Anda di halaman 1dari 18

LAMPIRAN 1 KEPUTUSAN DIREKTUR

RSUD K.R.M.T. WONGSONEGORO


KOTA SEMARANG
Nomor : 79 Tahun 2019
Tanggal : 18 Januari 2019

PANDUAN PELAYANAN PASIEN TERMINAL


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH K.R.M.T WONGSONEGORO KOTA
SEMARANG

BAB I
DEFINISI

A. Latar Belakang

Kehilangan dan kematian merupakan pengalaman hidup yang


universal dalam arti akan dialami oleh setiap manusia, namun unik
secara individual. Banyak individu tentu berharap dapat menjadi tua
secara alami dan meninggal dengan tenang. Bertambah banyaknya
kasus-kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada
dewasa dan anak, membuat harapan tersebut mungkin tidak tercapai.
Penyakit-penyakit seperti penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif
kronis, cystic fibrosis, stroke, parkinson, gagal jantung/heart failure,
penyakit genetika, kanker dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS
tersebut pada satu saat akan mencapai stadium terminal dan akhirnya
mengalami kematian yang kemungkinan besar tidak sesuai dengan
harapan banyak individu.

Saat ini pelayanan kesehatan di Indonesia belum banyak


menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan
pada stadium lanjut. Prioritas pelayanan pada tahap itu juga meliputi
perawatan untuk mencapai kualitas hidup yang terbaik bagi pasien dan
keluarganya pada saat akhir kehidupan. Pasien selain mengalami
berbagai masalah fisik juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidupnya dan keluarganya.
Kebutuhan pasien dengan penyakit stadium lanjut dan keluarganya
tidak hanya pengobatan terhadap gejala fisik, namun juga dukungan

1
terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan
dengan pendekatan interdisiplin.

Perawatan pada tahap akhir kehidupan bersifat holistik dan


terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah
bahwa setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik, penuh
hormat dan kasih sampai akhir hayatnya. Berbagai profesi yang terlibat
dalam pelayanan pasien harus menyadari uniknya kebutuhan pasien
dalam keadaan akhir kehidupannya dan memberi perhatian terhadap
kenyamanan dan martabat pasien selama memberikan asuhan.

Untuk meningkatkan pelayanan bagi pasien terminal di Rumah


Sakit Umum Daerah K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang diperlukan
suatu panduan. Panduan Pelayanan Pasien Terminal diharapkan dapat
menjadi pegangan atau acuan dalam memberikan pelayanan terhadap
pasien tahap terminal secara komprehensif di Rumah Sakit Umum
Daerah K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Terlaksananya pelayanan pasien tahap terminal yang berkualitas,


profesional, dan sesuai dengan standar.

2. Tujuan Khusus

- Memberikan pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan


pasien dan keluarga

- Menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsi

- Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi


budaya

- Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek


pelayanan

- Memberikan respon pada masalah psikologis, emosional, spritual


dan budaya dari pasien dan keluarganya

2
C. Pengertian

 Penyakit terminal merupakan penyakit yang progresif menuju ke


arah kematian atau tidak mempunyai harapan untuk sembuh.
Contohnya seperti penyakit jantung, dan kanker atau penyakit
lain dengan harapan hidup kecil, tidak ada lagi obat-obatan yang
dapat diberikan atau tim medis sudah give up (menyerah).

Pasien dalam tahap terminal ini dapat menderita gejala lain yang
dapat berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratifnya
atau memerlukan bantuan berkaitan dengan faktor psikososial,
agama dan budaya yang brhubungan dengan kematian atau
proses kematian. Keluarga dan pemberi layanan dapat
memberikan kelonggaran melayani pasien atau membantu
meringankan rasa sedih dan kehilangan.

 Pelayanan tahap terminal adalah asuhan yang diberikan pada


pasien yang mengalami sakit atau penyakit yang tidak mempunyai
harapan untuk sembuh dan menuju pada proses kematian, yang
terfokus pada kebutuhan pasien yang unik pada tahap tersebut.

 Sakratul maut atau dying merupakan kondisi pasien yang sedang


dalam proses menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal
dan harapan tertentu untuk meninggal.

 Kematian atau death merupakan kondisi terhentinya pernapasan,


nadi dan tekanan darah serta hilangnya respon terhadap stimulus
eksternal yang ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau
terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap.

3
BAB II

RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup Pelayanan Pasien Tahap Terminal di Rumah Sakit Umum


Daerah K.R.M.T. Wongsonegoro Kota Semarang meliputi:

1. Instalasi Gawat Darurat

2. Instalasi Rawat Jalan

3. Instalasi Rawat Inap

4. Instalasi Rawat Intensif Dewasa (ICU, HCU)

5. Instalasi Rawat Intensif Anak (PICU, NICU, SCN/Peristi)

6. Instalasi Peristi

7. Instalasi Rekam Medik

8. Instalasi Kamar Jenazah

4
BAB III

TATA LAKSANA

A. Perkembangan Persepsi tentang Kematian

Di dalam kehidupan masyarakat dewasa, kematian adalah sesuatu


yang sangat menakutkan. Sebaliknya, pada anak-anak usia 0-7 tahun
kematian itu merupakan suatu hal yang biasa saja, yang hanya terjadi
pada orang tua yang sakit. Mereka sangat acuh sekali dengan kematian.
Seiring dengan perkembangan usianya menuju kedewasaan mereka
mengerti tentang apa itu kematian. Karena itu berkembanglah
klasifikasi tentang kematian menurut umur, yang di definisikan oleh
Eny Retna Ambarwati, yaitu:

a. Bayi – 5 tahun

Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati adalah tidur


atau pergi yang temporer.

b. 5 – 9 tahun

Mengerti bahwa titik akhir orang yang mati dapat dihindari.

c. 9 – 12 tahun

Mengerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak dapat
dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang kematian yang
diperoleh dari orangtua atau dewasa lainnya.

d. 12 – 18 tahun

Mereka takut dengan kematian yang menetap, kadang-kadang


memikirkan tentang kematian yang dikaitkan dengan sikap religi.

e. 18 – 45 tahun

Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh religi dan


keyakinan.

f. 45 – 65 tahun

Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian merupakan


puncak kecemasan.

5
g. 65 tahun keatas

Takut kesakitan yang lama. Kematian mengandung beberapa makna


seperti kebebasan dari rasa sakit dan reuni dengan anggota keluarga
yang telah meninggal.

Tahapan Respon Klien terhadap Dying Process Tahapan Respon


Klien terhadap Dying Process / proses sekarat

1. Denial – penolakan

Respon dimana pasien tidak percaya atau menolak terhadap apa


yang dihadapi/sedang terjadi. Yang bersangkutan tidak siap
terhadap kondisi yang dihadapi dan dampaknya. Denial berfungsi
sebagai buffer setelah mendengar sesuatu yang tidak diharapkan.Ini
memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri.

2. Anger – marah

Fase marah terjadi saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan.
Rasa kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga/orang
terdekat oleh karena dapat terpicu oleh hal-hal yang secara normal
tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi
karena rasa tidak berdaya, bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa
saja tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara
emosional punya kedekatan hubungan.

3. Bargaining – tawar menawar

Pasien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan Tuhan


agar terhindar dari kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan
dalam diam atau dinyatakan secara terbuka. Secara psikologis tawar
menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa masa
lalu.

4. Depression – kesedihan mendalam

Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat kehilangan (past loss


& impending loss), ekspresi kesedihan ini – verbal/non verbal
merupakan persiapan terhadap kehilangan/perpisahan abadi
dengan apapun dan siapapun.

6
5. Acceptance – menerima

Pada tahap menerima ini, pasien memahami dan menerima


keadaannya, yang bersangkutan mulai kehilangan interest dengan
lingkungannya, dapat menemukan kedamaian dengan kondisinya,
dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan panjang.

B. Tingkat Kesadaran (State of Awareness)

Tingkat kesadaran terhadap kondisi terminal, baik dari sisi pasien


atau keluarga harus dikaji untuk menentukan bagaimana perawat
harus berkomunikasi dengan pasien dan keluarga. Tingkat kesadaran
ini meliputi:

1. Closed Awareness (Kesadaran Tertutup)

Dalam hal ini pasien dan keluarga tidak menyadari datangnya


kematian, tidak tahu mengapa sakit dan percaya akan sembuh.

2. Mutual Pretense

Dalam hal ini pasien, keluarga, tim kesehatan tahu bahwa


kondisinya terminal tetapi merasa tidak nyaman untuk dan
menghindari membicarakan kondisi yang dihadapi pasien. Ini berat
bagi pasien karena tidak dapat mengekspresikan ketakutannya.

3. Open Awareness (Kesadaran Terbuka)

Pada kondisi ini pasien dan orang sekitarnya tahu bahwa ia berada
diambang kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk
membicarakannya. Pada tahap ini pasien dapat dilibatkan untuk
proses intervensi keperawatan.

C. Ciri-ciri Pokok Pasien yang akan Meninggal

Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan


tingkah laku yang khas, antara lain :

1. Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang


dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung
kaki dan tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab.

2. Kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat.

7
3. Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat.

4. Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas “cyene stokes “

5. Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi


terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran
dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang
menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas
nampak lebih pasrah menerima.

D. Hak-hak Pasien Terminal

Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien yang


sedang dalam keadaan terminal, staf harus memperhatikan hak-hak
pasien berikut ini:

1. Hak diperlakukan sebagaimana manusia yang hidup sampai ajal


tiba.

2. Hak mempertahankan harapannya, tidak peduli apapun perubahan


yang terjadi.

3. Hak mendapatkan perawatan yang dapat mempertahankan


harapannya, apapun yang terjadi.

4. Hak mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan


kematian yang sedang dihadapinya.

5. Hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan


perawatan termasuk menolak pengobatan atau tindakan medis
lainnya.

6. Hak memperoleh perhatian dalam pengobatan dan perawatan secara


berkesinambungan, walaupun tujuan penyembuhannya harus
diubah menjadi tujuan memberikan rasa nyaman.

7. Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian.

8. Hak untuk bebas dari rasa sakit.

9. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur.

10. Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk
keluarga yang ditinggalkan agar dapat menerima kematiannya.

11. Hak untuk meninggal dalam damai dan bermartabat.

8
12. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak
diambil keputusan yang bertentangan dengan kepercayaan yang
dianut.

13. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya,


apapun artinya bagi orang lain.

14. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan


dihormati setelah yang bersangkutan meninggal.

15. Hak untuk mendapatkan perawatan dari orang yang profesional,


yang dapat mengerti kebutuhan dan kepuasan dalam menghadapi
kematian.

E. Tatalaksana Kegiatan Pelayanan pada Tahap Terminal (Akhir Hayat)


di Rumah Sakit Umum Daerah K.R.M.T Wongsonegoro Kota
Semarang

Secara umum tujuan perawatan pasien dengan kondisi terminal


adalah menghilangkan/mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi,
mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna, membantu klien
menerima rasa kehilangan dan membantu kenyamanan fisik
“mempertahankan harapan” (faith and hope).

1. Dokter menentukan bahwa pasien pada tahap terminal.

2. Perawat/bidan melakukan asesmen dan pengelolaan yang sesuai


terhadap pasien dalam tahap terminal. Perawat/ bidan mencatat
hasil asesmen dan saran yang diberikan dalam formulir Asesmen
Pasien Terminal. Problem yang berkaitan dengan kematian antara
lain:

a. Problem fisik: berkaitan dengan kondisi atau penyakit


terminalnya, misalnya keluhan nyeri, adanya perubahan kulit,
keluhan distensi, konstipasi, adanya alopecia, kelemahan otot.

b. Problem psikologis seperti perasaan ketidakberdayaan,


kehilangan kontrol, ketergantungan yan tinggi, kehilangan
produktivitas dan harapan, hambatan dalam berkomunikasi.

c. Problem sosial terkait isolasi dan perpisahan sampai perencanaan


saat ajal tiba.

9
d. Problem spiritual: ketidaksesuaian antara kebutuhan dan
harapan dengan perlakuan yang didapat (perlakuan dari dokter,
perawat, keluarga dan sebagainya)

3. Perawat/bidan melakukan assesmen status mental terhadap


keluarga yang ditinggalkan serta edukasi terhadap mekanisme
penanganannya.

4. Semua staff memberikan pelayanan dan perawatan pada pasien


tahap terminal dengan hormat dan respek dan menghormati hak-
hak pasien.

5. Dokter melakukan intervensi untuk mengurangi gejala


primer/sekunder serta memberikan pengobatan sesuai permintaan
pasien dan keluarga.

6. Staff melakukan intervensi untuk mengurangi rasa nyeri sesuai


Pedoman Manajemen Nyeri. Staff harus selalu percaya apa yang
pasien katakan tentang nyeri yang dideritanya dan tidak membuat
keputusan sendiri tentang seberapa nyeri yang dirasakan pasien.
Banyak pasien takut bahwa mereka akan meninggal dalam
pederitaan yang dalam, maka staff harus bersikap baik ketika orang
mengekspresikan atau menunjukkan rasa takut. Staff berusaha
menangkan pasien dan memberitahu pasien bahwa staff akan
berusaha mengatasi nyeri tersebut sehingga mereka tidak perlu
merasa takut.

7. Staff menyediakan akses terapi lainnya yang secara realistik


diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup pasien, yang
mencakup terapi alternatif atau terapi non tradisional.

8. Staff mempertahankan kenyamanan pasien

a. Pasien mungkin menderita ketidaknyamanan lain, sebagian


karena medikasi nyeri.

b. Bila pasien konstipasi, laksatif mungkin membantu. Juga


dorong pasien untuk meminum jus buah.

c. Sebanyak mungkin, beri pasien diet tinggi kalori dan tinggi


vitamin. Jangan paksa pasien untuk makan. Pasien harus
makan hanya makanan yang dia inginkan.

10
d. Dorong pasien untuk minum cairan.

e. Pertahankan pasien bersih, mandikan dengan sering, beri


perawatan mulut bila mulut kering, dan bersihkan kelopak mata
bila ada sekresi.

f. Bantu pasien turun dari tempat tidur dan duduk di kursi bila
dia mampu. Jika tidak, ganti posisi setiap dua jam dan coba
untuk mempertahankan pasien dalam posisi apapun yang paling
nyaman.

g. Jika pasien mengalami kesulitan bernafas, bantu pasien untuk


duduk.

h. Jika jalan nafas tersumbat, mungkin perlu dilakukan


penghisapan pada tenggorokan pasien.

i. Jika pasien merasakan nafas pendek atau kekurangan udara,


berikan oksigen.

j. Bahkan ketika pasien hampir meninggal, mereka dapat


mendengar, sehingga jangan berbicara dengan berbisik, tapi
bicaralah dengan jelas. Pasien juga merasakan sentuhan anda.

9. Staff melakukan intervensi dalam masalah keagamaan dan aspek


budaya pasien dan keluarga. Antara lain :

a. memberikan ketenangan spiritual yang mempunyai arti lebih


besar dari sekedar kunjungan rohaniawan. Perawat dapat
memberi dukungan kepada pasien dalam mengekspresikan
filosofi kehidupan. Ketika kematian mendekat, pasien sering
mencari ketengan dengan menganalisi nilai dan keyakinan yang
berhubungan dengan hidup dan mati.

b. Perawat dan keluarga dapat membantu pasien dengan


mendengarkan dan mendorong klien untuk mengekspresikan
tentang nilai dan keyakinan. Perawat dan keluarga dapat
memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan
ketrampilan komunikasi, mengekspresikan simpati, berdoa
dengan pasien, membaca literatur yang memberi inspirasi dan
memainkan musik.

11
10. Staff peka dan tanggap terhadap harapan keluarganya.

11. Perawat melakukan tindakan mencegah kesepian dan isolasi.

Perawat melakukan intervensi untuk meningkatkan kualitas


lingkungan , mencegah kesepian dan penyimpangan sensori. Pasien
tidak ditempatkan dalam ruang tersendiri di lokasi yang sangat
jauh. Pasien merasakan keterlibatan ketika dirawat bersama dan
memperhatikan aktivitas perawat. Pasien menjelang ajal dapat
merasa sangat kesepian terutama pada malam hari dan mungkin
merasa lebih aman jika seseorang tetap menemaninya di samping
tempat tidur. Perawat mengetahui cara menghubungi kondisi
anggota keluarga jika kunjungan diperlukan atau kondisi klien
memburuk. Pasien harus ditemani oleh seseorang ketika terjadi
kematian. Perawat mencoba untuk berada bersama pasien
menjelang kematian ketika diperlukan dan memperlihatkan
perhatian dan keharuan.

12. Staf memberikan dukungan dalam persiapan dan selama masa


dukacita (bereavement)

Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal


dan kematian dari orang yang mereka cintai dan, waktu yang
bersamaan, siap sedia untuk memberikan dukungan. Perawat
harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan
membantu mereka untuk tetap berada dengan pasien menjelang
ajal.

13. Apabila diperlukan, staf menjelaskan kepada keluarga tentang


autopsi.

Rumah Sakit Umum Daerah K.R.M.T Wongsonegoro Kota


Semarang tidak melakukan autopsi sehingga apabila diperlukan
tindakan autopsi akan dirujuk ke rumah sakit rujukan.

F. Membantu Pasien Meninggal dengan Damai

Penting untuk menanyakan kepada pasien dan keluarga apakah


pasien ingin tinggal di rumah sakit atau pulang untuk hari terakhirnya.

12
Kadang keluarga tidak dapat merawat pasien di rumah, tetapi itu
merupakan pilihan. Bila pasien ingin pulang, ajarkan keluarga
bagaimana merawat pasien. Terutama, tunjukkan pada keluarga cara
memberikan obat untuk nyeri. Yakinkan bahwa mereka memahami
bahwa sangat penting memberikan obat dalam dosis dan waktu yang
tepat. Juga jelaskan pada mereka bagaimana membuat pasien nyaman,
seperti disebutkan di atas.

1. Bila pasien tinggal di rumah sakit, cobalah sebanyak mungkin


untuk melakukan apa yang diinginkan pasien dan keluarga.
Penting untuk memberikan kenyamanan fisik. Juga penting
untuk membuat pasien merasa aman sampai tenang terhadap
rasa takut, dan memberi pasien harapan.

2. Buat pasien merasa aman dan terlindungi dengan


menunjukkan bahwa ia akan dirawat, dan tidak akan
ditinggalkan sendiri.

3. Tenangkan rasa takut dengan meyakinkan pasien bahwa ia


akan dirawat, dan tidak akan ditinggalkan sendiri.

4. Berikan harapan, jangan memberikan keyakinan palsu.


Berikan target yang lebih kecil. Bicara tentang kebaikan di
masa yang akan datang, atau mengingatkan bahwa anak-
anaknya akan segera berkunjung.

5. Bila pasien memiliki urusan yang belum selesai, berikan


bantuan apa yang ia lakukan. Pasien mungkin perlu bantuan
dalam mengatur anak-anak atau rumahnya.

6. Berikan perawatan spiritual bila pasien menginginkan, atau


berbicara kepada keluarga untuk memanggil rohaniawan
berkunjung.

7. Lebih dari semua itu, hargai keputusan pasien. Terima


perasaan pasien, bila ia tidak ingin makan, atau turun dari
tempat tidur, atau membalikkan badan di tempat tidur, terima
hal ini. Dengarkan dan biarkan pasien bicara tentang
bagaimana perasaannya. Bila pasien atau keluarga marah,
coba untuk menerimanya.

13
8. Permudah bagi keluarga untuk tinggal dengan pasien sebanyak
mungkin yang mereka inginkan. Tunjukkan pada mereka
bagaimana merawat pasien dan mempertahankan pasien tetap
nyaman dan bersih.

9. Pertahankan keluarga untuk mendapatkan informasi tentang


bagaimana perasaan pasien. Ketika kematian mendekat,
biarkan mereka mengetahui, sehingga mereka dapat bersama
pasien pada saat kematian bila mereka menginginkan.

G. Perawatan Setelah Kematian

1. Bila keluarga ada pada saat kematian, biarkan mereka tinggal


bersama pasien setelah kematian. Untuk mengucapkan perpisahan.

2. Jika keluarga tidak ada, tetapi ingin melihat jenazah setelah


kematian, buat jenazah terlihat sealamiah mungkin. Buat
lingkungan bersih. Penting untuk melakukan ini dengan segera,
karena mayat akan mulai kaku (rigor mortis) kira-kira dua sampai
empat jam setelah kematian.

3. Tempatkan jenazah dalam posisi datar, lengan pada sisi tubuh.


Tempatkan bantal atau gulungan handuk di bawah kepala sehingga
darah tidak mengubah warna wajah. Tutup kelopak mata selama
beberapa detik sehingga mata tetap menutup. Tutup mulut yang
dipakai dari tempat tidur.

4. Tenangkan keluarga dan biarkan mereka berduka.

H. Sumber Daya Manusia Dalam Perawatan Pasien tahap terminal

1. Pelaksanaan perawatan pasien tahap terminal adalah tenaga


kesehatan (perawat, dokter), rohaniawan/wati, keluarga pasien.

2. Adapun proses operasional pelayanan ini atau assesmen pasien


tahap terminal dilakukan oleh perawat/bidan dengan kualifikasi
lulusan D3/D4/S1 keperawatan/kebidanan yang mempunyai Surat
Tanda Registrasi (STR) dan sudah bekerja di RSUD K.R.M.T.
Wongsonegoro Kota Semarang minimal 6 bulan, yang meliputi
intervensi untuk mengurangi rasa nyeri, gejala primer dan atau

14
sekunder, mencegah gejala dan komplikasi sedapat mungkin,
intensitas dalam hal masalah psikologis pasien dan keluarga,
masalah emosional dan kebutuhan spiritual mengenai kematian dan
kesusahan, intervensi dalam masalah keagamaan dan aspek budaya
pasien dan keluarga serta mengikutkan pasien dan keluarga dalam
pemberian pelayanan.

15
BAB IV

DOKUMENTASI

Pelayanan pasien tahap terminal di Rumah Sakit Umum Daerah K.R.M.T.


Wongsonegoro Kota Semarang dicatat dalam berkas rekam medis pasien,
yaitu:

1. Rekam medis rawat jalan

2. Rekam medis rawat inap

3. Rekam medis gawat darurat

4. Format assesmen pasien tahap terminal

5. Format pelayanan kerohanian

6. Surat kematian

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


K.R.M.T WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG

SUSI HERAWAT

16
LAMPIRAN 2 KEPUTUSAN DIREKTUR
RSUD K.R.M.T. WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG
Nomor : 79 Tahun 2019
Tanggal : 18 Januari 2019

Nama Pasien:
No RM:

Tanggal Lahir/ Umur:


ASESMEN PASIEN Jenis Kelamin:
TERMINAL No register:
Tanggal Masuk
DPJ
P

I. Diagnosis pasien: __________________________________________________________________

II. Penentuan pasien terminal oleh Dokter tanggal: ___________________________________________

III
. Asesmen:

Mua Nyer Lainnya:


a. Gejala: l Distres pernafasan i ________________

b. Faktor yang memperberat gejala fisik: ________________________________________________

Simptomati
c. Terapi saat ini: k Kuratif Keperawatan

Kurang
Repon pasien: Adekuat adekuat

d. Agama/ kepercayaan pasien: ______________________________________________________

Tida
Keinginan untuk dibantu dalam beribadah: Ya k

e. Kondisi spiritual pasien/ keluarga saat ini:

Putus asa Menderita Bersalah Menerima Denial

f. Hubungan pasien dengan keluarga:

Baik Renggang Lainnya: _________________________________________

g. Keinginan perawatan dilakukan di:

Rumah Sakit Rumah Lainnya: _________________________________________

Bila berkeinginan dirawat di rumah, kebutuhan sumber daya perawatan di rumah: _____________

Kesimpulan: Cukup Tidak cukup

Tida
h. Potensi terjadinya reaksi berlebihan saat akhir hayat pada keluarga: Ada k

17
IV
. Saran

a. Pasien

Psikolo
1. Konsultasi kepada bidang lain: g Lainnya: ________________________

Tempat
2. perawatan: Rumah Sakit Rumah Lainnya: _____________________

Tida
3. Pelayanan rohani: Ya k

DNR Tida
4. : Ya k

5. Lainnya: ___________________________________________________________________

b. Keluarga

Psikolo
1. Konsultasi kepada bidang lain: g Lainnya: ________________________

Tida
2. Pelayanan rohani: Ya k

3. Lainnya: ___________________________________________________________________

Catatan Tambahan

Semarang, tanggal: _____________________ Jam ____

Tanda tangan Perawat

Nama :

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


K.R.M.T WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG

SUSI HERAWATI

18

Anda mungkin juga menyukai