Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman/RSJD Atma Husada Mahakam
SKIZOFRENIA
Oleh
Herawati Salsabila
NIM. 1810029022
Pembimbing
dr. Eka Yuni, Sp.KJ
Oleh
Gita Permatasari
NIM. 1810029027
Mengetahui,
Pembimbing
Status Psikiatri
Resume Masuk (IGD)
Pasien datang ke IGD Atma Husada Mahakam Samarinda pada tanggal 22
Oktober 2018 (Pukul 22.00) diantara adik dan sepupunya.
Keluhan Utama : Gelisah dan bingung
Keterangan :
Perempuan
Laki
Pasien
Riwayat Pribadi
1. Masa anak-anak awal (0-3 tahun)
Selama masa ini keluarga pasien mengaku pasien dalam keadaan
sehat, tidak mengalami sakit. Tidak pernah mengalami kejang demam.
Pertumbuhan dan perkembangannya normal seperti anak lainnya
4. Masa Dewasa
Pasien berasal dari Toraja, pindah ke Sangan-sanga dan tinggal
bersama tante dan sepupunya sejak 2011. Hubungan dengan keluarga
baik-baik saja.
Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja tambang selama 5 tahun terakhir
Aktivitas sosial
Pasien jarang beraktivitas dengan teman diluar kantor, hubungan
dengan keluarga baik.
Seksualitas dewasa
Pasien belum menikah
Riwayat militer
Pasien tidak pernah berhubungan dengan pengadilan dan pengalaman
militer
Status Neurologikus
Panca Indera : Tidak diperiksa
Tanda Meningeal : Tidak diperiksa
Tekanan Intrakranial : Tidak diperiksa
Mata : Tidak diperiksa
Pemeriksaan Penunjang : Ro Thoraks tampak Gaster : Tampak corpus
allenium pada duodenum dan gaster
Lab DL : dalam batas normal
Status Psikiatrik
Kesan Umum : Kurang rapi, gelisah, cukup kooperatif
Kontak : verbal (+), visual (+)
Kesadaran : komposmentis, orientasi (+), atensi (+)
Emosi/Afek : mood labil, afek datar
Proses Berpikir : waham sulit dievaluasi
Intelegensi : cukup
Persepsi : halusinasi dan ilusi sulit dievaluasi
Psikomotor : dalam batas normal
Kemauan : ADL diarahkan
Diagnosis Multiaksial
Axis I : F.20.0
Axis II :-
Axis III : Benda Asing Intestinal
Axis IV : Masalah Ekonomi Keluarga
Axis V : GAF scale 70 – 61
Rencana Terapi
Autoanamnesis
Os datang berjalan sendiri, memiringkan kepala, kadang kepala tidak
miring. Os tidak menjawab saat ditanya. Os bergerak naik turun ranjang.
Heteroanamnesis
Os dari poli bedah RS Dirgahayu tidak mendapat obat dan tindakan.
Benda asing tidak tampak lagi pada rontgen. Keterangan keluarga os
memiringkan kepala dan bibir sejak tiba di parkiran RSJD Atma Husada.
Setelah keluar dari ruang akut IGD tanggal 23 Oktober 2018 os gelisah
main air dan bicara sendiri.
Status Neurologikus
Panca Indera : Tidak diperiksa
Tanda Meningeal : Tidak diperiksa
Tekanan Intrakranial : Tidak diperiksa
Mata : Tidak diperiksa
Pemeriksaan Penunjang : Tidak diperiksa
Status Psikiatrik
Kesan Umum : Kurang rapi, gelisah, perilaku aneh
Kontak : verbal (-), visual (+)
Kesadaran : komposmentis, orientasi (+), atensi (+)
Emosi/Afek : mood labil, afek datar
Proses Berpikir : waham sulit dievaluasi
Intelegensi : cukup
Persepsi : halusinasi dan ilusi sulit dievaluasi
Psikomotor : meningkat
Kemauan : ADL diarahkan
Diagnosis Multiaksial
Axis I : F 20.0
Axis II :-
Axis III :-
Axis IV : Masalah Ekonomi Keluarga
Axis V : GAF scale 70 – 61
Rencana Terapi
Prognosis
Dubia ad malam
Formulasi Psikodinamik
Os mulai sering menyendiri selama 3 bulan terakhir os gelisah sering, teriak,
tertawa sendiri dan memakan paku paying sehingga dibawa ke IGD RSJD Atma
Husada os dirujuk untuk perbaiki kondisi medis pasien dibawa kembali ke
IGD RSJD Atma Husada karena gelisah dan main air terus di IGD os
memiringkan kepala dan diduga mengalami eps Haldol.
E. Penyingkiran kondisi medis dan zat: Gangguan ini bukan disebabkan oleh
efek fisiologis langsung dari suatu zat (seperti obat-obatan medikasi atau yang
disalah gunakan) atau oleh suatu kondisi medis umum.
a. Skizofrenia paranoid
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi auditoris
yang menonjol secara berulang-ulang
Tidak ada yang menonjol dari berbagai keadaan berikut :
Pembicaraan yang tidak terorganisasi, perilaku yang tidak
terorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak sesuai
Waham dapat setiap jenis, tetapi waham dikendalikan, dipengaruhi
dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang
paling khas
b. Skizofrenia terdisorganisasi
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
Di bawah ini semuanya menonjol :
Pembicaraan yang tidak terorganisasi
Perilaku yang tidak terorganisasi
Afek yang datar atau tidak sesuai
Tidak memenuhi kriteria untuk tipe katatonik
c. Skizofrenia katatonik
Tipe skizofrenia dengan gambaran klinis yang didominasi oleh sekurang-
kurangnya dua hal beriku ini :
Imobilitas motorik, seperti ditunjukkan adanya katalepsi (termasuk
fleksibilitas lilin) atau stupor.
Aktivitas motorik yang berlebihan (tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh stimulus eksternal)
Negativisme yang berlebihan (sebuah resistensi yang tampak tidak
adanya motivasi terhadapa semua bentuk perintah atau
mempertahankan postur yang kaku dan menentang semua usaha
untuk menggerakkannya) atau mutism.
Gerakan-gerakan sadar yang aneh, seperti yang ditujukan oleh
posturing (mengambil postur yang tidak lazim atau aneh secara
disengaja), gerakan stereotipik yang berulang-ulang, manerism
yang menonjol, atau bermuka menyeringai secara menonjol.
Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna)
d. Skizofrenia tidak tergolongkan
Tipe skizofrenia yang mengalami delusi, halusinasi, gangguan pikiran, dan
kekacauan berat tetapi tidak memenuhi kriteria untuk tipe paranoid,
terorganisasi, dan katatonik.
e. Skizofrenia residual
Tipe skizofrenia yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
Tidak adanya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak
terorganisasi, dan perilaku yang tidak teroranisasi atau katatonik
yang menonjol.
Terdapat terus tanda-tanda anguan, seperti adanya gejala negatif
walaupun ditemukan dalam benuk yang lemah (misalnya
keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).
Kasus pada pasien ini lebih menonjolkan gejala untuk jenis skizofrenia
paranoid, sehingga diagnosis pada kasus ini adalah F20.0. Skizofrenia paranoid
merupakan tipe yang paling stabil dan paling sering terjadi.
Tatalaksana
Terapi skizofrenia meliputi :
1. Rawat inap
Rawat inap diindikasikan untuk tujuan diagnostik, untuk stabilisasi
pengobatan, untuk keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri
atau pembunuhan, serta untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak
pada tempatnya, termasuk ketidakmampuan mengurus kebutuhan
dasar seperti pangan, sandang, dan papan.
2. Terapi Farmakoterapi
Penggolongan
Antipsikosis Tipikal
Chlorpromazine
Perphenazine
Phenotiazine
Trifluoperazine
Fluphenazine
Butyrophenone Haloperidol
Diphenyl-butyl-piperidine Pimozide
Antipsikosis Atipikal
Benzamide Supiride
Dibenzodiazepine Clozapine
Olanzapine
Quetiapine
Zotepine
Risperidone
Benzisoxazole
Aripiprazole
Mekanisme Kerja
o Antipsikotik Tipikal
Obat antipsikotik tipikal memberikan efek antipsikotik dengan
jalan menurunkan aktivitas dopamin. Haloperidol dan
klorpromazine dapat meningkatkan metabolisme dopamine pada
daerah yang kaya dopamine. Obat antipsikotik tipikal dikaitkan
dengan afinitasnya yang kuat terhadap dopamine D2 reseptor. Ia
bekerja efektif, bila 80% D2 di otak dapat dihambat. Bila hambatan
terhadap reseptor D2 lebih besar, extrapiramidal syndrome (EPS)
dapat terjadi tanpa adanya penambahan efektivitas antipsikotik
tipikal. Antipsikotika tipikal bersifat lebih sedasi sehingga lebih
efektif untuk pasien agitatif atau pasien dengan gejala positif.
o Antipsikotik Atipikal
Antipsikotik atipikal disamping berafinitas terhadap D2 dopamine
reseptor, juga terhadap serotonin 5 HT2, sehingga efektif juga
untuk gejala negatif. Clozapine memiliki afinitas terhadap D2 yang
rendah, sedangkan terhadap 5-HT2 tinggi. Hal ini yang
menyebabkan rendahnya efek ekstrapiramidal. Dengan PET
terlihat bahwa pemberian clozapine dosis efektif, D2 reseptor yang
ditempati hanya sekitar 40 – 50%, sedangkan 10 mg haloperidol
menempati D2 reseptor lebih dari 80%. Risperidone merupakan
antagonis kuat baik terhadap serotonin (terutama 5-HT2A) dan
reseptor D2. Risperidone juga memiliki afinitas kuat terhadap a1
dan a2 tetapi afinitas terhadap β-reseptor dan muskarinik rendah.
Walaupun dikatakan ia merupakan antagonis D2 kuat, kekuatannya
jauh lebih rendah dibanding dengan haloperidol. Aktivitas
melawan gejala negatif dikaitkan dengan aktivitasnya terhadap
5HT2 yang juga tinggi. Olanzapine secara spesifik memblok 5-
HT2A dan reseptor D2, bila dibandingkan dengan clozapine,
olanzapine memblok D2 lebih besar sehingga dosis tinggi dapat
meningkatkan kadar prolaktin dan efek samping ekstrapiramidal.
Pemilihan Obat
o Pada dasarnya semua obat antipsikosis memiliki efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada
efek sekunder (efek samping : sedasi, otonomik, ekstrapiramidal).
o Pemilihan jenis obat antipsikosis mempertimbangkan gejala
psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat
disesuaikan dengan dosis ekivalen.
o Apabila obat anti-psikosis tertentu tidak memberikan respon dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai,
dapat diganti dengan antipsikosis lain (sebaiknya dari golongan
yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya, dimana profil efek
samping belum tentu sama.
o Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikotik sebelumnya,
jenis obat antipsikosis tertentu sudah terbukti efektif dan ditolerir
dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk
pemakaian sekarang.
o Apabila gejala negatif (afek tumpul penarikan diri, hipobulia, isi
pikiran miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham,
halusinasi, bicara kacau, perilaku tak terkendali) pada pasien
skizofrenia, pilihan obat antipsikosis atipikal perlu
dipertimbangkan, khususnya pada pasien yang tidak dapat
mentolerir efek samping ekstrapiramidal.
Pengaturan Dosis
Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan
setiap 2 – 3 hari sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran
sindrom psikosis), dievaluasi setiap 2 minggu dan bila dinaikkan ke “dosis
optimal” lalu dipertahankan sekitar 8 – 12 minggu (stabilisasi), diturunkan
2 minggu ke “dosis maintenance” yang dipertahankan 6 bulan sampai 2
tahun (diselingi “drug holiday” 1 – 2 hari/minggu), lalu tappering off
(dosis diturunkan tiap 2 – 4 minggu), lalu obat dapat dihentikan.
Terapi awal yang diberikan pada pasien di kasus ini saat petama kali
masuk IGD adalah injeksi Lodomer, kemudian pasien diberikan Haloperidol 5 mg
dan diazepam 5 mg dalam kapsul 2x1. Setelah pemberian tersebut, pasien datang
lagi ke IGD dan menunjukkan gejala EPS. Saat diruangan pasien masih
menunjukkan gejala EPS dan terapi pasien diganti menjadi Risperidone 2x2mg,
THD 2x2mg dan Diazepam 0-0-5mg. Risperidone memiliki efek ekstrapirsmidal
yang lebih kecil dibandingkan haloperidol. THD diberikan sebagai terapi gejala
EPS.
DAFTAR PUSTAKA