Siti Hajar
NIM.
Pembimbing:
dr. Kuntjoro Yakti, Sp.PD
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan
kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus
dengan judul “HIPOKALEMIA PERIODIK PARALISIS”. Tulisan ini disusun
sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Kutjoro Yakti, Sp.PD, atas ilmu dan bimbingan yang
diberikan selama menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini.
Namun, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi proses
pembelajaran kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsentrasi kalium cairan ekstraseluler normalnya diatur dengan tepat
kira-kira 4,2 mEq/ltr, jarang sekali naik atau turun lebih dari 0,3 mEq/ltr.
Pengaturan ini perlu karena banyak fungsi sel bersifat sensitive terhadap
perubahan konsentrasi kalium cairan ekstraselular. Sebagai contoh, peningkatan
kalium plasma hanya 4 mEq/ltr dapat menyebabkan aritmia jantung dan
konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat henti jantung. 1
Sekitar 95% kalium tubuh total terkandung di dalam sel dan hanya 2%
dalam cairan ekstraselular. Kegagalan tubuh dalam mengatur konsentrasi kalium
ekstraselular dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan kalium dari cairan
ekstraselular yang disebut hipokalemia. 1
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan sindrom klinis yang
jarang terjadi tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari
100.000.HypoPP banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-
4. Dengan onset pada dekade pertama, biasanya sebelum 16 tahun, dan jarang
sesudah usia 25 tahun.1
Sindrom paralisis hipokalemi ini disebabkan oleh penyebab yang
heterogen dimana karakteristik dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi dan
kelemahan sistemik yang akut. Kebanyakan kasus terjadi secara familial atau
disebut juga hipokalemi periodik paralisis primer.
Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering
dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi
dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian
menurun dengan peningkatan usia. 1
1
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 25 November 2019
2
minum air kelapa dan makan pisang selama sakit. Pasien mengatakan jika pasien
kelelahan maka penyakitnya akan kambuh.
Kepala/leher
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,
diameter 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+).
Hidung : Sekret hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), perdarahan (-), faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-/-), pembesaran tiroid (-)
Thorax
Paru: Inspeksi : Tampak simetris, pergerakan simetris,
retraksi (-),
Palpasi : Pelebaran ICS (-), fremitus raba D=S
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing(-/-).
3
Jantung: Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan ICS III & IV
parasternal line dextra
Batas jantung kiri ICS V midclavicularis
line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Berbentuk datar (flat)
Auskultasi: Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani keempat kuadran, shifting dullness (-).
Palpasi : Soefl, nyeri tekan epigastrium (-), splenomegali (-),
hepatomegali (-)
Ekstremitas
Ekstremitas superior : Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-), CRT <2”
MMT (1/1)
Ekstremitas inferior : Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-), CRT <2”
MMT (1/1)
4
2.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium 24 November 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Leukosit 25.310/mm3 4.800 – 10.800/ mm3
Eritrosit 5.140.000mm3 4.700.000 – 6.100.000/mm3
Hemoglobin 9.4 g/dL 14,0 – 18,0 g/dl
Hematokrit 32.1 % 37,0 – 54,0%
Trombosit 667.000 / mm3 150.000 – 450.000/ mm3
KIMIA KLINIK
GDS 109 mg/dL 70-140 mg/dL
Ureum 17,8 mg/dL 19,3-49,2 mg/dL
Creatinin 0.8 mg/dL 0,7-1,3 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L 135-155 mmol/L
Kalium 1.6 mmol/L 3,6-5,5 mmol/L
Cloride 106 mmol/L 98-108 mmol/L
5
Problem List Planning
Temporary PL Permanent PL Diagnostic Therapy Monitoring Edukasi
- Badan lemas Hipokalemi Cek serum
- Drip KCL 2 flash Keluhan Rutin meminum
- kelemahan anggota Periodik elektrolit dalam RL 500 cc - Vital sign obat, diperlukan
gerak Paralisis Urinalisa kecepatan 14 tetes per - Klinis pasien pengawasan minum
elektrolit menit (MMT) obat
Pemeriksaan Fisik: - KSR 3x1 per oral - EKG Sampaikan
TD : 110/80 - Spironolakton 1x25mg prognosis mengenai
Laboratorium: per oral penyakit
Hb : 9.4 g/dL Meningkatkan daya
K : 1,6 mmol/L
tahan tubuh dengan
istirahat yang cukup,
mengkonsumsi
makanan gizi
seimbang, dan tinggi
kalium
6
Lembar Follow Up
7
27 November S: - A : Hipokalemi Periodik
2019 Paralisis
O: Kesadaran CM, Nadi 84x/i, RR
18x/i, Suhu 36oC, TD: 110/80 mmHg P:
- Boleh pulang
Kepala: anemis -/-, ikterik -/-
- KSR 1x1 per oral
Tho: Rhonki -/-, wheezing -/-, S1S2
tunggal reguler - Spironolakton 1x25mg per
Abd: soefl, nyeri tekan epigastrium
oral
(-) , BU (+) normal
Ext: Edema (-), CRT <2” , MMT 5/5
8
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Hipokalemia periodik paralise adalah kelainan yang ditandai dengan kadar
potassium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan,
disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal.
Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini
dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot
skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik
kelemahan tiba-tiba yang disertai gangguan pada kadar kalium serum. Periodik
paralisa ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia.1
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan sindrom klinis yang
jarang terjadi tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari
100.000.HypoPP banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-
4. Dengan onset pada dekade pertama, biasanya sebelum 16 tahun, dan jarang
sesudah usia 25 tahun.1
Sindrom paralisis hipokalemi ini disebabkan oleh penyebab yang
heterogen dimana karakteristik dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi dan
kelemahan sistemik yang akut. Kebanyakan kasus terjadi secara familial atau
disebut juga hipokalemi periodik paralisis primer.
3.2 Epidemiologi
Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering
dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi
dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian
menurun dengan peningkatan usia.
9
3.3 Etiologi
Hipokalemia periodik paralise biasanya disebabkan oleh kelainan genetik
otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabakan terjadinya hipokalemia
periodic paralise adalah tirotoksikosis.1
Penyebab lain hipokalemia meliputi:
1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda.
2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat
menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop
(seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang
aspirin, dan antibiotik tertentu.
3. Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik
karena suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal
akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA
termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.
4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare,
atau berkeringat.
5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron
meningkat) - aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar
potasium. Penyakit tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme,
atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium.
6. Miskin diet asupan kalium
Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah
berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid
berlebihan obat-obat diuretik).
3.4 Patofisiologi
Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari
simpanan tubuh (3000-4000 mEq) berada didalam sel dan 2 % sisanya (kira-kira
70 mEq) terutama dalam pada kompetemen ECF. Kadar kalium serum normal
adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan dengan kadar di dalam sel yang
sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar dari zat terlarut intrasel,
10
sehingga berperan penting dalam menahan cairan di dalam sel dan
mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun hanya merupakan bagian
kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi neuromuskular.
Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan ECF dipertahankan oleh
suatu pompa Na-K aktif yang terdapat dimembran sel.2
Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama potensial
membran sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung dan otot
rangka. Potensial membran istirahat mempersiapkan pembentukan potensial aksi
yang penting untuk fungsi saraf dan otot yang normal. Kadar kalium ECF jauh
lebih rendah dibandingkan kadar di dalam sel, sehingga sedikit perubahan pada
kompartemen ECF akan mengubah rasio kalium secara bermakna. Sebaliknya,
hanya perubahan kalium ICF dalam jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini
secara bermakna. Salah satu akibat dari hal ini adalah efek toksik dari
hiperkalemia berat yang dapat dikurangi kegawatannya dengan meingnduksi
pemindahan kalium dari ECF ke ICF. Selain berperan penting dalam
mempertahankan fungsi nueromuskular yang normal, kalium adalah suatu
kofaktor yang penting dalam sejumlah proses metabolik.2
Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF
dan ICF, juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran. Beberapa faktor
hormonal dan nonhormonal juga berperan penting dalam pengaturan ini, termasuk
aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-basa.2
Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-
100 mEq. Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel
dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi melalui
ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (<20%) akan diekskresikan
melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium kedalam sel setelah
makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal merupakan rangkaian
mekanisme yang penting untuk mencegah hiperkalemia yang berbahaya.
Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, natrium
tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi aldosteron dirangsang oleh
jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum
11
diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium yang
di filtrasikan oleh gromerulus akan di reabsorpsi pada tubulus proksimal.
Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang
terekskresi kedalam tubulus distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau
H+. Kalium yang terekskresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium
dalam tubulus distal juga bergantung pada arus pengaliran, sehingga peningkatan
jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria) juga akan
meningkatkan sekresi kalium.2
Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi
kalium antara ECF dan ICF. Asidosis cenderung untuk memindahkan kalium
keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung memindahkan dari ECF ke ICF.
Tingkat pemindahan ini akan meingkat jika terjadi gangguan metabolisme
asam-basa, dan lebih berat pada alkalosis dibandingkan dengan asidosis. Beberapa
hormon juga berpengaruh terhadap pemindahan kalium antara ICF dan ECF.
Insulin dan Epinefrin merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya,
agonis alfa-adrenergik menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini
berperan penting dalam klinik untuk menangani ketoasidosis diabetik.2
Klasifikasi PP untuk kepentingan klinis, ditunjukkan pada tabel 1,
termasuk tipe hipokalemik, hiperkalemik dan paramyotonia.2
12
primer dan tirotoksikosis PP, paralisis flaksid terjadi dengan relatif sedikit
perubahan dalam kadar kalium serum, sementara pada PP sekunder, ditandai
kadar kalium serum tidak normal.
Tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan
pada kelompok penyakit ini. Mekanisme itu heterogen tetapi punya bagian yang
common traits. Kelemahan biasanya secara umum tetapi bisa lokal. Otot – otot
kranial dan pernapsan biasanya tidak terkena. Reflek regang tidak ada atau
berkurang selama serangan.
Serat otot secara elektrik tidak ada hantaran selama serangan. Kekuatan
otot normal diantara serangan tetapi, setelah beberapa tahun, tingkat kelemahan
yang menetap semakin berkembang pada beberapa tipe PP (khususnya PP
primer). Semua bentuk PP primer kecuali Becker myotonia kongenital (MC) juga
terkait autosomal dominan atau sporadik (paling sering muncul dari point
mutation).
Ion channel yang sensitif tegangan secara tertutup meregulasi pergantian
potensial aksi (perubahan singkat dan reversibel tegangan mebran sel). Disana
terdapat permeabelitas ion channel yang selektif dan bervariasi. Energi-tergantung
voltase ion channel terutama gradien konsentrasi.
Selama berlangsungnya potensial aksi ion natrium bergerak melintasi
membran melalui voltage-gated ion channel. Masa istirahat membran serat otot
dipolarisasi terutama oleh pergerakan klorida melalui channel klorida dan
dipolarisasi kembali oleh gerakan kalium.natrium, klorida dan kalsium
channelopati ebagai sebuah grup, dihubungkan dengan myotonia dan PP. Subunit
fungsional channel natrium, kalsium dan kalium adalah homolog. Natrium
channelopati lebih dipahami daripada kalsium atau klorida channelopati.3
13
Hiperkalemik periodik paralisis
Kasus yang berat muncul pada awal masa kanak-kanak dan kasus yang
ringan mungkin muncul selambat-lambatnya dekade ketiga. Sebagian besar kasus
muncul sebelum umur 16 tahun. Kelemahan bisa bertingkat mulai dari kelemahan
sepintas pada sekelompok otot yang terisolasi sampai kelemahan umum yang
berat. Serangan berat dimulai pada pagi hari, sering dengan latihan yang berat
atau makan tinggi karbohidrat pada hari sebelumnya.
Pasien bangun dengan kelemahan simetris berat, sering dengan
keterlibatan batang tubuh. Serangan ringan bisa sering dan hanya melibatkan
suatu kelompok otot pentig, dan bisa unilateral, parsial, atau monomelic. Hal ini
bisa mempengaruhi kaki secara predominan; kadang – kadang, otot ektensor
dipengaruhi lebih dari fleksor. Dursi bervariasi dari beberapa jam sampai hampir
8 hari tetapi jarang lebih dari 72 jam.
14
Serangannya intermiten dan infrekuen pada awalnya tetapi bisa
meningkat frekuensinya sampai serangan terjadi hampir setiap hari. Frekuensi
mulai berkurang oleh usia 30 tahun;hal ini jarang terjadi setelah umur 50 tahun.
Pengeluaran urin menurun selama serangan karena akumulasi air intrasel
meningkat. Myotonia interictal tidak sesering hiperkalemik PP. lid lag myotonia
diobservasi diantara serangan.
Kelemahan otot permanen mungkin terlihat kemudian dalam perjalanan
penyakit dan bisa menjadi tajam. Hipertropi betis pernah diobservasi. Otot
proksimal wasting daripada hipertropi, bisa terlihat pada pasien dengan
kelemahan permanen.3
Potassium-aggravated myotonia
Paramyotonia kongenital
15
Tirotoksikosis periodik paralisis
Ini adalah hipokalemik PP yang paling banyak. Ini paling banyak terjadi
pada dewasa umur 20-40 tahun. Hiperinsulinemia, pemasukan karbohidrat, dan
latihan penting dalam mencetuskan serangan paralitik. Kelemahannya proksimal
dan jika berat otot pernapasan dan mata.
Serangan dalam jam sampai hari. Prevalensi tirotoksikosis periodik
paralisis (TPP) pada pasien dengan tirotoksikosis diperkirakan 0,1 – 0,2 % pada
kaukasian dan 13 – 14 % pada chinese. 95 % kasus TPP adalah sporadik. Karena
TPP lebih sering pada orang asia, diduga kuat predisposisinya adalah genetik.
Kelompok keluarga TPP menunjukkan membuka tabir dari suatu penyakit
keturunan (yang sporadik) oleh tirotoksikosis.3
3.6 Diagnosis
Diagnosis didapatkan dari anamnesis seperti adanya riwayat pada keluarga
karena erat kaitannya dengan genetik serta gejala klinis seperti yang tersebut di
atas, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
16
Tabel 2. Perbedaan gambaran diantara bentuk umum periodik paralisis.4
Keparaha Gambaran
Umur Lama Faktor
Gejala n yang
onset serangan pencetus
serangan berhubungan
Hiperkalem Dekade Beberap
· Rendah · Jarang · Perioral dan
ik periodik pertama a menit
pemasukan parah tungkai
paralisis kehidupa sampaikarbohidrat parestesia
n kurang(puasa) · Myotonia
dari 2
· Dingin frekuent
jam · Istirahat · Pseudohipert
(paling
yang diikuti rofi otot tiba-
seringdengan tiba
kuranglatihan
dari 1
· Alkohol
jam) · Infeksi
· Stress
emosional
· Trauma
· Periode
menstruasi
Hipokalemi · Bervaria · Bebera Serangan · Severe Myotonik lid
k periodik si, anak – pa jam awal pagi · Paralisis lag tiba – tiba
paralisis anak sampai setelah hari komplet Myotonia
sampai hampir yang lalu diantara
dekade semingu beraktivitas serangan
ketiga · Khas fisik jarang
· Sebagia tidak Makanan Parsial
n kasus lebih tinggi unilateral,
sebelum dari 72 karboihdrat monomelik
16 tahun jam dingin Kelemahan
otot menetap
pada akhir
penyakit.
Potasium- Dekade Tidak · Dingin Serangan Hipertrofi otot
associated pertama ada · Istirahat kekakuan
myotonia kelemah setelah dan dari
an latihan ringan
dampai
berat
Paramyoto Dekade 2 – 24 dingin Jarang Pseudohipertro
nia pertama jam parah fi otot
congenital Paradoksal
myotonia
Jarang
kelemahan
menetap
17
Tirotoksiko Dekade Beberap Sama seperti Sama Bisa
sis periodik ketiga dan a jam hipokalemik seperti berkembang
paralisis keempat sampai 7 PP hipokale menjadi
hari hiperinsuline mik PP kelemahan
mia otot menetap
Hipokalemia
selama
serangan
3.9 Penatalaksanaan
Selama serangan, suplemen oral kalium lebih baik dari suplemen IV. Yang
terakhir diberikan untuk pasien yang mual atau tidak bisa menelan. Garam kalium
oral pada dosis 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai
kelemahan improves. Disarankan untuk menghindari cairan Intravena.6
18
Kalium Klorida IV 0,05-0,1 mEq/kgBB dalam manitol 5% bolus adalah
lebih baik sebagai lanjutan infus. Monitoring ECG dan pengukuran kalium serum
berturut dianjurkan.
Untuk profilaksis, asetazolamid diberikan pada dosis 125-1500 mg/hari
dalam dosis terbagi. Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan
keefektifan yang sama. Potasium-sparing diuretik seperti triamterene (25-100
mg/hari) dan spironolakton (25-100 mg/hari) adalah obat lini kedua untuk
digunakan pasien yang mempunyai kelemahan buruk (worsens weakness) atau
mereka yang tidak respon dengan penghambat karbonik anhidrase. Karena
diuretik ini potassium sparing, suplemen kalium bisa tidak dibutuhkan.6
· Pemberian K melalui oral atau iv untuk penderita berat.
· Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih
mudah. Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5
mEq/L, sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium
sebesar 2,5-3,5 mEq/L.
· Bila ada intoksikasi digitalis, aritmia, atau kadar K serum
· Bila kadar kalium dalam serum > 3 mEq/L, koreksi K cukup per oral.
· Monitor kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia
terutama pada pemberian secara intravena.
· Pemberian K intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui
vena yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau
kelumpuhan otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl
dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik.6
· Acetazolamide untuk mencegah serangan.6
· Triamterene atau spironolactone apabila acetazolamide tidak
memberikan efek pada orang tertentu.6
Diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa menurunkan frekuensi
serangan.6
19
· Arrhytmia.
· Kelemahan otot progresif.
20
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Fakta Teori
Keluhan Utama: badan lemas Hipokalemia periodik
Riwayat Penyakit Sekarang Paralise
Pasien mengatakan lemat pada 1. Kelemahan pada otot
seluruh tubuh sejak 1 hari 2. Perasaan lelah
Pasien mengatakan anggota gerak 3. Nyeri otot
atas bawah baik kanan maupun kiri tidak 4. Restless legs syndrome
bisa bergerak 5. Tekanan darah dapat meningkat
Sebelum keluhan muncul pasien 6. Kelumpuhan atau rabdomiolisis
merasa seluruh badan terasa pegal (jika penurunan K amat berat)
Riwayat Penyakit Dahulu 7. Gangguan toleransi glukosa
Keluhan serupa dengan hipokalemia 8. Gangguan metabolisme protein
Riwayat Keluarga dan Kebiasaan 9. Poliuria dan polidipsia
Keluarga pasien tidak ada yang 10. Alkalosis metabolik
mengalami keluhan yang sama dengan
pasien. Tidak ada riwayat hipertensi, DM,
maupun penyakit jantung, riwayat asma
ayah pasien
21
4.2 Diagnosa
Fakta Teori
Tekanan Darah 120/80 mmHg - kelemahan proksimal - Dapat
Nadi 88x/menit terjadi pada pasien dengan
Pernafasan 24x/menit hiperkalemik atau
Temperatur 36,9o C hipokalemik
MMT 111/111 - Refleks peregangan yang
111/111 berkurang selama serangan
refleks normal - kadar kalium kurang dari 3
Laboratorium mEq/ltr
Pemeriksaan Hasil
Leukosit 25.310/mm3
Eritrosit 5.140.000mm3
Hemoglobin 9.4 g/dL
Hematokrit 32.1 %
Trombosit 667.000 / mm3
KIMIA KLINIK
GDS 109 mg/dL
Ureum 17,8 mg/dL
Creatinin 0.8 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L
Kalium 1.6 mmol/L
Cloride 106 mmol/L
22
4.3 Penatalaksanaan
Fakta Teori
- Drip KCL 2 flash dalam RL 500 cc Garam kalium oral pada dosis
kecepatan 14 tetes per menit 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan
setiap 30 menit sampai kelemahan
- KSR 3x1 per oral
improves. Avoiding IV fluid is
- Spironolakton 1x25mg per oral prudent.6
Potasium-sparing diuretik
seperti triamterene (25-100 mg/hari)
dan spironolakton (25-100 mg/hari)
adalah obat lini kedua untuk
digunakan pasien yang mempunyai
kelemahan buruk (worsens
weakness) atau mereka yang tidak
respon dengan penghambat karbonik
anhidrase. Karena diuretik
ini potassium sparing, suplemen
kalium bisa tidak dibutuhkan.6
· Bila kadar kalium dalam
serum > 3 mEq/L, koreksi K cukup
per oral.
· Pemberian K intravena
dalam bentuk larutan KCl disarankan
melalui vena yang besar dengan
kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali
disertai aritmia atau kelumpuhan otot
pernafasan, diberikan dengan
kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl
dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam
100 cc NaCl isotonik.6
23
BAB 5
KESIMPULAN
Telah dilakukan perbandingan antara teori dan kasus pada pasien dengan
Ny. NF usia 27 tahun dengan hipokalemia paralisis periodek. Secara umum,
diagnosis temuan klinis dan laboratoris hingga penatalaksanaan pada pasien ini
sudah sesuai dengan literatur.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Browmn RH, Mendell JR., Braundwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser
SL, Longob DL, Jameson JR. 2011. Muscular dystrophies and other
muscle diseases. Harrison’s 9.-Principles of internal medicine. 15 th Eds.
USA: McGraw-Hill. pp.2538.
2. Kalita J, Nair PP, Kumar G. 2010. Renal tubular acidosis presenting as
respiratory paralysis: Report of a case and review of literature. Neurol
India. 58:106–108.
3. Lin SH, Lin YF, Halperin ML.2004. Hypokalemia and paralysis. Q J Med.
94:133–139.
4. Maurya PK, Kalita J, Misra UK. 2010. Spectrum of hypokalaemic periodic
paralysis in a tertiary care centre in India. Postgrad Med J. 86:692–695
5. Mujais SK and Katz AI. 2009. Kalium deficiency. In: Seldin DW,
Giebsich G, 3 th eds. The KIDNEY Physiology & patophysiology.
Philadelphia: Lippincott Williams & wilkins. pp. 1615 – 1646.
6. Robinson JE, Morin VI, Douglas MJ, Wilson RD. 2010. Familial
hypokalemic periodic paralysis and Wolff parkinson-white syndrome in
pregnancy. Canada Journal Anaesth. 47:160–164.
7. Saban I and Canonica A. 2010. Hypokalaemic periodic paralysis
associated with controlled thyrotoxicosis. Schweiz MedWochenchhr. 130:
1689–1691 Scott MG, Heusel JW, Leig VA, Anderson OS. 2008.
Electrolytes and blood gases. In Burtis CA, Ashwood ER. 5 th eds. Tietz
fundamentals of clinical chemistry. Philadelphia: WB Saunders. pp. 494–
517.
25