Anda di halaman 1dari 28

Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam LAPORAN

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda KASUS


Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

HIPOKALEMIA PERIODIK PARALISIS


Disusun sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Siti Hajar
NIM.

Pembimbing:
dr. Kuntjoro Yakti, Sp.PD

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA, JANUARI 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan
kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus
dengan judul “HIPOKALEMIA PERIODIK PARALISIS”. Tulisan ini disusun
sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Kutjoro Yakti, Sp.PD, atas ilmu dan bimbingan yang
diberikan selama menjalani kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini.
Namun, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi proses
pembelajaran kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam.

Samarinda, Januari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
BAB 2 LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien ............................................................................... 3
2.2 Anamnesis ....................................................................................... 3
2.3 Pemeriksaan Fisik .......................................................................... 5
2.4 Pemeriksan Penunjang ................................................................... 6
2.5 Diagnosis Kerja .............................................................................. 6
2.6 Follow Up ...................................................................................... 7
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 9
BAB 4 PEMBAHASAN…………………………………………………………21
BAB 5 KESIMPULAN .........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 25

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konsentrasi kalium cairan ekstraseluler normalnya diatur dengan tepat
kira-kira 4,2 mEq/ltr, jarang sekali naik atau turun lebih dari 0,3 mEq/ltr.
Pengaturan ini perlu karena banyak fungsi sel bersifat sensitive terhadap
perubahan konsentrasi kalium cairan ekstraselular. Sebagai contoh, peningkatan
kalium plasma hanya 4 mEq/ltr dapat menyebabkan aritmia jantung dan
konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat henti jantung. 1
Sekitar 95% kalium tubuh total terkandung di dalam sel dan hanya 2%
dalam cairan ekstraselular. Kegagalan tubuh dalam mengatur konsentrasi kalium
ekstraselular dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan kalium dari cairan
ekstraselular yang disebut hipokalemia. 1
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan sindrom klinis yang
jarang terjadi tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari
100.000.HypoPP banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-
4. Dengan onset pada dekade pertama, biasanya sebelum 16 tahun, dan jarang
sesudah usia 25 tahun.1
Sindrom paralisis hipokalemi ini disebabkan oleh penyebab yang
heterogen dimana karakteristik dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi dan
kelemahan sistemik yang akut. Kebanyakan kasus terjadi secara familial atau
disebut juga hipokalemi periodik paralisis primer.
Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering
dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi
dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian
menurun dengan peningkatan usia. 1

1.2 Tujuan Penulisan


Laporan kasus ini bertujuan untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
mengenai hipokalemi PERIODIK PARALISIS, serta perbandingan antara teori
dan kasus.

1
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : Ny. NF
Usia : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Kubar
MRS tanggal 24 November 2019

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 25 November 2019

2.2.1 Keluhan Utama


Badan lemas sejak 1 hari

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke igd rs aws dengan keluhan badan lemas. Keluhan badan
lemas sudah dirasakan sejak 1 hari smrs. Badan lemas dirasakan tiba-tiba. Seluruh
anggota gerak pasien tidak dapat digerakkan. Sebelum tidak dapat bergerak
biasanya pasien merasakan pegal-pegal diseluruh badannya. Pasien mengatakan
sudah sering mengalami hal seperti ini. Pasien ada riwayat kejang 5 bulan yang
lalu, kejang tidak sampai 5 menit. Pasien mengatakan pertama kali mengalami hal
seperti 3 tahun yang lalu dan sudah sering keluar masuk rumah sakit sebanyak 11
kali karena keluhannya ini. Pasien sudah memeriksakan diri dan rutin ke dokter
spesialis penyakit dalam dan meminum obat rutin. Selain itu pasien juga
mengeluhkan mual muntah, setiap makan pasien akan mual dan jadi tidak nafsu
untuk makan. Keluhan lain seperti demam batuk sesak napas nyeri dada gangguan
BAK BAB tidak ada. Terjadi penurunan BB semenjak sakit ini. Pasien merasa
kurang nafsu makan, namun tetap mengusahakan untuk bisa makan. Pasien rajin

2
minum air kelapa dan makan pisang selama sakit. Pasien mengatakan jika pasien
kelelahan maka penyakitnya akan kambuh.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


 Keluhan serupa 3 tahun yang lalu, hipokalmei dirawat 11 kali
 DM (-), Alergi (-), Hipertensi (-), asma (-)

2.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga


 Keluhan serupa tidak ada
 DM (-), Alergi (-), Hipertensi (-), asma(+) ayah pasien

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital : Tekanan Darah 120/80 mmHg
Nadi 88x/menit
Pernafasan 24x/menit
Temperatur 36,9o C

Kepala/leher
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,
diameter 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+).
Hidung : Sekret hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), perdarahan (-), faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-/-), pembesaran tiroid (-)

Thorax
Paru: Inspeksi : Tampak simetris, pergerakan simetris,
retraksi (-),
Palpasi : Pelebaran ICS (-), fremitus raba D=S
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing(-/-).

3
Jantung: Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan ICS III & IV
parasternal line dextra
Batas jantung kiri ICS V midclavicularis
line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
Inspeksi : Berbentuk datar (flat)
Auskultasi: Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani keempat kuadran, shifting dullness (-).
Palpasi : Soefl, nyeri tekan epigastrium (-), splenomegali (-),
hepatomegali (-)

Ekstremitas
Ekstremitas superior : Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-), CRT <2”
MMT (1/1)
Ekstremitas inferior : Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-), CRT <2”
MMT (1/1)

4
2.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium 24 November 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Leukosit 25.310/mm3 4.800 – 10.800/ mm3
Eritrosit 5.140.000mm3 4.700.000 – 6.100.000/mm3
Hemoglobin 9.4 g/dL 14,0 – 18,0 g/dl
Hematokrit 32.1 % 37,0 – 54,0%
Trombosit 667.000 / mm3 150.000 – 450.000/ mm3
KIMIA KLINIK
GDS 109 mg/dL 70-140 mg/dL
Ureum 17,8 mg/dL 19,3-49,2 mg/dL
Creatinin 0.8 mg/dL 0,7-1,3 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L 135-155 mmol/L
Kalium 1.6 mmol/L 3,6-5,5 mmol/L
Cloride 106 mmol/L 98-108 mmol/L

2.5 Diagnosis Kerja


Hipokalemi Periodik Paralisis
2.6 Tatalaksana IGD
- Drip KCL 2 flash dalam RL 500 cc kecepatan 14 tetes per menit
- KSR 3x1 per oral
- Spironolakton 1x25mg per oral

5
Problem List Planning
Temporary PL Permanent PL Diagnostic Therapy Monitoring Edukasi
- Badan lemas Hipokalemi Cek serum
- Drip KCL 2 flash Keluhan  Rutin meminum
- kelemahan anggota Periodik elektrolit dalam RL 500 cc - Vital sign obat, diperlukan
gerak Paralisis Urinalisa kecepatan 14 tetes per - Klinis pasien pengawasan minum
elektrolit menit (MMT) obat
Pemeriksaan Fisik: - KSR 3x1 per oral - EKG  Sampaikan
TD : 110/80 - Spironolakton 1x25mg prognosis mengenai
Laboratorium: per oral penyakit
Hb : 9.4 g/dL  Meningkatkan daya
K : 1,6 mmol/L
tahan tubuh dengan
istirahat yang cukup,
mengkonsumsi
makanan gizi
seimbang, dan tinggi
kalium

6
Lembar Follow Up

Tanggal Pemeriksaan Terapi


25 November S: badan lemas A : Hipokalemi Periodik
2019
Paralisis
O: Kesadaran CM, Nadi 90x/i, RR
20x/i, Suhu 36oC, TD: 120/70 mmHg

Kepala: anemis -/-, ikterik -/- P:


Tho: Rhonki -/-, wheezing -/-, S1S2- Drip KCL 2 flash dalam
tunggal reguler
RL 500 cc kecepatan 14
Abd: soefl, nyeri tekan epigastrium
(-) , BU (+) normal tetes per menit
Ext: Edema (-), CRT <2” , MMT 3/3
(3xpemberian)
- KSR 2x1 per oral
- Spironolakton 1x25mg per
oral

26 November S: badan lemas A : Hipokalemi Periodik


2019
Paralisis
O: Kesadaran CM, Nadi 80x/i, RR
18x/i, Suhu 36oC, TD: 110/80 mmHg

Kepala: anemis -/-, ikterik -/- P:


Tho: Rhonki -/-, wheezing -/-, S1S2- Cek SE, dan urinalisasi
tunggal reguler
elektrolit
Abd: soefl, nyeri tekan epigastrium
(-) , BU (+) normal - KSR 2x1 per oral
Ext: Edema (-), CRT <2” , MMT 5/5
Pemeriksaan Hasil
- Spironolakton 1x25mg per
Natrium-urine 122 oral
Kalium-urine 35.0
Chloride-urine 114
Natrium 136
Kalium 6.4
Chloride 107

7
27 November S: - A : Hipokalemi Periodik
2019 Paralisis
O: Kesadaran CM, Nadi 84x/i, RR
18x/i, Suhu 36oC, TD: 110/80 mmHg P:
- Boleh pulang
Kepala: anemis -/-, ikterik -/-
- KSR 1x1 per oral
Tho: Rhonki -/-, wheezing -/-, S1S2
tunggal reguler - Spironolakton 1x25mg per
Abd: soefl, nyeri tekan epigastrium
oral
(-) , BU (+) normal
Ext: Edema (-), CRT <2” , MMT 5/5

8
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Hipokalemia periodik paralise adalah kelainan yang ditandai dengan kadar
potassium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan,
disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal.
Periodik paralisis merupakan kelainan pada membran yang sekarang ini
dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies pada otot
skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik
kelemahan tiba-tiba yang disertai gangguan pada kadar kalium serum. Periodik
paralisa ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia.1
Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan sindrom klinis yang
jarang terjadi tetapi berpotensial mengancam jiwa. Insidensinya yaitu 1 dari
100.000.HypoPP banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-
4. Dengan onset pada dekade pertama, biasanya sebelum 16 tahun, dan jarang
sesudah usia 25 tahun.1
Sindrom paralisis hipokalemi ini disebabkan oleh penyebab yang
heterogen dimana karakteristik dari sindroma ini ditandai dengan hipokalemi dan
kelemahan sistemik yang akut. Kebanyakan kasus terjadi secara familial atau
disebut juga hipokalemi periodik paralisis primer.

3.2 Epidemiologi
Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering
dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi
dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian
menurun dengan peningkatan usia.

9
3.3 Etiologi
Hipokalemia periodik paralise biasanya disebabkan oleh kelainan genetik
otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabakan terjadinya hipokalemia
periodic paralise adalah tirotoksikosis.1
Penyebab lain hipokalemia meliputi:
1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda.
2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat
menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop
(seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang
aspirin, dan antibiotik tertentu.
3. Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik
karena suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal
akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA
termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.
4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare,
atau berkeringat.
5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron
meningkat) - aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar
potasium. Penyakit tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme,
atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium.
6. Miskin diet asupan kalium
Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah
berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid
berlebihan obat-obat diuretik).

3.4 Patofisiologi
Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari
simpanan tubuh (3000-4000 mEq) berada didalam sel dan 2 % sisanya (kira-kira
70 mEq) terutama dalam pada kompetemen ECF. Kadar kalium serum normal
adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan dengan kadar di dalam sel yang
sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar dari zat terlarut intrasel,

10
sehingga berperan penting dalam menahan cairan di dalam sel dan
mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun hanya merupakan bagian
kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi neuromuskular.
Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan ECF dipertahankan oleh
suatu pompa Na-K aktif yang terdapat dimembran sel.2
Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama potensial
membran sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung dan otot
rangka. Potensial membran istirahat mempersiapkan pembentukan potensial aksi
yang penting untuk fungsi saraf dan otot yang normal. Kadar kalium ECF jauh
lebih rendah dibandingkan kadar di dalam sel, sehingga sedikit perubahan pada
kompartemen ECF akan mengubah rasio kalium secara bermakna. Sebaliknya,
hanya perubahan kalium ICF dalam jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini
secara bermakna. Salah satu akibat dari hal ini adalah efek toksik dari
hiperkalemia berat yang dapat dikurangi kegawatannya dengan meingnduksi
pemindahan kalium dari ECF ke ICF. Selain berperan penting dalam
mempertahankan fungsi nueromuskular yang normal, kalium adalah suatu
kofaktor yang penting dalam sejumlah proses metabolik.2
Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF
dan ICF, juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran. Beberapa faktor
hormonal dan nonhormonal juga berperan penting dalam pengaturan ini, termasuk
aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-basa.2
Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-
100 mEq. Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel
dalam beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi melalui
ginjal akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (<20%) akan diekskresikan
melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium kedalam sel setelah
makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal merupakan rangkaian
mekanisme yang penting untuk mencegah hiperkalemia yang berbahaya.
Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, natrium
tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi aldosteron dirangsang oleh
jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum

11
diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium yang
di filtrasikan oleh gromerulus akan di reabsorpsi pada tubulus proksimal.
Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang
terekskresi kedalam tubulus distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau
H+. Kalium yang terekskresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium
dalam tubulus distal juga bergantung pada arus pengaliran, sehingga peningkatan
jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria) juga akan
meningkatkan sekresi kalium.2
Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi
kalium antara ECF dan ICF. Asidosis cenderung untuk memindahkan kalium
keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung memindahkan dari ECF ke ICF.
Tingkat pemindahan ini akan meingkat jika terjadi gangguan metabolisme
asam-basa, dan lebih berat pada alkalosis dibandingkan dengan asidosis. Beberapa
hormon juga berpengaruh terhadap pemindahan kalium antara ICF dan ECF.
Insulin dan Epinefrin merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya,
agonis alfa-adrenergik menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini
berperan penting dalam klinik untuk menangani ketoasidosis diabetik.2
Klasifikasi PP untuk kepentingan klinis, ditunjukkan pada tabel 1,
termasuk tipe hipokalemik, hiperkalemik dan paramyotonia.2

Tabel 1. Periodik paralisis primer.3


Sodium channel Hiperkalemi PP
Paramyotonia kongenital
Potassium-aggravated myotonia
Calcium channel Hipokalemik PP
Chloride channel Becker myotonia kongenital
Thomson myotonia kongenital

Dasar fisiologis kelemahan otot flaksid adalah tidak adanya eksitabilitas


membran otot (yakni, sarkolema). Perubahan kadar kalium serum bukan defek
utama pada PP primer; perubahan metabolismse kalium adalah akibat PP. Pada

12
primer dan tirotoksikosis PP, paralisis flaksid terjadi dengan relatif sedikit
perubahan dalam kadar kalium serum, sementara pada PP sekunder, ditandai
kadar kalium serum tidak normal.
Tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan
pada kelompok penyakit ini. Mekanisme itu heterogen tetapi punya bagian yang
common traits. Kelemahan biasanya secara umum tetapi bisa lokal. Otot – otot
kranial dan pernapsan biasanya tidak terkena. Reflek regang tidak ada atau
berkurang selama serangan.
Serat otot secara elektrik tidak ada hantaran selama serangan. Kekuatan
otot normal diantara serangan tetapi, setelah beberapa tahun, tingkat kelemahan
yang menetap semakin berkembang pada beberapa tipe PP (khususnya PP
primer). Semua bentuk PP primer kecuali Becker myotonia kongenital (MC) juga
terkait autosomal dominan atau sporadik (paling sering muncul dari point
mutation).
Ion channel yang sensitif tegangan secara tertutup meregulasi pergantian
potensial aksi (perubahan singkat dan reversibel tegangan mebran sel). Disana
terdapat permeabelitas ion channel yang selektif dan bervariasi. Energi-tergantung
voltase ion channel terutama gradien konsentrasi.
Selama berlangsungnya potensial aksi ion natrium bergerak melintasi
membran melalui voltage-gated ion channel. Masa istirahat membran serat otot
dipolarisasi terutama oleh pergerakan klorida melalui channel klorida dan
dipolarisasi kembali oleh gerakan kalium.natrium, klorida dan kalsium
channelopati ebagai sebuah grup, dihubungkan dengan myotonia dan PP. Subunit
fungsional channel natrium, kalsium dan kalium adalah homolog. Natrium
channelopati lebih dipahami daripada kalsium atau klorida channelopati.3

3.5 Gejala Klinis


Semua Periodik paralisis dicirikan oleh Kelemahan periodik. Kekuatan
noramal diantara serangan. Kelemahan yang menetap bisa berkembang kemudian
dalam beberapa bentuk. Paling banyak pasien dengan PP primer berkembang
gejala sebelum dekade ketiga.3

13
 Hiperkalemik periodik paralisis

Onset pada umur kurang dari 10 tahun. Pasien biasanya menjekaskan


suatu rasa berat dan kekakuan pada otot. Kelemahan dimulai pada paha dan betis,
yang kemudian menyebar ke tangan dan leher. Predominan kelemahan proksimal;
otot-otot distal mungkin bisa terlibat setelah latihan latihan yang melelahkan.
Pada anak, suatu lid lag myotonik (kelambatan kelopak mata atas saat
menurunkan pandangan) bisa menjadi gejala awal.
Paralisis komplet jarang dan masih ada sedikit sisa gerakan. Keterlibatn
otot napas jarng.serangan terakhir kurang dari 2 jam dan pada sebagian besar
kasus, kurang dari 1 jam. Spinkter tiidak terlibat. Disfungsi pencernaan dan buli
disebabkan oleh kelemahan otot abdomen. Kelemahan terjadi selama istirahat
setelah suatu latihan berat atau selama puasa. Hal ini juga bisa dicetuskan oleh
kalium, dingin, etanol, karboidrat, atau stres. Penyakit ini bisa dsembuhkan
dengan latihan ringan atau intake karbohidrat. Pasien juga mungkin melaporkan
nyeri otot dan parestesia. Diantara serangan, klinikal dan alektrikal mtotonia
datang pada sebagian besar pasien. Beberapa keluarga tidak mempunyai
myotonia. Kelemahan interiktal, jika ada, tidak seberat hipokalemik PP.3
 Hipokalemik periodik paralisis

Kasus yang berat muncul pada awal masa kanak-kanak dan kasus yang
ringan mungkin muncul selambat-lambatnya dekade ketiga. Sebagian besar kasus
muncul sebelum umur 16 tahun. Kelemahan bisa bertingkat mulai dari kelemahan
sepintas pada sekelompok otot yang terisolasi sampai kelemahan umum yang
berat. Serangan berat dimulai pada pagi hari, sering dengan latihan yang berat
atau makan tinggi karbohidrat pada hari sebelumnya.
Pasien bangun dengan kelemahan simetris berat, sering dengan
keterlibatan batang tubuh. Serangan ringan bisa sering dan hanya melibatkan
suatu kelompok otot pentig, dan bisa unilateral, parsial, atau monomelic. Hal ini
bisa mempengaruhi kaki secara predominan; kadang – kadang, otot ektensor
dipengaruhi lebih dari fleksor. Dursi bervariasi dari beberapa jam sampai hampir
8 hari tetapi jarang lebih dari 72 jam.

14
Serangannya intermiten dan infrekuen pada awalnya tetapi bisa
meningkat frekuensinya sampai serangan terjadi hampir setiap hari. Frekuensi
mulai berkurang oleh usia 30 tahun;hal ini jarang terjadi setelah umur 50 tahun.
Pengeluaran urin menurun selama serangan karena akumulasi air intrasel
meningkat. Myotonia interictal tidak sesering hiperkalemik PP. lid lag myotonia
diobservasi diantara serangan.
Kelemahan otot permanen mungkin terlihat kemudian dalam perjalanan
penyakit dan bisa menjadi tajam. Hipertropi betis pernah diobservasi. Otot
proksimal wasting daripada hipertropi, bisa terlihat pada pasien dengan
kelemahan permanen.3

 Potassium-aggravated myotonia

Kelainan terkait autosom dominan ini dibagi dalam 3 kategori, myotonia


flunctuan, myotnia permanen, azetazolamide-responsive MC. Kelemahan jarang
pada kelainan ini. Tetapi nyeri otot episodik kekakuan disebabkan myotonia
muncul pada myotonia flunctuan dan acetazolamide-responsive MC, ketika
kelainan itu berlanjut pada myotonia permanen.
Serangan dimulai pada istirahat segera setelah latihan pada myotonia
tetapi lebih sering dengan latihan pada asetazolamid-responsive MC. Kalium dan
dingin merperburuk myotonia dalam 3 kelainan.3

 Paramyotonia kongenital

Pada kelainan terkait autosomal dominan ini, myotonia diperburuk dengan


aktivitas (paradoxical myotonia) atau temperatur dingin. Gejala-gejala paling
diperberat pada wajah. Kelemahan episodik juga bisa berkembang setelah
latihan atau temperatur dingin dan biasanya berkangsung hanya beberapa menit,
tetapi bisa berlangsung sepanjang hari.
Pemasukan kalium biasanya memperburuk gejala, tetapi pada beberapa
kasus, menurunkan kadar kalium serum mencetuskan serangan.3

15
 Tirotoksikosis periodik paralisis

Ini adalah hipokalemik PP yang paling banyak. Ini paling banyak terjadi
pada dewasa umur 20-40 tahun. Hiperinsulinemia, pemasukan karbohidrat, dan
latihan penting dalam mencetuskan serangan paralitik. Kelemahannya proksimal
dan jika berat otot pernapasan dan mata.
Serangan dalam jam sampai hari. Prevalensi tirotoksikosis periodik
paralisis (TPP) pada pasien dengan tirotoksikosis diperkirakan 0,1 – 0,2 % pada
kaukasian dan 13 – 14 % pada chinese. 95 % kasus TPP adalah sporadik. Karena
TPP lebih sering pada orang asia, diduga kuat predisposisinya adalah genetik.
Kelompok keluarga TPP menunjukkan membuka tabir dari suatu penyakit
keturunan (yang sporadik) oleh tirotoksikosis.3

Hipokalemia periodik Paralise


1. Kelemahan pada otot
2. Perasaan lelah
3. Nyeri otot
4. Restless legs syndrome
5. Tekanan darah dapat meningkat
6. Kelumpuhan atau rabdomiolisis
7. Gangguan toleransi glukosa
8. Gangguan metabolisme protein
9. Poliuria dan polidipsia
10. Alkalosis metabolik
Gejala klinis nomor 1, 2, 3, 4 di atas merupakan gejala pada otot yang
timbul jika kadar kalium kurang dari 3 mEq/ltr.

3.6 Diagnosis
Diagnosis didapatkan dari anamnesis seperti adanya riwayat pada keluarga
karena erat kaitannya dengan genetik serta gejala klinis seperti yang tersebut di
atas, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

16
Tabel 2. Perbedaan gambaran diantara bentuk umum periodik paralisis.4
Keparaha Gambaran
Umur Lama Faktor
Gejala n yang
onset serangan pencetus
serangan berhubungan
Hiperkalem Dekade Beberap
· Rendah · Jarang · Perioral dan
ik periodik pertama a menit
pemasukan parah tungkai
paralisis kehidupa sampaikarbohidrat parestesia
n kurang(puasa) · Myotonia
dari 2
· Dingin frekuent
jam · Istirahat · Pseudohipert
(paling
yang diikuti rofi otot tiba-
seringdengan tiba
kuranglatihan
dari 1
· Alkohol
jam) · Infeksi
· Stress
emosional
· Trauma
· Periode
menstruasi
Hipokalemi · Bervaria · Bebera Serangan · Severe Myotonik lid
k periodik si, anak – pa jam awal pagi · Paralisis lag tiba – tiba
paralisis anak sampai setelah hari komplet Myotonia
sampai hampir yang lalu diantara
dekade semingu beraktivitas serangan
ketiga · Khas fisik jarang
· Sebagia tidak Makanan Parsial
n kasus lebih tinggi unilateral,
sebelum dari 72 karboihdrat monomelik
16 tahun jam dingin Kelemahan
otot menetap
pada akhir
penyakit.
Potasium- Dekade Tidak · Dingin Serangan Hipertrofi otot
associated pertama ada · Istirahat kekakuan
myotonia kelemah setelah dan dari
an latihan ringan
dampai
berat
Paramyoto Dekade 2 – 24 dingin Jarang Pseudohipertro
nia pertama jam parah fi otot
congenital Paradoksal
myotonia
Jarang
kelemahan
menetap

17
Tirotoksiko Dekade Beberap Sama seperti Sama Bisa
sis periodik ketiga dan a jam hipokalemik seperti berkembang
paralisis keempat sampai 7 PP hipokale menjadi
hari hiperinsuline mik PP kelemahan
mia otot menetap
Hipokalemia
selama
serangan

3.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Kadar K dalam serum.
2. Kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam.
3. Kadar Mg dalam serum.
4. Analisis gas darah.
5. Elektrokardiografi.
Penurunan kadar serum , tetapi tidak selalu dibawah normal, selama
serangan. Pasien punya pengalaman retensi urin dengan penigkatan kadar sodium,
kalium dan klorida urin. Penurunan kadar fosfor serum secara bertahap juga
terjadi. Kadar fosfokinase (CPK) meningakat selama serangan. EKG bisa
menunjukkan sinus bradikardi dan bukti hipokalemi (gelombang T datar,
gelombang U di lead II, V2,V3 dan V4 dan depresi segment ST).4

3.8 Diagnosis Banding


Anderson sindroma: sindroma ini, dicirikan dengan kalium-sensitif PP dan
aritmia jantung, adalah kelainan terkait autosomal dominan. Kadar kalium bisa
meningkat atau berkurang selama serangan. Neuropati yang relap lainnya
termasuk neuropati herediter dengan kecenderungan menekan palsy., amyotrofik
neurologi herediter, Refsum disease, porfiria.5

3.9 Penatalaksanaan
Selama serangan, suplemen oral kalium lebih baik dari suplemen IV. Yang
terakhir diberikan untuk pasien yang mual atau tidak bisa menelan. Garam kalium
oral pada dosis 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai
kelemahan improves. Disarankan untuk menghindari cairan Intravena.6

18
Kalium Klorida IV 0,05-0,1 mEq/kgBB dalam manitol 5% bolus adalah
lebih baik sebagai lanjutan infus. Monitoring ECG dan pengukuran kalium serum
berturut dianjurkan.
Untuk profilaksis, asetazolamid diberikan pada dosis 125-1500 mg/hari
dalam dosis terbagi. Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan
keefektifan yang sama. Potasium-sparing diuretik seperti triamterene (25-100
mg/hari) dan spironolakton (25-100 mg/hari) adalah obat lini kedua untuk
digunakan pasien yang mempunyai kelemahan buruk (worsens weakness) atau
mereka yang tidak respon dengan penghambat karbonik anhidrase. Karena
diuretik ini potassium sparing, suplemen kalium bisa tidak dibutuhkan.6
· Pemberian K melalui oral atau iv untuk penderita berat.
· Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih
mudah. Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5
mEq/L, sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium
sebesar 2,5-3,5 mEq/L.
· Bila ada intoksikasi digitalis, aritmia, atau kadar K serum
· Bila kadar kalium dalam serum > 3 mEq/L, koreksi K cukup per oral.
· Monitor kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia
terutama pada pemberian secara intravena.
· Pemberian K intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui
vena yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau
kelumpuhan otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl
dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik.6
· Acetazolamide untuk mencegah serangan.6
· Triamterene atau spironolactone apabila acetazolamide tidak
memberikan efek pada orang tertentu.6
Diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa menurunkan frekuensi
serangan.6

3.10 Prognosis dan Komplikasi


Komplikasi yang mungkin terjadi dari hipokalemi:
· Batu ginjal akibat efek samping acetazolamide.

19
· Arrhytmia.
· Kelemahan otot progresif.

Baik apabila penderita mengurangi faktor pencetus seperti mengurangi


asupan karbohidrat, hindari alkohol dan lainnya. Serta pengobatan yang teratur.
Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan proksimal menetap, yang
bisa mengganggu aktivitas. Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak
dihubungkan dengna aspirasi pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan
sekresi.7

20
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Fakta Teori
Keluhan Utama: badan lemas Hipokalemia periodik
Riwayat Penyakit Sekarang Paralise
 Pasien mengatakan lemat pada 1. Kelemahan pada otot
seluruh tubuh sejak 1 hari 2. Perasaan lelah
 Pasien mengatakan anggota gerak 3. Nyeri otot
atas bawah baik kanan maupun kiri tidak 4. Restless legs syndrome
bisa bergerak 5. Tekanan darah dapat meningkat
 Sebelum keluhan muncul pasien 6. Kelumpuhan atau rabdomiolisis
merasa seluruh badan terasa pegal (jika penurunan K amat berat)
Riwayat Penyakit Dahulu 7. Gangguan toleransi glukosa
Keluhan serupa dengan hipokalemia 8. Gangguan metabolisme protein
Riwayat Keluarga dan Kebiasaan 9. Poliuria dan polidipsia
Keluarga pasien tidak ada yang 10. Alkalosis metabolik
mengalami keluhan yang sama dengan
pasien. Tidak ada riwayat hipertensi, DM,
maupun penyakit jantung, riwayat asma
ayah pasien

21
4.2 Diagnosa
Fakta Teori
Tekanan Darah 120/80 mmHg - kelemahan proksimal - Dapat
Nadi 88x/menit terjadi pada pasien dengan
Pernafasan 24x/menit hiperkalemik atau
Temperatur 36,9o C hipokalemik
MMT 111/111 - Refleks peregangan yang
111/111 berkurang selama serangan
refleks normal - kadar kalium kurang dari 3
Laboratorium mEq/ltr
Pemeriksaan Hasil
Leukosit 25.310/mm3
Eritrosit 5.140.000mm3
Hemoglobin 9.4 g/dL
Hematokrit 32.1 %
Trombosit 667.000 / mm3
KIMIA KLINIK
GDS 109 mg/dL
Ureum 17,8 mg/dL
Creatinin 0.8 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium 136 mmol/L
Kalium 1.6 mmol/L
Cloride 106 mmol/L

22
4.3 Penatalaksanaan

Fakta Teori
- Drip KCL 2 flash dalam RL 500 cc Garam kalium oral pada dosis
kecepatan 14 tetes per menit 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan
setiap 30 menit sampai kelemahan
- KSR 3x1 per oral
improves. Avoiding IV fluid is
- Spironolakton 1x25mg per oral prudent.6
Potasium-sparing diuretik
seperti triamterene (25-100 mg/hari)
dan spironolakton (25-100 mg/hari)
adalah obat lini kedua untuk
digunakan pasien yang mempunyai
kelemahan buruk (worsens
weakness) atau mereka yang tidak
respon dengan penghambat karbonik
anhidrase. Karena diuretik
ini potassium sparing, suplemen
kalium bisa tidak dibutuhkan.6
· Bila kadar kalium dalam
serum > 3 mEq/L, koreksi K cukup
per oral.
· Pemberian K intravena
dalam bentuk larutan KCl disarankan
melalui vena yang besar dengan
kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali
disertai aritmia atau kelumpuhan otot
pernafasan, diberikan dengan
kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl
dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam
100 cc NaCl isotonik.6

23
BAB 5
KESIMPULAN

Telah dilakukan perbandingan antara teori dan kasus pada pasien dengan
Ny. NF usia 27 tahun dengan hipokalemia paralisis periodek. Secara umum,
diagnosis temuan klinis dan laboratoris hingga penatalaksanaan pada pasien ini
sudah sesuai dengan literatur.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Browmn RH, Mendell JR., Braundwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser
SL, Longob DL, Jameson JR. 2011. Muscular dystrophies and other
muscle diseases. Harrison’s 9.-Principles of internal medicine. 15 th Eds.
USA: McGraw-Hill. pp.2538.
2. Kalita J, Nair PP, Kumar G. 2010. Renal tubular acidosis presenting as
respiratory paralysis: Report of a case and review of literature. Neurol
India. 58:106–108.
3. Lin SH, Lin YF, Halperin ML.2004. Hypokalemia and paralysis. Q J Med.
94:133–139.
4. Maurya PK, Kalita J, Misra UK. 2010. Spectrum of hypokalaemic periodic
paralysis in a tertiary care centre in India. Postgrad Med J. 86:692–695
5. Mujais SK and Katz AI. 2009. Kalium deficiency. In: Seldin DW,
Giebsich G, 3 th eds. The KIDNEY Physiology & patophysiology.
Philadelphia: Lippincott Williams & wilkins. pp. 1615 – 1646.
6. Robinson JE, Morin VI, Douglas MJ, Wilson RD. 2010. Familial
hypokalemic periodic paralysis and Wolff parkinson-white syndrome in
pregnancy. Canada Journal Anaesth. 47:160–164.
7. Saban I and Canonica A. 2010. Hypokalaemic periodic paralysis
associated with controlled thyrotoxicosis. Schweiz MedWochenchhr. 130:
1689–1691 Scott MG, Heusel JW, Leig VA, Anderson OS. 2008.
Electrolytes and blood gases. In Burtis CA, Ashwood ER. 5 th eds. Tietz
fundamentals of clinical chemistry. Philadelphia: WB Saunders. pp. 494–
517.

25

Anda mungkin juga menyukai