Anda di halaman 1dari 18

Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman/RSJD Atma Husada Mahakam

SKIZOFRENIA

Oleh
Herawati Salsabila
NIM. 1810029022

Pembimbing
dr. Eka Yuni, Sp.KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman\
2018
Skizofrenia

Oleh

Gita Permatasari
NIM. 1810029027

Dipresentasikan pada tanggal 30 Oktober 2018

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Yenny, Sp.KJ


Identitas Pasien
Nama : Tn. LR
Jenis Kelamin : Laki – laki
Usia : 25 tahun
Agama : Kristen
Suku : Toraja
Pendidikan : SMK
Alamat : Sanga-sanga, Kukar

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. V
Jenis Kelamin : Perempuan
Hubungan : Sepupu
Alamat : Sanga-sanga, Kukar

Status Psikiatri
Resume Masuk (IGD)
Pasien datang ke IGD Atma Husada Mahakam Samarinda pada tanggal 22
Oktober 2018 (Pukul 22.00) diantara adik dan sepupunya.
Keluhan Utama : Gelisah dan bingung

Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis
Os datang, jalan sendiri, menjawab nama dengan benar.
Heteroanamnesis
Os sering terlihat bingung saat dirumah, tertawa sendiri, berteriak dan
mengaku dirinya yesus. Os memakan paku payung dirumah. Menurut keterangan
keluarga os bekerja di tambang dan kuliah setelah pulang bekerja. Setelah pulang
ke rumah os hanya mengunci diri di kamar 3 bulan terakhir. Os sulit tidur di
malam hari. Makan masih baik. Menurut teman kerjanya, os juga sudah mulai
menyendiri selama 3 bulan terakhir. Pasien sagat ingin cepat sukses seperti teman
sebayanya, os berasal dari keluarga kurang mampu sehingga harus bekerja untuk
kuliah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang memiliki tanda-tanda atau gejala seperti yang dialami pasien.
Faktor Pencetus
Os ingin cepat sukses seperti teman sebayanya
Genogram

Keterangan :

Perempuan
Laki
Pasien

Riwayat Pribadi
1. Masa anak-anak awal (0-3 tahun)
 Selama masa ini keluarga pasien mengaku pasien dalam keadaan
sehat, tidak mengalami sakit. Tidak pernah mengalami kejang demam.
Pertumbuhan dan perkembangannya normal seperti anak lainnya

2. Masa anak-anak pertengahan (3-11 tahun)


 Pasien pada masa ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang normal. Pasien berkembang menjadi anak seperti seumurannya.
Bersekolah dasar selama 6 tahun. Hubungan pasien dengan keluarga
baik.
3. Masa kanak-kanak akhir (Pubertas dan remaja)
 Hubungan dengan teman sebaya baik saja, tidak ada masalah.
 Riwayat Sekolah
Pasien bersekolah seperti anak biasanya, SMP selama 3 tahun dan
SMK 3 tahun
 Perkembangan kognitif dan motorik
-
 Riwayat psikoseksual
-
 Latar belakang agama
Kehidupan agama pasien kuat dan selalu menjunjung nila-nilai agama
dan rajin beribadah, semua anggota keluarga pasien beragama Kristen

4. Masa Dewasa
 Pasien berasal dari Toraja, pindah ke Sangan-sanga dan tinggal
bersama tante dan sepupunya sejak 2011. Hubungan dengan keluarga
baik-baik saja.
 Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja tambang selama 5 tahun terakhir
 Aktivitas sosial
Pasien jarang beraktivitas dengan teman diluar kantor, hubungan
dengan keluarga baik.
 Seksualitas dewasa
Pasien belum menikah
 Riwayat militer
Pasien tidak pernah berhubungan dengan pengadilan dan pengalaman
militer

Status Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Kurang rapi, cukup kooperatif
Kesadaran : Komposmentis, GCS E4 V5 M6
Tanda Vital : TD : 130/80mmHg; Nadi : 80x/menit;
RR: 16x/menit; Suhu: 36,3˚C
Kepala dan Leher : Terdapat corpus allenium pada rongga mulut (paku
payung)
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada kelainan
Sistem Respiratorik : Tidak ada kelainan
Sistem Gastrointestinal : Tidak ada kelainan
Sistem Urogenital : Tidak ada kelainan
Kelainan Khusus : Tidak ada kelainan

Status Neurologikus
Panca Indera : Tidak diperiksa
Tanda Meningeal : Tidak diperiksa
Tekanan Intrakranial : Tidak diperiksa
Mata : Tidak diperiksa
Pemeriksaan Penunjang : Ro Thoraks tampak Gaster : Tampak corpus
allenium pada duodenum dan gaster
Lab DL : dalam batas normal
Status Psikiatrik
Kesan Umum : Kurang rapi, gelisah, cukup kooperatif
Kontak : verbal (+), visual (+)
Kesadaran : komposmentis, orientasi (+), atensi (+)
Emosi/Afek : mood labil, afek datar
Proses Berpikir : waham sulit dievaluasi
Intelegensi : cukup
Persepsi : halusinasi dan ilusi sulit dievaluasi
Psikomotor : dalam batas normal
Kemauan : ADL diarahkan

Diagnosis Multiaksial
Axis I : F.20.0
Axis II :-
Axis III : Benda Asing Intestinal
Axis IV : Masalah Ekonomi Keluarga
Axis V : GAF scale 70 – 61

Rencana Terapi

 Lidomer 1:1 injeksi


 Pasien dirujuk ke Poli Bedah RS Dirgahayu
 Haldol 5mg + Diazepam 5 mg (2x1 caps)

Resume Masuk (IGD)


Pasien datang ke IGD Atma Husada Mahakam Samarinda pada tanggal 24
Oktober 2018 (Pukul 15.00) diantara adik dan sepupunya.
Keluhan Utama : Gelisah dan bingung

Riwayat Penyakit Sekarang

 Autoanamnesis
Os datang berjalan sendiri, memiringkan kepala, kadang kepala tidak
miring. Os tidak menjawab saat ditanya. Os bergerak naik turun ranjang.
 Heteroanamnesis
Os dari poli bedah RS Dirgahayu tidak mendapat obat dan tindakan.
Benda asing tidak tampak lagi pada rontgen. Keterangan keluarga os
memiringkan kepala dan bibir sejak tiba di parkiran RSJD Atma Husada.
Setelah keluar dari ruang akut IGD tanggal 23 Oktober 2018 os gelisah
main air dan bicara sendiri.

Status Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Kurang rapi, cukup kooperatif
Kesadaran : Komposmentis, GCS E4 V5 M6
Tanda Vital : TD : 145/100mmHg; Nadi : 90x/menit;
RR: 20x/menit; Suhu: 36,3˚C
Kepala dan Leher : Tidak ada kelainan
Sistem Kardiovaskular : Tidak ada kelainan
Sistem Respiratorik : Tidak ada kelainan
Sistem Gastrointestinal : Tidak ada kelainan
Sistem Urogenital : Tidak ada kelainan
Kelainan Khusus : Tidak ada kelainan

Status Neurologikus
Panca Indera : Tidak diperiksa
Tanda Meningeal : Tidak diperiksa
Tekanan Intrakranial : Tidak diperiksa
Mata : Tidak diperiksa
Pemeriksaan Penunjang : Tidak diperiksa

Status Psikiatrik
Kesan Umum : Kurang rapi, gelisah, perilaku aneh
Kontak : verbal (-), visual (+)
Kesadaran : komposmentis, orientasi (+), atensi (+)
Emosi/Afek : mood labil, afek datar
Proses Berpikir : waham sulit dievaluasi
Intelegensi : cukup
Persepsi : halusinasi dan ilusi sulit dievaluasi
Psikomotor : meningkat
Kemauan : ADL diarahkan

Diagnosis Multiaksial
Axis I : F 20.0
Axis II :-
Axis III :-
Axis IV : Masalah Ekonomi Keluarga
Axis V : GAF scale 70 – 61
Rencana Terapi

 Haldol 5mg + Diazepam 5 mg (2x1 caps)


 Rawat inap

Prognosis
Dubia ad malam
Formulasi Psikodinamik
Os mulai sering menyendiri selama 3 bulan terakhir  os gelisah sering, teriak,
tertawa sendiri dan memakan paku paying sehingga dibawa ke IGD RSJD Atma
Husada  os dirujuk untuk perbaiki kondisi medis  pasien dibawa kembali ke
IGD RSJD Atma Husada karena gelisah dan main air terus  di IGD os
memiringkan kepala dan diduga mengalami eps Haldol.

Follow up (25 Oktober 2018) Ruang Tiung


S : Pasien teriak-teriak
O : Pasien gelisah, kaku (+)
A : F.20.0
P : THD 2x2mg, Risperidone 2x2mg, Diazepam 0-0-5

Follow up (26 Oktober 2018) UPIP


S : Pasein tenang, mengantuk, pasien ditanya dan hanya menjawab “senang
dilepas” “gak papa”
O : Tampak tenang, kaku (-)
A : F 20.0
P : THD 2x2mg, Risperidone 2x2mg, Diazepam 0-0-5

Follow Up (29 Oktober 2018)


S : Pasien baru dilepas fiksasi, difiksasi sebelumnya karena main air, ‘main air
karena diperintahkan tuan yesus”
O : Kontak (+), berpikir koheren asosiasi longgar, waham (+), orientasi (+), atensi
(+), halusinasi (+), psikomotor dbn,
A : F. 20.0
P : THD 2x2mg, Risperidone 2x2mg, Diazepam 0-0-5
Pembahasan

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang


mengalaminya tidak dapat menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri
buruk. Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo“ yang artinya retak atau
pecah (split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Demikian seseorang yang
menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau
keretakan kepribadian (Sadock, 2010).
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak
aspek tentang skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya.
Sebagai suatu sindrom, pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik
dengan melibatkan aspek psikososiai, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan
lain-lain (Amir, 2013).
Saat datang pasien datang dengan gaduh gelisah, dengan emosi yang labil
dan keterangan heteroanamnesis, pasien sering terlihat bingung saat dirumah,
tertawa sendiri, berteriak dan mengaku dirinya yesus. Pasien memakan paku
payung dirumah. Perubahan pasien dirasakan keluarga kurang lebih selama 3
bulan. Pasien sulit tidur di malam hari. Makan masih baik. Menurut teman
kerjanya, pasien juga sudah mulai menyendiri dan bertingkah aneh selama 3 bulan
terakhir. Penggalian lebih lanjut kepada pasien saat di IGD tidak bisa dievaluasi
dikarenakan pasien masih gelisah.
Penggalian informasi pada pasien dilakukan secara berkala pada saat
pasien dirawat di ruang UPIP dan Tiung. Follow up terakhir pada tanggal 29
Oktober 2018, pasien tampak lebih tenang dan beraktivitas dengan pasien lainnya.
Saat dianamnesa, pasien menerangkan bahwa sakit kepala, baru saja dilepas dari
ikatan. Pasien mengaku diikat karena main air sebelumnya, pasien main air
dikarenakan mendapat bisikan dari tuan Yesus untuk main air. Pasien juga
mengaku makan paku payung sebelumnya karena diperintahkan dan hanya
menjalankan perintah. Pasien berkeyakinan tidak akan kenapa-kenapa karena ada
tuan Yesus yang melindungi walaupun makan paku ataupun batu. Pasien
meyakini ia adalah hamba yang tidak akan kenapa-kenapa.
Hasil penilaian awal pasien pada saat pertama kali masuk MRS kurang
bisa menilai diagnosa pasien, namun follow up lebih lanjut semakin menunjukkan
bahwa pasien bisa di diagnosa dengan skizofrenia. Berdasarkan kriteria diagnostik
DSM-V-TR Skizofrenia harus terdapat adanya

A. Gejala karakteristik: Dua (atau lebih) poin berikut, masing-masing terjadi


dalam porsi waktu yang signifikan selama periode 1 bulan (atau kurang bila
telah berhasil diobati):
1) waham.
2) halusinasi.
3) bicara kacau (Sering melantur atau inkohorensi).
4) perilaku yang sangat kacau atau katatonik
5) gejala negatif afektif mendatar, alogia, atau kehilangan minat
Catatan : Hanya dibutuhkan satu dari gejala kriteria A bila wahamnya bizar
atau halusinasinya terdiri atas suara yang terus-menerus memberi
komentar terhadap perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih
suara yang saling bercakap-cakap.

B. Disfungsi sosial/okupasional: Selama suatu porsi waktu yang signifikan


sejak awitan gangguan, terdapat satu atau lebih area fungsi utama, seperti
pekerjaan, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang berada jauh
dibawah tingkatan yang telah dicapai sebelum awitan (atau apabila
onset pada masa anak-anak atau remaja terdapat kegagalan pencapaian
tingkat interpersonal, akademik atau okupasi lainnya) seperti pekerjaan,
hubungan interpersonal atau perawatan diri.

C. Durasi: tanda-tanda gangguan terus berlanjut dan menetap sedikitnya 6


bulan. Periode 6 bulan ini meliputi 1 bulan gejala-gejala fase aktif yang
memenuhi kriteria A (atau kurang bila berhasil diterapi) dan dapat juga
mencakup fase prodromal atau residual. Selama berlangsung. fase prodormal
atau residual ini, tanda-tanda gangguan dapat bermanifestasi hanya sebagai
gejala-gejala negatif saja atau lebih dari atau=2 dari gejala-gejala dalam
kriteria A dalam bentuk yang lebih ringan (seperti kepercayaan-
kepercayaan ganjil, pengalaman perseptual yang tidak biasa).

D. Penyingkiran skizofektif dan gangguan mood: Gangguan skizoafektif dan


mood dengan gambaran psikotik dikesampingkan karena : (1) tidak ada
episode depresi, mania atau campuran keduanya yang terjadi bersamaan
dengan gejala-gelala fase aktif, (2) jika episode mood terjadi intra fase aktif
maka perlangsungannya relatif singkat dibanding periode fase aktif dan
residual.

E. Penyingkiran kondisi medis dan zat: Gangguan ini bukan disebabkan oleh
efek fisiologis langsung dari suatu zat (seperti obat-obatan medikasi atau yang
disalah gunakan) atau oleh suatu kondisi medis umum.

F. Hubungan dengan suatu gangguan perkembangan pervasif: Jika terdapat


riwayat autistik atau gangguan pervasif lainnya maka tambahan diagnosa
skizofernia hanya dibuat bila juga terdapat delusi atau halusinasi yang
menonjol dalam waktu sedikitnya 1 bulan (atau kurang jika berhasil diterapi).

Berdasarkan definisi dan krieria diagnostik, skizofrenia di dalam DSM-V


dapat dikelompokkan menjadi beberapa subtipe, yaitu:

a. Skizofrenia paranoid
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi auditoris
yang menonjol secara berulang-ulang
 Tidak ada yang menonjol dari berbagai keadaan berikut :
Pembicaraan yang tidak terorganisasi, perilaku yang tidak
terorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak sesuai
 Waham dapat setiap jenis, tetapi waham dikendalikan, dipengaruhi
dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang
paling khas
b. Skizofrenia terdisorganisasi
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Di bawah ini semuanya menonjol :
 Pembicaraan yang tidak terorganisasi
 Perilaku yang tidak terorganisasi
 Afek yang datar atau tidak sesuai
 Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik

c. Skizofrenia katatonik
Tipe skizofrenia dengan gambaran klinis yang didominasi oleh sekurang-
kurangnya dua hal beriku ini :
 Imobilitas motorik, seperti ditunjukkan adanya katalepsi (termasuk
fleksibilitas lilin) atau stupor.
 Aktivitas motorik yang berlebihan (tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh stimulus eksternal)
 Negativisme yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak
adanya motivasi terhadapa semua bentuk perintah atau
mempertahankan postur yang kaku dan menentang semua usaha
untuk menggerakkannya) atau mutism.
 Gerakan-gerakan sadar yang aneh, seperti yang ditujukan oleh
posturing (mengambil postur yang tidak lazim atau aneh secara
disengaja), gerakan stereotipik yang berulang-ulang, manerism
yang menonjol, atau bermuka menyeringai secara menonjol.
 Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna)
d. Skizofrenia tidak tergolongkan
Tipe skizofrenia yang mengalami delusi, halusinasi, gangguan pikiran, dan
kekacauan berat tetapi tidak memenuhi kriteria untuk tipe paranoid,
terorganisasi, dan katatonik.
e. Skizofrenia residual
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
 Tidak adanya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak
terorganisasi, dan perilaku yang tidak teroranisasi atau katatonik
yang menonjol.
 Terdapat terus tanda-tanda anguan, seperti adanya gejala negatif
walaupun ditemukan dalam benuk yang lemah (misalnya
keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).

Kasus pada pasien ini lebih menonjolkan gejala untuk jenis skizofrenia
paranoid, sehingga diagnosis pada kasus ini adalah F20.0. Skizofrenia paranoid
merupakan tipe yang paling stabil dan paling sering terjadi.

Tatalaksana
Terapi skizofrenia meliputi :

1. Rawat inap
Rawat inap diindikasikan untuk tujuan diagnostik, untuk stabilisasi
pengobatan, untuk keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri
atau pembunuhan, serta untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak
pada tempatnya, termasuk ketidakmampuan mengurus kebutuhan
dasar seperti pangan, sandang, dan papan.
2. Terapi Farmakoterapi
 Penggolongan
Antipsikosis Tipikal
Chlorpromazine
Perphenazine
Phenotiazine
Trifluoperazine
Fluphenazine
Butyrophenone Haloperidol
Diphenyl-butyl-piperidine Pimozide
Antipsikosis Atipikal
Benzamide Supiride
Dibenzodiazepine Clozapine
Olanzapine
Quetiapine
Zotepine
Risperidone
Benzisoxazole
Aripiprazole

 Mekanisme Kerja
o Antipsikotik Tipikal
Obat antipsikotik tipikal memberikan efek antipsikotik dengan
jalan menurunkan aktivitas dopamin. Haloperidol dan
klorpromazine dapat meningkatkan metabolisme dopamine pada
daerah yang kaya dopamine. Obat antipsikotik tipikal dikaitkan
dengan afinitasnya yang kuat terhadap dopamine D2 reseptor. Ia
bekerja efektif, bila 80% D2 di otak dapat dihambat. Bila hambatan
terhadap reseptor D2 lebih besar, extrapiramidal syndrome (EPS)
dapat terjadi tanpa adanya penambahan efektivitas antipsikotik
tipikal. Antipsikotika tipikal bersifat lebih sedasi sehingga lebih
efektif untuk pasien agitatif atau pasien dengan gejala positif.
o Antipsikotik Atipikal
Antipsikotik atipikal disamping berafinitas terhadap D2 dopamine
reseptor, juga terhadap serotonin 5 HT2, sehingga efektif juga
untuk gejala negatif. Clozapine memiliki afinitas terhadap D2 yang
rendah, sedangkan terhadap 5-HT2 tinggi. Hal ini yang
menyebabkan rendahnya efek ekstrapiramidal. Dengan PET
terlihat bahwa pemberian clozapine dosis efektif, D2 reseptor yang
ditempati hanya sekitar 40 – 50%, sedangkan 10 mg haloperidol
menempati D2 reseptor lebih dari 80%. Risperidone merupakan
antagonis kuat baik terhadap serotonin (terutama 5-HT2A) dan
reseptor D2. Risperidone juga memiliki afinitas kuat terhadap a1
dan a2 tetapi afinitas terhadap β-reseptor dan muskarinik rendah.
Walaupun dikatakan ia merupakan antagonis D2 kuat, kekuatannya
jauh lebih rendah dibanding dengan haloperidol. Aktivitas
melawan gejala negatif dikaitkan dengan aktivitasnya terhadap
5HT2 yang juga tinggi. Olanzapine secara spesifik memblok 5-
HT2A dan reseptor D2, bila dibandingkan dengan clozapine,
olanzapine memblok D2 lebih besar sehingga dosis tinggi dapat
meningkatkan kadar prolaktin dan efek samping ekstrapiramidal.

 Pemilihan Obat
o Pada dasarnya semua obat antipsikosis memiliki efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada
efek sekunder (efek samping : sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
o Pemilihan jenis obat antipsikosis mempertimbangkan gejala
psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat
disesuaikan dengan dosis ekivalen.
o Apabila obat anti-psikosis tertentu tidak memberikan respon dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai,
dapat diganti dengan antipsikosis lain (sebaiknya dari golongan
yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya, dimana profil efek
samping belum tentu sama.
o Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikotik sebelumnya,
jenis obat antipsikosis tertentu sudah terbukti efektif dan ditolerir
dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang.
o Apabila gejala negatif (afek tumpul penarikan diri, hipobulia, isi
pikiran miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham,
halusinasi, bicara kacau, perilaku tak terkendali) pada pasien
skizofrenia, pilihan obat antipsikosis atipikal perlu
dipertimbangkan, khususnya pada pasien yang tidak dapat
mentolerir efek samping ekstrapiramidal.
 Pengaturan Dosis
Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan
setiap 2 – 3 hari sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran
sindrom psikosis), dievaluasi setiap 2 minggu dan bila dinaikkan ke “dosis
optimal” lalu dipertahankan sekitar 8 – 12 minggu (stabilisasi), diturunkan
2 minggu ke “dosis maintenance” yang dipertahankan 6 bulan sampai 2
tahun (diselingi “drug holiday” 1 – 2 hari/minggu), lalu tappering off
(dosis diturunkan tiap 2 – 4 minggu), lalu obat dapat dihentikan.

Anti psikosis Mg. Eq Dosis Sedasi Otonomik Ekstra-


(mg/hari) piramidal
Chlorpromazine 100 150-1600 +++ +++ ++
Trifluoperazine 5 5-60 + + +++
Fluphenazine 5 5-60 ++ + +++
Haloperidol 2 2-100 + + ++++
Clozapine 25 25-200 ++++ + -
Risperidone 2 2-9 + + +
Olanzapine 10 10-20 + + +
Aripiprazole 10 10-20 + + +

Terapi awal yang diberikan pada pasien di kasus ini saat petama kali
masuk IGD adalah injeksi Lodomer, kemudian pasien diberikan Haloperidol 5 mg
dan diazepam 5 mg dalam kapsul 2x1. Setelah pemberian tersebut, pasien datang
lagi ke IGD dan menunjukkan gejala EPS. Saat diruangan pasien masih
menunjukkan gejala EPS dan terapi pasien diganti menjadi Risperidone 2x2mg,
THD 2x2mg dan Diazepam 0-0-5mg. Risperidone memiliki efek ekstrapirsmidal
yang lebih kecil dibandingkan haloperidol. THD diberikan sebagai terapi gejala
EPS.
DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa . Jakarta : PT Nuh


Jaya.
2. Nurmiati Amir. 2013. Skizofrenia. dalam S. D. Elvira, & G. Hadisukanto, Buku
Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Hal
199-203.
3. Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya.
4. Sadock BJ, Sadok VA. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai