Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PEDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dari masa ke masa dan dari tahun ke tahun tidak bisa kita pungkiri

kehidupan manusia tidak pernah lepas dari pengetahuan bahkan segala apa yang

layak dan tidak layak apa yang penting dan tidak penting dan apa yang baik dan

tidak baik dari diri manusia itu sendiri baik itu di lingkungan rumah Masyarakat

di tempat kerja ataupun di lingkungan sosial lainnya. Namun tanpa kita sadari

tidak semua manusia memahami betul apa itu pengetahun.

Teori guilt culture (kebudayaan kebersalahan) merupakan munculnya

perasaan bersalah dalam diri seseorang akibat dari perbuatan yang dilakukan.

Sedangkan shame culture (kebudayaan malu) dapat diartikan sebagai rasa malu

yang timbul atas apa yang telah dilakukan.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pengertian, ciri – ciri atau perbedaan, manfaat, cara meningkatkan

perilaku shame culture, guild culture, kebengsaan dan tanggung jawab?

C. TUJUAN

Untuk mengetahui pengertian, ciri – ciri atau perbedaan, manfaat, cara

meningkatkan perilaku shame culture, guild culture, kebangsaan dan tanggung

jawab

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Shame culture dan Guilt Culture

1. Pengertian

Teori guilt culture (kebudayaan kebersalahan) merupakan munculnya

perasaan bersalah dalam diri seseorang akibat dari perbuatan yang dilakukan.

Sedangkan shame culture (kebudayaan malu) dapat diartikan sebagai rasa malu

yang timbul atas apa yang telah dilakukan. Karakteristik dasar dari shame culture

seluruhnya ditandai oleh rasa malu dan disitu tidak dikenal rasa bersalah,

sedangkan dalam guilt culture terdapat rasa bersalah.

K. Bertens (2007) menjelaskan kedua bentuk budaya tersebut sebagai

berikut : Shame culture adalah kebudayaan di mana pengertian-pengertian seperti

hormat, reputasi, nama baik, status dan gengsi sangat ditekankan. Bila orang

melakukan suatu kejahatan, hal itu tidak dianggap sebagai sesuatu yang buruk

begitu saja, melainkan sesuatu yang harus disembunyikan untuk orang lain.

Malapetaka paling besar terjadi, bila suatu kesalahan diketahui oleh orang lain,

sehingga pelaku kehilangan muka. Harus dihindarkan sekuat tenaga agar si pelaku

jangan dicela atau dikutuk oleh orang lain. Bukan perbuatan jahat itu sendiri yang

dianggap penting, yang penting ialah bahwa perbuatan jahat tidak akan diketahui.

Dalam shame culture sanksinya datang dari luar, yaitu apa yang dipikirkan atau

dikatakan oleh orang lain. Kiranya, sudah jelas bahwa dalam shame culture tidak

ada nurani.

2
Sebaliknya, guilt culture adalah kebudayaan di mana pengertian –

pengertian seperti dosa (sin), kebersalahan (guilt), dan sebagainya sangat

dipentingkan. Sekalipun suatu kejahatan tidak akan pernah diketahui oleh orang

lain, namun si pelaku merasa bersalah juga. Ia menyesal dan kurang tenang

karena perbuatan itu sendiri, bukan karena dicela atau dikutuk oleh orang lain,

jadi bukan karena tanggapan pihak luar. Dalam guilt culture, sanksinya tidak

datang dari luar, melainkan dari dalam: dari batin orang yang bersangkutan. Dapat

dimengerti bahwa dalam guilt culture semacam itu hati nurani memegang peranan

sangat penting.

Menurut para anthropolog, hampir sebagian besar kebudayaan Asia

adalah shame culture, sedangkan kebudayaan barat di Eropa dan Amerika adalah

guilt culture. Pengelompokan ini sangat bersifat umum dan tidak selalu benar.

Kebudayaan Jepang dalam kenyataannya justru condong kepada budaya

salah. Jika memang benar bahwa budaya-budaya di Indonesia lebih sesuai dengan

karakteristik budaya malu, maka kita dapat mengetahui sebab-sebab mengapa di

republik ini selalu sulit menemukan orang-orang yang berani memikul tanggung

jawab daripada menemukan kambing hitam.

2. Ciri-ciri Shame Culture dan Guil Culture

Ciri-ciri Shame Culture

a. Ditandai rasa malu

b. Menekankan pengertian ; hormat, reputasi, nama baik, status dan gengsi

c. Bila melakukan kejahatan harus disembunyikan dari orang lain.

3
d. Sanksi datang dari luar, yaitu apa yang dipikirkan dan dikatakan oleh orang

lain

e. Hati nurani hampir tidak berperan

Ciri-ciri Guilt Culture

a. Ditandai rasa bersalah

b. Dosa dan kebersalahan

c. Kendati suatu kejahatan tidak diketahui oleh orang lain, pelaku tetap

merasa bersalah

d. Sanksi datang dari dalam, yaitu batin/hati pelaku

e. Hati nurani berperan sangat penting

f. Ditandai oleh martabat manusia

B. Kebebasan dan Tanggung Jawab

1. Kebebasan

Dalam KBBI bebas adalah lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu,

dsb sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dan sebagainya dengan leluasa).

Dalam filsafat pengertian kebebasan adalah Kemampuan manusia untuk

menentukan dirinya sendiri. Kebebasan lebih bermakna positif, dan ia ada sebagai

konsekuensi dari adanya potensi manusia untuk dapat berpikir dan berkehendak.

Sudah menjadi kodrat manusia untuk menjadi mahluk yang memiliki kebebasan,

bebas untuk berpikir, berkehandak, dan berbuat.

Lebih jauh, Kamus John Kersey mengartikan bahwa ‘kebebasan’ adalah

sebagai ‘kemerdekaan, meninggalkan atau bebas meninggalkan.’ Artinya, semua

4
orang bebas untuk tidak melakukan atau melakukan suatu hal. Pengertian yang

lebih banyak memiliki unsur-unsur hukum bisa dilihat dari definisi ‘kebebasan’

dari Kamus Hukum Black. Menurut Black, ‘kebebasan’ diartikan sebagai sebuah

kemerdekaan dari semua bentuk-bentuk larangan kecuali larangan yang telah

diatur didalam undang-undang.

a. Beberapa Arti Kebebasan

1) Kebebasan Sosial Politik

Dalam perspektif etika, kebebasan juga bisa dibagi antara

kebebasan sosial-politik dan kebebasan individual. Subyek kebebasan

sosial-politik –yakni, yang disebut bebas di sini—adalah suatu bangsa

atau rakyat. Kebebasan sosial-politik sebagian besarnya merupakan

produk perkembangan sejarah, atau persisnya produk perjuangan

sepanjang sejarah.

Ada dua bentuk kebebasan rakyat dengan kekuasaan absolute

raja, contoh piagam Magna Charta (1215), yang terpaksa dikeluarkan

oleh Raja John untuk memberikan kebebasan-kebebasan tertentu

kepada baron dan uskup Inggris. Kedua kemerdekaan dengan

kolinialisme, contoh The Declaration of Indepndence (1766), dimana

Amerika Serikat merupakan negara pertama yang melepaskan dari

kekuasaan Inggris.

2) Kebebasan Individual

Berbeda dengan kebebasan sosial-politik, subyek kebebasan

individual adalah manusia perorangan. Dari sudut pandang perorangan,

5
juga terdapat beberapa arti ”kebebasan” yang bisa dipaparkan di sini.

Sebagai contoh, terkadang kebebasan diartikan dengan.

a) Kesewenang – wenangan

Orang disebut bebas bila ia dapat berbuat atau tidak berbuat

sesuka hatinya. Di sini “bebas” dimengerti sebagai terlepas dari

segala kewajiban dan keterikatan. Dapat dikatakan bertindak

semau gue itulah kebebasan. Kebebasan dalam arti kesewenang-

wenangan sebenarnya tidak pantas disebut “kebebasan”.

Di sini kata “bebas” disalahgunakan. Sebab, “bebas”

sesungguhnya tidak berarti lepas dari segala keterikatan.

Kebebasan yang sejati mengandaikan keterikan oleh norma-norma.

Norma tidak menghambat adanya kebebasan, tapi justru

memungkinkan tingkah laku bebas.

(1) Kebebasan Fisik

Yakni, ”bebas” diartikan dengan tidak adanya paksaan atau

rintangan dari luar. Ini merupakan pengertian yang dangkal,

karena bisa jadi secara fisik seseorang dipenjara, tetapi jiwanya

bebas merdeka. Sebaliknya, ada orang yang secara fisik bebas,

tetapi jiwanya tidak bebas, jiwanya diperbudak oleh hawa

nafsunya, dan lain-lain.

Biarpun dengan kebebasan fisik belum terwujud kebebasan

yang sebenarnya, namun kebebasan ini patut dinilai positif.

Jika kebebasan dalam arti kesewenang-wenangan harus ditolak

6
sebagai penyalahgunaan kata “kebebasan”, maka kebebasan

fisik bisa kita hargai tanpa ragu-ragu.

(2) Kebebasan Yuridis

Kebebasan ini berkaitan dengan hukum dan harus dijamin

oleh hukum. Kebebasan yuridis merupakan sebuah aspek dari

hak-hak manusia. Sebagaimana tercantum pada Deklarasi

Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (HAM), yang

dideklarasikan oleh PBB tahun 1948.

Kebebasan dalam artian ini adalah syarat-syarat fisis dan

sosial yang perlu dipenuhi agar kita dapat menjalankan

kebebasan kita secara konkret. Kebebasan yuridis menandai

situasi kita sebagai manusia. Kebebasan ini mengandalkan

peran negara, yang membuat undang-undang yang cocok untuk

keadaan konkret.

(a) Kebebasan yang didasarkan pada hukum kodrat, sama

dengan hak asasi manusia seperti dirumuskan dalam

deklrasi universal. Manusia bebas bekerja, memilih

profesinya dan mempunyai milik sendiri, menikah, dan

banyak hal lain lagi. Terdapat pula kebebasan beragama

dan hati nurani.

(b) Kebebasan yang didasarkan pada hukum positif, diciptakan

oleh negara melalui penjabaran dan perincian kebebasan

yang didasarkan pada hukum kodrat.

7
(3) Kebebasan Psikologis

Adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk

mengembangkan serta mengarahkan hidupnya. Nama lain

untuk kebebasan psikologis itu adalah ”kehendak bebas’ (free

will). Kemampuan ini menyangkut kehendak, bahkan ciri khas.

Kebebasan ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia

adalah makhluk berrasio.

Jika manusia bertindak bebas, itu berarti ia tahu apa yang

diperbuatnya dan apa sebab diperbuatnya. Berkat kebebasan

ini ia dapat memberikan suatu makna kepada perbuatannya.

Kemungkinan untuk memilih antara pelbagai alternatif

merupakan aspek penting dari kebebasan psikologis.

(4) Kebebasan Moral

Sebetulnya masih terkait erat dengan kebebasan psikologis,

namun tidak boleh disamakan dengannya. Kebebasan moral

mengandaikan kebebasan psikologis, sehingga tanpa kebebasan

psikologis tidak mungkin terdapat kebebasan moral. Namun,

kebebasan psikologis tidak berarti otomatis menjamin adanya

kebebasan moral.

Cara yang paling jelas untuk membedakan kebebasan

psikologis dengan kebebasan moral adalah bahwa kebebasan

psikologis berarti bebas begitu saja (free), sedangkan

kebebasan moral berarti suka rela (voluntary) atau tidak

8
terpaksa secara moral, walaupun ketika mengambil keputusan

itu seseorang melakukan secara sadar dan penuh pertimbangan

(kebebasan psikologis).

(5) Kebebasan Eksistensial

Kebebasan yang menyeluruh yang menyangkut seluruh

pribadi manusia dan tidak terbatas pada salah satu aspek saja.

Kebebasan ekstensial adalah kebebasan tertinggi. Kebebasan

ekstensial adalah konteks etis. Kebebasan ini terutama

merupakan suatu ideal atau cita-cita yang bisa memberi arah

dan makna kepada kehidupan manusia.

Orang yang bebas secara eksistensial seolah-olah “memiliki

dirinya sendiri.” Ia mencapai taraf otonomi, kedewasaan,

otentisitas dan kematangan rohani. Ia lepas dari segala alienasi

atau keterasingan, yakni keadaan di mana manusia terasing dari

dirinya dan justru tidak “memiliki” dirinya sendiri. Kebebasan

ini selalu patut dikejar, tapi jarang akan terealisasi sepenuhnya.

b. Beberapa Masalah Mengenai Kebebasan

1) Kebebasan Negatif dan Kebebasan Positif

Beberapa tahun yang lalu, seorang filsuf politikus terkemuka,

Isaiah Berlin secara resmi merangka perbedaan antara dua prespektif

ini sebagai perbedaan antara dua konsep kebebasan yang berlawanan:

kebebasan positif dan kebebasan negatif. sebagai dua aliran dalam

filosofi politik demokratis – dua model yang membedakan John Locke

9
dari Jean-Jacques Rousseau. Keduanya mempengaruhi motivasi hidup

seseorang dalam lingkungan tertentu.

Kebebasan negatif adalah adalah bebas dari hambatan dan

diperintah oleh orang lain. William Ernest Hockin, Freedom of the

Pers: A Framework of Principle (1947). Hockin menyatakan definisi

kebebasan berbeda dari liberalisme klasik dimana kebebasan (negatif)

berarti tidak adanya batasan.

Kebebasan positif adalah tersedianya kesempatan untuk menjadi

penentu atas kehidupan Anda sendiri dan untuk membuatnya

bermakna dan signifikan. Kebebasan positif adalah poros konseptual

tempat berkembangnya tanggung jawab sosial. Implikasi hukum dari

kebebasan positif dikembangkan oleh Zechariah Chafee dalam karya

dua jilid nya Government and Mass Communciation (1947).

2) Batas-batas Kebebasan

Kebebasan mempunyai beberapa batas-batasan. Batasan ini ada

agar kita bisa mengendalikan pemikiran kita mengenai kebebasan itu.

a) Faktor-faktor dari dalam

Kebebasan pertama-tama dibatasi oleh faktor-faktor dari

dalam, baik fisik maupun psikis.

b) Lingkungan

Kebabasan yang dibatasai oleh lingkungan, baik ilmiah

maupun sosial. Lingkungan ini sangat menentukan pandangan

10
kita mengenai kebebasan. Karena di setiap lingkungan yang

berbeda maka mereka mempunya pandangan yang berbeda pula.

c) Orang Lain

Dalam budaya Barat, undang-undanglah yang menentukan

batasan kebebasan dan undang-undang ini hanya menyoroti

masalah sosial yang ada. Artinya, undang-undang mengatakan

bahwa kebebasan seorang tidak boleh menodai kebebasan orang

lain dan membahayakan kepentingan mereka. Setiap manusia

memiliki kebebasannya masing-masing dan hal tersebut menjadi

pembatas bagi kebebasan menusia yang lainnya. Hak setiap

manusia atas kebebasan yang sama.

Sejalan dengan ketentuan peraluran perundang-undangan yang

berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum dalam

Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi

2. Tanggung jawab

a. Pengertian tanggung jawab

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah,

keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung

jawab menurut kamus Bahasa Indonesia adalah berkewajiban

menanggung, memikul jawab, mananggung segala sesuatunya, atau

memberikan jawab dan menanggung akibatnya.

11
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau

perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab

juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian

kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung

jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang

memaksakan tanggung jawab itu. Dengan demikian tanggung jawab itu

dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan dari sisi

kepentingan pihak lain

Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya).

Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau

buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan

mengabdian atau pengorbanannya. Untuk memperoleh atau meningkatkan

kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha melalui pendidikan,

penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tanggung jawab berkaitan dengan “penyebab”. Yang bertanggung

jawab hanya yang menyebabkan atau yang melakukan tindakan. Tidak ada

tanggung jawab tanpa kebebasan dan sebaliknya. Bertanggung jawab

berarti dapat menjawab, bila ditanyai tentang perbuatan-perbuatan yang

dilakukan. Orang yang bertanggung jawab dapat diminta penjelasan

tentang tingkah lakunya dan bukan saja ia bisa menjawab tetapi juga harus

menjawab.

12
Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak bila

diminta penjelasan tentang tingkah laku atau perbuatannya. Dalam

tanggung jawab terkandung pengertian penyebab. Orang bertanggung

jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Orang yang tidak menjadi

penyebab suatu akibat maka dia tidak harus bertanggung jawab juga.

Tanggung jawab bisa berarti langsung atau tidak langsung.

Tanggung jawab pun bisa berarti prospektif ataupun retrospektif.

1) Tanggung jawab prospektif, bertanggung jawab atas perbuatan yang

akan datang,

2) Sedang tanggung jawab retrospektif, adalah tanggung jawab atas

perbuatan yang telah berlangsung dengan segala konsekuensinya,

Manusia adalah mahluk sosial. Dalam kesosialannya diandaikan

kebebasan dan setiap kesosialan yang mengandaikan kebebasan selalu

lahir implikasi yang harus dipertanggungjawabkan Kebebasan yang kita

miliki tidak boleh diisi dengan sewenang-wenang, tetapi secara bermakna.

(Semakin bebas, semakin bertanggung jawab).

b. Jenis-jenis Tanggung Jawab

Tanggung jawab itu dapat dibedakan menurut keadaan manusia

atau hubungan yang dibuatnya, atas dasar ini, lalu dikenal beberapa jenis

tanggung jawab, yaitu :

1) Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri

Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang

untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan

13
kepribadian sebagai manusia pribadi. Dengan demikian bisa

memecahkan masalah-masalah kemanusian mengenai dirinya sendiri.

Contohnya: Rudi membaca sambil berjalan. Meskipun sebentar-bentar

ia melihat ke jalan tetap juga ia lengah dan terperosok ke sebuah

lubang. Ia harus beristirahat diruma beberapa hari. Konsekuensi tinggal

dirumah beberapa hari merupakan tanggung jawab ia sendiri akan

kelengahannya.

2) Tanggung Jawab kepada Keluarga

Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami-

istri, ayah-ibu dan anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi

anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab

kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik

keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan,

keselamatan, pendidikan, dan kehidupan. Contohnya: Dalam sebuah

keluarga biasanya memiliki peraturan-peraturan sendiri yang bersifat

mendidik, suatu hal peraturan tersebut dilanggar oleh salah satu

anggota keluarga. Sebagai kepala keluarga (Ayah) berhak menegur

atau bahkan memberi hukuman. Hukuman tersebut merupakan

tanggung jawab terhadap perbuatannya.

3) Tanggung Jawab terhadap Masyarakat

Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain,

sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena

membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan

14
manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian manusia di sini

merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung

jawab tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya

harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat. Contohnya: Safi’i

terlalu congkak dan sombong, ia mengejek dan menghina orang lain

yang mungkin lebih sederhana dari pada dia. Karena ia termasuk

dalam orang yang keya dikampungnya. Ia harus bertanggung jawab

atas kelakuannya tersebut. Sebagai konsekuensi dari kelakuannya

tersebut, Safi’i dijauhi oleh masyarakat sekitar.

4) Tanggung Jawab Terhadap Bangsa dan Negara

Suatu kenyataan lagi, bahwa setiiap manusia, tiap individu adalah

warga negara suatu negara. Dalam berfikir, berbuat, bertindak,

bertinggah laku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran

yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya

sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung

jawab kepada negara. Contohnya: Dalam novel “Jalan Tak Ada Ujung”

karya Muchtar Lubis, Guru Isa yang terkenal sebagai guru yang baik,

terpaksa mencuri barang-barang milik sekolah demi rumah tangganya.

Perbuatan guru Isa ini harus pula dipertanggungjawabkan kepada

pemerintah, kali perbuatan itu diketahui ia harus berurusan dengan

pihak kepolisian dan pengadilan.

15
c. Hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab

Tanggung jawab secara sempit yaitu suatu usaha seseorang yang

diamanahkan, harus dilakukan. Tanggung jawab merupakan amanah.

Secara luas tanggung jawab diartikan sebagai usaha manusia untuk

melakukan amanah secara cermat, teliti, memikirkan akibat baik dan

buruknya, untung rugi dan segala hal yang berhubungan dengan hal

tersebut secara transparan menyebabkan orang percaya dan yakin,

sehingga perbuatan tersebut mendapat imbalan baik maupun pujian dari

orang lain.

Tanggung jawab berkaitan dengan “penyebab”. Yang bertanggung

jawab hanya yang menyebabkan atau yang melakukan tindakan. Tidak ada

tanggung jawab tanpa kebebasan dan sebaliknya. Bertanggung jawab

berarti dapat menjawab, bila ditanyai tentang perbuatan-perbuatan yang

dilakukan. Orang yang bertanggung jawab dapat diminta penjelasan

tentang tingkah lakunya dan bukan saja ia bisa menjawab tetapi juga harus

menjawab.

Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak bila

diminta penjelasan tentang tingkah laku atau perbuatannya. Dalam

tanggung jawab terkandung pengertian penyebab. Orang bertanggung

jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Orang yang tidak menjadi

penyebab suatu akibat maka dia tidak harus bertanggung jawab juga.

Tanggung jawab bisa berarti langsung atau tidak langsung.

16
Kebebasan mengandaikan tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab,

kebebasan menjadi lepas kendali, dimana kebebasan dilahirkan dan

tanggung jawab di tuntut. Kebebasan membuat orang bertanggung jawab

terhadap tindakan sejauh tindakan itu dikehendaki, bahwa walaupun

kesalahan dan tanggung jawab dari suatu tindakan dapat berkurang atau

kadang – kadang karena ketidaktahuan, kelalaian, paksaan dengan

kekerasan, ketakuatan, kelekatan yang tidak teratur, atau kebiasaan.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori guilt culture (kebudayaan kebersalahan) merupakan munculnya

perasaan bersalah dalam diri seseorang akibat dari perbuatan yang

dilakukan. shame culture (kebudayaan malu) dapat diartikan sebagai rasa malu

yang timbul atas apa yang telah dilakukan. kebebasan adalah Kemampuan

manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Tanggung jawab adalah kesadaran

manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di

sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan

kewajibannya.

B. Saran

Selain menarik kesimpulan di atas, kami juga memeberikan saran sebagai

berikut :

1. Adanya makalah ini diharapkan pembaca agar mempelajari isi dari makalah

tersebut.

2. Agar pembaca lebih meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai


Shame culture dan Guilt Culture serta kebebasan dan tanggung jawab.
3. Dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat banyak kesalahan-
kesalahan. Oleh karena itu, kami senantiasa menerima saran dan kritik yang
sifatnya membangun

18
DAFTAR PUSTAKA

Habiysanji. (2012). Humaniora. Diakses 8 Oktober 2015, dari


http://habiysanji.blogspot.co.id/2012/06/humaniora.html
Fauzanal Rasyid. (2011). Perlunya Etika Bagi Kehidupan Kita. Diakses 8 Oktober
2015, dari
: http://www.fauzanalrasyid.com/2011/04/perlunya-etika-bagi-kehidupan-
kita.html
Dewi. (2011). Ilmu Humaniora. Diakses 8 Oktober 2015, dari
http://dewi-w-n-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-104177-Analisa%20Subjek-
Ilmu%20Humaniora%20.html
Kaskus. (2010). Shame and Guilt Culture. Diakses 8 Oktober 2015, dari
http://www.kaskus.co.id/thread/5208751bfeca17c26e000006/shame-and-guilt-
culture
Ismi Rajiani. (2012). Shame Culture Budaya Malu dan Guilt Culture Budaya
Bersalah. Diakses 8
Oktober 2015, dari
https://ismirajiani.wordpress.com/2012/10/25/shame-culture-budaya-malu-guilt-
culture-budaya-bersalah-or-no-culture/
Teguh. (2010). Kebebasan dan Tanggung jawab. Diakses 8 Oktober 2015, dari
http://teguh-s--fpsi10.web.unair.ac.id/artikel_detail-71045-Umum-
Kebebasan%20dan%20Tanggung%20Jawab.html
Bonhoefer. (2014). Kebebasan dan Tanggung jawab. Diakses 8 Oktober 2015,
dari
http://bonhoefferdietrich.blogspot.co.id/2014/01/kebebasan.html
Pamungkas Ashadi. (2014). Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati Nurani.
Diakses 8 Oktober 2015,
dari
https://pamungkasashadi.wordpress.com/2014/12/03/kebebasan-tanggungjawab-
dan-hati-nurani/
Bryan Tobing. (2010). Nilai dan Norma Sosial. Diakses 8 Oktober 2015, dari

19
http://bryantobing01.blog.com/nilai-dan-norma-sosial/

http://oktasariya.blogspot.com/2015/09/shame-culture-guit-culture-

nila-dan.html

20

Anda mungkin juga menyukai