Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan

yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Peningkatan dan perbaikan upaya

kelangsungan, parkembangan dan peningkatan kualitas hidup anak merupakan upaya

penting untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Upaya kelangsungan hidup

perkembangan dan peningkatan kualitas anak berperan penting sejak masa dini

kehidupan, yaitu masa dalam kandungan, bayi dan anak balita ( Anik , 2010 ).

Kelainan genetik merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu kelainan genetik yang cukup banyak

dijumpai pada anak adalah Thalasemia.

Thalasaemia adalah penyakit kelainan darah bawaan dengan manifestasi klinis

berupa anemia berat yang paling banyak jumlahnya di dunia (WHO dan Thalasaemia

Internasional Federation, 2011). Thalasemia diakibatkan oleh kegagalan pembentukan

salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin, sehingga

hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah merah

yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang dari

120 hari dan terjadilah anemia (Rachmaniah, 2012).

Thalasaemia terbagi menjadi thalasemia minor, intermedia dan mayor.

thalasemia mayor merupakan jenis talasemia terparah karena dapat menyebabkan

anemia berat dengan hemolisis dan eritropoiesis yang tidak efektif. Eritropoiesis yang

tidak efektif ini menyebabkan peningkatan eritropoeisis di sumsum tulang dan bagian

ekstramedular antara lain hati dan limpa. Peningkatan aktivitas sumsum tulang ini

menyebabkan perubahan tulang, sedangkan peningkatan eritropoiesis ekstramedular


menyebabkan pembesaran hati dan limpa.Pasien yang menderita thalasemia mayor

harus menjalani transfusi darah setiap bulan untuk mempertahankan Hb sekitar 9-10

g/dL dan meningkatkan pertumbuhan, mengurangi hepatosplenomegali dan

deformasi tulang (Pohan et al., 2013).

Badan kesehatan dunia atau WHO (2012) menyatakan kurang lebih 7% dari

penduduk dunia mempunyai gen thalasemia, angka kejadian tertinggi sampai dengan

40% kasusnya adalah di Asia. Prevalensi karier thalasemia di Indonesia mencapai 3-

8%. Tahun 2009, kasus thalasemia di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 8,3%

dari 3653 kasus yang tercatat di tahun 2006 (Wahyuni, 2010).

Yayasan Talasemia Indonesia (YTI) cabang Cianjur melaporkan sebanyak 132

penderita tahun 2010, meningkat menjadi 140 pada tahun 2012, meningkat 153 orang

pada tahun 2015, dan pada tahun 2017 jumlah penderita meningkat menjadi 174

orang dan pada tahun 2018 sebanyak 181 penderita. Data dari RSUD Sayang Cianjur

jumlah kunjungan pasien thalasemia sebagai berikut.

Tabel 1.1. Jumlah Kunjungan Pasien Thalasemia Tahun 2017 RSUD Sayang Cianjur
2017
Bulan Jumlah Kunjungan

Januari 268

Februari 218

Maret 252

April 281

Mei 273

Juni 216

Juli 286

Agustus 287

September 236
Oktober 289

November 284

Desember 286

Total 3176

Banyak faktor yang menjadi pemicu kurang patuhnya terapi pada anak

thalasemia seperti dari faktor dukungan keluarga, faktor ekonomi, faktor pendidikan,

faktor akomodasi, serta faktor lingkungan dan sosial. Beberapa faktor tersebut, faktor

dukungan keluarga adalah faktor yang paling penting dan sangat mempengaruhi

kepatuhan terapi pada anak thalasemia yang meliputi dukungan informasional,

dukungan emosional, dukungan instrumental dan dukungan penilaian. Pada masa

inilah tenaga kesehatan khususnya perawat mempunyai peran dan fungsi khusus

dalam mendampingi keluarga yaitu sebagai advokat keluarga. Perawat harus

bekerjasama dengan anggota keluarga dalam mengidentifikasi tujuan dan kebutuhan

serta merencanakan intervensi untuk permasalahan yang ditemukan dalam perawatan

anak dengan thalasemia. Memberikan edukasi kesehatan dan pencegahannya juga

merupakan fungsi perawat yang tidak dapat dipisahkan dari perannya sebagai advokat

keluarga. (Dinkes Jabar, 2014)

Promosi kesehatan dapat mendorong gaya hidup yang lebih sehat, menciptakan

lingkungan yang mendukung kesehatan, memperkuat tindakan masyarakat,

mengorientasikan kembali pelayanan kesehatan, dan membangun kebijakan publik

yang sehat (Pender, 1996: 3 (2014)). Prilaku yang mempromosikan kesehatan

merupakan wujud tindakan yang diarahkan menuju pencapaian perwujudan kesehatan

yang positif seperti kesejahteraan yang optimal, pemenuhan personal, dan kehidupan

yang produktif (pender, 2014).


Dampak yang terjadi pada anak thalasemia akibat kurang patuhnya terapi

tranfusi darah yaitu terjadi pada kondisi fisik, kondisi psikososial serta komplikasi

penyakit sehingga berujung pada kematian, sedangkan dampak bagi keluarga lebih

cenderung pada waktu dan biaya yang lebih banyak dibutuhkan untuk merawat anak

sehingga seringkali menimbulkan masalah ekonomi serta orang tua menjadi merasa

bersalah, frustasi, cemas dan depresi terhadap penyakit yang diderita anaknya. (Anas,

2013)

Menurut Prasomsuk, et.al (2007); Reid (2008), Clarke, et al (2009),

Thavorncharoensap, et al (2010), Indanah, (2010), Indriati (2011), Wong, et al (2011),

Ishaq, et al (2012) orang tua dan pasien talasemia mengharapkan pendidikan

kesehatan dari tenaga kesehatan profesional yang dapat memampukan (enabling) dan

memberdayakan (empowering) mereka. Program edukasi diharapkan dapat

meningkatkan pemahaman dan pengalaman secara individu dan membuat mereka

merasa mampu untuk mengambil keputusan serta mengontrol kondisi anaknya.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai “Pengaruh Paket Edukasi Thalasemia (PedTal) Terhadap Kepatuhan

Transfusi Darah pada Pasien Thalasemia di Ruang Mawar RSUD Sayang

Cianjur Tahun 2019”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah

apakah ada pengaruh paket edukasi thalasemia (PedTal) terhadap kepatuhan transfusi

darah pada pasien thalasemia di Ruang Mawar RSUD Sayang Cianjur Tahun 2019 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh paket edukasi thalasemia (PedTal) terhadap

kepatuhan transfusi darah pada pasien thalasemia di Ruang Mawar RSUD Sayang

Cianjur Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran kerpatuhan tranfusi sebelum di berikan paket edukasi

thalasemia (PedTal) di Ruang Mawar RSUD Sayang Cianjur tahun 2019.

b. Mengetahui gambaran kepatuhan transfusi setelah di berikan paket edukasi

thalasemia (PedTal) di Ruang Mawar RSUD Sayang Cianjur tahun 2019.

c. Megetahui pengaruh paket edukasi thalasemia (PedTal) terhadap kepatuhan

transfusi darah pada pasien thalasemia di Ruang Mawar RSUD Sayang

Cianjur Tahun 2019

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan keilmuan khususnya

mengenai pengaruh paket edukasi terhadap kepatuhan transfusi darah pasien

thalasemia di Ruang Mawar RSUD Sayang Cianjur.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi tempat penelitian

Sebagai bahan masukan dan pengetahuan untuk meningkatkan

pelayanan khususnya di Ruang Unit Thalasemia.

b. Bagi Responden

Memberikan pengetahuan dan pengalaman serta saran agar pasien dapat

meningkatkan kepatuhannya melakukan transfusi darah melalui paket edukasi.

c. Bagi Peneliti
Dapat menerapkan keilmuan yang telah didapat untuk diterapkan

dilapangan.

d. Bagi Institusi

Hasil peneliti ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan (referensi) dan

dapat mendapatkan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai