F10yro PDF
F10yro PDF
Oleh:
YENI ROHAENI
F34050071
2010
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ANALISIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA
INDUSTRI PENGOLAHAN TEH
(STUDI KASUS PADA BAGIAN PRODUKSI PT. SINAR INESCO,
TASIKMALAYA)
Oleh :
YENI ROHAENI
F34050071
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2010
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Yeni Rohaeni F34050071. Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada
Industri Pengolahan Teh (Studi Kasus Pada Bagian Produksi PT. Sinar Inesco,
Tasikmalaya). Di bawah bimbingan Tajuddin Bantacut dan Andes Ismayana. 2009
RINGKASAN
SUMMARY
The problems in Occupational Safety and Health frequently still are
ignored. This matter is shown with the number of work accident remain high.
Based on data recorded in PT. Jamsostek, there were 83,714 work accident cases
in Indonesia within year 2007. This number includes 6,506 handicaps, and 1.883
deaths. Agriculture is one of the most hazardous occupations in worldwide. In
several countries the fatal accident rate in agriculture is two times higher than the
average for all other industries. PT. Sinar Inesco as one of agro industry has quite
intense activity involving labors, appliance, method, expense, and the material and
also full time daily work. That condition owns the possibility of the happening of
risk or hazard even accident in activity execution.
This research was aimed to study potential hazard in working
environment, to know the risk level in each hazard, and to identify the factors
dealing with Occupational Safety and Health. Risk assessment used qualitative
analysis which generally known as 2D model, where risk level was calculated
from multiplication of Likelihood with Consequence which was reconciled with
matrix table of risk analysis 2D model. Risk level showed by the matrix was then
used define control techniques in accordance with literature and condition of
location.
Identification resulted that hazards at production activity of tea processing
were classified into 4 units e.g. pre-withering and withering, hulling and
fermentation, drying, sorting and packing. Hazards with low risk levels are
slumped, incurred by heat from fan, collided by chair monorail, the noise (at pre
withering and withering unit), slipped (at hulling and fermentation unit), clamped
in drying door (at drying unit), dust breathed by respiration, noise and collided (at
sorting and packing unit). Hazard with medium risk level was included scratches
(at pre withering and withering unit), fallen down, electricity shocked, noise (at
hulling and fermentation unit), hot exposure and slipped (at drying unit), clamped
in enchain, eye incurred by dust and electricity shocked (at sorting and packing
unit). The last level is high risk. This kind of risk has to be reduced before
continuing work. Hazard with high risk level consist of pulled by propeller, and
electricity shocked (at pre withering and withering unit), clamped, cut (at hulling
and fermentation unit), fallen down, burned, noise (at drying unit) and pulled by
propeller (at sorting and packing unit).
Observations indicate that the cause of hazard can be grouped into two,
that is, unsafe action done by worker and unsafe condition. Unsafe action done
because the workers have less knowledge about Occupational Safety and Health.
Unsafe condition commonly caused by destroying equipments such as production
machines and the working safety equipments
Each hazard has different risk levels; therefore, different control
techniques are suggested. Control which can be done in general is to frame
Standard Operation Procedure (SOP), to use personal protection, display, as well
as to repair damaged equipments and machine. Control can be used by all hazards
for low, medium and high risk while the extreme risk has to be eliminated.
Judul Skripsi : Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada
Industri Pengolahan Teh (Studi Kasus Pada Bagian
Produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya)
Nama : Yeni Rohaeni
NIM : F34050071
Menyetujui :
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
Mengetahui :
Ketua Departemen,
Tanggal Lulus :
SURAT PERNYATAAN
Yeni Rohaeni
F34050071
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 10 Juli 1987, merupakan anak pertama
dari pasangan Bapak Sahroji dan Ibu Rohimah. Penulis memulai studinya di SD
Negeri Bojong Malang 2 pada tahun 1993. Pada tahun 1999 penulis dinyatakan
lulus dari sekolah tersebut. Kemudian penulis melanjutkan studinya di SLTP
Negeri 1 Cimaragas dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis
mendaftarkan diri di SMA Negeri 1 Ciamis. Setelah itu, pada tahun 2005 penulis
diterima menjadi salah satu mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2006 diterima di
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama
kuliah penulis pernah menjadi Kepala Departmen Keputrian DKM Al-Fath dari
tahun 2007-2009.
Pada bulan Juni-Agustus tahun 2008, penulis melaksanakan praktek lapang di PT.
Raya Sugarindo Inti Tasikmalaya dengan judul “Penanganan dan Pengolahan
Limbah Industri di PT. Raya Sugarindo Inti, Tasikmalaya”. Tahun 2009
penulis melaksanakan penelitian di PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya dengan judul
“Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Industri Pengolahan
Teh (Studi Kasus Pada Bagian Produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya)”.
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Penulis menyadari bahwa dalam proses pembuatan skripsi ini tidak luput dari
bantuan berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dari skripsi ini,
sehingga kritik dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini sangat
diharapkan oleh penulis. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dalam
pengembangan pengetahuan di masa depan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..…………………………................................. viii
DAFTAR ISI ……………………......................................................... x
DAFTAR TABEL ……………………………………………………. xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………. xiv
I. PENDAHULUAN....................................................……………... 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………….... 1
1.2. Tujuan Penelitian …………………………………………… 2
1.3. Ruang Lingkup Penelitian …………………………............... 3
1.4. Manfaat Penelitian ………………………………………….. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 4
2.1. Keselamatan dan Kesehatan kerja …………………………... 4
2.2. Kecelakaan kerja …………………………............................. 5
2.3. Landasan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............ 8
2.4. Jenis – Jenis Bahaya …………………………........................ 9
2.5. Pengendalian Bahaya …………………………...................... 11
2.6. Metode Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko ................. 15
2.7. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 16
(SMK3) …………………………...........................................
III. METODOLOGI …………………………..................................... 19
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian…………………………....... 19
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ………..................................... 21
3.3. Tahapan Penelitian ………………………….......................... 21
3.4. Analisis Data ........................................................................... 23
3.4.1. Uji Validitas …………………………......................... 23
3.4.2. Uji Reliabilitas …………………………...................... 23
3.4.3. Analisis Penilaian Resiko …………………………..... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………….................. 27
4.1. Gambaran Umum Perusahaan ……………………………... 27
4.1.1. Sejarah Perusahaan ........................................................ 27
4.1.2. Lokasi, Letak Geografi, dan Iklim …………………… 27
x
. 4.13. Ketenagakerjaan ………………………….................... 28
. 4.1.4. Jenis Produk ………………………….......................... 29
. 4.1.5. Proses Produksi ………………………….................... 29
4.2. Karakteristik Responden …………………………................. 33
4.3. Analisis Data Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ..................... 34
4.3.1. Uji Validitas …………………………........................... 34
4.3.2. Uji Reliabilitas …………………………....................... 35
4.4. Identifikasi Bahaya ................................................................. 35
4.4.1. Pra Pelayuan dan Pelayuan ........................................... 35
4.4.2. Penggilingan dan Fermentasi ………………………… 37
4.4.3. Pengeringan ………………………….......................... 39
4.4.4. Sortasi dan Pengepakan …………………………......... 41
4.5. Penilaian Resiko dan Pengendalian Bahaya ………………... 43
4.5.1. Pra Pelayuan dan Pelayuan ........................................... 45
4.5.2. Penggilingan dan Fermentasi ………………………… 46
4.5.3. Pengeringan ………………………….......................... 48
4.5.4. Sortasi dan Pengepakan …………………………......... 49
4.6. Faktor – Faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Safety
Psychology)…………………………...................................... 51
4.6.1. Pendidikan dan Pelatihan K3 ......................................... 51
4.6.2. Publikasi K3 .................................................................. 53
4.6.3. Kontrol Lingkungan kerja ............................................. 56
4.6.4. Pengawasan dan Disiplin ............................................... 59
4.6.5. Peningkatan Kesadaran K3 ............................................ 61
V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………….............. 64
5.1. Kesimpulan …………………………..................................... 64
5.2. Saran …………………………...…………………………..... 65
DAFTAR PUSTAKA …………………………............................ 67
LAMPIRAN …………………………........................................... 70
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Bobot nilai jawaban responden …………………………... 22
Tabel 2. Pengukuran kualitatitif kemungkinan/frekuensi …………. 24
Tabel 3. Pengukuran kualitatitif keseriusan/konsekuensi ………….. 25
Tabel 4. Matriks analisis resioko-tingkatan resiko dengan 2D
model....................................................……………………. 25
Tabel 5. Ketentuan tindak lanjut ………………………………….... 26
Tabel 6. Rekapitulasi karyawan PT. Sinar Inseco periode bulan Mei 28
2009 ………………………………………………………..
Tabel 7. Karakteristik Responden ………………………………….. 33
Tabel 8. Daftar bahaya pada unit prapelayuan dan pelayuan dengan
tingkat resiko serta pengendaliannya……………………… 46
Tabel 9. Daftar bahaya pada unit penggilingan dan fermentasi
dengan tingkat resiko serta pengendaliannya……………... 47
Tabel 10. Daftar bahaya pada unit pengeringan dengan tingkat resiko
serta pengendaliannya……………………………………... 48
Tabel 11. Daftar bahaya pada unit sortasi dan pengepakan dengan
tingkat resiko serta pengendaliannya……………………… 50
Tabel 12. Hasil jawaban responden mengenai pelatihan dan
pendidikan K3 ..................................................................... 52
Tabel 13. Hasil jawaban responden mengenai publikasi K3 .............. 54
Tabel 14. Hasil jawaban responden mengenai kontrol lingkungan
kerja ...................................................................................... 56
Tabel 15. Hasil jawaban responden mengenai pengawasan dan
disiplin .................................................................................. 59
Tabel 16. Hasil jawaban responden mengenai peningkatan kesadaran
K3 ......................................................................................... 62
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Safety psychology dan industrial clinical psychology…. 12
Gambar 2. Diagram pengendalian bahaya ………………………... 14
Gambar 3. Lima langkah identifikasi bahaya, pengukuran dan
pengendalian resiko ……………………….................... 14
Gambar 4. Prinsip penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja berdasarkan Permenaker No. Per
05/Men/1996 pasal 4 ………………………………….. 17
Gambar 5 Diagram kerangka pemikiran penilitian ......................... 20
Gambar 6. Diagram alir proses produksi teh hitam ………………. 30
Gambar 7. Kemasan yang digunakan dan teh yang sudah dikemas
........................................................................... 32
Gambar 8. Suasana di unit prapelayuan dan pelayuan …………... 36
Gambar 9. Kipas untuk mengalirkan udara segar dan udara panas.. 37
Gambar 10. Mesin yang digunakan pada unit penggilingan dan
fermentasi ……………………………………………... 38
Gambar 11. Mesin pengering ………………………………………. 39
Gambar 12. Tungku untuk menghasilkan udara panas untuk mesin
pengering ……………………………………………… 40
Gambar 13. Mesin yang digunakan pada unit sortasi dan
pengepakan (vibro mesh) ……………………………... 41
Gambar 14. Blower ………………………………………………… 42
Gambar 15. Publikasi K3 yang Ada di ruang pelayuan ……………. 55
Gambar 16. Alat Pemadam Api Ringan yang ada di ruang
prapelayuan dan pelayuan …………………………….. 58
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ………………………………... 70
Lampiran 2. Peta Lokasi PT. Sinar Inesco ....................................... 77
Lampiran 3. Lay Out Ruangan ……………………………………. 78
Lampiran 4. Perhitungan Uji Validitas Safety Psychology .............. 81
Lampiran 5. Perhitungan Uji Validitas Peluang Terjadinya Bahaya
.......................................................................... 82
Lampiran 6. Perhitungan Uji Validitas Konsekwensi Terjadinya
Bahaya ……………………………………………….. 84
Lampiran 7. Perhitungan Uji Reliabilitas Safety Psychology……… 86
Lampiran 8. Perhitungan Uji Reliabilitas Peluang Terjadinya
Bahaya .......................................................................... 89
Lampiran 9. Perhitungan Uji Reliabilitas Konsekwensi Terjadinya
Bahaya ……………………………………………….. 92
Lampiran 10. Display untuk Bahaya Terbentur ……………………. 93
Lampiran 11. Display untuk Bahaya Terjatuh ……………………... 94
Lampiran 12. Display untuk Bahaya Terbakar/Kebakaran ………… 95
Lampiran 13. Display untuk Bahaya Tersetrum ……………………. 96
Lampiran 14. Standard Operating Procedure (SOP) Berdasarkan 97
Unit …………………………………………………..
Lampiran 15. Kotak (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)P3K
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia No:Per-
15/Men/VIII/2008 …………………………………… 98
Lampiran 16. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(P2K3) ………………….............................................. 99
xiv
I. PENDAHULUAN
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek yang penting dalam
suatu perusahaan. Salah satu yang berkaitan erat dengan K3 adalah kecelakaan
kerja. Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi
kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa
kerugian materi yang cukup besar, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban
jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini
merupakan kerugian yang sangat besar, karena manusia adalah satu-satu nya
sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apa pun.
Kerugian yang langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah
biaya pengobatan dan kompensasi kecelakaan, sedangkan biaya tak langsung yang
tidak nampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen
keselamatan yang lebih baik, penghentian alat produksi dan hilangnya waktu
kerja.
Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja masih sering terabaikan. Hal ini
ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Berdasarkan data
yang tercatat di PT. Jamsostek menunjukkan bahwa untuk tahun 2007 terdapat
83.714 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Angka ini mencakup 6.506 cacat dan
1.883 meninggal (Ansori, 2008).
Menurut ILO (2000), pertanian adalah salah satu pekerjaan yang paling penuh
resiko di seluruh dunia. Di beberapa negara-negara tingkat kecelakaan fatal dalam
pertanian adalah dua kali lipat dari rata-rata untuk semua industri lain. Menurut
perkiraan ILO, para pekerja yang menderita kecelakaan kerja sebanyak 250 juta
setiap tahun. Berasal dari total 335.000 tempat kerja kecelakaan fatal di seluruh
dunia, kira-kira ada 170.000 kematian di tengah para pekerja di bidang pertanian.
PT. Sinar Inesco sebagai industri pengolahan teh tidak terlepas dari aktivitas
pertanian mulai dari perkebunan sampai pada pengolahannya. Selain itu, PT. Sinar
Inesco tidak terlepas dari aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode,
biaya, dan material serta waktu yang cukup besar. Kondisi yang demikian
memiliki kemungkinan terjadinya bahaya atau resiko bahkan kecelakaan dalam
pelaksanaan kegiatan ataupun aktivitasnya. Karena adanya potensi masalah yang
cukup signifikan berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
kegiatan produksi di industri pengolahan teh, maka perlu dilakukan analisis
terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2
1.3. Ruang Lingkup Penelitian
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kesehatan kerja adalah usaha untuk menciptakan keadaan lingkungan kerja yang
aman dan sehat dari bahaya kecelakaan. Keselamatan kerja merupakan
keselamatan yang berhubungan dengan mesin, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, tempat kerja serta kondisi lingkungannya (Sabdoadi, 1979).
Sementara itu, keselamatan kerja menurut American Society of Safety Engineers
(ASSE) yang dikutip oleh Sugeng (2005) diartikan sebagai bidang kegiatan yang
ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan
lingkungan dan situasi kerja.
4
kurang perhatian, mudah marah, selalu menunda pekerjaan dan kecenderungan
untuk mudah putus asa terhadap hal-hal yang remeh (Rivai, 2006).
Lebih lanjut Sabdoadi (1999) menyatakan tujuan utama kesehatan kerja ada dua
yaitu :
5
kecelakaan kerja yang fatal atau kecelakaan kerja yang tidak fatal. Kecelakaan
kerja menurut Sulaksmono yang dikutip oleh Santoso (2004) adalah sutau
kejadian tak terduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu
aktivitas yang telah teratur. Kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka dalam
sekejap mata dan mungkin terjadi dalam setiap aktivitas.
Menurut Suma’mur (1994), kecelakaan kerja adalah bagian yang tak terduga dan
tidak diharapkan, yang dapat menghentikan aktivitas seseorang atau proses
produksi. Tidak terduga karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur
kesengajaan apalagi bentuk perencanaan, tidak diharapkan karena peristiwa
kecelakaan itu biasanya disertai dengan kerugian material maupun fisik.
6
hubungan kerja dengan perusahaan. Hubungan kerja disini berarti kecelakaan
terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu,
kecelakaan akibat kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni a) kecelakaan
adalah akibat langsung pekerjaan b) kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang
dilakukan. Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini
diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang
terjadi pada saat perjalanan atau transpor ke dan dari tempat kerja. Dengan kata
lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan
dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk
kecelakaan kerja.
Penyebab munculnya kecelakaan kerja menurut Cascio (1998) yang dikutip oleh
Ilham (2002) dapat berasal dari dua hal, yaitu kondisi kerja yang tidak sehat (fisik
dan lingkungan kerja) serta perilaku kerja yang tidak sehat. Kurangnya peralatan
pengaman, adanya suara yang bising, radiasi, debu, dan bahan-bahan berbahaya
dan beracun (B3) merupakan contoh dari kondisi kerja yang tidak sehat.
Walaupun begitu, banyak kecelakaan kerja merupakan interaksi dari kondisi kerja
yang tidak sehat.
7
Menurut Side (1998) penyebab kecelakaan dapat diklasifikasikan menjadi 3
faktor, yaitu :
8
8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga
Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja No.2/1980
9) Peraturan Menteri Tenega Kerja tentang Kewajiban melaporkan Penyakit
Akibat Kerja No. 1/1981
10) Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
No.3/1982
11) Keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang NAB faktor fisika di Tempat Kerja
No.51/1999
12) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja tentang NAB Faktor Kimia di Udara
Lingkungan Kerja No.1/1997.
Hazard didefinisikan sebagai suatu potensi bahwa dari suatu urutan kejadian
berlangsung (event) akan timbul suatu kerusakan atau dampak yang merugikan.
Hazard merupakan satu kesatuan kombinasi dari tiga variabel yang terdiri dari
frekuensi (kekerapan), duration (lama waktu) dan severity (keparahan dampak)
yang ditimbulkan akibat paparan terhadap suatu subtansi/energi (Nasri,2002).
Hazard (bahaya) adalah kondisi biologis, kimia, atau fisik yang berpotensi
menyebabkan kerusakan terhadap manusia, harta benda atau lingkungan. Hazard
bisa terdapat pada peralatan dan bahan berbahya (Stricoff dan Walters, 1995).
Hazard (bahaya) adalah sesuatu yang berpotensi membahayakan hidup,
kesehatan atau harta benda. Adanya hazard menunjukkan adanya ancaman,
dimana hazard bisa terjadi dalam keadaan tidak mungkin, dengan resiko minimal.
Bahaya kimia berhubungan dengan sifat bahan kimia dan ada hubungannya antara
bahaya dan resiko ketika pemaparan berlangsung (Anonim, 2007).
9
Hazard atau bahaya dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu :
1) Bahaya fisika. Yang termasuk kedalam bahaya ini adalah kebisingan, getaran,
panas dan tekanan. Kebisingan merupakan masalah yang sering timbul dalam
dunia industri. Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak
dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan
kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi. Menurut Soemanegara
(1975) yang dikutip Herdiyanto (2003) menyatakan bahwa pengaruh-
pengaruh bising dalam industri terhadap jasmani para pekerja terbagi atas dua
bagian, yaitu pengaruh-pengaruh non-auditor atau pengaruh bukan terhadap
indera pendengaran dan pengaruh auditor atau pengaruh terhadap indera
pendengaran.
2) Bahaya kimia dapat menyebabkan kerusakan barang dan mengganggu
kesehatan. Bahan kimia tersebut mempunyai sifat eksplosif, mudah terbakar,
korosif, mudah teroksidasi, toksik, beracun serta karsinogenik. Bahan kimia
dapat masuk ke dalam tubuh dengan beberapa cara diantaranya pernapasan
(inhalation), kulit (skin absorption ) dan tertelan ( ingestion ).
3) Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari
sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein
dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang
terdegradasi. Contoh bahaya biologi adalah AIDS atau hepatitis B,
tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella, clamidhya dan psittaci.
4) Bahaya ergonomi berasal dari rancangan kerja, tata letak tempat serta
aktivitas yang buruk. Contoh dari bahaya ergonomi diantaranya masalah
penanganan secara manual, tata letak dan rancangan tempat kerja.
5) Bahaya psychology diantaranya stres dan jam kerja yang lama. Stres
merupakan tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap
setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan,
maka hal ini dinamakan stres. Gangguan emosional yang ditimbulkan seperti
cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan
alkohol dan psikotropika.
10
2.5. Pengendalian Bahaya
Miner (1992) yang dikutip oleh Ilham (2002) mengemukakan dua aspek yang
disebut dengan Safety Psychology dan Industrial Clinical Psychology, yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Safety
Psychology memfokuskan pada usaha untuk mencegah kecelakaan terjadi, dengan
meneliti mengapa dan bagaimana kecelakaan itu muncul, sedangkan Industrial
Clinical Psychology memfokuskan pada karyawan-karyawan yang tingkat
kerjanya menurun, hal-hal yang menyebabkan serta apa yang bisa dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut. Persamaan dari Safety Psychology dan Industrial
Clinical Psychology adalah sama-sama meneliti untuk pencegahan dan mengatasi
masalah-masalah tertentu yang berkaitan dengan keselamatan kerja dan motivasi
kerja karyawan. Safety Psychology terdiri dari enam faktor, yaitu laporan dan
statistik kecelakaan, pelatihan keselamatan, publikasi dan kontes keselamatan
kerja, kontrol terhadap lingkungan kerja, inspeksi dan disiplin, dan peningkatan
kesadaran K3. Industrial Clinical Psychology terdiri dari atas dua faktor, yaitu
konseling dan employee assistance programe. Faktor-faktor yang terdapat dalam
kedua aspek tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Silalahi ( 1991) yang dikutip oleh Silaban (2003) menyatakan bahwa ada beberapa
perbuatan yang mengusahakan keselamatan, antara lain:
a. Setiap karyawan bertugas sesuai dengan pedoman dan penuntun yang
diberikan.
b. Setiap kecelakaan atau kejadian yang merugikan harus segera dilaporkan
kepada atasan.
c. Setiap peraturan dan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja harus dipatuhi
secermat mungkin.
d. Semua karyawan harus bersedia saling mengisi atau mengingatkan akan
perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya.
e. Peralatan dan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja dipakai
(digunakan) bila perlu.
11
Gambar 1. Safety psychology dan industrial clinical psychology
12
10. Penggairahan, pendekatan lain agar bersikap yang selamat.
11. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan
kecelakaan.
12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.
13
Gambar 2. Diagram pengendalian bahaya (Santoso, 2004)
14
2.6. Metode Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko
Analisis resiko merupakan suatu analisis yang mengerjakan berbagai tingkat dari
kemurnian dalam mempercayai informasi resiko dari data yang didapatkan.
Analisis resiko bisa jadi menggunakan kualitatif, semi kuantitatif, kuantitatif atau
kombinasi dari ketiganya. Tingkat kerumitan dan biaya dari ketiga analisis
tersebut meningkat yaitu analisis kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif. Dalam
prakteknya, analisis kualitatif sering pertama digunakan untuk mendapatkan
petunjuk umum dari level resiko. Analisis kualitatif bisa jadi digunakan untuk
keperluan untuk mengerjakan analisis kuantitatif yang lebih spesifik. Secara
terperinci analisis tersebut sebagai berikut :
a) Analisis kualitatif
15
kualitatif, tidak menyarankan nilai praktis apa saja untuk resiko-resiko seperti
dalam analisis kuantitatif.
Harus hati-hati dalam mengambil analisis semi kuantitatif, sebab nomor yang
dipilih mungkin tidak sepantasnya menunjukkan relativitas kedudukan yang
hasilnya tidak konsisten. Analisis semi kuantitatif mungkin tidak sepantasnya
berbeda antara resiko-resiko, terutama ketika salah satu akibat atau
kemungkianan bersifat ekstrim.
c) Analisis kuantitatif
16
berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja diwajibkan
menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3”.
17
Sasaran penerapan SMK3 :
18
III. METODOLOGI PENELITIAN
Suardi (2005) mengutip laporan ILO tahun 2003, kecelakaan dan sakit di tempat
kerja membunuh dan memakan lebih banyak korban jika dibandingkan dengan
perang dunia. Riset yang dilakukan badan dunia ILO menghasilkan kesimpulan,
setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara dengan satu orang setiap 15
detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan
dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita, karena kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan
350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita dalam pekerjaan
seperti membongkar zat kimia beracun.
19
statistik kecelakaan. Setelah dapat mengenali sumber bahaya, maka langkah
selanjutnya dengan menentukan resiko/evaluasi resiko. Evaluasi resiko dapat
ditentukan dengan rumus :
R = Peluang x Konsekuensi
20
3.2. Waktu dan Tempat penelitian
Tahap pertama dari penelitian ini adalah pengambilan data sekunder. Data
sekunder yang diambil meliputi gambaran umum perusahaan serta data
kecelakaan kerja. Tahap yang kedua adalah pengambilan data primer yang
meliputi identifikasi bahaya dan persepsi pekerja mengenai faktor-faktor
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta tingkat resiko akibat dari bahaya yang
ada. Jenis-jenis bahaya yang ada didapatkan dengan cara observasi langsung di
setiap bagian produksi. Selain itu, observasi juga dilakukan unutk melihat
pelaksanaan K3 di lingkungan kerja.
21
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta tingkat resiko akibat dari bahaya yang ada
didapat dengan cara menyebarkan kuesioner yang disebarkan pada karyawan PT.
Sinar Inesco Tasikmalaya khususnya bagian produksi. Menurut Gay (1976) yang
dikutip Sevilla et al. (1993), menyatakan bahwa untuk penelitian deskriptif ukuran
sampel yang ditawarkan dengan populasi yang kecil diperlukan minmum 20%.
Pada penelitian ini, jumlah responden yang digunakan sebesar 30% dari jumlah
karyawan bagian produksi yaitu sekitar 24 orang.
22
3.4. Analisis Data
3.4.1. Uji Validitas
Uji validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang
ingin diukur (Singarimbun dan Effendi, 1989). Selain itu, uji validitas digunakan
untuk mengetahui tingkat valid suatu butir pertanyaan dalam kuesioner.
Perhitungan korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan menggunakan
Product Moment (Hasan, 2002). Rumus korelasi product moment yaitu :
Dimana :
X : skor masing-masing pertanyaan
Y : skor total
n : jumlah total
r : angka korelasi
Dimana :
r11 : keandalan instrumen
k : jumlah butir pertanyaan
23
Rumus ragam yang digunakan :
Dimana :
n: jumlah responden
X: nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor-nomor butir pertanyaan)
Menurut Suardi (2005), level atau tingkatan resiko ditentukan oleh hubungan
antara nilai kemungkinan terjadinya bahaya dan konsekuensi. Pengukuran
kualitatif kemungkinan terjadinya bahaya (frekuensi) dapat dilihat pada Tabel 2,
sedangkan untuk pengukuran kualitatif keseriusan/konsekuensi dapat dilihat pada
Tabel 3.
24
Tabel 3. Pengukuran kualitatitif keseriusan/konsekuensi
Kategori
Level Keterangan
Keseriusan/Konsekuensi
1 Tidak Signifikan Tidak ada cedera dan kehilangan material
kecil.
2 Minor Memerlukan bantuan pertolongan pertama,
pada tempat kejadian dengan segera, dan
kerugian material sedang.
3 Sedang Memerlukan perawatan medis, pada
tempat kejadian memerlukan bantuan dari
luar dan kerugian material tinggi.
4 Mayor/Bencana Cidera yang mengakibatkan cacat/hilang
fungsi tubuh secara total, off-site release
tanpa efek merusak dan kerugian material
besar (utama).
5 Katastropik/Bencana Menyebabkan kematian, off-site release
Besar bahan toksik dan efeknya merusak dan
kerugian material sangat besar.
Sumber : AS/NZS 4360 : 1999
25
Tingkatan resiko akan menunjukkan tindak lanjut yang harus dilakukan.
Ketentuan tindak lanjut terhadap tingkat resiko dapat dilihat pada Tabel 5.
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
PT. Sinar Inesco merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan teh
dengan bahan baku sebagian besar berasal dari perkebunan sendiri yaitu
perkebunan Sambawa. Pada mulanya perkebunan Sambawa mulai dibuka dan
diusahakan oleh N.V. Cultur My Sambawa yaitu pada tahun 1909-1940. Setelah
itu, sampai tahun 1949 digarap oleh rakyat setempat dan ditanami palawija.
Kemudian pada tahun 1950-1951 diusahakan kembali oleh N.V. Cultur My
Sambawa dengan juru kuasa Rorrisondan Crossfield. Pada tahun 1951-1954
perkebunan Sambawa diusahakan oleh pemerintah c.q. Bank Industri Negara.
Setelah Bank Industri Negara, yaitu tahun 1954-1968 diusahakan oleh
B.P.U.P.P.N Aneka Tanaman sampai tahun 1973. PT. Sinar Inesco memegang
usaha secara penuh sejak tahun 1973 sampai sekarang.
Pada awal berdiri, PT. Sinar Inesco hanya memproduksi teh hijau. Kemudian
memproduksi teh hitam untuk memenuhi permintaan pasar dan bahan baku yang
melebihi kapasitas teh hijau. PT. Sinar Inesco mempunyai dua fasilitas pabrik
pengolahan yaitu pabrik 1 untuk pengolahan teh hijau dengan kapasitas terpasang
2.000.000 Kg Kering/Tahun dan pabrik 2 untuk pengolahan teh hitam dengan
kapasitas terpasang 2.400.000 Kg Kering/Tahun. Pabrik 2 dibangun pada tahun
1986 dan mulai berproduksi pada tahun 1988. Namun, untuk saat ini PT. Sinar
Inesco hanya memproduksi teh hitam karena berkurangnya jumlah bahan baku.
27
berjarak 22 Km ke jalan provinsi dan 45 Km ke kota Daerah Tingkat II
Tasikmalaya serta 54 Km ke kota Daerah Tingkat II Garut. Secara lengkap peta
lokasi PT. Sinar Inesco dan Perkebunan Sambawa dapat dilihat pada Lampiran 2.
Perkebunan Sambawa ini mempunyai iklim tipe B, dimana hujan turun sekitar
bulan Oktober sampai Mei, musim kemarau sekitar bulan Juni sampai September,
berangin sedang dan hawa dingin di malam hari. Temperatur rata-rata pada siang
hari berkisar antara 22-26 ºC, sedangkan pada malam hari berkisar antara 18-20
ºC. Curah hujan rata-ratanya 3.797 mm/tahun dan termasuk daerah tipe curah
hujan basah. Kelembaban udara pada siang hari berkisar antara 60-70%,
sedangkan pada malam hari berkisar antara 80-90%.
4.1.3. Ketenagakerjaan
Secara umum karyawan PT. Sinar Inesco dibagi menjadi lima bagian yaitu kantor,
garapan, pemetikan, pabrik dan kendaraan, serta kantor dan umum. Karyawan
dibagi ke dalam karyawan bulanan, karyawan harian tetap, dan karyawan harian
lepas. Rata-rata jam kerja karyawan sekitar 8 jam. Jumlah karyawan PT. Sinar
Inesco dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rekapitulasi karyawan PT. Sinar Inseco periode bulan Mei 2009
Karyawan
No Bagian
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Kantor 15 2 17
2 Garapan 131 0 131
3 Pemetikan 31 448 479
4 Pabrik dan Kendaraan 74 32 106
5 Kantor dan Umum 28 2 30
Sub Total 279 484 763
Sumber : Data Kantor Induk PT. Sinar Inesco
28
balai pengobatan dan dokter. Apabila ada yang dirujuk ke rumah sakit, seluruh
biaya ditanggung oleh perusahaan.
PT. Sinar Inesco memproduksi teh hitam secara orthodox rotorvane yang
diklasifikasikan dalam dua tingkat mutu yaitu grade I dan Grade II. Grade I terdiri
dari BOP (Broken Orange Peko), BOPF (Broken Orange Peko Funning), PF
(Peko Funning), Dust, BT (Broken Tea) dan BP (Broken Peko). Grade II terdiri
dari PF 2, Dust 2, Dust 3, BT 2, PF 3, Dust 4, BM (Broken Mix) dan BMF
(Broken Mix Funning). Produk yang dihasilkan berupa teh hitam kering yang
dipasarkan untuk wilayah lokal dan diekspor ke luar negeri.
Kegiatan produksi di PT. Sinar Inesco dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu :
penerimaan bahan baku, pembeberan, pelayuan, penggilingan, fermentasi,
pengeringan, sortasi dan pengepakan. Diagram alir proses produksi dapat dilihat
pada Gambar 6, sedangkan lay out ruangan dapat dilihat pada Lampiran 3. Tahap
pertama dari kegiatan produksi adalah penerimaan pucuk dari afdeling di pabrik
sekitar pukul 10.00 WIB. Bahan baku yang berupa pucuk basah setelah ditimbang
di kebun ditimbang kembali di pabrik. Penimbangan tersebut bertujuan untuk
menentukan rendemen produk dan untuk memantau kebun.
29
Gambar 6. Diagram alir proses produksi
Proses berikutnya pelayuan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dan
mengkondisikan pucuk teh agar siap untuk digiling. Pelayuan merupakan proses
pengeringan lambat sekali untuk mengurangi kadar air dengan menggunakan
udara segar dan udara panas. Penggunaan udara tersebut dapat mempermudah
proses pelemasan pucuk sehingga memudahkan dalam proses penggilingan. Suhu
udara yang digunakan berkisar antara 26-27 ºC. Jika suhu yang digunakan lebih
dari itu, akan mengakibatkan daun kering. Pucuk dikatakan layu apabila diremas
tidak pecah atau pucuk akan kembali seperti semula.
Dalam proses penggilingan cairan sel daun yang terperas akan terurai dan bereaksi
dengan oksigen dari udara sekitar yang lembab. Pada tahap ini sudah dimulai
proses fermentasi atau oksidasi enzimatis. Proses penggilingan akan berjalan
30
dengan baik jika kondisi ruangan lembab yaitu sekitar 91-95% dan suhu yang
digunakan adalah 24 °C. Untuk mengkondisikan ruangan tersebut agar sesuai
dengan kelembaban dan suhu yang diinginkan, di ruang penggilingan dipasang
humidifier.
Pada proses penggilingan ini terdiri dari tiga tahapan yaitu penggulungan,
penggilingan, dan sortasi basah. Proses penggulungan menggunakan mesin open
top roller selama ± 45 menit. Proses ini terjadi karena adanya gerakan lumbung
open top roller yang berlawanan dengan arah beatten-nya sehingga pucuk akan
tergulung. Pucuk yang sudah tergulung kemudian ditampung dalam tong untuk
diproses kembali. Jika ada pucuk teh yang masih besar, maka pucuk tersebut
digiling kembali oleh mesin press cup roller. Penggunaan mesin tersebut
bertujuan agar pucuk teh yang masih kasar menjadi lebih halus. Setelah digiling
dengan menggunakan open top roller dan press cup roller, pucuk teh tersebut
dipotong kembali dengan menggunakan rotorvane. Kemudian bubuk tersebut
diayak menggunakan rotary roll breaker sampai didapat teh yang sesuai dengan
mutunya.
Setelah digiling, bubuk teh difermentasikan selama 3,5 jam. Proses fermentasi
bisa disebut juga sebagai proses oksidasi enzimatis. Proses ini merupakan reaksi
oksidasi antara enzim dengan senyawa polifenol (katekin) yang terdapat dalam
daun teh dengan bantuan oksigen yang ada di udara bebas. Tujuan dari proses ini
adalah untuk mengendalikan reaksi enzimatis dalam bubuk teh sehingga diperoleh
cita rasa yang khas. Fermentasi dilakukan dengan cara mendiamkan bubuk teh
basah di dalam ruangan lembab yaitu dengan Relative Humidity (RH) 91-95% dan
suhu 23 °C.
31
100-110 °C. Suhu ini disebut dengan suhu masuk (inlet), sedangkan suhu keluar
(outlet) dari mesin pengering sekitar 45 °C. Panas yang digunakan oleh alat
pengering tersebut berasal dari tungku yang berbahan bakar kayu bakar.
Bubuk teh yang telah dikeringkan kemudian masuk ke bagian sortasi untuk
dilakukan pemisahan jenis mutu. Selain itu juga akan dipisahkan dari benda-benda
asing. Tujuan dari sortasi kering adalah untuk memisahkan teh kering menjadi
beberapa grade yang sesuai dengan standar perdagangan teh. Prinsip utama dari
sortasi kering adalah memisahkan butiran teh berdasarkan ukuran, bentuk, dan
berat jenis teh. Pada proses ini ada beberapa mesin yang digunakan antara lain,
middleton, vibro blank, vibro mesh, vibro shifter, crusher dan winower.
32
4.2. Karakteristik Responden
Kelompok usia yang mengisi kuesioner merupakan kelompok usia yang ada di
bagian produksi PT. Sinar Inesco. Jumlah karyawan yang bekerja di bagian
produksi berada pada rentang usia lebih dari 20 tahun. Pada penelitian ini rentang
usia yang paling banyak berada pada rentang 20-30 tahun, 31-40 tahun dan 41-50
tahun. Pada rentang usia 31-40 tahun, karyawan berada pada rentang produktif
serta karyawan telah mempunyai pengalaman bekerja. Rekapitulasi karakteristik
Responden dapat dilihat pada Tabel 7.
Pendidikan terakhir untuk karyawan PT. Sinar Inesco khususnya bagian produksi
sebagian besar adalah lulusan Sekolah Dasar (SD) dan sederajat. Hal ini
dikarenakan PT. Sinar Inesco merupakan perusahaan yang pertama berdiri di
33
daerah setempat sehingga membutuhkan karyawan banyak, sedangkan penduduk
yang ada di sekitanya taraf pendidikannya masih rendah.
Masa kerja karyawan PT. Sinar Inesco sebagian besar lebih dari 15 tahun.
Karyawan yang mempunyai masa kerja lebih dari 15 tahun mendominasi bagian
produksi. Lamanya masa kerja karyawan menyebabkan para pekerja
berpengalaman dibidang tersebut. Bagian produksi merupakan bagian yang
membutuhkan karyawan yang berpengalaman.
34
4.3.2. Hasil Uji Reliablitas Kuesioner
Uji reliablitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur atau
kuesioner dapat dipercaya atau diandalkan apabila kuesioner digunakan dua kali
untuk mengukur gejala yang sama. Dengan kata lain reliabilitas merupakan
tingkat ketepatan, ketelitian atau keakuratan sebuah instrumen. Pengujian
reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik cronbach’s alpha.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan software SPSS for Windows 16.0,
didapatkan bahwa nilai cronbach’s alpha untuk setiap bagian kuesioner pada
safety psychology lebih dari 0,6. Menurut Nugroho (2005), reliabilitas suatu
susunan variabel dikatakan baik jika memiliki nilai cronbach’s alpha lebih dari
0,6. Dalam penelitian ini reliabilitas yang diukur merupakan reliabilitas internal
dimana ukuran atau kriterianya berada dalam instrumen. Reliabilitas internal
dimaksudkan bahwa pengujian dilakukan dengan menganalisis konsistensi butir-
butir instrumen yang ada (Hasan, 2002). Untuk bagian peluang bahaya dan
konsekuensi bahaya ada beberapa butir pertanyaan yang tidak konsisten, namun
data tersebut akan tetap digunakan dalam analisis dan digunakan sebagai data
informatif. Tidak konsisten yang dimaksud di sini adalah tidak konsisten secara
internal (berhubungan dengan butir-butir pertanyaan) bukan tidak konsisten dari
segi jawabannya. Perhitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 7, 8 dan
9.
Identifikasi potensi bahaya pada proses prapelayuan dan pelayuan terdapat bahaya
tergores, terperosok, terkena panas, terbentur, tertarik baling-baling, tersetrum
listrik dan kebisingan. Suasana di tempat prapelayuan dan pelayuan dapat dilihat
pada Gambar 8. Bahaya tergores bisa terjadi ketika pekerja melakukan
pembeberan daun teh di withering trough. Hal tersebut dikarenakan alas withering
trough menggunakan kawat sebelum dilapisi oleh nilon. Kondisi withering trough
yang ada di PT. Sinar Inesco ada beberapa yang sudah rusak karena sudah tua.
35
Withering trough tersebut ada yang kawatnya terputus sehingga potongannya
timbul ke atas.
Bahaya terperosok dapat terjadi karena ruangan prapelayuan dan pelayuan berada
di lantai dua dan lantai tersebut terbuat dari lapisan kayu. Ada beberapa bagian
yang kondisi lapisan kayunya sudah lapuk. Selain itu, terperosok dapat juga
terjadi di withering trough. Penyebab terjadinya kecelakaan yang diakibatkan oleh
terperosok berasal dari tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja seperti
naik ke withering trough serta kondisi lantai yang sudah tua.
Bahaya lain pada proses prapelayuan dan pelayuan adalah terkena panas. Suhu
panas berasal dari exhaust fan yang digunakan untuk proses pelayuan daun teh.
Suhu yang berasal dari exhaust fan berkisar antara 26-27 ºC. Rentang suhu
tersebut masih normal sehingga tidak terlalu mempengaruhi aktivitas pekerja.
Bahaya selanjutnya adalah terbentur kursi monorail. Terbentur dapat terjadi ketika
monorail sedang berjalan dan para pekerja sibuk memeberkan atau membalikkan
daun teh. Bahaya yang lain adalah tertarik baling-baling exhaust fan. Kecelakaan
yang disebabkan oleh bahaya ini dapat terjadi karena di ruang prapelayuan dan
pelayuan terdapat exhaust fan untuk mengalirkan udara panas dan udara segar ke
withering trough. Kondisi dari exhaust fan tersebut ada beberapa yang tidak
memiliki pengaman sehingga ketika pekerja menyalakan exhaust fan atau berjalan
disekitar exhaust fan ada kemungkinan tertarik baling-baling tersebut.
36
Bahaya berikutnya adalah bahaya tersetrum listrik. Bahaya tersebut terjadi karena
exhaust fan dioperasikan dengan menggunakan listrik. Bahaya tersetrum dapat
terjadi jika kabel atau instalasi listrik yang ada di sekitar ruangan tersebut ada
yang bocor. Bahaya yang terakhir adalah kebisingan. Kebisingan berasal dari
kipas yang digunakan untuk mendorong udara segar dan udara panas ke dalam
withering trough. Kipas tersebut digunakan sekitar 10-12 jam perhari. Kipas
untuk mengalirkan udara segar dan udara panas dapat dilihat pada Gambar 9.
Bahaya lain yang ada di bagian penggilingan adalah terjatuh. Pekerja dapat
terjatuh karena terdapat dua tangga yang menghubungkan antara ruang
penggilingan dan ruang pelayuan serta tangga yang menghubungkan antara ruang
penggilingan dan ruang kantor. Bahaya terjatuh dapat terjadi jika tangga tersebut
licin atau faktor dari kecerobohan pekerja seperti sikap ketidakhati-hatian. Selain
itu, terjatuh juga dapat terjadi karena ruangan yang gelap sehingga pekerja tidak
bisa melihat secara jelas.
37
Bahaya selanjutnya yang ada di bagian penggilingan adalah tersetrum listrik,
karena hampir semua mesin yang ada dioperasikan menggunakan listrik.
Tersetrum dapat terjadi jika instalasi listrik yang ada di ruangan tersebut bocor.
Bahaya berikutnya adalah kebisingan. Kebisingan berasal dari mesin penggilingan
dan mesin rotorvane. Dalam satu hari, mesin penggilingan beroperasi selama 7-8
jam. Pada bagian penggilingan ini ada beberapa macam mesin yaitu press cup
roller, open top roller dan rotorvane. Press cup roller dan open top roller yang
digunakan sebanyak 3 unit, sedangkan rotorvane yang digunakan sebanyak 2 unit.
Para pekerja yang ada di bagian ini tidak terganggu dengan kebisingan yang ada
karena mereka sudah terbiasa dengan kondisi tersebut. Mesin yang digunakan
pada unit penggilingan dan fermentasi dapat dilihat pada Gambar 10.
Selain kebisingan, bahaya lain yang ditimbulkan dari penggunaan mesin tersebut
salah satunya adalah terpotong. Pada umumnya terpotong dapat terjadi pada mesin
press cup roller dan open top roller ketika memasukkan bahan baku,
mengeluarkannya atau merapikan bahan baku yang ada pada mesin. Bahaya
terpotong terjadi ketika pekerja sedang lengah atau lalai. Lengahnya atau lalainya
pekerja tersebut dapat disebabkan karena pekerja kewalahan dalam menangani
mesin atau kondisi fisiknya sedang tidak sehat.
Bahaya tergelincir dapat terjadi karena lantai di bagian penggilingan licin. Hal itu
dikarenakan di sekitar mesin press cup roller terdapat pipa air untuk mengatur RH
38
agar sesuai dengan kondisi proses. Kondisi dari pipa tersebut ada beberapa yang
bocor sehingga lantai di sekitarnya menjadi basah atau licin.
4.4.3. Pengeringan
Pada proses ini menggunakan suhu yang tinggi yang berasal dari tungku yang
berbahan bakar kayu. Selain itu, teh kering yang dihasilkan memiliki karakteristik
mudah terbakar sehingga jika ada percikan api dapat menimbulkan kebakaran.
Bahaya terbakar selain dapat membakar produk dan barang, dapat juga membakar
organ tubuh manusia. Organ tubuh manusia dapat terbakar ketika sedang
memasukkan kayu bakar ke dalam tungku.
39
Bahaya lain pada unit pengeringan adalah kebisingan. Kebisingan ini berasal dari
alat pengering, mesin penggilingan serta mesin-mesin yang ada di bagian sortasi.
Letak ruangan pengeringan berada diantara ruang sortasi dan penggilingan. Hal
tersebut menyebabkan tingkat kebisingan di ruang pengeringan cukup tinggi
dibandingkan dengan ruangan lainnya. Kebisingan harus diperhatikan karena
dampak yang ditimbulkan cukup berbahaya yaitu dapat menyebabkan gangguan
pendengaran, baik sementara maupun permanen.
Proses pengeringan termasuk tahapan proses yang menggunakan suhu yang cukup
tinggi. Suhu yang digunakan cukup tinggi yaitu sekitar 95-110 °C dan suhu outlet
sekitar 45 °C sehingga ada kemungkinan suhu lingkungan mengalami kenaikan.
Suhu yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada kulit bahkan
kerusakan permanen pada kulit. Lingkungan kerja dengan suhu yang tinggi dapat
menyebabkan tidak optimalnya pekerjaan yang dilakukan. Dari kondisi tersebut
dapat muncul bahaya terpapar panas. Tungku untuk menghasilkan udara panas
dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Tungku untuk menghasilkan udara panas untuk mesin pengering
Pada proses pengeringan produk yang dihasilkan berupa teh bubuk kering
walaupun masih dalam keadaan tercampur. Teh tersebut setelah dikeringkan
dalam alat pengering dikumpulkan di lantai sehingga di lantai tersebut banyak
debunya, hal tersebut dapat menyebabkan lantai menjadi licin dan jika tidak
berhati-hati dapat tergelincir.
40
Bahaya yang terakhir dari proses pengeringan adalah mata terkena debu. Pada
proses pengeringan bahan yang dikeringkan berupa teh bubuk yang terdiri dari
berbagai macam ukuran salah satunya yang berukuran sangat kecil yang pada
akhirnya akan menjadi debu karena mudah diterbangkan oleh angin. Jika tidak
dilindungi, mata dapat terkena debu dan dapat menimbulkan iritasi. Selain itu, ada
beberapa tindakan pekerja yang tidak aman seperti pekerja masuk ke dalam alat
pengering untuk membersihkan teh kering yang tersisa. Teh yang tersisa di dalam
alat pengering jumlahnya cukup banyak, hal itu dikarenakan trays-nya banyak
yang sudah rusak.
Unit yang terakhir yaitu sortasi dan pengepakan. Pada unit ini terdapat delapan
bahaya yang meliputi terjepit, terhirup (debu), kebisingan, tertarik baling-baling,
terbentur, mata terkena debu, tertusuk dan tersetrum listrik. Unit ini merupakan
unit yang banyak menggunakan mesin dan jumlah pekerja yang paling banyak
dengan sebagian besar pekerjanya perempuan. Bahaya yang pertama adalah
terjepit. Terjepit ada beberapa macam diantaranya terjepit rantai, van belt, atau
terjepit oleh alat penghalus. Kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh bahaya ini
biasanya terjadi ketika pekerja membetulkan konveyor atau rantai yang macet.
Salah satu mesin yang digunakan pada unit sortasi dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Mesin yang digunakan pada unit sortasi dan pengepakan (vibro mesh)
41
Bahaya lain yang ada di unit sortasi dan pengepakan adalah mata terkena debu.
Pekerja yang ada pada unit ini, matanya dapat terkena debu, karena pada bagian
ini banyak debu yang berupa partikel teh yang berasal dari teh jenis dust.
Banyaknya debu yang beterbangan diakibatkan oleh sistem sirkulasi udara yang
ada di ruangan tersebut tidak baik. Salah satu penyebab sirkulasi udara kurang
baik adalah tidak beroperasinya beberapa blower yang ada di ruangan tersebut.
Blower tesebut dapat membantu mengeluarkan debu yang beterbangan di ruangan.
Selain mengenai mata, debu juga dapat terhirup. Pekerja yang ada di unit ini
merasa bahaya debu terhirup tidak signifikan karena dampaknya tidak terlihat.
Padahal dalam jangka panjang, jika debu tersebut terhirup secara terus-menerus
dapat menimbulkan gangguang pernafasan seperti gangguan paru-paru.
Adanya blower juga dapat menimbulkan bahaya. Bahaya yang dapat terjadi
tertarik baling-baling. Ada dua hal yang dapat menyebabkan kecelakaan terjadi
dengan bahaya ini. Pertama tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja
seperti membersihkan pakaian yang terkena debu di depan blower. Penyebab yang
kedua adalah alat yang rusak atau tidak diberi pengaman. Blower yang ada di unit
sortasi dan pengepakan dapat dilihat pada Gambar 14.
42
letaknya cukup jauh. Tindakan tidak aman tersebut dipicu karena tata letak mesin
yang kurang rapi sehingga menyulitkan mobilitas pekerja.
Pada unit sortasi hampir semua aktivitasnya menggunakan mesin. Mesin tersebut
dalam sehari beroperasi sekitar 8 jam. Adanya mesin yang dijalankan secara
bersama-sama menimbulkan kebisingan. Pekerja tidak merasa terganggu dengan
kebisingan yang ditimbulkan karena sudah merasa terbiasa. Kebisingan yang ada
pada unit sortasi maupun unit yang lainnya perlu diukur intensitasnya agar dapat
diketahui seberapa besar tingkat bahayanya. Berdasarkan Kepetusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor KEP. 51/MEN/1999 nilai ambang batas kebisingan untuk
waktu pemajanan 8 jam per hari intensitas kebisingannya 85 dBA.
Bahaya selanjutnya adalah tertusuk. Jenis tertusuk yang dapat terjadi di unit ini
adalah tertusuk lidi atau tertusuk jarum ketika menjahit karung atau kemasan teh
kering. Bahaya ini dapat terjadi pada unit sortasi dan pengepakan karena pada unit
banyak menggunakan sapu lidi untuk membersihkan lantai dan konveyor serta
jarum untuk menjahit karung teh. Bahaya yang terakhir adalah tersetrum. Bahaya
tersebut dapat muncul karena semua mesin yang digunakan pada proses sortasi
menggunakan listrik. Tersetrum biasanya terjadi jika ada kabel yang bocor.
Bahaya pada proses produksi teh hitam mempunyai tingkatan resiko yang
beragam yaitu rendah, sedang dan tinggi. Jumlah tingkat resiko tersebut hampir
merata. Tingkat resiko rendah tidak memerlukan pengendalian tambahan, namun
hal yang perlu diperhatikan adalah jalan keluar yang lebih menghemat biaya atau
peningkatan yang tidak memerlukan biaya tambahan besar. Pemantauan
43
diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian dipelihara dan diterapkan
dengan baik dan benar. Tingkat resiko sedang memerlukan tindakan untuk
mengurangi resiko tersebut, tetapi biaya pencegahan yang diperlukan perlu
diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Pengukuran pengurangan resiko perlu
diterapkan dengan baik dan benar, sedangkan tingkat resiko tinggi pekerjaan tidak
dilaksanakan sampai resiko telah direduksi. Perlu dipertimbangkan sumber daya
yang akan dialokasikan untuk mereduksi resiko. Bilamana resiko ada dalam
pelaksanaan pekerjaan, maka tindakan segera dilakukan (Suardi, 2005).
Dalam melakukan pengendalian, hal yang harus dilakukan adalah memulai dari
tindakan yang terbesar. Jika tidak dapat dilakukan, maka kita menurunkan tingkat
pengendaliannya ke tingkat yang lebih rendah atau mudah. Tahapan-tahapan yang
disajikan pada bagian ini didasarkan pada pertimbangan biaya. Semakin tinggi
tingkat kendali yang dipilih, semakin tinggi pula biaya yang dibutuhkan, tetapi
tingkat resiko yang besar semakin besar pula.
Lebih lanjut Suardi (2005) menyatakan bahwa tahap pertama dalam melakukan
pengendalian adalah dengan menghilangkan penyebab bahaya. Jika tidak
memungkinkan dilakukan tindakan pencegahan atau mengurangi peluang terkena
resiko dapat dilakukan salah satu atau kombinasi dari tahap berikut:
Jika ketiga alternatif tersebut tidak dapat dilakukan, maka dapat dilakukan dua
alternatif berikut ini:
PT. Sinar Inesco sebagai industri pengolahan teh yang sudah cukup lama dengan
peralatan dan mesin yang sudah lama digunakan mempunyai peluang untuk
bertambahnya tingkat resiko bahaya, tetapi untuk saat ini perusahaan memiliki
44
sumber daya yang terbatas sehingga penghilangan penyebab bahaya sangat sulit
dilakukan karena membutuhkan investasi yang tinggi. Oleh karena itu,
pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi resiko bersifat sementara. Di
bawah ini merupakan pengendalian bahaya pada PT. Sinar Inseco sesuai dengan
urutan tingkat bahaya.
Berdasarkan hasil penilaian resiko, unit prapelayuan dan pelayuan terdiri dari 4
bahaya dengan tingkat resiko rendah, 1 bahaya beresiko sedang dan 2 bahaya
beresiko tinggi. Penyebab terjadinya bahaya tersebut sebagian besar diakibatkan
oleh rusaknya peralatan seperti withering trough, tindakan tidak aman yang
dilakukan oleh pekerja serta kondisi lingkungan kerja, seperti panas dan
kebisingan. Daftar bahaya pada unit prapelayuan dan pelayuan dengan tingkat
resiko serta pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 8.
45
Tabel 8. Daftar bahaya pada unit prapelayuan dan pelayuan dengan tingkat resiko
serta pengendaliannya
Bahaya P K Tingkat Pengendalian
resiko
Tergores S TS Sedang Penggunaan sarung tangan
Terperosok J M Rendah Perbaikan lantai yang ada di
ruang pelayuan, perbaikan kawat
withering trough, safety shoes,
pemberlakuan sistem sanksi bagi
yang melanggar peraturan
Terkena panas dari SJ TS Rendah Penggunaan indikator suhu
exhaust fan (termometer) pada ruangan
Terbentur kursi J TS Rendah Pemasangan display
monorel
Tertarik baling-baling SJ B Tinggi Pemasangan dan perbaikan
kipas kawat penghalang pada sisi
baling-baling
Tersetrum listrik SJ B Tinggi Sumber listrik diletakkan pada
tempat tertutup, pemasangan
tanda bahaya disekitar area
(display)
Kebisingan J TS Rendah Penggunaan ear plug, meredam,
menyekat, pemindahan,
pemeliharaan, penanaman
pohon, peninggian tembok dan
membuat bukit buatan
Keterangan :
P : Peluang/kemungkinan terjadinya bahaya; K : Konsekuensi terjadinya bahaya;
SJ : Sangat jarang; J : Jarang; TS : Tidak signifikan; M : Minor; B : Bencana.
Unit penggilingan dan fermentasi terdiri dari 6 bahaya dengan 1 bahaya beresiko
rendah, 3 bahaya beresiko sedang dan 2 bahaya beresiko tinggi. Pada unit bahaya
yang paling banyak adalah bahaya yang beresiko sedang dan beresiko tinggi.
Banyaknya resiko yang sedang dan tinggi disebabkan karena pada unit ini banyak
menggunakan mesin yang cukup berbahaya serta kondisi lingkungan kerja yang
kurang baik. Daftar bahaya pada unit penggilingan dan fermentasi dengan tingkat
resiko serta pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 9.
Pengendalian yang dapat dilakukan pada unit ini meliputi pengendalian yang
bersifat adminstraif. Pengendalian tersebut diantaranya berupa pembuatan
standard operation procedure, penggunaan APD, serta pemasangan display.
46
Display untuk bahaya terjatuh dapat dilihat pada Lampiran 11. Salah satu
penyebab terjadinya bahaya terjatuh adalah kurang baiknya penerangan sehingga
perlu diperbaiki. Berdasarkan Keputusan Menteri No. 1405/Menkes/SK/XI/2002
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, agar
pencahayaan memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan tindakan sebagai
berikut :
Tabel 9. Daftar bahaya pada unit penggilingan dan fermentasi dengan tingkat
resiko serta pengendaliannya
Bahaya P K Tingkat Pengendalian
resiko
Terjepit J B Tinggi Pembuatan SOP
Penggunaan safety shoes,
Terjatuh J Sd Sedang display, perbaikan penerangan
dan tangga
Sumber listrik diletakkan pada
Tersetrum J Sd Sedang tempat tertutup, display tanda
peringatan berbahaya
Penggunaan ear plug, meredam,
menyekat, pemindahan,
Kebisingan J Sd Sedang pemeliharaan, penanaman
pohon, peninggian tembok,
membuat bukit buatan
Terpotong J B Tinggi Pembuatan SOP
Tergelincir J TS Rendah Penggunaan Safety shoes
Keterangan :
P : Peluang/kemungkinan terjadinya bahaya; K : Konsekuensi terjadinya bahaya;
J : Jarang; TS : Tidak signifikan; Sd : Sedang; B : Bencana
47
4.5.3. Pengeringan
Unit pengeringan terdiri dari 7 bahaya dengan 1 bahaya beresiko rendah, 3 bahaya
beresiko sedang dan 3 bahaya beresiko tinggi. Tidak jauh berbeda dengan unit
penggilingan dan fermentasi, bahaya yang banyak terjadi di unit pengeringan
merupakan bahaya yang beresiko sedang dan tinggi. Banyaknya resiko sedang dan
tinggi pada unit ini dikarenakan peralatan yang ada di ruangan pengeringan
banyak yang sudah rusak sehingga dari kondisi tidak aman tersebut pekerja
banyak melakukan tindakan tidak aman. Daftar bahaya pada unit pengeringan
dengan tingkat resiko serta pengendaliannya dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Daftar bahaya pada unit pengeringan dengan tingkat resiko serta
pengendaliannya
Bahaya P K Tingkat Pengendalian
resiko
Terjepit pintu
J TS Rendah Pembuatan SOP
pengering
Penggunaan sepatu boot (safety
Terjatuh J B Tinggi
shoes), display
Pemasangan APAR, display,
penggunaan indikator suhu
Terbakar J B Tinggi
(termometer) pada ruangan dan
pembuatan SOP
Penggunaan ear plug, meredam,
menyekat, pemindahan,
Kebisingan J B Tinggi pemeliharaan, penanaman
pohon, peninggian tembok dan
membuat bukit buatan
Penggunaan indikator suhu
(termometer) pada ruangan,
Terpapar panas J Sd Sedang
penggunaan sarung tangan anti
panas dan pembuatan SOP
Tergelincir J Sd Sedang Penggunaan safety shoes
Mata terkena debu J Sd Sedang pemakaian eye protection,
Keterangan :
P : Peluang/kemungkinan terjadinya bahaya; K: Konsekuensi terjadinya bahaya;
J : Jarang; TS : Tidak signifikan; Sd : Sedang; B : Bencana; APAR : Alat
Pemadam Api Ringan
Pengendalian yang dapat dilakukan pada unit ini pengendalian yang berupa
engineering control, pengendalian administratif seperti penggunaan APD, SOP
serta display. Display untuk bahaya terbakar dapat dilihat pada Lampiran 12.
Idealnya pada unit ini dilakukan pengendalian yang berupa substitusi yaitu
48
mengganti peralatan yang menjadi sumber bahaya, namun untuk saat ini
perusahaan belum bisa melakukan hal tersebut karena pengendalian tersebut
membutuhkan biaya yang besar.
Salah satu bahaya yang beresiko tinggi adalah kebisingan. Kebisingan di unit ini
beresiko tinggi hal itu dikarenakan ruangan pengeringan berada diantara ruang
sortasi dan penggilingan. Sehingga ketika semua mesin berjalan ruangan
pengeringan lebih bising dibandinkan dengan ruangan lainnya. Berdasarkan
Keputusan Menteri No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, agar kebisingan tidak
mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu diambil tindakan sebagai
berikut :
Pengendalian yang dapat dilakukan pada bagian sortasi dan pengepakan secara
garis besar hampir sama dengan bagian yang lainnya. Pengendalian tersebut
dengan menggunakan subtitusi dengan mengganti peralatan yang rusak seperti
kawat penghalang rantai atau van belt dan pengendalian secara administratif
49
seperti SOP, penggunaan APD dan display. Display untuk bahaya tersetrum dapat
dilihat pada Lampiran 13, sedangkan SOP secara keseluruhan dapat dilihat pada
Lampiran 14.
Tabel 11. Daftar bahaya pada unit sortasi dan pengepakan dengan tingkat resiko
serta pengendaliannya
Bahaya P K Tingkat Pengendalian
resiko
Pembuatan SOP dan
Terjepit rantai J Sd Sedang pemasangan kawat penghalang
pada sisi rantai dan van belt
Perbaikan sistem blower (kipas)
Terhirup/pernapasan
J TS Rendah untuk membuang debu dan
(dust)
penggunaan masker
Perbaikan dan penambahan
Mata terkena debu S TS Sedang sistem blower danpemakaian eye
protection
Pemasangan dan perbaikan
Tertarik baling-baling
SJ B Tinggi kawat penghalang pada sisi
blower
baling-baling
Terbentur J TS Rendah Pemasangan display
Penggunaan ear plug, meredam,
menyekat, pemindahan,
Kebisingan Sd TS Rendah pemeliharaan, penanaman
pohon, peninggian tembok dan
membuat bukit buatan
Tertusuk J TS Rendah Penggunaan sarung tangan
Sumber listrik diletakkan pada
tempat tertutup dan pemasangan
Teresetrum J Sd Sedang
display tanda bahaya disekitar
area
Keterangan :
P : Peluang/kemungkinan terjadinya bahaya; K: Konsekuensi terjadinya bahaya;
SJ : Sangat jarang; J : Jarang; Sd : Sedang; TS : Tidak signifikan; Sd : Sedang; B
Bencana;
50
a) Pada sumber dilengkapi dengan penangkap debu (dust enclosure).
b) Untuk menangkap debu yang timbul akibat proses produksi, perlu dipasang
ventilasi lokal (local exhauster) yang dihubungkan dengan cerobong dan
dilengkapi dengan penyaring debu (filter).
Pelatihan dan pendidikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu
faktor yang diperlukan oleh para pekerja untuk melakukan tugasnya dengan baik
dan aman. Adanya pelatihan dan pendidikan K3 yang diberikan oleh pihak
perusahaan akan membuat para pekerja bekerja lebih berhati-hati serta mereka
dapat melindungi diri dari bahaya-bahaya yang ada sehingga kecelakaan kerja
dapat dihindari.
Pelatihan dan pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan
dan pelatihan yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pendidikan dan pelatihan tersebut meliputi pelatihan K3 untuk pekerjaan-
pekerjaan yang berbahaya, pelatihan penggunaan alat keselamatan kerja dan
pelatihan mengenai Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Hasil jawaban
responden mengenai pelatihan dan pendidikan K3 dapat dilihat pada Tabel 12.
51
Dapat dilihat bahwa sebagian responden yaitu sekitar kurang dari 55% menyetujui
bahwa perusahaan telah melakukan pelatihan dan pendidikan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3). Sementara itu, sekitar 42% dari responden menyatakan
bahwa perusahaan tidak pernah mengadakan pendidikan dan pelatihan K3.
PT. Sinar Inesco pernah mengadakan pendidikan dan pelatihan mengenai K3.
Hanya saja waktunya tidak kontinyu dan jarang dilakukan sehingga tidak semua
pekerja mengetahui pernah diadakan pelatihan dan pendidikan tentang
keselamatan kerja. Karena jarangnya dilakukan, ada kemungkinan para pekerja
yang baru tidak mengetahui program tersebut.
52
Cascio (1998) yang dikutip oleh Ilham (2002) mengatakan bahwa kecelakaan
kerja sering terjadi karena para pekerja tidak memiliki alat vital untuk melindungi
diri mereka yaitu informasi dan pengetahuan. Dengan adanya pendidikan dan
pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diadakan oleh perusahaan,
diharapakan mampu memberikan informasi dan pengetahuan kepada para pekerja
sehingga mereka dapat melindungi diri mereka dari setiap bahaya serta
kecelakaan kerja dapat dihindari.
PT. Sinar Inesco merupakan industri pengolahan teh yang mempunyai tingkat
bahaya dan resiko kecelakaan yang bervariasi pada kegiatan produksinya. Tingkat
resiko yang dimiliki oleh PT. Sinar Inesco meliputi resiko rendah, sedang, dan
tinggi. Publikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang
berkenaan dengan pemberian informasi mengenai keselamatan kerja. Adanya
tanda-tanda atau display mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
lingkungan kerja bertujuan untuk melindungi para pekerja agar terhindar dari
bahaya dan kecelakaan kerja. Publikasi K3 yang terdapat di PT. Sinar Inesco
berupa larangan-larangan, seperti larangan merokok, membuang sampah
sembarangan, naik ke atas trough, serta peringatan bahaya tegangan tinggi pada
instalasi listrik. Hasil dari jawaban responden mengenai Publikasi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dapat dilihat pada Tabel 13.
53
Tabel 13. Hasil jawaban responden mengenai publikasi K3
Persentase Skor Nilai (%)
No Pernyataan
STS TS N S SS
Perusahaan telah melakukan
1 0,00 16,67 16,67 54,17 12,50
sosialisasi tentang program K3
Perusahaan telah melakukan
2 sosialisasi tentang penggunaan 4,17 8,33 12,50 45,83 29,17
Alat perlindungan Diri
Perusahaan telah melakukan
3 sosialisasi tentang penggunaan alat 0,00 12,50 12,50 37,50 37,50
pemadam kebakaran (APAR)
Perusahaan telah melakukan
sosialisasi tentang prosedur
4 keselamatan kerja untuk 4,17 8,33 8,33 54,17 25,00
pelaksanaan pekerjaan yang
berpotensi bahaya
Pemasangan tanda peringatan di
5 4,17 0,00 4,17 66,67 25,00
tempat yang berpotensi bahaya
Di lingkungan perusahaan terdapat
6 pesan-pesan tentang keselamatan 4,17 4,17 4,17 66,67 20,83
kerja
Perusahaan memberikan informasi
7 4,17 20,83 12,50 29,17 33,33
tentang tingkat bahaya pekerjaan
Keterangan :
STS : Sangat tidak setuju; TS : Tidak setuju; N : Netral; S : Setuju; SS : Sangat
setuju
Hampir sebagian besar responden yaitu sekitar 75% menyatkan bahwa perusahaan
telah melakukan sosialisasi tentang penggunaan APAR. PT. Sinar Inesco
melakukan sosialisasi tentang penggunaan APAR karena dalam kegiatan
produksinya ada resiko kebakaran. Alat Pemadam Api Ringan ditempatkan di
beberapa tempat yang mempunyai resiko terjadi kebakaran seperti di ruang
generator, ruang pelayuan, ruang pengeringan, penggilingan dan sortasi. Hanya
54
saja untuk ruang pengeringan, penggilingan, serta sortasi APAR-nya belum
dipasang kembali karena telah digunakan.
Berdasarkan tabulasi hasil jawaban responden juga dapat dilihat bahwa 79,17%
responden menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan sosialisasi tentang
prosedur keselamatan kerja untuk pelaksanaan pekerjaan yang berpotensi bahaya.
Pekerjaan yang berpotensi bahaya tinggi pada umumnya pekerjaan yang
menggunakan mesin. Pekerja yang mengoperasikan mesin merupakan pekerja
yang sudah berpengalaman karena massa kerjanya sudah lama. Kecelakaan terjadi
biasanya diakibatkan oleh kelalaian pekerja ketika mengoperasikan mesin.
55
tingkat bahaya. Adanya responden yang ragu-ragu dan tidak tahu kemungkinan
besar tidak mengikuti pelatihan yang diadakan oleh perusahaan dan tidak
memperhatikan publikasi K3 yang ada.
Adanya kontrol lingkungan kerja bertujuan agar lingkungan kerja tersebut aman
dan nyaman sehingga tingkat kecemasan dari karyawan akan menurun serta
karyawan dapat bekerja secara optimal. Kontrol lingkungan kerja yang dibahas di
sini meliputi suhu ruangan, kondisi ventilasi, pendingin, penerangan dan
ketersediaan alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Selain itu,
pemeriksaan APD, perbaikan instalasi/peralatan kerja serta pemeriksaan
kesehatan. Hasil jawaban responden mengenai kontrol lingkungan kerja dapat
dilihat pada Tabel 14.
56
dikarenakan ada beberapa bagian ruangan yang terbuka sehingga udara dari luar
dapat masuk. Selain itu, letak pabrik yang berada di pegunungan membuat suhu
ruangan di sekitar lingkungan kerja berkisar antara 24-25 °C. Suhu tersebut masih
dalam kategori normal berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261
Tahun 1998 yang mensyaratkan lingkungan kerja harus mempunyai rentang suhu
18-30 °C. Tetapi ada juga ruangan yang bersuhu lebih dari 25 °C yaitu ruangan
pengeringan.
57
ketika terjadi kecelakan kerja di tempat kerja. Idealnya perlengkapan P3K ada di
setiap ruangan, namun PT. Sinar Inesco hanya menyediakan perlengkapan P3K di
kantor yaitu di atas ruang produksi. Perlengkapan P3K yang disediakan meliputi
kapas, kain kasa, betadine, obat gosok, serta obat-obatan ringan lainnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia No: Per-15/Men/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan di tempat kerja, jenis kotak P3K yang harus disediakan untuk tenaga
kerja 100 orang atau lebih adalah 1 kotak jenis C atau 2 kotak B, atau 4 kotak A,
atau 1 kotak B dan 2 kotak A. Setiap jenis kotak P3K dapat dilihat pada Lampiran
15.
Gambar 16. Alat Pemadam Api Ringan yang ada di ruang pelayuan
Mayoritas responden yaitu sekitar 79,16% menyatakan bahwa ada kontrol sumber
resiko di lingkungan kerja. Alat kontrol sumber resiko yang ada di lingkungan
kerja meliputi termometer dan higrometer. Termometer merupakan alat untuk
mengukur suhu, sedangkan higrometer digunakan untuk mengukur kelembaban
ruangan atau Relative Humidity. Selain sebagai alat kontrol lingkungan kerja,
termometer dan higrometer juga berfungsi sebagai pengontrol proses khususnya
untuk bagian penggilingan dan pelayuan.
58
bagian khusus yang ditunjuk yaitu bagian teknik. Adanya responden yang
menjawab ragu-ragu dikarenakan responden tersebut kurang memperhatikan atau
responden tersebut tidak puas dengan perbaikan yang telah dilakukan oleh
perusahaan.
59
Sebagian besar responden yaitu sekitar 87,50% menyatakan bahwa perusahaan
senantiasa mengecek terlebih dahulu alat-alat sebelum digunakan. Pengecekan
alat-alat sangat diperlukan agar ketika alat tersebut beroperasi tidak ada masalah
sehingga proses produksi berjalan dengan lancar dan potensi kecelakaan kerja
dapat dikurangi. Pengecekan tersebut biasanya dilakukan oleh pekerja di
bagiannya masing-masing.
Berdasarkan Tabel 15, diketahui bahwa 50% responden menyatakan bahwa ada
pemberlakuan peraturan dan pemberian sanksi. Demikian juga dengan pernyataan
No. 6 yang menyatakan bahwa perusahaan mempunyai peraturan, hampir
sebagian responden yaitu sekitar 79,17% menyatakan perusahaan mempunyai
peraturan. PT. Sinar Inesco mempunyai peraturan mengenai Keselamatan dan
Kesehatan Kerja karyawan, namun peraturan tersebut tidak banyak diketahui oleh
para pekerja dan belum tersosialisasi dengan baik. Separuh dari para pekerja tidak
mengetahui adanya peraturan tersebut, hal itu dikarenakan sebagian besar dari
peraturan tersebut tidak secara tertulis. Pemberian sanksi terhadap para pekerja
60
yang melanggar peraturan juga tidak tegas sehingga banyak pekerja yang
melakukan pelanggaran peraturan dan mengulanginya kembali.
Pernyataan yang terakhir, mengenai adanya audit internal dan eksternal terhadap
pelaksanaan K3 sebagian responden yaitu sekitar 54,17% menyatakan ada. Audit
eksternal pelaksanaan K3 pada PT. Sinar Inesco dilakukan oleh Dinas
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi pemerintah setempat. Hanya saja audit tersebut
terkadang hanya sebatas pemberian laporan dari pihak perusahaan dan tidak
sampai ke tahap evaluasi program, sedangkan untuk audit internalnya belum
terjadwal secara berkala. Sehingga sampai saat ini PT. Sinar Inesco belum
mempunyai sertifikat K3.
Program-program Keselamatan dan Kesehatan Kerja akan bekerja sangat baik jika
didukung dengan iklim yang positif. Adanya iklim yang mendukung ini akan
sangat membantu pelaksanaan program K3 di perusahaan. Salah satu iklim yang
mendukung adalah terbentuknya kesadaran di setiap komponen perusahaan untuk
melaksanakan K3. Hasil jawaban responden mengenai faktor peningkatan
kesadaran K3 dapat dilihat pada Tabel 16.
61
kecelakaan kerja atau sakit. Bentuk perhatian lain yang diberikan oleh perusahaan
adalah dengan menawarkan Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK) bagi pekerja yang
berminat.
62
karena pekerja tersebut tidak memahami pentingnya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Untuk menumbuhkan motivasi
tersebut, perusahaan dapat memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai K3
bagi para pekerja.
63
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Proses produksi teh kering skala industri terdiri dari beberapa tahap yaitu
prapelayuan, pelayuan, penggilingan, fermentasi, pengeringan serta sortasi dan
pengepakan. Proses pengolahan teh memungkinkan adanya resiko kecelakaan
yang terjadi kepada para pekerja. Pada proses prapelayuan dan pelayuan terdiri
dari 7 macam bahaya. Bahaya tersebut meliputi bahaya terperosok, terkena panas,
terbentur dan kebisingan dengan resiko rendah. Tergores dengan resiko sedang
serta tertarik baling-baling dan tersetrum listrik dengan resiko tinggi.
Pada proses penggilingan dan fermentasi bahaya yang muncul terdiri dari
tergelincir dengan resiko rendah, sedangkan bahaya terjatuh, tersetrum dan
kebisingan beresiko sedang. Bahaya terpotong dan terjepit mempunyai resiko
tinggi. Proses selanjutnya yaitu pengeringan mempunyai bahaya terjepit pintu
pengering dengan resiko rendah dan bahaya terpapar panas serta tergelincir
dengan resiko sedang. Bahaya lainnya yaitu terjatuh, terbakar serta kebisingan
yang termasuk ke dalam kategori resiko tinggi.
Proses yang terakhir adalah sortasi dan pengepakan yang terdiri dari debu
terhirup, terbentur, tertusuk serta kebisingan yang beresiko rendah. Bahaya yang
beresiko sedang terdiri dari bahaya terjepit, mata terkena debu dan tersetrum,
sedangkan bahaya tertarik baling-baling blower merupakan bahaya yang beresiko
tinggi.
Penyebab terjadinya bahaya secara garis besar dapat kelompokkan menjadi dua
yaitu tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja dan kondisi tidak aman.
Tindakan tidak aman dilakukan karena minimnya pengetahuan pekerja mengenai
Keselamatan dan Kesehatan kerja. Kondisi tidak aman banyak yang disebabkan
karena rusaknya peralatan seperti mesin-mesin produksi dan peralatan
keselamatan kerja.
64
peralatan yang rusak serta perubahan tata letak mesin. Pengendalian yang bersifat
administratif seperti penggunaan standard operation procedure. Pengendalian
yang terakhir adalah penggunaan Alat Pelindung Diri. Pengendalian tersebut
masih bersifat sementara.
Faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diamati merupakan bagian dari
safety psychology yang terdiri dari pendidikan dan pelatihan K3, publikasi dan
kontes K3, kontrol lingkungan kerja, pengawasan dan disiplin serta peningkatan
kesadaran K3. Bagian-bagian tersebut terdiri dari beberapa pernyataan yang
berhubungan dengan manajemen dan lingkungan kerja. Hampir seluruh
pernyataan tersebut diketahui oleh responden dengan tingkat pengetahuan diatas
50%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pekerja serta manajemen perusahaan
sudah cukup baik dalam upaya melaksanakan K3. Hanya saja diantara bagian
safety psychology yang diamati, bagian pendidikan dan pelatihan mempunyai
persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian yang lain. Ini berarti
bagian tersebut penerapannya masih kurang sehingga perlu diperbaiki.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang dapat diberikan antara
lain :
65
3. Untuk meningkatkan pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
diperlukan pendidikan dan pelatihan mengenai K3. Adanya pendidikan dan
pelatihan K3 tersebut diharapkan dapat mengubah pola sikap pekerja
sehingga pelaksanaan K3 dapat berjalan secara sempurna.
66
DAFTAR PUSTAKA
Ansori, A. 2008. Trend Kecelakaan Kerja dan Klaim Jaminan Kecelakaan Kerja .
www.apindonesia.com. Diakses pada tanggal 30 Desember 2009
Hamzah, S. 2005. Evaluasi Jenis dan Area Potensi Kecelakaan Kerja Pada
Industri Pabrik ”X” [skripsi]. Makassar: Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Sultan Hasanudin.
Ilham, R.N. 2002. Analsis Hubungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
dengan Motivasi kerja Karyawan di PT. Goodyear Indonesia [kripsi].
Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertania, Institut Pertanian Bogor.
67
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor.
Nasri, S.M. 2002. Resiko Tinggi di Tempat Kerja Rumah sakit Kumpulan
Makalah Seminar K3 Rumah Sakit Persahabatn Tahun 2000 dan 2001.
Hastuti, Tjandra.Y.A, editor. Jakarta: UI Press.
Nugroho, B.A. 2005. Strategi jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS. Yogyakarta: Andi.
Rivai, V. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori
ke Praktik. Jakarta: PT. Raja Grafondo Persada.
Sevilla, C.G, Ochave, J.A, Punsalan, T.G, Regala, B.P dan Gabriel G.U. 1993.
Pengantar Metode Penelitian. Tuwu, Alimuddin (Penerjemah). Jakarta:
UI Press.
Side, G.W. 1998. Environmental, Health, and Safety. Mc. Graw Hill, New York.
68
Standards of Australia. 1999. No. AS/NZS 4360:1999 Mengenai Risk
Management. Standards Association of Australia, Strathfield NSW.
Stricoff, R. dan Walters, D.B. 1995. Hand Book of Laboratory Health and Safety
Second Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Sugeng, A.M et al. 2005. Bunga Rampai Hiperkes & KK Edisi kedua. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Topobroto, H.S. 2002. Kebijakan dan Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di Indonesia (Policy and Condition of Occupational Safety and Health in
Indonesia); Jakarta: International Labor Organization.
Umar, H. 2002. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
69
Lampiran 1. Kuesioner penelitian
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA
INDUSTRI PENGOLAHAN TEH
(Studi Kasus Bagian produksi PT. Sinar Inesco, Tasikmalaya)
Oleh: Yeni Rohaeni (F34050071)
Di bawah bimbingan Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc
dan Ir. Andes Ismayana, MT.
Pengantar
Kuesioner ini disusun untuk melihat dan mengetahui penerapan K3 serta bahaya
yang terjadi dalam kegiatan produksi. Kuesioner semata-mata ditujukan untuk
keperluan ilmiah dan penyelesaian tugas skripsi, oleh karena itu jawaban yang
bapak/ibu/saudara berikan tidak akan berkaitan dengan penilaian kinerja anda.
Untuk itu saya mohon kesediaan bapak/ibu/saudara untuk mengisi kuesioner ini
dengan lengkap, jujur, sesuai dengan keadaan sebenarnya agar informasi ilmiah
yang disajikan nantinya dapat dipertanggungjawbakan.
Terima kasih
Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban sesuai dengan pilihan anda!
Nama :…………..............................
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Usia :……….Tahun
Pendidikan Terakhir :………………………………
Masa Kerja :………..Tahun
Bagian/Departemen :……………………………...
70
BAGIAN II. SAFETY PSYCHOLOGY
STS TS Netral S SS
No Pernyataan
(1) (2) (3) (4) (5)
Perusahaan mengadakan pendidikan
1
dasar bagi para pegawai
Perusahaan mengadakan pelatihan K3
2 untuk pelaksanaan pekerjaan yang
berpotensi bahya
Perusahaan mengadakan pelatihan
3
khusus untuk para mandor
Anda merasakan manfaat dari
4
pendidikan dan pelatihan K3
Perusahaan mengadakan pelatihan
5 mengenai pertolongan pertama saat
kecelakaan (P3K)
B. Publikasi K3
STS TS Netral S SS
No Pernyataan
(1) (2) (3) (4) (5)
Perusahaan telah melakukan sosialisasi
1
tentang program K3
Perusahaan telah melakukan sosialisasi
2 tentang penggunaan Alat perlindungan
Diri
perusahaan telah melakukan sosialisasi
3 tentang Penggunaan alat pemadam
kebakaran (APAR)
Perusahaan telah melakukan sosialisasi
tentang prosedur keselamtan kerja
4
untuk pelaksana pekerjaan yang
berpotensi bahaya
Pemasangan tanda peringatan di tempat
5
yang berpotensi bahaya
Di lingkungan perusahaan terdapat
6
pesan-pesan tentang keselamatan kerja
Perusahaan memberikan informasi
7
tentang tingkat bahaya pekerjaan
71
C. Kontrol Lingkungan Kerja
STS TS Netral S SS
No Pernyataan
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Suhu ruangan cukup baik
Kondisi ventilasi, pendingin,
2
penerangan cukup baik
3 Pemeriksaan kesehatan secara berkala
Pemeriksaan kondisi APD, APAR,
4
sistem hidrant secara berkala
5 Perusahaan menyediakan P3K
Kontrol sumber resiko di tempat kerja
6
dan lingkungan
Perbaikan/mengganti instalasi, ruang
kerja, dan peralatan kerja yang
7
menimbulkan bahaya jika teridentifikasi
memiliki potensi bahaya
STS TS Netral S SS
No Pernyataan
(1) (2) (3) (4) (5)
Pengecekan terlebih dahulu alat-alat
1
sebelum digunakan
2 Kewajiban penggunaan APD
3 Pengecekan alat-alat K3 secara berkala
Pemberlakuan peraturan dan pemberian
4
sanksi
Memberikan pengawasan terhadap
5
bahan-bahan berbahaya
6 Perusahaan mempunyai peraturan
Ada departemen khusus yang menangani
7
K3
Ada audit internal dan eksternal terhadap
8
pelaksanaan K3
72
E. Peningkatan Kesadaran K3
STS TS Netral S SS
No Pernyataan
(1) (2) (3) (4) (5)
Perusahaan memberikan perhatian yang
1
besar terhadap masalah K3
Perusahaan menempatkan K3 sebagai
2
prioritas utama
Perusahaan sangat memperhatikan
3
keselamatan dan kesehatan kerja anda
Memiliki motivasi yang baik untuk
4
melaksanakan K3
Perusahaan menginginkan masukan-
5 masukan dari anda terkait dengan
masalah K3
Keterangan
SJ J Sd S SS
No Bahaya potensial
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Tergores
2 Terperosok
Terkena panas (lingkungan pada
3
suhu tinggi)
4 Terbentur kursi monorel
5 Tertarik baling-baling exhaust fan
6 Tersetrum listrik
7 Kebisingan
73
2. Unit Penggilingan dan Fermentasi
SJ J Sd S SS
No Bahaya Potensial
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Terjepit
2 Tergelincir
3 Tersetrum
4 Kebisingan
5 Terpotong
6 Terjatuh
3. Pengeringan
SJ J Sd S SS
No Bahaya Potensial
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Terjepit pintu pengering
2 Tergelincir
3 Terbakar
4 Kebisingan
5 Terpapar panas
6 Terjatuh
7 Mata terkena debu
Bahaya Potensial SJ J Sd S SS
No
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Terjepit
2 Terhirup/pernapasan (dust)
3 Kebisingan
4 Tertarik baling-baling blower
5 Terbentur
6 Mata terkena debu
7 Tertusuk
8 Tersetrum
74
Keterangan :
SJ : Sangat jarang, memungkinkan tidak pernah terjadi
J : Jarang, dapat terjadi tetapi jarang
Sd : Sedang, dapat terjadi pada kondisi tertentu
S : Sering, dapat terjadi secara berkala
SS : Sangat sering, dapat terjadi kapan saja
TS M Sd B BB
No Bahaya potensial
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Tergores kawat rak pelayuan/trough
2 Terperosok
3 Terkena panas dari exhaust fan
4 Terbentur kursi monorel
5 Tertarik baling-baling exhaust fan
6 Tersetrum listrik
7 Kebisingan
TS M Sd B BB
No Bahaya Potensial
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Terjepit
2 Tergelincir
3 Tersetrum
4 Kebisingan
5 Terpotong
6 Terjatuh
75
3. Unit Pengeringan
TS M Sd B BB
No Bahaya Potensial
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Terjepit pintu pengering
2 Tergelincir
3 Terbakar
4 Kebisingan
5 Terpapar panas
6 Terjatuh
7 Mata terkena debu
TS M Sd B BB
No Bahaya Potensial
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Terjepit rantai
2 Terhirup/pernapasan (dust)
3 Kebisingan
4 Tertarik baling-baling blower
5 Terbentur
6 Mata terkena debu
7 Tertusuk
8 Tersetrum
Keterangan :
TS : Tidak Signifikan, memungkinkan tidak ada konsekuensi yang
terjadi
76
Lampiran 2. Peta Lokasi PT. Sinar Inesco
Sumber : www.bpkp.go.id
Keterangan :
Nama Kecamatan
1. Pagerageung
2. Ciawi
3. Rajapolah
4. Cisayong
5. Cigalontang
6. Leuwisari
7. Indihiang
8. Cipedes
9. Salawu
10. Singaparna
11. Cihideung
12. Tawang
13. Kawalu
14. Cibeureum
15. Manonjaya
16. Cineam
17. Taraju
18. Sodonghilir
19. Sukaraja
20. Salopa
21. Bojonggambir
22. Bantarkalong
23. Cibalong
24. Cipatujah
25. Karangnunggal
26. Cikatomas
27. Pancatengah
28. Cikalong
Sumber : www.geocities.com
Keterangan : : PT. Sinar Inesco
77
Lampiran 3. Lay Out Ruangan
70
Lay out ruangan bagian bawah
71
Keterangan :
Withering Trough
80
Lampiran 4. Perhitungan Uji Validitas Safety Psychology
Nilai R tabel
Faktor Item Pertanyaan Tingkat validitas
Korelasi α = 10%
K3
dan Pelatihan Publikasi K3
Pendidikan 1 0,841 0,344 Valid
2 0,648 0,344 Valid
3 0,533 0,344 Valid
4 0,663 0,344 Valid
5 0,534 0,344 Valid
1 0,345 0,344 Valid
2 0,853 0,344 Valid
3 0,702 0,344 Valid
4 0,796 0,344 Valid
5 0,681 0,344 Valid
6 0,354 0,344 Valid
7 0,739 0,344 Valid
kerja
Kontrol lingkungan Pengawasan dan
81
Lampiran 5. Perhitungan Uji Validitas Peluang Terjadinya Bahaya
Nilai R tabel
Item pertanyaan Tingkat validitas
Korelasi α = 10%
Terjepit 0,802 0,805 Tidak valid
Tergelincir Tak 0,805
hingga Tidak valid
Tersetrum 0,345 0,805 Tidak valid
Kebisingan 0,175 0,805 Tidak valid
Terpotong 0,873 0,805 Valid
Terjatuh 0,873 0,805 Valid
3. Pengeringan
Nilai R tabel
Item Pertanyaan Tingkat validitas
Korelasi α = 10%
Terjepit pintu pengering Tak 0,988
hingga Tidak valid
Terjatuh Tak 0,988
hingga Tidak valid
Terbakar Tak 0,988
hingga Tidak valid
Kebisingan 1 0,988 Valid
Terpapar panas 1 0,988 Valid
Tergelincir 1 0,988 Valid
Mata terkena debu 1 0,988 Valid
82
Lanjutan
4. Sortasi dan Pengepakan
Nilai R tabel Tingkat
Item pertanyaan
Korelasi α = 10% validitas
Terjepit rantai 0,053 0,549 Tidak Valid
Terhirup/pernapasan (dust) 0,265 0,549 Tidak Valid
Kebisingan 0,613 0,549 Valid
Tertarik baling-baling blower Tak 0,549
hingga Tidak Valid
Terbentur 0,634 0,549 Valid
Mata terkena debu 0,389 0,549 Tidak Valid
Tertusuk 0,454 0,549 Tidak Valid
Teresetrum Tak 0,549
hingga Tidak Valid
83
Lampiran 6. Perhitungan Uji Validitas Konsekwensi Terjadinya Bahaya
Nilai R tabel
Item Pertanyaan Tingkat Validitas
Korelasi α = 10%
Tergores -0,333 0,729 Tidak valid
Terperosok 0,190 0,729 Tidak valid
Terkena panas dari exhaust fan 0,331 0,729 Tidak valid
Terbentur kursi monorel 0,331 0,729 Tidak valid
Tertarik baling-baling fan
0,746 0,729
(kipas) Valid
Tersetrum listrik 0,683 0,729 Tidak valid
Kebisingan 0,692 0,729 Tidak valid
Nilai R tabel
Item pertanyaan Tingkat validitas
Korelasi α = 10%
Terjepit -0,129 0,805 Valid
Tergelincir 0,902 0,805 Valid
Tersetrum 0,766 0,805 Tidak Valid
Kebisingan 0,902 0,805 Valid
Terpotong 0,705 0,805 Tidak Valid
Terjatuh 0,935 0,805 Valid
3. Pengeringan
Nilai R tabel
Item Pertanyaan α = 10% Tingkat validitas
Korelasi
Terjepit pintu pengering 0,885 0,988 Tidak valid
Terjatuh 0,846 0,988 Tidak valid
Terbakar 0,846 0,988 Tidak valid
Kebisingan 0,846 0,988 Tidak valid
Terpapar panas 0,363 0,988 Tidak valid
Tergelincir 0,885 0,988 Tidak valid
Mata terkena debu 0,885 0,988 Tidak valid
84
Lanjutan
4. Sortasi dan Pengepakan
Nilai R tabel
Item pertanyaan α = 10% Tingkat validitas
Korelasi
Terjepit rantai 0.610 0,549 Valid
Terhirup/pernapasan (dust) 0.670 0,549 Valid
Kebisingan -0.039 0,549 Tidak Valid
Tertarik baling-baling blower 0.224 0,549 Tidak Valid
Terbentur Tak hingga 0,549 Tidak Valid
Mata terkena debu 0.167 0,549 Tidak Valid
Tertusuk 0.636 0,549 Valid
Teresetrum 0.566 0,549 Valid
85
Lampiran 7. Perhitungan Uji Reliabilitas Safety Psychology
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.626 5
2. Publikasi K3
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.767 7
86
Lanjutan
3. Kontrol Lingkungan Kerja
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.814 7
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.650 8
87
5. Peningkatan Kesadaran K3
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.762 5
88
Lampiran 8. Perhitungan Uji Reliabilitas Peluang Terjadinya Bahaya
1. Pelayuan dan Pra Pelayuan
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.148 7
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.400 6
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable
89
Lanjutan
3. Pengeringan
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.843 7
Reliability Statistics
Cronbach's Alphaa N of Items
-.032 8
a. The value is negative due to a negative average
covariance among items. This violates reliability model
assumptions. You may want to check item codings.
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable
90
Lampiran 9. Perhitungan Uji Reliabilitas Konsekwensi Terjadinya Bahaya
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.359 7
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.830 6
91
Lanjutan
3. Pengeringan
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.856 7
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.260 8
Nilai cronbach’s alpha < 0,6 sehingga kuesioner tersebut tidak reliable
92
Lampiran 10. Display untuk Bahaya Terbentur
93
Lampiran 11. Display untuk Bahaya Terjatuh
94
Lampiran 12. Display untuk Bahaya Terbakar/Kebakaran
Sumber : http://www.indonetwork.co.id/
95
Lampiran 13. Display untuk Bahaya Tersetrum
96
Lampiran 14. Standard Operating Procedure (SOP) Berdasarkan Unit
97
Lampiran 15. Kotak (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)P3K
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia No:Per-15/Men/VIII/2008
98
Lampiran 16. P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja )
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah suatu badan
yang dibentuk disuatu perusahaan untuk membantu melaksanakan dan menangani
usaha-usaha keselamatan dan kesehatan kerja yang keanggotaannya terdiri dari
unsur pengusaha dan tenaga kerja. Struktur dari P2K3 sangat sederhana hanya
terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Ketua P2K3 diusahakan pimpinan
tertitingi di Human Resources Development (HRD). Sekretaris P2K3 harus
seorang ahli K3 umum/spesialis, sedangkan untuk anggota dapat dipilih orang-
orang dari perwakilan setiap divisi yang bisa menghadiri rapat P2K3 setiap
bulannya. Diusahakan orang yang menjadi anggota mempunyai jabatan yang
tinggi seperti mandor untuk kasus PT. Sinar Inesco. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja No/Per-02/Men/1992 tentang tata
cara penunjukkan kewajiban dan wewenang ahli keselamatan dan kesehatan kerja.
99