Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
PLASENTA PREVIA
Oleh:
Gita Permatasari 1810029027
Pembimbing:
dr. Andriansyah, Sp.OG K(ONK)
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mengetahui tentang kejadian perdarahan ante partum terutama plasenta
previa, serta membandingkan antara teori dengan kasus nyata pasien plasenta
previa yang datang ke RSUD A.W. Sjahranie Samarinda.
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
2.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 35 tahun
Alamat : Anggana, Samarinda
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : Selasa, 26 November 2019 pukul 15.00 WITA
Identitas Suami
Nama : Tn. SM
Umur : 32 tahun
Alamat : Anggana, Samarinda
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Toraks
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi (-).
Palpasi : Fremitus raba D=S, nyeri tekan (-), pembesaran KGB(-/-).
Perkusi : Sonor di semua lapangan paru.
Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-). Bunyi
jantung S1 S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-).
Abdomen
Lihat status obstetri
Ekstremitas
Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < detik, sianosis (-/-), clubbing finger
(-), refleks fisiologis (+/+),refleks patologis (-/-).
Status Obstetri
Inspeksi
Membesar sesuai usia kehamilan, linea nigra (+), striae gravidarum (-
),jaringan parut bekas operasi (-).
Palpasi
Tinggi Fundus Uteri : 31 cm TBJ : 2945 gram
Leopold I : teraba bagian lunak kesn bokong
Leopold II : punggung bayi berada di sebelah kiri ibu, letak
memanjang
Leopold III : belum masuk PAP
Leopold IV : stage 5/5
HIS : 2 kali dalam 10 menit dengan durasi 10-15 detik
Hasil urinalisa
Parameter Tanggal Nilai Normal
26/11/2019
Berat Jenis 1.020 1.003-1.03l
Keton +2 Negatif(-)
Hb +4 Negatif(-)
Kerjenihan Keruh Jernih
Protein +1 Negatif(-)
Sel Epitel + Sedikit
Leukosit 5-8 0-1
Eritrosit 80-90 0-1
Keterangan:
- Janin tunggal hidup, Letak kepala
- Placenta previa
- UK: 35 – 36 minggu
2.4. Diagnosis
𝐺2 𝑃0000 𝐴100 gravid 38-39 minggu janin tunggal hidup intrauterine, hemorrage
antepartum ec plasenta previa
2.5. Penatalaksanaan
- Observasi DJJ + HIS dan pengeluaran darah pervaginam
Konsul Sp.OG
- IVFD RL 20 TPM
- Profenid suppositoria II
- Bed rest
- Rencana Sectio Caesarea
2.6 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam
2.7. Follow Up
Tanggal &
Pemeriksaan Penatalaksanaan
Waktu
S:Perdarahan dari jalan lahir A:
O:KU sedang, 𝐺2 𝑃0000 𝐴100 gravid 38-39
Kesadaran Composmesntis minggu + Janin tunggal
TD 130/70 mmHg, Nadi 80 x/menit, hidup intrauterin +
26/11/2019
RR 18 x/menit, T 36 oC Hemoragik antepartum ec
15.00
plasenta previa
VK
TFU : 31 cm
TBJ : 2945 gram P:
Leopold I : teraba bagian lunak kesn - Observasi DJJ + HIS
bokong dan pengeluaran darah
Leopold II : punggung bayi berada di pervaginam
sebelah kiri ibu, letak memanjang
Leopold III : belum masuk PAP Konsul Sp.OG
Leopold IV : stage 5/5 - IVFD RL 20 TPM
HIS: 2 kali dalam 10 menit dengan - Profenid suppositoria
durasi 10-15 detik II
VT: Tidak dilakukan - Bed rest
DJJ = 147 x/menit - Rencana Sectio
Caesarea
3.1 Definisi
Plasenta previa didefinisikan sebagai keadaan dimana plasenta
berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga
menutup sebagian atau seluruh pembukaaan jalan lahir (ostium uteri internum)
(Abduljabbar, Bahkali, Al-Basri, Shoudary, Dause, Mira, & Khojah, 2016).
Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4-0,6% dari keseluruhan persalinan
(Berghella V., 2017) atau sekitar 4 atau 5 per 1000 kehamilan (Abduljabbar,
Bahkali, Al-Basri, Shoudary, Dause, Mira, & Khojah, 2016).
Pada awal kehamilan, plasenta mulai terbentuk, berbentuk bundar, berupa
organ datar yang bertanggung jawab menyediakan oksigen dan nutrisi untuk
pertumbuhan bayi dan membuang produk sampah dari darah bayi. Plasenta
melekat pada dinding uterus dan pada tali pusat bayi yang membentuk hubungan
penting antara ibu dan bayi (Berghella V., 2017).
3.2 Etiologi
Etiologi plasenta previa belum jelas. Vaskularisasi yang berkurang atau
perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan
plasenta previa tidaklah selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa
plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas yang
tinggi. Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali
harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian
dugaan itu salah. Beberapa faktor predisposisi terjadinya plasenta previa adalah
sebagai berikut (Almnabri, Al-Ansari, Abdulmane, Saadawi, Almarshad, Banoun,
Mufti, Bati, et al., 2017; Tanto, C. & Kayika, I., 2014):
a. Multiparitas dan umur lanjut (> 35 tahun).
b. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh karena bekas pembedahan
(SC, Kuretase, dll).
c. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis yang
dapat menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim
sehingga dapat menutupi keseluruhan atau sebagian ostium uteri internum.
d. Pada suatu penelitian didapatkan bahwa, riwayat persalinan dengan sectio
caesaria meningkatkan kejadian plasenta previa pada kehamilan berikutnya.
3.3 Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa tidak didasarkan pada keadaan anatomik
melainkan fisiologik. Plasenta previa digunakan untuk menggambarkan plasenta
yang berimplantasi di atas atau sangat berdekatan dengan ostium uteri internum
(Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth & Rous, 2009).Secara umum plasenta
previa diklasifikasikan menjadi (Prawinohardjo S., 2010; Cunningham, Leveno,
Bloom, Hauth & Rous, 2009):
1. Plasenta previa totalis atau komplit, yaitu bila plasenta menutupi seluruh
ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis, bila plasenta menutupi sebagian ostium uteri
internum.
3. Plasenta previa marginalis, bila tepi plasenta berada pada pinggir ostium uteri
internum.
4. Plasenta letak rendah, bila plasenta berada 3 – 4 cm diatas tepi ostium uteri
internum.
3.4 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim,
plasenta akan mulai mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui, plasenta
terbentuk dari jaringan maternal, yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh
menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami
laserasi akibat pelepasan pada desidua (Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth &
Rous, 2009).
Demikian pula pada waktu serviks mendatar dan membuka (dilatasi), ada
bagian plasenta terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervilus plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu, perdarahan pada plasenta previa
berapapun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding), perdarahan di tempat itu
relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks
tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya
sangat minimal, dengan akibatnya pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan,
kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta, maka masa
perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lama. Oleh karena pembentukan
segmen bawah rahim itu berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru
akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah terjadi perdarahan berulang
tanpa suatu sebab lainnya desidua (Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth & Rous,
2009).
Darah yang keluar berwarna merah segar, tanpa rasa nyeri (painless). Pada
plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum, perdarahan terjadi lebih
awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu
pada bagian terbawah, yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada
plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu
mendekati atau waktu persalinan dimulai (Prawinohardjo S., 2010).
Perdarahan pertama biasanya sedikit, tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok, hal tersebut perlu
dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah
30 minggu, tetapi lebih dari separuh kejadiannya terjadi pada usia kehamilan 34
minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri
internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak
membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan yang lebih
luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan
demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Prawinohardjo
S., 2010).
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah dinding segmen bawah rahim
yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan
inkreta, bahkan perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke
buli-buli den rektum bersamaan dengan terjadinya plasenta previa. Plasenta akreta
dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah menjalani
bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek dan oleh
sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana, kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan paska persalinan pada plasenta previa,
misalnya dalam kala tiga persalinan plasenta akan sukar melepas dengan
sempurna (terjadi retensi plasenta), atau setelah uri lepas, karena segmen bawah
rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik, maka terjadi perdarahan
(Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth & Rous, 2009).
- Anamnesis
Gejala pertama yang membawa pasien ke dokter atau rumah sakit ialah
perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut
(trimester III), puncak insidens pada kehamilan 34 minggu. Sifat perdarahannya
tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent).
Perdarahan timbul tanpa sebab apapun. Kadang-kadang perdarahan terjadi
sewaktu bangun tidur ; pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah penuh darah.
Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak sebelumnya.
- Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit,
darah beku dan sebagainya, jika telah berdarah banyak maka ibu akan terlihat
anemis.
Palpasi
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah, Sering
dijumpai kesalahan letak janin, Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak
kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau mengolak di
atas pintu atas panggul. Bila cukup pengalaman, dapat dirasakan suatu bantalan
pada segmen bawah rahim terutama pada ibu yang kurus. Pemeriksaan dalam
sangat berbahaya sehingga kontraindikasi untuk dilakukan kecuali fasilitas operasi
segera sudah tersedia.
3.7 Penatalaksanaan
Prinsip penanganan awal pada semua pasien dengan perdarahan
antepartum adalah mencegah keadaan syok karena pendarahan yang banyak,
untuk itu harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian cairan
atau transfusi darah. Selanjutnya dapat dilakukan penanganan lanjutan yang
disesuaikan dengan keadaan umum, usia kehamilan, jumlah perdarahan, maupun
jenis plasenta previa.
a. Penanganan pasif/ penanganan ekspektatif
a) Tatalaksana Umum
Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebelum tersedia
kesiapan untuk seksio caesarea. Pemeriksaan inspekulo dilakukan
secara hati-hati, untuk menentukan sumber perdarahan.
Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCl
0,9% atau Ringer Laktat); dan
Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
b) Tatalaksana Khusus
Terapi Konservatif
Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan
secara non-invasif.
Terapi Ekspektatif
Perdarahan pada plasenta previa dapat terjadi sebelum paru-paru
janin matang. Dalam kasus ini, kelangsungan hidup janin di intrauterine
dapat tetap dipertahankan dengan terapi ekspektatif. Pada awal kehamilan,
diperlukan transfusi untuk menggantikan kehilangan darah serta terapi
tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan prematur, hingga
kehamilan mencapai usia 32-34 minggu. Setelah 34 minggu, manfaat
pematangan harus dipertimbangkan terhadap terjadinya resiko perdarahan
yang lebih besar. Selain itu penting juga untuk dipertimbangkan resiko
terjadinya perdarahan kembali yang disertai dengan retardasi pertumbuhan
janin intrauterine. Sebagian besar kasus plasenta previa sekitar 75%
dilakukan terminasi kehamilan pada usia 36-40 minggu.
Syarat terapi ekspektatif:
· Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti dengan atau tanpa pengobatan tokolitik;
· Belum ada tanda inpartu; dan
· Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal).
· Janin masih hidup dan kondisi janin baik;
· Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis;
· Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta;
· Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
a) MgSO4 4 gr/iv dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam; atau
b) Nifedipin 3 x 20 mg/hari. Pemberian tokolitik dikombinasikan
dengan betamethason 2x12 mg IM dalam 24 jam atau
deksametason 6 mg/12 jam IV atau IM diberkan sebanyak 4
kali dalam 48 jam untuk pematangan paru janin bila usia
kehamilan antara 24-34 minggu.
c) Persiapan transfusi bila Hb ibu < 11g%
d) Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan
denyut jantung janin.
e) Pastikan tersedianya sarana transfusi; dan
f) Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37
minggu masih lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesan
segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
b. Penanganan aktif
Rencanakan terminasi kehamilan jika: (a). Usia kehamilan cukup bulan;
(b). Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali); dan (c). Pada perdarahan aktif dan
banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa memanda usia kehamilan.
Adapun kriteria untuk dilakukan penanganan aktif yaitu berupa umur
kehamilan 37 minggu, BB janin 2500 gram, perdarahan banyak 500 cc atau lebih,
ada tanda-tanda persalinan, keadaan umum pasien tidak baik, ibu anemis (Hb < 8
gr%).
Persalinan spontan pervaginam
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara
dan anak sudah meninggal atau prematur. Jika pembukaan serviks sudah agak
besar (4-5 cm), ketuban dipecah (amniotomi) jika his lemah, diberikan oksitosin
drips. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC. Tindakan versi
Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan (kompresi atau
tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta) hanya dilakukan pada
keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk
melakukan operasi.
Seksio Cesaria
Prinsip utama dalam melakukan seksio cesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan
untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan. Persiapan darah pengganti untuk
stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu dan perawatan lanjut pasca bedah termasuk
pemantauan perdarahan, infeksi, dan keseimbangan cairan masuk-keluar.
Tujuan seksio sesarea :
a) Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi
dan menghentikan perdarahan. Tempat implantasi plasenta previa terdapat
banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi
tipis dan mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi plasenta sering
menjadi sumber perdarahan karena adanya vaskularisasi dan susunan serabut
otot dengan korpus uteri.
b) Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin
dilahirkan pervaginam.
3.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi dari plasenta previa adalah (Creasy, Iams, Lockwood,
Moore, Greene, 2014).
Perdarahan dan syok.
Prematuritas atau lahir mati.
Infeksi.
Laserasi serviks.
Plasenta akreta.
Prolaps tali pusat.
Prolaps plasenta.
3.9 Prognosis
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas
dan morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10 % dan mortalitas
janin 50-80 %. Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka
kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal
menjadi 0,2-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan
trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun menjadi 7-25 %, terutama
disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan buatan.
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Teori Kasus
- Multiparitas dan umur lanjut (> 35 - Pasien (usia 35 tahun) G2P0000A100
tahun). gravid 38-39 minggu datang dengan
- Tidak nyeri dan perdarahan keluhan keluar darah dari jalan lahir.
pervaginam berwarna merah terang - Keluhan keluar darah dari jalan lahir
pada umur kehamilan trimester kedua terjadi secara tiba-tiba sejak malam
atau awal trimester ketiga. sebelum MRS dalam jumlah yang
- Perdarahan pada kehamilan setelah 28 cukup banyak.
minggu atau pada kehamilan lanjut - Pasien juga mengeluh perut kram dan
(trimester III), puncak insidens pada sakit pinggang sejak 1 bulan yang lalu.
kehamilan 34 minggu. Sifat
perdarahannya tanpa sebab (causeless),
tanpa nyeri (painless), dan berulang
(reccurent).
4.4 Penatalaksanaan
Teori Kasus
- Infus NaCl 0,9% atau Ringer - Terapi konservatif (bed rest total)
Laktat - IVFD RL drip oxitosin + tramadol
- Tokolitik (bila ada kontraksi: 20 tpm
MgSO4 4 g IV dosis awal - Provenid Suppositoria II
dilanjutkan 4 g setiap 6 jam. - Observasi KU dan TTV
Nifedipin 3×20 mg/hari. - Observasi HIS dan perdarahan
Betamethason 2 x 12 mg IV - Rencana Sectio Caesarea
dalam 24 jam untuk pematangan
paru janin), plasentotrofik,
roboransia.
- Awasi perdarahan terus-
menerus, tekanan darah, nadi
dan denyut jantung janin.
- Bila setelah usia kehamilan di
atas 34 minggu, plasenta masih
berada disekitar ostium uteri
internum, maka dugaan plasenta
previa menjadi jelas, sehingga
perlu dilakukan observasi dan
konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat
darurat.
Seksio sesarea :
1. Melahirkan janin dengan segera
sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan
perdarahan. Tempat implantasi
plasenta previa terdapat banyak
vaskularisasi sehingga serviks uteri
dan segmen bawah rahim menjadi
tipis dan mudah robek. Selain itu,
bekas tempat implantasi plasenta
sering menjadi sumber perdarahan
karena adanya vaskularisasi dan
susunan serabut otot dengan korpus
uteri.
2. Menghindarkan kemungkinan
terjadinya robekan pada serviks
uteri, jika janin akan dilahirkan
pervaginam.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Telah dilakukan perbandingan antara teori dan kasus pada pasien perempuan
Ny. R, 35 tahun didiagnosis dengan G2P0000A100 gravid 38-39 minggu,
hemorrhage ante partum et causa plasenta previa telah dilakukan terapi
konservatif dan dilakukan tindakan section caesarea. Dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang didapatkan penegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan yang telah sesuai dengan literatur yang mendukung pada kasus
tersebut.
5.2 Saran
Saran ini diberikan kepada seluruh tenaga medis dan paramedis agar dapat
memberikan edukasi yang sesuai dengan keadaan pasien. Pasien diedukasi untuk
melakukan tirah baring baik pada saat menjalani perawatan di rumah sakit atau
ketika pasien sudah berada dirumah. Pasien tidak diperbolehkan untuk pulang jika
jarak rumah pasien >30 menit dari rumah sakit. Pastikan kepada pasien bila terjadi
perdarahan kembali, harus segera dibawa ke rumah sakit. Edukasi lainnya adalah
kemungkinan untuk dilakukan tindakan sectio caesarea sebagai pilihan untuk
proses kelahiran janin, hal ini diikuti dengan pertimbangan untuk dilakukan
metode kontrasepsi mantap.
DAFTAR PUSTAKA
Abduljabbar, Hassan S., Bahkali, Needa M., Al-Basri, Samera F., Shoudary,
Ibrahim H., Dause, Wesam R., Mira, Mohammed, Y., & Khojah,
Mohammed. (2016). Placenta Previa. A 13 Years Experience at a
Tertiary Care Center in Western Saudi Arabia. Saudi Med J. Vol. 37 (7).
Almnabri, Abdulrahman A., Al-Ansari, Emtenan A., Abdulmane, Murooj M.,
Saadawi, Deyala W., Almarshad, Taghreed A., Banoun, Ahmad A., Mufti,
Nora S., Bati, Bashayes S., et al. (2017). Management of Placenta During
Pregnancy. The Egyptian Journal of Hospital Medicine. Vol. 68 (3). Pg.
1549 – 1553.
Berghella, Vincenzo. (2017). Obstetric Evidence Based Guidelines, 3rd Edition.
London, New York : CRC Press.
Creasy, RK., Iams, J., Lockwood, C., Moore, T., Greene, M. (2014). Placenta
Previa, Placenta Accreta, Abruptio Placentae and Vasa Previa. Creasy
and Resnik’s Maternal-Fetal Medicine: Principles and Practice. 7th ed.
Saunders: Philadelphia, PA., 732 – 742.
Cunningham, G. F., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Rouse, D. J., &
Spong, C. Y. (2010). Williams Obstetrics (23 ed.). United States: The
McGraw-Hills Company.
Jauniaux, ERM., Alfirevic, Z., Bhide, AG., Belfort, MA., Burton, GJ., Collins,
SL., Dornan, S., Jurkovic, D., et al. (2018). Placenta Previa and Placenta
Accreta: Diagnosis and Management. Green-top Guideline No. 27a. Royal
College of Obstetricians & Gynaecologists, 27 Sussex Place, London,
United Kingdom.
Kementrian Kasehatan Republik Indonesia. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. 1st ed. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI; 2015.
Lockwood, Charles J., Russo-Stieglitz, Karen. (2019). Placenta Previa:
Management. Editor: Vincenzo Berghella.
Tanto, Chris & Kayika, I Putu Gede. (2014). Kapita Selekta Kedokteran:
Perdarahan Pada Kehamilan Tua. Jakarta: Media Aesculapius.
Prawinohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawinohardjo.