SKRIPSI
FAUZIA EVANINDYA
0706269123
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
DEPOK
JULI 2011
SKRIPSI
FAUZIA EVANINDYA
0706269123
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
DEPOK
JULI 2011
Tanda Tangan :
Tanggal : 8 Juli 2011
ii Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 8 Juli 2011
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi
yang berjudul “Aroma dalam Ruang Arsitektur” ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Arsitektur dalam
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari
bahwa, tanpa bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih pada:
(1) Bu Ellisa yang telah membimbing, memberikan masukan-masukan yang
sangat berarti dan mempercayai saya dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
(2) Pak Sadili dan Mas Dita selaku penguji yang telah memberikan masukan-
masukan bermanfaat yang sangat membangun.
(3) Bu Herlily dan Bu Doti atas perhatiannya terhadap topik skripsi saya dan
pinjaman bukunya. Juga Pak Gunawan atas waktu yang beliau sisihkan
untuk berdiskusi dengan saya.
(4) Pak Emir atas ilmu-ilmu, buku-buku dan perhatiannya sejak masa-masa
PA 3, PA 5 dan juga saat skripsi ini. Semangat dari beliau membuat saya
semakin percaya diri untuk terus berarsitektur.
(5) Kedua orang tua kesayangan saya yang tidak pernah berhenti menyayangi
saya, mendukung apapun yang saya lakukan dan selalu mengkhawatirkan
keadaan saya. Semua yang saya lakukan adalah untuk membahagiakan
kalian.
(6) Adik-adik saya Firman, Fatia dan Felia yang sebenarnya tidak membantu
apa-apa. Namun kehadiran mereka dalam hidup saya merupakan sebuah
bentuk dukungan yang sudah lebih dari cukup.
(7) Dimas Aries Chandra Soeprapto, teman istimewa jagoan Microsoft Word
dari departemen sebelah yang berperan sebagai penyemangat sekaligus
penghambat pengerjaan skripsi ini. Berkat dia, pergi ke kampus selama
semester terakhir ini menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan
iv Universitas Indonesia
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Fauzia Evanindya
v Universitas Indonesia
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 8 Juli 2011
Yang menyatakan
( Fauzia Evanindya)
vi Universitas Indonesia
Kata kunci:
aroma, substansi ruang, indera penciuman
Keywords:
scent, substances of space, sense of smell, olfactory
x Universitas Indonesia
xi Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Contoh energi-energi terkecil yang mampu dideteksi oleh reseptor
sensorik pada kelima indera manusia........................................... 11
Tabel 2.2 Lima sistem persepsi ditinjau dari unit penerimanya, anatomi,
aktifitas, stimulus yang diterima dan informasi eksternal yang
didapat ........................................................................................ 12
Tabel 2.3 Tabel rumusan sederhana lima indera manusia, letak reseptor
sensoriknya dan stimulus yang merangsang reseptor sensorik
tersebut ....................................................................................... 13
Tabel 4.1 Tabel data responden pengalaman aroma di pasar Bintaro Sektor 2 .
................................................................................................... 61
Tabel 4.2 Tabel data responden pengalaman aroma di BreadTalk Plaza
Bintaro........................................................................................ 67
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1. Bab 1 Pendahuluan
Bab ini berisi berisi latar belakang penulisan skripsi ini, perumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.\
Universitas Indonesia
5. Bab 5 Kesimpulan
Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan
skripsi pada latar belakang. Kesimpulan ditulis berdasarkan hasil yang
didapatkan dari pemahaman indera penciuman, aroma dan ruang arsitektur
yang dibuktikan dalam analisis pengalaman ruang secara langsung.
Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia
1. Medium
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, medium diartikan
sebagai alat untuk mengalihkan atau mencapai sesuatu dan zat perantara
untuk merambatnya gelombang bunyi. Berdasarkan Kamus Etimologi
Online, definisi yang berkembang pada tahun 1600-an adalah
“intermediate agency, channel of communication”. Definisi-definisi di
atas mengisyaratkan sebuah sifat “di antara” yang menjadi karakter utama
sebuah medium. Karakter lain yang sama antara gas dan cairan adalah
sebuah benda padat dapat bergerak melaluinya tanpa perlawanan. Sifat gas
dan cairan yang bebas ini juga memungkinkan terjadinya penyebaran
molekul-molekul kimia yang terlepas dari sumbernya.
Medium berisi informasi-informasi mengenai stimulus yang
menyebarkan cahaya atau suara. Gibson (1986) menyimpulkan adalah
bahwa medium lingkungan mengakomodasi kegiatan respirasi atau
bernafas, mengizinkan adanya pergerakan, dapat diisi dengan cahaya yang
menghasilkan penglihatan, mengakomodasi deteksi getaran, menyebarkan
pancaran dan transmisi informasi lainnya.
2. Substansi
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan substansi sebagai:
(1) watak yang sebenarnya dari sesuatu, isi, pokok, inti; (2) unsur, zat
pembakaran terjadi sebagai hasil persenyawaan sebuah – dengan oksigen;
(3) kekayaan, harta, pikiran merupakan – yang tidak kelihatan; (4)
Universitas Indonesia
3. Permukaan
Definisi permukaan yang ditinjau dari sisi etimologi
(www.etymonline.com) kurang lebih sama dengan apa yang dijelaskan
oleh Gibson (1986), yaitu batas terluar dari apapun. Sebelumnya, medium
dijelaskan sebagai wadah bagi sebuah substansi. Di luar kedua unsur
tersebut, ada lagi yang melingkupi dan membatasinya, yaitu permukaan.
Permukaan adalah bagian yang membatasi satuan-satuan substansi dengan
mediumnya. Permukaanlah yang mendefinisikan suatu objek (substansi)
dengan tempat objek tersebut (medium).
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Ilustrasi komponen ruang (Kanan-kiri: Ruang – Medium udara dalam
ruang – Substansi aroma dalam medium pada ruang)
Universitas Indonesia
Gambar 2.2 Atas: Aroma dalam ruang tertutup, Bawah: Aroma dalam ruang dengan
bukaan (terjadi sirkulasi dan pergantian udara)
Gambar 2.3 Grafik antara banyaknya bukaan dan kepekatan aroma yang berbanding
terbalik
Kelima sensasi di atas diterima dan diproses oleh otak manusia dengan
cara-cara yang berbeda sehingga memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada
Universitas Indonesia
Tabel 2.2 Lima sistem persepsi ditinjau dari unit penerimanya, anatomi, aktifitas,
stimulus yang diterima dan informasi eksternal yang di dapat
Universitas Indonesia
Tabel 2.3 Tabel rumusan sederhana lima indera manusia, letak reseptor sensoriknya dan
stimulus yang merangsang reseptor sensorik tersebut
Universitas Indonesia
Gambar 2.4 Visualisasi manusia yang sedang menghirup aroma lingkungan sekitarnya
Gambar 2.5 Anatomi indera penciuman manusia dan komponen reseptor sensoriknya
Universitas Indonesia
2.3.2 Aroma
Aroma dipahami sebagai sesuatu yang terdeteksi oleh indera penciuman.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan arti aroma sebagai (1) bau-bauan
yang harum (yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau akar-akaran); (2) bahan
pewangi makanan atau minuman; (3) bersifat atau mengandung hal tertentu.
Merujuk pada teori ekologi Gibson (1986), aroma merupakan substansi yang
berada dalam medium udara. Dengan memahami definisi-definisi diatas, dapat
disimpulkan bahwa aroma hadir bersamaan dengan adanya elemen-elemen dan
udara yang menempati ruang- ruang yang dialami manusia.
Halim (2005) menyatakan bahwa aroma, bersama dengan suara,
merupakan kualitas ambient (dapat dirasakan namun tidak kasat mata) yang
memunculkan respon-respon emosional dan pesan-pesan motivasional yang
menstimulasi kebutuhan. Aroma merupakan substansi yang tidak kasat mata dan
sulit direpresentasikan secara visual. Saya melakukan sebuah pencarian di Google
Images dengan keyword “scent” untuk mencari representasi visual dari aroma.
Gambar pertama yang muncul pada hasil pencarian adalah gambar di bawah ini:
Gambar 2.7 Representasi visual “scent” yang didapatkan dari Google search engine
Universitas Indonesia
Gambar 2.8 Sampul depan buku Invisible Architecture: Experiencing Places through the
Sense of Smell yang mencoba merepresentasikan isi buku tersebut
Gambar 2.9 Lima atom pembentuk molekul aroma dan contoh molekul yang menghasilkan
aroma rumput segar
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2. Durasi aroma
Manusia memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap
rangsangan berupa aroma yang datang berkali-kali atau dialami dalam
waktu yang panjang. Hal inilah yang menyebabkan seseorang dapat
bertahan berada di dalam ruang dengan aroma menganggu karena
seiring memanjangnya durasi berada disana, ia akan beradaptasi dan
tidak lagi menganggap aroma tersebut mengganggu.
3. Konsentrasi aroma
Aroma menyengat dan menganggu yang berasal dari aroma
dengan konsentrasi yang tinggi memiliki kemungkinan untuk menjadi
sebuah aroma yang menyenangkan dalam konsentrasi rendah.
Berdasarkan tiga hal tersebut, dapat dipahami bahwa hubungan aroma dengan
manusia ditentukan lamanya waktu dan kepekatan substansi aroma yang dialami
oleh setiap manusia. Manusia mengalami aroma dengan konsentrasi tertentu,
dalam waktu tertentu dan kemudian menjadi penilai kualitas sebuah aroma sesuai
dengan persepsi masing-masing.
2.5 Kesimpulan
Kaitan antara bidang ilmu arsitektur dengan indera manusia dapat
dipahami dengan mengetahui bagaimana kualitas-kualitas ruang merupakan
sensasi yang dapat merangsang indera manusia. Sebagai contoh, aroma
merupakan sensasi berupa substansi dengan permukaan tidak kasat mata yang
mengisi medium udara. Substansi berupa molekul-molekul kimia aroma ini
memiliki hubungan berbeda-beda dengan setiap manusia. Hubungan tersebut
bergantung pada durasi kontak dan konsentrasi substansi tersebut dengan
manusia. Substansi berperan sebagai sensasi yang merangsang indera dan
kemudian diproses serta dipersepsikan oleh pikiran manusia. Pikiran berupa
persepsi inilah yang kemudian menentukan rasa manusia saat mengalami ruang.
Universitas Indonesia
22
Universitas Indonesia
Berdasarkan dua hal yang disebutkan oleh Steele tersebut, dapat dipahami
bahwa aroma memenuhi kriteria untuk mewujudkan sebuah tempat. Aroma dapat
menimbulkan perasaan terstimulasi, semangat, senang dan hal emosional lainnya.
Pernyataan ini didukung oleh Palasmaa (2005) yang menyebutkan bahwa ia dapat
merasakan kegembiraan dari menunggang kuda saat ia mencium aroma toko
sepatu yang dibuat dari kulit. Hal ini juga didukung dengan pernyataan
Rasmussen (1992) yang menyebutkan bahwa karakter dan kepribadian ruang yang
tercipta dari material, bentuk, warna dan kualitas perseptif lainnya memiliki
pengaruh-pengaruh tertentu pada pikiran manusia.
Universitas Indonesia
Terciptanya ruang yang menjadi sebuah tempat dapat ditinjau dari faktor
penyebabnya dan bagaimana faktor tersebut muncul. Arsitektur merupakan
sebuah lingkupan ruang dimana manusia dapat melakukan kegiatan. Ruang yang
tercipta oleh aroma memiliki kemampuan untuk mempengaruhi manusia yang
hidup dan berkegiatan di dalamnya. Kemampuan dalam mempengaruhi manusia
juga dipengaruhi oleh faktor munculnya aroma tersebut (Tuan, 1977). Hal ini
kemudian dipertegas oleh Scuri (1995) dimana ia menjelaskan mengenai
perbedaan mendasar lingkungan hidup manusia menjadi lingkungan yang dibuat
(artificial) dan yang alami (natural). Di bawah ini akan dijelaskan perbedaan
antara ruang yang tercipta dari aroma yang hadir secara alami dan buatan.
1. Alam sebagai tempat istirahat dan pelipur lara dari ruang kehidupan
manusia yang cenderung terlalu rumit dan ricuh (Stainbrook dalam Stokols
& Altman, 1987)
2. Alam sebagai pembangun pengaturan, kompetensi dan kepercayaan diri
seorang manusia. Hal ini dapat terjadi salah satunya adalah karena sesuatu
yang alami dianggap tidak membahayakan (Lewis dalam Stokols &
Altman, 1987)
3. Alam sebagai simbol kehidupan, keberlanjutan, kemurnian serta misteri
dan spiritualitas
4. Alam dapat menawakan keberagaman untuk manusia yang hidup dalam
kehidupan kota yang cenderung monoton (Watt dalam Stokols & Altman,
1987)
Universitas Indonesia
sebuah space menjadi sebuah place (Tuan, 1977). Dalam waktu bersamaan,
aroma juga menegaskan informasi mengenai karakteristik dan kepribadian
tertentu pada suatu lokasi yang kemudian memberikan rasa-rasa tertentu terhadap
manusia yang berada di lokasi tersebut.
Universitas Indonesia
Aroma dapat menjadi identitas ruang yang sangat kuat. Hal ini diperkuat
oleh pernyataan Yi-Fu Tuan di bawah ini:
The modern architectural environment may cater to the eye, but it often
lacks the pungent personality that varied and pleasant odors can give.
Odors lend character to objects and places, making them distinctive,
easier to identify and remember. (Tuan, 1977, p. 11)
Kelebihan sifat aroma yang lebih mudah diingat dan diidentifikasi seperti yang
dikatakan Tuan inilah yang menarik perusahaan-perusahaan untuk mematenkan
aroma sebagai salah satu logo atau signature untuk produk mereka. Dalam hal ini,
arsitektur juga dapat dianggap sebagai produk atau sebagai wadah dimana produk
tersebut berbicara. Penerapan aroma sebagai identitas dalam arsitektur dapat
dilakukan secara buatan dan alami.
Melalui proses penerimaan sensasi dan persepsi, pengetahuan spasial
manusia akan ter-recall kembali dan menimbulkan semacam identifikasi yang
bersifat subjektif. Setiap manusia akan memahami identitas yang berbeda-beda
disebabkan oleh pengalaman dan pengetahuan yang biasanya juga melibatkan
manusia lain (Broadbent, 1973).
Universitas Indonesia
Gambar 3.2 Sigung dapat menciptakan batas maya defensif dengan mengeluarkan
aroma tidak sedap terhadap lawannya
Pembelaan diri sigung ini menciptakan suatu batas-batas maya defensif dalam
bentuk aroma. Musuh yang menciumnya dari jarak tertentu akan memilih untuk
menjauh. Disini sigung dapat dilihat seakan-akan memperluas teritori dirinya
dengan membuat batas yang jangkauannya lebih luas dibandingkan batas
tubuhnya sendiri.
Pendefinisian mengenai batas sangat terkait dengan terciptanya teritori.
Menurut Altman, teritori adalah ruang dimana seseorang, sebagai individu, atau
sebagai bagian dari kelompok yang hidup bersama, mengakui kepemilikan dan
akan mempertahankannya (1975). Teritori dianggap sebagai sesuatu yang tidak
mutlak harus dibatasi material fisik, sehingga masalah yang muncul kemudian
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
keluar menjauh dari suatu batas. Fenomena penarikan masuk dan pendorongan
keluar ini dapat digambarkan dalam skema di bawah ini:
Gambar 3.4 Reaksi push-out (panah hijau) dan pull-in (panah biru)
terhadap sebuah lingkupan ruang
Isyarat dan instruksi untuk mendekat dan menjauh ini disampaikan oleh
aroma melalui substansi berupa molekul-molekul kimia yang berada dalam udara.
Setelah memahami mengenai pull-in dan push-out yang merupakan faktor yang
melekat pada sebuah objek, saatnya melihat pembentukan ruang yang terjadi.
Adanya suatu penarik dapat menyebabkan adanya sekumpulan massa yang padat
dan sebaliknya apabila ada sesuatu yang mendorong keluar, massa akan
cenderung menyebar. Perkumpulan dan penyebaran ini dapat dianalisa secara
spasial dalam gambar di bawah ini:
Gambar 3.5 (a) Perkumpulan objek yang mewujudkan ruang yang lebih terdefinisi,
(b) Penyebaran objek yang membiaskan perwujudan ruang
Universitas Indonesia
3.6 Kesimpulan
Kehadiran aroma dalam ruang dapat dikaitkan dengan aspek-aspek spasial
ilmu arsitektur dasar. Berdasarkan sumber-sumber literatur ilmu arsitektur dasar,
saya menyimpulkan topik-topik spasial yang mendukung pemahaman mengenai
kaitan aroma dengan arsitektur dalam lima topik utama.
Aroma dapat mendefinisikan space dan memperkuat sense of place
seseorang terhadap suatu ruang. Hal tersebut terjadi karena aroma mampu
menyampaikan pesan dan berbicara sebagai bahasa yang merepresentasikan
kualitas ruang. Karakter dan kepribadian yang tercipta juga dapat mendefinisikan
spirit of place.
Bahasa yang konstan disampaikan dalam ruang lambat laun menjadi
sebuah identitas bagi ruang tersebut. Identitas yang tercipta karena hadirnya
aroma ini disimpan dalam pikiran manusia dan diasosiasikan dengan pengalaman
serta pengetahuan setiap individu. Ingatan mengenai identitas aroma tertentu
dapat menjadi media identifikasi seorang manusia terhadap keadaan ruang di
sekelilingnya.
Kesadaran manusia terhadap aroma dapat menciptakan sebuah dimensi
maya ruang. Dimensi-dimensi ini kemudian menjadi batas ruang yang dapat
menentukan inside – outside. Kesadaran mengenai adanya dimensi batas ini
dimulai dari terdeteksinya sebuah ambang aroma yang ada dalam sebuah ruang.
Selain mewujudkan batas maya, aroma memiliki kekuatan untuk
menciptakan ambience dan mempengaruhi mood yang juga dapat mengatur gerak
tubuh dan perilaku pengguna ruang. Aroma dapat membuat manusia berkumpul
dan mendekat ke suatu ruang atau membuat manusia menyebar dan menghindari
ruang tersebut.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
36
Universitas Indonesia
Gambar 4.2 Contoh pembagian ruang bebas rokok dengan yang tidak
Sampai saat ini, pemisahan dan pemberian batas antara area bebas rokok
dan area merokok masih berlaku. Pertimbangan kenyamanan dan kesehatan
pengguna menjadi dasar diberlakukannya pemisahan tersebut. Pemisahan yang
seringkali ditemui di hampir seluruh bangunan-bangunan publik dan komersial ini
terkait dengan kehadiran aroma dalam ruang terbuka dan tertutup. Dalam
beberapa kasus, area merokok ditempatkan pada ruang terbuka agar terjadi
pergantian udara yang diharapkan membawa aroma rokok pergi.
Arsitek-arsitek kontemporer juga memiliki perhatian terhadap keberadaan
aroma. Palasmaa (2005) menyebutkan Peter Zumthor, Glenn Murcutt, Steven
Holl, Frank Lloyd Wright dan Alvar Aalto sebagai arsitek kontemporer yang
memperhatikan pengalaman multi-indera. Sebagai contoh, Palasmaa
mendeskripsikan arsitektur karya Frank Lloyd Wright sebagai berikut:
Universitas Indonesia
The live encounter with Frank Lloyd Wright’s Falling Water weaves the
surrounding forest, the volumes, surfaces, textures and colors of the house
and even the smells of the forest and the sounds of the river, into a
uniquely full experience. (Palasmaa, 2005, p. 71)
Universitas Indonesia
dalam konteks fisik bangunan maupun aroma. Kehadiran aroma pada masing-
masing tempat juga memiliki peran-peran yang berbeda – mengacu pada sintesa
aroma dalam arsitektur (terciptanya ruang dan tempat, bahasa, identitas, batas dan
gerak).
Aspek pembahasan dan pendekatan dalam mengalami ruang akan
disesuaikan dengan tempat yang dibahas. Tiga topik besar yang dipantau dan
dibahas adalah: (1) aroma dalam lingkungan alam melalui pendekatan
pengalaman pribadi secara fenomenologi, (2) aroma dalam ruang kontemplasi
melalui pendekatan pengalaman pribadi secara fenomenologi dan (3) aroma dalam
ruang kegiatan komersial melalui perbandingan pengalaman dua responden.
Universitas Indonesia
tempat tinggal yang didasari pada kebutuhan masing-masing dan hal tersebut
menyebabkan goa mengalami sebuah pergeseran makna dan fungsi. Pada zaman
moderen ini, goa hanya menjadi tempat bagi kegiatan-kegiatan tertentu yang
berhubungan dengan spiritualitas.
Goa yang dipilih dan diamati adalah Goa Gajah. Goa Gajah terletak di
Desa Bedulu, Kecamatan Blah Batuh, Gianyar, Bali. Nama Goa Gajah berasal
dari kata Lwa Gajah yang artinya sungai gajah atau air gajah yang tertulis dalam
kitab Negarakertagama tulisan Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi.
Kononnya, goa ini digunakan untuk belajar dan bertapa pada zaman Raja
Udayana. Di sekitar kawasan Goa Gajah ini terdapat pura dan tempat pemandian.
Goa ini seluruhnya terbuat dari batu. Bagian muka Goa ini dihiasi oleh ornamen
ukiran-ukiran khas Bali yang juga terbuat dari batu yang berlumut.
Untuk menuju goa, saya harus menuruni tangga terlebih dahulu. Setelah
sampai ke anak tangga paling bawah, di depan saya terdapat sebuah bangunan
semacam pendopo yang cukup luas. Di bagian kiri ada barisan-barisan tumpukan
batu-batu berlumut dan di depannya terdapat dua kolam pemandian besar yang
dipenuhi ikan. Di samping kolam pemandian inilah lokasi mulut goa gajah.
Suasana yang kental dengan budaya, agama dan mistis terasa sangat kuat.
Gambar 4.3 Foto suasana (kiri) dan posisi terhadap layout denah (kanan) saat berada di
depan pintu masuk menuju Goa Gajah
Universitas Indonesia
sedikit tercium aroma hujan yang lembab bercampur dengan aroma amis bersasal
dari air kolam pemandian yang berisi ikan-ikan koi besar. Cuaca saat itu cukup
cerah walaupun tergolong lembab karena hujan baru saja berhenti. Untuk
memasuki ruang di dalam gua ini saya melewati sebuah lubang setinggi manusia
yang memiliki lebar kurang lebih 80 cm dan hanya muat satu orang saja.
Gambar 4.4 Foto suasana (kanan) dan posisi dalam layout denah (kiri)
saat memasuki mulut goa
Gambar 4.5 Foto suasana (kiri) dan posisi dalam layout denah (kanan) sesaat setelah
melewati mulut goa
Aroma yang tercium masih cenderung netral dengan sentilan aroma batu
berlumut dan aroma khas ruang kosong. Perasaan yang timbul karena aroma
tersebut juga tidak terlalu signifikan dan hanya terasa sebagai latar karena aroma
semacam ini sering hadir dalam keseharian saya. Perasaan yang lebih terasa
adalah perasaan takut yang ditimbulkan oleh kualitas ruang yang gelap dan
dingin. Selain itu, pengaruh sugesti mengenai adanya makhluk halus yang berada
di dalam goa ini membuat saya sulit untuk mengatur intensi dan atensi saya dalam
mengalami ruang ini.
Setelah berjalan kira-kira dua meter, saya memasuki area lorong yang
lebih sempit. Bagian lorong ini hanya bisa dilewati satu orang dalam satu waktu
dan di kanan dan kirinya terdapat sebuah niche setinggi kira-kira 80 cm dari
tanah. Konon, niche tersebut merupakan ruang-ruang untuk bertapa. Saat sampai
ke bagian yang lebih sempit ini, aroma batu berlumut semakin kuat ditambah
dengan aroma dupa yang diletakkan pada ujung gua ini. Dupa tersebut dapat
terlihat jelas karena berada persis di dalam niche yang terletak di ujung sumbu
lurus jalur masuk goa ini.
Gambar 4.6 Foto suasana (kiri) dan posisi dalam layout denah (kanan)
saat memasuki area tengah goa
Setelah melewati lorong sempit ini, akhirnya saya sampai kepada bagian
utama dari goa ini. Bagian ini bentuknya melebar ke samping dan ini adalah satu-
satunya bagian goa yang memiliki lampu sebagai pencahayaan. Pada area ini
terdapat tiga niche untuk bertapa. Di ketiga niche tersebut terletak berisi sesajen
persembahan yang ternyata merupakan sumber aroma dupa dalam goa.
Universitas Indonesia
Gambar 4.7 Sketsa suasana (kiri) dan posisi dalam layout denah (kanan)
saat berada pada bagian terdalam goa
Terkait dengan letaknya yang paling tertutup dan paling jauh dari sumber
udara bebas, aroma di bagian terdalam goa adalah yang paling signifikan. Pada
bagian ini tidak ada bukaan, selain mulut goa, yang dapat mengakibatkan
pergantian udara. Selain aroma dupa yang samar-samar, tercium juga aroma yang
sering saya temui di rumah-rumah kosong yang tidak berpengguna. Pada gambar
di bawah ini, ditunjukkan representasi kepekatan aroma dengan perbedaan
kepekatan warna yang ada di setiap bagian ruang.
Gambar 4.8 Layout denah skematik pengalaman aroma dalam Goa Gajah
Sensasi yang muncul selama dalam goa didominasi oleh perasaan takut
yang akhirnya mempengaruhi gerak saya untuk menjauh dan berbalik keluar dari
goa. Keputusan saya untuk bergerak menjauh dan keluar dari goa ini tidak
Universitas Indonesia
Gambar 4.9 Tahapan skematik terjadinya respon terhadap aroma pada Goa Gajah
Pengaruh aroma pada goa ini setara dan bahkan dapat dikatakan cenderung
lebih lemah dibandingkan dengan pengaruh sensasi lainnya seperti visual dan
Universitas Indonesia
pendengaran. Kesimpulan ini didukung oleh Stokols & Altman (1987) yang
mengemukakan bahwa beberapa budayawan dan sejarahwan menganggap alam
sebagai sumber stimulus yang netral. Dalam hal ini, stimulus yang berupa
molekul-molekul kimia aroma bersifat netral dan dapat dianggap tidak
menimbulkan efek push-out atau pull-in terhadap manusia sebagai pengguna
ruang.
Gambar 4.11 Penggambaran suasana aroma ruang pada Hotel Park Hyatt Chicago
Klien lainnya adalah toko The North Face yang menjual produk pakaian
dan peralatan kegiatan outdoor. Aroma yang ingin ditonjolkan adalah aroma kayu
dan pohon agar atmosfir kegiatan luar ruangan yang ditawarkan oleh produk ini
makin kuat. Keberadaan aroma didukung dengan penggunaan material bangunan
berupa kayu dan material alami lainnya.
Universitas Indonesia
Gambar 4.13 Penggambaran suasana aroma ruang dalam toko The North Face
Universitas Indonesia
menjadi kualitas ruang yang sangat kuat dan memberikan sebuah efek emosional
yang menenangkan bagi siapapun yang mengalami ruang tersebut.
Universitas Indonesia
pertama adalah kelenteng, dimana dupa yang dibakar merupakan elemen utama
pendukung kegiatan ruang dan hal tersebut mengakibatkan hadirnya aroma dupa
secara alamiah (naturally). Untuk tempat kedua, dipilih sebuah tempat dimana
aroma dupa (incense) dihadirkan secara sengaja (artificially) untuk memperkuat
suasana yang diinginkan dan juga untuk mengatur mood pengguna.
Universitas Indonesia
Gambar 4.15 Suasana pelataran kelenteng (kiri) dan posisi dalam layout denah (kanan)
Namun semakin saya mendekat pada sumber aroma, aroma ini menjadi
asing. Substansi yang pekat berupa asap, konsentrasi aroma yang sangat tinggi,
jarak saya terhadap sumber dan durasi kontak dengan aroma tersebut ternyata
pelan-pelan merubah persepsi saya mengenai aroma tersebut. Aroma ini sangat
kuat, menyengat dan kian lama menjadi sebuah aroma yang mulai menganggu.
Namun karena saya masih berada ruangan terbuka, substansi pekat berkonsentrasi
tinggi tersebut lebih cepat memudar dalam wadah mediumnya yang tak terbatas.
Selanjutnya saya meneruskan perjalanan ke bagian dalam bangunan
kelenteng ini (masuk melalui pintu C pada gambar 4.17). Dari luar, saya dapat
melihat lilin-lilin dengan ukuran yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Lilin-
lilin ini ukurannya sebesar dan setinggi manusia dan api pada sumbunya sangat
besar. Di sekitar lilin-lilin tersebut, juga ada batang-batangan dupa yang dibakar
seperti yang ditemui di pelataran luar. Saat saya memasuki gerbang ruangan ini,
dalam sekejap aroma tajam menyergap saya. Aroma ini sama dengan yang saya
hirup di luar, namun konsentrasinya jauh lebih tinggi.
Universitas Indonesia
Berdasarkan pada layout denah di atas, dapat dipahami bahwa aroma lebih
pekat pada ruangan tertutup dengan bukaan-bukaan yang terbatas. Pada area
pelataran terbuka, karena keberadaan tiupan angin yang berubah-ubah arah dan
kekuatannya sepanjang hari, aroma membias dan menyebar sesuai dengan
keadaan angin pada saat itu. Hal ini yang menyebabkan konsentrasi aroma lebih
terasa kepekatannya di ruang yang tertutup.
Perbedaan pengalaman penciuman aroma di kelenteng dibandingkan
dengan lokasi-lokasi lain yang diamati adalah adanya substansi kasat mata yang
membawa aroma tersebut. Spatial awareness yang tercipta oleh dupa dan lilin
yang dibakar ini dialami melalui pengalaman penglihatan dan penciuman secara
simultan. Perjalanan saya mengalami aroma di tempat ini mengalami transisi dari
ringan ke kuat yang mengakibatkan adanya transisi pada persepsi saya terhadap
ruang tersebut.
Universitas Indonesia
Kelenteng ini memiliki efek push-out yang timbul apabila pengguna sudah
cukup lama berada di dalam ruangannya. Pada umumnya, manusia memiliki
kemampuan untuk beradaptasi pada aroma yang ada disekitarnya. Namun hal itu
tidak terjadi pada saya di kelenteng karena substansi pekatnya yang berada di
udara bukan hanya mengusik indera penciuman saja, tapi juga mengusik indera
penglihatan.
Untuk memahami pandangan dari sisi lain, saya mewawancarai seorang
teman yang beragama Buddha dan datang secara berkala ke kelenteng untuk
sembahyang. Ternyata ia juga memiliki persepsi yang kurang lebih sama dengan
saya. Hal tersebut menarik karena tidak sesuai dengan anggapan saya bahwa
orang yang sudah terbiasa datang ke Kelenteng memiliki kemampuan adaptasi
yang lebih baik. Namun penekanan dari pernyataan teman saya ini merujuk pada
terganggunya indera pengelihatan, bukan terkait dengan aroma. Ia merasa bahwa
asap yang berasal dari bakaran dupa di kelenteng sangat menganggu mata dan
mempengaruhi proses pernafasan. Tingginya konsentrasi dari substansi tersebut
membuatnya cenderung ingin segera pergi dan menjauh setelah menyelesaikan
sembahyang.
Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pernyataan Barbara & Perliss (2006)
mengenai hubungan antara manusia dengan aroma yang mengatakan bahwa
aroma menyenangkan dalam konsentrasi rendah memiliki kemungkinan untuk
menjadi aroma yang menganggu bila konsentrasi yang meninggi. Namun
pernyataan mereka bahwa kemampuan adaptasi manusia terhadap aroma dialami
Universitas Indonesia
dalam waktu yang panjang, ternyata tidak berlaku pada kasus ini. Pada satu titik,
kedua indera tersebut akan beraksi secara fisiologis dimana hidung akan
mengeluarkan lendir dan mata akan terasa pedas. Kedua hal tersebutlah yang
kemudian menjadi pendorong gerak manusia untuk segera menjauhi sumber
aroma untuk mencari ruang yang lebih nyaman.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 4.21 Layout denah skematik pengalaman aroma dan titik-titik sumber aroma di
Bale-bale Spa
Pada layout denah di atas, warna coklat yang semakin pekat dan tua
menunjukkan kekuatan dan kepekatan aroma yang saya alami. Pada titik-titik a, b
Universitas Indonesia
dan c yang merupakan ambang-ambang menuju area yang berbeda, dialami aroma
yang lebih pekat. Hal ini terjadi karena sumber-sumber aroma diletakkan pada
ambang-ambang ruang tersebut. Namun secara menyeluruh, kepekatan
konsentrasi aroma yang dirasakan tidak terlalu berbeda satu bagian dengan
lainnya. Hal ini diakibatkan karena ruang spa ini tertutup seluruhnya dan udara
dalam ruangnya tidak mengalami pergantian. Sebaliknya, udara yang sama terus
diputar dalam ruang karena adanya air conditioner.
Dalam pengalaman aroma spa ini, penilaian saya mengenai suasana ruang
sangat terpengaruh dengan persepsi pribadi mengenai identitas ruang-ruang
kontemplasi lain. Hal ini memicu terasanya sebuah spirit of place yang cenderung
membuat saya tenang. Secara sederhana, tahapannya adalah sebagai berikut:
salah satu elemen yang dapat menstimulasi manusia secara emosional. Emotional
branding adalah sebuah usaha membangun brand yang bertujuan memenuhi
kepuasan pelanggan melalui pengalaman inderawi (Wiryawan, 2002). Ini
merupakan contoh strategi branding melalui pendekatan yang salah satunya
terkait dengan peran aroma. Branding tidak hanya diterapkan pada produk namun
juga kepada ruang (place brand). Menurut Wiryawan (2002), place brand adalah
kumpulan persepsi, ide, dan impresi seseorang atau sekelompok orang terhadap
suatu tempat.
Burr (2008) menyatakan bahwa penggunaan aroma parfum merupakan
bagian penting dari perancangan ruang dan place brand hotel. Pada salah satu
artikel dalam websitenya, Burr menyebutkan bahwa Ritz-Carlton, Mandarin
Oriental, Shangri-La, Marriot dan Hyatt adalah beberapa dari hotel-hotel yang
memiliki pencitraan dalam bentuk aroma. Harald Vogt, pendiri Scent Marketing
Institute yang berpraktek di Amerika dan Eropa, menambahkan bahwa walaupun
saat ini perancangan aroma pada umunnya hanya terbatas pada area-area publik
hotel saja, diperkirakan bahwa di masa depan setiap kamar yang berada dalam
sebuah hotel akan memiliki aroma-aroma tematik yang senada dengan rancangan
interiornya. Aroma tersebut dapat dipilih pengunjung sesuai keinginannya saat
check-in.
Penggunaan aroma sebagai logo adalah salah satu bentuk identitas. Aroma
menjadi strategi yang diusung oleh perusahaan-perusahaan branding dan
marketing kontemporer. Simon Harrop, seorang CEO dari sebuah perusahaan
marketing Brand Sense Agency yang berbasis di Inggris, menganggap bahwa
pendekatan indera di luar indera penglihatan merupakan usaha yang baik untuk
menarik sisi emosional manusia terhadap sebuah produk. Strategi emotional
marketing ini dapat membantu sebuah produk untuk menarik konsumen dengan
lebih cepat dan memicu respon emosional impulsif konsumen (Burr, 2008).
Berbeda dengan Brand Sense Agency yang melakukan pendekatannya
pada kelima indera manusia, @Aroma yang berbasis di Jepang memfokuskan
perhatiannya pada aroma sebagai strategi utama dalam merancang suasana ruang.
Dalam situs resminya http://www.at-aroma.com, perusahaan yang menamakan
dirinya sebagai aroma space designers ini mengkategorikan aroma space design,
Universitas Indonesia
signature scent dan scent marketing sebagai tiga pelayanan spesialisasi mereka.
Klien-klien @Aroma adalah hotel, toilet, toko pakaian, rumah sakit, fasilitas
publik dan komersial lainnya di Jepang.
Lindstorm (2005) memaparkan kasus-kasus mengenai strategi marketing
yang ternyata sangat terkait dengan ruang dan arsitektur. Ia menceritakan
mengenai supermarket di Eropa Utara yang memiliki lubang-lubang ventilasi
yang mengeluarkan aroma roti pada langit-langitnya. Skenario ini dimaksudkan
untuk menghasilkan perilaku konsumtif pada manusia. Adanya elemen non-
arsitektural tersebut terbukti menaikkan nilai penjualan, bukan hanya produk roti
namun juga produk-produk makanan lain.
Aroma adalah contoh strategi marketing yang ditujukan untuk
mempengaruhi keputusan manusia. Namun aroma juga dapat digunakan untuk
mewujudkan sebuah ruang dan mendefinisikan batas. Maka dari itu, di bawah ini
akan dijelaskan dua kasus yang berbeda dalam konteks aroma sebagai strategi
manipulasi ruang. Kasus pertama dimulai dengan pemahaman ruang kegiatan jual
beli yang paling sederhana dan konvensional yaitu pasar. Kasus kedua membahas
sebuah ruang yang mewadahi kegiatan jual beli dari brand roti kontemporer
terkenal. Kedua tempat memiliki perbedaan dalam memperlakukan aroma sebagai
penentu kualitas ruang.
Pendekatan untuk topik ini berbeda dengan dua topik sebelumnya karena
aroma dari kedua tempat ini lebih kuat dan signifikan. Pendekatannya adalah
mengajak dua responden langsung ke lokasi dan merekam pengalaman ruang
mereka terhadap aroma yang dituju. Setiap responden diberikan denah lokasi dan
mereka diminta untuk menandai titik dimana mereka mulai mengidentifikasi
adanya aroma tertentu. Titik tersebut dianggap sebagai ambang aroma yang
merupakan perluasan dari ruang tertentu. Melalu tahap ini, hasil yang diharapkan
adalah berupa penggambaran bubble perluasan batas ruang yang diciptakan oleh
aroma.
Setelah tahap tersebut, responden diminta untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang dapat mendeskripsikan karakter setiap individu yang dapat
memperkuat analisa terhadap bubble-bubble dimensi. Informasi-informasi yang
dicari adalah hubungan responden dengan tempat itu dalam kesehariannya dan
Universitas Indonesia
khususnya kesadaran terhadap aroma yang dimiliki ruang tersebut. Dua responden
untuk setiap situasi diharapkan memiliki karakter, pengalaman serta gaya hidup
yang benar-benar berbeda agar akan memberikan variasi hasil yang signifikan.
Gambar 4.23 Suasana ruang dan kegiatan jual beli di Pasar Bintaro Sektor 2
Universitas Indonesia
yang terbatas. Hal ini dimaksudkan agar aroma dapat dialami dengan lebih
signifikan. Pengamatan ini akan mewakili ruang dengan aroma yang
dikategorikan natural (berdasarkan sumber aroma dan terciptanya aroma) serta
memiliki push-out factor. Push-out factor ini yang akan dilihat sebagai “dinding
penghalang” bagi siapapun yang mendekati sumber aroma.
Pasar yang dipilih untuk studi kasus adalah pasar Sektor 2 Bintaro Jaya
dengan sumber aroma yang berasal dari area penjualan daging dan hasil laut.
Pasar ini dipilih karena memiliki aroma yang lebih menyengat dibandingkan
dengan pasar tradisional konvensional yang berada di ruang terbuka. Walaupun
kesan bersih secara visual meningkat, namun aroma yang tercium lebih
menyengat dibandingkan dengan pasar tradisional yang konvensional. Pola
ruangan pasar ini adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Tabel 4.1 Tabel data responden pengalaman aroma di Pasar Bintaro Sektor 2
Responden A Responden B
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
Umur 51 Tahun 21 Tahun
Pendidikan Terakhir SMA SMA
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Mahasiswa
Domisili Asal Jakarta Jakarta
Sumber: hasil wawancara dan Ilustrasi pribadi, 2011
Universitas Indonesia
Gambar 4.25 Grafik opini responden A (kiri) dan B (kanan) terhadap kualitas-kualitas ruang
yang ada di Pasar Bintaro Sektor 2
Universitas Indonesia
Gambar 4.26 Gerak refleks yang dilakukan oleh responden B saat mengalami
bagian ruang dengan aroma tidak sedap terkuat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sesuai dengan skema di atas, kehadiran aroma khas pasar yang cenderung
dipersepsikan sebagai aroma yang kurang menyenangkan ini menciptakan sebuah
dimensi batas yang berperan layaknya perisai yang menolak beberapa orang untuk
melanjutkan geraknya. Namun seperti apa yang dikemukakan oleh Barbara &
Perliss (2006) mengenai kemampuan adaptasi terhadap aroma yang dialami dalam
durasi panjang dan kesempatan yang berkali-kali, orang-orang yang sudah biasa
berada dalam pasar ini tidak akan merasa terganggu oleh aroma. Ditambah dengan
peran pasar sebagai wadah kegiatan esensial yang dilakukan sehari-hari, manusia
akan memiliki kecenderungan untuk menomorduakan ketidaknyamanan yang
diakibatkan oleh aroma tidak sedap tersebut.
4.5.2 BreadTalk
BreadTalk adalah brand roti kontemporer paling terkenal di Indonesia saat
ini. Ciri khas yang diunggulkan oleh BreadTalk adalah dapur terbuka dan tembus
pandang yang memperbolehkan konsumen untuk melihat proses pembuatan dan
persiapan roti sebelum roti tersebut dihidangkan di etalase. Hal ini menunjukkan
bahwa brand roti kontemporer ini melakukan pencitraan melalui rancangan secara
spasial merupakan salah satu strategi penjualannya.
BreadTalk dipilih untuk menjadi objek pengamatan karena toko roti ini
sudah dikenal memiliki aroma yang sangat kuat dan mendominasi kualitas
ruangnya. Berbeda dengan pasar tradisional yang memiliki aroma yang dipandang
sebagai faktor penurunan kualitas ruangnya, BreadTalk merupakan sebuah tempat
yang memiliki orientasi sebaliknya. Pengamatan ini akan mewakili ruang dengan
aroma yang dikategorikan artificial serta memiliki pull-in factor. Cabang
Universitas Indonesia
BreadTalk dipilih untuk menjadi objek studi kasus adalah yang bercabang di
Plaza bintaro. Cabang ini dipilih karena letaknya yang unik terhadap organisasi
ruang plaza tersebut.
Universitas Indonesia
sekitarnya dan khususnya bagi pengunjung. Toko roti ini terkenal dengan
aromanya yang sangat menarik dan seringkali memicu perilaku konsumtif yang
spontan.
Sama halnya seperti responden dalam kasus pasar tradisional, saya
meminta bantuan dua responden yang memiliki perbedaan signifikan. Hal ini
terkait dengan sasaran perbedaan hasil yang saya inginkan agar dapat dihasilkan
analisis perbedaan yang lebih kaya. Di bawah ini adalah data singkat dari dua
responden yang berpartisipasi dalam studi kasus BreadTalk:
Tabel 4.2 Tabel data responden pengalaman aroma di BreadTalk Plaza Bintaro
Responden A Responden B
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
Umur 21 Tahun 27 Tahun
Pendidikan Terakhir S1 SMP
Pekerjaan Mahasiswi Penjaga Rumah
Domisili Asal Jakarta Jawa Tengah
Sumber: hasil wawancara dan Ilustrasi pribadi, 2011
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.6 Kesimpulan
Berdasarkan tiga contoh pengalaman ruang yang disebutkan di atas, dapat
disimpulkan beberapa isu spasial yang terkait dengan keberadaan aroma dalam
ruang-ruang tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa aroma memiliki peran
yang berbeda-beda sesuai dengan konteks, fungsi, ruang yang mewadahinya,
sumber aroma dan karakter aromanya.
Aroma dalam ruang alam tercipta secara proses alamiah dan berasal dari
sumber alami pula. Sifatnya tergolong netral dan bias apabila dibandingkan
dengan bentuk sensasi lainnya. Konsentrasinya tidak setinggi aroma yang dibuat
secara artificial maka dari itu perannya seringkali tidak mempengaruhi manusia
secara signifikan dan hanya dianggap sebagai latar.
Manusia menghadirkan kembali aroma-aroma yang berasal dari alam ke
dalam lingkung bangun dengan konsentrasi yang lebih tinggi agar peran dan
pengaruhnya lebih signifikan terhadap manusia. Aroma alam dimunculkan dalam
ruang kegiatan sehari-hari manusia sebagai pengharum ruangan dan pencipta
suasana yang berbeda dari yang dialami oleh masyarakat urban setiap harinya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Kehadiran aroma dalam ruang arsitektur memiliki peran dalam
mempengaruhi pengalaman ruang manusia. Aroma hadir sebagai substansi
pengisi udara yang merupakan sebuah medium yang mutlak mengisi lingkungan
dan ruang sehari-hari. Walaupun tidak kasat mata, aroma merupakan sebuah
media komunikasi ruang yang efektif. Wujudnya adalah sensasi yang diterima
melalui reseptor sensorik yang ada pada indera penciuman manusia.
Aroma merupakan kualitas ruang yang memiliki pengaruh emosional
sangat kuat. Karena aroma bersifat persepsional, maka pemahaman manusia
terhadap aroma bergantung pada pengalaman, pengetahuan dan lingkungan yang
menyusun karakter dan kepribadian setiap individu. Selain penilaian perseptif,
hubungan manusia dengan aroma dalam ruang juga ditentukan oleh durasi
temporal dalam ruang dan konsentrasi aroma yang ada dalam ruang tersebut.
Terdeteksinya sebuah ambang aroma saat seseorang mengalami ruang
dapat memunculkan sebuah spatial awareness. Aroma dapat muncul secara alami
atau dimunculkan secara sengaja untuk memenuhi tujuan tertentu. Keduanya akan
menghasilkan spatial awareness dengan kekuatan dan pengaruh yang berbeda
kepada pengguna ruang. Dengan terjadinya pertemuan antara manusia dan aroma
dalam sebuah ruang, manusia dapat mengalami sebuah rasa terhadap tempat
tersebut (sense of place) dan dapat mengidentifikasi karakter serta kepribadian
tempat tersebut (spirit of place).
Rasa dan karakter yang diberikan oleh aroma kepada sebuah ruang
menjadi sebuah identitas yang sangat mudah diingat. Aroma dapat berperan
sebagai bahasa yang menginformasikan elemen-elemen pembentuk ruang dan
menginstruksikan pengguna ruang untuk merasakan, berfikir, bergerak, bersikap
serta menentukan arah dan jarak. Karena itu, aroma memiliki kemampuan untuk
menarik manusia untuk memasuki sebuah ruang dan juga sebaliknya. Ketika
seseorang dapat mendeteksi kehadiran sebuah aroma tertentu, maka ia telah
72
Universitas Indonesia
berada di dalam dimensi ruang yang tercipta oleh aroma tersebut. Ada dan tidak
adanya aroma yang terdeteksi dapat menandakan posisi di dalam atau di
luar.ruang. Hal tersebut mendefinisikan bahwa ada sebuah batas maya yang
tercipta. Aspek-aspek spasial yang disebutkan diatas dapat mempengaruhi gerak
dan perilaku manusia dalam ruang itu sendiri.
Berdasarkan hasil analisis pengalaman terhadap keberadaan aroma dalam
ruang, dapat disimpulkan bahwa masing-masing aroma memiliki peran dan
pengaruh yang berbeda-beda sesuai dengan konteks, fungsi dan jenis ruang.
Aroma yang hadir secara alami pada lingkung alam ternyata memiliki konsentrasi
rendah dan tidak memberikan pengaruh signifikan pada pengguna ruang. Berbeda
dengan apabila aroma alam direkonstruksi dan dihadirkan kembali pada ruang
kontemplasi. Dengan konsentrasi yang tepat, aroma dapat menguatkan suasana
dan kenyamanan ruang seperti di spa. Namun apabila konsentrasi terlalu tinggi,
seperti yang ditemui di kelenteng, aroma dapat menjadi sebuah push-out factor
yang mendorong manusia untuk keluar dari ruang tersebut. Aroma sebagai push-
out factor juga dapat ditemukan pada ruang kegiatan komersial semacam pasar
tradisional yang instrumen-instrumen pendukung kegiatan utamanya memicu
timbulnya persepsi mengenai ruang yang tidak bersih. Namun, dewasa ini lebih
banyak ditemukan ruang kegiatan komersial seperti toko roti BreadTalk yang
menghadirkan aroma tertentu secara sengaja dengan tujuan untuk memperkuat
identitas brand dan menjadi media marketing untuk menarik pengunjung.
Lepas dari kemampuan-kemampuan aroma dalam mendefinisikan ruang,
dalam beberapa hal kehadiran aroma masih dapat dianggap tidak penting
sebagaimana kualitas elemen ruang lainnya, khususnya kualitas visual. Manusia
lebih mempercayai yang mereka lihat karena informasi tersebut diproses secara
rasional dan objektif oleh otak. Berbeda dengan aroma yang menyentuh manusia
secara emosional. Kehadiran aroma yang tidak kasat mata tidak dapat dengan
jelas mendefinisikan yang benar-benar ada dan yang tidak ada. Walaupun
demikian, aroma dapat direkonstruksi dan dihadirkan kembali pada sebuah ruang
tanpa adanya sumber asli aroma tersebut. Hal-hal semacam inilah yang membuat
informasi yang disampaikan aroma terkadang tidak representatif dan terlalu
perseptif.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Amaral, J. R. & Oliveira, J. M. The Limbic System: The Center of Emotions. May
23, 2011. http://www.healing-arts.org/n-r-limbic.htm
Cain, W.S. (1979, February 2). To Know with The Nose: Keys to Odor
Identification. January 15, 2011.
www.sciencemag.org/content/203/4379/467.full.pdf
Coifan, O. (2009, April 9). Architecture, Scent and Space. January 15, 2011.
http://www.1000fragrance.com
75
Universitas Indonesia
Nisa. (2009, August 27). Nyaman dengan Aroma Ruangan. January 15, 2011.
http://www.okezone.com/lifestyle/
Palasmaa, J. (2005). Eyes of the Skin. Great Britain: John Wiley & Sons Ltd.
Seed Media Group. (2009). Chandler Burr: The Space of Scent. [Talk video
documentation]. New York: The Seed Design Series. March 23, 2011.
http://seedmagazine.com/designseries/chandler-burr.html
TED Talks. (2005). Luca Turin on the Science of Scent. [Talk video
documentation]. Monterey, CA: TED Conferences. March 24, 2011.
http://www.ted.com/talks/lang/eng/luca_turin_on_the_science_of_scent.h
tml
Van de Ven, C. (1991). Ruang dalam Arsitektur (Imam Djokomono & MC.
Prihminto Widodo, Penerjemah.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia