Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

SIROSIS HEPATIS
A. Definisi
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut.
B. Epidemiologi
Lebih dari 40 % pasien serosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis
ditemukan waktu pemeriksaan rutik kesehatan atau pada waktu autopsy.
Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun
infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, pravalensi 4%) dan
berakhir dengan sirosis hepatis akibat steatohepatis alkoholik dilaporkan
di0,3% juga. Di Indonesia data pravalensi sirosis hati belum ada, hanya
laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr.Sardijito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati bekisar 4,1% dari pasien yang dirawat
di bagian penyakit dalam pada kurun waktu 1 tahun. Di medan dalam kurun
waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh
pasien dibagian penyakit dalam. (Setiawati et al., 2013).
C. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas,tetapi
sering disebutkan antara lain

a. Faktor KekuranganNutrisi
Menurut Spellberg,Shiff bahwa dinegara Asia faktor gangguan
nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati.Dari hasil laporan
Hadidi dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22
Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4
% penderita kekurangan protein hewani, dan ditemukan 85% penderita
sirosis hati yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini
ialah:pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar,mereka yang tidak
bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah.
b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu
penyebab sirosishati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh
Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati
kronis,maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa selhati sehingga terjadi sirosis.Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih
menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang
kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
c. ZatHepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati
akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan
kronisakan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut
ialah alkohol.
d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan ,biasanya terdapat pada
orang-orang muda dengan ditandai sirosis hati,degenerasi basal ganglia
dari otak,dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat
kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring.Penyakit ini diduga disebabkan
defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui
dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan tembaga
dalam jaringan hati.
e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipeportal. Ada dua
kemungkinan timbulnya hemokromatosis,yaitu:
- Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
- Kemungkinan didapat setelah lahir,misalnya dijumpai pada penderita
dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsidari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
f. Sebab-SebabLain
- Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis
kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap
reaksi dan nekrosis sentrilobuler
- Sebagai saluran empe dua kibat obstruksi yang lama pada
saluranempedu akan dapat menimbulkansirosis biliaris primer.
Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
- Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam
sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan diInggris. Dari
data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-
50% kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40%. Sejumlah 10-
20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus
yang bukan Batau C.
D. Patofisiologi

Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis,


konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yangutama.
Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminumminuman keras.
Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupanprotein turut menimbulkan
kerusakan hati pada sirosis, namun asupanalkohol yang berlebihan merupakan
faktor penyebab yang utama padaperlemakan hati dan konsekuensi yang
ditimbulkannya. Namundemikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu
yang tidak memilikikebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang
dietnyanormal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini
dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki
kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor
lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia
tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau
infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah
dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia
40-60 tahun.
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai
oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan selsel hati yang
uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadangkadang disebut sirosis
mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati
lainnya.
Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia
Barat.Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol,
kontributor utamalainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu,
dan kelebihan zat besi. Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan
berdasarkan tiga karakteristik :
1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut
lebaryang menggantikan lobulus.
2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan
ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul)
hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul).
3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan.

Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain


kematiansel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis
pada mulanya berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh
berbagai macam faktor.Sebagai respons terhadap kematian sel-sel hepatosit,
maka tubuh akan melakukanregenerasi terhadap sel-sel yang mati tersebut.
Dalam kaitannya dengan fibrosis,hepar normal mengandung kolagen
interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran porta, sekitar vena sentralis, dan
kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta
komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus dan sel-
sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi pirau vena porta ke
vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini pada dasarnya
mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan pertukaran
bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi, beraliran
cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara
hepatosit dan plasma akan sangat terganggu.
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir,
memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan
normal, sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan
matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis
menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu
yang berlangsung secara terus menerus (misal hepatitis virus, bahan-bahan
hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen.
Jika proses ini berjalan terus maka fibrosis akan terus berjalan di dalam sel
stelata, dan jaringan hati yang normal akan digantikan jaringan ikat.(Setiawati
et al., 2013).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:
a. Splenomegali
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam
yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang
setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila
dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
b. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang
kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasiportal. Semua darah dari
organ-organ digestif praktis akanberkumpul dalam vena porta dan dibawa
ke hati. Karena hati yangsirotik tidak memungkinkan perlintasan darah
yang bebas, makaaliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan
traktusgastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ inimenjadi
tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, keduaorgan tersebut
akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidakdapat bekerja dengan
baik. Pasien dengan keadaan semacam inicenderung menderita dyspepsia
kronis dan konstipasi atau diare.Berat badan pasien secara berangsur-
angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk
dironggaperitoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan
melaluiperfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang
cairan.Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau
dilatasiarteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan,
yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan
tubuh.
c. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluhdarah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan(shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darahdengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai
akibatnya, penderitasirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh
darah abdomenyang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen
(kaputmedusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh
traktusgastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah
merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah
kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentukvarises atau
hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk
menanggung volume darahdan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka
pembuluh darah inidapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan.
Karena itu,pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui
perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktusgastrointestinal.
Kurang lebih 25% pasien akan mengalamihematemesis ringan; sisanya
akan mengalami hemoragi masif dariruptur varises pada lambung dan
esofagus.
d. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurunsehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksialdosteron yang berlebihan
akan menyebabkan retensi natriumserta air dan ekskresi kalium.
e. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang
tidak memadai (terutama vitamin A, C danK), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai,khususnya sebagai fenomena hemoragik
yang berkaitan dengandefisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan
fungsigastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat
dangangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang seringmenyertai
sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi sertakesehatan pasien yang
buruk akan mengakibatkan kelelahan hebatyang mengganggu kemampuan
untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
f. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatik yang membakat.Karena itu, pemeriksaan
neurologi perlu dilakukan pada sirosishepatis dan mencakup perilaku
umum pasien, kemampuankognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat,
dan pola bicara.
Tabel 2.1 Tanda Klinis Serosis Hati Dan Penyebabnya
Tanda Penyebab
Spider Navi Estradiol meningkat
Palmar erytema Gangguan metabolisme hormon
seks
Osteoartopati hipertropi Chronic proliferative periostitis
Perubahan kuku Hipoalbuminemia
Kontraktur Dupuyutren Poliferasi fibroplastik dan gangguan
deposit kolagen
Ginekomastia Esradiol meningkat
Hipogonadisme Perlukaan gonad primer atau
supresi funngsi hipofise atau
hipotalamus
Ukuran hati (besar, norma, Hipertensi portal
mengecil)
Spenomegali Hipertensi portal
Asites Hipertensi portal
Caput medusae Hipertensi portal
Murmur Cruveilhier-Baungarten Hipertensi portal
(bising daerah epigastrium)
Fetor hepaticus Diamethyl sulfide meningkat
Ikterus Bilirubun meningkat
Asterixix/Flapping tremor Ensefalopati hepatikum
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati:
1. Perdarahanvarises esophagus
Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius yang sering
terjadi akibat hipertensiportal. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis
dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua pertiganya akan meninggal
dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk
menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. Risiko kematian akibat
perdarahan varis esesofagus tergantung pada tingkat keparahan dari
kondisi hati dilihat dari ukuran varises, adanya tanda bahaya dari varises
dan keparahan penyakit hati. Penyebab lain perdarahan pada penderita
sirosis hati adalah tukak lambung dan tukak duo deni.
2. Ensefalopati hepatikum
Disebut juga koma hepatikum merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat
disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan
hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut
sampai koma.Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah
sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali.
Koma hepatikum dibagi menjadi dua,yaitu: Pertama koma hepatikum
primer,yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital
terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan
sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang
timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung,tetapi oleh sebab lain,
antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites,karena obat-
obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Peritonitis bakterialis spontan
Peritonitis bakteria lis spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis
bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal.Biasanya pasien
ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
4. Sindroma hepatorenal
Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit hati kronik lanjut, ditandai
oleh kerusakan fungsi ginjal dan abnormalitas sirkulasi arteri
menyebabkan vasokon striksi ginjal yang nyata dan penurunan GFR. Dan
dapat terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,peningkatan
ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
5. Karsinoma hepatoseluler
Karsinoma hepatoseluler berhubungan erat dengan 3 faktor yang dianggap
merupakan faktor predisposisinya yaitu infeksi virus hepatitis B kronik,
sirosis hati dan hepatokarsinogen dalam makanan. Meskipun prevalensi
danetiologi dari sirosis berbeda-beda diseluruh dunia, namun jelas bahwa
diseluruh negara, karsinoma hepatoseluler sering ditemukan bersama
sirosis, terutama tipe makronoduler.
6. Asites
Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal memiliki system pengaturan
volume cairan ekstraseluler yang tidak normal sehingga terjadi retensi air
dan natrium. Asites dapat bersifat ringan,sedang dan berat.Asites berat
dengan jumlah cairan banyak menyebabkan rasa tidak nyaman pada
abdomen sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
7. Gagal Jantung
Peningkatan luaran jantung dapat disebabkan karena peningkatan
alir balik vena, laju denyut jantung dan kontraktilitas miokard.
Vasodilatasi (resistensi vaskuler sistemik rendah), hubungan arteri vena,
peningkatan volume darah dan aktivitas saraf simpatis selanjutnya
semakin meningkatkan luaran jantung.
Volume darah yang meningkat pada sirosis berat berperan pada
peningkatan luaran jantung yang secara teori dapat membebani jantung.
Kondisi peningkatan luaran jantung dan bertambahnya kerja jantung akan
menimbulkan gagal jantung pada kondisi bukan karena penyakit hati.
Sebaliknya pada sirosis hati terjadi penurunan beban pasca muat ( after
load ) akibat menurunnya resistensi sitemik dan meningkatnya kelenturan
pembuluh darah sehingga kegagalan ventrikel kiri dapat tersembunyi pada
kondisi sirosis.
Latar belakang patofisiologi gangguan diastolik pada sirosis adalah
peningkatan kekakuan dinding miokard karena kombinasi hipertrofi
miokard, fibrosis dan edem subendotel.Beberapa penelitian ilmu biomedik
dan klinis menemukan hubungan antara peningkatan kadar asupan natrium
dan hipertrofi miokard karena peningkatan muatan natrium dalam miosit
jantung akan merangsang dinamika sitosol miosit dan terjadi hipertrofi
miosit. Selain itu natrium memperkuat efek fibrogenik aldosteron,
meningkatkan mitosis fibroblas, merangsang produksi sitokin
intrakardiak.Proses ini secara tidak langsung ( melalui mekanisme
parakrin- autokrin ) akan merangsang keluarnya endotelin-1 yang bersifat
meningkatkan proliferasi miokard dengan hasil akhir bertambahnya
ketebalan dinding jantung. Penelitian translasional menunjukkan bahwa
retensi natrium berperan dalam hipertrofi miokard. Stres mekanik seperti
beban lebih volume akan mengaktifkan sistem renin-angiotensin dalam
jantung dan memicu produksi angiotensin II yang akan terikat pada
reseptor angiotensin-1 di miosit jantung lalu terjadi proses intraseluler
dengan hasil akhir hipertrofi miosit jantung.
Disfungsi diastolik ventrikel kiri pada sirosis hati terjadi bila terjadi
penurunan kelenturan ventrikel kiri dan menurunnya kemampuan rileksasi
ventrikel kiri.Pada kondisi peningkatan mendadak beban volume jantung
seperti pemasangan TIPS atau pasca transplantasi hati dengan ventrikel
kiri yang tebal, kaku dan rileksasinya tidak baik dapat menimbulkan gagal
jantung dan edem paru nyata. (Mondrowindoro, 2014).
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila
penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na
dalam urine berkurang( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan
kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita
dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah.Sterkobilinogen yang
tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi
sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna
cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang
ringan, kadang –kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan
kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.
Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati,
lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal.
Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada
orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang
dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar
normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan
globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut
elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin
adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk
salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati
secara dini.
e. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,:
pemeriksaan fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic
Porthography (PTP).
f. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi
kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung
pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis
akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, .
Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak
penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak
membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
g. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada
sirosis hati akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol
berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran
fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran
limpa.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut adalah:
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan
control yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggikalori
tinggi protein, lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan
penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan
proteinke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300
kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari
untukmenghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba
denganpemberian D penicilamine dan Cochicine.
b. Hemokromatis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung
besi/ terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi
2x seminggu sebanyak 500cc selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam,
konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah
garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya
dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg
sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan
penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema
kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi
dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian
furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons,
maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan
bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bias hingga 4-6
liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis
dengan melena atau melena saja)
1. Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau
masih berlangsung.
2. Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100
mmHg, nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99%
dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian
dextrose/salin dan tranfusi darah secukupnya.
3. Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5%
atau normal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang
3 kali.
c. Ensefalopati
1. Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian
KCL pada hipokalemia.
2. Mengurangi pemasukan protein makanan dengan
memberi diet sesuai.
3. Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami
perdarahan pada varises.
4. Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada
keadaaninfeksi sistemik.
5. Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim,
amoxicillin, aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatic
Mengatur keseimbangan cairan dan garam.

I. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati,komplikasi, dan penyakit lain
yang menyertai.Prognosis sirosis hati dapat diukur dengan kriteria Child-
Turcotte-Pugh. Kriteria Child-Turcotte-Pugh merupakan modifikasi dari
kriteria Child- Pugh, banyak digunakan oleh para ahli hepatologi saat ini.
Kriteria ini digunakan untuk mengukur derajat kerusakan hati dalam
menegakkan prognosis kasus-kasus kegagalan hatikronik.
DAFTAR PUSTAKA

Mukherjee, Sandeep. 2011. Alcoholic Hepatitis. Hal 102

Mulyo S. 2017. Kardiomiopati Sirosis - Diagnosis Dan Tatalaksana. RSUD Siwa


Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.

Mondrowinduro P. 2014. Disfungsi diastolik ventrikel kiripada pasien serosis


hati:proporsi, kolerasi dan hubunngan parameterfungsi diastolik dengan
derajat fungsi hati. Tesis. Universitas Indonesia.

Nguyen, Tung T., Lingappa, Viswanath R. 2011. Penyakit Hati. In : McPhee,


Stephen J.,Ganong, William F. Patofisiologi PenyakitPengantar Menuju
Kedokteran Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC, 453-455.

Nurdjanah S. 2009. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , edisi IV
jilid II, Jakarta, Pusat penerbitan Departemen Ilmu penyakit dalam FK UI.,
hal 445-8

Setiawati, S., Alwin, I., Sudoyo, A.W., Simadibrata , M., Setiohadi, B.,
Syam, A.F. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai