Anda di halaman 1dari 92

UNIVERSITAS INDONESIA

AROMA DALAM RUANG ARSITEKTUR

SKRIPSI

FAUZIA EVANINDYA
0706269123

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
DEPOK
JULI 2011

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


UNIVERSITAS INDONESIA

AROMA DALAM RUANG ARSITEKTUR

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Sarjana Arsitektur

FAUZIA EVANINDYA
0706269123

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
DEPOK
JULI 2011

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Fauzia Evanindya


NPM : 0706269123

Tanda Tangan :
Tanggal : 8 Juli 2011

ii Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Fauzia Evanindya
NPM : 0706269123
Program Studi : Arsitektur
Judul Skripsi : Aroma dalam Ruang Arsitektur

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Arsitektur pada Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ir. Evawani Ellisa M. Eng., Ph.D ( )

Penguji : Ir. A. Sadili Somaatmadja M.Si ( )

Penguji : Dita Trisnawan, ST., M.Arch. STD.( )

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 8 Juli 2011

iii Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi
yang berjudul “Aroma dalam Ruang Arsitektur” ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Arsitektur dalam
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari
bahwa, tanpa bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih pada:
(1) Bu Ellisa yang telah membimbing, memberikan masukan-masukan yang
sangat berarti dan mempercayai saya dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
(2) Pak Sadili dan Mas Dita selaku penguji yang telah memberikan masukan-
masukan bermanfaat yang sangat membangun.
(3) Bu Herlily dan Bu Doti atas perhatiannya terhadap topik skripsi saya dan
pinjaman bukunya. Juga Pak Gunawan atas waktu yang beliau sisihkan
untuk berdiskusi dengan saya.
(4) Pak Emir atas ilmu-ilmu, buku-buku dan perhatiannya sejak masa-masa
PA 3, PA 5 dan juga saat skripsi ini. Semangat dari beliau membuat saya
semakin percaya diri untuk terus berarsitektur.
(5) Kedua orang tua kesayangan saya yang tidak pernah berhenti menyayangi
saya, mendukung apapun yang saya lakukan dan selalu mengkhawatirkan
keadaan saya. Semua yang saya lakukan adalah untuk membahagiakan
kalian.
(6) Adik-adik saya Firman, Fatia dan Felia yang sebenarnya tidak membantu
apa-apa. Namun kehadiran mereka dalam hidup saya merupakan sebuah
bentuk dukungan yang sudah lebih dari cukup.
(7) Dimas Aries Chandra Soeprapto, teman istimewa jagoan Microsoft Word
dari departemen sebelah yang berperan sebagai penyemangat sekaligus
penghambat pengerjaan skripsi ini. Berkat dia, pergi ke kampus selama
semester terakhir ini menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan 

iv Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


(8) Erick dan Yogi, rekan-rekan sepembimbing yang melewati setiap hari
kamis jam satu siang dalam semester ini dengan keresahan bersama.
Terima kasih telah menjadi penyemangat dan teman berbagi pada saat-
saat genting.
(9) Andro, Ica, Adit, Karin, Nopay, Epit yang telah menjadi bagian penting
dari kehidupan perkuliahan saya di Arsitektur UI sejak jaman pengars,
aneka PA sampai skripsi. Tanpa kalian, kehidupan kuliah saya akan
hambar seperti sayur tanpa garam.
(10) Vera, Karina, Cesy, Yoerli, partner-partner saya dalam kelompok PA 2,
PA 3, PA 4 dan PA 5 yang membuat saya merasa senang setiap kali
mengingat masa-masa studio PA.
(11) Robin, manusia dengan wawasan terluas yang pernah saya kenal yang
memberikan saya banyak sekali ilmu, rekan bersayembara dan juga
sebagai teman berbagi kegalauan pada jam-jam kritis.
(12) Rekan-rekan seperjuangan Arsitektur 2007 lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Kalian membuat saya belajar mengenai indahnya
keragaman, perbedaan dan keunikan selama empat tahun ini.
(13) Keluarga Arsitektur UI, Tito ’04, Nevine ’05, Renny ’06, Chain ’06,
Tasya ’06, Mayu ’08, Noni ’08, Karlina ‘10 atas kehangatan kalian.
(14) Group BBM Whassup Guys! yang tidak selalu bersuara setiap hari
namun saya tahu kalian akan tetap ada disana sampai kapanpun. Apsari,
Rani, Rilla, Tasha, Nindi, Vita, Zizi, perempuan-perempuan hebat, pintar
dan cantik yang menginspirasi serta memotivasi saya setiap saat.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Jakarta, 8 Juli 2011

Fauzia Evanindya

v Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda


tangan di bawah ini:

Nama : Fauzia Evanindya


NPM : 0706269123
Program Studi : Arsitektur
Departemen : Arsitektur
Fakultas : Teknik
Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Aroma dalam Ruang Arsitektur”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 8 Juli 2011
Yang menyatakan

( Fauzia Evanindya)
vi Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


ABSTRAK

Nama : Fauzia Evanindya


Program Studi : Arsitektur
Judul : Aroma dalam Ruang Arsitektur

Indera penciuman manusia dapat turut serta memperkaya pengalaman


ruang seseorang khususnya secara emosional. Skripsi ini memaparkan
perwujudan ruang arsitektur oleh aroma serta sejauh mana aroma mempengaruhi
pengalaman ruang manusia. Hubungan aroma dengan manusia tergantung pada
persepsi setiap individu, durasi kontak dengan aroma dan konsentrasi aroma
dalam udara. Hubungan tersebut menentukan posisi aroma sebagai pull-in factor
atau push-out factor bagi pengguna ruang.
Hasil analisis dari studi pustaka dan studi kasus menunjukkan bahwa
aroma memiliki peran dan pengaruh yang berbeda-beda pada jenis-jenis ruang
yang berbeda pula. Aroma yang hadir secara alami maupun yang dihadirkan
secara sengaja akan memunculkan spatial awareness yang memberikan karakter
dan rasa pada ruang masing-masing. Maka dari itu, aroma merupakan salah satu
bentuk bahasa ruang yang dapat mengatur pengguna ruang serta mampu
membangun sebuah identitas ruang yang mudah diingat. Aroma juga memiliki
kemampuan untuk menciptakan dimensi-dimensi yang mendefinisikan batas-batas
pembentuk ruang yang tidak kasat mata dapat mempengaruhi gerak dan perilaku
manusia sebagai pengguna ruang.

Kata kunci:
aroma, substansi ruang, indera penciuman

vii Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


ABSTRACT

Name : Fauzia Evanindya


Study Program: Architecture
Title : Scent in Architecture Space

The sense of smell enriches one’s experience of space emotionally


eventhough the presence of scent in our everyday space has not been much noted
and taken into consideration of architectural design. This paper tries to reveal
scent’s ability of creating architectural space and to see scents capacity on
influencing one’s experience of space. Human’s relationship with scent arise from
the dependence on individual perception, duration of contact with scent and the
scent’s concentration within the air, which determine the role of scent whether as
a pull-in or a push-out factor.
The result of literature and case studies shows that scent has different roles
and influences due to the diverse types of space. Scents naturally and artificially
raise spatial awareness on different levels which brings character and mood into
each space. Therefore, scent can be considered as a language of space that is
capable of telling the user to act in certain ways and building easy-to-remember
identities to certain places. As scent defines invisible space boundaries, it forms
architectural space which would influence the movement and behavior of users.

Keywords:
scent, substances of space, sense of smell, olfactory

viii Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. II


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... III
KATA PENGANTAR......................ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...........................................VI
ABSTRAK.......................................................................................................VII
ABSTRACT.................................................................................................... VIII
DAFTAR ISI ...................................................................................................IX
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ XI
DAFTAR TABEL ......................................................................................... XIV
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 3
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 3
1.3 Metode Penelitian ....................................................................................... 4
1.4 Sistematika Penulisan ................................................................................. 4

BAB 2 INDERA PENCIUMAN, AROMA DAN RUANG ............................. 6


2.1 Aroma sebagai Substansi Ruang yang Dialami Manusia ............................. 7
2.2 Sensasi dan Reseptor Sensorik .................................................................. 11
2.3 Indera Penciuman dan Aroma ................................................................... 13
2.3.1 Indera Penciuman .............................................................................. 14
2.3.2 Aroma................................................................................................ 17
2.4 Hubungan Aroma dengan Persepsi Manusia ............................................. 19
2.5 Kesimpulan............................................................................................... 21

BAB 3 PEMAHAMAN TERHADAP AROMA SEBAGAI ELEMEN


PEMBENTUK RUANG ARSITEKTUR .......................................... 22
3.1 Aroma Menciptakan Spatial Awareness dan Place.................................... 23
3.1.2 Hadirnya Aroma dalam Ruang: Naturally & Artificially..................... 24
3.2 Aroma sebagai Bahasa Ruang................................................................... 26
3.3 Aroma sebagai Identitas Ruang................................................................. 27
3.4 Aroma sebagai Pembentuk Dimensi dan Batas Ruang............................... 28
3.5 Aroma sebagai Pembentuk Gerak dan Perilaku Manusia dalam Ruang ..... 31
3.5.1 Pull-in & Push-out............................................................................. 32
3.6 Kesimpulan............................................................................................... 34

BAB 4 MENGALAMI AROMA DALAM RUANG ARSITEKTUR .......... 36


4.1 Keberadaan Aroma dalam Ruang Sehari-hari............................................ 36
4.2 Pendekatan dalam Mengalami Ruang Melalui Aroma ............................... 38
4.3 Aroma dalam Lingkungan Alam ............................................................... 39
4.3.1 Goa Gajah: Lingkung Alam dan Aromanya ....................................... 39
4.3.2 Menghadirkan Aroma Alam pada Lingkung Bangun.......................... 45
4.4 Aroma dalam Ruang Kontemplasi ............................................................ 48
4.4.1 Kelenteng: Aroma Dupa dan Ruang Pengamalan Ibadah.................... 49
4.4.2 Spa: Aroma Dupa dan Ruang Relaksasi ............................................. 53
ix Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


4.5 Aroma dalam Ruang Kegiatan Komersil ................................................... 56
4.5.1 Pasar Tradisional ............................................................................... 59
4.5.2 BreadTalk .......................................................................................... 65
4.6 Kesimpulan............................................................................................... 70

BAB 5 KESIMPULAN .................................................................................. 72


5.1 Kesimpulan............................................................................................... 72

DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 75

x Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi komponen ruang (Kanan-kiri: Ruang – Medium udara


dalam ruang – Substansi aroma dalam medium pada ruang) .......... 9
Gambar 2.2 Atas: aroma dalam ruang tertutup, Bawah: aroma dalam ruang
dengan bukaan (terjadi sirkulasi dan pergantian udara)................ 10
Gambar 2.3 Grafik antara banyaknya bukaan dan kepekatan aroma yang
berbanding terbalik ..................................................................... 10
Gambar 2.4 Visualisasi manusia yang sedang menghirup aroma lingkungan
sekitarnya.................................................................................... 14
Gambar 2.5 Anatomi indera penciuman manusia dan komponen reseptor
sensoriknya ................................................................................. 15
Gambar 2.6 Tahapan skematik penciuman manusia........................................ 15
Gambar 2.7 Representasi visual “scent” yang didapatkan dari Google search
engine ......................................................................................... 17
Gambar 2.8 Sampul depan buku Invisible Architecture: Experiencing Places
Through the Sense of Smell yang mencoba merepresentasikan isi
buku tersebut............................................................................... 18
Gambar 2.9 Lima atom pembentuk molekul aroma dan contoh molekul yang
menghasilkan aroma rumput segar .............................................. 18
Gambar 3.1 Tahapan skematik mengenai kemampuan aroma untuk memberikan
karakter dan rasa pada ruang ....................................................... 24
Gambar 3.2 Sigung dapat menciptakan batas maya defensif dengan
mengeluarkan aroma tidak sedap terhadap lawannya ................... 29
Gambar 3.3 Ilustrasi perwujudan bubble batas aroma (a) denah, (b) tampak,
(c) perspektif............................................................................... 30
Gambar 3.4 Reaksi push-out (panah hijau) dan pull-in (panah biru) terhadap
sebuah lingkupan ruang............................................................... 33
Gambar 3.5 (a) Perkumpulan objek yang mewujudkan ruang yang lebih
terdefinisi, (b) Penyebaran objek yang membiaskan perwujudan
ruang........................................................................................... 33
Gambar 4.1 Jenis-jenis pewangi ruangan yang umum ditemui ........................ 36
Gambar 4.2 Contoh pembagian ruang bebas rokok dengan yang tidak............ 37
Gambar 4.3 Foto suasana (kiri) dan posisi terhadap layout denah (kanan) saat
berada di depan pintu masuk menuju Goa Gajah ......................... 40

xi Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


Gambar 4.4 Foto suasana (kanan) dan posisi dalam layout denah (kiri) saat
memasuki mulut goa ................................................................... 41
Gambar 4.5 Foto suasana (kiri) dan posisi dalam layout denah (kanan) sesaat
setelah melewati mulut goa ......................................................... 41
Gambar 4.6 Foto suasana (kiri) dan posisi dalam layout denah (kanan) saat
memasuki area tengah goa........................................................... 42
Gambar 4.7 Sketsa suasana (kiri) dan posisi dalam layout denah (kanan) saat
berada pada bagian terdalam goa................................................. 43
Gambar 4.8 Layout denah skematik pengalaman aroma dalam Goa Gajah...... 43
Gambar 4.9 Tahapan skematik terjadinya respon terhadap aroma pada Goa
Gajah .......................................................................................... 44
Gambar 4.10 Batu-batu berlumut yang menjadi salah satu sumber aroma paling
dominan ...................................................................................... 44
Gambar 4.11 Penggambaran suasana aroma ruang pada Hotel Park Hyatt
Chicago....................................................................................... 45
Gambar 4.12 Penggambaran suasana aroma kamar Hotel Fujiya ...................... 46
Gambar 4.13 Penggambaran suasana aroma ruang dalam toko The North Face 47
Gambar 4.14 Penggambaran suasana aroma ruang Swiss Pavilion.................... 47
Gambar 4.15 Suasana pelataran kelenteng (kiri) dan posisi dalam layout denah
(kanan)........................................................................................ 50
Gambar 4.16 Lilin dan dupa yang merupakan sumber utama aroma dan pekatnya
asap dalam kelenteng .................................................................. 50
Gambar 4.17 Layout denah skematik pengalaman aroma di Kelenteng............. 51
Gambar 4.18 Tahapan skematik terjadinya respon terhadap kehadiran aroma di
Kelenteng.................................................................................... 52
Gambar 4.19 Suasana Bale-bale Spa ................................................................ 54
Gambar 4.20 Contoh peletakkan sumber aroma pada ambang ruang................. 55
Gambar 4.21 Layout denah skematik pengalaman aroma dan titik-titik sumber
aroma di bale-bale spa................................................................. 55
Gambar 4.22 Tahapan skematik terjadinya respon terhadap kehadiran aroma di
Bale-bale Spa .............................................................................. 56
Gambar 4.23 Suasana ruang dan kegiatan jual beli di Pasar Bintaro Sektor 2.... 59
Gambar 4.24 Layout ruang Pasar Bintaro Sektor 2 ........................................... 60

xii Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


Gambar 4.25 Grafik opini responden A (kiri) dan B (kanan) terhadap kualitas-
kualitas ruang yang ada di Pasar Bintaro Sektor 2 ....................... 62
Gambar 4.26 Gerak refleks yang dilakukan oleh responden B saat mengalami
bagian ruang dengan aroma tidak sedap terkuat........................... 63
Gambar 4.27 Titik-titik ambang yang membentuk bubble ruang aroma
(a) Responden A, (b) Responden B, (c) Irisan dari tumpukan
bubble responden A dan B .......................................................... 64
Gambar 4.28 Tahapan skematik terjadinya respon terhadap kehadiran aroma
kurang sedap di Pasar Bintaro Sektor 2 ....................................... 65
Gambar 4.29 Foto suasana di BreadTalk Plaza Bintaro..................................... 66
Gambar 4.30 Layout lantai 1 Plaza Bintaro (kuning: lokasi BreadTalk) ............ 66
Gambar 4.31 Grafik opini responden A (kiri) dan B (kanan) terhadap kualitas-
kualitas ruang (sensasi) yang ada di BreadTalk Plaza Bintaro...... 68
Gambar 4.32 Titik-titik ambang yang membentuk bubble ruang (a) Responden
A, (b) Responden B, (c) Irisan dari tumpukan bubble responden A
dan B .......................................................................................... 69
Gambar 4.33 Tahapan skematik terjadinya respon terhadap kehadiran aroma di
BreadTalk Plaza Bintaro ............................................................. 70

xiii Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Contoh energi-energi terkecil yang mampu dideteksi oleh reseptor
sensorik pada kelima indera manusia........................................... 11
Tabel 2.2 Lima sistem persepsi ditinjau dari unit penerimanya, anatomi,
aktifitas, stimulus yang diterima dan informasi eksternal yang
didapat ........................................................................................ 12
Tabel 2.3 Tabel rumusan sederhana lima indera manusia, letak reseptor
sensoriknya dan stimulus yang merangsang reseptor sensorik
tersebut ....................................................................................... 13
Tabel 4.1 Tabel data responden pengalaman aroma di pasar Bintaro Sektor 2 .
................................................................................................... 61
Tabel 4.2 Tabel data responden pengalaman aroma di BreadTalk Plaza
Bintaro........................................................................................ 67

xiv Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Arsitektur seringkali hanya dianggap sebagai sebuah objek yang indah
dipandang mata. Namun sebenarnya seluruh indera yang dimiliki manusia
berperan aktif dalam mengalami kualitas-kualitas ruang yang dimilikinya.
Walaupun kehadirannya seringkali hanya dianggap sebagai pemanis yang
mendampingi wujud visual sebuah ruang arsitektur, kualitas ruang tidak kasat
mata seperti suara dan aroma dapat memberikan rasa khusus pada ruang yang
tidak dapat diberikan oleh kualitas yang kasat mata. Hal ini serupa dengan yang
diungkapkan oleh Tuan, “The modern architectural environment may cater to the
eye, but it often lacks the pungent personality that varied and pleasant odors can
give.” (Tuan, 1977, p. 11).
Sama halnya seperti tampilan fisik arsitektur, aroma dapat mempengaruhi
manusia khususnya secara emosional. Aroma dapat membangkitkan ingatan-
ingatan terhadap sebuah tempat dan memunculkan rasa yang terkait dengan ruang
pada masa tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Palasmaa (2005), “The most
persistent memory of any space is often its smell.” (p. 54). Ia kemudian
menambahkan, “A particular smell makes us unknowingly re-enter a space
completely forgotten by the retinal memory, the nostrils awaken a forgotten
image, and we are enticed to enter a vivid daydream. The nose makes the eyes
remember.” (p. 54).
Hadirnya aroma dalam ruang-ruang yang saya alami merupakan fenomena
yang saya anggap sangat menarik. Saya memiliki anggapan bahwa aroma dapat
memegang peran yang tidak kalah penting dengan objek kasat mata dalam
pengalaman ruang sehari-hari. Pertemuan manusia dengan aroma seringkali
dikaitkan dengan hal-hal yang spasial, seperti identifikasi sebuah aroma yang
diasosiasikan dengan ruang tertentu. Seseorang akan mengidentifikasi sebuah
aroma sebagai “bau rumah sakit” apabila mengalami ruang beraroma steril yang
membuatnya merasa percaya dengan kebersihan tempat tersebut. Sebaliknya
seseorang akan merasa terganggu dan tidak nyaman apabila “bau wc” terdeteksi
dalam sebuah ruang.
1 Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


2

Aroma diterima oleh indera penciuman bersamaan dengan udara yang


keberadaannya mutlak dan kegiatan bernafas manusia yang dilakukan tanpa henti
sepanjang hari. Namun selama saya mempelajari arsitektur, topik mengenai
integrasi perancangan ruang arsitektur dengan aroma tidak pernah dibicarakan.
Jadi apakah aroma memiliki andil dalam mewujudkan sebuah ruang arsitektur?
Lalu sejauh mana peran kehadiran aroma dalam mempengaruhi pengalaman ruang
manusia? Sebagai substansi yang selalu hadir dalam ruang namun tidak pernah
dibicarakan dan dipertimbangkan dalam perancangan arsitektur, saya ingin
mencoba mengkaji lebih dalam mengenai kaitan indera penciuman manusia,
aroma dan ruang arsitektur.
Aroma sendiri merupakan molekul-molekul kimia yang berada dalam
udara dan ditangkap oleh indera penciuman manusia untuk kemudian diproses di
dalam otak. Mengingat kualitas aroma yang sangat subjektif dan perseptif,
hubungan aroma yang ada di dalam ruang dengan manusia yang menghuni ruang
tersebut menjadi pembahasan yang sangat penting.
Sebuah ruang arsitektur dapat berkomunikasi dengan manusia melalui
media aroma. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Hall (1966) yang
mengatakan bahwa aroma merupakan salah satu metode komunikasi paling awal
dan paling mendasar yang dilakukan oleh makhluk hidup. Kemudian Tuan (1977)
menyatakan bahwa hidung manusia dapat memahami arah dan estimasi jarak
relatif melalui kekuatan sebuah aroma. Arah dan jarak merupakan sebuah
perwujudan dimensi yang mendefinisikan batas-batas ruang, maka dari itu dapat
dipahami bahwa aroma memiliki kemampuan untuk mengisyaratkan keberadaan
sebuah ruang. Aroma juga mampu memberikan makna dan rasa pada pengguna
serta kepribadian dan karakteristik pada ruang yang menurut Steele (1981) dapat
mengindikasikan terjadinya sebuah tempat.
Kehadiran aroma dalam ruang dengan sifat dan fungsi berbeda dapat
memiliki peran dan pengaruh yang berbeda pula. Maka dari itu, untuk
memperkaya isi skripsi ini saya mencoba untuk mengalami ruang-ruang yang
berbeda untuk merasakan aroma yang hadir disana. Ruang-ruang dengan aroma
berbeda yang dipilih memiliki variasi dalam penciptaan, tujuan dan
karakteristiknya. Maka dari itu, pengalaman dalam lingkung alam, ruang

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


3

kontemplasi dan ruang kegiatan komersial dipilih untuk merepresentasikan


keragaman aroma dalam ruang. Melalui pengalaman-pengalaman tersebut, saya
ingin melihat keragaman peran dan pengaruh kehadiran aroma yang tercipta
secara alami maupun yang disesuaikan dengan tujuan ruang tersebut.

1.2 Perumusan Masalah


Untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan latar belakang di atas, penulis
merumuskan masalah-masalah utamanya adalah sebagai berikut:
a. Apakah aroma memiliki andil dalam mewujudkan ruang arsitektur?
b. Apakah aroma mempengaruhi pengalaman ruang manusia?
c. Aspek-aspek spasial apa sajakah yang memiliki keterkaitan dengan
aroma?
d. Bagaimana peran dan pengaruh aroma dalam lingkungan alam, ruang
kontemplasi dan ruang kegiatan komersial ditinjau dari aspek-aspek
spasial tersebut?
Karena permasalahan mencakup lingkup ilmu pengetahuan yang cukup
luas, maka penulisan mengenai aroma dan arsitektur akan dibatasi pada
pembahasan mengenai ilmu arsitektur, ekologi, fisiologi dan psikologi manusia.

1.2 Tujuan Penulisan


Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memahami lebih dalam mengenai
kaitan aroma dengan arsitektur. Maka dari itu, diharapkan skripsi ini dapat
memberikan informasi mengenai aspek-aspek spasial yang memiliki kaitan
dengan aroma. Pemilihan pembahasan beberapa contoh ruang dengan fungsi dan
karakter yang berbeda diharapkan dapat menggambarkan peran dan pengaruh dari
kehadiran aroma yang bervariasi.
Selain itu, sebagai topik yang tidak terlalu sering dikaitkan dengan
pemikiran arsitektur, saya ingin memicu munculnya perhatian, pemikiran dan
pertimbangan mengenai keberadaan aroma dalam ruang arsitektur sehari-hari.
Agar untuk kedepannya, dunia perancangan arsitektur dapat memperluas kajian
pengalaman ruang manusia dengan memaksimalisasi stimulan bagi seluruh indera
manusia khususnya indera penciuman.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


4

1.3 Metode Penelitian


Pada tahap awal penulisan skripsi ini, dilakukan pencarian informasi dan
pengumpulan data melalui studi pustaka. Sehubungan dengan tidak memadainya
sumber literatur yang berhubungan dengan topik yang dipilih, dilakukan juga
pencarian informasi melalui sumber media lainnya seperti video-video kuliah
umum, seminar dan workshop mengenai topik terkait.
Untuk memulai penulisan secara sistematis, dilakukan pendalaman teori-
teori yang berkaitan dengan aspek-aspek spasial mendasar arsitektur yang
berkaitan dengan kepekaan indera manusia. Teori-teori yang dipilih kemudian
dikaitkan dengan aroma sebagai salah satu kualitas ruang. Aspek-aspek penting
dari hasil studi pustaka ini dirangkum sebagai dasar analisis pengalaman ruang
yang dilakukan berikutnya.
Pengamatan studi kasus dilakukan dengan pendekatan fenomenologi untuk
merasakan pengalaman ruang secara utuh. Pendekatan yang digunakan adalah
dengan terjun langsung ke lapangan dan wawancara. Beberapa kasus saya coba
alami sendiri dan beberapa melibatkan orang lain sebagai responden. Konsentrasi
pembahasan aspek-aspek spasial yang berdasarkan pada teori pada setiap jenis
ruang dibedakan sesuai dengan karakter aroma dan ruang masing-masing untuk
mendapatkan data yang relevan.

1.4 Sistematika Penulisan


Skripsi ini terdiri dari lima bab dengan urutan penulisan sebagai berikut:

1. Bab 1 Pendahuluan
Bab ini berisi berisi latar belakang penulisan skripsi ini, perumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.\

2. Bab 2 Indera Penciuman, Aroma dan Ruang


Pada bab ini akan dipaparkan dasar-dasar pemahaman mengenai kehadiran
aroma dalam udara yang mengisi ruang hidup kita sehari-hari dan
bagaimana indera manusia, khususnya indera penciuman, dapat
mempengaruhi pengalaman ruang manusia.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


5

3. Bab 3 Pemahaman terhadap Aroma sebagai Elemen Pembentuk Ruang


Arsitektur
Pada bab ini akan dituliskan sintesa hasil studi literatur mengenai teori-
teori dasar arsitektur berupa aspek-aspek spasial yang berkaitan dengan
kepekaan indera manusia khususnya yang dapat dikaitan dengan aroma.

4. Bab 4 Mengalami Aroma dalam Ruang Arsitektur


Bab ini berisi mengenai pengamatan dan pengalaman terhadap aroma
dalam beberapa contoh ruang arsitektur yang berbeda. Pengalaman ruang
ini dilakukan oleh saya sendiri dengan bantuan beberapa responden lain.
Analisa pengamatan dan pengalaman disesuaikan dengan aspek-aspek
spasial yang disebutkan dalam bab sebelumnya.

5. Bab 5 Kesimpulan
Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan
skripsi pada latar belakang. Kesimpulan ditulis berdasarkan hasil yang
didapatkan dari pemahaman indera penciuman, aroma dan ruang arsitektur
yang dibuktikan dalam analisis pengalaman ruang secara langsung.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


BAB 2
INDERA PENCIUMAN, AROMA DAN RUANG

“In order to understand our relationship with space, we first need to


explore how we become aware of it” (Lawson, 2001). Kutipan tersebut
menunjukkan bahwa dalam memahami kaitan aroma dengan ruang arsitektur, ada
baiknya dimulai dengan pemahaman mengenai bagaimana indera dapat
mempengaruhi manusia dalam mengalami ruang arsitektur. Arsitektur sendiri
dapat dianggap sebagai suatu lingkupan yang membentuk sebuah ruang dimana
manusia dapat bergerak, merasakan sesuatu dan memenuhi kebutuhannya. Ruang
adalah sesuatu yang akan selalu melingkupi kehidupan manusia, dan indera
merupakan alat untuk menerima kualitas-kualitas yang ada di sekitar ruang
kegiatan manusia. Kualitas-kualitas seperti material, bentuk dan warna dalam
arsitektur dapat menciptakan karakter individu yang setiap implementasinya
memiliki efek khusus terhadap pikiran manusia (Rasmussen, 1959).
Indera penglihatan merupakan reseptor sensasi yang paling berperan
dalam menghayati arsitektur. Rasmussen (1959) mengemukakan bahwa arsitektur
dianggap sebagai sesuatu yang memiliki esensi visual. Orang-orang terbiasa
menilai arsitektur dari penampilan luar, contohnya seperti penyajian ilustrasi
grafis eksterior bangunan pada buku-buku arsitektur. Padahal disamping itu,
sebuah karya arsitektur tidak mungkin berdiri dalam keheningan dan tanpa udara.
Arsitektur merupakan sebuah mahakarya yang terintegrasi dari kualitas-kualitas
ruang dengan substansi-substansi yang berbeda.
Di bawah ini akan dijelaskan beberapa hal yang dapat menjadi dasar untuk
memahami kaitan antara substansi yang ada dalam ruang dan bagaimana hal
tersebut mempengaruhi indera manusia. Diawali dengan pemahaman mengenai
ekologi lingkungan hidup manusia, yaitu adanya elemen medium, substansi dan
permukaan. Dilanjutkan dengan pemaparan mengenai sensasi-sensasi yang
diterima oleh indera manusia, khususnya aroma yang diterima oleh indera
penciuman dan bagaimana pikiran manusia mempersepsikan informasi yang
didapatkan tersebut.

6
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


7

2.1 Aroma sebagai Substansi Ruang yang Dialami Manusia


Sebagai dasar untuk mengerti fenomena mengenai arsitektur dan aroma,
ada baiknya kita memahami bagaimana aroma sebagai salah satu dari banyak
kualitas-kualitas yang ada dalam ruang dapat senantiasa berada di sekeliling kita.
Gibson (1986) menjelaskan teori ekologi sebagai metode pendekatan untuk
memahami kaitan sensasi dengan ruang arsitektur. Gibson mengklasifikasikan
elemen pembentuk lingkungan menjadi tiga hal yaitu medium, substansi dan
permukaan (1986). Rangkaian tiga elemen ini dapat membantu memahami
mengenai hadirnya sensasi sebagai sebuah kualitas dalam ruang.

1. Medium
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, medium diartikan
sebagai alat untuk mengalihkan atau mencapai sesuatu dan zat perantara
untuk merambatnya gelombang bunyi. Berdasarkan Kamus Etimologi
Online, definisi yang berkembang pada tahun 1600-an adalah
“intermediate agency, channel of communication”. Definisi-definisi di
atas mengisyaratkan sebuah sifat “di antara” yang menjadi karakter utama
sebuah medium. Karakter lain yang sama antara gas dan cairan adalah
sebuah benda padat dapat bergerak melaluinya tanpa perlawanan. Sifat gas
dan cairan yang bebas ini juga memungkinkan terjadinya penyebaran
molekul-molekul kimia yang terlepas dari sumbernya.
Medium berisi informasi-informasi mengenai stimulus yang
menyebarkan cahaya atau suara. Gibson (1986) menyimpulkan adalah
bahwa medium lingkungan mengakomodasi kegiatan respirasi atau
bernafas, mengizinkan adanya pergerakan, dapat diisi dengan cahaya yang
menghasilkan penglihatan, mengakomodasi deteksi getaran, menyebarkan
pancaran dan transmisi informasi lainnya.

2. Substansi
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan substansi sebagai:
(1) watak yang sebenarnya dari sesuatu, isi, pokok, inti; (2) unsur, zat
pembakaran terjadi sebagai hasil persenyawaan sebuah – dengan oksigen;
(3) kekayaan, harta, pikiran merupakan – yang tidak kelihatan; (4)
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


8

Lingkungan medium yang dipakai untuk mengungkapkan bahasa. Dalam


kamus etimologi online, substansi diartikan sebagai “being, essence,
material” dan pada akhir abad 14, “any kind of corporeal matter” menjadi
sebuah definisi yang diakui sampai saat ini.
Menurut Gibson (1986), substansi dapat dibedakan berdasarkan
kekerasan, kekakuan, resistensi terhadap aliran, kekuatan, kerapatan,
elastisitas dan plastisitasnya. Terlepas dari sifat-sifat yang dimilikinya,
substansi merupakan sesuatu yang akan terus berubah dipengaruhi oleh
lingkungan.
Secara sederhana, substansi merupakan isi di dalam sebuah
medium. Substansi ini ada yang berbentuk padat dan kasat mata, namun
juga ada substansi yang berbentuk gas yang tidak menunjukkan wujudnya.
Gelombang cahaya, gelombang suara dan komponen molekul kimia aroma
merupakan contoh-contoh substansi yang ada pada lingkungan hidup
manusia.

3. Permukaan
Definisi permukaan yang ditinjau dari sisi etimologi
(www.etymonline.com) kurang lebih sama dengan apa yang dijelaskan
oleh Gibson (1986), yaitu batas terluar dari apapun. Sebelumnya, medium
dijelaskan sebagai wadah bagi sebuah substansi. Di luar kedua unsur
tersebut, ada lagi yang melingkupi dan membatasinya, yaitu permukaan.
Permukaan adalah bagian yang membatasi satuan-satuan substansi dengan
mediumnya. Permukaanlah yang mendefinisikan suatu objek (substansi)
dengan tempat objek tersebut (medium).

Melalui tiga komponen lingkungan tersebut dapat disimpulkan bahwa


menurut Gibson (1986), manusia hidup dalam lingkungan, yang memiliki medium
gas atmosfir, beragam substansi yang mengisi medium dan permukaan-
permukaan yang memisahkan substansi dengan medium tersebut. Keadaan dari
lingkungan tersebut kemudian diterima melalui indera dan diproses dalam pikiran
manusia.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


9

Melalui ketiga komponen ruang tersebut, saya mencoba untuk


mendefinisikan secara sederhana mengenai kehadiran aroma dalam ruang.
Pengertian tersebut digambarkan melalui ilustrasi di bawah ini:

Gambar 2.1 Ilustrasi komponen ruang (Kanan-kiri: Ruang – Medium udara dalam
ruang – Substansi aroma dalam medium pada ruang)

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Namun ruang yang mewadahi medium serta substansinya tidak selalu


harus seperti yang diilustrasikan di atas. Sebuah ruang tidak harus selalu tertutup
dan memiliki batas pada segala sisinya. Ruang juga dapat berupa sesuatu yang
bersifat terbuka dan tak berbatas. Kehadiran aroma dalam kedua jenis ruang yang
berbeda tersebut, yaitu tertutup dan terbuka memiliki karakteristik dan sifat yang
berbeda pula.
Perbedaan mendasar antara ruang yang tertutup dan terbuka adalah volume
dan sirkulasi udara. Udara dengan kecepatan dan tekanan tertentu menciptakan
gerakan yang terwujud dalam bentuk angin. Angin ini berperan dalam
menggerakan substansi aroma dan mengakibatkan pembiasan dan penyebaran
aroma yang terjadi bersamaan dengan adanya pergantian udara. Pergantian udara
sendiri merupakan suatu tindakan pertukaran udara (medium yang membawa
substansi aroma) dalam bangunan dikarenakan perembesan atau ventilasi (Brown,
1990).

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


10

Gambar 2.2 Atas: Aroma dalam ruang tertutup, Bawah: Aroma dalam ruang dengan
bukaan (terjadi sirkulasi dan pergantian udara)

Sumber: Brown, 1990


(Telah diolah kembali)

Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa dengan konsentrasi substansi


aroma yang sama (ditunjukkan dengan warna oranye), aroma lebih kuat tercium
pada ruang yang tertutup atau tidak memiliki bukaan dimana tidak dapat terjadi
aliran pergantian udara. Perputaran udara dalam ruang tertutup ini juga dapat
diperkuat dengan keberadaan air conditioner yang memutar sirkulasi udara dalam
ruang. Dalam kedua gambar selanjutnya, dapat dilihat adanya aliran udara yang
keluar melalui bukaan. Gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin terbuka
sebuah ruang, aroma akan menyebar bersamaan dengan pergerakan udara yang
mengalir keluar melalui bukaan-bukaan tersebut. Hal ini dapat disimpulkan dalam
grafik sebagai berikut:

Gambar 2.3 Grafik antara banyaknya bukaan dan kepekatan aroma yang berbanding
terbalik

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011


Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


11

2.2 Sensasi dan Reseptor Sensorik


Substansi yang mengisi medium dalam sebuah lingkungan berperan
sebagai sensasi yang dapat merangsang indera manusia. Sensasi tersebut adalah
kualitas yang mampu membangkitkan kesadaran manusia terhadap adanya situasi
tertentu dalam ruang. Pernyataan tersebut serupa dengan yang disampaikan oleh
Merleau-Ponty (2007) bahwa sensasi merupakan objek pemicu kesadaran, bukan
elemen yang ada karena kesadaran. Maka dari itu, pembahasan mengenai sensasi
tidak dapat dipisahkan dari kelima indera manusia yang berperan sebagai agen
penerima sensasi tersebut. Ciccarelli & Meyer (2006) mengartikan sensasi sebagai
aktivator bagi reseptor yang dimiliki berbagai indera. Reseptor sensorik adalah
bentuk khusus dari neuron, sel-sel yang membentuk sistem saraf manusia dan
berhubungan langsung dengan sensasi-sensasi yang berada di sekitar ruang
manusia.
Reseptor-reseptor sensorik manusia bereaksi pada bermacam-macam
bentuk energi, seperti cahaya yang memicu reseptor di mata. Manusia menyadari
adanya energi-energi tesebut saat energi tersebut berada dalam suatu ambang
tertentu. Jumlah energi terkecil yang dibutuhkan untuk membuat manusia mampu
mendeteksi adanya rangsangan disebut ambang mutlak atau lebih dikenal dengan
istilah Absolute Threshold (Fechner dalam Ciccarelli & Meyer, 2006). Contoh
ambang bagi kelima indera manusia adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Contoh energi-energi terkecil yang mampu dideteksi


oleh reseptor sensorik pada kelima indera manusia

Sumber: Ciccarelli & Meyer, 2006

Kelima sensasi di atas diterima dan diproses oleh otak manusia dengan
cara-cara yang berbeda sehingga memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


12

manusia. Ketimbang menganggap panca indera sebagai saluran dari sensasi-


sensasi, teori ekologi memandang panca indera hanya sebagai sistem persepsi
(Gibson, 1966). Masing-masing sistem persepsi tersusun dari bentuk atensi, unit
penerima, anatomi organ, aktifitas organ, stimulus dan informasi eksternal yang
berbeda-beda. Di bawah ini adalah pandangan Gibson terhadap indera manusia
yang dianggap sebagai sistem persepsi (Gibson dalam Halim, 2005):

Tabel 2.2 Lima sistem persepsi ditinjau dari unit penerimanya, anatomi, aktifitas,
stimulus yang diterima dan informasi eksternal yang di dapat

Sumber: Gibson, 1986

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


13

Berdasarkan contoh-contoh sensasi terkecil yang dapat merangsang indera


manusia dan tabel sistem persepsi Gibson, di bawah ini dirumuskan kelima
sensasi dan letak reseptor sensorik yang dimiliki oleh manusia secara sederhana:

Tabel 2.3 Tabel rumusan sederhana lima indera manusia, letak reseptor sensoriknya dan
stimulus yang merangsang reseptor sensorik tersebut

Indera Letak Reseptor Sensorik Stimulus


Pengelihatan Mata Cahaya
Pendengaran Telinga Suara
Penciuman Hidung Aroma
Pengecapan Lidah Rasa
Peraba Kulit Sentuhan
Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Manusia memiliki kemampuan beradaptasi terhadap rangsangan yang


diterimanya, maka dari itu otak hanya tertarik pada adanya perubahan informasi
dari sensasi (Ciccarelli & Meyer, 2006). Perubahan konstan dari sensasi-sensasi
yang berada di sekitar kita lah yang menjadi alat untuk mempengaruhi perasaan,
perilaku dan keputusan manusia. Indera, sensasi dan pikiran manusia seringkali
dikaji untuk mendukung banyak bidang ilmu pengetahuan. Pendekatan sensasi
dan indera penerimanya banyak digunakan sebagai pendukung bidang ilmu
kesenian, arsitektur bahkan ekonomi.

2.3 Indera Penciuman dan Aroma


Setelah mengetahui bahwa aroma merupakan substansi yang berada dalam
medium yang menempati sebuah ruang dan berperan sebagai sensasi yang
merangsang indera penciuman, ada baiknya mengetahui bagaimana cara kerja
indera penciuman manusia dan apakah sebenarnya aroma itu.
Aroma yang berada di dalam ruangan kegiatan manusia merupakan
sesuatu yang diterima oleh indera penciuman manusia setiap hari. Aroma diterima
oleh reseptor sensorik bersamaan dengan proses bernafas yang membuat manusia
bertahan hidup. Di bawah ini adalah penjelasan mengenai indera penciuman dan
aroma itu sendiri.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


14

2.3.1 Indera Penciuman


Untuk merasakan aroma, manusia harus menggunakan indera
penciumannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, indera diartikan sebagai
alat untuk merasa, mencium bau, mendengar, melihat, meraba dan merasakan
sesuatu secara naluri (intuitif). Dijelaskan lebih lanjut bahwa pencium (hidung)
merupakan alat untuk mencium bau, pendengar (telinga) alat untuk mendengar,
penglihat (mata) alat untuk melihat, peraba (kulit) alat untuk meraba dan perasa
(lidah) alat untuk mengecap rasa. Dalam kamus yang sama, proses dan perbuatan
mengindera disebut penginderaan yang didefinisikan sebagai usaha untuk
menyidik datangnya ancaman dengan sarana yang canggih dan peka.
Indera penciuman, bersama dengan indera pengecap, dikategorikan
sebagai sistem penginderaan kimia karena substansi sensasinya yang berupa
molekul-molekul kimia (Ciccarelli & Meyer, 2006). Secara biologis, aroma
merupakan kumpulan molekul-molekul kimia yang dihirup oleh hidung manusia
bersamaan dengan proses bernafas manusia yang berlangsung kurang lebih 20.000
kali dalam sehari (Lindstorm, 2005).

Gambar 2.4 Visualisasi manusia yang sedang menghirup aroma lingkungan sekitarnya

Sumber: http://vanillasense.wordpress.com, 03/06/11

Merujuk kembali pada prinsip pemahaman substansi sebagai sensasi


melalui pendekatan ekologi, molekul-molekul kimia yang menyebar di udara
ditangkap oleh hidung melalui reseptor sensorik dan menstimulasi sel syaraf
khusus di hidung. Sel syaraf yang disebut dengan olfactory bulb ini adalah
tambalan kecil yang terletak di bagian atas dalam hidung dan terhubung secara
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


15

langsung ke otak. Manusia kira-kira memiliki 10000 sel reseptor berbentuk


rambut yang akan mengirimkan impuls ke syaraf apabila ada molekul udara yang
masuk (Lancent, 1988). Olfactory bulb terhubung dengan limbic system otak
manusia yang mengatur emosi, ingatan jangka panjang dan perilaku refleks
manusia. Di bawah ini merupakan visualisasi dari cara kerja indera penciuman
manusia:

Gambar 2.5 Anatomi indera penciuman manusia dan komponen reseptor sensoriknya

Sumber: Ciccarelli & Meyer, 2006

Gambar 2.6 Tahapan skematik penciuman manusia

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Walaupun Lawson (2001) menyebutkan bahwa dua pertiga informasi yang


masuk dan dipersepsikan oleh otak manusia adalah yang berasal dari indera
penglihatan, namun sinyal yang ditangkap reseptor indera penciuman memiliki
tempat tersendiri di dalam otak manusia. Tidak seperti sinyal yang ditangkap
indera lainnya, sinyal yang diterima indera penciuman tidak dibawa ke bagian
frontal cortex otak (Burr, 2009). Hal inilah yang mengakibatkan indera
penciuman kurang mampu untuk mengabstraksikan, mengkonsepsikan dan
mengobjektifikasi apa yang diterima, karena ketiga hal tersebut merupakan
kegiatan frontal cortex. Itulah mengapa manusia cenderung lebih emosional dan
impulsif dalam menganggapi stimulan dalam bentuk aroma.
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


16

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


17

2.3.2 Aroma
Aroma dipahami sebagai sesuatu yang terdeteksi oleh indera penciuman.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan arti aroma sebagai (1) bau-bauan
yang harum (yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau akar-akaran); (2) bahan
pewangi makanan atau minuman; (3) bersifat atau mengandung hal tertentu.
Merujuk pada teori ekologi Gibson (1986), aroma merupakan substansi yang
berada dalam medium udara. Dengan memahami definisi-definisi diatas, dapat
disimpulkan bahwa aroma hadir bersamaan dengan adanya elemen-elemen dan
udara yang menempati ruang- ruang yang dialami manusia.
Halim (2005) menyatakan bahwa aroma, bersama dengan suara,
merupakan kualitas ambient (dapat dirasakan namun tidak kasat mata) yang
memunculkan respon-respon emosional dan pesan-pesan motivasional yang
menstimulasi kebutuhan. Aroma merupakan substansi yang tidak kasat mata dan
sulit direpresentasikan secara visual. Saya melakukan sebuah pencarian di Google
Images dengan keyword “scent” untuk mencari representasi visual dari aroma.
Gambar pertama yang muncul pada hasil pencarian adalah gambar di bawah ini:

Gambar 2.7 Representasi visual “scent” yang didapatkan dari Google search engine

Sumber: http://l8.deviantart.com, 20/04/11

Dalam gambar di atas, aroma digambarkan dalam bentuk asap yang


melayang-layang bebas di udara. Karena sifat asap yang kasat mata,
penggambaran aroma dengan asap menjadi cara yang paling mudah untuk
merepresentasikan aroma. Hal serupa dilakukan oleh Barbara & Perliss (2006)
dalam memilih halaman depan buku mereka Invisible Architecture: Experiencing
Places Through the Sense of Smell.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


18

Gambar 2.8 Sampul depan buku Invisible Architecture: Experiencing Places through the
Sense of Smell yang mencoba merepresentasikan isi buku tersebut

Sumber: http://da.velux.com, 13/03/11

Pemahaman yang disampaikan Gibson (1986) didukung oleh Turin


(2005), seorang ahli biofisika yang sudah lama berkecimpung dalam dunia indera
penciuman dan aroma, yang mengatakan bahwa secara sederhana yang manusia
baui adalah beberapa ratus molekul aroma yang melayang di udara dan mengenai
hidung kita. Ia kemudian menambahkan bahwa ratusan molekul-molekul aroma
yang kita deteksi setiap harinya, hanya berasal dari variasi kombinasi lima atom,
yaitu karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen dan sulfur. Turin (2005) menyatakan
bahwa komposisi molekul kimia yang terdiri dari karbon dan oksigen di atas
menciptakan suatu aroma yang ia asosiasikan dengan aroma rumput yang baru
dipotong. Pengurangan atau penambahan satu atau lebih atom terhadap komposisi
di atas akan merubah aroma dan asosiasi dengan aroma rumput tidak lagi berlaku.

Gambar 2.9 Lima atom pembentuk molekul aroma dan contoh molekul yang menghasilkan
aroma rumput segar

Sumber: http://www.ted.com/talks, 13/03/11

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


19

Walaupun aroma dapat dijelaskan dan diuraikan unsur-unsur kimianya,


manusia pada umumnya mengalami kesulitan untuk menginterpretasikan dan
mengekspresikan aroma yang diterimanya. Kesulitan ini biasanya dipecahkan
dengan mengasosiasikan aroma tersebut dengan sebuah objek. Objek asosiasi
tersebut merupakan objek yang terekam di memori masing-masing individu yang
terkait dengan pengalaman dan pengetahuan semasa hidupnya.

2.4 Hubungan Aroma dengan Persepsi Manusia


Sensasi dan persepsi merupakan sebuah kesatuan proses hubungan antara
substansi ruang dengan manusia yang menghuni ruang tersebut. Dua hal tersebut
hampir selalu disandingkan bersama karena keduanya memiliki hubungan kausal
yang tidak dapat dipisahkan.
Lawson (2001) menjelaskan sifat integratif antara sensasi dan persepsi.
Dia mencontohkan pengalaman pribadinya saat sedang mengobservasi sebuah
bangunan dan menemukan bahwa lantai, yang berdasarkan material pada
umumnya memiliki suhu yang rendah, ternyata sangat hangat karena adanya
pemanas lantai. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya ketidaksesuaian antara
persepsi dan sensasi yang diterimanya. Beliau juga menambahkan bahwa
berdasarkan contoh tersebut, persepsi dapat dipahami sebagai sesuatu yang aktif
dan bukan hanya sekedar menjadi hasil akhir dari penerimaan sensasi.
Ciccarelli & Meyer (2006) menjelaskan bahwa persepsi adalah sebuah
metode dimana manusia menerima semua sensasi yang mereka alami setiap saat
dan menginterpretasikannya dengan makna-makna khusus. Pernyataan tersebut
didukung oleh Broadbent yang menyatakan bahwa respon seseorang terhadap
stimulus ditentukan dari hal-hal yang ia alami selama hidupnya dalam sebuah
lingkungan (1973). Hal serupa dinyatakan oleh Kelley dalam Broadbent (1973)
dan Ames & Ittelson dalam Halim (1995) menyebutkan bahwa seorang situasi
masa kini seorang manusia terkonstruksi dari peristiwa dan pengalaman masa lalu
yang berbeda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan tersebutlah yang akan
membedakan ekspektasi yang mempengaruhi makna-makna dalam interpretasi
sensasi.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


20

Peristiwa, pengalaman dan ekspektasi inilah yang menjadi faktor-faktor


timbulnya persepsi yang berbeda antar satu manusia dengan yang lainnya. Stokols
& Altman (1987) mendukung penyataan ini dengan mengatakan bahwa
lingkungan fisik kita memiliki peran yang penting dalam menciptakan arti dalam
hidup kita diluar fungsinya sebagai fasilitator kegiatan sosial manusia. Perbedaan
ini juga dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, budaya, umur, kepribadian,
kelainan psikologis, situasi dan lingkungan yang kemudian menciptakan perilaku
terhadap ruang yang berbeda-berbeda pada manusia (Stokols & Altman, 1987).
Sensasi yang merupakan substansi ruang berperan sebagai informasi yang
ditangkap oleh indera manusia. Informasi tersebut kemudian diproses dan
dimatangkan dalam pikiran manusia menjadi sebuah informasi persepsional.
Appleyard (1973) mengkategorikan informasi persepsional ke dalam 3 kategori,
yaitu:
1. Operational: Informasi yang dibutuhkan seseorang untuk mencapai
tujuannya
2. Responsif: Karakteristik-karakteristik yang berbeda dan sangat
menganggu hingga menimbulkan suatu tidakan tertentu
3. Inferential: Informasi yang membentuk sistem coding untuk
mengenali elemen-elemen yang ada di dunia.

Dijelaskan di atas bahwa pertemuan indera manusia dengan sensasi-sensasi yang


menempati ruang di sekitar kita, menimbulkan adanya persepsi terhadap ruang
dan mempengaruhi manusia dalam mencapai tujuan, bertidak dan mengenali
lingkungannya.
Aroma merupakan salah satu bentuk informasi perseptif. Menurut Barbara
& Perliss (2006) hubungan antara manusia dengan aroma ditentukan oleh tiga hal
berikut ini:

1. Penilaian perseptif terhadap aroma


Penilaian ini dipengaruhi oleh perbedaan selera, karakter dan
ingatan setiap orang terhadap suatu aroma. Maka dari itu, hubungan
setiap orang dengan aroma yang dihirupnya adalah suatu hubungan
unik dan sangat erat dengan pemikiran mengenai persepsi.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


21

2. Durasi aroma
Manusia memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap
rangsangan berupa aroma yang datang berkali-kali atau dialami dalam
waktu yang panjang. Hal inilah yang menyebabkan seseorang dapat
bertahan berada di dalam ruang dengan aroma menganggu karena
seiring memanjangnya durasi berada disana, ia akan beradaptasi dan
tidak lagi menganggap aroma tersebut mengganggu.

3. Konsentrasi aroma
Aroma menyengat dan menganggu yang berasal dari aroma
dengan konsentrasi yang tinggi memiliki kemungkinan untuk menjadi
sebuah aroma yang menyenangkan dalam konsentrasi rendah.

Berdasarkan tiga hal tersebut, dapat dipahami bahwa hubungan aroma dengan
manusia ditentukan lamanya waktu dan kepekatan substansi aroma yang dialami
oleh setiap manusia. Manusia mengalami aroma dengan konsentrasi tertentu,
dalam waktu tertentu dan kemudian menjadi penilai kualitas sebuah aroma sesuai
dengan persepsi masing-masing.

2.5 Kesimpulan
Kaitan antara bidang ilmu arsitektur dengan indera manusia dapat
dipahami dengan mengetahui bagaimana kualitas-kualitas ruang merupakan
sensasi yang dapat merangsang indera manusia. Sebagai contoh, aroma
merupakan sensasi berupa substansi dengan permukaan tidak kasat mata yang
mengisi medium udara. Substansi berupa molekul-molekul kimia aroma ini
memiliki hubungan berbeda-beda dengan setiap manusia. Hubungan tersebut
bergantung pada durasi kontak dan konsentrasi substansi tersebut dengan
manusia. Substansi berperan sebagai sensasi yang merangsang indera dan
kemudian diproses serta dipersepsikan oleh pikiran manusia. Pikiran berupa
persepsi inilah yang kemudian menentukan rasa manusia saat mengalami ruang.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


BAB 3
PEMAHAMAN TERHADAP AROMA SEBAGAI ELEMEN
PEMBENTUK RUANG ARSITEKTUR

Setelah memaparkan kaitan aroma dan arsitektur melalui pemahaman-


pemahaman dasar elemen-elemen pembentuknya, selanjutnya dilakukan studi
literatur untuk mengkaitkan aroma dengan esensi ilmu arsitektur itu sendiri -
terciptanya sebuah ruang. Aroma tidak hanya dilihat sebagai pemanis sebuah
ruangan, namun dapat dipahami sebagai salah satu dari soft structures of
architecture selain cahaya, warna, material, dimensi dan suara yang berperan serta
dalam perwujudan sebuah bentuk ruang (Scuri, 1995).
Peran kuat aroma yang tidak kasat mata dalam arsitektur juga didukung
oleh Lao Tzu yang menyampaikan pemahaman mengenai being (yang ada) dan
non-being (yang tak ada). Ia menganggap bahwa kandungan yang tidak nyata dari
bentuk arsitektur merupakan potensi arsitektur yang sejati (Lao Tzu dalam Van de
Ven, 1991). Pemahaman paling sederhana dari pemikiran Lao Tzu ini adalah
fenomena bahwa ruang yang terkandung di dalamnya adalah lebih haikiki
ketimbang material yang membatasinya. Hal ini didukung dengan pernyataan
Palasmaa (2005) mengenai kekuatan aroma yang tidak kasat mata, “The most
persistent memory of any space is often its smell” (p. 54)
Terkait dengan terbatasnya sumber literatur yang berbicara mengenai
aroma dan arsitektur, saya mencoba untuk mensintesa pembahasan-pembahasan
mengenai dasar-dasar terciptanya ruang – tempat, hubungan arsitektur dengan
sensasi lainnya (visual dan suara), psikologi arsitektur dan psikologi lingkungan
menjadi sebuah kesatuan yang relevan dengan topik aroma dan arsitektur.
Pembahasan meliputi awal mula timbulnya kesadaran terhadap adanya
sebuah ruang karena terjadi pendeteksian aroma hingga pada akhirnya terciptalah
sense of place dan spirit of place dari olfactory space tersebut. Aroma juga
dianggap mampu berbahasa seperti kualitas-kualitas arsitektur lainnya dan
memberikan identitas yang melekat untuk sebuah tempat (Lawson, 2005).
Informasi-informasi perseptif tersebut dianggap dapat membuat manusia
menyadari adanya dimensi-dimensi batas yang kemudian mempengaruhi gerak
dan perilakunya.

22
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


23

3.1 Aroma Menciptakan Spatial Awareness dan Place


Walaupun tidak kasat mata, keberadaan aroma dapat menciptakan sebuah
situasi dimana manusia menyadari adanya sebuah ruang. Kesadaran atau
Awareness, menurut Longman Dictionary of Contemporary English, adalah (1)
Pengetahuan atau pemahaman dari subjek atau situasi tertentu; (2) Kemampuan
untuk menyadari sesuatu melalui indera. Sesuai dengan yang disampaikan oleh
Merleau-Ponty (2007), pengalaman ruang seseorang dimulai dengan adanya objek
berupa sensasi yang memicu munculnya kesadaran. Spatial awareness terhadap
aroma dimulai saat disadari adanya perubahan signifikan informasi saat seseorang
mengalami kontak dengan ambang aroma (Ciccarelli & Meyer, 2006).
Setelah munculnya spatial awareness melalui hadirnya aroma, dapat
terwujudkan adanya sebuah tempat. Dalam buku The Sense of Place, Steele
(1981) mengemukakan adanya dua hal yang mengindikasikan terjadinya sebuah
tempat, yaitu:

1. Sense of Place: Suatu pengalaman tertentu seseorang terhadap suatu


setting. Contohnya seperti perasaan terstimulasi, semangat, senang dan
lain-lain.
2. Spirit of Place: Sebuah kombinasi dari beberapa karakteristik yang
memberikan rasa atau kepribadian kepada suatu lokasi. Contohnya seperti
adanya tempat yang misterius.

Berdasarkan dua hal yang disebutkan oleh Steele tersebut, dapat dipahami
bahwa aroma memenuhi kriteria untuk mewujudkan sebuah tempat. Aroma dapat
menimbulkan perasaan terstimulasi, semangat, senang dan hal emosional lainnya.
Pernyataan ini didukung oleh Palasmaa (2005) yang menyebutkan bahwa ia dapat
merasakan kegembiraan dari menunggang kuda saat ia mencium aroma toko
sepatu yang dibuat dari kulit. Hal ini juga didukung dengan pernyataan
Rasmussen (1992) yang menyebutkan bahwa karakter dan kepribadian ruang yang
tercipta dari material, bentuk, warna dan kualitas perseptif lainnya memiliki
pengaruh-pengaruh tertentu pada pikiran manusia.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


24

Gambar 3.1 Tahapan skematik mengenai kemampuan aroma untuk memberikan


karakter dan rasa pada ruang

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Terciptanya ruang yang menjadi sebuah tempat dapat ditinjau dari faktor
penyebabnya dan bagaimana faktor tersebut muncul. Arsitektur merupakan
sebuah lingkupan ruang dimana manusia dapat melakukan kegiatan. Ruang yang
tercipta oleh aroma memiliki kemampuan untuk mempengaruhi manusia yang
hidup dan berkegiatan di dalamnya. Kemampuan dalam mempengaruhi manusia
juga dipengaruhi oleh faktor munculnya aroma tersebut (Tuan, 1977). Hal ini
kemudian dipertegas oleh Scuri (1995) dimana ia menjelaskan mengenai
perbedaan mendasar lingkungan hidup manusia menjadi lingkungan yang dibuat
(artificial) dan yang alami (natural). Di bawah ini akan dijelaskan perbedaan
antara ruang yang tercipta dari aroma yang hadir secara alami dan buatan.

3.1.2 Hadirnya Aroma dalam Ruang: Naturally & Artificially


Kehadiran aroma dalam ruang dapat dikelompokkan menjadi aroma yang
muncul secara alami dan buatan. Ada beberapa situasi dimana aroma tersebut
muncul dengan sendirinya akibat adanya elemen-elemen dominan yang berada
dalam ruang tersebut, namun juga ada situasi dimana aroma memang sengaja
dimunculkan dengan maksud tertentu. Kesengajaan dan ketidaksengajaan ini
dapat dipahami melalui pengertian mengenai lingkungan alami dan buatan.
Menurut Longman Dictionary of Contemporary English, natural adalah
sesuatu yang sudah ada di alam dan tidak disebabkan, diciptakan atau diatur oleh
manusia. Manusia memiliki bawaan lahir berupa kebutuhan mengalami stimulus
dari alam (Ulrich dalam Stokols & Altman, 1987). Stokols & Altman (1987)
kemudian menambahkan bahwa Ulrich mengklasifikasikan empat peran alam
dalam lingkung kehidupan manusia, yaitu:
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


25

1. Alam sebagai tempat istirahat dan pelipur lara dari ruang kehidupan
manusia yang cenderung terlalu rumit dan ricuh (Stainbrook dalam Stokols
& Altman, 1987)
2. Alam sebagai pembangun pengaturan, kompetensi dan kepercayaan diri
seorang manusia. Hal ini dapat terjadi salah satunya adalah karena sesuatu
yang alami dianggap tidak membahayakan (Lewis dalam Stokols &
Altman, 1987)
3. Alam sebagai simbol kehidupan, keberlanjutan, kemurnian serta misteri
dan spiritualitas
4. Alam dapat menawakan keberagaman untuk manusia yang hidup dalam
kehidupan kota yang cenderung monoton (Watt dalam Stokols & Altman,
1987)

Berdasarkan peran-peran yang berbeda di atas, dapat dipahami bahwa


alam merupakan sesuatu yang cenderung bias dan bersifat therapeutic. Menurut
Stokols & Altman (1987), beberapa budayawan dan sejarahwan menganggap
alam sebagai sumber stimulus yang netral. Tulisan-tulisan mengenai karakter dan
respon terhadap alam, menunjukkan data yang tidak konsisten tergantung pada
budaya dan masa.
Sedangkan dalam sesuatu yang artificial, adanya sebuah situasi atau
kualitas adalah karena ada yang dengan sengaja menciptakannya, dan bukan
karena hal tersebut benar-benar diperlukan. Scuri (1995) menyatakan bahwa
artificial environment merupakan lingkungan yang hampir seluruhnya
direncanakan dan dibangun oleh manusia yang dapat memiliki dampak positif
maupun negatif. Positif dan negatif dalam hal ini contohnya adalah bahwa
manusia dapat merasa dilindungi atau tidak dilindungi tergantung pada konteks
lingkungannya dan persepsi manusia itu sendiri.
Arsitektur sebagai sebuah ruang buatan dapat dianalogikan sebagai
bahasa. Ia memiliki kekuatan untuk menajamkan dan memperluas kesadaran
manusia terhadap sekitarnya. Hal ini dipertegas oleh Tuan (1977) yang
mengatakan bahwa bahasa yang dimiliki ruang buatan memiliki kekuatan yang
jauh lebih besar dalam mempengaruhi pikiran manusia dibandingkan dengan
ruang yang alami. Seseorang dapat dengan lebih baik mengetahui siapa mereka
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


26

dan bagaimana harus berperilaku saat lingkungan tersebut memang dirancang


untuk manusia dibandingkan lingkung alam.
Pemaparan mengenai ruang yang ditinjau melalui asalnya yang alami
maupun buatan, dapat dikaitkan dengan aroma sebagai bagian dari arsitektur.
Perbedaan kekuatan pengaruh aroma terhadap pengalaman spasial manusia
dipengaruhi oleh bagaimana aroma tersebut hadir. Terciptanya spatial awareness
dan tempat yang terjadi dengan aroma yang hadir dua cara berbeda ini dapat
menjadi hal menarik untuk diperhatikan lebih jauh dalam menganalisis aroma
dalam ruang.

3.2 Aroma sebagai Bahasa Ruang


Sebuah karya arsitektur berbicara dan berkomunikasi melalui kualitas-
kualitas ruang yang ada pada dirinya. Sebagai bagian dari kualitas-kualitas
pembentuk ruang arsitektur, aroma memiliki sifat yang dapat mengungkapkan dan
menginstruksikan. Penyataan tersebut diperkuat oleh Lawson (2001) yang
menyampaikan bahwa kita dapat mengekspresikan individualitas dan solidaritas,
nilai dan gaya hidup, kesukaan dan ketidaksukaan melalui ruang. Maka dari itu,
aroma yang ada dalam ruang di sekitar kita sangat berpengaruh kepada indera,
perasaan dan pikiran bawah sadar manusia serta memiliki cara tersendiri untuk
berkomunikasi dengan siapapun yang menghuni dan menggunakannya.
Hall (1966) memperkuat pemikiran mengenai kemampuan aroma dalam
berbahasa dengan menyatakan bahwa aroma merupakan satu dari metode
komunikasi yang paling dini dan mendasar. Walaupun berbagai jenis komunikasi
merupakan fungsi utama dari aroma, ia tidak dipahami sebagai sistem
penyampaian informasi yang populer (Hall, 1966). Hall kemudian menambahkan
bahwa di balik ketidakpopulerannya, bahasa yang disampaikan oleh aroma
merupakan bahasa yang paling cepat diterima oleh manusia secara emosional.
Setiap aroma memiliki bahasa-bahasa tersendiri yang mengkomunikasikan
bagaimana manusia sebagai pengguna ruang harus merasakan, berfikir, bergerak,
bersikap serta menentukan arah serta jarak. Saat sebuah ruang berbahasa dan
berinteraksi melalui aroma dengan penggunanya, disitulah ruang tersebut
memiliki arti bagi sang pengguna. Dalam hal ini, kehadiran aroma dapat merubah

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


27

sebuah space menjadi sebuah place (Tuan, 1977). Dalam waktu bersamaan,
aroma juga menegaskan informasi mengenai karakteristik dan kepribadian
tertentu pada suatu lokasi yang kemudian memberikan rasa-rasa tertentu terhadap
manusia yang berada di lokasi tersebut.

3.3 Aroma sebagai Identitas Ruang


The scent sphere of a candy store makes one think of the innocence and
curiosity of childhood; the dense smell of a shoemaker’s workshop makes
one imagine horses, saddles, and harness straps and the excitement of
riding; the fragrance of a bread shop projects images of health,
sustenance and physical strength, whereas the perfume of a pastry shop
makes one think of bourgeois felicity. Fishing towns are especially
memorable because of the fusion of the smells of the sea and of the land;
the powerful smell of seaweed makes one sense the depth and weight of the
sea, and it turns any prosaic harbor town into the image of the lost
Atlantis. (Pallasmaa, 2005, p. 54)

Potongan paragraf dari buku tulisan Pallasmaa, seorang arsitek dan


professor asal Finlandia di atas, mendeskripsikan bagaimana manusia dan aroma
berinteraksi. Manusia mencium aroma dan kemudian sesuatu yang sulit untuk
direpresentasikan muncul dalam pikiran dan perasaan mereka. Sampai saat ini,
identifikasi sebuah aroma masih dikorelasikan dengan sebuah objek. Melalui
kutipan di atas Pallasmaa (2005) mengekspresikan identitas sebuah ruang melalui
pengasosiasian aromanya dengan kata-kata objek dan sifat. Hal ini tidak hanya
dilakukan olehnya, namun juga oleh seluruh manusia di dunia ini.
Appleyard (1973) menyebutkan informasi inferensial sebagai satu dari tiga
kategori informasi persepsional. Inferensial merupakan informasi yang
membentuk sistem coding untuk mengenali elemen-elemen yang ada di dunia.
Sesuai dengan pernyataan Appleyard tersebut, aroma dapat bekerja dalam dua
cara yaitu menjadi media identifikasi dan identitas. Aroma dapat menjadi media
identifikasi untuk mendefinisikan kualitas ruang, kegiatan dalam ruang, program
ruang bahkan umur dari ruang tersebut. Seringkali, melalui aroma, elemen-elemen
ruang seperti material bangunan, objek yang menempati ruang serta frekuensi
kegiatan manusia didalamnya dapat diperkirakan.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


28

Aroma dapat menjadi identitas ruang yang sangat kuat. Hal ini diperkuat
oleh pernyataan Yi-Fu Tuan di bawah ini:
The modern architectural environment may cater to the eye, but it often
lacks the pungent personality that varied and pleasant odors can give.
Odors lend character to objects and places, making them distinctive,
easier to identify and remember. (Tuan, 1977, p. 11)

Kelebihan sifat aroma yang lebih mudah diingat dan diidentifikasi seperti yang
dikatakan Tuan inilah yang menarik perusahaan-perusahaan untuk mematenkan
aroma sebagai salah satu logo atau signature untuk produk mereka. Dalam hal ini,
arsitektur juga dapat dianggap sebagai produk atau sebagai wadah dimana produk
tersebut berbicara. Penerapan aroma sebagai identitas dalam arsitektur dapat
dilakukan secara buatan dan alami.
Melalui proses penerimaan sensasi dan persepsi, pengetahuan spasial
manusia akan ter-recall kembali dan menimbulkan semacam identifikasi yang
bersifat subjektif. Setiap manusia akan memahami identitas yang berbeda-beda
disebabkan oleh pengalaman dan pengetahuan yang biasanya juga melibatkan
manusia lain (Broadbent, 1973).

3.4 Aroma sebagai Pembentuk Dimensi dan Batas Ruang


Aroma dapat mengisyaratkan adanya lingkupan dimensi ruang yang
mewujudkan suatu batas. Selain itu, keberadaan aroma dapat menyadarkan kita
mengenai adanya indikasi jarak dan ambang kita terhadap suatu objek atau
tempat. Longman Dictionary of Contemporary English, Boundary (batas)
didefinisikan sebagai “the real or imaginary line that marks the edge of a state,
country etc, or the edge of an area of land that belongs to someone”. Tertulis juga
definisi lain yaitu “the point at which one feeling, idea, quality, etc stops and
another starts”.
Kedua definisi di atas memperjelas bahwa sebuah batas itu tidak perlu
harus memiliki suatu bentuk yang kasat mata dan nyata. Definisi yang kedua
sesuai dengan yang disampaikan oleh Ciccarelli & Meyer (2006) mengenai
adanya ambang sensasi. Di suatu ambang dimana aroma mulai terdeteksi,
disitulah ada batas yang telah ditembus dan menjadi indikator bahwa seseorang
telah memasuki ruang yang berbeda.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


29

Yi-Fu Tuan (1979) mengemukakan bahwa kebutuhan minimal dalam


mendefinisikan sebuah ruang adalah dengan menciptakan sebuah batas yang
bersifat material atau konseptual. Hall (1966) mendukung pernyataan Tuan
dengan menyebutkan bahwa adanya dimensi batas yang menciptakan sebuah
teritori merupakan kebutuhan dasar hewan dalam menegaskan eksistensinya
dalam lingkungan. Ia kemudian mengemukakan bahwa dalam dunia hewan,
aroma dapat membantu mengetahui lokasi makanan, menemukan kelompoknya
dan menandai teritorinya. Aroma juga dapat mendeteksi keberadaan dan jarak
dengan musuh dan dapat juga digunakan untuk membela diri seperti yang dimiliki
oleh sigung.

Gambar 3.2 Sigung dapat menciptakan batas maya defensif dengan mengeluarkan
aroma tidak sedap terhadap lawannya

Sumber: Ilustrasi pribadi dan http://www.globalanimal.org/, 21/05/11


(telah diolah kembali)

Pembelaan diri sigung ini menciptakan suatu batas-batas maya defensif dalam
bentuk aroma. Musuh yang menciumnya dari jarak tertentu akan memilih untuk
menjauh. Disini sigung dapat dilihat seakan-akan memperluas teritori dirinya
dengan membuat batas yang jangkauannya lebih luas dibandingkan batas
tubuhnya sendiri.
Pendefinisian mengenai batas sangat terkait dengan terciptanya teritori.
Menurut Altman, teritori adalah ruang dimana seseorang, sebagai individu, atau
sebagai bagian dari kelompok yang hidup bersama, mengakui kepemilikan dan
akan mempertahankannya (1975). Teritori dianggap sebagai sesuatu yang tidak
mutlak harus dibatasi material fisik, sehingga masalah yang muncul kemudian
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


30

adalah bagaimana kepemilikan ataupun penggunaan seseorang terhadap suatu


ruang ditentukan. Masalah tersebut menyebabkan manusia melakukan upaya-
upaya tertentu dalam memperjelas dan melindungi teritorinya (Newmark &
Thompson, 1977).
Aroma sebagai sebuah substansi yang berada dalam sebuah medium
memiliki jarak jangkauan yang terbatas. Jarak jangkauan ini dapat diilustrasikan
dalam bentuk bubble dimensi. Pada persinggungan akhir bubble jangkauan aroma
tersebut, disanalah tercipta sebuah batas yang tidak kasat mata. Di bawah ini
adalah gambar analisis perwujudan batas dan teritori dari aroma:

Gambar 3.3 Ilustrasi perwujudan bubble batas aroma


(a) Denah, (b) Tampak, (c) Perspektif

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Newmark & Thompson (1977) kemudian menambahkan menambahkan


bahwa dalam teritori publik, dapat ditemui beragam jenis kegiatan, individu dan
suasana yang dapat bersinggungan dengan teritori milik orang lain. Dimensi
berbatas yang terbentuk karena adanya substansi-subtansi aroma juga dapat
mengalami persinggungan dengan dimensi batas aroma lainnya. Sebuah ruang
yang diokupasi oleh substansi aroma yang tematik cenderung memiliki sebuah
tujuan untuk menegaskan eksistensinya. Aroma ini kemudian dapat menjadi
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


31

media propaganda yang ditujukan untuk mempengaruhi gerak dan perilaku


manusia. Sebagai dimensi yang tidak kasat mata, lebih mudah bagi aroma untuk
menginvasi batas ruang lain disekitarnya.

3.5 Aroma sebagai Pembentuk Gerak dan Perilaku Manusia dalam


Ruang
Informasi yang diterima melalui media aroma mempengaruhi bagaimana
manusia berfikir dan kemudian bertindak dalam bentuk gerakan. Diketahui bahwa
sensasi hadir dengan “motor accompaniment” yang memicu pergerakan manusia
(Merleau-Ponty, 2007). Respon gerak terhadap adanya penerimaan rangsangan
adalah salah satu hal paling mendasar yang dialami makhluk hidup. Bukan hanya
pada manusia dan hewan, tumbuhan juga dapat melakukan pergerakan sebagai
bentuk respon rangsangan. Aroma merupakan salah satu kualitas yang dapat
memicu pergerakan dan perilaku manusia.
Lawson (2001) mengemukakan bahwa manusia bergantung pada ruang
untuk menciptakan tempat yang sesuai dengan perilaku tertentu. Broadbent
menyebutkan bahwa ada arsitek yang dikategorikan menjadi behaviourist
architect (1973) yang merancang bangunan untuk memaksa manusia untuk hidup
dengan cara-cara tertentu yang ia ditentukan. Namun yang sering ditemui adalah
seorang arsitek memaksa manusia untuk berperilaku dengan memberikan
permainan kualitas-kualitas ruang yang bersifat visual.
Stokols & Altman (1987) menyebutkan bahwa perilaku manusia dalam
ruang dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin, budaya dan sub-budaya,
kepribadian dan kelainan psikologis serta pengaruh situasi dan lingkungannya.
Hal-hal tersebut mempengaruhi persepsi setiap individu dalam memproses
informasi dan kemudian mempengaruhi bagaimana tiap individu merespon
informasi tersebut dengan gerakan dan perilaku.
Dari banyak bahasa yang disampaikan oleh aroma, ada satu tinjauan
bahasa yang difokuskan dalam penulisan skripsi ini. Aroma memiliki dua jenis
instruksi yang berbeda. Contohnya aroma rokok cenderung memiliki bahasa yang
menginstruksikan beberapa orang untuk menjauh dan aroma wewangian
pendukung suasana ruang cenderung akan menginstruksikan manusia untuk

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


32

mendekat dan berkumpul. Menjauh dan mendekat merupakan sebuah perilaku


yang perseptif dan berbeda-beda sesuai dengan masing-masing individu. Gerak
dan perilaku menjauh-menyebar dan mendekat-berkumpul dapat terjadi dalam
kasus apapun yang melibatkan antara manusia dengan sebuah stimulan. Di bawah
ini dijelaskan perbedaan aroma yang memiliki faktor penarik masuk dan
pendorong keluar serta kaitannya dengan ruang yang tercipta.

3.5.1 Pull-in & Push-out


Dalam keseharian manusia, seringkali aroma dibedakan menjadi wangi
dan bau. Wangi dikorelasikan dengan aroma yang menyenangkan dan
mendukung, dan sebaliknya bau dihubungkan dengan aroma yang tidak
menyenangkan bahkan menganggu. Hampir dapat dipastikan bahwa aroma yang
menyenangkan akan cenderung menarik manusia dan hal sebaliknya akan terjadi
pada aroma yang tidak menyenangkan. Untuk memudahkan pemahaman dan
penulisan, akan digunakan terminologi dalam bahasa inggris untuk menyebutkan
dua kegiatan ini yaitu: Pull-in dan push-out. Istilah ini dipilih karena ada
kombinasi antara gerak dan ruang yang dapat langsung dipahami. Pull-push
merupakan kata kerja dan in-out mendefinisikan batas dan posisi seseorang dalam
ruang: di dalam atau di luar.
Salah satu definisi pull-in yang tertulis dalam Longman Dictionary of
Contemporary English adalah aksi publisitas yang menarik keramaian. Ditinjau
dari penyusunan frasenya, pull-in tersusun dari kata pull dan in. Dalam kamus
yang sama, pull diartikan sebagai gerakan mendekati, mengikuti, menarik,
mempengaruhi dan berbagai definisi in yang tertulis dalam kamus tersebut dapat
dipahami singkat sebagai posisi berada di dalam sesuatu. Mengacu pada dua
definisi kata tersebut, frase pull-in merupakan gerakan menarik masuk ke dalam
sesuatu.
Sebaliknya, definisi push terkait dengan gerakan mendorong, menekan,
memaksa, persuasi dan dari berbagai definisi mengenai out dapat disimpulkan
bahwa maknanya terkait dengan luar, menuju keluar, berasal dari dalam, gerakan
menjauh dan tidak dianggap ada di dalam suatu situasi. Dari dua definisi kata
tersebut, push-out dapat diartikan sebagai gerakan yang mendorong sesuatu untuk

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


33

keluar menjauh dari suatu batas. Fenomena penarikan masuk dan pendorongan
keluar ini dapat digambarkan dalam skema di bawah ini:

Gambar 3.4 Reaksi push-out (panah hijau) dan pull-in (panah biru)
terhadap sebuah lingkupan ruang

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Isyarat dan instruksi untuk mendekat dan menjauh ini disampaikan oleh
aroma melalui substansi berupa molekul-molekul kimia yang berada dalam udara.
Setelah memahami mengenai pull-in dan push-out yang merupakan faktor yang
melekat pada sebuah objek, saatnya melihat pembentukan ruang yang terjadi.
Adanya suatu penarik dapat menyebabkan adanya sekumpulan massa yang padat
dan sebaliknya apabila ada sesuatu yang mendorong keluar, massa akan
cenderung menyebar. Perkumpulan dan penyebaran ini dapat dianalisa secara
spasial dalam gambar di bawah ini:

Gambar 3.5 (a) Perkumpulan objek yang mewujudkan ruang yang lebih terdefinisi,
(b) Penyebaran objek yang membiaskan perwujudan ruang

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


34

Rasio yang mendefinisikan sebuah kepadatan adalah jumlah manusia


dibandingkan dengan ruang yang melingkupinya (Stokols & Altman, 1987).
Mengacu pada pernyataan tersebut, secara sederhana respon terhadap push-out
factor bekerja sebaliknya. Jarak antar satu individu dan lainnya menjauh, dan
tidak ada lingkupan ruang yang terdefinisi.

3.6 Kesimpulan
Kehadiran aroma dalam ruang dapat dikaitkan dengan aspek-aspek spasial
ilmu arsitektur dasar. Berdasarkan sumber-sumber literatur ilmu arsitektur dasar,
saya menyimpulkan topik-topik spasial yang mendukung pemahaman mengenai
kaitan aroma dengan arsitektur dalam lima topik utama.
Aroma dapat mendefinisikan space dan memperkuat sense of place
seseorang terhadap suatu ruang. Hal tersebut terjadi karena aroma mampu
menyampaikan pesan dan berbicara sebagai bahasa yang merepresentasikan
kualitas ruang. Karakter dan kepribadian yang tercipta juga dapat mendefinisikan
spirit of place.
Bahasa yang konstan disampaikan dalam ruang lambat laun menjadi
sebuah identitas bagi ruang tersebut. Identitas yang tercipta karena hadirnya
aroma ini disimpan dalam pikiran manusia dan diasosiasikan dengan pengalaman
serta pengetahuan setiap individu. Ingatan mengenai identitas aroma tertentu
dapat menjadi media identifikasi seorang manusia terhadap keadaan ruang di
sekelilingnya.
Kesadaran manusia terhadap aroma dapat menciptakan sebuah dimensi
maya ruang. Dimensi-dimensi ini kemudian menjadi batas ruang yang dapat
menentukan inside – outside. Kesadaran mengenai adanya dimensi batas ini
dimulai dari terdeteksinya sebuah ambang aroma yang ada dalam sebuah ruang.
Selain mewujudkan batas maya, aroma memiliki kekuatan untuk
menciptakan ambience dan mempengaruhi mood yang juga dapat mengatur gerak
tubuh dan perilaku pengguna ruang. Aroma dapat membuat manusia berkumpul
dan mendekat ke suatu ruang atau membuat manusia menyebar dan menghindari
ruang tersebut.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


35

Beberapa aspek yang disebutkan di atas bukan merupakan tahapan yang


mutlak dalam prosesnya. Pengalaman aroma dapat terjadi dengan siklus yang
berbeda-beda (awareness-bahasa-identitas-batas-gerak, awareness-bahasa-gerak,
dst). Aspek-aspek spasial di atas dijadikan dasar untuk menganalisa pengalaman
ruang-ruang arsitektur melalui kualitas aromanya. Aspek-aspek tersebut
diharapkan dapat mendukung pemahaman peran-peran aroma dalam mewujudkan
suatu ruang dan pengetahuan mengenai kaitan aroma dengan arsitektur.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


BAB 4
MENGALAMI AROMA DALAM RUANG ARSITEKTUR

4.1 Keberadaan Aroma dalam Ruang Sehari-hari


Kesadaran manusia terhadap keberadaan dan peran aroma dalam ruang-
ruang arsitektur yang mereka tempati setiap harinya sudah tumbuh sejak lama.
Buku Invisible Architecture: Experiencing Places through the Sense of Smell
(2006), Barbara & Perliss bersama dengan belasan kontributor yang memiliki
latar belakang arsitektur, desain dan dunia parfum, banyak menuliskan fakta-fakta
yang membuktikan bahwa ternyata sudah cukup banyak pemikiran dan
implementasi mengenai aroma sebagai kualitas ruang yang diperhitungkan. Fakta-
fakta tersebut memicu ketertarikan saya untuk mengalami dan merasakan ruang
melalui aromanya.
Salah satu kontributor dalam buku tersebut menyebutkan bahwa dahulu
kala di Istanbul, seorang Raja Muslim menambahkan cairan wewangian dari
binatang asli ke dalam campuran semen yang digunakan pada dinding masjid
yang didirikannya (Roucel dalam Barbara & Perliss, 2006). Usaha tersebut
dilakukan agar bangunan masjid tersebut senantiasa mengeluarkan aroma yang
wangi untuk mendukung ambience ruang ibadah itu sendiri. Usaha sejenis dapat
ditemui pada masa modern ini dimana pewangi ruangan merupakan elemen ruang
penghasil aroma yang paling sering ditemui.

Gambar 4.1 Jenis-jenis pewangi ruangan yang umum ditemui

Sumber: Google images “air freshener”, 17/03/11

Pewangi ruangan memiliki berbagai bentuk kemasan dan substansi. Secara


umum, elemen ini dimanfaatkan untuk menciptakan sebuah suasana ruang yang

36
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


37

menyenangkan atau hanya sekedar untuk menghilangkan aroma yang tidak


diinginkan. Pewangi-pewangi ruangan seperti di atas seringkali digunakan pada
ruang-ruang tertutup dimana tidak terjadi pergantian udara.
Contoh lainnya adalah yang berasal aroma dari asap rokok. Pada abad ke-
19, asap rokok menegaskan adanya sebuah batas antara ruang bagi pria dan wanita
pada rumah tangga kaum borjuis Eropa. Pada masa itu, hampir seluruh perokok
adalah pria dan hal itu menimbulkan simbolisasi maskulin pada ruang-ruang
dimana kegiatan merokok tersebut dilakukan. Konon, hal ini terkait nilai
misoginis (pembenci wanita) yang dimiliki oleh budaya borjuis masa itu.

Gambar 4.2 Contoh pembagian ruang bebas rokok dengan yang tidak

Sumber: Google images “smoking area”, 17/03/11

Sampai saat ini, pemisahan dan pemberian batas antara area bebas rokok
dan area merokok masih berlaku. Pertimbangan kenyamanan dan kesehatan
pengguna menjadi dasar diberlakukannya pemisahan tersebut. Pemisahan yang
seringkali ditemui di hampir seluruh bangunan-bangunan publik dan komersial ini
terkait dengan kehadiran aroma dalam ruang terbuka dan tertutup. Dalam
beberapa kasus, area merokok ditempatkan pada ruang terbuka agar terjadi
pergantian udara yang diharapkan membawa aroma rokok pergi.
Arsitek-arsitek kontemporer juga memiliki perhatian terhadap keberadaan
aroma. Palasmaa (2005) menyebutkan Peter Zumthor, Glenn Murcutt, Steven
Holl, Frank Lloyd Wright dan Alvar Aalto sebagai arsitek kontemporer yang
memperhatikan pengalaman multi-indera. Sebagai contoh, Palasmaa
mendeskripsikan arsitektur karya Frank Lloyd Wright sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


38

The live encounter with Frank Lloyd Wright’s Falling Water weaves the
surrounding forest, the volumes, surfaces, textures and colors of the house
and even the smells of the forest and the sounds of the river, into a
uniquely full experience. (Palasmaa, 2005, p. 71)

Pengalaman-pengalaman dalam ruang beraroma seperti di atas lah yang


ingin saya alami dan rasakan sendiri. Seperti orang-orang lainnya, seringkali saya
hanya mengedepankan apa yang saya lihat dengan mata dalam mengalami sebuah
ruang. Kali ini, indera penciuman akan dijadikan media utama untuk merasakan
kehadiran kualitas-kualitas ruang dalam arsitektur. Pendekatan mengalami aroma
dalam ruang ini dilakukan oleh saya sendiri untuk melengkapi keseluruhan data
dan mendukung sintesa hasil studi literatur yang telah dituliskan dalam bab
sebelumnya. Saya ingin melihat apakah kaitan aroma dan arsitektur yang telah
dirumuskan dari studi literatur dan diskusi benar-benar terjadi sedemikian rupa
pada situasi nyata.

4.2 Pendekatan dalam Mengalami Ruang Melalui Aroma


Untuk mendapatkan data yang relevan dengan pembahasan mengenai
aroma dan arsitektur dalam bab-bab sebelumnya, dibutuhkan sebuah pendekatan
yang mampu mencakup seluruh aspek-aspek spasial yang telah dibahas
sebelumnya. Saya memilih untuk menggunakan kombinasi pengalaman langsung
secara fenomenologi, pengamatan ruang dan pengamatan terhadap pengalaman
satu atau dua responden, yang dipilih sesuai dengan karakter tempat yang
dianalisa.
Pengamatan dengan bantuan responden mengacu pada aspek persepsi yang
berpengaruh besar dalam pengalaman ruang manusia terhadap aroma. Responden
diminta untuk mengidentifikasi dan melacak keberadaan sebuah ruang melalui
aromanya. Pengidentifikasian dan pelacakan aroma ini dilakukan secara
fenomenologi. Kedua responden diminta mengalami ruang seperti apa adanya.
Pendekatan fenomenologi mengesampingkan aspek-aspek objektifitas maupun
subjektifitas sehingga manusia lebih peka terhadap sesuatu sebagaimana yang
dialami secara langsung, murni dan apa adanya.
Tempat-tempat yang dipilih memiliki perbedaan dalam hal proses
pembentukan, elemen-elemen pembentuk dan pengaruh yang ditimbulkan, baik

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


39

dalam konteks fisik bangunan maupun aroma. Kehadiran aroma pada masing-
masing tempat juga memiliki peran-peran yang berbeda – mengacu pada sintesa
aroma dalam arsitektur (terciptanya ruang dan tempat, bahasa, identitas, batas dan
gerak).
Aspek pembahasan dan pendekatan dalam mengalami ruang akan
disesuaikan dengan tempat yang dibahas. Tiga topik besar yang dipantau dan
dibahas adalah: (1) aroma dalam lingkungan alam melalui pendekatan
pengalaman pribadi secara fenomenologi, (2) aroma dalam ruang kontemplasi
melalui pendekatan pengalaman pribadi secara fenomenologi dan (3) aroma dalam
ruang kegiatan komersial melalui perbandingan pengalaman dua responden.

4.3 Aroma dalam Lingkungan Alam


Apabila diperhatikan, seluruh aroma yang kita hirup sehari-hari
merupakan aroma yang berasal dari elemen-elemen organik alam. Sebagai contoh,
wewangian ruangan mengambil aroma bunga dan buah, aroma rokok berasal dari
tembakau yang dibakar dan aroma sampah yang menganggu kita berasal dari
dekomposisi oleh bakteri. Maka dari itu, memahami mengenai aroma yang berasal
dari alam merupakan hal yang penting dan paling mendasar dari pemahaman
aroma dan arsitektur.

4.3.1 Goa Gajah: Lingkung Alam dan Aromanya


Untuk mengetahui aroma ruang yang dikategorikan alami, saya mencoba
mengalami ruang yang masuk kategori ruang yang terbentuk secara alami
sepenuhnya. Dalam konteks ini aroma yang ada haruslah berasal dari aspek-aspek
keruangan yang tercipta karena proses alamiah yang berjalan seiring waktu. Maka
dari itu, ruang alami yang dilihat adalah sebuah ruang yang benar-benar terbentuk
karena siklus alamiah dan terdiri dari material-material alami. Ruang yang dipilih
untuk merasakan kehadiran aroma alami adalah sebuah goa.
Mengacu pada definisi yang dituliskan oleh Kamus Besar Bahasa
Indonesia, goa adalah sebuah bentuk naungan berlubang yang terlindung dari
iklim, tertutup cahaya dan merupakan tempat berlindung sekaligus tempat tinggal.
Seiring berkembangnya zaman, manusia lebih memilih untuk membangun sebuah

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


40

tempat tinggal yang didasari pada kebutuhan masing-masing dan hal tersebut
menyebabkan goa mengalami sebuah pergeseran makna dan fungsi. Pada zaman
moderen ini, goa hanya menjadi tempat bagi kegiatan-kegiatan tertentu yang
berhubungan dengan spiritualitas.
Goa yang dipilih dan diamati adalah Goa Gajah. Goa Gajah terletak di
Desa Bedulu, Kecamatan Blah Batuh, Gianyar, Bali. Nama Goa Gajah berasal
dari kata Lwa Gajah yang artinya sungai gajah atau air gajah yang tertulis dalam
kitab Negarakertagama tulisan Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi.
Kononnya, goa ini digunakan untuk belajar dan bertapa pada zaman Raja
Udayana. Di sekitar kawasan Goa Gajah ini terdapat pura dan tempat pemandian.
Goa ini seluruhnya terbuat dari batu. Bagian muka Goa ini dihiasi oleh ornamen
ukiran-ukiran khas Bali yang juga terbuat dari batu yang berlumut.
Untuk menuju goa, saya harus menuruni tangga terlebih dahulu. Setelah
sampai ke anak tangga paling bawah, di depan saya terdapat sebuah bangunan
semacam pendopo yang cukup luas. Di bagian kiri ada barisan-barisan tumpukan
batu-batu berlumut dan di depannya terdapat dua kolam pemandian besar yang
dipenuhi ikan. Di samping kolam pemandian inilah lokasi mulut goa gajah.
Suasana yang kental dengan budaya, agama dan mistis terasa sangat kuat.

Gambar 4.3 Foto suasana (kiri) dan posisi terhadap layout denah (kanan) saat berada di
depan pintu masuk menuju Goa Gajah

Sumber: Dokumentasi & ilustrasi pribadi, 2011

Perjalanan memasuki Goa ini dimulai melalui ruang sempit berbentuk


lorong sampai ke bagian ujung ruang yang melebar. Saat masih berada persis di
depan mulut goa, aroma yang tercium adalah aroma yang cenderung netral. Ada

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


41

sedikit tercium aroma hujan yang lembab bercampur dengan aroma amis bersasal
dari air kolam pemandian yang berisi ikan-ikan koi besar. Cuaca saat itu cukup
cerah walaupun tergolong lembab karena hujan baru saja berhenti. Untuk
memasuki ruang di dalam gua ini saya melewati sebuah lubang setinggi manusia
yang memiliki lebar kurang lebih 80 cm dan hanya muat satu orang saja.

Gambar 4.4 Foto suasana (kanan) dan posisi dalam layout denah (kiri)
saat memasuki mulut goa

Sumber: Dokumentasi & ilustrasi pribadi, 2011

Setelah melewati lubang tersebut, saya dihadapkan pada suatu lorong


pendek yang lebih luas dan memiliki lebar kira-kira dua meter. Lorong ini
memiliki sumbu lurus dengan permukaan pijakan yang sedikit menanjak. Saat
berada di lorong ini, rasa lembab dan dingin menusuk kulit. Aroma yang
terdeteksi oleh indera penciuman saya tidak jauh berbeda dari saat saya masih
berada di luar. Perbedaannya hanyalah substansi aroma yang masuk ke hidung
saya lebih dingin dan pekat.

Gambar 4.5 Foto suasana (kiri) dan posisi dalam layout denah (kanan) sesaat setelah
melewati mulut goa

Sumber: Dokumentasi & ilustrasi pribadi, 2011


Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


42

Aroma yang tercium masih cenderung netral dengan sentilan aroma batu
berlumut dan aroma khas ruang kosong. Perasaan yang timbul karena aroma
tersebut juga tidak terlalu signifikan dan hanya terasa sebagai latar karena aroma
semacam ini sering hadir dalam keseharian saya. Perasaan yang lebih terasa
adalah perasaan takut yang ditimbulkan oleh kualitas ruang yang gelap dan
dingin. Selain itu, pengaruh sugesti mengenai adanya makhluk halus yang berada
di dalam goa ini membuat saya sulit untuk mengatur intensi dan atensi saya dalam
mengalami ruang ini.
Setelah berjalan kira-kira dua meter, saya memasuki area lorong yang
lebih sempit. Bagian lorong ini hanya bisa dilewati satu orang dalam satu waktu
dan di kanan dan kirinya terdapat sebuah niche setinggi kira-kira 80 cm dari
tanah. Konon, niche tersebut merupakan ruang-ruang untuk bertapa. Saat sampai
ke bagian yang lebih sempit ini, aroma batu berlumut semakin kuat ditambah
dengan aroma dupa yang diletakkan pada ujung gua ini. Dupa tersebut dapat
terlihat jelas karena berada persis di dalam niche yang terletak di ujung sumbu
lurus jalur masuk goa ini.

Gambar 4.6 Foto suasana (kiri) dan posisi dalam layout denah (kanan)
saat memasuki area tengah goa

Sumber: Dokumentasi & ilustrasi pribadi, 2011

Setelah melewati lorong sempit ini, akhirnya saya sampai kepada bagian
utama dari goa ini. Bagian ini bentuknya melebar ke samping dan ini adalah satu-
satunya bagian goa yang memiliki lampu sebagai pencahayaan. Pada area ini
terdapat tiga niche untuk bertapa. Di ketiga niche tersebut terletak berisi sesajen
persembahan yang ternyata merupakan sumber aroma dupa dalam goa.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


43

Gambar 4.7 Sketsa suasana (kiri) dan posisi dalam layout denah (kanan)
saat berada pada bagian terdalam goa

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Terkait dengan letaknya yang paling tertutup dan paling jauh dari sumber
udara bebas, aroma di bagian terdalam goa adalah yang paling signifikan. Pada
bagian ini tidak ada bukaan, selain mulut goa, yang dapat mengakibatkan
pergantian udara. Selain aroma dupa yang samar-samar, tercium juga aroma yang
sering saya temui di rumah-rumah kosong yang tidak berpengguna. Pada gambar
di bawah ini, ditunjukkan representasi kepekatan aroma dengan perbedaan
kepekatan warna yang ada di setiap bagian ruang.

Gambar 4.8 Layout denah skematik pengalaman aroma dalam Goa Gajah

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Sensasi yang muncul selama dalam goa didominasi oleh perasaan takut
yang akhirnya mempengaruhi gerak saya untuk menjauh dan berbalik keluar dari
goa. Keputusan saya untuk bergerak menjauh dan keluar dari goa ini tidak
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


44

sepenuhnya dipengaruhi oleh aroma semata, namun merupakan hasil dari


kombinasi sensasi visual kegelapan, rendahnya temperatur ruangan, pekatnya
substansi dalam udara dan kesunyian. Selain perasaan takut yang muncul karena
karakter pribadi saya yang penakut, kadar oksigen yang ada di dalam ruang goa
juga tidak memadai. Runutan pengalaman ruang saya di Goa Gajah yang
dikaitkan dengan aspek spasial dapat digambarkan dengan skema di bawah ini:

Gambar 4.9 Tahapan skematik terjadinya respon terhadap aroma pada Goa Gajah

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Goa ini menjadi sebuah contoh bahwa tempat-tempat alami memiliki


aroma-aroma yang tercipta karena proses alamiah yang terjadi seiring waktu.
Berdasarkan pengalaman di Goa Gajah, saya menyimpulkan bahwa aroma-aroma
alami yang timbul tanpa campur tangan manusia merupakan aroma yang sifatnya
netral dan tidak terlalu memiliki pengaruh signifikan bagi manusia yang
menggunakan ruang tersebut.

Gambar 4.10 Batu-batu berlumut yang menjadi salah satu


sumber aroma paling dominan

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011

Pengaruh aroma pada goa ini setara dan bahkan dapat dikatakan cenderung
lebih lemah dibandingkan dengan pengaruh sensasi lainnya seperti visual dan
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


45

pendengaran. Kesimpulan ini didukung oleh Stokols & Altman (1987) yang
mengemukakan bahwa beberapa budayawan dan sejarahwan menganggap alam
sebagai sumber stimulus yang netral. Dalam hal ini, stimulus yang berupa
molekul-molekul kimia aroma bersifat netral dan dapat dianggap tidak
menimbulkan efek push-out atau pull-in terhadap manusia sebagai pengguna
ruang.

4.3.2 Menghadirkan Aroma Alam pada Lingkung Bangun


Dewasa ini, banyak dilakukan usaha dalam menghadirkan suasana alam
pada ruang kegiatan manusia sehari-hari. Suasana alam ini dihadirkan dengan
merekonstruksi sensasi-senasi yang dimiliki oleh alam melalui visualisasi,
material, suara dan juga aroma. Suasana alam biasanya dihadirkan dengan tujuan
pencitraan atau hanya sekedar untuk memenuhi kerinduan masyarakat urban
terhadap alam.
Salah satu cara untuk menghadirkan kembali aroma alam dalam lingkung
bangun dilakukan dalam perancangan aroma interior ruang. Burr (2007)
menceritakan mengenai pengalamannya merancang aroma interior hotel Park
Hyatt di Chicago, Amerika Serikat. Burr kemudian menciptakan sebuah aroma
ruang berdasarkan aroma pohon lada hitam yang ia menganggap aroma tersebut
cocok untuk merepresentasikan kualitas ruang arsitektur hotel tersebut.
Representasi kualitas ruang melalui aroma digambarkan melalui penggabungan
foto suasana ruang dengan gambar sumber aroma yang ditumpuk seperti dibawah
ini:

Gambar 4.11 Penggambaran suasana aroma ruang pada Hotel Park Hyatt Chicago

Sumber: http://www.bestourism.com/, http://commons.wikimedia.org/, 02/04/11


(Telah diolah kembali)
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


46

Burr (2009) mengekspresikan harmoni antara aroma yang bersumber dari


alam dan arsitektur hotel tersebut melalui sebuah kalimat yaitu, “Incredibly clear,
crystalline, beautiful, pure scent that reflects perfectly the Neo-Modernist visual
design of the Park Hyatt Chicago, which is a very nice hotel”. Burr menyatakan
bahwa kualitas ruang sebuah hotel dengan gaya arsitektur neo-modern dapat
direpresentasikan dengan karakter aroma biji lada hitam yang merupakan elemen
alam.
Contoh lain adalah Fujiya Hotel di Jepang, salah satu klien dari @Aroma,
sebuah perusahaan yang menamakan dirinya aroma space designers. Fujiya Hotel
di Miyanoshita, Hakone menggunakan jasa @Aroma untuk merancangkan sebuah
scent logo yang diberikan pada ruang-ruang hotel tersebut. Scent logo Fujiya
Hotel menggunakan aroma pohon cemara dan cedar Jepang yang diharapkan
dapat merepresentasikan nilai-nilai kekayaan sejarah dan tradisi yang dimiliki
oleh hotel yang telah berdiri sejak tahun 1878 ini.

Gambar 4.12 Penggambaran suasana aroma kamar hotel Fujiya

Sumber: http://www.fujiyahotel.jp/english/, http://www.cypress.jp, 02/04/11


(Telah diolah kembali)

Klien lainnya adalah toko The North Face yang menjual produk pakaian
dan peralatan kegiatan outdoor. Aroma yang ingin ditonjolkan adalah aroma kayu
dan pohon agar atmosfir kegiatan luar ruangan yang ditawarkan oleh produk ini
makin kuat. Keberadaan aroma didukung dengan penggunaan material bangunan
berupa kayu dan material alami lainnya.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


47

Gambar 4.13 Penggambaran suasana aroma ruang dalam toko The North Face

Sumber:http://www.at-aroma.com, http://linakeren.wordpress.com, 02/04/11


(Telah diolah kembali)

Selain penggunaan aroma dalam ruang yang memiliki fungsi komersial,


Swiss Pavilion pada Hannover Expo tahun 2010 memberikan suatu atmosfir ruang
dengan tujuan menempatkan pengunjung seakan-akan sedang mendaki gunung,
dengan tujuan memperkuat ikon negara Swiss. Barbara & Perliss (2006)
mengakui kepiawaian sang arsitek, Peter Zumthor dalam mengaplikasikan sensasi
pada arsitektur rancangannya untuk merangsang indera manusia, khususnya
indera penciuman. Bangunan pavilion ini seluruhnya terbuat dari kayu yang kaya
akan kandungan getah dan damar. Keduanya melepaskan aroma khas yang kuat
ke dalam ruang pameran ini.

Gambar 4.14 Penggambaran suasana aroma ruang Swiss Pavilion

Sumber: http://www.kjefta.org, http://www.myswitzerland.com, 05/04/11


(Telah diolah kembali)

Pengunjung dikondisikan seperti terlindungi di tengah-tengah hutan kayu alami.


Disini sensasi aroma tidak berdiri sendiri. Arsiteknya, Peter Zumthor memasukan
juga elemen cahaya, temperatur dan suara. Namun, keberadaan aroma alam ini

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


48

menjadi kualitas ruang yang sangat kuat dan memberikan sebuah efek emosional
yang menenangkan bagi siapapun yang mengalami ruang tersebut.

4.4 Aroma dalam Ruang Kontemplasi


Rekonstruksi suasana alam melalui penghadiran kembali elemen-elemen
dengan aroma alam pada ruang sehari-hari seringkali dilakukan untuk
menciptakan ruang dengan fungsi kontemplatif. Aroma alam ini dihadirkan
melalui elemen yang dikenal dengan dupa atau incense. Dupa diperkenalkan ke
Jepang oleh para biarawan agama Buddha pada abad ke-6. Jepang yang sangat
mengapresiasi budaya dan seni, kemudian mengadaptasi penggunaan dupa ini
yang awalnya menjadi ritual pensucian agama Buddha (Barbara & Perliss, 2006).
Jenis aroma dupa yang paling sering ditemui adalah Sandalwood atau kayu
cendana. Penggunaan aroma kayu cendana untuk dupa diawali dengan
penggunaan jenis kayu ini untuk keperluan arsitektural, misalnya untuk pintu.
Selain memiliki aroma yang wangi, kayu cendana dikenal anti rayap dan
merupakan bakterisida alami (Barbara & Perliss, 2006).
Dewasa ini, dupa yang dibakar adalah elemen penghasil aroma yang
dimanfaatkan secara signifikan dalam program-program ruang tertentu. Ada
ruang yang menghadirkan aroma hasil pembakaran dupa dengan sengaja untuk
membangun suasana yang diinginkan. Ada pula ruang yang memiliki aroma
serupa dikarenakan tingginya intensitas pemakaian dupa dalam kegiatan
utamanya.
Berbeda dengan hanya sekedar wewangian, dupa identik dengan agama
dan budaya. Aroma dupa kemudian diasosiasikan dan menjadi identitas bagi
ruang-ruang seperti tempat ibadah, situs-situs budaya dan tempat pencarian
ketenangan seperti spa tradisional. Arti kontemplasi sendiri menurut Kamus
Bahasa Indonesia adalah renungan dengan kebulatan pikiran atau perhatian penuh,
yang merupakan esensi dari kegiatan-kegiatan yang berbau spiritual dan terkait
dengan ketenangan.
Untuk memahami lebih dalam mengenai kehadiran aroma dalam ruang
kontemplasi, saya mencoba untuk mengalami ruang-ruang dimana aroma dupa
(incense) secara signifikan hadir dengan peran yang berbeda-beda. Tempat

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


49

pertama adalah kelenteng, dimana dupa yang dibakar merupakan elemen utama
pendukung kegiatan ruang dan hal tersebut mengakibatkan hadirnya aroma dupa
secara alamiah (naturally). Untuk tempat kedua, dipilih sebuah tempat dimana
aroma dupa (incense) dihadirkan secara sengaja (artificially) untuk memperkuat
suasana yang diinginkan dan juga untuk mengatur mood pengguna.

4.4.1 Kelenteng: Aroma Dupa dan Ruang Pengamalan Ibadah


Kelenteng atau Klenteng adalah sebutan untuk tempat ibadah penganut
kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia. Menurut
http://www.kelenteng.com, tidak ada catatan resmi bagaimana istilah Kelenteng
ini muncul, namun sampai saat ini masih dipercaya bahwa nama tersebut berasal
dari bunyi lonceng yang digunakan dalam proses ibadah di tempat tersebut.
Kelenteng mewadahi kegiatan-kegiatan spiritual sekaligus sosial masyarakat.
Pengamatan dan pengalaman ruang di kelenteng ini merepresentasikan
aroma ruang yang secara kontekstual bersifat natural. Walaupun lilin dan dupa
merupakan objek yang dibuat oleh manusia, namun hadirnya aroma yang berasal
dari dua objek utama tersebut tidaklah dimunculkan dengan kesengajaan. Aroma
tersebut muncul akibat penggunaan instrumen-instrumen pemenuh kebutuhan
kegiatan manusia. Sumber aroma di kelenteng adalah dupa-dupa dan lilin-lilin
besar yang dibakar. Aroma semacam ini seringkali dikaitkan dengan nilai-nilai
agama, budaya dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat kontemplatif dan
spiritual.
Pengalaman terhadap kelenteng saya lakukan sendiri. Pengalaman
memasuki kelenteng adalah pertama kali bagi saya. Sebagai umat muslimah,
kelenteng dan kegiatan di dalamnya merupakan hal yang asing dan baru bagi
saya. Hari itu saya memasuki kelenteng ini melalui pintu samping yang kecil,
bukan dari gerbang utamanya (pintu A pada gambar 4.17). Saat saya menuruni
tangga kecil dan mulai memasuki area dengan ubin dan dinding serba merah ini,
saya pelan-pelan mulai mendeteksi sebuah aroma yang tidak terlalu asing. Aroma
yang bersumber pada batang-batang dupa besar yang terletak di tengah-tengah
pelataran kelenteng ini sama dengan aroma dupa lain yang pernah saya hirup
sebelumnya.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


50

Gambar 4.15 Suasana pelataran kelenteng (kiri) dan posisi dalam layout denah (kanan)

Sumber: Dokumentasi & ilustrasi pribadi, 2011

Namun semakin saya mendekat pada sumber aroma, aroma ini menjadi
asing. Substansi yang pekat berupa asap, konsentrasi aroma yang sangat tinggi,
jarak saya terhadap sumber dan durasi kontak dengan aroma tersebut ternyata
pelan-pelan merubah persepsi saya mengenai aroma tersebut. Aroma ini sangat
kuat, menyengat dan kian lama menjadi sebuah aroma yang mulai menganggu.
Namun karena saya masih berada ruangan terbuka, substansi pekat berkonsentrasi
tinggi tersebut lebih cepat memudar dalam wadah mediumnya yang tak terbatas.
Selanjutnya saya meneruskan perjalanan ke bagian dalam bangunan
kelenteng ini (masuk melalui pintu C pada gambar 4.17). Dari luar, saya dapat
melihat lilin-lilin dengan ukuran yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Lilin-
lilin ini ukurannya sebesar dan setinggi manusia dan api pada sumbunya sangat
besar. Di sekitar lilin-lilin tersebut, juga ada batang-batangan dupa yang dibakar
seperti yang ditemui di pelataran luar. Saat saya memasuki gerbang ruangan ini,
dalam sekejap aroma tajam menyergap saya. Aroma ini sama dengan yang saya
hirup di luar, namun konsentrasinya jauh lebih tinggi.

Gambar 4.16 Lilin dan dupa yang merupakan sumber utama


aroma dan pekatnya asap dalam Kelenteng

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


51

Asap-asap yang berasal dari pembakaran dupa dan lilin terperangkap di


dalam ruangan tertutup ini dan hal tersebut mengakibatkan pandangan berkabut.
Saya masuk dan mencoba berkeliling ruangan di antara lilin-lilin besar dan dupa-
dupa yang dibakar. Setelah sekitar 10 menit berada di dalam ruangan tersebut,
saya mulai merasa tidak nyaman. Perut saya mulai mual, diikuti dengan mata
yang pedas dan hidung yang berair. Akhirnya saya bergegas mencari pintu untuk
keluar dari ruangan tertutup ini untuk menghirup udara bebas yang aromanya
lebih netral (pintu D dalam gambar 4.17). Dalam layout denah di bawah ini
kepekatan aroma yang dialami ditunjukkan melalui kepekatan warna merah:

Gambar 4.17 Layout denah skematik pengalaman aroma di Kelenteng

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Berdasarkan pada layout denah di atas, dapat dipahami bahwa aroma lebih
pekat pada ruangan tertutup dengan bukaan-bukaan yang terbatas. Pada area
pelataran terbuka, karena keberadaan tiupan angin yang berubah-ubah arah dan
kekuatannya sepanjang hari, aroma membias dan menyebar sesuai dengan
keadaan angin pada saat itu. Hal ini yang menyebabkan konsentrasi aroma lebih
terasa kepekatannya di ruang yang tertutup.
Perbedaan pengalaman penciuman aroma di kelenteng dibandingkan
dengan lokasi-lokasi lain yang diamati adalah adanya substansi kasat mata yang
membawa aroma tersebut. Spatial awareness yang tercipta oleh dupa dan lilin
yang dibakar ini dialami melalui pengalaman penglihatan dan penciuman secara
simultan. Perjalanan saya mengalami aroma di tempat ini mengalami transisi dari
ringan ke kuat yang mengakibatkan adanya transisi pada persepsi saya terhadap
ruang tersebut.
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


52

Gambar 4.18 Tahapan skematik terjadinya respon terhadap


kehadiran aroma di Kelenteng

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Kelenteng ini memiliki efek push-out yang timbul apabila pengguna sudah
cukup lama berada di dalam ruangannya. Pada umumnya, manusia memiliki
kemampuan untuk beradaptasi pada aroma yang ada disekitarnya. Namun hal itu
tidak terjadi pada saya di kelenteng karena substansi pekatnya yang berada di
udara bukan hanya mengusik indera penciuman saja, tapi juga mengusik indera
penglihatan.
Untuk memahami pandangan dari sisi lain, saya mewawancarai seorang
teman yang beragama Buddha dan datang secara berkala ke kelenteng untuk
sembahyang. Ternyata ia juga memiliki persepsi yang kurang lebih sama dengan
saya. Hal tersebut menarik karena tidak sesuai dengan anggapan saya bahwa
orang yang sudah terbiasa datang ke Kelenteng memiliki kemampuan adaptasi
yang lebih baik. Namun penekanan dari pernyataan teman saya ini merujuk pada
terganggunya indera pengelihatan, bukan terkait dengan aroma. Ia merasa bahwa
asap yang berasal dari bakaran dupa di kelenteng sangat menganggu mata dan
mempengaruhi proses pernafasan. Tingginya konsentrasi dari substansi tersebut
membuatnya cenderung ingin segera pergi dan menjauh setelah menyelesaikan
sembahyang.
Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pernyataan Barbara & Perliss (2006)
mengenai hubungan antara manusia dengan aroma yang mengatakan bahwa
aroma menyenangkan dalam konsentrasi rendah memiliki kemungkinan untuk
menjadi aroma yang menganggu bila konsentrasi yang meninggi. Namun
pernyataan mereka bahwa kemampuan adaptasi manusia terhadap aroma dialami
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


53

dalam waktu yang panjang, ternyata tidak berlaku pada kasus ini. Pada satu titik,
kedua indera tersebut akan beraksi secara fisiologis dimana hidung akan
mengeluarkan lendir dan mata akan terasa pedas. Kedua hal tersebutlah yang
kemudian menjadi pendorong gerak manusia untuk segera menjauhi sumber
aroma untuk mencari ruang yang lebih nyaman.

4.4.2 Spa: Aroma Dupa dan Ruang Relaksasi


Istilah spa digunakan untuk sebuah tempat yang menyediakan fasilitas
untuk kegiatan relaksasi, kesehatan dan kecantikan. Namun Longman Dictionary
of Contemporary English menuliskan bahwa arti spa yang sebenarnya adalah
sebuah tempat dimana di dalamnya terdapat air yang memiliki mineral-mineral
tertentu dan orang-orang datang untuk meningkatkan kesehatannya dengan cara
meminum airnya atau berendam di dalamnya. Pengertian spa dalam konteks urban
mengalami pergeseran menjadi sebuah tempat yang memiliki suasana yang
kontras dengan kehidupan urban dan dianggap sebagai tempat pelarian dari
kepenatan. Kegiatan pelarian dari kepenatan ini adalah kegiatan-kegiatan yang
menenangkan dan bersifat kontemplatif.
Pengamatan terhadap spa ini saya lakukan sendiri. Lokasi spa yang dipilih
untuk diamati dan dialami adalah sebuah spa kecil di bilangan Bintaro. Aroma
yang saya alami sebelum saya memasuki pintu bale-bale spa ini tergolong netral.
Saat saya membuka pintu spa ini, aroma wewangian langsung menyambut saya.
Aroma tersebut adalah aroma khas tempat-tempat perawatan dan relaksasi, yaitu
wangi aromatherapy. Aroma ini seperti kombinasi aroma bunga dan rempah-
rempah.
Saya melangkah terus masuk menuju area resepsionis dimana aroma yang
sama masih tercium. Setelah memilih paket perawatan, saya dibawa ke sebuah
ruangan untuk mengganti baju. Konsentrasi aroma di ruangan ini jauh lebih tinggi
di banding yang saya cium di pintu masuk karena sudah bercampur dengan
instrumen-instrumen seperti minyak pijat dan krim lulur yang merupakan
pendukung kegiatan utama di ruangan ini.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


54

Gambar 4.19 Suasana Bale-bale Spa

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011

Saat saya mencoba memusatkan perhatian sepenuhnya pada aroma yang


ada, saya mengalami kesulitan antara membagi perhatian terhadap aroma dan
terhadap suara secara bersamaan. Menurut saya, keduanya berperan sama besar
dalam memperkuat ambience relaksasi dan ketenangan yang diusung oleh spa ini.
Saat menjalani perawatan spa, saya mencoba untuk membaca sebuah buku.
Namun ternyata berkonsentrasi terhadap suatu kegiatan menjadi hal yang sulit.
Kombinasi kualitas ruang dan perawatan pijatan menyebabkan sulit bagi saya
untuk mengalihkan perhatian ke hal lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pikiran, gerak dan perilaku saya dipengaruhi oleh aroma bersama-sama dengan
sensasi lain yang saya terima.
Setelah selesai melakukan perawatan, saya berkeliling spa ini untuk
kembali mengalami aromanya dan mengidentifikasi sumber-sumber aroma
tersebut. Ternyata hampir pada semua pintu, khususnya pintu masuk utama,
diletakkan lilin yang membakar minyak aromatherapy. Selain di sisi-sisi pintu, di
pojok-pojok ruangan juga diletakkan instrumen yang sama. Penempatan ini efektif
didukung oleh keadaan ruang yang benar-benar tertutup, tidak memiliki bukaan
sama sekali menuju udara luar dan adanya air conditioner yang memutar udara
dalam ruang.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


55

Gambar 4.20 Contoh peletakkan sumber aroma pada ambang ruang

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011

Berdasarkan pengamatan, saya menganggap bahwa tempat ini dengan


sengaja ingin memberikan sebuah pengalaman yang transitif menuju kualitas
ruang yang lebih menenangkan. Selain penataan interior dan aromanya, tempat
ini juga mencoba menstimulasi manusia dengan suara-suara musik tradisional
yang lembut.

Gambar 4.21 Layout denah skematik pengalaman aroma dan titik-titik sumber aroma di
Bale-bale Spa

Sumber: Dokumentasi dan ilustrasi pribadi, 2011


(Telah diolah kembali)

Pada layout denah di atas, warna coklat yang semakin pekat dan tua
menunjukkan kekuatan dan kepekatan aroma yang saya alami. Pada titik-titik a, b
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


56

dan c yang merupakan ambang-ambang menuju area yang berbeda, dialami aroma
yang lebih pekat. Hal ini terjadi karena sumber-sumber aroma diletakkan pada
ambang-ambang ruang tersebut. Namun secara menyeluruh, kepekatan
konsentrasi aroma yang dirasakan tidak terlalu berbeda satu bagian dengan
lainnya. Hal ini diakibatkan karena ruang spa ini tertutup seluruhnya dan udara
dalam ruangnya tidak mengalami pergantian. Sebaliknya, udara yang sama terus
diputar dalam ruang karena adanya air conditioner.
Dalam pengalaman aroma spa ini, penilaian saya mengenai suasana ruang
sangat terpengaruh dengan persepsi pribadi mengenai identitas ruang-ruang
kontemplasi lain. Hal ini memicu terasanya sebuah spirit of place yang cenderung
membuat saya tenang. Secara sederhana, tahapannya adalah sebagai berikut:

Gambar 4.22 Tahapan skematik terjadinya respon terhadap


kehadiran aroma di Bale-bale Spa

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Bentuk-bentuk sensasi yang disebutkan diatas menunjukkan bahwa aroma


dan kualitas-kualitas ruang lainnya dihadirkan secara sengaja untuk membentuk
sebuah sense of place secara artificial. Sebagai instrumen penguat hadirnya ruang,
aroma dari aromatherapy yang terdapat dalam udara yang mengisi seluruh
ruangan ini tidak berperan sebagai push-out maupun pull-in factor. Perannya
hanya untuk memperkuat kenyamanan dengan memicu munculnya perasaan dan
gerak serta perilaku yang tenang. Aroma menjadi media yang tepat karena
kemampuannya untuk menyentuh sisi emosional manusia yang sangat kuat.

4.5 Aroma dalam Ruang Kegiatan Komersil


Dewasa ini, penerapan wewangian sebagai elemen pemanis ruang telah
memasuki tahap yang lebih maju. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam
bidang marketing dan branding sudah mulai mempertimbangkan aroma sebagai
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


57

salah satu elemen yang dapat menstimulasi manusia secara emosional. Emotional
branding adalah sebuah usaha membangun brand yang bertujuan memenuhi
kepuasan pelanggan melalui pengalaman inderawi (Wiryawan, 2002). Ini
merupakan contoh strategi branding melalui pendekatan yang salah satunya
terkait dengan peran aroma. Branding tidak hanya diterapkan pada produk namun
juga kepada ruang (place brand). Menurut Wiryawan (2002), place brand adalah
kumpulan persepsi, ide, dan impresi seseorang atau sekelompok orang terhadap
suatu tempat.
Burr (2008) menyatakan bahwa penggunaan aroma parfum merupakan
bagian penting dari perancangan ruang dan place brand hotel. Pada salah satu
artikel dalam websitenya, Burr menyebutkan bahwa Ritz-Carlton, Mandarin
Oriental, Shangri-La, Marriot dan Hyatt adalah beberapa dari hotel-hotel yang
memiliki pencitraan dalam bentuk aroma. Harald Vogt, pendiri Scent Marketing
Institute yang berpraktek di Amerika dan Eropa, menambahkan bahwa walaupun
saat ini perancangan aroma pada umunnya hanya terbatas pada area-area publik
hotel saja, diperkirakan bahwa di masa depan setiap kamar yang berada dalam
sebuah hotel akan memiliki aroma-aroma tematik yang senada dengan rancangan
interiornya. Aroma tersebut dapat dipilih pengunjung sesuai keinginannya saat
check-in.
Penggunaan aroma sebagai logo adalah salah satu bentuk identitas. Aroma
menjadi strategi yang diusung oleh perusahaan-perusahaan branding dan
marketing kontemporer. Simon Harrop, seorang CEO dari sebuah perusahaan
marketing Brand Sense Agency yang berbasis di Inggris, menganggap bahwa
pendekatan indera di luar indera penglihatan merupakan usaha yang baik untuk
menarik sisi emosional manusia terhadap sebuah produk. Strategi emotional
marketing ini dapat membantu sebuah produk untuk menarik konsumen dengan
lebih cepat dan memicu respon emosional impulsif konsumen (Burr, 2008).
Berbeda dengan Brand Sense Agency yang melakukan pendekatannya
pada kelima indera manusia, @Aroma yang berbasis di Jepang memfokuskan
perhatiannya pada aroma sebagai strategi utama dalam merancang suasana ruang.
Dalam situs resminya http://www.at-aroma.com, perusahaan yang menamakan
dirinya sebagai aroma space designers ini mengkategorikan aroma space design,

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


58

signature scent dan scent marketing sebagai tiga pelayanan spesialisasi mereka.
Klien-klien @Aroma adalah hotel, toilet, toko pakaian, rumah sakit, fasilitas
publik dan komersial lainnya di Jepang.
Lindstorm (2005) memaparkan kasus-kasus mengenai strategi marketing
yang ternyata sangat terkait dengan ruang dan arsitektur. Ia menceritakan
mengenai supermarket di Eropa Utara yang memiliki lubang-lubang ventilasi
yang mengeluarkan aroma roti pada langit-langitnya. Skenario ini dimaksudkan
untuk menghasilkan perilaku konsumtif pada manusia. Adanya elemen non-
arsitektural tersebut terbukti menaikkan nilai penjualan, bukan hanya produk roti
namun juga produk-produk makanan lain.
Aroma adalah contoh strategi marketing yang ditujukan untuk
mempengaruhi keputusan manusia. Namun aroma juga dapat digunakan untuk
mewujudkan sebuah ruang dan mendefinisikan batas. Maka dari itu, di bawah ini
akan dijelaskan dua kasus yang berbeda dalam konteks aroma sebagai strategi
manipulasi ruang. Kasus pertama dimulai dengan pemahaman ruang kegiatan jual
beli yang paling sederhana dan konvensional yaitu pasar. Kasus kedua membahas
sebuah ruang yang mewadahi kegiatan jual beli dari brand roti kontemporer
terkenal. Kedua tempat memiliki perbedaan dalam memperlakukan aroma sebagai
penentu kualitas ruang.
Pendekatan untuk topik ini berbeda dengan dua topik sebelumnya karena
aroma dari kedua tempat ini lebih kuat dan signifikan. Pendekatannya adalah
mengajak dua responden langsung ke lokasi dan merekam pengalaman ruang
mereka terhadap aroma yang dituju. Setiap responden diberikan denah lokasi dan
mereka diminta untuk menandai titik dimana mereka mulai mengidentifikasi
adanya aroma tertentu. Titik tersebut dianggap sebagai ambang aroma yang
merupakan perluasan dari ruang tertentu. Melalu tahap ini, hasil yang diharapkan
adalah berupa penggambaran bubble perluasan batas ruang yang diciptakan oleh
aroma.
Setelah tahap tersebut, responden diminta untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang dapat mendeskripsikan karakter setiap individu yang dapat
memperkuat analisa terhadap bubble-bubble dimensi. Informasi-informasi yang
dicari adalah hubungan responden dengan tempat itu dalam kesehariannya dan

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


59

khususnya kesadaran terhadap aroma yang dimiliki ruang tersebut. Dua responden
untuk setiap situasi diharapkan memiliki karakter, pengalaman serta gaya hidup
yang benar-benar berbeda agar akan memberikan variasi hasil yang signifikan.

4.5.1 Pasar Tradisional


Pasar tradisional merupakan sebuah tempat yang memiliki aroma
signifikan sebagai identitasnya dan aroma tersebut seringkali dikategorikan
sebagai aroma yang menganggu bagi beberapa orang. Namun karena perannya
yang penting dalam pemenuhan kebutuhan keseharian, manusia tetap datang dan
tetap melakukan kegiatan seperti biasa walaupun aroma kurang sedap seringkali
hadir di antara mereka. Biasanya mereka yang berasal dari kalangan menengah ke
atas memilih untuk berbelanja di tempat yang lebih moderen seperti supermarket,
antara lain untuk menghindari kontak dengan aroma-aroma tidak sedap yang ada
di pasar tradisional.

Gambar 4.23 Suasana ruang dan kegiatan jual beli di Pasar Bintaro Sektor 2

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011

Pasar seperti yang ditampilkan dalam gambar di atas banyak ditemukan di


Indonesia, khususnya di dekat kawasan perumahan. Pasar ini menjual kebutuhan
sehari-hari seperti bahan-bahan makanan mentah berupa sayur-sayuran, hasil laut
dan aneka daging. Karena adanya penjualan dan proses pengolahan jenis-jenis
pangan mentah tersebut di area terbuka, pasar semacam ini seringkali dikaitkan
dengan aroma kurang sedap dan lingkungan yang tidak bersih.
Pasar tradisional dipilih karena memiliki aroma yang lebih signifikan
dibandingkan dengan pasar moderen. Selain itu, pasar tradisional yang dipilih
adalah yang berada dalam bangunan tertutup dengan bukaan pergantian udara

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


60

yang terbatas. Hal ini dimaksudkan agar aroma dapat dialami dengan lebih
signifikan. Pengamatan ini akan mewakili ruang dengan aroma yang
dikategorikan natural (berdasarkan sumber aroma dan terciptanya aroma) serta
memiliki push-out factor. Push-out factor ini yang akan dilihat sebagai “dinding
penghalang” bagi siapapun yang mendekati sumber aroma.
Pasar yang dipilih untuk studi kasus adalah pasar Sektor 2 Bintaro Jaya
dengan sumber aroma yang berasal dari area penjualan daging dan hasil laut.
Pasar ini dipilih karena memiliki aroma yang lebih menyengat dibandingkan
dengan pasar tradisional konvensional yang berada di ruang terbuka. Walaupun
kesan bersih secara visual meningkat, namun aroma yang tercium lebih
menyengat dibandingkan dengan pasar tradisional yang konvensional. Pola
ruangan pasar ini adalah sebagai berikut:

Gambar 4.24 Layout ruang Pasar Bintaro Sektor 2

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Pengamatan di pasar ini dibantu oleh dua responden yang karakternya


berbeda. Pemilihan responden disesuaikan dengan identitas pasar yang melekat
pada gender dan gaya hidup tertentu. Data responden adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


61

Tabel 4.1 Tabel data responden pengalaman aroma di Pasar Bintaro Sektor 2

Responden A Responden B
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
Umur 51 Tahun 21 Tahun
Pendidikan Terakhir SMA SMA
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Mahasiswa
Domisili Asal Jakarta Jakarta
Sumber: hasil wawancara dan Ilustrasi pribadi, 2011

Pemilihan responden disesuaikan dengan asumsi dan sasaran perbedaan hasil


yang diinginkan. Sasaran perbedaan ini dimaksudkan agar dapat dilakukan
analisis perbandingan terhadap perbedaan-perbedaan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan dengan kedua responden,
diketahui bahwa responden A yang merupakan seorang ibu rumah tangga yang
sering melakukan kegiatan membeli bahan pangan mentah di pasar tradisional.
Sedangkan responden B hampir tidak pernah mengunjungi pasar tradisional dan
hanya beberapa kali membeli bahan pangan mentah. Saat ditanya pendapatnya
mengenai pasar tradisional, responden B menyatakan kesan ketidaksukaannya
terhadap tempat tersebut. Sebaliknya, responden A tidak menunjukkan indikasi
tidak suka terhadap bau dan kotor di pasar ini. Responden A menyatakan
menyukai berbelanja ke pasar tradisional karena harga bahan pangan yang jauh
lebih murah dari supermarket. Berdasarkan pernyataan responden A, tujuan dan
kebutuhan seseorang terhadap sesuatu dapat mengalihkan perhatiannya dari
sebuah kualitas ruang yang dianggap menganggu oleh orang lain (contohnya oleh
responden B).
Untuk pendapat kedua responden mengenai aroma pasar secara lebih
dalam, kedua responden diminta menilai dalam skala 1-10 sepuluh sensasi yang
dinilai paling signifikan dalam mempengaruhi persepsi manusia terhadap ruang
pasar tradisional tersebut. Hasil penilaian mereka adalah dalam grafik di bawah
ini:

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


62

Gambar 4.25 Grafik opini responden A (kiri) dan B (kanan) terhadap kualitas-kualitas ruang
yang ada di Pasar Bintaro Sektor 2

Sumber: hasil wawancara dan Ilustrasi pribadi, 2011

Penilaian yang diberikan responden A terhadap aroma daging, hasil laut


dan sayur apabila diakumulasikan adalah sebanyak 21 poin dan responden B
memberikan 18 poin. Untuk akumulasi display daging, hasil laut dan sayuran,
responden A memberi 17 poin dan responden B 8 poin. Walaupun nominalnya
berbeda, keduanya memberikan nilai yang tertinggi pada kualitas ruang berupa
aroma dibandingkan dengan apa yang mereka alami melalui inder lainnya. Hal ini
menarik karena seringkali sensasi yang diterima indera penglihatan dianggap
sebagai informasi yang paling utama bagi manusia. Ternyata hal tersebut tidak
terjadi di pasar tradisional ini.
Saya juga mengamati gerak responden B terhadap hadirnya aroma kurang
sedap ini. Aroma tersebut mempengaruhi responden B untuk menutup hidungnya
dan berjalan lebih cepat menjauhi area yang merupakan sumber utama aroma
tersebut (area sekitar daging dan hasil laut). Gerak ini tidak dilakukan oleh
responden A yang notabene sudah terbiasa dengan aroma dalam pasar ini.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


63

Gambar 4.26 Gerak refleks yang dilakukan oleh responden B saat mengalami
bagian ruang dengan aroma tidak sedap terkuat

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011

Berdasarkan hasil pengamatan pengalaman kedua responden, responden B


cenderung lebih peka terhadap aroma menyengat yang kurang sedap dibandingkan
dengan responden A. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pernyataan Barbara &
Perliss (2006) yang mengemukakan bahwa hubungan manusia terhadap aroma
salah satunya dipengaruhi oleh durasi yang membangun sebuah sikap adaptasi.
Berdasarkan hasil wawancara, responden A telah pergi ke pasar tradisional empat
kali dalam kurun satu bulan dan sebaliknya, responden B terakhir kali tahun lalu
mengunjungi pasar tradisional. Dalam hal ini frekuensi dapat diposisikan sama
dengan durasi dimana keduanya menghasilkan sifat yang adaptif terhadap sebuah
sensasi yang notabene menganggu.
Perwujudan dimensi-dimensi berbatas dialami dalam ruang melalui
pendeteksian ambang aroma. Karena sifat aroma khas pasar yang mudah
diidentifikasi dan dideteksi, kedua responden diminta untuk mendeteksi ambang-
ambang aroma tidak sedap dari lima titik pintu masuk yang ada di pasar tersebut.
Pada gambar di bawah ini dapat dilihat bahwa ada bubble ruang yang lebih tipis
dan lebih pekat. Bubble yang tipis menunjukkan ambang-ambang awal yang
dideteksi namun belum terlalu menganggu dan bubble yang lebih pekat
merupakan titik-titik dimana responden merasa aroma sudah berada di titik
menganggu dan memicu perasaan enggan dan pergerakan menjauh.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


64

Gambar 4.27 Titik-titik ambang yang membentuk bubble ruang aroma


(a) Responden A, (b) Responden B,
(c) Irisan dari tumpukan bubble responden A dan B

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Berdasarkan kedua gambar dapat dilihat bahwa sumber aroma yang


dianggap paling menganggu oleh kedua responden adalah area di sekitar meja
penjual daging, ayam dan hasil laut. Hal ini menunjukkan bahwa area tersebut
merupakan sumber utama aroma tidak sedap yang ada di pasar ini. Apabila
diperhatikan, area dengan aroma terpekat ini adalah area terdekat dengan sumber
sekaligus area yang relatif jauh dari bukaan sirkulasi udara. Udara yang tidak
mengalami pergantian dengan udara luar membuat aroma semakin pekat.
Bagi responden B, di saat aroma kurang sedap mulai tercium membuatnya
lebih memilih untuk tidak meneruskan perjalanannya mendekati titik-titik sumber
aroma karena semakin dekat maka konsentrasi aroma akan semakin tinggi. Titik-
titik tersebut menjadi ambang yang memiliki push-out factor. Perwujudan
dimensi-dimensi aroma ini juga dapat menjadi media identifikasi jarak terhadap
sumber utama aroma yang sangat efektif. Secara umum, pengalaman aroma di
pasar tradisional ini dapat digambarkan dalam skema di bawah ini:

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


65

Gambar 4.28 Tahapan skematik terjadinya respon terhadap kehadiran


aroma kurang sedap di Pasar Bintaro Sektor 2

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Sesuai dengan skema di atas, kehadiran aroma khas pasar yang cenderung
dipersepsikan sebagai aroma yang kurang menyenangkan ini menciptakan sebuah
dimensi batas yang berperan layaknya perisai yang menolak beberapa orang untuk
melanjutkan geraknya. Namun seperti apa yang dikemukakan oleh Barbara &
Perliss (2006) mengenai kemampuan adaptasi terhadap aroma yang dialami dalam
durasi panjang dan kesempatan yang berkali-kali, orang-orang yang sudah biasa
berada dalam pasar ini tidak akan merasa terganggu oleh aroma. Ditambah dengan
peran pasar sebagai wadah kegiatan esensial yang dilakukan sehari-hari, manusia
akan memiliki kecenderungan untuk menomorduakan ketidaknyamanan yang
diakibatkan oleh aroma tidak sedap tersebut.

4.5.2 BreadTalk
BreadTalk adalah brand roti kontemporer paling terkenal di Indonesia saat
ini. Ciri khas yang diunggulkan oleh BreadTalk adalah dapur terbuka dan tembus
pandang yang memperbolehkan konsumen untuk melihat proses pembuatan dan
persiapan roti sebelum roti tersebut dihidangkan di etalase. Hal ini menunjukkan
bahwa brand roti kontemporer ini melakukan pencitraan melalui rancangan secara
spasial merupakan salah satu strategi penjualannya.
BreadTalk dipilih untuk menjadi objek pengamatan karena toko roti ini
sudah dikenal memiliki aroma yang sangat kuat dan mendominasi kualitas
ruangnya. Berbeda dengan pasar tradisional yang memiliki aroma yang dipandang
sebagai faktor penurunan kualitas ruangnya, BreadTalk merupakan sebuah tempat
yang memiliki orientasi sebaliknya. Pengamatan ini akan mewakili ruang dengan
aroma yang dikategorikan artificial serta memiliki pull-in factor. Cabang
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


66

BreadTalk dipilih untuk menjadi objek studi kasus adalah yang bercabang di
Plaza bintaro. Cabang ini dipilih karena letaknya yang unik terhadap organisasi
ruang plaza tersebut.

Gambar 4.29 Foto suasana di BreadTalk Plaza Bintaro

Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011

Layaknya mall atau pusat perbelanjaan lainnya, Plaza Bintaro adalah


sebuah ruang publik yang terdiri dari beberapa toko yang berdampingan. Setiap
toko memiliki batas-batas yang terdefinisi secara nyata dan formal. Batas-batas ini
dapat dipahami secara visual dan wajib dipatuhi penyewa masing-masing toko.
Letak dan organisasi ruang BreadTalk di Plaza Bintaro berupa dua area utama
yang terpisah. Hal ini menarik Karen adanya kepemilikan teritori secara tidak
langsung di ruang sirkulasi publik antara kedua area tersebut.

Gambar 4.30 Layout lantai 1 Plaza Bintaro (Kuning: lokasi BreadTalk)

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Mengingat tingginya konsentrasi aroma yang bersumber pada toko roti


BreadTalk, saya ingin melihat seberapa jauh jangkauan aroma ini dalam
‘melanggar’ batas teritori formalnya serta pengaruhnya terhadap toko-toko

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


67

sekitarnya dan khususnya bagi pengunjung. Toko roti ini terkenal dengan
aromanya yang sangat menarik dan seringkali memicu perilaku konsumtif yang
spontan.
Sama halnya seperti responden dalam kasus pasar tradisional, saya
meminta bantuan dua responden yang memiliki perbedaan signifikan. Hal ini
terkait dengan sasaran perbedaan hasil yang saya inginkan agar dapat dihasilkan
analisis perbedaan yang lebih kaya. Di bawah ini adalah data singkat dari dua
responden yang berpartisipasi dalam studi kasus BreadTalk:

Tabel 4.2 Tabel data responden pengalaman aroma di BreadTalk Plaza Bintaro

Responden A Responden B
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
Umur 21 Tahun 27 Tahun
Pendidikan Terakhir S1 SMP
Pekerjaan Mahasiswi Penjaga Rumah
Domisili Asal Jakarta Jawa Tengah
Sumber: hasil wawancara dan Ilustrasi pribadi, 2011

Dalam wawancara singkat, responden A yang mengunjungi pusat perbelanjaan


sejenis dengan Plaza Bintaro kira-kira tujuh kali dalam seminggu, mengemukakan
bahwa ia mengenal dengan baik aroma dari BreadTalk. Ia juga mengatakan bahwa
dalam satu bulan terakhir, ia telah dua kali membeli produk BreadTalk secara
spontan dan tidak direncanakan. Responden A juga mengemukakan bahwa aroma
dari BreadTalk lah yang menariknya untuk datang dan membeli secara spontan.
Berbeda dengan responden B yang mengaku belum pernah membeli produk roti
dari BreadTalk. Responden B mengatakan bahwa ia pernah mengunjungi Plaza
Bintaro dan mengetahui bahwa ada toko roti bernama BreadTalk, namun tidak
memperhatikan aromanya.
Untuk mengetahui pendapat kedua responden mengenai aroma yang
dimiliki oleh BreadTalk, kedua responden diminta menilai dalam skala 1-10 lima
sensasi yang mempengaruhi mereka dalam menanggapi ruang toko roti tersebut.
Hasil penilaian mereka adalah dalam grafik di bawah ini:

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


68

Gambar 4.31 Grafik opini responden A (kiri) dan B (kanan) terhadap


kualitas-kualitas ruang (sensasi) yang ada di BreadTalk Plaza Bintaro

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Responden A memberikan angka 10 dalam skala 1-10 untuk menilai besarnya


pengaruh aroma dalam menentukan perilaku pembelian spontannya. Diikuti
dengan angka 8 untuk penilaian besarnya pengaruh visual dari display roti dan
display pembuatan roti. Hal ini menunjukkan bahwa dalam sudut pandangnya,
sensasi yang datang dalam bentuk substansi aroma memiliki daya pikat atau pull-
in factor yang lebih kuat dibandingkan yang terlihat oleh mata.
Dalam wawancara, responden A juga kembali memperkuat sudut
pandangnya dengan mengatakan bahwa ia tidak akan bereaksi dengan perilaku
konsumtif yang sama apabila aroma BreadTalk ini dihilangkan karena aroma
merupakan faktor utama yang mempengaruhi keputusannya. Responden B tidak
sependapat dengan responden A mengenai tingkat pentingnya aroma. Responden
B membelikan nilai tertinggi pada display roti sebagai daya pikat utama toko roti
ini. Perbedaan ini terkait dengan persepsi masing-masing yang dipengaruhi oleh
pengalaman dan pemahaman mereka semasa hidupnya. Responden A cenderung
lebih menghargai aroma makanan yang menarik karena gaya hidupnya yang lebih
konsumtif dibandingkan responden B yang menghargai makanan apa adanya.
Analisa tersebut diperkuat dalam sesi identifikasi ambang aroma toko roti
ini. Pengalaman ruang kedua responden menggunakan pendekatan yang sama
dengan pendekatan pengidentifikasian dan pendeteksian aroma di pasar
tradisional. Kedua responden diminta mendeteksi dua jenis ambang melalui tiga
titik masuk yang berbeda. Ambang pertama adalah dimana aroma mulai terdeteksi
dan ambang kedua adalah saat responden merasa konsentrasi aroma paling kuat
dan menarik mereka. Ilustrasinya adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


69

Gambar 4.32 Titik-titik ambang yang membentuk bubble ruang


(a) Responden A, (b) Responden B,
(c) Irisan dari tumpukan bubble responden A dan B

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Berdasarkan hasil perwujudan bubble ruang pada layout denah diatas,


diketahui bahwa responden A lebih peka terhadap aroma produk roti ini
dibandingkan dengan responden B. Hal ini ditunjukkan oleh perbedaan jarak dari
sumber aroma ke titik ambang identifikasi masing-masing. Ilustrasi bubble
digambarkan memiliki bentuk yang terdefinisi terkait dengan kondisi ruang yang
merupakan ruang tertutup dengan air conditioner yang bersifat memutar udara di
dalamnya. Kondisi ambang dan batasan bubble ruang aroma akan berbeda apabila
gerai BreadTalk ini ada di ruang terbuka yang memungkinkan adanya angin dan
pergantian udara. Aromanya pun memiliki kemungkinan untuk menjadi tidak
sekuat seperti yang berlangsung di dalam Plaza Bintaro yang tertutup.
Pendeteksian aroma harum roti BreadTalk pada ruang Plaza Bintaro
menciptakan sebuah kesadaran mengenai letak dan jarak toko tersebut terhadap
sekelilingnya. Saat melalui ambang dan berada di dalam bubble ruang aroma,
timbul rasa tertarik yang mempengaruhi gerak dan perilaku. Secara sederhana
proses pengalaman ruang terhadap aroma BreadTalk adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


70

Gambar 4.33 Tahapan skematik terjadinya respon terhadap kehadiran aroma


di BreadTalk Plaza Bintaro

Sumber: Ilustrasi pribadi, 2011

Dengan perluasan jangkauan kualitas ruang berupa aroma di dalam udara,


toko ini ‘melanggar’ batas-batas formalnya dan melakukan invasi terhadap ruang-
ruang sirkulasi di sekitarnya. Hal tersebut memicu kesadaran pengunjung terhadap
letak dan jarak toko ini terhadap posisi mereka dalam plaza ini. Perluasan
jangkauan yang memiliki pull-in factor ini juga sangat mempengaruhi keputusan
pengunjung untuk bergerak mendekati dan membeli produk dari toko roti ini.

4.6 Kesimpulan
Berdasarkan tiga contoh pengalaman ruang yang disebutkan di atas, dapat
disimpulkan beberapa isu spasial yang terkait dengan keberadaan aroma dalam
ruang-ruang tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa aroma memiliki peran
yang berbeda-beda sesuai dengan konteks, fungsi, ruang yang mewadahinya,
sumber aroma dan karakter aromanya.
Aroma dalam ruang alam tercipta secara proses alamiah dan berasal dari
sumber alami pula. Sifatnya tergolong netral dan bias apabila dibandingkan
dengan bentuk sensasi lainnya. Konsentrasinya tidak setinggi aroma yang dibuat
secara artificial maka dari itu perannya seringkali tidak mempengaruhi manusia
secara signifikan dan hanya dianggap sebagai latar.
Manusia menghadirkan kembali aroma-aroma yang berasal dari alam ke
dalam lingkung bangun dengan konsentrasi yang lebih tinggi agar peran dan
pengaruhnya lebih signifikan terhadap manusia. Aroma alam dimunculkan dalam
ruang kegiatan sehari-hari manusia sebagai pengharum ruangan dan pencipta
suasana yang berbeda dari yang dialami oleh masyarakat urban setiap harinya.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


71

Berbicara mengenai aroma dupa (incense) adalah berbicara mengenai


identitas ruang. Aroma ini sangat identik dengan ruang yang bersifat kontemplatif.
Aroma ini dapat dengan sengaja dihadirkan untuk memperkuat sense of place
seseorang terhadap sebuah ruang dengan sifat tersebut. Persepsi mengenai
identitas tersebut dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, gerak dan perilaku
manusia saat memasuki area dimana aroma ini mulai tercium. Perbedaan yang
signifikan dari keberadaan aroma dupa di kelenteng dan spa ini adalah konsentrasi
aroma, wujud substansinya dan durasi kontak yang tersusun menjadi bahasa ruang
yang berbeda pula (push-out atau pull-in).
Aroma dalam ruang kegiatan komersil yang bersifat alami biasanya
berasal dari komoditi utama yang diperjual belikan atau ruang yg
memfasilitasinya. Sedangkan aroma dalam ruang kegiatan komersil yang bersifat
artificial adalah aroma yang dirancang untuk menimbulkan ruang yang bersifat
menarik dan persuasif, karena tidak mungkin manusia dengan sengaja
menciptakan dan menghadirkan aroma tidak sedap sebagai kualitas ruang.
Aroma dalam ruang kegiatan komersil cenderung memiliki konsentrasi
yang tinggi dan secara signifikan mempengaruhi pengguna ruangnya tergantung
pada bahasa yang disampaikannya (push-out atau pull-in). Aroma dijadikan media
propaganda untuk mendukung adanya suatu strategi marketing dan branding
produk. Aroma juga dijadikan satu bentuk identitas – place brand agar konsumen
lebih mudah mengidentifikasikan karakter yang ingin ditonjolkan dari produk atau
tempat tersebut. Karakter sebuah produk itulah yang berusaha diperkuat dengan
keberadaan aroma yang cenderung dapat menarik manusia secara emosional dan
impulsif.
Jangkauan aroma juga dapat dirancang untuk meningkatkan kesadaran
akan keberadaan terhadap suatu tempat melalui sebuah invasi dan ekspansi batas
yang maya. Aroma dalam ruang kegiatan komersil dinilai sebagai aroma yang
terdeteksi paling jelas dan relatif mengalahkan sensasi-sensasi inderawi lainnya.
Aroma berperan sebagai pembentuk ruang, penyalur informasi melalui bahasa
spasial, pembentuk identitas, pencipta sebuah batas maya diluar batas formal
sebuah tempat dan pengatur gerak serta perilaku manusia yang berada di tempat
tersebut.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


BAB 5
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Kehadiran aroma dalam ruang arsitektur memiliki peran dalam
mempengaruhi pengalaman ruang manusia. Aroma hadir sebagai substansi
pengisi udara yang merupakan sebuah medium yang mutlak mengisi lingkungan
dan ruang sehari-hari. Walaupun tidak kasat mata, aroma merupakan sebuah
media komunikasi ruang yang efektif. Wujudnya adalah sensasi yang diterima
melalui reseptor sensorik yang ada pada indera penciuman manusia.
Aroma merupakan kualitas ruang yang memiliki pengaruh emosional
sangat kuat. Karena aroma bersifat persepsional, maka pemahaman manusia
terhadap aroma bergantung pada pengalaman, pengetahuan dan lingkungan yang
menyusun karakter dan kepribadian setiap individu. Selain penilaian perseptif,
hubungan manusia dengan aroma dalam ruang juga ditentukan oleh durasi
temporal dalam ruang dan konsentrasi aroma yang ada dalam ruang tersebut.
Terdeteksinya sebuah ambang aroma saat seseorang mengalami ruang
dapat memunculkan sebuah spatial awareness. Aroma dapat muncul secara alami
atau dimunculkan secara sengaja untuk memenuhi tujuan tertentu. Keduanya akan
menghasilkan spatial awareness dengan kekuatan dan pengaruh yang berbeda
kepada pengguna ruang. Dengan terjadinya pertemuan antara manusia dan aroma
dalam sebuah ruang, manusia dapat mengalami sebuah rasa terhadap tempat
tersebut (sense of place) dan dapat mengidentifikasi karakter serta kepribadian
tempat tersebut (spirit of place).
Rasa dan karakter yang diberikan oleh aroma kepada sebuah ruang
menjadi sebuah identitas yang sangat mudah diingat. Aroma dapat berperan
sebagai bahasa yang menginformasikan elemen-elemen pembentuk ruang dan
menginstruksikan pengguna ruang untuk merasakan, berfikir, bergerak, bersikap
serta menentukan arah dan jarak. Karena itu, aroma memiliki kemampuan untuk
menarik manusia untuk memasuki sebuah ruang dan juga sebaliknya. Ketika
seseorang dapat mendeteksi kehadiran sebuah aroma tertentu, maka ia telah

72
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


73

berada di dalam dimensi ruang yang tercipta oleh aroma tersebut. Ada dan tidak
adanya aroma yang terdeteksi dapat menandakan posisi di dalam atau di
luar.ruang. Hal tersebut mendefinisikan bahwa ada sebuah batas maya yang
tercipta. Aspek-aspek spasial yang disebutkan diatas dapat mempengaruhi gerak
dan perilaku manusia dalam ruang itu sendiri.
Berdasarkan hasil analisis pengalaman terhadap keberadaan aroma dalam
ruang, dapat disimpulkan bahwa masing-masing aroma memiliki peran dan
pengaruh yang berbeda-beda sesuai dengan konteks, fungsi dan jenis ruang.
Aroma yang hadir secara alami pada lingkung alam ternyata memiliki konsentrasi
rendah dan tidak memberikan pengaruh signifikan pada pengguna ruang. Berbeda
dengan apabila aroma alam direkonstruksi dan dihadirkan kembali pada ruang
kontemplasi. Dengan konsentrasi yang tepat, aroma dapat menguatkan suasana
dan kenyamanan ruang seperti di spa. Namun apabila konsentrasi terlalu tinggi,
seperti yang ditemui di kelenteng, aroma dapat menjadi sebuah push-out factor
yang mendorong manusia untuk keluar dari ruang tersebut. Aroma sebagai push-
out factor juga dapat ditemukan pada ruang kegiatan komersial semacam pasar
tradisional yang instrumen-instrumen pendukung kegiatan utamanya memicu
timbulnya persepsi mengenai ruang yang tidak bersih. Namun, dewasa ini lebih
banyak ditemukan ruang kegiatan komersial seperti toko roti BreadTalk yang
menghadirkan aroma tertentu secara sengaja dengan tujuan untuk memperkuat
identitas brand dan menjadi media marketing untuk menarik pengunjung.
Lepas dari kemampuan-kemampuan aroma dalam mendefinisikan ruang,
dalam beberapa hal kehadiran aroma masih dapat dianggap tidak penting
sebagaimana kualitas elemen ruang lainnya, khususnya kualitas visual. Manusia
lebih mempercayai yang mereka lihat karena informasi tersebut diproses secara
rasional dan objektif oleh otak. Berbeda dengan aroma yang menyentuh manusia
secara emosional. Kehadiran aroma yang tidak kasat mata tidak dapat dengan
jelas mendefinisikan yang benar-benar ada dan yang tidak ada. Walaupun
demikian, aroma dapat direkonstruksi dan dihadirkan kembali pada sebuah ruang
tanpa adanya sumber asli aroma tersebut. Hal-hal semacam inilah yang membuat
informasi yang disampaikan aroma terkadang tidak representatif dan terlalu
perseptif.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


74

Sesuai dengan pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa aroma


merupakan sebuah substansi ruang yang memiliki potensi kuat untuk
mempengaruhi pengalaman ruang manusia. Aroma dapat memanipulasi ruang dan
dapat mengatur kecenderungan-kecenderungan perasaan dan perilaku pengguna
ruang. Maka dari itu ada baiknya apabila kehadiran aroma dipertimbangkan dalam
rancangan sebuah ruang. Diharapkan skripsi ini dapat menyumbangkan beberapa
informasi yang diperlukan untuk pengembangan aplikasi aroma sebagai kualitas
ruang. Bagi pihak-pihak yang tertarik untuk membahas lebih lanjut dan
mengembangkan topik mengenai aroma dalam ruang arsitektur, diharapkan dapat
menerapkan pendekatan dan analisis yang lebih efektif dan komprehensif. Ada
baiknya pula apabila dilakukan pemilihan studi kasus dengan lokasi-lokasi yang
lebih menarik serta melalui pendekatan pengamatan yang melibatkan responden
yang lebih banyak dan beragam.

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


DAFTAR REFERENSI

Amaral, J. R. & Oliveira, J. M. The Limbic System: The Center of Emotions. May
23, 2011. http://www.healing-arts.org/n-r-limbic.htm

Barbara, A. & Perliss, A. (2006). Invisible Architecture: Experiencing Places


through the Sense of Smell. Italy: Skira Editore.

Brown, G. Z. (1990). Matahari, Angin, dan Cahaya (Ir. Aris K. Onggodiputro,


Penerjemah.). Bandung: Intermatra.

Burr, C. (2006, December). Scents of Place. March 14, 2011.


http://www.chandlerburr.com/articles/scentsofplace.htm

Burr, C. (2008, June). Hotel New Scents. March 12, 2011.


http://www.chandlerburr.com/articles/custompage1.htm

Cain, W.S. (1979, February 2). To Know with The Nose: Keys to Odor
Identification. January 15, 2011.
www.sciencemag.org/content/203/4379/467.full.pdf

Ciccarelli, S. K. & Meyer, G. E. (2006). Psychology. New Jersey: Pearson


Education.

Coifan, O. (2009, April 9). Architecture, Scent and Space. January 15, 2011.
http://www.1000fragrance.com

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat


Bahasa (Ed. Ke-4.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fernando, N. (2005, May/June). Taste, Smell and Sound on the Street in


Chinatown and Little Italy. Architectural Design, 20-25.

Gibson, J. J. (1986). The Ecological Approach to Visual Perception. New Jersey:


Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

75
Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


75

Halim, D. (2005). Psikologi Arsitektur: Pengantar Kajian Lintas Disiplin. Jakarta:


Grasindo.

Hall, E. T. (1969). The Hidden Dimension. New York: Anchor Books.

Lawson, B. (2001). The Language of Space. United Kingdom: Architectural


Press.

Lehman, M. L. (2009). Designing for Smell and Memory is Highly Effective.


January 15, 2011. http://www.sensingarchitecture.com

Longman. (2004). Longman Dictionary of Contemporary English. England:


Pearson Education Limited.

Merleau-Ponty, M. (2002). Phenomenology of Perception. New York: Routledge.

Nisa. (2009, August 27). Nyaman dengan Aroma Ruangan. January 15, 2011.
http://www.okezone.com/lifestyle/

Palasmaa, J. (2005). Eyes of the Skin. Great Britain: John Wiley & Sons Ltd.

Rasmussen, S. E. (1992). Experiencing Architecture. Cambridge: MIT Press.

Seed Media Group. (2009). Chandler Burr: The Space of Scent. [Talk video
documentation]. New York: The Seed Design Series. March 23, 2011.
http://seedmagazine.com/designseries/chandler-burr.html

TED Talks. (2005). Luca Turin on the Science of Scent. [Talk video
documentation]. Monterey, CA: TED Conferences. March 24, 2011.
http://www.ted.com/talks/lang/eng/luca_turin_on_the_science_of_scent.h
tml

Tuan, Yi-Fu. (1977). Space and Place: The Perspective of Experience.


Minneapolis: University of Minnesota Press.

Van de Ven, C. (1991). Ruang dalam Arsitektur (Imam Djokomono & MC.
Prihminto Widodo, Penerjemah.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011


77

@Aroma Official Website. (n.d.). March 26, 2011. http://www.at-


aroma.com/english/index.html

Aroma Ruangan di Perpustakaan. (n.d.). January 15, 2011.


http://libjurmat.wordpress.com/2010/06/14/aroma-ruangan-di-
perpustakaan/

Arti Kelenteng. (n.d.). April 20, 2011. http://kelenteng.com/arti-kelenteng/

Brand Sense Agency Official Website. (n.d.). March 26, 2011.


http://www.brandsenseagency.com/

Swiss “Sound Box”. (n.d.) April 5, 2011. http://www.archtracker.com/swiss-


sound-box-swiss-pavilion-expo-2000-peter-zumthor/2009/04/

Universitas Indonesia

Aroma dalam ..., Fauzia Evanindya, FT UI, 2011

Anda mungkin juga menyukai