Anda di halaman 1dari 20

Laporan kasus

TINEA KORPORIS

Oleh:

AYU KUMALA SARI


10101044

Pembimbing :
Dr. Imawan Hardiman. Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB
RSUD BANGKINANG
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah
dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang
berjudul “Tinea Korporis” yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti
KKS Ilmu Kulit dan Kelamin. Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter
pembimbing yaitu dr. Imawan Hardiman, Sp.KK yang telah bersedia
membimbing penulis, sehingga laporan kasus ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis memohon maaf jika dalam penulisan laporan kasus ini terdapat
kesalahan, dan penulis memohon kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan
laporan kasus ini. Atas perhatian dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.

Bangkinang, 11 Mei 2015

Penulis

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 2


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I : PENDAHULUAN 4
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Definisi 5
2.2 Epidemiologi 5
2.3 Etiologi 6
2.4 Patogenesis 6
2.5 Manifestasi klinis 8
2.6 Pemeriksaan penunjang 9
2.7 Diagnosis banding 10
2.8 Penatalaksanaan 12
2.9 Prognosis 14
BAB III : LAPORAN KASUS 15
DAFTAR PUSTAKA 20

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 3


BAB I
PENDAHULUAN

Dermatofitosis (Tinea) adalah infeksi jamur dermatofit (species


microsporum, trichophyton, dan epidermophyton) yang menyerang
epidermis bagian superfisial (stratum korneum), kuku dan rambut.
Microsporum menyerang rambut dan kulit. Trichophyton menyerang
rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit dan jarang kuku.
Salah satu pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi bagian tubuh
manusia yang diserang, salah satunya adalah Tinea Korporis yaitu
dermatofitosis yang menyerang daerah kulit tak berambut (glabrous skin) pada
wajah, badan, lengan, dan tungkai. Pada tinea korporis yang menahun, tanda
radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia terutama daerah tropis. Menyerang
pria maupun wanita semua umur terutama dewasa. Kebersihan
perorangan memegang peranan penting dalam pencegahan penyakit ini. faktor
lain yang juga mempengaruhi adalah udara yang lembab, lingkungan yang
padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya,
obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika
yang tidak terkendali.

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 4


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi 1,2


Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung
zat tanduk,misalnya stratum korneum pada epidermis,rambut dan kuku
yang disebabkan jamur golongan dermatofita.
Salah satu pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi bagian tubuh
manusia yang diserang, salah satunya adalah Tinea Korporis yaitu
dermatofitosis yang menyerang daerah kulit tak berambut (glabrous skin)
pada wajah, badan, lengan, dan tungkai.

2.2 Epidemiologi 4,5


Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai
didaerah tropis, Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih
umum menyebabkan tinea korporis, sekitar 47 %. Walaupun prevalensi
tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran,
Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 %
menyebabkan tinea korporis.
Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi
manusia atau hewan melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti
kolonisasi T.rubrum di kaki. Anak-anak lebih sering kontak pada zoofilik
patogen seperti M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca
panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi.
Maserasi dan oklusi kulit lipatan menyebabkan peningkatan suhu dan
kelembaban kulit yang memudahkan infeksi. Penularan juga dapat
terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau
tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya
handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.
Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi
mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 5


prevalensinya sama antara pria dan wanita. Tinea korporis mengenai
semua orang dari semua tingkatan usia tapi prevalensi nya lebih
tinggi pada preadolescen. Tinea korporis yang berasal dari binatang
umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak.

2.3 Etiologi 1,3,4


Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita
termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu
Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton spp.
Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea korporis,
penyebab yang paling umum adalah Trichophyton Rubrum dan
Trichophyton Mentagrophytes.

2.4 Patogenesis 1,5,6


Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita
termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu
Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton spp.
Jalan masuk yang mungkin pada infeksi dermatofita adalah kulit
yang luka, jaringan parut, dan adanya luka bakar. Infeksi ini
disebabkan oleh patogen yang menginvasi lapisan kulit yang paling
atas, yaitu pada stratum korneum, lalu menghasilkan enzim keratinase dan
menginduksi reaksi inflamasi pada tempat yang terinfeksi. Inflamasi
ini dapat menghilangkan patogen dari tempat infeksi sehingga patogen
akan mecari tempat yang baru di bagian tubuh. Perpindahan organisme
inilah yang menyebabkan gambaran klinis yang khas berupa central
healing. Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama, yaitu :

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 6


 Adhesi pada keratinosit
pertama ialah perlekatan ke keratinosit, jamur superfisial harus
melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan
keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi
dengan flora normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit.
Dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat
fungistatik.
 Penetrasi
penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi perlekatan
spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada
kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi
juga dibantu oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik
yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi
juga membantu penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di dalam
dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi
keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai
lapisan terdalam epidermis.
 Perkembangan respon host
derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan
organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau
Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat
penting dalam melawan dermatifita.pada pasien yang belum pernah
terinfeksi dermatofita sebelumnya menyebabkan inflamasi minimal
dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit
eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian
keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh
sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh limfosit T di
nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke
tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi
tiba-tiba menjadi inflamasi dan barier epidermal menjadi
permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 7


jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.Selain reaksi
hipersensitivitas tipe lambat, infeksi jamur juga dapat menginduksi
reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe 1). Mekanisme imun yang
terlibat di dalam patogenesis infeksi jamur masih perlu diteliti
lebih jauh lagi. Penelitian yang baru menunjukkan bahwa munculnya
respon imun berupa reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe I) atau
tipe lambat (tipe IV) terjadi pada individu yang berbeda. Antigen
dari dermatofita menstimulasi produksi IgE, yang berperan dalam
reaksi hipersensitivitas tipe cepat, terutama pada penderita
dermatofitosis kronik. Dalam prosesnya, antigen dermatofita
melekat pada antibodi IgE pada permukaan sel mast kemudian
menyebabkan cross-linking dari IgE. Hal ini dapat menyebabkan
terpicunya degranulasi sel mast dan melepaskan histamin serta
mediator proinflamasi lainnya.

2.5 Gejala Klinis 2,4,5


Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun
lebih sering terjadi pada bagian yang terpapar. Pada penyebab
antropofilik biasanya terdapat di daerah yang tertutup atau oklusif atau
daerah trauma.
Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi
bulat yang berbatas tegas, pada tepi lesi tampak tanda radang lebih
aktif dan bagian tengah cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan
dapat membentuk pola gyrate atau polisiklik.
Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema
sampai pustula, bergantung pada spesies penyebab dan status imun
pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda inflamasi
akut. Pada keadaan imunosupresif, lesi sering menjadi lebih luas.
Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal,
dimulai sebagai lesi eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk
dan membesar, selanjutnya bagian tengah dari lesi akan menjadi

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 8


bentuk yang anular dan mengalami resolusi. Bentuk lesi menjadi
anular berupa skuama, krusta, vesikel, dan papul sering berkembang,
khususnya pada bagian tepinya. Kadang-kadang terlihat erosi dan
krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya merupakan bercak terpisah
satu dengan yang lainnya.
Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau
gatal ringan. Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula
eritematosa atau papul yang menjalar dan berkembang menjadi anular,
dan lesi berbatas tegas, skuama atau vesikel, tepi yang berkembang
dan healing center. Tinea korporis lebih sering pada permukaan tubuh
yang terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya
tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan
bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut
tinea korporis dan kruris.Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan
oleh Trichophyton concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea
imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-
lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari
dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi
dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama
yang konsentris.

2.6 Pemeriksaan Penunjang 1,5


Gejala klinis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri
atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan
lain seperti pemeriksaan histopatologik dan imunologik tidak
diperlukan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur
diperlukan bahan klinis yang berupa kerokan kulit.
Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan
kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH lalu diperiksa langsung

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 9


dengan mikroskop. Pemeriksaan kerokan kulit dengan ditambahkan KOH
akan dijumpai adanya hifa. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan
untuk menyokong pemeriksaan langsung dengan sediaan basah dan
untuk menentukan spesies jamur. Pembiakan dilakukan pada medium
agar Sabouraud karena dianggap merupakan media yang paling baik
untuk pertumbuhan jamur.

2.7 Diagnosis Banding 1,7


 Psoriasis
Merupakan penyakit kulit yang bersifat kronik,residif,dan tidak
infeksius. Efloresensi : plak eritematosa berbatas tegas ditutupi
skuama tebal,berlapis-lapis dan berwarna putih mengkilat.Terdapat
tiga fenomena,yaitu bila di gores dengan benda tumpul menunjukkan
tanda tetesan lilin. Kemudian bila skuama dikelupas satu demi satu
sampai dasarnya akan tampak bintik-bintik perdarahan,dikenal
dengan nama Auspitz sign.Adanya fenomena Koebner / reaksi
isomorfik yaitu timbul lesi-lesi yang sama dengan kelainan psoriasis
akibat bekas trauma / garukan.
 Pitiriasis rosea
Merupakan keradangan kulit akut berupa lesi papuloskuamosa pada
badan,lengan atas bagian proksimal dan paha atas. Efloresensi:papul /
plak eritematosa berbentuk oval dengan skuama collarette(skuama
halus di pinggir). Lesi pertama (Mother patch/Herald patch) berupa
bercak yang besar,soliter,oval dan anular berdiameter dua sampai
enam cm.Lesi tersusun sesuai lipatan kulit sehingga memberikan
gambaran menyerupai pohon cemara (Christmas tree).

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 10


Tabel 1. Diagnosis banding tinea korporis

Diagnosis Tinea korporis Psoriasis Pitiriasis rosea


banding
Definisi Dermatofitosis pada Penyakit autoimun Penyakit kulit yang
glabrous skin dan bersifat kronik belum diketahui
sela paha. residif. penyebabnya.
Etiologi Jamur trichophyton Faktor genetik, Belum diketahui
rubrum imunologik, dan (hipotesis : virus)
faktor pencetus karna penyakit self
seperti stress psikis, limiting disease.
infeksi fokal,
trauma, endokrin,
metabolik, obat,
alkohol dan
merokok
Predileksi kulit tak berambut Scalp, perbatasan Badan, lengan atas
(glabrous skin) pada daerah tersebut bagian proksimal
wajah, badan, lengan, dengan muka, siku, dan paha atas,
dan tungkai. lutut, dan daerah seperti pakaian
lumbosakral. renang wanita
zaman dahulu.
Efloresensi Lesi bulat Plak eritema, Dimulai dengan lesi
sirkumskrip, makula sirkumskrip dan pertama (herald
eritem, skuama merata. Skuama patch) berbentuk
bahkan sampai erosi, berlapis-lapis, pohon cemara
vesikel/papul di tepi kasar,dan berwarna terbalik, berbentuk
dengan daerah tengah putih seperti mika, soliter, oval dan
nya lebih tenang. serta transparan. anular, serta skuama
halus,
Khas Pemeriksaan kerokan Fenomena tetes lilin, Pemerksaan keroan
kulit dengan KOH Auspitz dan koebner kulit dengan KOH (-
20% ditemukan hifa. (+) )

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 11


2.8 Penatalaksanaan 1,5,6
A. Non medikamentosa
 Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terinfeksi
untuk mencegah penyebaran infeksi ke bagian tubuh lainnya
 Jangan menggunakan handuk, baju, secara bergantian dengan orang
yang terinfeksi
 Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas
untuk mencegah penyebaran jamur tersebut
 Bersihkan kilit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk
menghilangkan sisa-sisa kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh
 Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat
menyebabkan kulit sesalu basah seperti bahan wool dan bahan sintesis
yang dapat menghambat sirkulasi udara
 Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur

B. Medikamentosa
a. Terapi topikal
Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit
biasanya hidup pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan
alilamin tersedia dalam berbagai formulasi. Dan semuanya memberikan
keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari
selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan
allilamin menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.
Berikut obat yang sering digunakan :
 Topical azol terdiri atas :
a. Econazol 1 %
b. Ketoconazol 2 %
c. Clotrinazol 1%
d. Miconazol 2% dll.
Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-
dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur.

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 12


 Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur
skualen 2,3 epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses
pembentukan ergosterol membran sel jamur. yaitu aftifine 1 %,
butenafin 1% Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang
mampu bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari
berturut-turut.
 Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja
menghambat masuknya bahan esensial selular dan pada
konsentrasi tinggi merubah permeabilitas sel jamur merupakan agen
topikal yang bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan anti
bakteri serta berspektrum luas.
 Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan
pada regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi
steroid hanya diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi.

b. Terapi sistemik
Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of
Dermatology menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat
digunakan pada kasus hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan
kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien imunokompromais, atau pasien
tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ topikal.
 Griseofulvin
Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap
baku emas pada pengobatan infeksi dermatofit genus
Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton. Berkerja pada inti
sel, menghambat mitosis pada stadium metafase.
 Ketokonazol
Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,
termasuk golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam.

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 13


 Flukonazol
Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.
 Itrakonazol
Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas,
bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik
maupun jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat
diminum bersama dengan makanan.
 Amfosterin B
Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh
Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi
rendah akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga.
Digunakan sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang
membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol.

2.9 Prognosis
Untuk dermatofitosis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan
tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau
allilamin atau dengan menggunakan anti jamur sistemik.

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 14


BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Aqil Anugrah Pendidikan :-
Umur : 6 tahun Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki Suku : Melayu
Pekerjaan :- No.MR :-
Alamat : Jl. Sisingamangaraja Tanggal : 11 Mei 2015
Status perkawinan: -

II. Anamnesis
 Keluhan Utama
Pasien datang ke RSUD Bangkinang dengan keluhan kemerahan di
kulit dan terdapat benjolan berisi cairan berwarna kuning di wajah, tangan,
dan kaki sejak 4 hari yang lalu.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 4 hari yang lalu pasien mengeluhkan muncul kemerahan di kulit
dan benjolan berisi cairan warna kuning yang tidak terlalu kental.
Benjolan awalnya muncul di alis dan dalam lubang hidung, berwarna
merah, berukuran sebesar kepala jarum pentul, dan cepat pecah. Keluhan
tidak disertai rasa gatal maupun nyeri. Riwayat demam disangkal, pasien
mengeluhkan pilek sejak 6 hari yang lalu.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang
sama dengan pasien
 Riwayat Pengobatan
Pasien menggunakan obat herbal berupa bubuk yang di campur dengan
air kemudian dioleskan pada kulit yang sakit.
 Riwayat kebiasaan

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 15


Pasien mandi 2x sehari menggunakan air sumur. Pasien susah makan.

III. Pemeriksaan Fisik


 Status Generalisata
 Keadaan umum : Tidak tampak sakit
 Kesadaran : Composmentis kooperatif
 Tanda vital
- Tekanan darah : Tidak diperiksa
- Nadi : Tidak diperiksa
- Nafas : Tidak diperiksa
- Suhu : Tidak diperiksa
 Keadaan gizi : Kurang
 Pemeriksaan thorax : Tidak diperiksa
 Pemeriksaan abdomen : Tidak diperiksa

 Status Dermatologis
 Lokasi : Regio facialis, manus dextra et sinistra, dan regio
pedis dextra et sinistra.
 Distribusi : Regional
 Bentuk : Bulat hingga tidak teratur
 Susunan : anular dan polisiklik
 Batas : Sirkumskrip
 Ukuran : Miliar, lenticular, nummular dan plakat
 Efloresensi
- Primer : vesikel, bula, eritema
- Sekunder : Krusta, erosi

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 16


KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 17
Gambar 1. Kondisi pasien saat datang di Poli Kulit

 Kelainan mukosa : Tidak ditemukan kelainan


 Kelainan Mata : Tidak ditemukan kelainan
 Kelainan kuku : Tidak ditemukan kelainan
 Kelainan Rambut : Tidak ditemukan kelainan
 Kelainan KGB : Tidak ditemukan pembesaran KGB

IV. Pemeriksaan Penunjang


Darah rutin

V. Resume

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 18


VI. Diagnosis Kerja
Impetigo krustosa

VII. Diagnosis Banding


 Ektima

VIII. Penatalaksanaan
a. Umum
b. Khusus
a. Sistemik :
b.Topical :

IX. Prognosis
 Quo ad sanam : Bonam
 Quo ad vitam : Bonam
 Quo ad functionam : Bonam
 Quo ad kosmetikum : Bonam

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 19


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Nugroho SA. Pemeriksaan penunjang diagnosis dermatomikosis superfisialis.


In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty
S, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2011.
2. Siregar, RS. Atlas Bewarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua. Jakarta:
EGC; 2013
3. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit. Makassar: Percetakan LKiS, 2013
4. Rushing ME. Tinea corporis. Online journal. 2011 June 29; available
from;
http://www.emedicine.com/asp/tineacorporis/article/pagetype=Article.htm
5. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. 2010
6. Budimulja, U.: Infeksi Jamur. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta. 2009
7. Gupta, Aditya K.; Chaudhry, Maria; Elewski, Boni (July 2008). “Tinea
coeporis, tinea cruris, tinea nigra, and piedra”. Dermatologic Clinics
(Philadelphia;Elsevier Health Sciences Division) 21 (3); 395-400.

KKS ILMU KULIT DAN KELAMIN RSUD BANGKINANG Page 20

Anda mungkin juga menyukai