Anda di halaman 1dari 2

Memaknai Adabul Isti’dzan (Meminta Izin) Sebagai Cerminan Iman

kisah burung Hudhud dengan Nabi Sulaiman yang diabadikan dalam al-Quran surat an-Naml ayat 20-23.

”Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata, ’Mengapa aku tidak melihat Hudhud, apakah ia termasuk
yang tidak hadir? Pasti akan kuhukum ia dengan hukuman yang berat atau kusembelih ia, kecuali jika ia
datang kepadaku dengan alasan yang jelas’. Maka tidak lama kemudian (datanglah Hudhud), lalu ia
berkata, ‘Aku telah mengetahui sesuatu yang belum engkau ketahui. Aku datang kepadamu dari negeri
Saba’ membawa suatu berita yang meyakinkan. Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang
memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar.”

Dari ayat di atas, sangat jelas dikatakan kepada kita mengenai gambaran pentingnya sebuah “perizinan”
ketika meninggalkan suatu majlis. Ketika Nabi Sulaiman mengadakan suatu majlis, liqa’ (pertemuan)
dengan kumpulan makhluk dan beliau tidak melihat burung Hudhud dalam majlis, kemudian mengatakan
dengan keras “Pasti akan kuhukum ia dengan hukuman yang berat atau kusembelih ia. Kecuali jika ia
datang kepadaku dengan alasan yang jelas”.

Sebuah pertanyaan mungkin akan muncul dalam benak kita. Sebegitu pentingnyakah sebuah perizinan itu?
Hingga Nabi Sulaiman memberikan ancaman ketika Hudhud tidak datang dengan alasan yang jelas dan
benar?

Kisah kedua adalah ketika terjadinya Perang Tabuk. Peperangan yang amat berat karena menghadapi
pasukan Romawi yang merupakan kekuatan militer yang paling besar di muka bumi pada zaman itu. Syaikh
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam sirahnya mengatakan bahwa Perang Tabuk dalam kondisi yang
khusus merupakan pelajaran yang amat berat dari Allah. Sehingga dengan pelajaran ini terlihat orang-orang
yang beriman dan tidak beriman. Pasca peperangan usai, Rasulullah Saw langsung menuju masjid dan shalat
dua rakaat, sementara orang-orang duduk di sana. Terdapat pula orang-orang munafik yang berjumlah
delapan puluh lebih datang dan mengemukakan berbagai alasan mengapa tidak ikut berperang. Bahkan
mereka berani bersumpah untuk menguatkan alasan yang telah mereka buat buat.

Sedangkan tiga orang dari golongan orang-orang mukmin yang lurus, yaitu Ka’b bin Malik, Murarah bin
Rabi’, dan Hilal bin Umayyah berkata apa adanya kenapa tidak ikut berperang. Kemudian karena tidak
ikutsertaannya mereka bertiga dalam Perang Tabuk, Rasulullah memberikan iqab dengan mengasingkan
mereka. Sahabat dilarang berbicara dengan mereka bertiga. Mereka dikucilkan. Mereka juga harus
berjauhan dengan istri mereka selama empat puluh hari. Sebuah tekanan yang amat berat. Sanksi sosial
lebih terasa berat ketimbang sanksi fisik. Kemudian setelah terjadi penyesalan, Allah menurunkan
ampunan-Nya melalui al-Quran surat at-Taubah ayat 118. Ayat ini merupakan kabar gembira bagi orang-
orang muslim.
Begitulah Allah mengajarkan kita tentang pentingnya sebuah perizinan dalam suatu majlis atau urusan
bersama.

Kemudian, mengenai pentingnya suatu perizinan ini, di dalam al-Quran surat an-Nur ayat 62-63.

”(Yang disebut) orang Mukmin hanyalah orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad), dan
apabila mereka berada bersama-sama dengan dia (Muhammad) dalam urusan bersama, mereka meminta
izin kepadanya. Sungguh orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad), mereka itulah orang-
orang yang (benar-benar) beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” (62)
”Sungguh, Allah Mengetahui orang-orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan
berlindung (kepada kawan-kawannya). Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya
takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.”(63)

Maka, sambil menjawab pertanyaan awal yang ada di benak tadi, patutlah kita tertampar muka dan
tercabik-cabik hati tatkala membaca ayat ini. Apabila kita masih sering kali meninggalkan majlis-majlis dan
urusan-urusan dakwah bersama tanpa izin syar’i kepada para qiyadah. Karena Adabul Isti’dzanmerupakan
sebuah cerminan dari ketaatan seorang jundi pada qiyadahnya. Adabul Isti’dzan adalah cerminan dari
keimanan. Maka suatu perizinan menjadi amat sangat penting. Kemudian menjadi refleksi bersama pula
bagi kita, apakah selama ini kita telah benar-benar dikatakan beriman?

Ada Beberapa poin penting mengenai Adabul Isti’dzan (Meminta Izin) ini :

1. Sampaikanlah izin kepada seorang qiyadah ketika hendak meninggalkan suatu pertemuan atau majlis
2. Hak seorang qiyadah untuk memberikan izin kepada yang mengajukan izin dengan mempertimbangkan
beberapa hal terkait ke syar’ian udzur yang diajukan. Timbangan yang dipergunakan adalah fiqih prioritas
amal shalih
3. Seorang qiyadah hendaknya memohonkan ampunan kepada Allah terhadap mereka yang dikabulkan
perizinannya. Ini adalah bentuk bahwa sesungguhnya qiyadah hendaknya menghargai urusan jundinya
4. Jundi yang hendak meninggalkan pertemuan atau majlis, tidak meninggalkan majelis sebelum keluar izin
dari qiyadahnya. Jika meninggalkan majlis sebelum keluar izin, maka ia adalah sebahagian dari mereka
yang tidak taat.

Mengenai adab perizinan ini bukanlah untuk mempersulit dan membuat birokrasi yang rumit dalam
berjamaah. Namun kaidah ini ada untuk menunjukkan bahwasanya Islam mengajarkan untuk taat kepada
para pemimpin selama tidak zhalim dan rasa menghormati qiyadah terhadap jundinya.

Semoga mampu mengingatkan kita kembali akan pentingnya sebuah perizinan. Agar kita termasuk orang
yang beriman dan menjadi orang yang bertaqwa. Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai