Anda di halaman 1dari 19

LAMPIRAN 1 KEPUTUSAN DIREKTUR

RSUD K.R.M.T. WONGSONEGORO


KOTA SEMARANG
Nomor : 77 Tahun 2019
Tanggal : 18 Januari 2019

PANDUAN PELAYANAN KODE BIRU


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH K.R.M.T WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG

BAB I
DEFINISI

A. LATAR BELAKANG

Kegawatdaruratan dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan pada


siapa saja. Sebagai salah satu layanan yang ada di rumah sakit,
kecepatan pemberian pertolongan akan sangat berpengaruh kepada
keselamatan jiwa pasien.

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan


dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup. Tindakan
ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi
kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem
kardiovaskuler. Kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4-6 menit).
Petugas harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis.
Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan
yang unik pada situasi kritis dan kemampuan untuk menerapkannya
guna memenuhi kebutuhan pasien kritis.

B. TUJUAN

1. Panduan ini bertujuan untuk memberikan acuan dalam


memberikan pelayanan resusitasi jantung paru dan resusitasi
cairan.

1
2. Panduan ini bertujuan untuk mengatur pelaksanaan Tim Kode
Biru.

C. DEFINISI

1. Resusitasi jantung paru

Resusitasi jantung paru adalah tindakan pertolongan pertama


pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab
tertentu.

2. Bantuan Hidup Dasar (BHD)

Bantuan hidup dasar adalah tindakan pertolongan medis


sederhana yang dilakukan pada penderita yang mengalami henti
jantung sebelum diberikan tindakan pertolongan medis lanjutan.

3. Bantuan Hidup Lanjut (BHL)

Bantuan hidup lanjut adalah penanganan dengan menggunakan


alat dan penatalaksanaan setelah tindakan resusitasi.

4. Resusitasi cairan

Resusitasi cairan adalah pemberian cairan intravena untuk


mengatasi kegawatan akibat kehilangan cairan tubuh.

5. Kode biru

Kode biru adalah kata sandi yang digunakan untuk menyatakan


bahwa pasien dalam kondisi gawat darurat.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Semua pasien yang mengalami kegawatan berupa henti jantung dan/


atau henti nafas apapun penyebabnya baik di rawat jalan, rawat inap
maupun area non perawatan.

2. Semua pasien dengan kegawatan akibat kekurangan cairan di ruang


perawatan.

3. BHD dilakukan oleh semua petugas di Rumah Sakit Umum Daerah


K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang yang telah mendapatkan
pelatihan BHD.

4. BHL dilakukan oleh dokter dan perawat di Rumah Sakit Umum


Daerah K.R.M.T. Wongsonegoro Kota Semarang.

3
BAB III
TATA LAKSANA

A. RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

1. Bantuan Hidup Dasar

a. Semua petugas yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah


K.R.M.T. Wongsonegoro Kota Semarang harus mampu
melakukan bantuan hidup dasar kepada pasien yang
mengalami henti jantung dan henti napas.

b. Setiap petugas di Rumah Sakit Umum Daerah K.R.M.T.


Wongsonegoro Kota Semarang:

1) Memahami tanda-tanda henti jantung dan henti napas.

2) Teknik penilaian pernafasan dan pemberian ventilasi


buatan yang baik dan benar.

3) Teknik kompresi yang baik serta frekuensi kompresi yang


adekuat.

4) Teknik mengeluarkan benda asing pada obstruksi jalan


nafas.

c. Bantuan Hidup Dasar mengacu kepada rekomendasi yang


dikeluarkan oleh American Heart Association tahun 2010
dengan mengambil 2 rantai pertama dari 5 rantai kelangsungan
hidup yaitu:

1) Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem


gawat darurat segera (Early Acces)

2) Resusitasi jantung paru segera (Early CPR)

3) Defibrilasi segera (Early Defibrilation)

4) Perawatan kardiovaskuler yang efektif (Efective ACLS)

5) Penanganan terintegrasi pasca henti jantung (Integrated


Post Cardiac Arrest Care)

4
d. Rantai kelangsungan hidup yang dilakukan dalam BHD adalah:

1) Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem


gawat darurat segera.

Apabila ditemukan kejadian henti jantung maka petugas


harus melakukan hal-hal berikut:

 Identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak ke


sistem gawat darurat. Aktivasi sistem gawat darurat di
RSUD Kota Semarang dilakukan dengan cara
meneriakkan “Kode Biru” dan menghubungi nomor
100.

 Informasikan segera kondisi penderita sebelum


melakukan RJP pada orang dewasa atau sekitar 1
menit setelah memberikan pertolongan RJP pada bayi
dan anak.

 Penilaian cepat tanda-tanda potensial henti jantung.

 Identifikasi henti jantung dan henti nafas.

2) Resusitasi jantung paru segera

Kompresi dada segera dilakukan jika penderita


mengalami henti jantung. Kompresi dada dilakukan
dengan melakukan tekanan dengan kekuatan penuh
serta berirama di tengah tulang dada. Tekanan ini
dilakukan untuk mengalirkan darah serta mengantarkan
oksigen ke otak dan otot jantung. Pernafasan bantuan
dilakukan setelah melakukan kompresi dada dengan
memberikan nafas dalam satu detik sesuai volume tidal
dan dilakukan setelah 30 kompresi dada.

e. Pelaksanaan bantuan hidup dasar

Tujuan utama pelaksanaan RJP adalah untuk


mempertahankan kehidupan, memperbaiki kehidupan,
memperbaiki kesehatan, mengurangi penderitaan dan
membatasi disabilitas tanpa melupakan hak dan keputusan
pribadi. Keputusan untuk melakukan tindakan RJP harus

5
diambil dalam hitungan detik oleh penolong yang mungkin
tidak mengenal atau tidak mengerti adanya permintaan lebih
lanjut penderita yang mengalami henti jantung. Resusitasi
jantung paru tidak perlu dilakukan pada beberapa keadaan
yang harus diketahui oleh penolong. Keadaan-keadaaan
tersebut adalah:

1) Ada permintaan dari pasien atau keluarga inti yang


berhak secara sah untuk tidak mendapatkan resusitasi.
Permintaan tersebut ditunjukkan dengan adanya formulir
DNR (Do No Resucitation) yang telah ditandatangani oleh
pasien atau keluarga pasien, disertai stiker yang
ditempelkan pada gelang identitas pasien.

2) Henti jantung pada penyakit dengan stadium akhir yang


telah mendapat pengobatan optimal.

3) Neonatus atau bayi dengan kelainan medis yang memiliki


angka mortalitas dini tinggi, misalnya bayi sangat
prematur, anensefali atau kelainan kromosom.

4) Tanda–tanda klinis kematian yang ireversibel seperti


kaku mayat, lebam mayat, dekapitasi atau tanda-tanda
pembusukan.

5) Upaya RJP dengan resiko membahayakan penolong.

6) Penderita dengan trauma yang tidak bisa diselamatkan.

f. Tehnik pelaksanaan BHD adalah:

1) Penolong harus memastikan bahwa lingkungan sekitar


penderita aman untuk melakukan pertolongan. Penolong
juga harus melakukan proteksi diri minimal
menggunakan sarung atau sesuatu untuk menutupi
tangan saat menyentuh korban dan akan melaksanakan
bantuan. Penolong dapat menggunakan peralatan
perlindungan diri yang lengkap berupa sarung tangan,
kacamata tutup kepala, celemek dan alas kaki.

6
2) Penolong memeriksa tingkat kesadaran korban atau
respon korban dengan cara memanggil dan menepuk
penderita dengan keras. Penolong segera mengaktifkan
sistem gawat darurat dengan cara meneriakkan “Kode
Biru” apabila pasien tidak ada respon. Penolong dapat
menanyakan nama atau pertanyaan lain apabila
penderita memberikan respon.

3) Penolong melakukan penilaian denyut nadi (circulation)


dan lamanya tidak lebih dari 10 detik. Jika dalam 10
detik penolong belum bisa meraba pulsasi arteri, maka
kompresi dada harus segera dilakukan. Komponen yang
perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada:

 Berikan kompresi dada dengan frekuensi minimal 100


x /menit.

 Untuk dewasa berikan kompresi dengan kedalaman


minimal 5 cm.

 Bayi dan anak kompresi dengan kedalaman minimal


sepertiga diameter dinding anterior posterior dada
atau pada bayi 4 cm dan anak 5 cm.

 Berikan kesempatan dada untuk mengembang


kembali secara sempurna setelah setiap kompresi.

 Hindari pemberian nafas bantuan yang berlebihan.

4) Penolong membuka jalan nafas (airway) dengan


mempertimbangkan ada tidaknya cedera leher. Penolong
membuka jalan nafas dengan teknik angkat kepala
angkat dagu (head tilt chin lift) untuk penderita yang tidak
mengalami cidera leher. Untuk penderita yang mengalami
cidera leher, penolong menggunakan teknik menarik
rahang tanpa ekstensi kepala (jaw thrust).

5) Pernafasan (breathing)

Penolong memberikan nafas bantuan setelah jalan nafas


terlihat aman. Penolong tidak perlu melakukan observasi

7
nafas spontan dengan look, listen and feel karena langkah
yang tidak konsisten dan menyita banyak waktu. Hal
yang perlu diperhatikan dalam melakukan bantuan nafas
antara lain:

 Berikan nafas bantuan dalam waktu 1 detik.

 Berikan bantuan nafas sesuai volume tidal yang


cukup untuk mengangkat dinding dada.

 Berikan bantuan nafas sesuai dengan kompresi


dengan perbandingan 2 kali bantuan nafas setelah
30 kali kompresi.

 Pemberian bantuan nafas yang berlebihan tidak


diperlukan dan dapat menimbulkan distensi
lambung beserta komplikasinya seperti regurgitasi
dan aspirasi.

2. Bantuan hidup lanjutan

a. Untuk membantu pertolongan pada kondisi kegawatan setelah


BHD maka Rumah Sakit Umum Daerah K.R.M.T.
Wongsonegoro Kota Semarang membentuk tim bantuan hidup
lanjutan yang di sebut Tim Kode Biru.

b. Tim Kode Biru terdiri dari dokter terlatih bersertifikat ACLS dan
perawat terlatih bersertifikat perawatan intensif atau BCLS
dan/atau ACLS serta memiliki pengalaman kerja di IGD/ICU
minimal 5 tahun.

c. Penanggung jawab Tim Kode Biru adalah dokter jaga bangsal.

d. Pemimpin atau leader dalam Tim Kode Biru adalah dokter


umum yang bertugas jaga bangsal atau perawat Tim Kode Biru
yang bersertifikat ACLS.

e. Pemimpin Tim Kode Biru bertanggung jawab untuk


memastikan bahwa semua dilakukan pada saat yang tepat

8
dengan cara yang tepat dengan memantau dan
mengintegrasikan kinerja perorangan seluruh anggota tim.

f. Tugas pemimpin tim:

1) Memantau kinerja perorangan dari semua anggota tim.

2) Menyokong anggota tim.

3) Berkonsentrasi pada penanganan pasien secara


komprehensif.

4) Memberikan pemahaman.

5) Menetapkan peranan anggota tim.

g. Peranan anggota tim:

1) Siap untuk memenuhi tanggung jawab peranannya.

2) Sering mempraktekkan pengetahuan algoritma.

3) Memiliki pengetahuan mengenai algoritma.

4) Bertanggung jawab untuk mencapai keberhasilan.

5) Melaksanakan perintah pemimpin tim.

h. Peralatan dalam kotak perlengkapan adalah sebagai berikut:

o 1 buah Papan resusitasi

o 1 set Bag- Valve-Mask ukuran anak dan dewasa

o 1 set Oropharyngeal Airway ukuran no 20 – 110

o 1 set Nasopharyngeal Airway ukuran kecil – besar

o 1 set Laryngo Mask Airway ukuran anak dan dewasa

o 1 set laringoskop dengan berbagai ukuran blade (0-atas)

o 1 set endotracheal tube dari ukuran 2,5 - 8

o 1 set stilet (dari kecil-besar)

o 1 buah AED (Automatic External Defibrilator) dengan


patch ukuran kecil sampai dewasa

o 1 buah penlight

o 1 buah Magyl Forcet

9
o 1 suction portable manual

o 1 set suction cathether nomor 6–14

o 2 ampul Amiodarone

o 5 ampul Atropine

o 10 ampul Epinephrine

o 10 ampul Lidocaine

o 1 ampul Dopamine

o 1 ampul Dobutamine

o 10 ampul Epinefrin

o 1 ampul Norepinefrin

i. Bantuan Hidup Lanjut memberikan pertolongan lanjutan dalam


3 rantai berikutnya 5 rantai kelangsungan hidup yaitu:

1) Defibrilasi segera

Defibrilasi sangat penting dalam memperbaiki rantai


kelangsungan hidup penderita. Angka keberhasilan
menurun 7-10% setiap menit keterlambatan penggunaan
defibrillator.

2) Perawatan kardiovaskuler lanjutan yang efektif

Pertolongan lebih lanjut oleh tim ACLS merupakan rantai


keberhasilan manajemen henti jantung dengan bantuan
alat-alat ventilasi, obat untuk mengontrol aritmia dan
stabilisasi penderita.

ACLS memiliki 3 tujuan dalam penyelamatan henti


jantung :

 Mencegah terjadinya henti jantung dengan


memaksimalkan manajemen jalan nafas,
pemberian bantuan nafas dan pemberian obat-
obatan.

 Terapi pada penderita yang tidak berhasil dengan


defibrilasi.

10
 Memberikan defibrilasi jika terjadi fibrilasi
ventrikel, mencegah fibrilasi berulang dan
menstabilkan penderita setelah resusitasi.

3) Penanganan terintegrasi pasca henti jantung

Penanganan sistematis dan multi spesialistik bagi


penderita setelah kembalinya sirkulasi spontan.

j. Teknik pelaksanaan bantuan hidup lanjutan adalah:

1) Tim Kode Biru melanjutkan RJP yang telah diberikan


selama BHD.

2) Tim Kode Biru melakukan defibrilasi. Defibrilasi hanya


dilakukan pada pasien dengan ventrikel fibrilasi.

3) Tim Kode Biru memutuskan saat RJP tidak dilanjutkan.

k. RJP dihentikan bila:

1) Penolong sudah melakukan BHD dan BHL secara


optimal.

2) Adanya tanda-tanda kematian pasti.

3) Penderita tidak berespon setelah dilakukan bantuan


hidup jantung lanjutan minimal 20 menit.

4) Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol


yang menetap selama 10 menit atau lebih.

5) Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita


terpapar bahan beracun atau mengalami overdosis obat
yang menghambat susunan system saraf pusat.

l. Untuk kelancaran operasional maka Rumah Sakit Umum


Daerah K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang melengkapi
pelaksanaan Tim Kode Biru dengan alur kerja dan standar
operasional (SPO) Kode Biru, SPO BHD, SPO Henti Jantung
Henti Nafas, SPO Intubasi.

m. Bantuan hidup lanjutan mengacu pada algoritma yang


dikeluarkan oleh AHA tahun 2010.

11
B. RESUSITASI CAIRAN

1. Setiap petugas medis di ruang perawatan harus mengetahui tanda-


tanda kekurangan cairan.

2. Setiap petugas medis di ruang rawat harus mampu melakukan


tindakan pemberian cairan intravena.

3. Resusitasi cairan bertujuan untuk memulihkan volume darah.


Resusitasi cairan pada keadaan syok bertujuan untuk memulihkan
perfusi jaringan dan pengiriman oksigen ke sel (DO2) agar tidak
terjadi iskemia jaringan yang dapat mengakibatkan gagal organ.

4. Pemberian cairan dimulai bila penderita mengalami hipovolemia.


Hipovolemia dapat sebagai akibat dari muntah, diare yang sering,
dehidrasi karena berbagai sebab, luka bakar grade II-III yang luas,
trauma dengan perdarahan dan perdarahan masif karena
penyebab lain.

5. Tanda-tanda hypovolemia berdasarkan tanda-tanda klinis dan


laboratoris. Tanda-tanda klinis antara lain berupa mulut kering,
haus, tensi rendah, nadi cepat, respirasi cepat, akral dingin,
tekanan vena sentral, cardiac output, produksi urin kurang dan
kesadaran terganggu. Tanda-tanda laboratoris berupa konsumsi
oksigen, pH darah, oksigen saturasi, serum laktat.

6. Macam cairan yang digunakan untuk resusitasi:

a) Kristaloid: Ringer Lactat, Ringer Asetat, NaCl isotonis,

Ringer laktat merupakan cairan ideal karena komposisinya


hampir sama dengan cairan tubuh. Ringer asetat dapat
digunakan pada penderita gangguan fungsi hepar karena
dimetabolisme di otot dan jaringan lain. Pemberian NaCl
isotonis harus hati-hati pada penderita ganguan fungsi ginjal
karena bisa menyebabkan asidosis hiperkloremik.

b) Koloid: Gelafusin, Gelafundin, HAES, Expafusin, Hemacel,


Dextrans 40, Albumin.

12
Koloid efektif untuk penggantian volume cairan selama
perdarahan hebat, koloid bila diberikan secara infus akan
mengisi seluruh ruang intravaskular sehingga efektif untuk
penderita hipovolemi.

c) Whole blood (darah)

Penggunaan darah dapat mengisi ruang intravaskuler dan


meningkatkan oksigen transport, merupakan pengganti utama
jika terjadi syok perdarahan.

7. Tata laksana

a. Identifikasi sumber kehilangan cairan, kontrol perdarahan luar


dengan penekanan langsung atau balut tekan, tinggikan bagian
yang terluka (lebih tinggi dari letak jantung), perdarahan dalam
(waspada tanda syok).

b. Resusitasi cairan agresif (tekanan darah sistolik >100 mmHg)


mulai dengan memasang 2 jalur intravena pada lengan atau
vena jugular (vena antekubital, vena jugularis eksterna, vena
femoralis), untuk anak dan bayi dapat digunakan akses melalui
tulang (intra osseus).

c. Mulai resusitasi dengan cairan kristaloid (Ringer laktat, Nacl)


yang dihangatkan.

d. Cara pemberian cairan:

1) Kristaloid

- Nacl 0,9% maksimal 15 ml/ kg.

- Ringer lactate dapat sampai 5 L.

- Pada perdarahan penggantian kristaloid sebanyak 3-4


kali jumlah cairan yang hilang, misal jika kehilangan
cairan 1000 ml maka penggantian cairan kristaloid
sebanyak 3000 ml.

13
2) Koloid

Koloid pada umumnya maksimal 20 ml/kg, pada


perdarahan pemberian koloid 1x volume darah yang
hilang. Pemberian koloid melalui infus akan mengisi
ruang intravascular, dengan demikian kehilangan 1000
ml cukup diganti dengan 1000 ml koloid

3) Campuran koloid dan kristaloid

Kehilangan cairan 1500 ml dapat diganti dengan


kombinasi cairan kristaloid dan koloid yaitu sebesar
1000 ml koloid dan 1500 ml kristaloid. Kekurangan
cairan 500 ml diganti kristaloid sebanyak 3 x 500 ml =
1500 ml.

4) Darah

Hanya diberikan bila ada indikasi perubahan fisiologik


jelas, perdarahan > 15% berat badan, Hb <7 g%.

8. Resusitasi pada luka bakar

a. 24 jam pertama 2-4 ml RL atau RA per kg BB tiap % luka


bakar.
- ½ dosis diberikan 8 jam pertama
- ½ dosis berikutnya 16 jam kemudian
b. Sesuaikan dosis infus untuk menjaga produksi urin 30-50
ml/jam pada pasien dewasa.

c. Jika respon membaik turunkan laju infus secara bertahap.

9. Pertimbangan dalam resusitasi cairan:

a. Na serum harus dimonitor, terutama pada pemberian infus


dalam volume besar.

b. Tranfusi diberikan bila hematocrit < 30%.

c. Histamine H2-blocker dan antacid diberikan untuk menjaga pH


lambung.

14
d. Medikasi harus diberikan secara intravena selama pelaksanaan
resusitasi.

10. Resusitasi berhasil bila:


a. Central venous pressure 8-12 mmHg.
b. Mean arterial pressure ≥ 65 mmHg.
c. Produksi urin ≥ 0,5 ml/kg/jam.
d. Mixed venous oxygen saturation ≥ 70 %.
e. Status mental normal.

15
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi yang dilakukan dalam tindakan resusitasi adalah:

1. Perawat dan petugas kesehatan lain yang memberikan asuhan mencatat


dalam formulir catatan perkembangan pasien terintegrasi.

2. Tim Kode Biru mencatat kejadian, tindakan dan obat-obatan yang


diberikan dalam formulir kode biru.

3. Apabila pasien tertolong dan memerlukan tindakan perawatan intensif,


maka dokter dan perawat mencatat rencana tindakan selanjutnya dalam
formulir catatan perkembangan pasien terintegrasi. Pasien dikirim ke
ruang perawatan intensif untuk perawatan selanjutnya, setelah
mendapat persetujuan dari keluarga pasien.

4. Apabila pasien tidak tertolong dan dinyatakan meninggal, dokter yang


bertugas dalam tim kode biru mencatat waktu kematian dalam formulir
kode biru dan dalam formulir catatan perkembangan pasien terintegrasi.

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


K.R.M.T. WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG

SUSI HERAWATI

16
DAFTAR PUSTAKA

Kumpulan Materi Pelatihan Emergency Nursing Intermediate Level. (2013).


Jakarta.
dr. Agus Subagjo, S. d. (2012). Bantuan Hidup Jantung Dasar. Jakarta: PP

17
LAMPIRAN 2 KEPUTUSAN DIREKTUR
RSUD K.R.M.T. WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG
Nomor : 77 Tahun 2019
Tanggal : 18 Januari 2019
Nama Pasien:
No RM:

Tanggal Lahir/ Umur:


FORMULIR KODE BIRU Jenis Kelamin:
No register:
Tanggal Masuk
DPJP

Kejadian diketahui: Tanggal _________ Waktu________ Lokasi _______________ Saksi: Ada Tidak

Aktivasi Kode Biru: Ya Tidak

Apakah pasien sadar saat onset? Ya Tidak Monitoring saat onset: EKG Pulse Oximeter Apnea

AIRWAY/ VENTILATION CIRCULATION


Nafas saat onset: Spontan Apneic Agonal Ventilator Ritme saat kompresi diberikan _________________
Waktu bantuan nafas pertama kali: ______________ Ritme saat nadi tak teraba _____________________
Bantuan nafas: Bag-Valve-Mask Endotracheal Tube Kompresi: None Manual
Trakeostomi Lainnya: ____________ Waktu kompresi dada mulai:
Intubasi: Waktu: ___________ Ukuran: ___________ AED diberikan: Ya Tidak
Waktu: _______
Konfrimasi: Auskultasi Ekshalasi CO2 Lainnya Pacu jantung ON: Ya Tidak

18
Bolus ~ Dosis / Rute Infus ~ Dosis / ml per jam
Nafas Nadi Keterangan:

Dosis / IV atau IO

Dosis / IV atau IO

Dosis / IV atau IO

Dosis / IV atau IO

Dosis / IV atau IO

Norepinephrine
Pemasangan

Dobutamine
Amiodarone

Epinephrine

Epinephrine
Vasopressin
Manual (ü)

Dopamine
Lidocaine
Spontaneous

Atropine
Kompresi (ü)
Bantuan (ü)
Waktu

peripheral/

Joules
Ritme
Spontan

AED
TD
Central Line, IO,
Chest tube, Tanda
Vital, Respon thd
Intervensi

Waktu resusitasi diakhiri: ___________ Status: Hidup Meninggal


Alasan resusitasi diakhiri: Kembalinya sirkulasi >20 menit Resusitasi optimal tetapi respon tidak adekuat
Ada tanda kematian pasti Asistol menetap >10 menit
Pencatat: Nama: ________________ TTD __________
Tim Kode Biru: 1. _______________ TTD __________ 3. _______________ TTD __________
2. _______________ TTD __________

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


K.R.M.T. WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG

SUSI HERAWATI

19

Anda mungkin juga menyukai