Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

Berdasarkan cara penggunaanya, obat anestesi dapat dibagi dalam sepuluh kelompok,
yakni :
1. Anastetika Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, scuofluran. Obat – obat
ini diberikan sebagai uap melalui saluran nafas. Keuntungannya adalah resepsi yang
cepat melalui paru – paru seperti juga ekskresinya melalui gelembung paru (alveoli)
yang biasanya dalam keadaan utuh. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara
anastesi.
2. Anastetika Intravena : thiopental, diazepam dan midazolam, ketamin, dan propofol.
Obat – obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan suppositoria secara rectal, tetapi
resorpsinya kurang teratur. Terutama digunakan untuk mendahului (induksi) anastesi
total, atau memeliharanya, juga sebagai anastesi pada pembedahan singkat.
3. Anestetika intramuskular : sangat populer dalam praktek anestesi, karena teknis
mudah, relatif aman karena kadar plasma tidak mendadak tinggi. Keburukannya ialah
absorpsi kadang diluar perkiraan, menimbulkan nyeri dibenci anak-anak, dan
beberapa bersifat iritan.
4. Subkutan : sekarang sudah jarang digunakan
5. Spinal : dimasukkan kedalam ruang subarakhnoid (intratekal) seperti pada
bupivacaine.
6. Lidah dan mukosa pipi : absorpsi lewat lidah dan mukosa pipi dapat menghindari efek
sirkulasi portal, bersifat larut lemak, contohnya fentanil lolipop untuk anak dan
buprenorfin.
7. Rektal : sering diberikan pada anak yang sulit secara oral dan takut disuntik.
8. Transdermal : contoh krem EMLA (eutectic mixture of local anesthetic), campuran
lidokain-prokain masing-masing 2,5%. Krem ini dioleskan ke kulit intakdan setelah 1-
2 jam baru dilakukan tusuk jarum atau tindakan lain.
9. Epidural: dimasukkan kedalam ruang epidural yaitu antara duramater dan ligamentum
flavum. Cara ini banyak pada anestesia regional.
10. Oral : paling mudah, tidak nyeri, dapat diandalkan. Kadang harus diberikan obat peri-
anestesia, seperti obat anti hipertensi, obat penurun gula darah, dan sebagainya.
Sebagian besar diabsorpsi usus halus bagian atas. Beberapa obat dihancurkan asam
lambung. Pengosongan lambung yang terlambat menyebabkan terkumpulnya obat di
lambung. Sebelum obat masuk sistemik, harus melewati sirkulasi portal. Maka dosis
oral harus lebih besar dari intramuskular, contohnya petidin, dopamin, isoprenalin,
dan propanolol.

A. OBAT-OBATAN DALAM ANESTESI

a. Obat-Obatan Anestesi Umum

1) Sulfas Atropin

2) Pethidin

3) Propofol/ Recofol

4) Succinil Cholin

5) Tramus

6) Efedrin

b. Obat untuk Anestesi Spinal:

1) Buvanest atau Bunascan

2) Catapress (kadang dokter tertentu menambahkannya untuk menambah efek buvanest)

c. Obat-obatan emergency yang harus ada dalam kotak emergency:

1) Atropin

2) Efedrin

3) Ranitidin

4) Ketorolac

5) Metoklorpamid

6) Aminofilin

7) Asam Traneksamat

8) Adrenalin

9) Kalmethason
10) furosemid (harus ada untuk pasien urologi)

11) lidocain

12) gentamicyn salep mata

13) Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)

14) Methergin (untuk pasien obsgyn)

15) Adrenalin

B. PENGGOLONGAN OBAT PRE-MEDIKASI

1. Golongan Narkotika

a. analgetika sangat kuat.

Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin.

Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.

Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah


 hipotensi

diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah,
misalnya: halotan, tiopental, propofol.

b. Pethidin diinjeksikan pelan untuk:

- mengurangi kecemasan dan ketegangan


- menekan TD dan nafas
- merangsang otot polos
c. Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan
- mengurangi kecemasan dan ketegangan
- menekan TD dan nafas
- merangsang otot polos
- depresan SSP
- pulih pasca bedah lebih lama
- penyempitan bronkus
- mual muntah (+)
2. Golongan Sedativa & Transquilizer

Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi mengantuk.
Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan DHBF
(Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.
Efek samping: depresi nafas, depresi sirkulasi.
diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien tampak
lebih gelisah
- Barbiturat

a. menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi


b. depresan lemah nafas dan silkulasi
c. mual muntah jarang
- Midazolam
a. Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik sebagai
sedasi dan induksi anestesia.
b. Pre-medikasi, induksi, rumatan, sedasi post operasi.
c. Memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kejang
grand mal
d. Dianjurkan sebelum pemberian ketamin karena pasca anestesi ketamin dosis 1-
2mg/kgBB menimbulkan halusinasi.
- Diazepam

a. induksi, premedikasi, sedasi


b. menghilangkan halusinasi karena ketamin
c. mengendalikan kejang
d. menguntungkan untuk usia tua
e. jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia
f. premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg

3. Golongan Obat Pengering

bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut serta
menurunkan efek parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga menurunkan risiko
timbulnya refleks vagal.
Contoh: sulfas atropine dan skopolamin.
Efek samping: proses pembuangan panas akan terganggu, terutama pada anak-anak
sehingga terjadi febris dan dehidrasi.
diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan efek hipersekresi, mis:
dietileter atau ketamin
C. OBAT-OBATAN ANESTESI

Obat Dalam Jumlah di pengenceran Dalam Dosis 1 cc spuit =


sediaan sediaan spuit (mg/kgBB)

Pethidin ampul 100mg/2cc 2cc + 10 cc 0,5-1 10 mg


aquadest 8cc

Fentanyl 0,05 mg/cc 0,05mg

Recofol ampul 200mg/ 10cc + 10 cc 2-2,5 10 mg


(Propofol) lidocain 1
20cc ampul

Ketamin vial 100mg/cc 1cc + 10 cc 1-2 10 mg


aquadest 9cc

Succinilcholin vial 200mg/ Tanpa 5 cc 1-2 20 mg


pengenceran
10cc

Atrakurium ampul 10mg/cc Tanpa 5 cc Intubasi: 10 mg


Besilat pengenceran 0,5-0,6,
(Tramus/ relaksasi:
Tracrium) 0,08,
maintenance:
0,1-0,2

Efedrin HCl ampul 50mg/cc 1cc + 10 cc 0,2 5 mg


aquadest 9cc

Sulfas Atropin ampul 0,25mg/cc Tanpa 3 cc 0,005 0,25 mg


pengenceran

Ondansentron ampul 4mg/2cc Tanpa 3 cc 8 mg 2 mg


HCl (Narfoz) pengenceran (dewasa)

5 mg (anak)

Aminofilin ampul 24mg/cc Tanpa 10 cc 5 24 mg


pengenceran

Dexamethason ampul 5 mg/cc Tanpa 1 5 mg


pengenceran

Adrenalin ampul 1 mg/cc 0,25-0,3

Neostigmin ampul 0,5mg/cc Tanpa Masukkan 2 0,5 mg


(prostigmin) pengenceran ampul
prostigmin +
1 ampul SA

Midazolam ampul 5mg/5cc Tanpa 0,07-0,1 1 mg


(Sedacum) pengenceran

Ketorolac ampul 60 mg/2cc Tanpa 30 mg


pengenceran

Difenhidramin ampul 5mg/cc Tanpa 5 mg


HCl pengenceran

D. Obat Induksi intravena

1. Ketamin/ketalar
a . efek analgesia kuat sekali. Terutama utk nyeri somatik, tp tidak utk nyeri visceral
b . Efek hipnotik kurang
c . Efek relaksasi tidak ada
d . Refleks pharynx & larynx masih ckp baik  batuk saat anestesi  refleks vagal
e . disosiasi  mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh
gelisah, tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi
f . Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat
diperkecil dengan pemberian thiopental sebelumnya)
g . TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat
peningkatan aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan
premedikasi opiat, hiosin.
h . dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine. Baik untuk
penderita-penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia
umum yang masih ringan.
i . Dosis berlebihan scr iv  depresi napas
j . Pd anak dpt timbulkan kejang, nistagmus
k . Meningkatkan kdr glukosa darah + 15%
l . Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit
m . Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin
n . Ketamin bekerja pd daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pd pusat
retikular otak
Indikasi:

a. Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi
jaringan sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar.
b. Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).
c. Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)
d. Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat
dipakai untuk induksi pada pasien syok.
e. Untuk tindakan operasi kecil.
f. Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.
g. Pasien asma
Kontra Indikasi
a. hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg
b. riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)
c. Dekompensasi kordis
Harus hati-hati pada :
a. Riwayat kelainan jiwa
b. Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik

2. Propofol (diprifan, rekofol)


a. Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih spt susu dgn bhn pelarut tdd minyak
kedelai & postasida telur yg dimurnikan.
b. Kdg terasa nyeri pd penyuntikan  dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol
 jarang pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian
c. Analgetik tdk kuat
d. Dpt dipakai sbg obat induksi & obat maintenance
e. Obat setelah diberikan  didistribusi dgn cepat ke seluruh tubuh.
f. Metabolisme di liver & metabolit tdk aktif dikeluarkan lwt ginjal.
g. Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi & apnea sejenak
Efek Samping
a. bradikardi.
b. nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
c. Ekstasi, nyeri lokal pd daerah suntikan
d. Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan
e. Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan napas, ginjal, liver,
syok hipovolemik.
3. Thiopental
a. Ultra short acting barbiturat
b. Dipakai sejak lama (1934)
c. Tidak larut dlm air, tp dlm bentuk natrium (sodium thiopental) mudah larut dlm air
4. Pentotal

a. Zat dr sodium thiopental. Btk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru), 1 gr(merah) & 5 gr.
Dipakai dilarutkan dgn aquades
b. Lrt pentotal bersifat alkalis, ph 10,8
c. Lrt tdk begitu stabil, hanya bs dismp 1-2 hr (dlm kulkas lebih lama, efek menurun)
d. Pemakaian dibuat lrt 2,5%-5%, tp dipakai 2,5% u/ menghindari overdosis, komplikasi
> kecil, hitungan pemberian lebih mudah
e. Obat mengalir dlm aliran darah (aliran ke otak ↑)  efek sedasi&hipnosis cepat tjd, tp
sifat analgesik sangat kurang
f. TIK ↓
g. Mendepresi pusat pernapasan
h. Membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan
i. depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah  hipotensi. Dpt
menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal
j. tak berefek pd kontraksi uterus, dpt melewati barier plasenta
k. Dpt melewati ASI
l. menyebabkan relaksasi otot ringan
m. reaksi. anafilaktik syok
n. gula darah sedikit meningkat.
o. Metabolisme di hepar
p. cepat tidur, waktu tidur relatif pendek
q. Dosis iv: 3-5 mg/kgBB
Kontraindikasi

a. syok berat
b. Anemia berat
c. Asma bronkiale  menyebabkan konstriksi bronkus
d. Obstruksi sal napas atas
e. Penyakit jantung & liver
f. kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)

E. Obat Anestetik inhalasi

1. Halothan/fluothan

a. Tidak berwarna, mudah menguap


b. Tidak mudah terbakar/meledak
c. Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya
Efek:

a. Tidak merangsang traktus respiratorius


b. Depresi nafas  stadium analgetik
c. Menghambat salivasi
d. Nadi cepat, ekskresi airmata
e. Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup
f. Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus
g. Depresi otot jantung  aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)
h. Depresi otot polos pembuluh darah  vasodilatasi  hipotensi
i. Vasodilatasi pembuluh darah otak
j. Sensitisasi jantung terhadap katekolamin
k. Meningkatkan aktivitas vagal  vagal refleks
l. Pemberian berulang (1-3 bulan)  kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)
m. Menghambat kontraksi otot rahim
n. Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh
o. Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance
Keuntungan

a. cepat tidur
b. Tidak merangsang saluran napas
c. Salivasi tidak banyak
d. Bronkhodilator  obat pilihan untuk asma bronkhiale
e. Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
f. Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak
Kerugian

a. overdosis
b. Perlu obat tambahan selama anestesi
c. Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
d. aritmia jantung
e. Sifat analgetik ringan
f. Cukup mahal
g. Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

2. Nitrogen Oksida (N2O)

 gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif
tidak larut dalam darah.
Efek:

a. Analgesik sangat kuat setara morfin


b. Hipnotik sangat lemah
c. Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
d. Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.  Bila murni N2O
= depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
e. jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain
seperti halotan dan sebagainya.
3. Eter

tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat merangsang, iritasi
saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus, margin safety sangat luas, murah, analgesi sangat
kuat, sedatif dan relaksasi baik, memenuhi trias anestesi, teknik sederhana
4. Enfluran

a. isomer isofluran
b. tidak mudah terbakar, namun berbau.
c. Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak seperti kejang
(pada EEG).
d. Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan enfluran
lebih iritatif dibanding halotan.
5. Isofluran

a. cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar
b. menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap penyimpanan
sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.
c. Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran
6. Sevofluran

a. tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak dipilih
untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa.
b. tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis

F. Obat Darurat

Nama Berikan bila Berapa yang diberikan?

Efedrin TD menurun >20% dari 2 cc spuit


TD awal (biasanya bila
TD sistol <90 diberikan)

Sulfas atropin Bradikardi (<60) 2 cc spuit

Aminofilin bronkokonstriksi 5 mg/kgBB

Spuit  24mg/ml

Dexamethason Reaksi anafilaksis 1 mg/kgBB

Spuit  5 mg/cc

Adrenalin Cardiac arrest 0,25 – 0,3 mg/kgBB, 1 mg/cc (teori)

Prakteknya  beri sampai aman

Succinil Spasme laring 1 mg/kgBB


cholin (1cc spuit 

G. Obat-obat opioid yang biasa digunakan dalam anastesi antara lain:


1. MORFIN
a. Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot
polos. Efek morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi
dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi,
hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual
muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika
(ADH).
b. Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka.
Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek
analgesik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang
timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat
melewati sawar uri dan mempengaharui janin. Eksresi morfin terutama melalui
ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.
c. Indikasi
Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau
menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid.
Apabila nyerinya makin besar dosis yang diperlukan juga semakin besar. Morfin
sering digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul pada infark miokard,
neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer,
pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan, nyeri
akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.
d. Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi
pernafasan, nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus,
konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.
e. Dosis dan sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk
larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan
atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada
dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yang diperlukan.

2. PETIDIN
a. Farmakodinamik
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor µ.
Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi,
euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam.
Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein.
Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan
morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.
b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :
1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam
air.
2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam
meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang
masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek
analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli
ditemukan dalam urin.
3) Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan
dan takikardia.
4) Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih
ringan.
5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak
ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.
6) Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

c. Farmakokinetik
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi
kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak
dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar
individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya dalam
plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan
berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat
protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia meperidin
mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian
mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan
dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam
bentuk derivat N-demitilasi.
Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan
tekanan intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan,
akan tetapi dapat masuk ke fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada
kelahiran.
d. Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa
keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih
pendek daripada morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia
obstetrik dan sebagai obat preanestetik.
e. Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25
mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar
pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-
1,8 mg/kg BB.
f. Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing,
berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan
penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi.

3. FENTANIL
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu
analgesik, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan
yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih
besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan opioid lain)
meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian
disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi menekan
hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada terminal saraf tepi.
Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan neureptanalgesia.
b. Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir
sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali
melewatinya. Fentanil dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan
hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
c. Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB
analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk
anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB
digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi
bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang
tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.
d. Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat
dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar
gula, katekolamin plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol.

Anda mungkin juga menyukai