Anda di halaman 1dari 1

HUT RI ke 74 : Sekilas Tengok Ke Belakang

Setiap tahun ditanggal 17 Agustus, kita selalu memperingati hari ulang tahun Republik Indonesia.
Tahun ini kita memperingati HUT RI ke 74. Sebuah umur yang sudah matang dan banyak
pengalaman yang bisa diperoleh. Sudah mengerti pedasnya cabe dan asinnya garam. Sangat paham
dengan batu yang akan menimpa dan lobang yang jadi perangkap. Melintas ikan diair, sudah tahu
jantan atay betina.

Diumur yang masih bayi negeri ini dilanda perang untuk mempertahankan proklamasi yang telah
kadung didengungkan. Dengan slogan merdeka atau mati dan gema suara takbir, para pejuang
bergerak menghadang Belanda yang ingin kembali mencekamkan kukunya di bumi pertiwi. Ulama,
politikus, tentara, pedagang, pemerintah dan rakyat saling bersinergi untuk tujuan yang sama.
Sejarah mencatat heroiknya pertempuran di medan laga, sibuknyanya para wanita menyiapkan
ransum di dapur umum, fatwa ulama tentang wajibnya bela negara dan piawainya politikus
berdiplomasi di dunia internasional. Dengan rasa bangga seorang anak bangsa membusungkan
dadanya, ini kami pemuda Indonesia.. Garuda di dada kami dan merah putih di jiwa kami.

Dengan gagah berani diusia anak2 Indonesia tampil sebagai pelopor pemersatu negara Asia Afrika.
Melalui KAA dibangkitkan semangat dan girah nasionalisme bangsa2 yang tengah tertindas.
Indonesia tercatat menjadi bangsa terdepan dalam menyuarakan persamaan hak setiap bangsa.
Ditengah gejolak perseteruan blok timur dan barat, Indonesia dengan negara2 dunia ketiga
menyatakan sebagai negara non blok.

Walau masih tergolong negara miskin, Indonesia terlibat aktif dalam kegiatan usaha perdamaian
dunia. Diberbagai pelosok pasukan garuda indonesia dikenal sebagai pasukan yang santun dan dekat
dengan rakyat dimana mereka ditempatkan. Dalam dunia diplomasi Indonesia sangat handal untuk
mewujudkan perdamaian.

“Kita tidak punya uang membantu mereka. Hanya perhatian yang bisa kita berikan” ujar Soeharto
saat akan berkunjung ke Bosnia Herzegovina.

Sebuah harapan yang masih bergayut untuk menjadi sebuah bangsa yang besar dan disegani.
Bangsa yang ucapannya didengar dan diamini. Bukan bangsa yang didikte dan mengamini. Menjadi
bangsa yang tidak menggantungkan hidupnya pada bangsa lain.

“Kita harus berdikari. Berdiri diatas kaki sendiri” kata Soekarno dalam sebuah penggalan pidatonya.

Mungkinkah harapan itu terwujud? Kemungkinannya ada. Kapan? Ketika rasa senasib
sepenangungan ada. Disaat kebersamaan tercipta, dikala saling menghargai tumbuh. Bukan saling
membuli, bukan saling menjatuhkan dan bukan saling membandingkan.

Setelah 74 tahun merdeka, Indonesia harus mengejar ketertinggalan, indonesia harus bisa bangkit.
Bangkit dengan tenaga sendiri dan usaha sendiri. Bukan bangkit dengan menggantungkan hidup
pada bangsa lain.

Dirgahayu Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai