Anda di halaman 1dari 20

REKONSTRUKSI LAPORAN KEUANGAN ENTITAS

PENDIDIKAN ISLAMI BERBASIS PSAK NO. 45


Fidiana
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
fidiana@stiesia.ac.id

Abstrak

Publik mulai menuntut penyediaan pertanggungjawaban keuangan yang


memadai bagi entitas Pendidikan Islami. Sayangnya, hasil-hasil penelitian
membuktikan ketidaktersediaan pelaporan keuangan yayasan pendidikan
yang memadai. Dipastikan bahwa belum ada yayasan pendidikan yang
memahami dan menggunakan PSAK No. 45. Adanya gap tuntutan publik
tentang akuntabilitas entitas yayasan pendidikan dan ketidaktersediaan
akuntabilitas yang dimaksudkan, mendorong penulis untuk melakukan
upaya rekonstruksi atas pelaporan keuangan pada entitas Pendidikan Al-
Irsyad sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yaitu
berdasarkan PSAK No. 45. Berdasarkan hasil studi data dan laporan
keuangan dari bendahara bendahara sekolah, Al-Irsyad belum menerapkan
PSAK No. 45. Peneliti melakukan rekonstruksi laporan keuangan berupa
laporan posisi keuangan, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan atas
laporan keuangan untuk meningkatkan akuntabilitas publik.

Keywords: rekonsiliasi, PSAK No. 45, entitas pendidikan Islam

A. Latar Belakang Penelitian


Pemerintah telah memposisikan organisasi pendidikan Islam seperti
pesantren dan sekolah Islam sebagai entitas penting bagi perekonomian nasional.
Hal ini tampak dalam agenda ISEF (Indonesia Sharia Economic Festival) yang
digelar Bank Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun 2017, ISEF kembali
diselenggarakan di Surabaya dengan tema “Fostering Inclusive Economic Growth
and Improving Resilency through Closer Collaboration and Coordination”. Tema
tersebut tampaknya menyiratkan itikad baik bank sentral dalam mengintegrasi
pengembangan sektor keuangan dan sektor riil. Itikad ini makin jelas dengan
dihadirkannya stakeholder syariah termasuk 80 pimpinan pondok pesantren di
seluruh Indonesia dalam rangkaian agenda ISEF 2017 (Bank Indonesia, 2017). Ini
merupakan upaya nyata pemerintah memberdayakan pesantren untuk
menggerakkan ekonomi secara inklusif. Upaya nyata ini juga dibuktikan dengan

1
2

inisiasi Bank Indonesia (BI) yang bekerjasama dengan Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) dalam menerbitkan dan mensosialisasikan Pedoman Akuntansi
Pesantren/Sekolah Islam. Pedoman Akuntansi Pesantren tidak hanya dapat
dimanfaatkan oleh Pesantren dan juga oleh sekolah Islam. Pedoman ini tetap
merujuk pada Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
(SAK ETAP).
Pengakuan akan peran penting pesantren dalam memberdayakan ekonomi
umat merupakan pengakuan strategis akan eksistensi pesantren sebagai bagian dari
lokomotif ekonomi, khususnya untuk akselerasi ekonomi Islam di Indonesia.
Tingginya potensi dan integritas pondok pesantren memang dapat diandalkan
sebagai strategi pengembangan ekonomi Islam. Selain itu, pemberdayaan pesantren
menandai sebuah pergeseran paradigma bahwa pembangunan ekonomi dan sosial
bukan menjadi tanggungjawab pemerintah semata, tapi juga menjadi
tanggungjawab masyarakat secara umum.
Peletakan entitas pesantren sebagai salah satu pilar pengembangan ekonomi
menandai bahwa ekonomi konglomerasi tidak dapat diandalkan sebagai satu-
satunya penggerak perekonomian. Bagaimanapun, sistem ekonomi konglomerasi
hanya menguntungkan segelintir orang yang memiliki kemampuan dan akses
ekonomi (Faozan, 2006). Sistem ekonomi tersebut belum menyentuh pada hajat
hidup rakyat kecil yang secara jumlah justru dominan (Baderi, 2015). Pesantren,
dengan demikian dapat menjadi basis signifikan untuk mendukung ketahanan
ekonomi umat. Dengan demikian, mengutip pendapat Nadzir (2015) dan Faozan
(2006), pesantren saat ini bukan lagi sekedar menjadi entitas pencetak pemikir
agama (center of excellence) dan entitas pencetak sumber daya manusia (human
resource), tapi juga dapat difungsikan sebagai entitas pemberdaya masyarakat
(agent of development). Fakta ini dapat dibuktikan dengan eksistensi dan potensi
pondok pesantren dalam mengembangkan ekonomi berbasis rakyat yang mana
pesantren selain bergerak dalam bidang pendidikan umumnya juga mengelola unit-
unit bisnis dan koperasi yang dikenal dengan baitul maal wat tamwil (BMT). Unit-
unit bisnis pesantren ini biasanya digunakan sebagai pencetak pendapatan untuk
membiayai kegiatan pesantren yang selama ini masih mengenakan biaya hidup
yang rendah bagi santrinya. Bagi pesantren, pemberdayaan ekonomi merupakan

2
3

bentuk dakwah (Nadzir, 2015), sekaligus mengimplementasi ilmu atau teori ke


wilayah praktik.
Sebagai agen pemberdaya ekonomi masyarakat dengan mengelola unit-unit
bisnis dan juga mengelola dana masyarakat, pesantren dituntut akuntabel.
Akuntabilitas pengelolaan dana masyarakat akan memudahkan masyarakat untuk
mengawasi dan mengontrol. Kenyataannya, Muttaqien (2014) mengemukakan
bahwa pesantren seringkali kewalahan mengelola aset-aset milik masyarakat baik
berupa uang, zakat, infaq dan juga wakaf. Ini berarti bahwa pesantren kesulitan
mempertanggungjawabkan hasil pengelolaan tersebut kepada masyarakat yang
berkepentingan (stakeholder). Syamsudin (2017) juga mengakui minimnya
pengetahuan kyai atau santri dalam membuat laporan pertanggungjawaban yang
bersifat keuangan. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa pesantren umumnya fokus pada
pelaksanaan program utama dan seringkali tidak mementingkan kegiatan
administrasi. Pesantren merasa bahwa mereka adalah entitas yang terpercaya
(amanah) sehingga tidak harus tertelusur secara administrasi.
Keterbatasan akuntabilitas pesantren ini didukung dengan ketiadaan riset
tentang pelaporan keuangan pesantren berbasis standar akuntansi. Agaknya, praktik
pelaporan keuangan pada lembaga keagamaan memang merupakan sesuatu yang
tidak lazim (Fatih, 2015). Studi terkait pesantren yang banyak dilakukan masih
fokus pada pesantren dari dimensi sosial keagamaan serta politik (Nadzir, 2015).
Studi tentang pertanggungjawaban keuangan pesantren yang berhasil
ditemukan telah dilakukan oleh Arifin dan Riharjo (2014). Studi ini fokus pada
pengelolaan keuangan pondok pesantren Nazhatut Thullab Sampang tahun 2012.
Hasil penelitian ini menyebutkan belum digunakannya standar akuntansi seperti
PSAK 45, bahkan mereka tidak mengenal standar akuntansi yang dimaksud.
Rusdiyanto (2016) juga meneliti penerapan standar akuntansi pada laporan
keuangan Pondok Pesantren Al-Huda Sendang Pragaan Sumenep Madura
menghasilkan hal yang sama bahwa Pondok Pesantren tersebut belum menerapkan
Standar Akuntansi berterima umum. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
secara umum Pondok Pesantren belum menerapkan pelaporan keuangan secara
terstandar. Padahal, Pedoman Akuntansi bagi Pesantren bertujuan agar pesantren
dengan sifat dan karakteristik yang khas, mampu menyusun laporan keuangan

3
4

sesuai berdasarkan standar akuntansi yang berterima umum. Beberapa pelaporan


keuangan lebih banyak ditemukan pada yayasan pendidikan. Sekali lagi, pelaporan
keuangan tersebut juga belum memenuhi standar pelaporan berterima umum.

B. Rumusan Masalah
Yayasan pendidikan merupakan entitas nirlaba. Entitas nirlaba memang
tidak bertujuan mencipta laba untuk memakmurkan pemilik. Namun demikian,
entitas nirlaba juga perlu mengembangkan sumber daya finansial yang dimiliki
melalui penyediaan jasa bagi publik untuk mendanai kegiatannya. Jadi, bagi entitas
nirlaba pencapaian keuntungan finanasial lebih digunakan untuk mencapai tujuan
sosial seperti pendidikan dan lain sebagainya (Nickels, et al, 2009:8). Selain itu,
entitas nirlaba juga memanfaatkan pendanaan dari utang, sumbangan, dan donasi
dari masyarakat untuk mendukung kegiatannya. Oleh karena itu, informasi dan
pengukuran tentang jumlah, saat, dan kepastian aliran kas perlu disajikan bagi
pengguna yang berkepentingan seperti kreditur, donatur, serta pengguna lainnya.
Para donator memang tidak mengharapkan imbalan apapun dari entitas nirlaba,
namun mereka memiliki kepentingan untuk menilai keberlangsungan entitas
nirlaba dalam menyediakan produk jasanya. Informasi tersebut terdapat dalam
pelaporan keuangan.
Laporan keuangan berguna dalam menyediakan informasi mengenai aset,
liabilitas, aset neto, dan informasi yang menghubungkan unsur-unsur laporan
keuangan (PSAK 45, 2011: 2). Pos sumbangan atau donasi merupakan salah satu
ciri entitas nirlaba. Pos ini tidak ditemui dalam entitas bisnis. Pertanggungjawaban
keuangan juga merupakan bentuk akuntabilitas entitas nirlaba kepada publik.
Penekanan pentingnya akuntansi sebagai bentuk akuntanbilitas publik timbul untuk
kepentingan menilai kinerja. Dewasa ini, publik mulai menuntut keterbukaan,
transparansi, perlakuan adil, ketidakberpihakan, dan prediktabilitas pada entitas
nirlaba (Halim dan Kusufi, 2012: 15), termasuk pada yayasan pendidikan. Yayasan
pendidikan dituntut menyediakan pertanggungjawaban keuangan yang memadai
kepada pengguna, khususnya bagi donatur dan penyumbang lainnya.
Sayangnya, hasil-hasil penelitian membuktikan ketidaktersediaan pelaporan
keuangan yayasan pendidikan yang memadai, berbasis standar akuntansi berterima

4
5

umum. Hampir dipastikan bahwa belum ada yayasan pendidikan yang memahami
dan menggunakan PSAK No. 45. Permatasari, et al (2016) menyatakan bahwa
belum ada satupun yayasan pendidikan di Semarang yang menerapkan PSAK 45
pada pelaporan keuangannya. Yuhaida et al. (2015) melaporkan kondisi pelaporan
keuangan pada Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Assalbiyah Lumajang tahun 2013
yang masih terbatas pada laporan berbasis kas. Penelitian ini akhirnya mencoba
membuat laporan keuangan konsolidasiannya berbasis PSAK 45. Demikian pula
dengan penelitian terkait laporan keuangan lembaga pendidikan lainnya, rata-rata
belum menerapkan PSAK 45 sehingga pada umumnya peneliti melakukan upaya
rekonstruksi laporan keuangan berdasarkan PSAK 45. Rekonstruksi tersebut di
antaranya dibuat untuk Yayasan Pendidikan Muslimah Indonesia Al-Izzah Batu
(Susiani, 2015), SMA Excellent Yayasan Pondok Pesantren Alyasini Wonorejo,
Pasuruan (Muqoddam, 2016), dan Stikes Muhammadiyah Manado (Repi, et al.,
2015).
Adanya gap tuntutan publik tentang akuntabilitas entitas nirlaba dan
ketidaktersediaan akuntabilitas yang dimaksud pada entitas nirlaba, mendorong
penulis untuk melakukan upaya rekonstruksi atas pelaporan keuangan pada
Yayasan Pendidikan Al-Irsyad sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di
Indonesia, yaitu berdasarkan PSAK No. 45.
Tuntutan mempertanggungjawabkan kepada publik tentang kinerja atau
hasil pengelolaan sumber daya melalui laporan keuangan yang layak audit tidak
hanya dilakukan oleh entitas bisnis namun juga bagi entitas nirlaba termasuk pada
yayasan pendidikan. Namun, tingginya kebutuhan akan pertanggungjawaban
keuangan atau akuntabilitas kepada publik di Yayasan Pendidikan tidak selalu
diimbangi dengan kemampuan pengurus Yayasan dalam menyediakan laporan
keuangan. Hal ini umum terjadi, karena umumnya entitas nirlaba lebih fokus pada
pelaksanaan program (Fatih, 2015) yaitu pada penyediaan layanan pendidikan
dibanding mengurus administrasi termasuk administrasi keuangan. Padahal,
yayasan pendidikan juga dituntut untuk dapat menyajikan informasi keuangan
(Rizky dan Padmono, 2013). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
melakukan upaya rekonstruksi atas pelaporan keuangan pada Yayasan Pendidikan
Al-Irsyad berdasarkan PSAK No. 45 yaitu laporan posisi keuangan, laporan

5
6

aktivitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan untuk meningkatkan
akuntabilitas publik.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai hal. Bagi stakeholder,
laporan keuangan terstandar dan layak diaudit merupakan bentuk
pertanggungjawaban (akuntabilitas) pengurus kepada publik. Bagi donatur, laporan
akuntansi yang memuat informasi keuangan, kinerja, dan penggunaan sumber-
sumber daya bermanfaat dalam menilai keberlangsungan entitas yayasan. Bagi
pemerintah, pelaporan keuangan terstandar merupakan wujud kontribusi nyata
entitas pendidikan secara nasional yang terukur (secara denominasi angka) dalam
mengentaskan kebodohan. Bagi yayasan pendidikan sendiri, penelitian ini
diharapkan sebagai langkah awal entitas dalam menyiapkan pelaporan keuangan
yang memadai dan terstandar, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di
Indonesia yang bisa dikembangkan lebih baik lagi.

Tinjauan Pustaka
Entitas Nirlaba
Entitas nirlaba atau sering dikenal dengan entitas non profit didefinisikan
oleh Nainggolan (2005: 1) sebagai lembaga atau kumpulan individu-individu yang
bekerja untuk mencapai tujuan tertentu seperti memberikan pelayanan; tidak
berorientasi semata-mata pada pemupukan laba atau kekayaan. Namun demikian,
tidak berorientasi pada laba (not for profit) juga harus diinterpretasi sebagai tidak
untuk merugi (not for loss) (Fatih, 2015). Dengan prinsip ini, entitas nirlaba juga
tidak boleh defisit namun harus surplus; yang mana surplusnya bukan untuk
memperkaya pengurus namun akan digunakan untuk mendanai pengembangan dan
aktivitas operasional entitas dalam menyediakan layanan publik. Jadi, secara garis
besar, entitas nirlaba bertujuan menyediakan layanan publik. Secara umum, entitas
nirlaba memiliki tujuan-tujuan berikut (Mahsun, 2006: 3):
1) Pure profit organization, yaitu entitas yang bertujuan memupuk laba sebanyak-
banyaknya bagi kemakmuran pemilik melalui penyediaan barang dan jasa.
2) Quasi profit organization, yaitu entitas yang bertujuan meraih laba dan meraih
tujuan lainnya yang ditetapkan pemilik melalui penyediaan barang dan jasa.

6
7

3) Quasi non-profit organization, yaitu entitas yang bermaksud meyediakan


layanan publik baik berupa barang maupun jasa.
Entitas nirlaba meliputi entitas yang bergerak dalam bidang keagamaan,
pendidikan, derma publik, rumah sakit, organisasi politik, serikat buruh, dan
organisasi sukarelawan lainnya (Fatih, 2015). Ikatan Akuntan Indonesia atau IAI
(2011: 45) menyebutkan bahwa entitas nirlaba memperoleh sumber dana dari
anggota dan para donatur dengan tidak mengharap imbalan. Entitas nirlaba juga
memperoleh modal sendiri melalui pemupukan surplus atas penyediaan jasa.
Pemahaman ini menegaskan perbedaan entitas nirlaba dengan entitas bisnis, yaitu
dari cara entitas menghimpun sumber dana. Penggunaan sumber dana publik oleh
entitas nirlaba menuntut penyediaan laporan keuangan untuk meningkatkan
kepercayaan calon penyumbang. Keyakinan calon donatur dapat dibangun melalui
laporan keuangan yang handal. Selain itu, akuntabilitas diperlukan agar
publik/penerima manfaat dan juga para donatur memperoleh informasi yang
relevan dan andal. Jadi, pelaporan keuangan yang memadai sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas publik.
Ketiadaan pelaporan keuangan ini menyebabkan rendahnya akuntabilitas entitas
yayasan.

Pelaporan Keuangan Entitas Yayasan Pendidikan menurut PSAK 45


Transparansi dan publikasi berupa penyajian laporan keuangan sesuai
standar perlu dilakukan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pengelolaan
keuangan. Selain itu juga akan menciptakan rasa aman bagi donatur karena mereka
berpersepsi bahwa donasinya telah dikelola dengan sebaik-baiknya (Nainggolan,
2005: 9). Entitas juga memiliki kesempatan mencari sumber pendanaan lainnya
yang berasal dari perbankan.
Standar khusus bagi entitas nirlaba ditetapkan oleh otoritas yang memiliki
wewenang menyusun standar akuntansi di Indonesia. IAI telah menetapkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 45 (Revisi 2011) tentang
Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba. PSAK 45 bermaksud menyediakan laporan
bagi pengurus, donatur, kelompok dampingan, dan publik tentang konsumsi jumlah
dan jenis layanan yang dihasilkan. PSAK ini berlaku efektif sejak 1 Januari 2000.

7
8

PSAK ini berlaku bagi entitas nirlaba dengan karakteristik sebagai berikut (Rizky
dan Padmono, 2013):
a) Sumber daya entitas berasal dari donatur dengan tidak mengharapkan
kembalian atas manfaat ekonomi atas dana donasi yang diserahkan
b) Tidak bertujuan utama memupuk laba dalam menyediakan barang dan jasa.
Dalam hal entitas memperoleh laba, laba tersebut tidak dimaksudkan untuk
dibagikan kepada pemilik atau pendiri.
c) Tidak ada kepemilikan atas entitas nirlaba, sehingga kepemilikannya tidak
dapat dijual, tidak dapat dipindahtangankan, tidak dapat ditebus kembali.
Dalam entitas nirlaba dilikuidasi atau dibubarkan, tidak ada porsi pembagian
sumber daya bagi pengurus.
Menurut PSAK 45, entitas nirlaba sedikitnya harus menyusun empat jenis
laporan keuangan yaitu laporan posisi keuangan (neraca), laporan aktivitas, laporan
arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan posisi keuangan bertujuan
menyediakan informasi tentang aset, liabilitas, dan perubahan aset neto serta
informasi tentang keterkaitan unsur-unsur tersebut pada waktu tertentu. Informasi
ini, jika dipadukan dengan informasi keuangan yang lain, dapat dimanfaatkan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan untuk menilai kemampuan (kontinyuitas) entitas
dalam menyediakan jasanya dan likuiditas yaitu kemampuan memenuhi liabilitas
yang segera jatuh tempo. Rekening aset neto entitas nirlaba dipilah berdasarkan
sifat keterikatannya menjadi tidak terikat, terikat temporer, dan terikat permanen.
Laporan aktivitas bertujuan menyediakan informasi dampak transaksi
terhadap jumlah dan sifat aset bersih, keterkaitan intra transaksi, dan keterserapan
sumber daya pada aktivitas program dan layanan jasa. Informasi ini, jika dipadukan
unsur informasi keuangan lainnya akan bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dalam mengevaluasi kinerja, baik itu kinerja pengurus maupun
efektivitas dan efisiensi dalam penyediaan layanan jasa.
Laporan arus kas bertujuan menyediakan informasi tentang kas diterima
dan kas digunakan dalam suatu periode. Sementara itu, catatan atas laporan
keuangan memberi ruang penjelasan bagi penghitungan unsur-unsur tertentu dalam
laporan keuangan secara komprehensif. Catatan atas laporan keuangan meliputi
informasi liabilitas termasuk liabilitas kontijensi, kontinuitas usaha yang tampak

8
9

pada piutang, serta informasi relevan lainnya terkait kebijakan akuntansi (Surya,
2012) yang dipilih dalam memahami laporan keuangan. Berikut ini disajikan format
laporan yang dimaksud.

Yayasan XXX
Laporan Posisi Keuangan
31 Desember 20X2 dan 20X1
(Dalam jutaan)

20x2 20x1

Aset:
Kas dan setara kas Rp 188 Rp 1.150
Piutang bunga 5.325 4.175
Persediaan dan biaya dibayar di muka 1.525 2.500
Piutang lain-lain 7.562 6.750
Investasi Lancar 3.500 2.500
Properti investasi 13.025 11.400
Aset Tetap 154.250 158.975
Investasi jangka panjang 545.175 508.750

Jumlah Aset Rp730.550 Rp696.200


Liabilitas dan Aset Neto:
utang dagang Rp 6.425 Rp 2.625
Pendapatan diterima di muka yang
dapat dikembalikan 1.625
utang Lain-Lain 2.187 3.250
utang wesel 2.850
Kewajiban tahunan 4.213 4.250
utang jangka panjang 13.750 16.250

Jumlah Liabilitas Rp 26.575 Rp 30.850


Aset Neto:
Tidak Terikat Rp 288.070 Rp 259.175
Terikat temporer (Catatan B) 60.855 63. 675
Terikat permanen (Catatan C) 355.055 342.500

Jumlah Aset Neto Rp 703.975 Rp 665.350


Jumlah Liabilitas dan
Aset Neto Rp 730.550 Rp 696.200
Sumber: IAI (2011)

9
10

Contoh Laporan Aktivitas


Yayasan XXX
Laporan aktivitas
Untuk Tahun Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 20X2

Pendapatan dan Sumbangan


Sumbangan terikat temporer xxx

Beban dan Program


Beban gaji xxx
Beban sewa xxx
Beban narasumber xxx
Beban fasilitator xxx
Beban penyusutan xxx
Total beban dan program xxx
Kenaikan/penurunan aset bersih xxx
Aset bersih – awal xxx
Aset bersih - akhir xxx
Sumber: IAI (2011)
Contoh Laporan Arus Kas
Yayasan XXX
Laporan Arus Kas
Untuk Tahun Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 20X2
Aktivitas Operasional
Penerimaan kas dari sumbangan xxx
Penerimaan kas dari utang xxx
Pembayaran uang muka xxx
Pembayaran gaji xxx
Pembayaran sewa xxx
Pembayaran beban narasumber xxx
Pembayaran beban fasilitator xxx
Kenaikan (penurunan) kas dari aktivitas operasional xxx

Aktivitas investasi
Pembelian peralatan kantor xxx
Kenaikan (penurunan) kas dari aktivitas investasi xxx

Aktivitas pendanaan xxx

Kenaikan (penurunan) kas xxx


Kas dan Bank – Saldo Awal xxx
Kas dan Bank – Saldo Akhir xxx
Sumber: IAI (2011)
Pendanaan Yayasan
Yayasan dapat memperoleh pendanaan dalam bentuk aset fisik/barang dan
juga dapat berbentuk uang. Sifat dana yang diperoleh yayasan juga terpisah menjadi
yang bersifat mengikat dan tidak mengikat. Dana tidak terikat dapat diperoleh
melalui skema wakaf, hibah dan hibah wasiat, serta dana lainnya yang tidak
bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan undang-undang yang berlaku.

10
11

Struktur Yayasan
Merujuk pada Undang-undang No. 16 tahun 2001, yayasan didefinisi
sebagai badan hukum yang kekayaannya terpisahkan dan diperuntukkan mencapai
tujuan tertentu pada bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Untuk mencapai
tujuan ini, yayasan dapat memperoleh sumber daya dari donasi, sumbangan,
bantuan yang tidak mengikat, hibah, wakaf, atau perolehan lainnya yang tidak
bertentangan dengan anggaran dasar atau perundang-undangan yang berlaku.
Yayasan dapat memiliki organ seperti pengurus, pembina, dan pengawas. Pengurus
bertindak untuk mengurus yayasan. Pengurus diangkat dari individu yang cakap
hukum yang diangkat berdasarkan keputusan rapat pembina untuk kurun waktu
lima tahun dan memiliki kesempatan diangkat kembali untuk satu kali masa
jabatan. Pengurus tidak boleh rangkap jabatan dengan pembina atau pengawas.
Organ pengurus minimal terdiri dari ketua, bendahara, serta sekretaris.
Pengawas memiliki deskripsi jabatan untuk mengawasi dan memberi
masukan bagi pengurus. Deskripsi jabatan bagi pengawas diatur dalam anggaran
dasar. Sedikitnya harus terdapat satu pengawas dalam struktur yayasan. Sama
seperti pengurus, pengawas tidak boleh rangkap jabatan dengan pembina dan
pengurus. Pembina memiliki deskripsi kerja yang tidak dapat diserahkan kepada
pengurus dan pengawas. Pembina diangkat melalui rapat anggota, biasanya dipilih
karena dedikasi dan komitmen yang tinggi serta kecakapan untuk mencapai tujuan
yayasan.

Penelitian Terdahulu
Studi pelaporan keuangan pada entitas nirlaba khususnya yayasan
pendidikan ditemukan belum menerapkan PSAK 45. Akhirnya, para peneliti
melakukan upaya rekonstruksi berdasarkan PSAK 45 terhadap kejadian keuangan
yang terekam pada yayasan. Studi implementasi PSAK 45 pernah dilakukan oleh
beberapa peneliti pada berbagai bidang nirlaba sebagai berikut. Muqoddam (2016)
membuat rekonstruksi laporan keuangan pada SMA Excellent Al-Yasini Pasuruan
yang terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan
catatan atas laporan keuangan. Rekonstruksi ini dibuat karena SMA Excellent Al-
Yasini baru memiliki laporan arus kas, laporan inventaris, serta laporan utang yang

11
12

dibuat berdasarkan kalender akademik sekolah; dan belum membuat laporan


keuangan sesuai standar entitas nirlaba.
Yuhaida et al. (2015) melaporkan kondisi pelaporan keuangan pada
Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Assalbiyah Lumajang tahun 2013 yang masih
terbatas pada laporan berbasis kas. Tersedia buku kas masuk dan kas keluar saja,
dan tidak tersedia penggolongan akun secara spesifik. Sementara itu, untuk
kepentingan pertanggungjawaban pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS), disusun mengikuti permintaan penyandang dana. Penelitian ini akhirnya
mencoba membuat laporan keuangan konsolidasian berbasis PSAK 45. Tahapan
penyusunan dimulai dari pencatatan berbasis akrual. Hasil dari rekonstruksi ini
belum dapat menyajikan akun inventaris dan peralatan, karena tidak tertelusurnya
nilai buku aset.
Susiani (2015) melakukan rekonstruksi pelaporan keuangan berbasis PSAK
45 di Yayasan Pendidikan Muslimah Indonesia Al-Izzah Batu. Yayasan ini
menyelenggarakan pendidikan menengah baik untuk jenjang SMP maupun SMA.
Al-Izzah telah menggunakan media akuntansi zahir accounting. Laporan yang
dihasilkan belum berbasis PSAK 45. Mereka menghasilkan neraca dan laporan laba
rugi, laiknya entitas bisnis.
Fatih (2015) mengimplementasi PSAK 45 pada Yayasan Pesantren Global
Tarbiyyatul Arifin Malang. Yayasan ini bergerak dalam bidang sosial, bidang
pendidikan formal, bidang pendidikan non formal (Play Group dan Taman Kanak-
Kanak), bidang kemanusiaan, dan bidang keagamaan. Pihak yayasan mengakui
keterbatasan mereka dalam menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK 45.
Laporan keuangan pada yayasan ini berbentuk arus dana masuk dan arus dana
keluar serta jumlah aset. Laporan posisi keuangan rekonstruksian disusun Per 31
Maret 2015.
Repi, et al., (2015) melakukan kajian atas pelaporan keuangan Stikes
Muhammadiyah Manado. Hasil telaah menyebutkan bahwa Stikes Muhammadiyah
Manado belum menerapkan PSAK 45 dalam menyusun pelaporan keuangannya.
Laporan keuangan yang tersedia menggambarkan pendapatan dan beban saja.
Peneliti mencoba menyusun laporan keuangan berbasis PSAK 45.

12
13

Arifin dan Riharjo (2013) mencoba memahami pengelolaan keuangan dan


bagaimana penyajian laporan keuangan berdasarkan standar akuntansi di pondok
pesantren Nazhatut Thullab pada tahun 2012. Studi ini menghasilkan bahwa
Yayasan Nazhatut Thullab mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan
pondok dengan media laporan penerimaan dan pengeluaran kas. Sumber pendanaan
selain diperoleh dari para santri, juga dihimpun dari masyarakat dalam bentuk
sumbangan. Rusdiyanto (2016) menerapkan PSAK 45 pada pondok pesantren Al-
Huda Sendang Pragaan Sumenep. Penelitian ini mendapati bahwa yayasan
pesantren Al-Huda belum menerapkan pelaporan keuangan sesuai PSAK 45 atau
dengan kata lain belum akuntabel.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi deskriptif eksploratoris untuk
merekonstruksi pelaporan keuangan Yayasan Pendidikan Al-Irsyad berbasis PSAK
No. 45. Penelitian ini menggunakan dasar populasi sasaran (Adi, no date), yaitu
dilakukan pada Yayasan Pendidikan Al-Irsyad yang mengelola beberapa jenjang
pendidikan Islami mulai dari pendidikan pra sekolah (pendidikan anak usia dini)
hingga jenjang SMA. Yayasan ini dipilih sebagai obyek studi karena merupakan
salah satu Yayasan Pendidikan tertua di Indonesia. Selain itu, yayasan pendidikan
Al-Irsyad menaungi sekolah-sekolah unggulan di beberapa daerah termasuk di
Jawa Timur. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah karena yayasan ini
mendapatkan sumbangan/donasi dari luar negeri (Kerajaan Saudi Arabia), penulis
tertarik untuk mendalami bagaimana mereka mempertanggungjawabkan pengelo-
laan dana kepada pada donatur. Oleh karena penelitian ini berada pada lingkup
pelaporan keuangan, maka penulis akan mengumpulkan informasi dari unit
keuangan yayasan (bendahara) yayasan dan juga kepada bendahara masing-masing
jenjang pendidikan serta kepada ketua Yayasan.

Sumber dan Jenis Data


Penulis menggunakan dua sumber data. Pertama, data sekunder. Data ini
berupa data keuangan, berupa bukti-bukti transaksi, catatan, dan laporan historis
baik yang terpublikasi maupun yang tidak terpublikasi (Sanusi, 2014: 104) yang

13
14

dikumpulkan melalui beberapa bendahara setiap jenjang pendidikan dan bendahara


Yayasan. Kedua, merupakan data primer. Data ini diperoleh dari hasil wawancara
tidak terstruktur terkait kebijaksanaan pengelolaan keuangan Yayasan, cara
penggunaan dan cara pelaporan serta menggali informasi lebih dalam tentang
catatan keuangan. Informasi ini akan dihimpun dari Ketua Yayasan dan masing-
masing Ketua Sekolah juga bendahara terkait.

Teknik Analisis Data


Adapun tahapan penelitian mengikuti alur sebagai berikut:
a) Identifikasi tahapan penyusunan laporan keuangan sesuai PSAK No. 45
b) Menghimpun data keuangan baik berupa dokumen keuangan dan dokumen
pendukung lainnya serta wawancara tidak terstruktur untuk menentukan akun
yang sesuai
c) Analisis kesesuaian atau evaluasi PSAK No. 45 terhadap laporan keuangan
Yayasan Al-Irsyad
d) Menyusun laporan keuangan berbasis PSAK No. 45 terdiri dari laporan posisi
keuangan, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan
keuangan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian ini merupakan langkah awal, yang mana peneliti baru
mendapatkan data keuangan pada jenjang SMP. Sedangkan untuk jenjang TK dan
SD serta informasi keuangan yang dikelola yayasan masih dalam tahap
menghimpun data. Oleh karena itu, penelitian ini baru dapat menyajikan hasil di
tingkat SMP.
SMP Al-Irsyad membuat dua jenis laporan keuangan, yaitu laporan
pemasukan uang SPP untuk kepentingan pelaporan ke yayasan, dan laporan
realisasi penggunaan dana BOS. Berikut ini laporan keuangan yang disajikan oleh
pihak sekolah:

14
15

15
16

SMP Al Irsyad hanya memperoleh masukan dari uang SPP, tidak ada uang
gedung yang harus dibayar oleh siswa. Laporan pemasukan SPP dilaporkan secara
berkala siklus bulanan ke Yayasan. Sedangkan untuk pos pengeluaran, dialokasi
langsung oleh yayasan, tidak melalui bendahara sekolah. Untuk pos beban
operasional, SMP Al Irsyad memanfaatkan dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS). Dana BOS diperoleh dari pemerintah dan dilaporkan pada siklus 3 bulanan,
sebagai berikut:

16
17

Laporan BOS ini mencerminkan kas masuk dari pemerintah dank as keluar
yang dibagi menjadi beberapa pos biaya, yaitu pengembangan standar pembiayaan,
pengembangan standar pengelolaan, pengembangan standar proses, pengembangan
sarana-prasarana sekolah, pengembangan kompetensi lulusan, pengembangan
tenaga pendidik dan kependidikan, serta belanja untuk program non-sekolah seperti
biaya honor guru dengan status GTT.
Berdasarkan dua laporan tersebut, dapat disimpulkan bahwa SMP Al-Irsyad
belum menyusun laporan keuangan berbasis akrual. Laporan yang disiapkan masih
terbatas pada laporan berbasis kas, yang mana pencatatan dilakukan berdasarkan
kas diterima dan dikeluarkan. Laporan keuangan yang disusun juga masih sangat
sederhana, bukti transaksi langsung dikelompokkan menjadi pos pendapatan dan
pos biaya, tanpa disertai penjurnalan.
Untuk menyajikan laporan keuangan berdasarkan PSAK No. 45, beberapa hal
perlu diterapkan oleh sekolah. Pertama, siklus akuntansi perlu dimulai dari
membukukan bukti transaksi melalui jurnal, setelah itu diposting ke buku besar dan
buku besar pembantu, kemudian baru bisa dibuat laporan keuangan. Kedua, SMP
perlu membagi pendapatannya dalam kategori berdasarkan pembatasan dari
pemberi sumber daya meliputi pendapatan tidak terikat, pendapatan terikat
sementara dan pendapatan terikat permanen. Pendapatan yang diperoleh adalah dari
SPP dan dari Dana BOS. Pendapatan dari SPP karena harus disetorkan ke Yayasan
dikategori sebagai pendapatan terikat permanen (restricted). Dana Bos dibatasi
untuk program sekolah, pengembangan pengelolaan, dan peningkatan sarana
prasarana, serta pengembangan kompetensi lulusan dikategorikan sebagai
pendapatan terikat permanen (restricted).
Untuk pos biaya, juga perlu diperhatikan karena surplus juga ditentukan oleh
efisiensi biaya. Untuk biaya-biaya sekolah, dikeluarkan langsung oleh yayasan,
kecuali biaya-biaya yang menjadi program Dana BOS. Tidak ada alokasi biaya
yang dilaporkan berdasarkan pendapatan yang berasal dari SPP. Informasi
mengenai aset, piutang, dan liabilitas tidak tersedia pada jenjang SMP, informasi
tersebut tersedia di Yayasan. Entitas juga belum melakukan pencatatan inventaris
yang dimiliki.

17
18

Oleh karena itu, pada tahap awal ini belum dapat disajikan laporan keuangan
berbasis PSAK No. 45. Laporan ini dapat disusun setelah peneliti mendapat laporan
keuangan dari unit sekolah lainnya pada jenjang SD dan TK serta beberapa
informasi keuangan yang masih dikelola oleh Yayasan.

SIMPULAN
Penelitian ini bermaksud menganalisis laporan keuangan yang terdapat pada
entitas sekolah Islam Al Irsyad. Oleh karena dapat dipastikan belum banyak entitas
pendidikan yang menyusun laporan keuangan berbasis PSAK No. 45, peneliti
tertarik untuk merekonstruksi laporan keuangan Yayasan Al Irsyad. Peneliti
memulainya dari unit-unit sekolah. Pada tahap awal, penulis mendapatkan
informasi keuangan pada unit SMP Al Irsyad.
SMP Al Irsyad belum menyusun pelaporan keuangan berbasis PSAK No. 45.
Pelaporan keuangan yang disediakan masih sangat sederhana, yaitu realisasi
penerimaan SPP yang dibuat pada siklus bulanan serta realisasi penerimaan dan
penggunaan Dana BOS yang disusun pada siklus 3 bulanan. Informasi keuangan
yang tersedia juga belum membedakan pendapatannya berdasarkan pembatasan
dari penyandang dana seperti pendapatan tidak terikat, pendapatan terikat
sementara dan pendapatan terikat permanen. Untuk menyusun laporan keuangan
berbasis PSAK No. 45, peneliti harus mengumpulkan informasi keuangan dari unit
sekolah lainnya serta ke bendahara Yayasan.

Daftar Pustaka

Adi, T.N. no date. Populasi, Sampel & Teknik Penarikan Sampel. Bahan Ajar
Fakultas Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman. Diunduh 8 Maret
2015 dari http://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/Populasi,%C2
%A0Sampel.pdf
Arifin, Z. dan I.B. Riharjo. 2014. Pertanggungjawaban Keuangan Pondok
Pesantren: Studi Pada Yayasan Nazhatut Thullab. Jurnal Ilmu & Riset
Akuntansi Vol. 3 No. 11.
Baderi, F. 2015. Kebijakan Paket Ekonomi Hanya Untungkan Segelintir
Konglomerat, Rakyat Dipaksa “Pay the Bill”. Artikel pada Harian Ekonomi
“Neraca” diakses dari http://www.neraca.co.id/article/62161/kebijakan-
paket-ekonomi-hanya-untungkan-segelintir-konglomerat-rakyat-dipaksa-
pay-the-bill

18
19

Faozan, A. 2006. Pondok Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi. Jurnal Ibda. Vol.
4 No. 1, pp 88-102
Fatih, M. 2015. Implementasi Penyusunan Laporan Keuangan pada Lembaga
Nirlaba Yayasan Berdasarkan PSAK 45 (Studi Kasus pada Yayasan
Pesantren Global Tarbiyyatul Arifin Kecamatan Pakis Kabupaten Malang)
Halim, A. dan S. Kusufi. 2012. Akuntansi Sektor Publik: Teori, Konsep, dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Empat.
Hoesada, J. No date. Akuntansi Organisasi Nirlaba. Akuntansi Indonesia di Tengah
Kancah Perubahan.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 45
(Revisi 2011). Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba. Jakarta.
Mahsun, M. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.
Muqoddam, A.F. 2016. Analisis dan Rekonstruksi Laporan Keuangan pada SMA
Excellent Al-Yasini Pasuruan. Artikel Universitas Jember.
Muttaqien, M.K. 2014. Pesantren Berpotensi Kembangkan Ekonomi Syariah.
Artikel Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia. Diakses dari http://www.iaei-
pusat.org/memberpost/umum/pesantren-berpotensi-kembangkan-ekonomi-
syariah?language=id
Nadzir, M. 2015. Membangun Pemberdayaan Ekonomi di Pesantren. Jurnal
Economica Vol. 6 No. 1, pp. 37-57.
Nainggolan, P. 2005. Akuntansi Keuangan Yayasan dan Lembaga Nirlaba Sejenis.
PT. Raja Grafindo. Jakarta
Nickels, W.G., Mchugh. M. James. M. Susan. 2008. Understanding Business.
Alihbahasa Elevita Yuliati. Jakarta: Salemba.
Permatasari, C.L., H. Yanto dan Widiyanto. 2016. Penerimaan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan oleh Pengelola Keuangan Yayasan Pendidikan:
Analisis Technology Acceptance Model. Journal of Economic Education.
Vol. 5 No. 1, pp. 90-99
Repi, W., G.B. Mogi-Nagoi, H. Wokas. 2015. Analisis Penerapan Psak No. 45.
Stikes Muhammadiyah Manado. Jurnal Efisiensi Vol. 15 No. 03, pp. 168-
181
Rizky, D.A. dan Y.Y. Padmono. 2013. Analisis Penerapan PSAK No. 45 Pada
Yayasan Masjid Al Falah Surabaya. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2
No. 7
Rusdiyanto. 2016. Penerapan PSAK No. 45 Pada Laporan Keuanga Yayasan
Pendok Pesantren Al-Huda Sendang Pragaan Sumenep Madura Untuk
Mewujudkan Akuntabilitas Keuangan. Jurnal Gema Ekonomi Vol. 05 No.
01, pp. 66-74.
Sanusi, A. 2014. Metodologi Penelitian Bisnis. Cetakan Keempat. Jakarta: Salemba
Empat.
Surya, R.A.S. 2012. Akuntansi Keuangan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Susiani. 2015. Implementasi PSAK No. 45 Pada Yayasan Pendidikan Muslimah
Indonesia Al-Izzah Batu. Skripsi Universitas Muhammadiyah Malang.
Syamsudin, M. 2017. Pesantren sebagai Arus Baru Kebangkitan Ekonomi Umat.
Artikel NU. Diakses dari https://www.nu.or.id/post/read/83107/pesantren-
sebagai-basis-arus-baru-kebangkitan-ekonomi-umat tanggal 10 November
2017.
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan.

19
20

Yuhaida, H.N., R. Irmadariyani, dan T. Kurrohman. 2015. Penerapan Laporan


Keuangan Organisasi Nirlaba Berdasarkan PSAK Nomor 45 (Studi Kasus
pada Lembaga Pendidikan Ma'arif NU Assalbiyah). Artikel Ilmiah
Universitas Jember.

20

Anda mungkin juga menyukai