Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


I. KONSEP DASAR MEDIS
A. Anatomi Fisiologi Ginjal
1. Anatomi
Gambar. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada

dinding abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra

T12 hingga L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena

besarnya lobus hepar. Ginjal dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan

yang terdalam adalah kapsula renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah

adiposa, dan jaringan terluar adalah fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini

berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan memfiksasi ginjal (Tortora,

2011).
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat

terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap.

Korteks ginjal mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap

nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari

beberapa massa-massa triangular disebut piramida ginjal dengan basis

menghadap korteks dan bagian apeks yang menonjol ke medial. Piramida


ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian

disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal (Tortora, 2011).


2. Fisiologi
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan

komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan

mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan

reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di

sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan

keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan

Wilson, 2012).
Menurut Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan

dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.


c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh. d.

Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.


d. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.

Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal

kemudian akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat

yang diambil dari darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan

dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urin akan ditampung

terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan

keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka urin yang

ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra (Sherwood,

2011).
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin,

yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan

filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler

glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali

protein, di filtrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat

glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma.

Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus tetapi

tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi lengkap dan

kemudian akan dieksresi (Sherwood, 2011).

B. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis

didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau

tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).


CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi

dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,

irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam

mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga

terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)


C. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju

Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2

dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Deraja Penjelasan LFG


t (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
D. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering

terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan

glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis

tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit

ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi

yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (Price

& Wilson, 2006).


Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia

tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan

prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan

18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan

sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).


E. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari,

namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini

menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi,

terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang

diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor.

Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan


10 aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga

pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang

masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron

progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi


Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam

berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua

lesi yang terjadi di ginjal pada DM. Mekanisme peningkatan GFR yang

terjadi pada keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan

disebabkan oleh 11 dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa,

yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth Factor (IGF) –

1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat

menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein.

Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan

pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis (Nahas & Levin,2010).


Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi

yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur

pada arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi

(sklerosis) dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini

adalah ginjal. Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai kompensasi,

pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini juga

menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat

bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam

tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat

menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini

membentuk suatu siklus yang berbahaya (Nahas & Levin,2010).


F. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal

kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan

sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada
bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari.

Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem

renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema

periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.

b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,

kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.


c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,

mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal


e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan

tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku


f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

G. Komplikasi

Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan

mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer

dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :

1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,

dan masukan diit berlebih.

2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.


3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin

angiotensin aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan

peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion

anorganik.

6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.

8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.

9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan

adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.


2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel

jaringan untuk diagnosis histologis.


3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit

dan asam basa.


b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal

ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem

pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi

sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.


e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,

parenkhim) serta sisa fungsi ginjal


f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)

k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau

perlu untuk mengetahui etiologinya.


l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak

ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /

nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna

kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan

porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan

kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan

tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10

mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik
I. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk

mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama

mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi. Terapi konservatif tidak

dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini

karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis

atau transplantasi ginjal.


Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara

mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol

berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan

protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi <

50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat

untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)


2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik,

perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler;


3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan

dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10

ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :


 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi perikardial
 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya,

yaitu:
II.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Herdinan, Heather T.

Diagnosis Keperawatan NANDA (2012), sebagai berikut :

1. Demografi.

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada

juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh

berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan

sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan

juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena

kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan

yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/

zat logam dan pola makan yang tidak sehat.

2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo

nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,

dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan

terjadinya CKD.

3. Pola nutrisi dan metabolik.


Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun

waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi

dan air naik atau turun.

4. Pola eliminasi

Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.

Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi

peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan

darah dan suhu.

5. Pengkajian fisik

a. Penampilan / keadaan umum.

Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran

pasien dari compos mentis sampai coma.

b. Tanda-tanda vital.

Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi

meningkat dan reguler.

c. Antropometri.

Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan

nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.

d. Kepala.

Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran

telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,

bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.

e. Leher dan tenggorok.


Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.

f. Dada

Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat

otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara

tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,

terdapat suara tambahan pada jantung.

g. Abdomen.

Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut

buncit.

h. Genital.

Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,

terdapat ulkus.

i. Ekstremitas.

Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan

tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.

j. Kulit.

Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan

mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai

berikut:

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan

retensi cairan dan natrium.


2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia mual muntah.

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan

nutrisi ke jaringan sekunder.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk

sampah dan prosedur dialysis.

6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus

sekunder terhadap adanya edema pulmoner.

7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan

cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler

sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak

seimbangan elektrolit).

C. Intervensi
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin dan retensi cairan
dan natrium.
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
volume cairan seimbang.
Kriteria Hasil:
NOC : Fluid Balance
a. Terbebas dari edema, efusi, anasarka
b. Bunyi nafas bersih,tidak adanya dipsnea
c. Memilihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung
dan vital sign normal.
NIC :
Fluid Management
a. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit dan adanya edema
b. Batasi masukan cairan
c. Identifikasi sumber potensial cairan
d. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan
e. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.
Hemodialysis therapy
a. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah (misalnya BUN,
kreatinin, natrium, pottasium, tingkat phospor) sebelum perawatan
untuk mengevaluasi respon thdp terapi.
b. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi, pernapasan, dan
tekanan darah untuk mengevaluasi respon terhadap terapi.
c. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah yang tepat
dari cairan berlebih di tubuh klien.
d. Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk menyesuaikan
panjang dialisis, peraturan diet, keterbatasan cairan dan obat-obatan
untuk mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia mual
muntah.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
nutrisi seimbang dan adekuat.
Kriteria Hasil:
NOC : Nutritional Status
a. Nafsu makan meningkat
b. Tidak terjadi penurunan BB
c. Masukan nutrisi adekuat
d. Menghabiskan porsi makan
e. Hasil lab normal (albumin, kalium)

NIC:

Nutritional Management

a. Monitor adanya mual dan muntah


b. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan status nutrisi.
c. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan hematocrit level
yang menindikasikan status nutrisi dan untuk perencanaan treatment
selanjutnya.
d. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
e. Berikan makanan sedikit tapi sering
f. Berikan perawatan mulut sering
g. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai terapi
3. Ketidakefektipan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
pola nafas adekuat.
Kriteria Hasil:
NOC : Respiratory Status
a. Peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
b. Bebas dari tanda tanda distress pernafasan
c. Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
d. Tanda tanda vital dalam rentang normal

NIC:

Respiratory Monitoring

a. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi


b. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
c. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes
d. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
Oxygen Therapy
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
b. Ajarkan pasien nafas dalam
c. Atur posisi senyaman mungkin
d. Batasi untuk beraktivitas
e. Kolaborasi pemberian oksigen
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2
dan nutrisi ke jaringan sekunder.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
perfusi jaringan adekuat.
Kriteria Hasil:
NOC: Circulation Status
a. Membran mukosa merah muda
b. Conjunctiva tidak anemis
c. Akral hangat
d. TTV dalam batas normal.
e. Tidak ada edema

NIC: Circulatory Care

a. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper.


(cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).
b. Kaji nyeri
c. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
d. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
memperbaiki sirkulasi.
e. Monitor status cairan intake dan output
f. Evaluasi nadi, oedema
g. Berikan therapi antikoagulan.
D. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke 4 dari proses keperawatan yang dimana

rencana keperawatan dilakukan yaitu untuk melaksanakan intervensi dan

aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana keperawatan pasien. Agar

implementasi perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,

pertama harus mengidentifikasi perioritas keperawatan klien kemudian bila

perawatan telah dilaksanakan perawat mencatat dan memantau respon klien

terhadap setiap intervensi dan komunikasikan kepada tenaga kesehatan

lainnya.
E. Evaluasi
Penilaian terakhir proses keperawatan yang didasarkan pada tujuan

keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan

keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang telah

ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu.


PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus.


http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-pada-diabetes-
melitus.pdf diakses pada tanggal 15 Aril 2019
Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai
Prinsip Ilmu Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html
diakses pada tanggal 15 April 2019
Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC. 1999
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc.
2005
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing
Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.
Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC. 2012.
Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier.
2008.
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide
to Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

Anda mungkin juga menyukai