Anda di halaman 1dari 23

BAB IV

DISTOSIA

4.1 KONSEP DASAR MEDIS


4.1.1 Pengertian
1. Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan.
(Mansjoer, 2001:302)
2. Distosia adalah persalinan yang sulit. (Wiknjosastro,2006:587)
3. Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. (Mocthar,1998:309)
4. Persalinan yang normal (Eutocia) ialah persalinan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung spontan di dalam 24 jam, tanpa menimbulkan
kerusakan yang berlebihan pada ibu dan anak. Istilah distosia atau persalinan
yang sulit dipergunakan kalau tidak ada kemajuan dari persalinan.
5. Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul
akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan.
(Bobak, 2004 : 784)

4.1.2 Klasifikasi
Distosia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Distosia karena kelainan tenaga
a. Inersia uteri
Insersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Sifat his
biasa, yaitu kontraksi fundus lebih kuat dan lebih dulu dari pada bagian
lain dan peranan fundus tetap menonjol, tetapi kekuatannya lemah dan
frekuensinya jarang. (Mansjoer,2001:302)
Pembagian inersia uteri yang sekarang berlaku:
1) Inersia uteri hypotonis, dimana kontraksi terkoordinasi tetapi lemah
hingga menghasilkan tekanan yang kurang dari 15mmHg. His kurang
sering dan pada puncak kontraksi dinding rahim masih dapat ditekan
ke dalam. Pada his yang baik tekanan intrauterine mencapai 50-
60mmHg. Biasanya terjadi dalam setiap fase aktif atau kala II, maka
dinamakan juga kelemahan his sekunder.
2) Inersia uteri hypertonis, dimana kontraksi tidak terkoordinasi,
misalnya: kontraksi segmen tengah lebih kuat dari segmen atas.
Inersia uteri ini sifatnya hypertonis, sering disebut inersia spastis.
Pasien biasanya sangat kesakitan. Inersia uteri hypertonis terjadi
dalam fase laten, maka boleh dinamakan inersia primer. Tanda-tanda
foetal distress cepat terjadi.
b. Incoordinate uterine action Incoordinate uternina action adalah kelainan
his pada persalinan berupa perubahan sifat his, yaitu meningkatnya tonus
otot uterus, di dalam dan di luar his, serta tidak ada koordinasi antara
kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah sehingga his tidak efisien
mengadakan pembukaan serviks.
2. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
a. Kelainan letak, presentasi atau posisi
1) Presentasi belakang kepala oksiput posterior menetap
Posisi belakang kepala oksiput posterior menetap adalah ubun-ubun
kecil menetap di belakang karena tidak ke depan ketika mencapai
dasar panggul. Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka di bawah
simfisis pubis. (Mansjoer,2001:304)
2) Presentasi puncak kepala Presentasi puncak kepala atau presentasi
sinsiput (ubun-ubun besar) adalah akibat defleksi ringan kepala janin
ketika memasuki ruang panggul sehingga ubun-ubun besar merupakan
bagian terendah. (Mansjoer,2001:304)
3) Presentasi puncak dahi
Presentasi dahi ialah keadaan dimana kedudukan kepala berada di
anatara fleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah.
Pada umumnya presentasi dahi ini merupakan kedudukan yang
bersifat sementara dan sebagian besar akan berubah menjadi
presentasi muka atau presentasi belakang kepala. Angka kejadian
presentasi dahi kurang lebih satu dari 400
persalinan.(Wiknjosastro,2006:603)
4) Presentasi muka
Presentasi muka (face presentation) adalah letak kepala tengadah
(defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah
muka. Letak ini merupakan letak defleksi yang paling maksimal, jadi
oksiput dan punggung berhubungan rapat. (Rustam,1998:340)
Posisi ditentukan oleh dagu (mento), jadi ada posisi:
a) Left mento anterior (LMA) : dagu kiri depan
b) Right mento anterior (RMA) : dagu kanan depan
c) Left mento posterior (LMP) : dagu kiri belakang
d) Right mento posterior (RMP) : dagu kanan belakang
5) Presentasi rangkap
Menurut EASTMAN adalah keadaan dimana bagian kecil janin
menumbung disamping bagian besar janin dan bersama-sama
memasuki panggul. Misalnya tangan disamping kepala, kaki
disamping kepala, atau tangan disamping bokong.

b. Kelainan bentuk janin


1) Pertumbuhan janin berlebih
Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang
melebihi 5000 gram.Yang dinamakan bayi besar ialah bila berat
badannya lebih dari 4000 gram.
2) Hidrosefalus dan anensefalus
Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel
otak sehingga kepala menjadi lebih besar dan terjadi pelebaran sutura
dan ubun-ubun.
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang
tengkorak dan otak tidak terbentuk.
3) Tali pusat terkemuka/menumbung
Prolapse tali pusat (tali pusat terkemuka/menumbung) adalah tali
pusat berada di samping atau melewati bagian terendah janin di dalam
jalan lahir setelah ketuban pecah.
3. Distosia karena kelainan tulang panggul
a. Kelainan bentuk panggul: panggul jenis naegele, rakhitis, skilosis, kifosis
Robert, dll
b. Kelainan ukuran panggul

4.1.3 Etiologi
1. Distosia karena kelainan tenaga
a. Inersia uteri
Multipara, kelainan letak janin, disproporsi sefalopelvik, kehamilan ganda,
hidroamnion.
b. Incoordinate uterine action
Pemberian oksitosin yang berlebihan atau ketuban pecah lama yang
disertai infeksi.

2. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin


a. Kelainan letak, presentasi atau posisi
1) Presentasi belakang kepala oksiput posterior menetap
Salah satu sebab terjadinya posisi oksiput posterios persisten tersebut
ialah usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul.
2) Presentasi puncak kepala
Letak defleksi ringan ini biasanya disebabkan:
a) Kelainan panggul (panggul picak)
b) Kepalanya bentuk bundar
c) Anak kecil atau mati
d) Kerusakan dasar panggul
3) Presentasi puncak dahi
Keadaan yang memaksa terjadi defleksi kepala, seperti panggul
sempit, tumor di leher bagian depan atau keadaan yang menghalangi
terjadinya fleksi kepala, seperti janin besar, ansefalus, dan kematian
janin intrauterine. (Mansjoer, 2000:305)
4) Presentasi muka
Karena adanya sebab yang menghalangi terjadinya fleksi kepala dan
sebab yang menyebabkan defleksi kepala.
a) Primer
Sejak dari awal persalinan sudah terjadi letak muka, karena:
(1) Ansefalus
(2) Hidrosefalus
(3) Kongenital anomaly
(4) Struma
(5) Higroma koli (kista leher)
(6) Lilitan tali pusat pada leher beberapa kali
b) Sekunder
(1) Panggul sempit
(2) Tangan menumbung di samping kepala
(3) Anak sangat besar
(4) Plasenta previa atau plasenta letak rendah
(5) Grande multipara
(6) Pergerakan anak bebas, misalnya pada hidroamnion dan perut
gantung
(7) Posisi uterus miring
5) Presentasi rangkap
Letak rangkap terjadi pada keadaan dimana PAP tidak dimasuki
seluruhnya oleh bagian terbawah janin, seperti pada:
6) Panggul sempit
7) Janin yang kecil atau mati
8) Multipara, karena dinding perut sudah kendor dan kepala masih tinggi
9) Gemeli
b. Kelainan bentuk janin
1) Pertumbuhan janin berlebih
2) Genetik
3) Ibu dengan diabetes mellitus
4) Postmaturitas
5) Grande multipara
6) Hidrosefalus dan anensefalus
Tidak lancarnya aliran serebrospinal atau berlebihnya produksi cairan
serebrospinal.
7) Tali pusat terkemuka/menumbung
Letak lintang, letak sungsang yang terutama presentasi bokong kaki,
diporposi sefalopelvik, prematuritas.

4.1.4 Manifestasi Klinis


Ibu : gelisah, letih, suhu tubuh meningkat, nadi dan pernafasan cepat, edem pada
vulva dan servik, bisa jadi ketuban berbau. Janin : DJJ cepat dan tidak teratur.
(Wulandari, 2012).

4.1.5 Komplikasi
Komplikasi Maternal
1. Perdarahan pasca persalinan
2. Fistula Rectovaginal
3. Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”
4. Robekan perineum derajat III atau IV
5. Rupture Uteri

Komplikasi Fetal
1. Brachial plexus palsy
2. Fraktura Clavicle
3. Kematian janin
4. Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
5. Fraktura humerus (Rusniawati, 2011)
4.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pada umumnya pengukuran kepala janin dengan teknik radiografik akan
membertikan hasil yang mengecewakan.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi
Pengukuran diameter biparietalisdan sirkumferensia kepala janin dengan
ultrasonografik akan memberikan hasil yang tepat.
Kepala janin yang mengapung dengan bebas, seperti halnya pada presentase
bokong, sayangnya bisa bergerak cukup leluasaselama dilakukannya
pemeriksaan USG, sehingga mengurangi keabsahan hasil pengukuran tersebut.
Di samping itu, kepala janin pada presentasi bokong dapat mempunyai
diameter oksipitofrontalis yang panjang (dolikosefali).
(Cunningham : 393).

4.1.7 Penatalaksanaan
1. Distosia karena kelainan tenaga
a. Inersia uteri
Penatalaksanaan
Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian
terbawah janin dan keadaan panggul. Kemudian buat rencana untuk
menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan, misalnya pada letak
kepala:
1) Inersia uteri primer
a) Perbaiki keadaan umum pasien. Rujuk ke rumah sakit bila
persalinan kala I lebih dari 12 jam pada multipara atau primipara;
atau jika pembukaan tidak maju dalam 3 jam. Pastikan tidak ada
disporposi sefalopelvik yang berarti.
b) Berikan sedative lalu nilai kembali pembukaan serviksnya setelah
12 jam. Pecahkan ketuban dan beri infus oksitosin bila tidak ada
kemajuan his. Oksitosin diberikan 5 satuan dalam larutan glukosa
5% secara infus intravena dengan kecepatan 12 tetes per menit.
Tetesan dapat dinaikkan perlahan-lahan sampai kira-kira 50 tetes,
tergantung hasilnya.

c) Bila tidak ada kemajuan setelah beberapa jam, hentikan


pemberian oksitosin. Kemudian, beri lagi untuk beberapa jam.
Bila masih tidak ada kemajuan, lakukan seksio sesarea.
d) Pada kala II terkadang diperlukan sedikit penambahan kekuatan
his untuk menyelesaikan persalianan. Pada keadaan ini dapat
diberikan 0,5 satuan oksitosin intramuscular.
2) Inersia uteri sekunder
a) Pastikan tidak ada disporposi sefalopelvik. Rujuk ke rumah sakit
bila persalinan kala I aktif lebih dari 12 jam pada multipara atau
primipara; atau jika pembukaan tidak maju dalam 3 jam.
b) Pecahkan ketuban dan berikan infus pitosin5 satuan dalam larutan
glukosa 5% secara infus intravena dengan kecepatan 12 tetes per
menit. Tetesan dapat dinaikkan perlahan-lahan sampai 50 tetes
permenit
c) Nilai kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila
tidak ada kemajuan persalinan, lakukan seksio sesarea. Pada akhir
kala I atau pada kala II, persalinan dapat segera diakhiri dengan
ekstraksi vakum atau cunam bila syarat-syarat dipenuhi.
(Mansjoer,2001: 303)
b. Incoordinate uterine action
Penatalaksanaan
Kelainan ini dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang
dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian
uterus.Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan
mengurangi kekuatan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian
analgetika, seperti morphin, pethidin dan lain-lain.Akan tetapi persalinan
tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah
pecah.Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap, perlu
dipertimbangkan seksio sesarea.Lingkaran kontriksi dalam kala I biasanya
tidak diketahui, kecuali kalau lingkaran ini terdengar ini terdapat di bawah
kepala anak sehingga dapat diraba melalui kanalis servikalis.Jikalau
diagnosis lingkaran kontriksi dalam kala I dapat dibuat persalinan harus
diselesaikan dengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran kontriksi dalam
kala II baru diketahui, setelah usaha melahirkan janin dengan cunam gagal.
Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam kavum uteri untuk mencari
sebab kegagalan cunam, lingkaran kontriksi mungkin dapat diraba.
Dengan nekrosis dalam.Lingkaran tersebut kadang-kadang dapat
diilangkan, dan janin dapat dilahirkan dengan cunam.Apabila tindakan ini
gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
(Wiknjosastro,2006:593-594)
2. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
a. Kelainan letak, presentasi atau posisi
1) Presentase belakang kepala oksiput menetap
Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan dengan ubun-ubun kecil di belakang
sebaiknya dilakukan pengawasan persalinan yang saksama dengan
harapan terjadinya persalinan spontan.Tindakan untuk mempercepat
jalannya persalinan dilakukan apabila kala II terlalu lama, atau ada
tanda-tanda bahaya terhadap janin.
Karena ekstrasi cunam pada persalinan letak belakang kepala akan
lebih mudah bila ubun-ubun kecil berada di depan, maka harus
diusahakan lebih dahulu apakah ubun-ubun kecil dapat diputar ke
depan. Perputaran kepala tersebut dapat dilakukan dengan tangan
penolong yang dimasukkan ke dalam vagina atau dengan cunam.
Apabila putaran dapat dilakukan dengan mudah, maka janin dilahirkan
dengan ubun-ubun kecil di depan. Tetapi bila hal tersebut sulit atau
yang melakukan pembedahan tidak berpengalaman, hendaknya
putaran tersebut tidak dipaksakan dan janin dilahirkan dengan cunam
dalam keadaan ubun-ubun kecil tetap di belakang. Untuk itu perlu
dilakukan episiotomy medio lateral yang cukup luas. Tetapi pada
waktu dilakukan tarikan, ada kalanya terjadi perputaran secara
spontan, sehingga ubun-ubun kecil berada di depan.
Pada presentasi belakang kepala, kadang-kadang kala II mengalami
kemacetan dengan kepala janin sudah berada di dasar panggul dan
posisi ubun-ubun kecil melintang. Keadaan ini dinamakan posisi
lintang tetap rendah (deep transverse arrest). Apabila ada alamat untuk
menyelesaikan persalinan dapat dilakukan ekstraksi vakum atau
dilakuakn ekstraksi cunam yang dipasang mirng terhadap kepala
miring terhadap panggul. (Wiknjosastro,2006:597)
2) Presentasi puncak kepala
Penatalaksanaan
Pada presentasi puncak kepala merupakan kedudukan sementara, yang
kemudian akan berubah menjadi presentasi kepala belakang.
Mekanisme persalinannya hampir sama dengan poisi oksipitalis
posterior persistens, sehingga keduanya seringkali dikacaukan satu
dengan yang lainnya. Perbedaanya ialah: pada presentasi puncak
kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal, sedangkan lingkaran
kepala yang melalui jalan lahir adalah sirkumferensia frontooksipitalis
dengan titik perputaran yang berada di bawah simfisis ialah glabella.
3) Presentasi puncak dahi
Penatalaksaan
Presentase dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak
akan dapat lahir spontan per vaginam, sehingga harus dilahirkan
dengan seksio sesarea. Pada janin yang kecil dan panggul yang luas
pada garis besarnya sikap dalam menghadapi presentase muka. Bila
persalinan menunjukkan kemajuan, tidak perlu dilakukan tindakan.
Demikian pula bila ada harapan presentasi dahi dapat berubah menjadi
presentasi belakang kepala atau presentasi muka. Jika pada akhir kala
I kepala belum masuk ke dalam rongga panggul, dapat diusahakan
mengubah presentasi dengan perasat Thorn, tetapi jika tidak berhasil,
sebaiknya dilakukan seksio sesarea. Meskipun kepala sudah masuk
rongga panggul, tetapi bila kala II tidak mengalami kemajuan
sebaiknya juga dilakukan seksio sesarea. Bayi lahir dalam presentasi
dahi menunjukkan kaput suksedaneum yang besar pada dahi disertai
moulage kepala hebat. (Wiknjosastro,2006:606)

4) Presentasi muka
Penatalaksanaan
Tentukan ada/tidak disproposi sefalopelvik. Bila tidak ada dan dagu
berada di depan, diharapkan terjadi persalinan spontan. Rujuk pasien
ke rumah sakit bila ada disproposi sefalopelvik atau dagu berada di
belakang.
Bila dagu berada di belakang, berikan kesempatan kepada dagu untuk
memutar ke depan. Pada posisi metoposterior persisten, usahakan
untuk memutar dagu ke depan dengan satu tangan yang dimasukan ke
dalam vagina.
Presentasi muka diubah menjadi presentasi belakang kepala bila dagu
berada di belakang atau kepala belum turun ke dalam rongga panggul
dan masih mudah didorong ke atas dengan cara memasukkan tangan
penolong ke dalam vagina kemudian menekan muka pada daerah
mulut dan dagu ke atas.
Bila tidak berhasil, dapat dicoba perasat Thorn, yaitu satu tangan
penolong dimasukkan ke dalam vagina untuk memegang bagian
belakang kepala janin, kemudian menariknya ke bawah. Tangan yang
lain berusaha meniadakan ekstensi tubuh janin dengan menekan dada
dari luar.
Pada kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam diindikasikan untuk
ekstrasi cunam. Bila tidak berhasil atau didapatkan disproposi
sefalopelvik, lakukan seksio sesarea. (Mansjoer,2001: 305)

c. Kelainan bentuk janin


1) Pertumbuhan janin berlebih
Penatalaksanaan
Pada dispropsorsi sevalopelvik karena janin besar, seksio sesarea perlu
dipertimbangkan. Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga
sebelumnya. Apabila kepala sulit dilahirkan, hendaknya dilakukan
epistomi mediolateral yang cukup luas, hidung serta mulut janin
dibersihkan, kemudian kepala ditarik curam ke bawah secara hati-hati
dengan kekuatan yang terukur. Bila tidak berhasil, tubuh janin diputar
dalam rongga panggul, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan
dan lahir di bawah simfisis. Bila dengan cara ini pun belum berhasil,
penolong memasukan tangannya ke dalam vagina dan berusaha
melahirkan lengan belakang janin dengan menggerakan di muka
dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri digunakan tangan kanan
penolong, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter
miring dari panggul guna melahirkan lengan depan.
Pada keadaan dimana janin telah mati sebelum dilahirkan, dapat
dilakukan kleidotomi pada satu atau kedua klavikula untuk
mengurangi kemungkinan perlukaan jalan lahir.
2) Hidrosefalus dan anensefalus
Penatalaksanaan
Pada hirosefalus yang nyata, kecilkan kepala janin pada permulaan
persalinan.Pada pembukaan serviks 3 cm, keluarkan cairan
serebrospinal dengan pungsi kepala menggunakan jarum spinal. Bila
janin letak sungsang. Lakukan pengeluaran cairan dari kepala yang
tidak dapat lahir dengan pungsi atau perforasi melalui foramen
oksipitalis magnum atau sutura temporalis.
Dianjurkan untuk melakukan ventrikulosentesis transabdominal
dengan jarum spinal. Kosongkan kandung kemih terlebih dahulu.
4.2 KONSEP DASAR ASKEP
4.2.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Riwayat Kesehatan
a. RKD
Yang perlu dikaji pada klien, biasanya klien pernah mengalami distosia
sebelumnya, biasanya ada penyulit persalinan sebelumnya seperti
hipertensi, anemia, panggul sempit, biasanya ada riwayat DM, biasanya
ada riwayat kembar dll.
b. RKS
Biasanya dalam kehamilan sekarang ada kelainan seperti : Kelainan letak
janin (lintang, sunsang dll) apa yang menjadi presentasi dll.
c. RKK
Apakah dalamkeluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah, DM,
eklamsi dan pre eklamsi.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : rambut tidak rontok, kulit kepala bersihtidak ada ketombe.
b. Mata : biasanya konjungtiva anemis
c. Thorak : Inpeksi pernafasan : Frekuensi, kedalaman, jenis pernafasan,
biasanya ada bagian paru yang tertinggal saat pernafasan
d. Abdomen
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal
persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi
dan sikap anak normal atau tidak, raba fundus keras atau lembek, biasanya
anak kembar / tidak, lakukan perabaab pada simpisis biasanya blas penuh /
tidak untuk mengetahui adanya distensi usus dan kandung kemih.
e. Vulva dan Vagina
Lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edem pada
vulva/ servik, biasanya teraba promantorium, ada/tidaknya kemajuan
persalinan, biasanya teraba jaringan plasenta untuk mengidentifikasi
adanya plasenta previa
f. Panggul
Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul
dan kelainan tulang belakang.

4.2.2 Diagnose Keperawatan


1. Resiko injuri pada ibu berhubungan dengan disfungsi uterus sekunder terhadap
: hipotonik dan hipertonik uterus
2. Resiko pada fetus berhubungan dengan masalah pada ibu sekunder terhadap
atonia uteri
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan persalinan hipertonik terhadap
hipoksia seluler
4. Deficit volume cairan berhubungan dengan hipotonik dan hipertonik persalinan
5. Koping individu tidak berhubungan dengan persalinan yang lama

4.2.3 Intervensi keperawatan


1. Dx 1 : Resiko injuri pada ibu berhubungan dengan disfungsi uterus
sekunder terhadap : hipotonik dan hipertonik uterus
Tujuan : penurunan fetus paling sedikit 1 cm/jam untuk primipara dan 2
cm/jam untuk multipara, pola kontraksi membaik dan dimulai, dilatasi serviks
paling sedikit 1,2 cm/jam, untuk :

1) Independent
a) Kaji kontraksi uterus baik secara manual / elektronik
R/ : pola hipotonik digambarkan oleh frekuensi kontraksi yang
lemah. Diukur < 30 menit mmHg, pola hipertonik digambarkan
peningkatan frekuensi dan intensitas kontraksi dengan waktu
istirahat yang tinggi > 15 mmHg.
b) Rubah posisi klien ke posisi lateral recumbent dan dorong untuk
bedfest ambulai sesuai toleransi / kemampuan

R/ : ambulasi dapat membantu kekuatan grafitasi sehingga


merangsang persalinan normal dan dilatasi serviks.
c) Monitor klien dari tanda-tanda amnonitis, peningkatan temperature,
peningkatan sel darah putih, dicatat warna dan bau liang vagina

R/ : perkembangan amnionitis langsung dihubungkan lamanya


persalinan, juga kelahiran yang terjadi antara24 jam setelah
rupture membrane.
2) Hipotonik
a) Monitor kemajuan dilatasi serviks sepanjang fase aktif menggunakan
grafik fredman.
R/ : jika dilatasi < 1,5 cm/jam pada multipara, malposisi fetus/
KPD mungkin menyebabkan persalinan tidak efektif.
b) Catat kedudukan janin, presentase janin.
R/ : adanya indicator persalinan maju dapat mengidentifikasi
semuanya yang menyebabkan lamanya persalinan.
c) Palpasi perut klien dengan hati-hati dari adanya lingkaran yang tida
jelas dalam vagina / perut.
R/ : dalam persalinan yang sulit, penurunan lingkaran yang patologis
dapat berkembang dalam waktu yang lama di atas segmen uteri,
ini diindikasikan terjadinya rupture.
d) Dorong klien untuk buang air setiap 1-2 jam, kaji kepenuhan kandung
kemih dengan palpasi di atas simpisis.
R/ : kandung kencing yang penuh memghambat aktivitas uterus dan
memngganggu fetus.
e) Tinjau kebiasaan buang air besar yang diterima dan pengosongan yang
teratur.
R/ : perut yang penuh dapat menghambat akktivitas uteri dan
mengganggu turunnya fetus.
3) Hypertonik
a) Tenangkan klien : beri lingkungan yang tenang.
R/ : mengurangi besarnya stimuli dibutuhkan untuk mengistirahatkan
atau merilekskan saat penanganan atau pengobatan klien dalam
tatus hipertonik.
b) Usahakan kelahiran segera dengan alat yang cocok.
R/ : dapat diperluakn pada saat terjadi persalinan presipitatus dan
kelahiran yang mana dihubungkan dengan hipertonik uteri.

4) Kolaboratif
a) Hindari pemberian narkotik / anestesi epidural blok sampai dilatasi
serviks mencapai 4 cm.
R/ : pemberian pengobatan terlalu awal dalam persalinan
mengganggu konsentrasi uterus dan berakibat relaksasi.
b) Persiapan klien untuk emniotomi dan bantu sesuai prosedur ketika
dilatasi serviks 3-4 cm.
R/ : rupture membrane mengurangi ketegangan uteri dan dapat
menambah majunya persalinan.
c) Rangsangan putting susu untuk memproduksi oksitosin/ berikan infuse
oksitosin endogen / prostaglandin.
R/ : oksitosin dibutuhkan untuk memperbesar aktivitas myometrium
dari hipotenik uteri, dikontraindikasikan untuk persalinan
dengan hipertonik juga dapat menekan hipertonicity.
d) Pemberian narkotik dan sedatife seperti morfin, penoborbital untuk
tidur sesuai indikasi.
R/ : pemberian narkotik dan sedatife dapat membedakan antara
persalinan benar dan palsu lebih efektif untuk istirahat, mofin
membantu efek sedasi yang tinggi dan menghilangkan kontraksi
hipertonik.
e) Bantu untuk mempersiapkan seksio secarea untuk melposisi, CPD,
bandl’sring.
R/ : kelahiran sesarea dengan segera diindikasikan dalam keadaan
bandl’sring / kedaan fetus yang sukar lahir CPD.

2. Dx 2: Resiko pada fetus berhubungan dengan masalah pada ibu sekunder


terhadap atonia uteri
Tujuan : faktor yang mengakibatkan persalinan abnormal terindetifkasi dan
dapat di perbaiki. FHR teratur antara batas normal dengan perubahan yang baik
dan ktidak adanya keterlambatan decelerasi di catat.
Intervensi :
a. Independen
1) Kaji FHR baik secara manual atau elektronik, catat setiap perubahan
secara periodic dan cari rata–rata dari semua pengukuran, chek FFR di
antara waktu spuluh menit, kemudian istirahat selama lima menit,
lanjutkan cara ini pada seluruh waktu kontraksi pada pertengahan
diantaranya kontraksi berikutnya.
2) Kaji tekanan uterus selama fase istirahat dan kontraksi melalui
tekanan inta uteri careter jika tersedia.
R/ : fase istirahat >30 mmHg / tekanan kontraksi >50 mmHg
mengurangi atau membahayakan oksigenasi di antara
ontervillous spaces.
3) Catat factor ibu seperti dehidrasi, asidosis, kecemasan / sindrum vena
kava
R/ : prosedur simple misalnya posisi lateral recumbent meningkatkan
sirkulasi darah dan oksigen pada uterus.
4) Kaji ferkuensi kontraksi uterus, konsul bila ferkuensi utrus setiap
menit / kurang.
R/ : kontraksi yang tejadi setiap 2 menit kurang tidak memberikan
oksigen yang adekuat pada intravillous space.
5) Kaji malposisi menggunakan menuver lepold’s dan penentuan pada
pemeriksaan nternal (lokasi fontaneldan sutura cranial), tinjauan hasil
USG.
R/ : perbedaan letak, posisi, prestase dapat di indetifikasi yang
merupakan factor kontribusi pada persalinan dingfusional.
6) Monitor penurunan janin pada kelahiran perfagina dalam
hubungannya dalam spina ischiadika.
R/ : penurunan<1 cm / jam pada spirmipara, <2cm/jam pada
multipara dapat di indetifikasi CPD / malposisi.
7) Atur perpindahan pada tempat perawatan ibu, pada tempat perawatan
acut / emergency jika malposisi di dektesi pada klien dalam ABC.
R/ : resiko injuri atau kematian pada fetus atau janin meningkat
dengan kelahiran pervaginal jika prestase lebih dari wertek.
8) Persiapan metode kelahiran dengan jalan yang baik jika fetus dalam
posisi wajah, dahi, dagu.
R/ : presentase ini meningkatkan resiko CPD, diterima untuk
diameter besar pada fetus memasuki pelfis (11 cm) dalam
presentase dahi, wajah (13 cm) dalam presentase dagu sering di
perlukan seksio sekseareasebab kegagalan dalam kemajuan dan
persalinan yang tidak fekatif. tengkorak fetus diameter untuk
presentase vertex 9,5 cm.
9) Kaji tahanan garis lintang pada kepala janin
R/ : kegagalan vertek pada retasi penuh dari osksiput posterior
keposisi oksiput anterior akibat dari posisi lintang, persalinan
macet dan di butuhkan persalinan cesarean.
10) Catat bau dan warna cairan amniotic pada rupture. Mevonium dalam
amniotic dalam presentase vertek menimbulkan hipoksia yang
disebabkan stimulasi vergal dan relaksasi pada spinter anal, infeksi
dan spesif dengan di sertai hikardi dapat terjadi pada rupture
membrane yang lama.
b. Kolaborasi
1) Berikan antibiotic pada klien bila diindikasikan
R/ : mengurangi infeksi resiko fetus olrh karena peningkatan
pathogen.
2) Persipan kelahiran dalam posisi posterior jika fetus gagal melakukan
rotasi dari OP-OA posisi / waja kepubis, alternative yang di lakukan
dengan aplikasi forcep (scanzoni manufer) dapat di pergunakan untuk
rotasi dan kelahiran fetus.
3) Persiapan untuk seksiocesarean pada kasus presentasi sungsang, CPD
di indetifikasi dengan kegagalan fetus untuk trun dan kemajuan
persalinan berhenti.
R/ : kelahiran bayi melalui vagina dalam poisi sungsang di
hubungkan dengan injuri pada kolom spinal plecuusbrancialis,
tulang selangkang stuktur otak yang dapat meningkatkan angka
kematian bayi dan kesakitan, dan hipoksia pada stimulasi
vaginal yang lama dengan kompresi kepala dan trauma dapat di
cegah jika CPD di indetifikasi, intervennsi pembedahan di
lakukan segera.

3. Dx 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan persalinan hipertonik


terhadap hipoksia seluler
Tujuan : persalinan efektif dapat dibuat
Intervensi :
a. Independen
Kaji tingat kelelahan, peningkatan istirahat, relaksasi tidur, laporan
persalinan yang tidak akurat, dengan menggunakan grafik friedman.
R/ : membantu menghemat energy dan mengurangi penggunaan glukosa,
grafik friedman akrat untuk penghematan energy kebutuhan istrahat
dan kebutuhan cairan elektrolit.
b. Kaloborasi
1) Berikan phenobarbital oral atau im .
R/ : membantu meningkatkan istirahat oleh efek langsung pada
kortex serbri setelah persalinan dapt terjadi.
2) Berikan cairan glukosa dan elektrolit
R/ : dehidrasi dan penggunaan glukosa yang berlebihan dapat
menimbulkan kelelahan.
3) Persiapan untuk persalinan forceps jika di butuhkan
R/ : kelelahan yang berlebihan pada ibu dapat menimbulkan
ketidakefektifan usaha untuk membantu persalinan kala II dan
mengharuskan menggunakan forceps lebih lanjut.

4. Dx 4 : Deficit volume cairan berhubungan dengan hipotonik dan


hipertonik persalinan
Tujuan : keseimbangan cairan dan elekrolit terplihara dan komplikasi dapat di
cegah.

Intervensi
a. Independent
1) Kaji membrane mukosa dan saliva
R/ : keringnya mokosa membrane dan penurunan salvias lebih lanjut
indikasikan sebagai dehidrasi.
2) Catat respon FHR abnormal
R/ : dapat merupakan efek dari dehidrasi ibu dan penurunan perfusi
berlanjut.
b. Kolaborasi
1) Tinjauan data laborat tentang HB, hematocrit, elektrolit serum,
glukosa serum.
R/ : peningkatan hematocrit di percaya terjadi dehidrasi, tingkat
elektroit dan glukosa serum dapat di gunakan untuk mendeteksi
perkembangan.
2) Pemberian cairan parenteral elektrolit dan glukosa
R/ : pemberian cairan elektrolit parenteral dan glukosa dapat
memperbaiki / mencegah ketidakseimbangan dan mengurangi
kelelahan pada ibu.

5. Dx 5 : Koping individu tidak berhubungan dengan persalinan yang lama


Tujuan : klien secara verbal mengerti dan dapat menindetifikasi teknik koping.
Intervensi
a. Independent
1) Kaji tingkat kecemasan, peningkatan istirahat.
R/ : kecemasan berlebihan menunjukan peningkatan cetekolamine
yang menyebabkan endokrin tidak seimbang kelebihan epinerfin
menghambat aktifitas myometrium atress juga menghabiskan
persedian glukosa yang ada untuk sintesis adenosine yang di
butuhkan untuk kontraksi intra uteri.
2) Dorong klien untuk relaksasi dan merubah posisi klien.
R/ : mengurangi kecemasan, meningkatkan kenyamanan, dan
membantu pasien untuk menemukan koping yang positif.
3) Beri infrmasi yang factual, kira- kira apa yang di harapkan.
R/ : dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan
koping.
4) Kaji tingkat nyeri dan hubungannya dengan dilatasi/ berhentinya.
R/ : meningkatkan nyeri ketika servik tidak diltasi / berhentinya
dapat di indikasi pekembangan dingfungsional, nyeri yang
ekstrim dapt di indikasikan pekembangan anoksia seluler.
5) Akiu realita nyeri dan ketidaknyamanan, membantu klien relaksasi
dan meningkatkan koping.
R/ : perasaan membantu dan dapat mengurangi ketidaknyamanan
membantu klien rileks damana meningkatkan koping.

4.2.4 Implementasi
Sesuai intervensi.
4.2.5 Evaluasi
“SOAP”

Anda mungkin juga menyukai