Anda di halaman 1dari 32

1.

Berbagai jenis struktur organisasi

F. Tipe Struktur Organisasi


Menurut (Marquis & Huston, 2010) biasanya, sebuah departemen keperawatan
menggunakan satu dari beberapa tipe struktur organisasi seperti bureaucratic, ad
hoc, matrix, flat, atau gabungan dari beberapa struktur. Tipe struktur yang
digunakan dalam fasilitas pelayanan kesehatan mempengaruhi pola komunikasi,
hubungan, dan wewenang dalam sebuah organisasi.

1. Bureaucratic
Desain organisasi birokrasi biasa disebut dengan line structures atau line
organization. Pengambilan keputusan dan kekuasaan dipegang oleh beberapa
orang dalam tingkat atas. Setiap orang yang memiliki beberapa kekuatan dan
otoritas yang bertanggung jawab untuk hanya beberapa orang. Ada banyak lapisan
departemen, dan komunikasi cenderung bergerak lambat pada jenis sistem ini.
Banyak orang yang telah mengenal struktur ini sehingga tidak sulit untuk
mengorientasikan seseorang ke dalam struktur ini. Dalam struktur ini, wewenang
dan tanggung jawab diatur dengan sangat jelas.
Masalah terkait struktur ini adalah kepatuhan terhadap rantai komando
komunikasi, yang membatasi komunikasi ke atas. Pemimpin yang baik
mendorong komunikasi ke atas untuk mengkompensasi kerugian. Namun, ketika
garis posisinya sudah jelas terdefinisi, keluar dari rantai komando komunisasi
dengan melakukan komunikasi ke atas biasanya tidak pantas.
Menurut Robbins (2007), birokrasi (bureaucracy) dicirikan dengan tugas-tugas
operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesialisasi, aturan dan ketentuan
yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam berbagai
departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan
pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando.
2. Ad Hoc Design
Ad Hoc Design adalah modifikasi dari struktur birokrasi dan terkadang digunakan
sementara untuk memudahkan penyelesaian sebuah proyek dengan garis
organisasi formal. Struktur ad hoc adalah sarana untuk mengatasi
ketidakfleksibelan dari garis struktur. Struktur ad hoc menggunakan proyek tim
atau pendekatan tugas dan biasanya dibubarkan saat proyek tersebut selesai.
Kerugian dari struktur ini adalah menurunnya kekuatan dalam rantai komando
formal dan menurunkan loyalitas karyawan terhadap organisasi induk.

3. Matrix Structure
Matrix organization structure dirancang untuk fokus terhadap produk dan fungsi.
Fungsi digambarkan sebagai semua tugas yang dibutuhkan untuk menghasilkan
produk, dan produk merupakan hasil akhir dari fungsi tersebut. Sebagai contoh,
kriteria hasil pasien yang baik adalah produk sedangkan staf yang memadai adalah
sebuah fungsi yang diperlukan untuk menghasilkan produk yang baik. Struktur
organisasai matrik mempunyai rantai komando vertikal dan horisontal. Meskipun
begitu, terdapat aturan yang kurang formal dan tingkat hirarki yang lebih sedikit.
Dalam struktur ini, membuat keputusan bisa menjadi lebih lama karena kebutuhan
untuk bertukar informasi, dan hal itu dapat menyebabkan kebingungan bagi
pekerja karena desain dari dua wewenang. Keuntungan utama dari struktur ini
adalah keahlian yang terpusat seringkali sebanding dengan kompleksitas
komunikasi yang dibutuhkan dalam perancangan.
4. Flat design
Flat organizational design adalah sebuah usaha untuk memindahkan lapisan
hirarki dengan perataan rantai komando dan desentralisasi organisasi. Pada waktu
yang tepat, ketika finansial organisasi kaya, merupakan hal yang mudah untuk
menambahkan lapipsan dalam sebuah organisasi untuk menyelesaikan sebuah
pekerjaan. Tapi ketika organisasi mulai merasa finansialnya menurun, mereka
sering melihat hirarki mereka untuk mengetahui posisi apa yang dapat
dihilangkan. Dalam desain ini, terdapat kelangsungan garis kebijakan, dan karena
struktur organisasi iini, pembuat kebijakan dan wewenang menjadi lebih banyak.
Banyak manajer yang kesulitan untuk melepaskan kontrolnya, dan walaupun
struktur ini menahan banyak karakteristik dari birokrasi

2. BUDAYA DAN IKLIM ORGANISASI


A. BUDAYA ORGANISASI
a. Budaya
Istilah budaya berasal dari bahasa Latin yaitu colere yang berarti mengolah,
mengerjakan, terutama mengolah tanah atau bertani. Kemudian dalam bahasa
Inggris menjadi culture. Menurut Kotter dan Haskett (1922:3), perhatian
masyarakat akademik terhadap budaya berasal dari studi antropologi sosial yang
pada akhir abad ke-19 melakukan studi terhadap masyarakat “primitif”, seperti
Eskimo, Afrika dan penduduk asli Amerika. Studi tersebut mengungkapkan
bahwa cara hidup anggota-anggota masyarakat ini tidak hanya berbeda cara hidup
masyarakat maju di Eropa danAmerika Utara tetapi juga berbeda di antara
masing-masing masyarakat primitif tersebut.
Menurut Edgar H. Schein dalam Umam (2010) berpendapat bahwa “budaya
adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan
oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi
eksternal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik”. Oleh
karena itu, budaya diajarkan (diwariskan) kepada anggota-anggota baru sebagai
cara yang tepat memahami, memikirkan, dan merasakan terkait masalah-masalah
tersebut.
Sedangkan menurut Hofstede mengartikan “budaya sebagai nilai-nilai dan
kepercayaan yang memberikan orang-orang suatu cara pandang terprogram”.
Lebih lanjut, Nilai-nilai tersebut menurut Phesey dalam Umam (2010)
diterjemahkan sebagai segala sesuatu yang dimuliakan (esteemed),
dijunjung (prized) atau dihargai (appreciated) dalam budaya tersebut.” Adapun
kepercayaan diartikan sebagai, “Apa yang seseorang anggap benar (true)”.
Dengan demikian, bentuk atau wujud dari pengertian budaya dapat dilihat dalam
tiga hal, yaitu: pertama, budaya itu abstrak, budaya itu merupakan kepercayaan,
asumsi dasar, gagasan, moral, norma, adat-istiadat, hukum atau
peraturan. Kedua, budaya itu berupa sikap yang merupakan pola perilaku atau
kebiasaan dari kegiatan manusia dalam lingkungan masyarakat, yang
menggambarkan kemampuan beradaptasi, baik secara internal maupun
eksternal. Ketiga, budaya itu tampak secara fisik yang merupakan bentuk fisik
hasil karya manusia.
Dengan demikian, budaya dapat didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan
manusia sebagai makluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan
menginterpretasikan lingkungan dan pengalamannya serta menjadi landasan bagi
tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu
masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-
anggotanya dan pewarisan kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses
belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk
yang terucapkan maupun yang tidak.
Sebagai milik bersama anggota masyarakat atau suatu kelompok sosial, budaya
menurut Ndaraha (1997; 45) memiliki fungsi sebagai berikut :
– Identitas dan citra suatu masyarakat
– Pengikat suatu masyarakat
– Sumber inspirasi
– Kemampuan untuk membentuk nilai tambah
– Pola prilaku
– Budaya sebagai warisan
– Pengganti formalisasi
– Mekanisme adaptasi terhadap perubahan
– Proses menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga
terbentuk nation state.
b. Organisasi
Organisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Setiap manusia hidup dalam sebuah organisasi. Organisasi didefinisikan
beragam oleh para ahli. Variasi definisi ini didasarkan pada sudut pandang dan
waktu ahli ketika mendefinisikan.
Gibson, Ivancevich dan Donelly (1996) mendefinisikan organisasi sebagai
“wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya
tidak dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri”. Lebih jauh, ketiganya
menyebutkan bahwa organisasi adalah suatu unit terkoordinasi yang terdiri
setidaknya dua orang yang berfungsi mencapai satu sasaran tertentu atau
serangkaian sasaran. Definisi ini menekankan pada upaya pencapaian tujuan
bersama secara efektif dan efisien melalui koordinasi antar unit organisasi.
Robbins (dalam tim dosen AP UPI) mendefiniskan organisasi sebagai
“kesatuan sosial yang dikoordinasikans secara sadar, dengan sebuah batasan yang
relative dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relative terus menerus
untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan”. Definisi dari
Robbins ini menekankan pada organisasi sebagai sebuah sistem sosial yang perlu
dikoordinasi dalam arti perlu manajemen. Batasan organisasi akan berubah
sebagaimana tuntutan lingkungan organisasi, sehingga dikatakan relative.
Definisi lain mengenai organisasi dikemukakan oleh Oteng Sutisna
sebagaimana dikutip Tim Dosen AP UPI menyebutkan bahwa organisasi yakni
“mekanisme yang mempersatukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan”. Definisi ini menekankan pada mekanisme pekerjaan dalam
mencapai tujuan organisasi.
Dari pendapat-pendapat para ahli tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
organiasi merupakan suatu sistem interaksi diantara orang-orang untuk mencapai
tujuan organisasi, dimana sistem tersebut memberikan arahan prilaku bagi
anggota-anggotanya.
c. Budaya Organisasi
Terdapat kesepakatan luas bahwa budaya organisasi merujuk pada sistem
pengertian bersama yang dipegang oleh anggota-anggota suatu organisasi yang
membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya (Robbins, 2005;485).
Sistem pengertian bersama ini dalam pengamatan yang lebih seksama merupakan
serangkaian karakter penting yang menjadi nilai bagi suatu organisasi.
Budaya organisasi mengacu pada norma prilaku, asumsi, dan keyakinan
dari suatu organisasi, sementara dalam iklim organisasi mengacu pada persepsi
orang-orang dalam organisasi yang merefleksikan norma-norma, asumsi-asumsi
dan keyakinan (Owens, 1991). Sedangkan Sonhadji dalam Soetopo (2010)
mengatakan bahwa budaya organisasi adalah proses sosialisasi anggota organisasi
untuk mengembangkan persepsi, nilai dan keyakinan terhadap organisasi untuk
mengembangkan persepsi, nilai, dan keyakinan terhadap organisasi. Sementara
Soetopo (2010) mengatakan bahwa budaya organisasi berkenaan dengan
keyakinan, asumsi, nilai, norma-norma prilaku, ideology, sikap, kebiasaan dan
harapan-harapan yang dimiliki oleh organisasi (dalam hal ini termasuk organisasi
universitas swasta).
Gibson, Ivanichevich & Donelly dalam Soetopo (2010) berpendapat
bahwa budaya organisasi adalah “kepribadian organisasi yang mempengaruhi cara
bertindak individu dalam organisasi”. Budaya mengandung pola eksplisit dan
implisit dari dan untuk prilaku yang dibutuhkan dan diwujudkan hasil kelompok
manusia secara berbeda termasuk benda-benda ciptaan manusia.
Dari semua definisi tentang budaya organisasi diatas, secara umum dapat
ditetapkan bahwa budaya organisasi berkaitan dengan makna bersama, nilai, sikpa
dan keyakinan. Dapat dikatakan bahwa jantung dari suatu organisasi adalah sikap,
keyakinan, kebiasaan dan harapan dari seluruh individu anggota organisasi mulai
dari manajemen puncak hingga manajemen yang paling rendah, sehingga tidak
ada aktifitas manajemen yang dapat melepaskan diri dari budaya.
Komponen-Komponen Budaya Organisasi
Robbins dalam Soetopo (2010) mengemukakan tujuh karakteristik budaya
organisasi yaitu :
1. Otonomi individu yaitu kadar kebebasan, tanggung jawab dan kesempatan
individu untuk berinisiatif dalam organisasi
2. Struktur yaitu kadar peraturan dan ketetapan yang digunakan untuk
mengontrol prilaku pegawai
3. Dukungan yaitu kadar bantuan dan keramahan manajer kepada pegawai
4. Identitas yaitu kadar kenalnya anggota terhadap organisasinya secara
keseluruhan, terutama informasi kelompok kerja dan keahlian
profesionalnya
5. Hadiah performansi yaitu kadar alokasi hadiah yang didasarkan pada
criteria performansi pegawai
6. Toleransi konflik yaitu kadar konflik dalam hubungan antar sejawat dan
kemauan untuk jujur dan terbuka terhadap perbedaan
7. Toleransi resiko yaitu kadar dorongan terhadap pegawai untuk agresif,
inovatif dan berani menanggung resiko.
Fungsi Budaya Organisasi
Soetopo (2010) mengemukan bahwa fungsi budaya organisasi bergayut
dengan fungsi eksternal dan fungsi internal. Fungsi eksternal budaya organisasi
adalah melakukan adaptasi terhadap lingkungan diluar organisasi, sementara
fungsi internal berkaitan dengan integrasi berbagai sumber daya yang ada
didalamnya termasuk sumber daya manusia. Jadi secara eksternal budaya
organisasi akan selalu beradaptasi dengan budaya-budaya yang ada diluar
organisasi, begitu seterusnya sehingga budaya organisasi tetap akan selalu ada
penyesuaian-penyesuaian. Lebih lanjut Soetopo menjelaskan bahwa makin kuat
budaya organisasi, makin tidak mudah organisasi itu akan terpengaruh oleh
budaya luar yang berkembang di lingkungannya. Sementara kekentalan fungsi
internal makin dirasakan menguat jika didalam organisasi itu semakin
berkembang norma-norma, peraturan, treadisi, adat istiadat organisasi yang terus
menerus dipupuk oleh para anggotanya sehingga berangsur-angsur budaya itu
akan menajdi semakin kuat.
Schein dalam Sotopo (2010) merinci fungsi adaptasi eksternal dan fungsi
internal budaya organisasi seperti dalam tabel berikut :

Creemers and Raynold (1993) membedakan fungsi budaya organisasi menjadi (1)
memberikan rasa identitas kepada anggota organisasi, (2) memunculkan
komitmen terhadap misi organisasi, (3) membimbing dan membentuk standar
prilaku anggota organisasi, dan (4) meningkatkan stabilitas sistem sosial.
Sementara Robbins (2005) mengemukakan tentang fungsi budaya dalam
organisasi menjadi lima fungsi yaitu :
1. Budaya memiliki suatu peran batas-batas tertentu yaitu budaya
menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.
2. Budaya menyampaikan rasa identitas kepada anggota-anggota organisasi
3. Budaya mempermudah penerusan komitmen hingga mencapai batasan
yang lebih luas, melebihi batasan ketertarikan individu
4. Budaya mendorong stabilitas sistem sosial. Budaya merupakan suatu
ikatan sosial yang membantu mengikat kebersamaan organisasi dengan
menyediakan standar-standar yang sesuai mengenai apa yang harus
dikatakan dan dilakukan karyawan
5. Budaya sebagai pembentuk rasa dan mekanisme pengendalian yang
memberikan panduan dan bentuk prilaku serta sikap karyawan.
Dalam organisasi, seringkali terjadi pembandingan antara budaya yang
kuat dan budaya yang lemah. Alasan ini seringkali memiliki dampak yang lebih
besar terhadap sikap karyawan dan lebih tertuju langsung untuk mengurangi
keluar masuknya karywan. Dalam hal ini, Robbins menjelaskan bahwa budaya
yang kuat selalu ditandai oleh nilai-nilai inti organisasi yang dipegang kukuh dan
disepkati secara luas. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-
nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap nilai-nilai tersebut, maka
budaya tersebut akan semakin kuat. Sejalan dengan definisi ini, suatu budaya yang
kuat jelas sekali memiliki pengaruh yang besar dalam sikap anggota organisasi
dibandingkan dengan budaya yang lemah.
Hasil spesifik dari suatu budaya yang kuat adalah keluar masuknya pekerja
yang rendah. Suatu budaya yang kuat akan memperlihatkan kesepakatan yang
tinggi mengenai tujuan organisasi diantara anggota-anggotanya. Kebulatan suara
terhadap tujuan akan membentuk keterikatan, kesetiaan, dan komitmen organisasi.
Kondisi ini selanjutnya akan mengurangi kecendrungan karyawan untuk keluar
dari organisasi.
Karakteristik Budaya Organisasi
O’Reilly dan Jehn dalam Soetopo (2010) mengemukakan tujuh
karakteristik utama yang menjadi inti dari suatu organisasi, yaitu :
1. Innovation and risk taking, yaitu derajat sejauh mana pekerja didorong
untuk inovatif dan berani mengambil resiko
2. Attention to detail,yaitu derajat seajuh mana para pekerja diharapkan
menunjukkan presisi, analisis, dan perhatian pada detail-detail
3. Outcome orientation, yaitu sejauh mana pimpinan berfokus pada hasil,
bukan pada teknis dari proses yang dipakai untuk menjadi hasil
4. People orientation, yaitu sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang dalam fungsi budaya
organisasi menjadi inti dari suatu budaya organisasi.
5. Team orientation, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan atas
dasar tim kerja daripada individu.
6. Aggressiveness, yaitu sejaunmana orang-orang dalam organisasi bersifat
agresif dan kompeteitif
7. Stability, yaitu sejauh mana aktifitas organisasi menekankan pemeliharaan
status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.

Masing-masing karakteristik diatas bergerak pada suatu kontinuitas dari


rendah hingga ke tinggi. Menilai suatu organisasi dengan ketujuh karakter ini
akan menghasilkan gambaran mengenai budaya organisasi tersebut. Gambaran
tersebut kemudian menjadi dasar untuk perasaan saling memahami yang dimiliki
anggota organisasi mengenai organisasi mereka, bagaimana segala sesuatu
dikerjakan berdasarkan pengertian bersama tersebut, dan cara-cara anggota
organisasi seharusnya bersikap (Robbins, 2005;486).
Klasifikasi Budaya Organisasi
Dalam mempelajari budaya organisasi, terdapat empat pendekatan
menurut Robert dan Hunt dalam Soetopo (2010). Keempat pendekatan itu antara
lain : (1) beberapa sarjana memandangnya sebagai asumsi bersama, keyakinan
dan nilai-nilai dalam organisasi dan kelompok kerja, (2) kelompok kedua tertarik
dengan mitos, cerita, dan bahasa sebagai manifestasi budaya, (3) memandang tata
cara dan seremonial sebagai manifestasi budaya, dan (4) mempelajari interaksi
antar anggota dan symbol-simbol. Sedangkan Schein membaginya kedalam tiga
dimensi budaya yaitu : (1) artefak dan kreasi berupa teknologi, seni, pola prilaku
yang dapat dilihat dan didengar. Terlihat oleh mata tetapi sering tidak dapat
diartikan dan diuraikan, (2) nilai, dapat diuji dalam lingkungan fisik, dapat diuji
hanya oleh konsensus social. Tingkat yang lebih tinggi mengenai kesadaran,
(3) asumsi dasar, yaitu menegnai hubungan manusia-lingkungan, hakikat dasar
manusia, hakikat hubungan manusia.
Sedangkan Hellriegel dan Slocum dalam Soetopo (2010) mengajukan
kerangka klasifikasi budaya organisasi sebagai berikut :

Sumbu vertical mencerminkan orientasi pengawasan yang relative


normal, jarak dari mantap ke fleksibel. Sumbu horizontal mencerminkan fokus
relative terhadap perhatian, jarak dari fungsi internal ke fungsi eksternal. Sudut-
sudut dari empat persegi mewakili empat tipe murni dari budaya organisasi yaitu
birokratik, clan, entrepreneurial dan pasar.
1. Budaya Birokratik. Suatu organisasi dengan karyawan yang mempunyai
formalisasi nilai peraturan standar prosedur operasi dan koordinasi
hierarkis. Perhatian jangka panjang dalam birokrasi, efisiensi, dan
stabilitas dapat diperkirakan. Karyawannya mempunyai standar nilai yang
tinggi terhadap pelayanan pelanggan. Manajer memandang peran mereka
sebagai koordinator yang baik, organisator dan memperkuat standard dan
aturan tertulis.
2. Budaya Clan, mempunyai atribusi tradisi, kesetiaan, komitmen pribadi,
sosialisasi ekstensif, tim kerja, manajemen diri dan pengaruh social.
Komitmen individual jangka panjang pada organisasi diganjar dengan
komitmen jangka panjang organisasi terhadap karyawan.
3. Budaya entrepreneurial, menunjukkan tingkat pengambilan resiko yang
tinggi, dinamis dan kreatifitas. Ada komitmen terhadap eksperimentasi,
inovasi. Budaya ini tidak hanya cepat bereaksi terhadap perubahan
lingkungan, tetapi menciptakan perubahan.
4. Budaya Pasar. Nilai yang akan dicapai terukur, dan karyawan dituntut
untuk mencapai sasaran, terutama yang berbasis financial dan pasar.
Menciptakan dan Mempertahankan Budaya
Suatu budaya dalam organisasi tidak muncul begitu saja. Bila sudah
terbentuk mantap, budaya tidak akan menghilang begitu saja. Kekuatan apa yang
mempengaruhi pembentukan suatu budaya? Apa yang akan mengukuhkan dan
mempertahankan kekuatan tersebut bila kekuatan tersebut sudah berada pada
posisinya. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita dapat melihat
dari konsep tentang bagaimana suatu budaya berawal.
Kebiasaan, tradisi, dan cara-cara umum dalam mengerjakan sesuatu yang
sudah ada dalam suatu organisasi berkaitan erat dengan apa yang telah dilakukan
sebelumnya dan dnegan tingkat keberhasilan organisasi tersebut dengan upaya-
upayanya. Dengan demikian sumber utama budaya organisasi tersebut adalah para
pendirinya (Robbins, 2005; 492)
Para pendiri organisasi secara tradisional memiliki pengaruh yang dalam
membentuk budaya awal. Mereka memiliki visi bagaimana wujud organisasi
tersebut. Mereka tidak dibatasi oleh kebiasaan-kebiasaan dalam menegrjakan
sesuatu atau ideologi-ideologi sebelumnya. Pemberian karakter terhadap
organisasi-organisasi baru dengan ruang lingkup yang masih kecil, mempermudah
para pendiri dalam menerapkan visinya pada keseluruhan anggota organisasi.
Dikarenakan para pendiri tersebut memiliki ide yang masih asli, mereka juga
biasanya memiliki bias tentang cara bagaimana ide-ide tersebut bisa terpenuhi.
Budaya organisasi dihasilkan dari interaksi antara bias dan asumsi para pendiri
dengan apa yang dipelajari selanjutnya oleh anggota awal organisasi dari
pengalaman mereka sendiri.
Bila suatu budaya sudah berlaku dalam suatu organiasi, praktik-praktik
dalam organisasi berfungsi untuk menjaga budaya tersebut dengan cara
mengekspos karyawan agar memiliki pengalaman yang serupa (Robbins, 2005;
493). Untyk dapat menjaga budaya tersebut agar tetap hidup, ada tiga kekuatan
yang memainkan peran penting dalam mempertahankannya. Ketiga kekuatan itu
adalah :
1. Praktek-praktek seleksi.
Tujuan yang jelas dari proses seleksi adalah untuk mengidentifikasi dan
mempekerjakan individu-individu yang memiliki wawasan, keterampilan, dan
kemampuan dalam melakukan pekerjaan untuk keberhasilan pekerjaan. Tetapi
biasanya, akan terdapat lebih dari seorang kandidat yang dapat memenuhi
persyaratan dari pekerjaan yang ditawarkan. Keputusan akhir mengenai siapa
yang akan dipekerjakan sangat dipengaruhi oleh penilaian pembuat keputusan,
yaitu seberapa bagus kandidat-kandidat tersebut memiliki kesesuaian dengan
organisasi. Calon pekerja yang memiliki konflik antara nilai-nilai yang mereka
miliki dengan nilai-nilai yang ada dalam organisasi dapat memilih untuk keluar
dari proses pelamaran pekerjaan. Penyeleksian menjadi semacam jalan dua jalur
yang memeberi kesempatan kepada pihak yang mempekerjakan dengan pihak
yang melamar pekerjaan untuk membatalkan ikatan jika terdapat ketidaksesuaian.
Dalam hal ini, proses seleksi mejaga suatu budaya organisasi dengan cara
membuang individu-individu yang mungkin saja menyerang atau menyepelekan
budaya organisasi tersebut.
2. Tindakan-tindakan manajemen (manajemen puncak)
Tindakan manajemen puncak juga memiliki dampak utama terhadap budaya
organisasi. Para eksekutif membentuk norma-norma penyaring yang menyeluruh
didalam organisasi melalui apa yang mereka katakan dan mereka lakukan. Apakah
pengambilan resiko lebih mereka kehendaki, seberapa besar keleluasaan yang
harus diberikan manajer terhadap bawahannya, seragam apa yang dipakai,
tindakan apa yang harus dilakukan untuk kenaikan gaji, promosi, dan
penghargaan-penghargaan lainnya, dan lain sebagainya.
3. Metode sosialisasi
Bagaimanapun bagusnya pelaksanaan penerimaan dan penyeleksian pegawai baru
yang dilakukan oleh organisasi, karywan-karyawan baru tidaklah sepenuhnya
terdoktrin dengan budaya organisasi tersebut. Hal ini dikarenakan mereka belum
terbiasa dengan budaya organisasi tersebut. Karyawan-karyawan baru memiliki
kecendrungan untuk mengganggu kepercayaan dan kebiasaan yang sudah berlaku.
Dengan demikian, organisasi perlu membaantu karyawan baru tersebut dalam
beradaptasi dengan budaya mereka. proses adaptasi ini disebut sosialisasi.
Tahap sosialisasi yang paling penting adalah ketika karyawan baru masuk ke
dalam organisasi. Tahap ini merupakan saat-saat dimana organisasi berusaha
untuk membentuk karakter orang luar yang baru masuk mejadi karyawan dengan
cara “penempatan diri yang baik”. Karyawan-karywan yang gagal mempelajari
prilaku peran yang penting akan beresiko dicap tidak dapat bekerjasama, atau
dianggap sebagai pemberontak dan pada akhirnya akan diberhentikan.
Sosialisasi dapat di konsepkan sebagai suatu proses yang terdiri dari tiga tahap
yaitu kedatangan, orientasi dan metamorphosis. Tahap pertama mengarah pada
semua pembelajaran yang dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dengan
organisasi. Pada tahap kedua, karyawan baru berusaha mencari seperti apa
organisasi tersebut dan membandingkan keadaan yang diharapkan dengan realita
yang mungkin saja berbeda. Pada tahap ketiga muncul dan berlaku perubahan
yang relative bertahan lama. Proses dengan ketiga tahap ini berpengaruh terhadap
produktivitas kerja dan komitmen karyawan baru terhadap tujuan organisasi dan
keputusan mereka untuk bergabung dengan organisasi (Robbins, 2005; 495)
Proses sosialisasi ini dapat digambarkan sebagai berikut :

B. IKLIM ORGANISASI
Owens (1991) menyatakan bahwa “organizational climate is the study of
perceptions that individual have of various aspect of the environment in the
organization”. Dengan demikian pengkajian iklim organisasi dapat dilakukan
dengan menggali data dari persepsi individu yang ada dalam organisasi. Taguiri
dan Litwin dalam Soetopo (2010) mengartikan iklim organisasi adalah suatu
kualitas lingkungan internal organisasi yang dialami oleh anggotanya,
mempengaruhi prilakunya dan dapat dideskripsikan dengan nilai-nilai
karakteristik organisasi. Dengan penegrtian ini, Miner (1998) menyarikan aspek-
aspek definisi iklim organisasi sebagai berikut :
1. Iklim organisasi berkaitan dengan unit yang besar yang mengandung cirri
karakteristik tertentu.
2. Iklim organisasi lebih mendiskripsikan suatu unit organisasi daripada
menilainya.
3. Iklim organisasi berasal dari praktik organisasi, dan
4. Iklim organiasasi mempengaruhi prilaku dan sikap aggota organisasi.
Dalam kaitannya dengan iklim organisasi, Steers dalam Soetopo (2010)
menyatakan bahwa iklim organisasi dapat dilihat dari dua sisi pandang yaitu (1)
iklim organisasi dilihat dari persepsi para anggota terhadap organisasinya, (2)
iklim organisasi dilihat dari hubungan antara kegiatan-kegiatan organisasi dan
perilaku manajemennya.
Klasifikasi Iklim Organisasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Halpin (1971) yang
menggunakan Organizational Climate Description Quesionare (OCDC), terdapat
enam klasifikasi iklim organiasi yaitu :
1. Open Climate yang menggambarkan tentang situasi dimana anggota
organisasi merasa senang untuk bekerja, saling kerjasama serta adanya
keterbukaan.
2. Outonomous Climate yaitu situasi dimana adanya kebebasan, adanya
peluang kreatif, sehingga para anggota memiliki peluang untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka.
3. The Controlled Climate yang ditandai adanya penekanan atas prestasi
dalam mewujudkan kepuasan kebutuhan social, setiap orang bekerja keras
serta kurangnya hubungan antar sesama anggota
4. The Familiar Climate yaitu adanya rasa kesejawatan tinggi antara
pimpinan dan anggota
5. The Paternal Climate yang bercirikan adanya pengontrolan pimpinan
terhadap anggota, dan
6. The Closed Climate yang ditandai suatu situasi rendahnya kepuasan dan
prestasi tugas serta kebutuhan social para anggota, pimpinan sangat
tertutup terhadap para anggotanya.
Dari keenam klasifikasi iklim organisasi berdasarkan OCDC tersebut,
Halpin kemudian mengelompokkan iklim organiasasi secara garis besar menjadi
dua yaitu open climate dan closed climate. Pengklasifikasian ini bukanlah
pemilahan secara diskrit tetapi merupakan kontinum dari terbuka sampai kepada
tertutup. Pertanyaanya adalah apakah kecendrungan terbuka atau tertutupnya
iklim organisasi akan diikuti oleh makin tinggi atau rendahnya keefektifan
organisasi? Hal inilah yang perlu dikaji secara empirik dilapangan.
Hasil penelitian Miner ini sebagaimana dikutip dalam Soetopo (2010)
menunjukkan bahwa manajer yang bekerja dalam iklim organisasi terbuka
menunjukkan pekerjaan yang lebih baik daripada manajer yang bekerja dalam
iklim organisasi yang tertutup. Hoy and Miskel (2005) mengemukakan bahwa
organisasi yang memiliki situasi kerja dengan iklim terbuka menunjukkan tingkat
kepercayaan dan keefektifan lebih tinggi daripada menggunakan iklim tertutup.
Lebih lanjut, Hoy and Miskel mengatakan bahwa pemimpin yang memperoleh
dukungan (support) tinggi menggambarkan iklim kelompok yang favorable,
sementara pemimpin yang memperoleh dukungan rendah menggambarkan iklim
kelompok yang kurang favorable.
Dalam kaitannya dengan kualitas hubungan antara pemimpin dan
bawahan—yang menggambarkan iklim organisasi—penelitian Fiedler dalam
Owens (1991) menemukan bahwa jika hubungan antara pemimpin dan bawahan
baik (misalnya, pemipin menghargai, mempercayai dan disenangi), maka pemipin
akan lebih mudah memberikan pengaruh dan otoritas daripada jika hubungan
pemimpin dan bawahan tidak baik (misalnya, pemimpin tidak mengahrgai, tidak
disenangi, dan kurang percaya kepada bawahan).
Berdasarkan paparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin
yang menggunakan orientasi hubungan kemanusiaan akan lebih menopang iklim
organisasi yang terbuka (member kepercayaan, menghargai) daripada pemimpin
yang menggunakan otorientasi tugas.
Halpin sebagaimana dikutip Soetopo (2010) membagi komponen iklim organisasi
berdasarkan karakteristik kelompok sebagai berikut :
1. Disengagement atau ketidakikutsertaan, yaitu suatu kadar dimana staf atau
bawahan cenderung tidak terlibat dan tidak commite terhadap pencapaian
tujuan organisasi.
2. Hindrance atau halangan, yaitu mengacu pada perasaan para staf bahwa
pimpinan membebani mereka dengan tugas yang memberatkan pekerjaan
mereka.
3. Esprit atau semangat, yaitu mengacu pada semangat kerja karena
terpenuhinya kebutuhan social dan rasa punya prestasi dalam pekerjaan.
4. Intimacy atau keintiman, yaitu kadar kekohesifan antar staf dalam
organisasi.
Sedangkan berdasarkan kategori prilaku pemimpin sebagai berikut :
1. Aloofness atau keberjarakan, yaitu menggambarkan kadar prilaku
pemimpin yang formal dan impersonal yang menunjukkan jarak social
dengan staf.
2. Production Emphasis atau penekanan pada hasil yaitu mengacu pada
prilaku pemimpin agar staf bekerja keras, misalnya dengan pengawasan
ketat, direktifdan menuntut hsil maskimal.
3. Thrust atau rasa yakin, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin yang
ditandai kerja kerasnya agar dicontoh oleh staf.
4. Consideration atau perhatian, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin
dengan memperlakukan staf secara manusiawi sesuai dengan martabatnya
(Owens, 1991; Halpin, 1971)

Penelitian Iklim Organisasi


Berdasarkan hasil penelitian Halpin dan Croft tentang iklim organisasi
yang dilakukan pada 71 sekolah dasar yang ada di 6 wilayah Amerika Serikat
sebagaimana dikutip dalam Soetopo (2010), dapat digambarkan mengenai enam
iklim organisasi, yaitu :
1. The Open Climate
The Open Climate menggambarkan suatu situasi dimana para anggota
senang sekali Esprit yang tinggi. Guru-guru bekerja bersama dengan baik tanpa
cekcok dan keluhan (Disengagement rendah). Mereka tidak dibebani oleh
menggunungnya kerja sibuk atau oleh laporan-laporan rutin; kebijakan kepala
sekolah mempermudah pemenuhan guru akan tugas-tugasnya (Hindrance rendah).
Pada intinya, semua anggota kelompok mempunyai hubungan yang
menyengangkan satu sama lain, tetapi mereka tidak terlalu memerlukan
tingkat Intimacy yang tinggi. Guru mencapai kepuasan kerja yang cukup tinggi,
dan cukup terdorong untuk mengatasi kesulitan dan frustasinya. Mereka
memperoleh insentif untuk menegrjakan sesuatu dan membuat organisasi
“berjalan”. Guru merasa bangga dengan sekolah itu.
Prilaku kepala sekolah merupakan integrasi antara kepribadiannya dan
peranan yang ia mainkan sebagai kepala sekolah. Dalam hal ini prilakunya dapat
dipandang sebagai asli. Dia tidak hanya memberikan contoh dengan bekerja keras
(Trust tinggi), tetapi bergantung situasi ia dapat juga mengkritik tindakan guru-
guru atau keluar dari kebiasaan untuk membantu guru-guru
(Consideration tinggi). Ia mempunyai fleksibilitas untuk melakukan control dan
mengarahkan aktivitas orang lain atau menunjukkan pemuasan kebutuhan social
guru-guru secara individual. Ia tidak menyendiri, ia tidak membuat peraturan dan
prosedur yang membuat tidak fleksibel dan tidak mempribadi. Ia tidak
menekankan pada produksi, ia tidak memonitor aktivitas guru secara ketat, karena
guru-guru bekerja dengan mudah dan bebas. Ia tidak melakukan semuanya karena
ia memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan kepemimpinan yang muncul
dari guru (Production Empahsis rendah).
2. The Outonomous Climate
Wujud kerja dari iklim organisasi ini adalah hamper bebas sempurna,
bahwa kepala sekolah memberikan kepada guru-guru agar memberikan interaksi
untuk strukturnya sendiri sehingga mereka dapat menemukan cara dalam
kelompok untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan social mereka. skor-skornya
lebih kepada pemuas kebutuhan social daripada ke pencapaian tugas (relative skor
tinggi pada Esprit dan Intimacy).
Jika guru-guru berada pada situasi orientasi tugas, mereka mencapai
tujuan dengan mudah dan cepat (Disengagement rendah). Ada tekanan minoritas
terhadap kelompok, tetapi stratifikasi yang ada pada angggota kelompok tidak
menghalangi kelompok sebagai keseluruhan dari bekerja sama dengan baik. Guru-
guru bekerja bersama dengan baik dan melaksanakan tugas-tugas organisasi.
Guru-guru tidak dibebani oleh tugas-tugas administrative, dan mereka
tidak mengeluh untuk membuat laporan-laporan. Kepala sekolah menyusun
prosedur dan tata aturan untuk mempermudah pelaksanaan tugas guru. Guru-guru
tidak lari ke kepala sekolah setiap memerlukan peralatan mengajar, control yang
memadai ditetapkan untuk menggambarkan tugas kepala sekolah dan guru-guru
(Hindrance rendah) semangat kerja tinggi karena adanya pemuasan kebutuhan
social yang diterima oleh guru-guru.
Kepala sekolah memberikan Thrust untuk organisasi dengan memberikan
contoh dan dengan kerja keras. Ia mempunyai fleksibilitas pribadi baik untuk
control maupun untuk kesejahteraan guru-guru. Iklim ini bercirikan skor relative
tinggi pada Esprit dan Intimacy,
Disengagement rendah, Hindrance rendah, Aloofeness tinggi, Production
Emphasis rendah dan Consideration menengah.
3. The Controlled Climate
Iklim ini ditandai dengan tekanan pada prestasi dalam mewujudkan
kepuasan kebutuhan social. Setiap orang bekerja keras, dan sedikit waktu untuk
berhubungan dengan sesama atau untuk menyimpang dari control dan arah yang
telah ditetapkan. Iklim ini terlalu memberi bobot pada prestasi tugas dan keluar
dari kepuasan kebutuhan social. Namun demikian selama semangat tinggi
(Esprit), iklim ini dapat diklasifikasikan lebih Opened daripada Closed.
Iklim ini
bercirikan Disengagement rendah, Hindrance tinggi, Intimacy rendah, Production
Emphasis tinggi, Consideration rendah dan Thrust menengah.
4. The Familiar Climate
Keistimewaan iklim ini adalah kesejawatan yang tinggi, baik kepala
sekolah maupun guru. Pemuasan kebutuhan social sangat tinggi , sementara
sebaliknya kecil sekali control atau arahan kegiatan kelompok untuk mencapai
tujuan.
Iklim ini bercirikan Disengagement yang
tinggi, Hindrance rendah, Intimacy tinggi, Concideration tinggi, Aloofness rendah
dan Production Emphasis rendah.
5. The Paternal Climate
Iklim ini bercirikan usaha yang tidak efektif dari kepala sekolah untuk
mengontrol guru-guru, termasuk untuk memuaskan kebutuhan sosialnya.
Pertimbangan mereka, prilakunya tidak asli dan dipersepsi oleh guru sebagai tidak
memotivasi. Iklim ini tentu saja Closed. Ciri lainnya
adalah Hindrance rendah, Intimacy rendah, Esprit rendah, sangat bertentangan
dengan Aloofeness, menekankan Production Emphasis, tetapi tidak ada satupun
yang dilaksanakan.
6. The Closed Climate
Iklim ini ditandai oleh suatu situasi dimana anggota kelompok mencapai
sedikit kepuasan dalam prestasi tugas atau kebutuhan social. Pendeknya, kepala
sekolah tidak efektif dalam mengarahkan aktifitas para guru, pada waktu yang
sama ia cenderung mencari kesejahteraan pribadi mereka.
Guru-guru tidak diikut sertakan dan tidak bekerja sama dengan baik,
akibatnya prestasi kelompok menjadi minimal. Untuk mencapai prestasi, usaha
guru adalah meelngkapi berbagai laporan dan mengerjakan tugas-tugas rumah.
Kepala sekolah tidak mendorong pelaksanaan tugas-tugas guru. Kepala sekolah
sangat Aloof (mengasingkan diri) dan impersonal dalam mengontrol dan
mengarahkan aktifitas guru-guru. Ia menekankan produksi dan sering mengatakan
“kita harus bekerja keras”, tetapi kata-katanya keras karena ia sendiri
mempunyai Thrust yang rendah dan ia tidak memotivasi guru-guru dengan
menunjukkan contoh yang baik. Dalam hal ini, ia tidak asli dalam tindakannya,
tidak peduli dengan kebutuhan social guru-guru dan seperti tidak membuat
pertimbangan.
Kata-kata “marilah bekerja keras” menjadi “kamu bekerja keras”. Ia berharap
orang lain membuat inisiatif, lagipula ia tidak member kebebasan kepada gur-
guru. Ia sendiri tidak memberikan kepemimpinan yang memadai kepada
kelompok. Dengan demikian guru-guru memandangnya tidak asli; mereka
memandangnya sebagai seorang yang penuh kepalsuan.

III. PENUTUP
Organisasi sebagai wadah tempat berkumpulnya individu untuk mencapai
tujuan-tujuannya sangat bergantung pada bagaimana individu-individu yang ada
didalamnya memiliki asumsi, prilaku dan keyakinan terhadap organisasi. Budaya
dan iklim organisasi menjadi variabel yang sangat menentukan dalam pencapaian
tujuan organisasi yang efektif dan efisien.
Budaya organisasi haruslah dibentuk dengan memperhatikan aspek-aspek
yang menjadi nilai-nilai positif bagi keberlangsungan pencapaian tujuan
organisasi. Budaya yang sudah terbentuk ini kemudian harus mampu
dipertahankan oleh organisasi tentunya melalui orang-orang yang ada dalam
organisasi. Proses-proses yang berlangsung dalam organisasi sangat
mempengaruhi keberadaan budaya organisasi. Semakin banyak orang-orang
dalam organisasi yang memegang teguh budaya yang sudah dibentuk, maka
budaya itu akan menajdi semakin kuat. Demikian pula sebaliknya.
Hal lain yang penting dalam keberlangsungan sebuah organisasi adalah
iklim organisasi. Iklim organisasi merupakan suatu kondisi atau cerminan dari
budaya yang terbentuk. Ketika iklim organisasi tidak kondusif maka dapat
dipastikan kepuasan kerja ataupun tujuan lain yang ingin dicapai oleh organisasi
akan sulit diwujudkan. Maka seorang pemimpin dalam sebuah organisasi harus
mampu menjaga atau mengkondisikan iklim organisasi agar selalu kondusif demi
terwujudnya tujuan yang sudah ditentukan organisasi.
3. PENGORGANISASIAN KEGIATAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT

Kepala ruangan bertanggung jawab untuk mengorganisasi kegiatan asuhan


keperawatan di unit kerjanya untuk mencapai tujuan pengorganisasian, pelayanan
keperawatan di ruangan meliputi :

A. Kepala Ruangan :
1. Perencanaan
a. Menunjuk ketua tim akan bertugas di ruangan masing- masing
b. Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya
c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi, persiapan pulang
bersama ketua tim
d. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan
kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/ penjadwalan
e. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
f. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis
yang dilakukan, program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
g. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan
h. Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan
i. Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai askep
j. Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
k. Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk
l. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
m. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan
n. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit

2. Pengorganisasian
a. Merumuskan metode penugasan yang digunakan
b. Merumuskan tujuan metode penugasan
c. Metode rincian tugas ketua tim dengan anggota tim secara jelas
d. Membuat rentang kendali kepala ruang membawahi 2 katim dan 2 katim
membawahi 2- 3 perawat
e. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas,
mengatur tenaga yang ada setiap hari, dll
f. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
g. Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
h. Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak berada di tempat, kepada ketua
tim
i. Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien
j. Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
k. Identiikasi masalah dan cara penanganan
3. Pengarahan
a. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
b. Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik
c. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
d. Menginformasikan hal- hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan
askep pasien
e. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
f. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya
g. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain
4. Pengawasan
a. Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan katim
maupun pelaksana mengenai askep yang diberikan kepada pasien
b. Melalui supervise
 Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan
langsung secara lisan dan memperbaiki/ mengawasi kelemahan- kelemahan yang
ada saat itu juga.
 Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir ketua tim. Membaca
dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah
proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan katim
tentang pelaksanaan tugas.

B. Supervisi :
Tugas-tugas rutin yang harus dilakukan oleh supervisor setiap hari (Bittel,1987),
sbb:
1. (15-30’) sebelum pertukaran Shift
a. Mengecek kecukupan fasilitas/peralatan/sarana untuk hari itu.
b. Mengecek jadwal kerja
2. (15-30’) pada waktu mulai Shift
a. Mengecek personil yang ada.
b. Menganalisa keseimbangan tenaga.
c. Mengatur pekerjaan.
d. Mengidentifikasikan kendala yang muncul.
e. Mencari alternatif penyelesaian masalah supaya dapat diselesaikan.
3. (6-7 jam ) sepanjang hari.
a. Mengecek pekerjaan setiap perawat, mengarahkan, mengintruksi, mengoreksi
atau memberi latihan sesuai kebutuhan
b. Mengecek kemajuan pekerjaan.
c. Mengecek pekerjaan rumah tangga.
d. Mengecek personil, kenyamanan kerja terutama personil baru.
e. Berjaga di tempat bila ada pertanyaan, permintaan bantuan lain-lain.
f. Mengatur jam istirahat perawat.
g. Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul pada saat itu dan mencari cara
memecahkannya.
h. Mengecek kembali kecukupan alat/fasilitas/sarana sesuai kondisi operasional.
i. Mencatat fasilitas/sarana yang rusak kemudian melaporkannya.
j. Mengecek kecelakaan kerja.
k. Menyiapkan laporan mengenai pekerjaan secara rutin
4. (15-30’) sekali dalam sehari
a. Mengobservasi satu personil atau aneka kerja secara kontinyu untuk 15’
b. Melihat dengan seksama hal-hal yang mungkin terjadi, seperti keterlambatan
pekerjaan, lamanya mengambil barang, kesulitan pekerjaan, dll.
5. Sebelum pulang
a. Membuat daftar masalah yang belum terpecahkan dan berusaha untuk
memecahkan keesokan harinya.
b. Pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari dengan mengecek
hasilnya, kecukupan material dan peralatannya.
c. Melengkapi laporan harian.
d. Membuat daftar pekerjaan untuk keesokan harinya

C. Ketua Tim :
1. Perencanaan:
a. Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya bersama kepala ruangan.
b. Bersama kepala ruangan melakukan pembagian tugas untuk anggota
tim/pelaksana.
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan.
d. Menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan asuhan keperawatan.
e. Memberi pertolongan segera pada pasien dengan masalah kedaruratan.
f. Melakukan ronde keperawatan bersama kepala ruangan.
g. Mengorientasikan pasien baru.
h. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
2. Pengorganisasian dan ketenagaan:
a. Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan tim.
b. Bersama kepala ruangan membuat rincian tugas untuk anggota tim/pelaksana
sesuai dengan perencanaan terhadap pasien yang menjadi tanggung jawabnya
dalam pemberian asuhan keperawatan.
c. Melakukan pembagian kerja anggota tim/ pelaksana sesuai dengan tingkat
ketergantungan pasien.
d. Melakukan koordinasi pekerjaan dengan tim kesehatan lain.
e. Mengatur waktu istirahat untuk anggota tim/ pelaksana.
f. Mendelegasikan tugas pelaksanaan proses keperawatan kepada anggota
tim/pelaksana.
g. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.
3. Pengarahan:
a. Memberi pengarahan tentang tugas setiap anggota tim/ pelaksana.
b. Memberikan informasi kepada anggota tim/ pelaksana yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan.
c. Melakukan bimbingan kepada anggota tim/ pelaksana yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan.
d. Memberi pujian kepada anggota tim/ pelaksana yang melaksanakan tugasnya
dengan baik, tepat waktu, berdasarkan prinsip, rasional dan kebutuhan pasien.
e. Memberi teguran kepada anggota tim/pelaksana yang melalaikan tugas atau
membuat kesalahan.
f. Memberi motivasi kepada anggota tim/pelaksana.
g. Melibatkan anggota tim/ pelaksana dari awal sampai dengan akhir kegiatan.
h. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.
4. Pengawasan:
a. Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan anggota tim/ pelaksana asuhan keperawatan kepada pasien.
b. Melalui supervisi: melihat/ mengawasi pelaksanaan asuhan
keperawatan dan catatan keperawatan yang dibuat oleh anggota tim/ pelaksana
serta menerima/ mendengar laporan secara lisan dari anggota tim/pelaksana
tentang tugas yang dilakukan.
c. Memperbaiki, mengatasi kelemahan atau kendala yang terjadi
pada saat itu juga.
d. Melalui evaluasi:
Mengevaluasi kinerja dan laporan anggota tim/ pelaksana dan membandingkan
dengan peran masing-masing serta dengan rencana keperawatan yang telah
disusun.
e. Penampilan kerja anggota tim/ pelaksana dalam melaksanakan
tugas.
f. Upaya peningkatan kemampuan, keterampilan dan sikap.
g. Memberi umpan balik kepada anggota tim/ pelaksana.
h. Mengatasi masalah dan menetapkan upaya tindak lanjut.
i. Memperhatikan aspek etik dan legal dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.
j. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

D. Perawat Pelaksana :
1. Melaksanakan serah terima setiap pergantian dinas yang mencakup pasien dan
peralatan.
2. Melakukan asuhan keperawatan pasien, meliputi :
 Mengkaji keadaan pasien
 Membuat rencana keperawatan
 Melakukan tindakan keperawatan
 Melakukan evaluasi
 Melakukan pencatatan / dokumentasi
3. Menyiapkan, memelihara, menyimpan alat agar siap pakai.
4. Merencanakan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah dan membuat
langkah/cara pemecahan masalah.
5. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana.
6. Melakukan dinas rotasi sesuai jadwal yang telah dibuat oleh kepala ruangan.
7. Memelihara lingkungan untuk kelancaran pelayanan.
8. Melaksanakan program orientasi kepada pasien tentang instansi kesehatan dan
lingkungannya, peraturan dan tata tertib yang berlaku, serta fasilitas yang ada dan
penggunaannya.
9. Menciptakan hubungan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarganya
maupun dengan anggota tim kesehatan.
10. Membantu merujuk pasien kepada petugas kesehatan lain yang lebih mampu
untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dapat ditanggulangi.
11. Mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh dokter penanggung jawab /
perawat kepala ruangan.
12. Menyiapkan pasien yang akan keluar, meliputi :
 Menyediakan formulir untuk penyelesaian administrasi, contoh : surat izin
pulang, surat keterangan sakit, petunjuk diit,resep obat jika perlu, surat
rujukan/pemeriksaan ulang, dan surat keterangan lunas membayar.
 Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarga sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan pasien, misal mengenai diit, pentingnya pemeriksaan
ulang di rumah sakit atau instansi kesehatan lain.
13. Mentaati peraturan yang telah ditetapkan rumah sakit.

URAIAN TUGAS BERDASARKAN STRUKTUR ORGANISASI


(IMPLEMENTASI SK MENKES 128 TAHUN 2004)
UPT. PUSKESMAS
Kepala Puskesmas

1. Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, bimbingan dan supervisi.


2. Mengadakan koordinasi di tingkat kecamatan.
3. Sebagai penggerak pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan.
4. Sebagai tenaga ahli pendamping Camat.
5. Mengkoordinir dan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan di puskesmas.

Koordinator Unit Tata Usaha

1. Merencanakan dan mengevaluasi kegiatan di unit TU


2. Mengkoordinir dan berperan aktif terhadap kegiatan di unit TU
3. Menggantikan tugas Kepala Puskesmas bila Kepala Puskesmas berhalangan
hadir

Keuangan

1. Melakukan perencanaan Keuangan


2. Merealisasikan Keuangan
3. Membuat pembukuan/penutupan kas.
4. Mengambil gaji dan dana operasional serta yang berkaitan dengan kesejahteraan
pegawai
5. Pencatatan dan Pelaporan
6. Membuat petikan daftar gaji
7. Menerima setoran dari masing-masing unit pelayanan
8. Mengkoordinir bendahara-bendahara di Puskesmas
9. Melakukan setoran perda ke kas daerah

UMUM

1. Rigistrasi Surat Masuk dan Keluar


2. Melanjutkan disposisi Pimpinan
3. Membuat konsep surat
4. Mengkoordinir kegiatan petugas bagian pengiriman semua laporan puskesmas.
5. Mengkoordinir kegiatan petugas bagian perbaikan sarana puskesmas
6. Mengarsipkan surat.
7. Melakukan kegiatan yang bersifat umum.
8. Mengkoordinir pembuatan spanduk yang bersifat umum

Kepegawaian

1. Membuat laporan kepegawaian (Absensi, bezzeting, DUK, lap.triwulan, tahunan


,dsb.)
2. Mengetik DP 3 yang sudah di isi nilai oleh Atasan Langsung
3. Mendata dan mengarsipkan file pegawai.
4. Mengusulkan cuti dan kenaikan pangkat
5. Mengusulkan tunjangan pegawai ( Penyesuaian Fungsional,Baju, Sepatu dan
lain-lain)
6. Membuat Model C
7. Merekap Absensi ( Ijin, Cuti, Sakit )
8. Membuat Absensi Mahasiswa/siswa yang praktek di Puskesmas
9. Membuat perencanaan untuk pengembangan kualitas SDM staf puskesmas
10. Menyusun daftar pembagian tugas untuk staf puskesmas dengan persetujuan
kepala puskesmas

Data dan Informasi

1. Sebagai pusat data dan informasi puskesmas.


2. Mengumpulkan dan mengecek laporan puskesmas sebelum dikirim ke dinas
kesehatan
3. Menyajikan laporan dalam bentuk visualisasi data (tabel,grafik,dll)
4. Mengidentifikasi masalah program dari hasil visualisasi data dan menyerahkan
hasilnya kepada coordinator perencanaan dan penilaian
5. Bersama-sama team data dan informasi menyusun semua laporan puskesmas
(PTP, minilok, Lap. Tahunan,Stratifikasi, dsb.)
6. Pencatatan dan pelaporan.

Perencanaan dan Evaluasi

1. Mengkoordinir kegiatan team perencanaan dan penilaian


2. Menyusun jadwal evaluasi kegiatan puskesmas secara kontinyu
3. Menyusun laporan hasil evaluasi dan perencanaan untuk selanjutnya diserahkan
kepada koord. data & informasi serta koord. program terkait
4. Mengarsipkan hasil kegiatan

Koordinator UPTF Upaya Kesehatan Masyarakat

1. Mengkoordinir dan bertanggung jawab dalam penyusunan perencanaan dan


evaluasi Kegiatan di unit P2M,PROM.KES, KIA/KB, GIZI dan KESLING
2. Mengkoordinir dan berperan aktif terhadap kegiatan di unitnya

Koordinator Unit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2M)

1. Menyusun perencanaan dan evaluasi kegiatan di unit P2M


2. Mengkoordinir dan berperan aktif terhadap kegiatan di unitnya.
3. Ikut secara aktif mencegah dan mengawasi terjadinya peningkatan kasus
penyakit menular serta menindak lanjuti terjadinya KLB.

Pemegang Program Surveilans


1. Berperan aktif secara dini melakukan pengamatan terhadap penderita, kesling,
perilaku masyarakat dan perubahan kondisi.
2. Analisis tentang KLB
3. Penyuluhan kesehatan secara intensif
4. Pencatatan dan pelaporan

Pemegang Program P2 Imunisasi


Bertanggung jawab dan mengkoordinir kegiatan sebagai
berikut :
1. Pelaksanaan Imunisasi Polio, Campak, HB, BCG, DPT pada bayi ditempat
pelayanan kesehatan ( Puskesmas,Posyandu dan pustu ).
2. Pelaksanaan Imunisasi TT pada BUMIL & WUS ditempat pelayanan kesehatan.
3. Penyuluhan imunisasi dan sweeping ke rumah target yang tidak datang ke
tempat pelayanan kesehatan.
4. Pelaksanaan BIAS di tiap SD oleh tim Puskesmas dan kader.
5. Pengambilan Vaksin ke Dikes Kab.Badung 2 kali sebulan.
6. Sterilisasi alat dan pemeliharaan Coldchain di Puskesmas atau Pustu.
7. Merencanakan persediaan dan kebutuhan vaksin secara teratur.
8. Monitoring / evaluasi PWS

Pemegang Program P2 Diare


1. Penyuluhan untuk memasyarakatkan hidup bersih dan sehat serta
memasyarakatkan oralit.
2. Kaporitisasi sumur-sumur dan sumber air sebanyak 2 kali se tahun.
3. Surveillance yaitu mengurangi dan menghindari kontak untuk mencegah
penyebaran kasus.
4. Pecatatan dan Pelaporan.
5. Penemuan dan pengobatan penderita diare di dalam maupun di luar gedung.
6. Aktif dalam penyelidikan KLB/peningkatan kasus

Pemegang Program P2 TBC

1. Penyuluhan tentang TBC serta kunjungan dan follow up ke rumah pasien


2. Pencatatan dan Pelaporan kasus
3. Penemuan secara dini penderita TBC
4. Pengobatan penderita secara lengkap
5. Koordinasi dengan petugas laboratorium terhadap penderita/tersangka TBC
untuk mencari BTA +

Pemegang Program P2 ISPA

1. Penyuluhan tentang ISPA


2. Penemuan secara dini penderita ISPA
3. Pengobatan penderita secara lengkap
4. Pencatatan dan Pelaporan kasus
Pemegang Program P2 Rabies

1. Pencatatan pasien yang digigit HPR ( Hewan Penular Rabies)


2. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) bagi pasien digigit anjing
3. Pengamprahan dan pencatatan pemakaian VAR
4. Pembuatan laporan pasien dan vaksin

Pemegang Program Promosi Kesehatan

1. Mengkoordinir dan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan promosi


kesehatan di wilayah kerja puskesmas.
2. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan promosi dilakukan bersama-
sama dengan coordinator program yang terkait.
3. Kegiatan dalam Gedung
a. Penyuluhan langsung kepada perorangan maupun kelompok penderita di
Puskesmas / Pustu
b. Penyuluhan tidak langsung melalui Media Poster / Pamflet
4. Kegiatan di luar Gedung
a. Penyuluhan melalui media masa, pemutaran Film, siaran keliling maupun
media tradisional.
b. Penyuluhan kelompok melalui posyandu dan sekolah.
5. Koordinator pelaksanaan PHBS
6. Koordinator pelaksanaan Bali Sehat
7. Pencatatan dan pelaporan

Pemegang Program JPKMM

1. Pendataan KK dan anggota Gakin


2. Penyusunan perencanaan dana operasional JPKMM
3. Pencatatan operasional dana JPKMM
4. Pelayanan kesehatan untuk anggota JPKMM
5. Penyuluhan tentang prosedur dan tata laksana pemanfaatankartu GAKIN
6. Pencatatan dan Pelaporan

Koordinator Unit KIA,KB, Gizi

1. Menyusun perencanaan dan evaluasi kegiatan di unit KIA,KB, Gizi, Kes. Anak,
Kes Remaja
2. Mengkoordinir dan berperan aktif terhadap kegiatan di unitnya.
3. Ikut secara aktif mencegah dan mengawasi terjadinya masalah dan memecahkan
masalah yang ada di unitnya.

Pemegang Program Kes. Ibu


1. Pemeliharaan kesehatan Ibu dari hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi,
anak balita dan anak pra sekolah sampai usia lanjut
2. Imunisasi TT 2 kali pada bumil dan imunisasi pada bayi berupa BCG, DPT,
polio dan Hb sebanyak 3 kali serta campak sebanyak 1 kali.
3. Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program
KIA, gizi dan perkembangan anak.
4. Pelayanan KB kepada semua PUS, dengan perhatian khusus kepada mereka
yang melahirkan anak berkali-kali karena termasuk golongan ibu beresiko tinggi
(resti).
5. Pengobatan bagi ibu untuk jenis penyakit ringan.
6. Kunjungan rumah untuk perkesmas, bagi yang memerlukan pemeliharaan,
memberi penerangan dan pendidikan kesehatan dan untuk mengadakan
pemantauan pada mereka yang lalai mengunjungi puskesmas serta meminta agar
mereka datang ke puskesmas lagi.
7. Pembinaan dukun bayi

Pemegang program Kes. Anak

1. Pengawasan dan bimbingan kepada Taman Kanak-Kanak


2. Pengobatan bagi bayi, anak balita dan anak pra sekolah untuk jenis penyakit
ringan.
3. Pemantauan/pelaksanaan DDTKA pada bayi, anak balita dan anak pra sekolah
4. Membuat laporan MTBS

Pemegang Program KB
1. Komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
2. Pelayanan Kontrasepsi
3. Pembinaan dan Pengayoman Medis kontrasepsi peserta KB
4. Pelayanan rujukan KB
5. Pencatatan dan Pelaporan

Pemegang Program Gizi


1. Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK).
a. Penimbangan Bayi & menginventaris jumlah dan
2. sarana posyandu
a. Pemetaan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)
b. Penggunaan ASI Ekslusif
c. Pengukuran LILA WUS
d. Penyuluhan UPGK
3. Penanggulangan Anemia Gizi Besi
a. Distribusi Tablet Fe
b. Distribusi Sirup Fe
c. Penyuluhan
d. Pengadaan Bahan dan Obat Fe
4. Penanggulangan GAKI
a. Monitoring Garan Beryodium
b. Koordinasi LS / LP
c. Penyuluhan
d. Pengadaan bahan Iodina Test
5. Penanggulangan Defisiensi Vit. A
a. Balita
b. Ibu Nifas
c. Penyuluhan
d. Pengadaan Obat
6. SKPG
a. PSG (Pengadaan blanko dan pelaksanaan PSG)
b. PKG
c. Koordinasi LS/LP
d. Pemetaan Kecamatan Rawan Pangan
e. Intervensi kasus gizi buruk/pemberian PMT
f. TBABS
7. Pengembangan Pojok Gizi (POZI)
8. Pembinaan dan Evaluasi

Pemegang Program Kesehatan Lingkungan

1. Menyusun perencanaan dan evaluasi di unit kesling


2. Mengurangi bahkan menghilangkan semua unsur fisik dan lingkungan yang
memberi pengaruh buruk terhadap kesehatan masyarakat melalui penyuluhan
kesling
3. Penyehatan air bersih.
4. Penyehatan pembuangan sampah.
5. Penyehatan lingkungan dan pemukiman.
6. Penyehatan pembuangan air limbah.
7. Penyehatan makana dan minuman.
8. Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum.
9. Pengawasan tempat pengelolaan pestisida.
10. Pelaksana perundangan di bidang kesehatan lingkungan.
11. Pembakaran sampah medis
12. Pencatatan dan pelaporan

Koordinator UPTF Upaya Kesehatan Perorangan


1. Menyusun perencanaan dan evaluasi kegiatan di unit dan ASKES
2. Mengkoordinir dan berperan aktif terhadap kegiatan di unitnya

Pemegang Program Pengobatan


1. Menentukan target sasaran serta merencanakan kebutuhan obat dengan gudang
farmasi
2. Melakukan tindakan pengobatan sesuai standar puskesmas sebagai pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
3. Merujuk pasien ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
4. Penemuan dan pencatatan kasus.
5. Menentukan kasus tertinggi di wilayah kerja (rekap kasus penyakit terbanyak)
6. Pencatatan dan pelaporan

Koordinator UPTF Jaring Pelayanan Puskesmas

1. Menyusun perencanaan dan evaluasi kegiatan di unit P3K,Pusling dan Pustu


2. Mengkoordinir dan berperan aktif terhadap kegiatan di unitnya

Koordinator Unit P3K

Mengkoordinir kegiatan P3K


Mempersiapkan semua kebutuhan, jadwal acara dan petugas P3K
Pencatatan dan pelaporan

Pemegang Program Usia lanjut

1. Pendataan usila
2. Kegiatan promotif dengan penyuluhan gizi, kes. dimasa tua, agama,dll ke
masyarakat dan kelompok usila
3. Senam kesegaran jasmani
4. Meningkatkan PSM dengan cara mengikut sertakan masyarakat dalam
perencanaan dan pelaksanaan
5. Kegiatan preventif dengan pemeriksaan berkala
6. Kegiatan pengobatan melalui pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
7. Kegiatan pemulihan untuk mengembalikan fungsi organ yang telah menurun
8. Pencatatan dan pelaporan

Pemegang Program Kesehatan Gigi dan Mulut


1. Menyusun perencanaan
2. Melaksakan UKGS dan UKGMD
3. Pelayanan berupa pemeriksaan, perawatan, pengobatan, penambalan,
pencabutan, pembersihan karang gigi serta rujukan gigi dan mulut serta rujukan
4. Pencatatan dan pelaporan

Pemegang Program Laboratorium

1. Mempersiapkan dan memeriksa sediaan serta menegakkan diagnosa (darah,


urine, tinja, sputum dan lepra)
2. Mengirimkan sediaan untuk diperiksa di tingkat pelayanan yang lebih tinggi
sesuai dengan sistem rujukan pelayan kesehatan.
3. Merencanakan kebutuhan bahan dalam setahun
4. Pemeriksaan khusus TB/cross check
5. Memeriksa sediaan yang dikirim dari BLK (pemantauan mutu eksternal)
6. Pencatatan dan pelaporan
Pemegang Program Gudang Obat

1. Merencanakan amprahan dan pengadaan obat serta pendistribusisan obat


2. Penerimaan, pengeluaran dan penyimpanan obat puskesmas maupun pustu
3. Pengecekan obat di puskesmas dan pustu (kerapian dan kebersihan gudang obat)
4. Penyuluhan cara pemakaian obat yang benar di puskesmas dan pustu
5. Pencatatan dan pelaporan

Koordinator Program Apotik


1. Melayani resep sesuai petunjuk serta mengatur kebersihan dan kerapian apotik
2. Penyuluhan langsung ke pasien tentang tata cara pemakaian obat
3. Pengecekan obat yang telah dikeluarkan/sensus harian obat
4. Pencatatan dan pelaporan

Anda mungkin juga menyukai