Anda di halaman 1dari 37

MANAJEMEN PATIEN SAFETY

(BUDAYA KESELAMATAN PASIEN)

DOSEN PEMBIMBING:
TINTIN SUMARNI, S.Kp, M.Kep

KELOMPOK II KELAS 2B
1. ISRA DINDA OKTAMI
2. KAYSA DELVIN
3. LARAS AGUSTIN
4. MARDIA NINGSIH
5. MELANI MUSTIKA
6. MONALISA
7. MUHAMMAD IQBAL
8. MUTTIA TASYA ARMANDA
9. NADIA PRATIWI
10. NAILUL ULYA

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG


PRODI D III KEPERAWATAN SOLOK
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah tugas
mata kuliah etika keperawatan yang berjudul “Prinsip Etik Dalam Pelayanan
Kesehatan” tepat waktu. Makalah ini tidak akan selesai dengan tepat waktu tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemajuan makalah ini
di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

Solok, 19 Agustus
2019

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………

1.1. Latar Belakang………………………………………………………..


1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………………
1.3. Tujuan ………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………

A. Pengertian Budaya Keselamatan Pasien………………………………


B. Manfaat Budaya Keselamatan Pasien…………………………………
C. Dimensi Keselamatan Pasien…………………………………………
D. Survey Budaya Keselamatan Pasien………………………………….

BAB III PENUTUP………………………………………………………………

A. Kesimpulan…………………………………………………………..
B. Saran………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Budaya keselamatan pasien merupakan nilai, persepsi, dan perilaku yang
dianut oleh setiap individu di organisasi. Setiap individu dan grup bertanggung
jawab terhadap keselamatan brperilaku menjaga meningkatkan dan
mengkomunikasikan tentang keselamatan, berusaha untuk belajar aktif dari setiap
kesalahan yang terjadi.
Keselamatan pasien pada dasarnya yaitu mencegah pasien mengalami
bahaya terkait pemberian layanan kesehatan. Bahaya tersebut adalah kejadian
kejadian yang tidak dikehendaki yang sebenarnya bisa dicegah, termasuk
didalamnya akibat dari reaksi obat yang tidak dikehendaki (adventure drug
reaction) dan kesalahan pengobatan (medication error) (WHO, 2014). (Rikomah.
2018:136)

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari budaya keselamatan pasien?
2. Apa saja manfaat dari budaya keselamatan pasien?
3. Apa saja dimensi keselamatan pasien?
4. Bagaimana survey budaya keselamatan pasien?
1.3.Tujuan
1. Menjelaskan pengertian budaya keselamatan pasien
2. Menjelaskan manfaat budaya keselamatan pasien
3. Menjelaskan dimensi budaya keselamatan pasien
4. Menjelaskan survey budaya keselamata pasien
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya Keselamatan Pasien


Menurut buku Manajemen Keselamatan Pasien (Hadi, 2017: 16),
Budaya keselamatan pasien merupakan nilai, persepsi, dan perilaku yang
dianut oleh setiap individu di organisasi. Setiap individu dan grup
bertanggung jawab terhadap keselamatan brperilaku menjaga meningkatkan
dan mengkomunikasikan tentang keselamatan, berusaha untuk belajar aktif
dari setiap kesalahan yang terjadi.
Budaya keselamatan merupakan bagian penting dalam keseluruhan
budaya organisasi yang diperlukan dalam institusi kesehatan. Budaya
keselamatan didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan norma, perilaku,
peran, dan praktek social maupun teknis dalam meminimalkan pajanan yang
membahayakan atau mencelakakan karyawan, manajemen, pasien, atau
anggota masyarakat lainnya. (Hadi, 2017: 16)
(UU. No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit) Keselamatan pasien
adalah disiplin pelayanan kesehatan (Helath care disiplin) yang menekankan
analisis, pelaporan dan tindakan pencegahan kesalahan medis, maupun
keperawatan yang sering menyebabkan kejadian yang merugikan kesehatan
pasien. (Sepriyanto. 2019:253)
Keselamatan pasien pada dasarnya yaitu mencegah pasien mengalami
bahaya terkait pemberian layanan kesehatan. Bahaya tersebut adalah kejadian
kejadian yang tidak dikehendaki yang sebenarnya bisa dicegah, termasuk
didalamnya akibat dari reaksi obat yang tidak dikehendaki (adventure drug
reaction) dan kesalahan pengobatan (medication error) (WHO, 2014).
(Rikomah. 2018:136)
Keselamatan pasien merupakan sistem yang bertujun untuk
memberikan auhan terhadap pasien secara umum sebagai upaya mencegh
kejadian yang tidak diinginkan. (Rikomah. 2018:136)
B. Manfaat Budaya Keselamatan Pasien
Budaya keselamatan pasien merupakan hal yang penting dalam
keselamatan pasien. Membangun budaya keselamatan pasien merupakan
suatu cara untuk mewujudkan keselamatan pasien secara keseluruhan. Focus
pada budaya keselamatan pasien akan lebih berhasil apabila dibandingkan
hanya focus pada program keselamatan saja. Budaya keselamatan pasien
merupakan langkah awal dalam mewujudkan keselamatan pasien. Budaya
keselamatan akan membantu organisasi dalam membuat kebijakan tentang
keselamatan pasien. (Hadi, 2017: 16-17)
Manfaat utama dalam budaya keselamatan pasien adalah organisasi
menyadari apa yang salah dan pembelajaran terhadap kesalahan tersebut.
Manfaat lain dalam budaya keselamatan pasien antarea lain:
1. Organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi
atau jika kesalahan telah terjadi
2. Meningkatnya laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari kesalahan
yang terjadi akan berpotensial menurunnya kejadian yang sama
berulang kembali dan keparahan dari keselamatan pasien
3. Kesadaran akan keselamatan pasien, yaitu bekerja untuk mencegah
error dan melaporkan jika ada kesalahan
4. Berkurangnya perawat yang merasa tertekan, bersalah, malu karena
kesalahan yang telah diperbuat
5. Berkurangnya turn over pasien, karena pasien yang pernah mengalami
insiden, pada umumnya akan mengalami perpanjangan hari perawatan
dan pengobatan yang diberikan lebih dari pengobatan yang seharusnya
diterima pasien
6. Mengurangi biaya yang diakibatkan oleh kesalahan dan penambahan
terapi
7. Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan
pasien. (Hadi, 2017: 16-17)
Manfaat budaya keselamatan pasien menurut buku (Rikomah.2018) adalah:

1. Menekan biaya yang tidak perlu untuk mengatasi pengobatan yang


tidak perlu
dengan adanya kegiatan ini kemungkinan kejadian kesalahan
penggunaan obat tidak bnyak, dengan begitu akan mengurangi waktu
inap pasien dirumah sakit, dan dengan sendirinya akan mengurangi
biaya pengobatan.
2. Mengurangi kejadian masuk rumah sakit kembali
Dengan adanya kegiatan keselamatan pasien, akan dievaluasi
dan diseleksi obat yang paling efektif dan aman untuk pasien.
Sehingga pasien akan mendapatkan penggunaan obat yang tepat dan
dapat mengurangi kejadian masuk rumah sakit kembali
3. Kejadian infeksi di rumah sakit
Dengan berkurangnya lama rawat inap pasien di rumah sakit,
akan meminimalisir adanya kejadian infeksi yang kemungkinan
didapatkan di rumah sakit. (Rikomah.2018:135-137)

C. Dimensi Budaya Keselamatan Pasien


Dimensi budaya keselamatan pasien menurut Agency for Health Care
Research and Quality (AHRQ) adalah The Hospital Survey on Patient Safety
dengan 12 elemen untuk mengukur budaya keselamatan pasien.
Agency for Health Care Research and Quality AHRQ, menilai dimensi
budaya keselamatan pasien melalui 3 aspek :
1. Tingkat unit, mencakup: supervisor/ manager action promoting safety,
organizational learning – perbaikan berkelanjutan, kerjasama dalam
unit dirumah sakit, komunikasi yang terbuka, umpan balik dana
komunikasi mengenai kesalahan , respon tidak mempermasalahkan
terhadap kesalahan, manajemen ketenagakerjaan.
2. Tingkat rumah sakit, mencakup:dukungan manajemen terhadap upaya
keselamatan pasien, kerjasama antar unit dirumah sakit, perpindahan
dan transisi pasien
3. Keluaran, mencakup: persepsi keseluruhan staf dirumah sakit
terkaitkeselamatan pasien, frekuensi pelaporan kejadian, peringkat
keselamatan pasien. (Hadi, 2017:17)

Dimensi budaya keselamatan pasien (Clark 2011) yaitu:

1. Dimensi budaya keterbukaan (Open Culture)


Komunikasi tentang keselamatan pasien telah menjadi standar
dalam Join Commission Accreditation Of Health Organization sejak
tahun 2010. Komunikasi terbuka dapat mewujudkan serah erima,
breafing dan ronde keperawatan. Perawat menggunakan komunikasi
terbuka pada saat serah terima dengan mengkomunikasikan dengan
perawat yang lain tentang resiko terjadi insiden melibatkan pasien
serah terima, briefing digunakan untuk berbagi informasi seputar
keselamatan pasien yang potensial terjadi dalam kegiatan sehari-hari,
ronde keperawatan dapat dilakukan setiap minggu dan berfokus hanya
pada keselamatan pasien. (Hadi, 2017:17)
2. Dimensi budaya keadilan (just culture )
Budaya tidak menyalahkan perlu dikembangkan dalam
menumbuhkan budaya keselamatan pasien, perawat dan pasien di
perlakukan secara adil ketika terjadi insiden. Ketika terjadi insisden
tidak focus untuk mencari kesalahan individu tetapi lebih mempelajari
secara sistem yang mengakibatkan terjadi kesalahan. Fokus pada
kesalahan yang dilakukan perawat berdampak secara psikologis yang
dapat menurunkan kinerja. (Hadi, 2017:17)
3. Budaya pelaporan (reporting culture)
Pelaporan kejadian merupakan suatu sistem yang penting
dalam membantu mengidentifikasi masalah keselamatan pasien dan
dalam menyediakan data pada organisasi dan sistem pembelajaran.
pelaporan merupakan unsur penting dari keselamatan pasien.
Informasi yang adekuat pada pelaporan akan dijadikan bahan oleh
organisasi dalam pembelajaran.
National patient safety asociation NPSA (2009) menyatakan
lima langkah menuju sistem pelaporan kejadian, antara lain berikan
umpan balik pada staf saat mereka memberikan pelaporan kejadian,
berfokus pada pembelajaran tentang kejadian dengan akar masalah,
pelatihan tentang pelaporan kejadian, dan lomba pelaporan internal.
Lima langkah berikutnya yaitu membuat alat yang mudah untuk
mencatat laporan kejadian dapat dilakukan, membudayakan pelaporan
menjadi sebagai upaya untuk peningkatan mutu, serta budaya bukan
mencari kesalahn individu. (Hadi, 2017:18)
4. Budaya pembelajaran (learning culture)
Setiap lini dalam organisasi baik perawat maupun manajemen
menggunakan insiden yang terajadi sebagai proses belajar perawat dan
manajemen berkomitmen untuk mempelajari kejadian yang terjadi,
mengambil tindakan atas kejadian tersebut untuk diterapkan seingga
dapat mencegah terulang kesalahan. Umpan balik dari organisasi dan
rekan satu tim merupakan suatu bentuk dari budaya belajar. (Hadi,
2017:17-18)
Dimensi budaya keselamatan pasien (reason. 2012) adalah :
1. Kepemimpinan
Dalam menciptakan budaya keselamatan pasien dan
menurunkan angka kesalahan, diperlukan pemimpin yang
menanamkan budaya yang jelas, mendukung usaha pegawai, dan tidak
bersifat menguhukum yang disebut dengan kepemimpinan
transformasional. Budaya keselamatan pasien yang kuat dengan
sendirinya akan menurunkan angka kesalahan medis. (Hadi, 2017:17)
2. Evidance Based

Menurut hoolleman,et,al (2006) menyatakan evidence based


akan dapat meningkatkan keselamatan pasien, dimana evidence based
dapat dilakukan dalam beberapa langkah yaitu: mengkaji kebutuhan
praktik keperawatan, menghubungkan intervensi dengan outcome,
melakukan sintesis evidence baced terbaik, melakukan desain
perubahan praktik keperawatan, melakukan implementasi dan evaluasi
perubahan dan mengintegrasikan dan menjaga perubahan evidence
based tersebut. Evidence based dalam pelaksanaan keselamatan pasien
digunakan untuk meningkatkan pemahaman, keterampilan dan
pengetahuan perawat melalui implementasi yang didasarkanpada
kajian lmiah yang telah terbukti. (Hadi, 2017:18)

3. Patient centered care


Pelayanan berfokus pada pasien dapat meningkatkan pelayanan
keperawatan dan dapat meningkatkan caring dan lingkungan
pengobatan sejak masuk rumah sakit, patient-centered care merupakan
asuhan yang menghormati dan responsive terhadap pilihan, kebutuhan
dan nilai nilai pribadi pasien. Serta memastikan bahwa nilai nilai
pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis
Salah satu fokus patient centered adalah diharapkan
keselamatan pasien dapat meningkat, dimana perawat diharapkan
dapat melakukan asisment pasien, proses assessment pasien yang
efektif akan menghasilkan keputusan tentang pengobatan pasien yang
harus segera dilakukan dan kebutuhan pengobatan berkelanjutan untuk
emergensi, efektif atau pelayanan terencana, bahkan ketika kondisi
pasien berubah, proses asesmen pasien adalah proses yang terus
menerus dan dinamis yang digunakan pada sebagian besar unit kerja
rawat inap dan rawat jalan dengan pelaksanan assessment yang baik
maka dapat mencegah terjadinya kejadian yang diharapkan (KTD).
(Hadi, 2017:18-19)
(Anggraini, Rini Dkk.2013)
4. Kerja sama di rumah sakit
Tim kerja dapat diartikan sebagai teamwork. Tim kerja
merupakan sekumpulan individu dengan keahlian yang spesifik yang
bekerja sama dan saling berinteraksi untuk saling menghormati. Tim
adalah sekelompok orang yang bekerja sama dan menghasilkan hasil
yang bermakna dalam mengkombinasikan keahlian dan kemampuan
masing-masing individu yang menjadi tanggung jawabnya. Perawat
dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya seperti dokter dan
apoteker dalam keakuratan pemberian obat kepada pasien. (Hadi,
2017:19)

5. Pembelajaran
Pembelajaran dengan orang lain dalam tim menjadi sumber
yang berpengaruh dalam penghargaan pembelajaran sendiri individu
tentang isu keselamatan pasien. Setiap disiplin ilmu yang berbeda akan
memperhatikan keselamatan pasien berdasarkan prioritas masing-
masing. (Hadi, 2017:19)

6. Komunikasi
Komunikasi adalah proses tukar menukar pikiran, perasaan
pendapat dan saran yang terjadi antar dua manusia atau lebih yang
bekerja bersama. Komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu
kelancaran organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Perawat
berperan dalam meningkatkan komunikasi dengan pasien dan tenaga
kesehatan lainnya. (Hadi, 2017:19)
Pelayanan kesehatan yang aman dan efektif membutuhkan
komunikasi antara individu dengan berbagai macam aturan,
kemampuan, pengalaman, dan pandangan komunikasi adalah inti dari
masalah dan penyelesaiannya. Komunikasi penting untuk menjaga
pengetahuan pegawai akan strategi keselamatan. Masalah seringkali
berasal dari komunikasi yang tidk efektif yang berasal dari kurangnya
pengetahuan komunikasi efektif dan kolaborasi tidak hanya semata
mata berkaitan dengan tehnik atau menjadi pendengar yang baik, atau
anggota tim yang berkualitas saja namun kemampuan berkomunikasi
dan perilaku komunikasi yang baik sangatlah penting sebagai bagian
dari budaya. (Hadi, 2017:19)

7. Keadilan Respon Tidak Menghukum Ketika Terjadi Kesalahan


Walshe and boaden (2006) menyatakan bahwa kesalahan
medis sangat jarang disebabkan oleh factor kesalahan manusia secara
tunggal, namun lebih banyak disebabkan karena kesalahan sistem di
rumah sakit, yang mengakibatkan rantai rantai dalam sistem terputus.
Yahya (2006) berpendapat tenaga professional adalah perfeksionis
sehingga apabila terjadi kesalahan, maka akan mengakibatkan
permasalahan psikologis sehingga akan berdampak pada penurunan
kinerja, karenanya pertanyaan individual perlu dihindari, dan fokus
pada apa yang terjadi, bukan siapa yang melakukan, hambatan dalam
melakukan kerja baik, serta apalagi yang mungkin bisa timbul. (Hadi,
2017:19)

D. Survey Budaya Keselamatan Pasien


Survey budaya keselamatan pasien dapat dilakukan berdasarkan
elemen yang mendasari dan berdasarkan tingkat maturitas dari organisasi
dalam menerapkan budaya keselamatan pasien. Standar pengukuran budaya
keselamatan pasien. Standar pengukuran budaya keselamatan pasien
dikembangkan oleh beberapa organisasi seperti AHRQ, Stanford dan
MaPSaF. Survey budaya keselamatan yang dikembangkan oleh Agency For
Health Care Research And Quality (AHRQ) adalah The Hospital Survey On
Patient Safety dengan 12 elemen untuk mengukur budaya keselamatan pasien,
meliputi kerjasama dalam unit, ekspektasi manajer, pembelajaran organisasi,
dukungan manajemen, persepsi keselamatan pasien, umpan balik dan
komunikasi, komunikasi terbuka, pelaporan kejadian, staffing, hand over dan
transisi, dan respon tidak menghukum. (Hadi, 2017:20)
Stanford mengembangkan istrumen Safety Attitudes Questionnaire
(SAQ) mengidentifikasi 6 elemen, meliputi kerjasama, iklim keselamatan ,
kepuasan kerja, kondisi stress, persepsi manajemen, dan kondisi kerja.
Stanford Instrument (SI) melihat dari 5 elemen budaya keselamatan pasien,
antara lain organisasi, depertemen, produksi, pelaporan, dan kesadaran diri.
Sedangkan modifikasi dari Stanford instrument yaitu modified Stanford
instrument (MSI) hanya mengidentifikasi 3 elemen yang mempengaruhi
budaya keselamatan pasien, yaitu nilai keselamatan, takut atau reaksi
negative, persepsi keselamatan. Walaupun instrument yang dikembangkan
menggunakan elemen yang berbeda beda, namun pada dasarnya elemen
elemen yang ada pada setiap instrument tersebut untuk mengukur 4 dimensi
budaya keselamatan kerja, yaitu keterbukaan (open culture), keadilan (just
culture), pelaporan(report culture), dan pembelajaran dari masalah (learning
culture). (Hadi, 2017:20)
Tingkat kematangan (maturity) organisasi dalam menerapkan budaya
keselamatan pasien terdiri dari 5 elemen, yaitu patologis, reaktif, kalkulatif,
proaktif dan generative. Manchester Patient Survey Asseesment Framework
(MaPSaF) mengembangkan 5 elemen tersebut sebagai pedoman bagi
organisasi dalam mengembangkan budaya keselamatan pasien. Tingkat
maturitas budaya keselamatan pasient dapat dilihat dalam table. (Hadi,
2017:21)
No Tingkat Pendekatan budaya keselamatan pasien
maturitas
1. Patologis Organisasi belum memiliki sistem yang
mendukung budaya keselamatan pasien
2. Reaktif Organisasi hanya berfikir keselamatan setelah
terjadi insiden. Sistem bersifat fragmentasi
dikembangkan hanya pada saat akreditasi dan
reaktif terhadap insiden yang terjadi
3. Kalkulatif Sistem sudah terbuka tetapi implementasinya
bersifat segmentasi hanya pada event tertentu
4. Proaktif Organisasi aktif meningkatkan persepsi
keselamatan pasien reward atas peningkatan
keselamatan pasien sistem bersifat
komprehensif dan melibatkan stakeholder
pendekatan berbasis pada bukti (evidence
based)
5. Generative Budaya keselamatan pasien sudah terintegrasi
dengan tujuan rumah sakit, organisasi
mengevaluasi efektifitas intervensi dan selalu
belajar dari kegagalan sebelumnya
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dapat diambil kesimpulannya bahwa Budaya keslamatan pasien
merupakan nilai, kepercayaan, yang diantut bersama dan berkaitan dengan
struktur organisasi, dan sistem pengawasan dan pengendalian untuk
menghasilkan norma norma perilaku. Budaya keselamatan di pelayanan
kesehatan diartikan sebagai keyakinan, nilai perilaku yang dikaitkan dengan
keselamatan pasien yang secara tidak sadar dianut bersama oleh anggota
organisasi. Yang terdiri dari beberapa dimensi antara lain open culture,
reporting culture, just, dan learning culture.
B. SARAN
Dari kesimpulan dapat diambil saran dari makalah ini adalah jagalah
budaya keselamatan pasien, dan jangan lah membuat kesalahan terhadap
pasien di rumah sakit. Berikanlah pelayanan terbaik terhadap pasien di rumah
sakit
DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Irwan. 2017. Manajemen Keselamatan Pasien. Yogyakarta: Penerbit


Depublish CV Budi Utama.

Supriyanto, Stefanus. 2019. Manajemen Rumah Sakit. Sidoarjo. Penerbit


Zifatama Jawara

Rikomah, Setya Enti. 2018. Farmasi Klinik. Yogyakarta. Penerbit Depublish


CV Budi Utama

Anggraeni, Rini DKK. 2013. Gambaran Budaya Keselamatan Pasien Oleh


Perawat Dalam Melaksanakan Pelayanan Di Instalasi Rawat Inap RSUD. DR
Wahidin Sudirohusodo. Jurnal Kesehatan Makasar. 31

Elrifda, Solha. 2011. Budaya Patient Safety dan Karakteristik Kesehatan


Pelayanan: implikasi kebijakan di salah satu rumah sakit di kota jambi. Kesmas
National Public Health Journal 6(2) 67-76

Anda mungkin juga menyukai