1. Bureaucratic
Desain organisasi birokrasi biasa disebut dengan line structures atau line
organization. Pengambilan keputusan dan kekuasaan dipegang oleh beberapa
orang dalam tingkat atas. Setiap orang yang memiliki beberapa kekuatan dan
otoritas yang bertanggung jawab untuk hanya beberapa orang. Ada banyak lapisan
departemen, dan komunikasi cenderung bergerak lambat pada jenis sistem ini.
Banyak orang yang telah mengenal struktur ini sehingga tidak sulit untuk
mengorientasikan seseorang ke dalam struktur ini. Dalam struktur ini, wewenang
dan tanggung jawab diatur dengan sangat jelas.
Masalah terkait struktur ini adalah kepatuhan terhadap rantai komando
komunikasi, yang membatasi komunikasi ke atas. Pemimpin yang baik
mendorong komunikasi ke atas untuk mengkompensasi kerugian. Namun, ketika
garis posisinya sudah jelas terdefinisi, keluar dari rantai komando komunisasi
dengan melakukan komunikasi ke atas biasanya tidak pantas.
Menurut Robbins (2007), birokrasi (bureaucracy) dicirikan dengan tugas-tugas
operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesialisasi, aturan dan ketentuan
yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam berbagai
departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan
pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando.
2. Ad Hoc Design
Ad Hoc Design adalah modifikasi dari struktur birokrasi dan terkadang digunakan
sementara untuk memudahkan penyelesaian sebuah proyek dengan garis
organisasi formal. Struktur ad hoc adalah sarana untuk mengatasi
ketidakfleksibelan dari garis struktur. Struktur ad hoc menggunakan proyek tim
atau pendekatan tugas dan biasanya dibubarkan saat proyek tersebut selesai.
Kerugian dari struktur ini adalah menurunnya kekuatan dalam rantai komando
formal dan menurunkan loyalitas karyawan terhadap organisasi induk.
3. Matrix Structure
Matrix organization structure dirancang untuk fokus terhadap produk dan fungsi.
Fungsi digambarkan sebagai semua tugas yang dibutuhkan untuk menghasilkan
produk, dan produk merupakan hasil akhir dari fungsi tersebut. Sebagai contoh,
kriteria hasil pasien yang baik adalah produk sedangkan staf yang memadai adalah
sebuah fungsi yang diperlukan untuk menghasilkan produk yang baik. Struktur
organisasai matrik mempunyai rantai komando vertikal dan horisontal. Meskipun
begitu, terdapat aturan yang kurang formal dan tingkat hirarki yang lebih sedikit.
Dalam struktur ini, membuat keputusan bisa menjadi lebih lama karena kebutuhan
untuk bertukar informasi, dan hal itu dapat menyebabkan kebingungan bagi
pekerja karena desain dari dua wewenang. Keuntungan utama dari struktur ini
adalah keahlian yang terpusat seringkali sebanding dengan kompleksitas
komunikasi yang dibutuhkan dalam perancangan.
4. Flat design
Flat organizational design adalah sebuah usaha untuk memindahkan lapisan
hirarki dengan perataan rantai komando dan desentralisasi organisasi. Pada waktu
yang tepat, ketika finansial organisasi kaya, merupakan hal yang mudah untuk
menambahkan lapipsan dalam sebuah organisasi untuk menyelesaikan sebuah
pekerjaan. Tapi ketika organisasi mulai merasa finansialnya menurun, mereka
sering melihat hirarki mereka untuk mengetahui posisi apa yang dapat
dihilangkan. Dalam desain ini, terdapat kelangsungan garis kebijakan, dan karena
struktur organisasi iini, pembuat kebijakan dan wewenang menjadi lebih banyak.
Banyak manajer yang kesulitan untuk melepaskan kontrolnya, dan walaupun
struktur ini menahan banyak karakteristik dari birokrasi
Creemers and Raynold (1993) membedakan fungsi budaya organisasi menjadi (1)
memberikan rasa identitas kepada anggota organisasi, (2) memunculkan
komitmen terhadap misi organisasi, (3) membimbing dan membentuk standar
prilaku anggota organisasi, dan (4) meningkatkan stabilitas sistem sosial.
Sementara Robbins (2005) mengemukakan tentang fungsi budaya dalam
organisasi menjadi lima fungsi yaitu :
1. Budaya memiliki suatu peran batas-batas tertentu yaitu budaya
menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.
2. Budaya menyampaikan rasa identitas kepada anggota-anggota organisasi
3. Budaya mempermudah penerusan komitmen hingga mencapai batasan
yang lebih luas, melebihi batasan ketertarikan individu
4. Budaya mendorong stabilitas sistem sosial. Budaya merupakan suatu
ikatan sosial yang membantu mengikat kebersamaan organisasi dengan
menyediakan standar-standar yang sesuai mengenai apa yang harus
dikatakan dan dilakukan karyawan
5. Budaya sebagai pembentuk rasa dan mekanisme pengendalian yang
memberikan panduan dan bentuk prilaku serta sikap karyawan.
Dalam organisasi, seringkali terjadi pembandingan antara budaya yang
kuat dan budaya yang lemah. Alasan ini seringkali memiliki dampak yang lebih
besar terhadap sikap karyawan dan lebih tertuju langsung untuk mengurangi
keluar masuknya karywan. Dalam hal ini, Robbins menjelaskan bahwa budaya
yang kuat selalu ditandai oleh nilai-nilai inti organisasi yang dipegang kukuh dan
disepkati secara luas. Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-
nilai inti dan semakin besar komitmen mereka terhadap nilai-nilai tersebut, maka
budaya tersebut akan semakin kuat. Sejalan dengan definisi ini, suatu budaya yang
kuat jelas sekali memiliki pengaruh yang besar dalam sikap anggota organisasi
dibandingkan dengan budaya yang lemah.
Hasil spesifik dari suatu budaya yang kuat adalah keluar masuknya pekerja
yang rendah. Suatu budaya yang kuat akan memperlihatkan kesepakatan yang
tinggi mengenai tujuan organisasi diantara anggota-anggotanya. Kebulatan suara
terhadap tujuan akan membentuk keterikatan, kesetiaan, dan komitmen organisasi.
Kondisi ini selanjutnya akan mengurangi kecendrungan karyawan untuk keluar
dari organisasi.
Karakteristik Budaya Organisasi
O’Reilly dan Jehn dalam Soetopo (2010) mengemukakan tujuh
karakteristik utama yang menjadi inti dari suatu organisasi, yaitu :
1. Innovation and risk taking, yaitu derajat sejauh mana pekerja didorong
untuk inovatif dan berani mengambil resiko
2. Attention to detail,yaitu derajat seajuh mana para pekerja diharapkan
menunjukkan presisi, analisis, dan perhatian pada detail-detail
3. Outcome orientation, yaitu sejauh mana pimpinan berfokus pada hasil,
bukan pada teknis dari proses yang dipakai untuk menjadi hasil
4. People orientation, yaitu sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang dalam fungsi budaya
organisasi menjadi inti dari suatu budaya organisasi.
5. Team orientation, yaitu sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan atas
dasar tim kerja daripada individu.
6. Aggressiveness, yaitu sejaunmana orang-orang dalam organisasi bersifat
agresif dan kompeteitif
7. Stability, yaitu sejauh mana aktifitas organisasi menekankan pemeliharaan
status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
B. IKLIM ORGANISASI
Owens (1991) menyatakan bahwa “organizational climate is the study of
perceptions that individual have of various aspect of the environment in the
organization”. Dengan demikian pengkajian iklim organisasi dapat dilakukan
dengan menggali data dari persepsi individu yang ada dalam organisasi. Taguiri
dan Litwin dalam Soetopo (2010) mengartikan iklim organisasi adalah suatu
kualitas lingkungan internal organisasi yang dialami oleh anggotanya,
mempengaruhi prilakunya dan dapat dideskripsikan dengan nilai-nilai
karakteristik organisasi. Dengan penegrtian ini, Miner (1998) menyarikan aspek-
aspek definisi iklim organisasi sebagai berikut :
1. Iklim organisasi berkaitan dengan unit yang besar yang mengandung cirri
karakteristik tertentu.
2. Iklim organisasi lebih mendiskripsikan suatu unit organisasi daripada
menilainya.
3. Iklim organisasi berasal dari praktik organisasi, dan
4. Iklim organiasasi mempengaruhi prilaku dan sikap aggota organisasi.
Dalam kaitannya dengan iklim organisasi, Steers dalam Soetopo (2010)
menyatakan bahwa iklim organisasi dapat dilihat dari dua sisi pandang yaitu (1)
iklim organisasi dilihat dari persepsi para anggota terhadap organisasinya, (2)
iklim organisasi dilihat dari hubungan antara kegiatan-kegiatan organisasi dan
perilaku manajemennya.
Klasifikasi Iklim Organisasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Halpin (1971) yang
menggunakan Organizational Climate Description Quesionare (OCDC), terdapat
enam klasifikasi iklim organiasi yaitu :
1. Open Climate yang menggambarkan tentang situasi dimana anggota
organisasi merasa senang untuk bekerja, saling kerjasama serta adanya
keterbukaan.
2. Outonomous Climate yaitu situasi dimana adanya kebebasan, adanya
peluang kreatif, sehingga para anggota memiliki peluang untuk
memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka.
3. The Controlled Climate yang ditandai adanya penekanan atas prestasi
dalam mewujudkan kepuasan kebutuhan social, setiap orang bekerja keras
serta kurangnya hubungan antar sesama anggota
4. The Familiar Climate yaitu adanya rasa kesejawatan tinggi antara
pimpinan dan anggota
5. The Paternal Climate yang bercirikan adanya pengontrolan pimpinan
terhadap anggota, dan
6. The Closed Climate yang ditandai suatu situasi rendahnya kepuasan dan
prestasi tugas serta kebutuhan social para anggota, pimpinan sangat
tertutup terhadap para anggotanya.
Dari keenam klasifikasi iklim organisasi berdasarkan OCDC tersebut,
Halpin kemudian mengelompokkan iklim organiasasi secara garis besar menjadi
dua yaitu open climate dan closed climate. Pengklasifikasian ini bukanlah
pemilahan secara diskrit tetapi merupakan kontinum dari terbuka sampai kepada
tertutup. Pertanyaanya adalah apakah kecendrungan terbuka atau tertutupnya
iklim organisasi akan diikuti oleh makin tinggi atau rendahnya keefektifan
organisasi? Hal inilah yang perlu dikaji secara empirik dilapangan.
Hasil penelitian Miner ini sebagaimana dikutip dalam Soetopo (2010)
menunjukkan bahwa manajer yang bekerja dalam iklim organisasi terbuka
menunjukkan pekerjaan yang lebih baik daripada manajer yang bekerja dalam
iklim organisasi yang tertutup. Hoy and Miskel (2005) mengemukakan bahwa
organisasi yang memiliki situasi kerja dengan iklim terbuka menunjukkan tingkat
kepercayaan dan keefektifan lebih tinggi daripada menggunakan iklim tertutup.
Lebih lanjut, Hoy and Miskel mengatakan bahwa pemimpin yang memperoleh
dukungan (support) tinggi menggambarkan iklim kelompok yang favorable,
sementara pemimpin yang memperoleh dukungan rendah menggambarkan iklim
kelompok yang kurang favorable.
Dalam kaitannya dengan kualitas hubungan antara pemimpin dan
bawahan—yang menggambarkan iklim organisasi—penelitian Fiedler dalam
Owens (1991) menemukan bahwa jika hubungan antara pemimpin dan bawahan
baik (misalnya, pemipin menghargai, mempercayai dan disenangi), maka pemipin
akan lebih mudah memberikan pengaruh dan otoritas daripada jika hubungan
pemimpin dan bawahan tidak baik (misalnya, pemimpin tidak mengahrgai, tidak
disenangi, dan kurang percaya kepada bawahan).
Berdasarkan paparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin
yang menggunakan orientasi hubungan kemanusiaan akan lebih menopang iklim
organisasi yang terbuka (member kepercayaan, menghargai) daripada pemimpin
yang menggunakan otorientasi tugas.
Halpin sebagaimana dikutip Soetopo (2010) membagi komponen iklim organisasi
berdasarkan karakteristik kelompok sebagai berikut :
1. Disengagement atau ketidakikutsertaan, yaitu suatu kadar dimana staf atau
bawahan cenderung tidak terlibat dan tidak commite terhadap pencapaian
tujuan organisasi.
2. Hindrance atau halangan, yaitu mengacu pada perasaan para staf bahwa
pimpinan membebani mereka dengan tugas yang memberatkan pekerjaan
mereka.
3. Esprit atau semangat, yaitu mengacu pada semangat kerja karena
terpenuhinya kebutuhan social dan rasa punya prestasi dalam pekerjaan.
4. Intimacy atau keintiman, yaitu kadar kekohesifan antar staf dalam
organisasi.
Sedangkan berdasarkan kategori prilaku pemimpin sebagai berikut :
1. Aloofness atau keberjarakan, yaitu menggambarkan kadar prilaku
pemimpin yang formal dan impersonal yang menunjukkan jarak social
dengan staf.
2. Production Emphasis atau penekanan pada hasil yaitu mengacu pada
prilaku pemimpin agar staf bekerja keras, misalnya dengan pengawasan
ketat, direktifdan menuntut hsil maskimal.
3. Thrust atau rasa yakin, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin yang
ditandai kerja kerasnya agar dicontoh oleh staf.
4. Consideration atau perhatian, yaitu mengacu pada kadar prilaku pemimpin
dengan memperlakukan staf secara manusiawi sesuai dengan martabatnya
(Owens, 1991; Halpin, 1971)
III. PENUTUP
Organisasi sebagai wadah tempat berkumpulnya individu untuk mencapai
tujuan-tujuannya sangat bergantung pada bagaimana individu-individu yang ada
didalamnya memiliki asumsi, prilaku dan keyakinan terhadap organisasi. Budaya
dan iklim organisasi menjadi variabel yang sangat menentukan dalam pencapaian
tujuan organisasi yang efektif dan efisien.
Budaya organisasi haruslah dibentuk dengan memperhatikan aspek-aspek
yang menjadi nilai-nilai positif bagi keberlangsungan pencapaian tujuan
organisasi. Budaya yang sudah terbentuk ini kemudian harus mampu
dipertahankan oleh organisasi tentunya melalui orang-orang yang ada dalam
organisasi. Proses-proses yang berlangsung dalam organisasi sangat
mempengaruhi keberadaan budaya organisasi. Semakin banyak orang-orang
dalam organisasi yang memegang teguh budaya yang sudah dibentuk, maka
budaya itu akan menajdi semakin kuat. Demikian pula sebaliknya.
Hal lain yang penting dalam keberlangsungan sebuah organisasi adalah
iklim organisasi. Iklim organisasi merupakan suatu kondisi atau cerminan dari
budaya yang terbentuk. Ketika iklim organisasi tidak kondusif maka dapat
dipastikan kepuasan kerja ataupun tujuan lain yang ingin dicapai oleh organisasi
akan sulit diwujudkan. Maka seorang pemimpin dalam sebuah organisasi harus
mampu menjaga atau mengkondisikan iklim organisasi agar selalu kondusif demi
terwujudnya tujuan yang sudah ditentukan organisasi.
3. PENGORGANISASIAN KEGIATAN KEPERAWATAN DI RUANG RAWAT
A. Kepala Ruangan :
1. Perencanaan
a. Menunjuk ketua tim akan bertugas di ruangan masing- masing
b. Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya
c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi, persiapan pulang
bersama ketua tim
d. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan
kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/ penjadwalan
e. Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
f. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis
yang dilakukan, program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
g. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan
h. Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan
i. Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai askep
j. Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah
k. Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk
l. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
m. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan
n. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit
2. Pengorganisasian
a. Merumuskan metode penugasan yang digunakan
b. Merumuskan tujuan metode penugasan
c. Metode rincian tugas ketua tim dengan anggota tim secara jelas
d. Membuat rentang kendali kepala ruang membawahi 2 katim dan 2 katim
membawahi 2- 3 perawat
e. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas,
mengatur tenaga yang ada setiap hari, dll
f. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
g. Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik
h. Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak berada di tempat, kepada ketua
tim
i. Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien
j. Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
k. Identiikasi masalah dan cara penanganan
3. Pengarahan
a. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
b. Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik
c. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
d. Menginformasikan hal- hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan
askep pasien
e. Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
f. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya
g. Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain
4. Pengawasan
a. Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan katim
maupun pelaksana mengenai askep yang diberikan kepada pasien
b. Melalui supervise
Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan
langsung secara lisan dan memperbaiki/ mengawasi kelemahan- kelemahan yang
ada saat itu juga.
Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir ketua tim. Membaca
dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah
proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan katim
tentang pelaksanaan tugas.
B. Supervisi :
Tugas-tugas rutin yang harus dilakukan oleh supervisor setiap hari (Bittel,1987),
sbb:
1. (15-30’) sebelum pertukaran Shift
a. Mengecek kecukupan fasilitas/peralatan/sarana untuk hari itu.
b. Mengecek jadwal kerja
2. (15-30’) pada waktu mulai Shift
a. Mengecek personil yang ada.
b. Menganalisa keseimbangan tenaga.
c. Mengatur pekerjaan.
d. Mengidentifikasikan kendala yang muncul.
e. Mencari alternatif penyelesaian masalah supaya dapat diselesaikan.
3. (6-7 jam ) sepanjang hari.
a. Mengecek pekerjaan setiap perawat, mengarahkan, mengintruksi, mengoreksi
atau memberi latihan sesuai kebutuhan
b. Mengecek kemajuan pekerjaan.
c. Mengecek pekerjaan rumah tangga.
d. Mengecek personil, kenyamanan kerja terutama personil baru.
e. Berjaga di tempat bila ada pertanyaan, permintaan bantuan lain-lain.
f. Mengatur jam istirahat perawat.
g. Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul pada saat itu dan mencari cara
memecahkannya.
h. Mengecek kembali kecukupan alat/fasilitas/sarana sesuai kondisi operasional.
i. Mencatat fasilitas/sarana yang rusak kemudian melaporkannya.
j. Mengecek kecelakaan kerja.
k. Menyiapkan laporan mengenai pekerjaan secara rutin
4. (15-30’) sekali dalam sehari
a. Mengobservasi satu personil atau aneka kerja secara kontinyu untuk 15’
b. Melihat dengan seksama hal-hal yang mungkin terjadi, seperti keterlambatan
pekerjaan, lamanya mengambil barang, kesulitan pekerjaan, dll.
5. Sebelum pulang
a. Membuat daftar masalah yang belum terpecahkan dan berusaha untuk
memecahkan keesokan harinya.
b. Pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari dengan mengecek
hasilnya, kecukupan material dan peralatannya.
c. Melengkapi laporan harian.
d. Membuat daftar pekerjaan untuk keesokan harinya
C. Ketua Tim :
1. Perencanaan:
a. Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya bersama kepala ruangan.
b. Bersama kepala ruangan melakukan pembagian tugas untuk anggota
tim/pelaksana.
c. Menyusun rencana asuhan keperawatan.
d. Menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan asuhan keperawatan.
e. Memberi pertolongan segera pada pasien dengan masalah kedaruratan.
f. Melakukan ronde keperawatan bersama kepala ruangan.
g. Mengorientasikan pasien baru.
h. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
2. Pengorganisasian dan ketenagaan:
a. Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan tim.
b. Bersama kepala ruangan membuat rincian tugas untuk anggota tim/pelaksana
sesuai dengan perencanaan terhadap pasien yang menjadi tanggung jawabnya
dalam pemberian asuhan keperawatan.
c. Melakukan pembagian kerja anggota tim/ pelaksana sesuai dengan tingkat
ketergantungan pasien.
d. Melakukan koordinasi pekerjaan dengan tim kesehatan lain.
e. Mengatur waktu istirahat untuk anggota tim/ pelaksana.
f. Mendelegasikan tugas pelaksanaan proses keperawatan kepada anggota
tim/pelaksana.
g. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.
3. Pengarahan:
a. Memberi pengarahan tentang tugas setiap anggota tim/ pelaksana.
b. Memberikan informasi kepada anggota tim/ pelaksana yang berhubungan
dengan asuhan keperawatan.
c. Melakukan bimbingan kepada anggota tim/ pelaksana yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan.
d. Memberi pujian kepada anggota tim/ pelaksana yang melaksanakan tugasnya
dengan baik, tepat waktu, berdasarkan prinsip, rasional dan kebutuhan pasien.
e. Memberi teguran kepada anggota tim/pelaksana yang melalaikan tugas atau
membuat kesalahan.
f. Memberi motivasi kepada anggota tim/pelaksana.
g. Melibatkan anggota tim/ pelaksana dari awal sampai dengan akhir kegiatan.
h. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.
4. Pengawasan:
a. Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung
dengan anggota tim/ pelaksana asuhan keperawatan kepada pasien.
b. Melalui supervisi: melihat/ mengawasi pelaksanaan asuhan
keperawatan dan catatan keperawatan yang dibuat oleh anggota tim/ pelaksana
serta menerima/ mendengar laporan secara lisan dari anggota tim/pelaksana
tentang tugas yang dilakukan.
c. Memperbaiki, mengatasi kelemahan atau kendala yang terjadi
pada saat itu juga.
d. Melalui evaluasi:
Mengevaluasi kinerja dan laporan anggota tim/ pelaksana dan membandingkan
dengan peran masing-masing serta dengan rencana keperawatan yang telah
disusun.
e. Penampilan kerja anggota tim/ pelaksana dalam melaksanakan
tugas.
f. Upaya peningkatan kemampuan, keterampilan dan sikap.
g. Memberi umpan balik kepada anggota tim/ pelaksana.
h. Mengatasi masalah dan menetapkan upaya tindak lanjut.
i. Memperhatikan aspek etik dan legal dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.
j. Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.
D. Perawat Pelaksana :
1. Melaksanakan serah terima setiap pergantian dinas yang mencakup pasien dan
peralatan.
2. Melakukan asuhan keperawatan pasien, meliputi :
Mengkaji keadaan pasien
Membuat rencana keperawatan
Melakukan tindakan keperawatan
Melakukan evaluasi
Melakukan pencatatan / dokumentasi
3. Menyiapkan, memelihara, menyimpan alat agar siap pakai.
4. Merencanakan intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah dan membuat
langkah/cara pemecahan masalah.
5. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana.
6. Melakukan dinas rotasi sesuai jadwal yang telah dibuat oleh kepala ruangan.
7. Memelihara lingkungan untuk kelancaran pelayanan.
8. Melaksanakan program orientasi kepada pasien tentang instansi kesehatan dan
lingkungannya, peraturan dan tata tertib yang berlaku, serta fasilitas yang ada dan
penggunaannya.
9. Menciptakan hubungan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarganya
maupun dengan anggota tim kesehatan.
10. Membantu merujuk pasien kepada petugas kesehatan lain yang lebih mampu
untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dapat ditanggulangi.
11. Mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh dokter penanggung jawab /
perawat kepala ruangan.
12. Menyiapkan pasien yang akan keluar, meliputi :
Menyediakan formulir untuk penyelesaian administrasi, contoh : surat izin
pulang, surat keterangan sakit, petunjuk diit,resep obat jika perlu, surat
rujukan/pemeriksaan ulang, dan surat keterangan lunas membayar.
Memberikan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarga sesuai dengan
keadaan dan kebutuhan pasien, misal mengenai diit, pentingnya pemeriksaan
ulang di rumah sakit atau instansi kesehatan lain.
13. Mentaati peraturan yang telah ditetapkan rumah sakit.
Keuangan
UMUM
Kepegawaian
1. Menyusun perencanaan dan evaluasi kegiatan di unit KIA,KB, Gizi, Kes. Anak,
Kes Remaja
2. Mengkoordinir dan berperan aktif terhadap kegiatan di unitnya.
3. Ikut secara aktif mencegah dan mengawasi terjadinya masalah dan memecahkan
masalah yang ada di unitnya.
Pemegang Program KB
1. Komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
2. Pelayanan Kontrasepsi
3. Pembinaan dan Pengayoman Medis kontrasepsi peserta KB
4. Pelayanan rujukan KB
5. Pencatatan dan Pelaporan
1. Pendataan usila
2. Kegiatan promotif dengan penyuluhan gizi, kes. dimasa tua, agama,dll ke
masyarakat dan kelompok usila
3. Senam kesegaran jasmani
4. Meningkatkan PSM dengan cara mengikut sertakan masyarakat dalam
perencanaan dan pelaksanaan
5. Kegiatan preventif dengan pemeriksaan berkala
6. Kegiatan pengobatan melalui pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
7. Kegiatan pemulihan untuk mengembalikan fungsi organ yang telah menurun
8. Pencatatan dan pelaporan