DISTOSIA
4.1.2 Klasifikasi
Distosia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Distosia karena kelainan tenaga
a. Inersia uteri
Insersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Sifat his
biasa, yaitu kontraksi fundus lebih kuat dan lebih dulu dari pada bagian
lain dan peranan fundus tetap menonjol, tetapi kekuatannya lemah dan
frekuensinya jarang. (Mansjoer,2001:302)
Pembagian inersia uteri yang sekarang berlaku:
1) Inersia uteri hypotonis, dimana kontraksi terkoordinasi tetapi lemah
hingga menghasilkan tekanan yang kurang dari 15mmHg. His kurang
sering dan pada puncak kontraksi dinding rahim masih dapat ditekan
ke dalam. Pada his yang baik tekanan intrauterine mencapai 50-
60mmHg. Biasanya terjadi dalam setiap fase aktif atau kala II, maka
dinamakan juga kelemahan his sekunder.
2) Inersia uteri hypertonis, dimana kontraksi tidak terkoordinasi,
misalnya: kontraksi segmen tengah lebih kuat dari segmen atas.
Inersia uteri ini sifatnya hypertonis, sering disebut inersia spastis.
Pasien biasanya sangat kesakitan. Inersia uteri hypertonis terjadi
dalam fase laten, maka boleh dinamakan inersia primer. Tanda-tanda
foetal distress cepat terjadi.
b. Incoordinate uterine action Incoordinate uternina action adalah kelainan
his pada persalinan berupa perubahan sifat his, yaitu meningkatnya tonus
otot uterus, di dalam dan di luar his, serta tidak ada koordinasi antara
kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah sehingga his tidak efisien
mengadakan pembukaan serviks.
2. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
a. Kelainan letak, presentasi atau posisi
1) Presentasi belakang kepala oksiput posterior menetap
Posisi belakang kepala oksiput posterior menetap adalah ubun-ubun
kecil menetap di belakang karena tidak ke depan ketika mencapai
dasar panggul. Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka di bawah
simfisis pubis. (Mansjoer,2001:304)
2) Presentasi puncak kepala Presentasi puncak kepala atau presentasi
sinsiput (ubun-ubun besar) adalah akibat defleksi ringan kepala janin
ketika memasuki ruang panggul sehingga ubun-ubun besar merupakan
bagian terendah. (Mansjoer,2001:304)
3) Presentasi puncak dahi
Presentasi dahi ialah keadaan dimana kedudukan kepala berada di
anatara fleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah.
Pada umumnya presentasi dahi ini merupakan kedudukan yang
bersifat sementara dan sebagian besar akan berubah menjadi
presentasi muka atau presentasi belakang kepala. Angka kejadian
presentasi dahi kurang lebih satu dari 400
persalinan.(Wiknjosastro,2006:603)
4) Presentasi muka
Presentasi muka (face presentation) adalah letak kepala tengadah
(defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah
muka. Letak ini merupakan letak defleksi yang paling maksimal, jadi
oksiput dan punggung berhubungan rapat. (Rustam,1998:340)
Posisi ditentukan oleh dagu (mento), jadi ada posisi:
a) Left mento anterior (LMA) : dagu kiri depan
b) Right mento anterior (RMA) : dagu kanan depan
c) Left mento posterior (LMP) : dagu kiri belakang
d) Right mento posterior (RMP) : dagu kanan belakang
5) Presentasi rangkap
Menurut EASTMAN adalah keadaan dimana bagian kecil janin
menumbung disamping bagian besar janin dan bersama-sama
memasuki panggul. Misalnya tangan disamping kepala, kaki
disamping kepala, atau tangan disamping bokong.
4.1.3 Etiologi
1. Distosia karena kelainan tenaga
a. Inersia uteri
Multipara, kelainan letak janin, disproporsi sefalopelvik, kehamilan ganda,
hidroamnion.
b. Incoordinate uterine action
Pemberian oksitosin yang berlebihan atau ketuban pecah lama yang
disertai infeksi.
4.1.5 Komplikasi
Komplikasi Maternal
1. Perdarahan pasca persalinan
2. Fistula Rectovaginal
3. Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”
4. Robekan perineum derajat III atau IV
5. Rupture Uteri
Komplikasi Fetal
1. Brachial plexus palsy
2. Fraktura Clavicle
3. Kematian janin
4. Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
5. Fraktura humerus (Rusniawati, 2011)
4.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pada umumnya pengukuran kepala janin dengan teknik radiografik akan
membertikan hasil yang mengecewakan.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi
Pengukuran diameter biparietalisdan sirkumferensia kepala janin dengan
ultrasonografik akan memberikan hasil yang tepat.
Kepala janin yang mengapung dengan bebas, seperti halnya pada presentase
bokong, sayangnya bisa bergerak cukup leluasaselama dilakukannya
pemeriksaan USG, sehingga mengurangi keabsahan hasil pengukuran tersebut.
Di samping itu, kepala janin pada presentasi bokong dapat mempunyai
diameter oksipitofrontalis yang panjang (dolikosefali).
(Cunningham : 393).
4.1.7 Penatalaksanaan
1. Distosia karena kelainan tenaga
a. Inersia uteri
Penatalaksanaan
Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian
terbawah janin dan keadaan panggul. Kemudian buat rencana untuk
menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan, misalnya pada letak
kepala:
1) Inersia uteri primer
a) Perbaiki keadaan umum pasien. Rujuk ke rumah sakit bila
persalinan kala I lebih dari 12 jam pada multipara atau primipara;
atau jika pembukaan tidak maju dalam 3 jam. Pastikan tidak ada
disporposi sefalopelvik yang berarti.
b) Berikan sedative lalu nilai kembali pembukaan serviksnya setelah
12 jam. Pecahkan ketuban dan beri infus oksitosin bila tidak ada
kemajuan his. Oksitosin diberikan 5 satuan dalam larutan glukosa
5% secara infus intravena dengan kecepatan 12 tetes per menit.
Tetesan dapat dinaikkan perlahan-lahan sampai kira-kira 50 tetes,
tergantung hasilnya.
4) Presentasi muka
Penatalaksanaan
Tentukan ada/tidak disproposi sefalopelvik. Bila tidak ada dan dagu
berada di depan, diharapkan terjadi persalinan spontan. Rujuk pasien
ke rumah sakit bila ada disproposi sefalopelvik atau dagu berada di
belakang.
Bila dagu berada di belakang, berikan kesempatan kepada dagu untuk
memutar ke depan. Pada posisi metoposterior persisten, usahakan
untuk memutar dagu ke depan dengan satu tangan yang dimasukan ke
dalam vagina.
Presentasi muka diubah menjadi presentasi belakang kepala bila dagu
berada di belakang atau kepala belum turun ke dalam rongga panggul
dan masih mudah didorong ke atas dengan cara memasukkan tangan
penolong ke dalam vagina kemudian menekan muka pada daerah
mulut dan dagu ke atas.
Bila tidak berhasil, dapat dicoba perasat Thorn, yaitu satu tangan
penolong dimasukkan ke dalam vagina untuk memegang bagian
belakang kepala janin, kemudian menariknya ke bawah. Tangan yang
lain berusaha meniadakan ekstensi tubuh janin dengan menekan dada
dari luar.
Pada kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam diindikasikan untuk
ekstrasi cunam. Bila tidak berhasil atau didapatkan disproposi
sefalopelvik, lakukan seksio sesarea. (Mansjoer,2001: 305)
1) Independent
a) Kaji kontraksi uterus baik secara manual / elektronik
R/ : pola hipotonik digambarkan oleh frekuensi kontraksi yang
lemah. Diukur < 30 menit mmHg, pola hipertonik digambarkan
peningkatan frekuensi dan intensitas kontraksi dengan waktu
istirahat yang tinggi > 15 mmHg.
b) Rubah posisi klien ke posisi lateral recumbent dan dorong untuk
bedfest ambulai sesuai toleransi / kemampuan
4) Kolaboratif
a) Hindari pemberian narkotik / anestesi epidural blok sampai dilatasi
serviks mencapai 4 cm.
R/ : pemberian pengobatan terlalu awal dalam persalinan
mengganggu konsentrasi uterus dan berakibat relaksasi.
b) Persiapan klien untuk emniotomi dan bantu sesuai prosedur ketika
dilatasi serviks 3-4 cm.
R/ : rupture membrane mengurangi ketegangan uteri dan dapat
menambah majunya persalinan.
c) Rangsangan putting susu untuk memproduksi oksitosin/ berikan infuse
oksitosin endogen / prostaglandin.
R/ : oksitosin dibutuhkan untuk memperbesar aktivitas myometrium
dari hipotenik uteri, dikontraindikasikan untuk persalinan
dengan hipertonik juga dapat menekan hipertonicity.
d) Pemberian narkotik dan sedatife seperti morfin, penoborbital untuk
tidur sesuai indikasi.
R/ : pemberian narkotik dan sedatife dapat membedakan antara
persalinan benar dan palsu lebih efektif untuk istirahat, mofin
membantu efek sedasi yang tinggi dan menghilangkan kontraksi
hipertonik.
e) Bantu untuk mempersiapkan seksio secarea untuk melposisi, CPD,
bandl’sring.
R/ : kelahiran sesarea dengan segera diindikasikan dalam keadaan
bandl’sring / kedaan fetus yang sukar lahir CPD.
Intervensi
a. Independent
1) Kaji membrane mukosa dan saliva
R/ : keringnya mokosa membrane dan penurunan salvias lebih lanjut
indikasikan sebagai dehidrasi.
2) Catat respon FHR abnormal
R/ : dapat merupakan efek dari dehidrasi ibu dan penurunan perfusi
berlanjut.
b. Kolaborasi
1) Tinjauan data laborat tentang HB, hematocrit, elektrolit serum,
glukosa serum.
R/ : peningkatan hematocrit di percaya terjadi dehidrasi, tingkat
elektroit dan glukosa serum dapat di gunakan untuk mendeteksi
perkembangan.
2) Pemberian cairan parenteral elektrolit dan glukosa
R/ : pemberian cairan elektrolit parenteral dan glukosa dapat
memperbaiki / mencegah ketidakseimbangan dan mengurangi
kelelahan pada ibu.
4.2.4 Implementasi
Sesuai intervensi.
4.2.5 Evaluasi
“SOAP”