 1,3 Beta-D-Glucan, Mannan dan anti-mannan.
Pencitraan dilakukan sesegera mungkin untuk mengetahui sumber infeksi
D. Terapi Antimikroba
1. Pemberian antimikroba secara intravena efektif dalam satu jam pertama pada pasien
syok sepsis dan sepsis berat tanpa syok.
2. Pemberian awal terapi secara empiris dengan satu atau lebih obat yang dapat
digunakan terhadap semua agen mikroba dan yang dapat menembus jaringan yang
dianggap menjadi sumber sepsis.
3. Penggunaan procalcitonin yang rendah atau biomarker lainya dapat membantu dokter
untuk menghentikan pemberian antibiotic secara empiris pada pasien yang awalnya
tampakannya seperti sepsis, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan tidak ada bukti dari
infeksi.
4. Kombinasi terapi empiris pada pasien sepsis berat dengan neutropenia, infeksi
bakteri yang resisten terhadap obat seperti Acinetobacter dan Pseudomonas spp.
5. Pada pasien dengan infeksi berat yang berkaitan dengan gagal nafas atau syok sepsis,
diberikan terapi antibiotic kombinasi seperti golongan beta-laktam dengan
aminoglikosida atau fluorokuinolon untuk bakteri P. aeruginosa, kombinasi golongan
beta-laktam dan makrolida untuk pasien syok sepsis akibat bakteri S. pneumonia.
6. Terapi kombinasi empiris tidak boleh dibelikan selama lebih dari 3-5 hari, terapi
tunggal harus segera diberikan setelah diketahui penyebab pasti dari sepsis.
7. Durasi pemberian terapi biasanya 7-10 hari. Durasi pemberian terapi lebih lama pada
pasien dengan respon klinis yang lambat, bakterimia akibat S. aureus. Infeksi oleh
jamur atau virus, imunidefisiensi, dan neutropenia.
8. Terapi antivirus diberikan sedini mungkin pada pasien sepsis berat atau syok sepsis
yang diketahui penyebabnya adalah virus.
9. Antrimikroba tidak boleh digunakan pada pasien dengan keadaan inflamasi yang
berat.
E. Kontrol Sumber Infeksi
1. Dilakukan intervensi pada sumber infeksi dalam 12 jam setelah diagnosis ditentukan.
2. Jika memungkinkan, ketika adanya nekrosis peripancreatik diidentifikasi sebagai
sumber infeksi, terapi definitive ditunda terlebih dahulu.sampai adanya penyembuhan
jaringan.
3. Apabila alat untuk akses pembuluh darah menjadi sumber infeksi, maka harus di
lepaskan segera setelah akses untuk pembuluh darah yang lain sudah ditetapkan.
F. Pencegahan Infeksi
1. Dekontaminasi oral secara selektif dan dekontaminasi sistem pencernaan secara
selektif harus dilakukan untuk mencegah pneumonia akibat pemasangan ventilator,
2. Chlorhexidine oral dapat digunakan sebagai bentuk dekontaminasi orofaringeal untuk
mencegah terjadinya pneumonia akibat pemasangan ventilator.
Patofisiologi

sistem kekebalan tubuh terdiri dari komponen seluler dan komponen humoral. Komponen humoral
termasuk interleukin dan mediator kimia. Komponen seluler meliputi monosit, makrofag jaringan,
neutrofil dan limfosit. Sel sistem imun bawaan ( Innate ) dapat melawan mikroba secara langsung tanpa
partisipasi sistem imun adaptif.

A. Disfungsi Seluler
Pada sepsis, komponen seluler menjadi tidak berfungsi didalam tubuh karena aktivasi
yang berlebihan atau fungsinya yang ditekan. Hal ini mungkin dapat terjadi melalui
mekanisme sinyal yang tidak teregulasi akibat reaksi terhadap mikroba atau langsung
menekan sistem imun. Sedangkan dalam waktu lama, disfungsi ini terjadi melalui
mekanisme perubahan dari ekspresi gen yang dibutuhkan untuk aktivasi dari sistem imun.
Respon sel sangat agresif akibat sinyal aktivasi yang tidak teregulasi, seperti pengeluaran
netrofil yang berlebihan sehingga akan menyebabkan kerusakan pada sel atau jaringan
sekitar. Karena adanya fungsi sistem imun yang ditekan, neutrophil tidak bisa
memfagositosi target mikroba. Pada kondisi normal, mikroba yang masuk kedalam tubuh
akan mengaktifkan makropag untuk mengeliminasi mikroba penyebab infeksi. Makropag
dan monosit merupakan sel imun bawaan yang akan menyebabkan aktivasi beberapa
fungsi seperti memidiasi inflamasi, pagositosis, luka berulang, proses penyembuhan.
Dalam kasus lain, respon tubuh untuk melawan bakteri adalah hanya dengan makrofag.
Tetapi kadang- kadang makrofag saja tidak bisa melawan bakteri. Sehingga makrofag
akan mengeluarkan mediator inflamasi seperti TNF, interleukin-1b (IL-1b), IL-6 dan
kemokin (C-X-C motif) ligan 8 protein (CXCL-8). Selain itu komponen dinding sel
bakteri gram negative terutama lipopolisakarida (LPS) juga akan merangsang
pengeluaran mediator inflamasi seperti sitokin, prostaglandin, trombosit, O2 radikal
bebas, dan mediator lainnya.
B. Disfungsi Sel Fagositik
Fagositosis melibatkan mekanisme pengenalan dan penelanan mikroba, sehingga
mikroba penyebab infeksi dapat dibunuh melaluki beberapa mekanisme seperti
menggunakan reactive-oxigen spesies (ROS), protease, peptidase, dan PH. Cara tubuh
untuk merespon dari sepsis adalah dengan merekrut dari neutrophil lalu fagositosis.
Apabila respon tubuh terhadap infeksi sangat kuat dan berlansung dalam jangka waktu
lama maka akan dapat menimbulkan efek yang merugikan sehingga akan terjadi
kerusakan jaringan dan menyebabkan kerusakan organ tubuh. Protein inflamasi makrofag
2 (MIP 2) dan CX2 berikatan dengan reseptor kemokin 1 dan2 yang akan menyebabkan
kerusakan pada jaringan.
C. Difsungsi Endotel
Sel endotel merupakan pembatas yang penting antara komponen di dalam pembuluh
darah dan jaringan. Dalam keadaan normal, terdapat thrombomodulin dan endotel protein
C reseptor yang terdapat di permukaan endotel untuk mencegah pembekuan darah,
protein C akan mengkaktifkan inhibisi factor jaringan bersama antirombin akan melekat
pada endotel dan akan mensekresikan activator plasminogen sehingga terjadi fibrinolysis.
Lipopolisakarida dari dinding bakteri gram negative dan peptidoglikan dari dinding
bakteri gram positif akan berikatan dengan TLR ( Toll-like reseptor ) 2 dan 4. Pengikatan
terhadap TLR 2 dan 4 akan mengaktifkan sinyal intraseluler yang menyebabkan stimulasi
sitosolik, nuclear factor (NF-kB). NF-kB yang aktif akan bergerak menuju inti sel, dan
berikatan dengan factor transkipsi, dan meningkatkan transkripsi dari TNF alfa,
Interleukin-1 beta, IL-10, TNF alfa dan Interleukin 1 beta adalah sitokin proinflamasi
yang akan menstimulasi respon imun adaptif dan menyebabkan kerusakan sel host.
Sitokin akan mengaktifkan sel endotel dengan cara meningkatkan kerja dari reseptor
adesi dan kerusakan sel endotel yang dipicu oleh pengikatan neutrophil, makrofag,
platelet, monosit terhadap sel endotel, yang akan menyebab proses apoptosis sehingga
endotel kehilangan fungsi sebagai pembatasnya. Proses koagulasi distimulasi oleh TNF
alfa pada monosit yang berikatan dengan endotel sehingga akan terjadi ekspresi dari Von
wilbr and factor (VWF) yang akan menyebabkan adesi dari platelet dan terjadi koagulasi
platelet. Peningkatan ekspresi molekul adesi akan membuat migrasi leukosit dari
mikrosirkulasi ke tempat infeksi, sehingga akan mengganggu fungsi koagulasi. Respon
ini ditandai dengan perubahan otot halus endotel menjadi vasodilatasi, yang
memungkinkan terjadinya perembesan dari protein dan plasma ke jaringan.
D. Apoptosis
Apoptosis memiliki peran utaama dalam pathogenesis sepsis. Pada keadaan sepsis,
apoptosis bisa disebabkan oleh tidak adanya IL-2 atau adanya pelepasan glukokortikoid,
granzyme, TNF. Apoptosis dimulai melalui mekanisme aktivasi mitokondrial caspase,
yang dipengaruhi oleh enzim pro apoptosis BCL-2 family.
E. Kelainan koagulasi
Sitokin pro inflamasi ( IL-1, IL-6, IL-12, TNF- alfa ) merangsang ekspresi komponen
jaringan, penurunan level antitrombin, inhibisi antikoagulan protein C, kelainan
fibrinolysis. Deposisi fibrin terjadi akibat stimulasi factor koagulasi sehingga terjadi
trombus. Mikrovaskular thrombus dapat menyebabkan iskemik dan hipoksia jaringan.
Sepsis menyebabkan peningkatan sintesis PAI-1 dan penurunan protein C, protein S,
Antithrombin III, TNF-alfa yang menyebabkan kelainan koagulasi.
F. Inhibisi fibrinolysis
Pada pasien sepsis, pembentukan fibrin dapat memicu peningkatan aktivasi plasminogen,
yang dapat dihambat oleh TNF alfa, PAI-1. Sebagai tambahan, bahwa kompleks TM-
trombin dapat merangsang TAFI yang menghambat fibrinolysis.

G. Antitrombin
Antitrombin adalah inhibitor utama terhadap thrombin dan factor Xa. Yang menurun
ketika dalam keadaan sepsis. Beberapa factor yang berkaitan dengan menurunya
antirombin seperti pemakaian antitrombin dan degradasi oleh enzim elastase yang di
lepaskan oleh neutrophil.
H. Kegagalan fungsi organ akibat sepsis
Beberapa mekanisme dapat mencetuskan terjadinya kegagalan organ pada keadaan sepsis
akibat kegagalan oksigenisasi jaringan. Beberapa keadaan seperti hipotensi, sel darah
merah yang kurangm thrombosis pada mikrosirkulasi berkontribusi terhadap penurunan
jumlah oksigen yang disalurkan kejaringan yang terjadi pada keadaan syok sepsis.
I. Disfungsi Otak
Patofisiologi sepsis merupakan proses yang kompleks, yang diakibatkan oleh proses
inflamasi dan non inflamasi yang mengenai seluruh tipe sel otak. Respon otak terhadap
infeksi sistemik dipicu oleh aktivasi sinyal yang ditransmisikan melalui 3 mekanisme
berbeda :
a. Stimulasi saraf aferen primer pada traktur saraf, seperti saraf vagus dan trigerminal
oleh sitokin yang dihasilkan saraf perifer.
b. Sitokin mencapai otak pada daerah koroid pleksus dan circumventrikular melalui
jalur humoral yaitu sirkulasi sitokin.
c. Perubahan terhadap BBB (Blood brain barrier ) yang diakibatkan oleh stimulasi
endotel sel serebral

Semua pathway menstimulasi sel microglial yang menimbulkan efek negative pada otak,
dengan cara memproduksi NO, ROS, sitokin, yang dapat mengakibatkan kematian sel
otak.

J. Disfungsi Gastrointestinal
Kerusakan pada traktus GI yang diakibatkan oleh sepsis, proliferasi berlebih pathogen
pada saluran cerna bagian atas dapat menyebar kedalam paru yang mengakibatkan

pneumoni
K. Disfungsi Ginjal
Pada sepsis yang berat, produksi berlebih dari mediator inflamasi humoral dan aktivasi
system seluler menyebabkan aktivasi sumpatetik adrenal axis dengan peningkatan jumlah
norepineprin, RAAS dengan peningkatan jumlah angiotensin II, dan peningkatan jumlah
vasopressin. Mekanisme ini terjadi akibat manifestasi klinis sepsis seperti kegagalan
hemodinamin yang dikarakteristikan dengan terjadinya vasodilatasi, hiperdinamik dan
perubahan mikro sirkulasi. Perubahan signifikan terlihat dari GFR.
L. Disfungsi liver
Mekanisme penting yang mengakibatkan liver disfungsi adalah endotoxin, detoksifikasi,
sintesis protein, system imun dan fungsi koagulasi sel-sel yang terlibat pada proses ini
adalah hepatosit, sel kufer, sinusoidal endothelial sel.

Anda mungkin juga menyukai