Anda di halaman 1dari 21

Clinical Science Session

Congestive Heart Failure

Oleh

Dwi Fitria Nova 1840312051

Yoga Gusthi Pangestu 1840312610

Preseptor :
dr. Dinda Aprilia, Sp. PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUP DR M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang bejudul “Congestive Heart
Failure” ini yang ditujukan sebagai salah satu syaat untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik dibagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP DR. M. Djamil Padang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Dinda Aprillia Sp. PD-, Fselaku
preseptor. Penulis menyadari bahwa ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi
kesempurnaan referat ini. Penulis juga berharap makalah ini dapat memberikan dan
meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang diagnosis dan penatalaksanaan
Congestive Heart Failure terutama bagi penulis dan bagi rekan-rekan sejawat lainnya.

Padang, Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB 1. PENDAHULUAN 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Gagal Jantung ...... 8
2.2 Etiologi Gagal Jantung 8
2.3 Patofisiologi Gagal Jantung 8
2.4 Manifestasi Klinis 10
2.5 Diagnosis Gagal Jantung 12
2.6 Penatalaksanaan 15
BAB 3. DISKUSI 19
DAFTAR PUSTAKA 21

3
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung............17
Tabel 2.2. dosis obat yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung..................18

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema diagnostik untuk pasien dicurigai gagal jantung................. 13

5
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan penurunan

kualitas hidup. Seorang pasien yang menderita gagal jantung biasanya sering kembali

datang ke rumah sakit karena kekambuhan yang tinggi dan peningkatan angka

kematian yang tinggi pada penyakit ini. Sekitar 45% pasien gagal jantung akut akan

dirawat ulang paling tidak satu kali, 15% paling tidak dua kali dalam dua belas bulan

pertama.1

. Estimasi risiko kematian dan perawatan ulang antara 60 hari berkisar 30-60%,

tergantung dari studi populasi.1 Gagal jantung merupakan penyebab paling banyak

perawatan di rumah sakit pada populasi Medicare di Amerika Serikat, sedangkan di

Eropa dari data-data Scottish memperlihatkan peningkatan dari perawatan gagal

jantung, apakah sebagai serangan pertama atau sebagai gejala utama atau sebagai gejala

ikutan dengan gagal jantung. Peningkatan ini sangat erat hubungannya dengan semakin

bertambahnya usia seseorang.1,2

Penyebab dari gagal jantung adalah seluruh spektrum kerusakan pada jantung

baik secara struktural maupun fungsional yang tidak tertangani dengan baik yang

dalam waktu tertentu akan bermanifestasi sebagai gagal jantung pada saat jantung tidak

mampu lagi mengkompensasi kerusakan tersebut. Penyebab-penyebab ini jika

diklasifikasikan bisa berupa kelainan mekanik, kelainan miokardium, maupun kelainan

irama jantung.Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada

60-70% pasien terutama pada pasien usia lanjut, sedangkan pada usia muda, gagal

6
jantung akut diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit jantung

kongenital atau valvular dan miokarditis.2,4

Gagal jantung akut maupun gagal jantung kronik sering merupakan kombinasi

kelainan jantung dan organ sistem lain terutama penyakit metabolik.2,4 Boleh dikatakan

bahwa gagal jantung adalah bentuk terparah atau fase terminal dari setiap penyakit

jantung.3 Oleh sebab itu, gagal jantung di satu sisi akan dapat dengan mudah dipahami

sebagai suatu sindrom klinis, namun di sisi lain gagal jantung merupakan suatu kondisi

dengan patofisiologis yang sangat bervariasi dan kompleks.5

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi,

patogenesis, diagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang),

tatalaksana, prognosis dan komplikasi pada osteoartritis.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan

pembaca mengenai definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, patogenesis, diagnosis

(anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang), tatalaksana, prognosis

dan komplikasi pada osteoartritis.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai literatur, termasuk makalah ilmiah, jurnal, dan guidelines.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien
harus memiliki tampilan berupa : gejala gagal jantung (napas pendek yang tipikal saat
istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai/tidak kelelahan); tanda retensi cairan
(kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan
struktur atau fungsi jantung saat istirahat.6

2.2 Etiologi
2.2.1 Heart Failure Reduced Ejection Fraction
 Penyakit arteri koroner : infark miokard, iskemia miokard
 Overload tekanan kronis : hipertensi, penyakit katup obstruktif
 Overload volume kronis : penyakit katup regurgitasi, shunt interkardiak
(kiri ke kanan)
 Kerusakan akibat toksin atau obat : penyakit metabolic, virus
2.2.2 heart failure-preserved ejection fraction
 Hipertrofi patologis : primer (kardiomiopati hipertrofi), sekunder
(hipertensi)
 Penuaan
 Fibrosis jantung
 Penyakit jantung pulmonal : cor pulmonal
 Kelainan endomiokardial2

2.3 Patofisiologi Gagal Jantung


Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa bagian yaitu 8:
1. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure)
 Gagal jantung kiri Left-Sided Heart Failure)
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik sehingga
keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah kiri keseluruh tubuh.

8
Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam vaskuler pulmonal. Pada saat terjadinya
aliran balik darah kembali menuju ventricular pulmonaris, tekanan kapiler paru akan
meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg). Keadaan ini
akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke dalam interstitium paru dan
menginisiasi edema.
 Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)
Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan disfungsi
ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan yang diderita oleh kedua
sisi jantung, misalnya setelah terjadinya infark miokard atau tertundanya komplikasi
yang ditimbulkan akibat adanya progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri. Pada
gagal jantung kanan dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh
terutama di ekstermitas bawah.
2. Mekanisme neurohormonal
Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana neurohormon pada
gagal jantung diproduksi dari banyak molekul yang diuraikan oleh neuroendokrin.
Renin merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi sebagai respon dari
penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem saraf simpatik.
3. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan mengaktivasi RAAS.
Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati diubah menjadi angiotensin I dan
angiotensinogen II. Angiotensin II berikatan dengan dinding pembuluh darah ventrikel
dan menstimulasi pelepasan endotelin sebagai agen vasokontriktor. Selain itu,
angiotensin II juga menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi hormon
aldosteron. Hormon inilah yang dapat meningkatkan retensi garam dan air di ginjal,
akibatnya cairan didalam tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang mendasari timbulnya
edema pada gagal jantung kongestif.
4. Kardiak remodeling
Kardiak remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis sebagai
perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress
ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta interstitial.6

9
2.4 Manifestasi Klinis
Berdasarkan presentasinya gagal jantung dibagi sebagai berikut.
1. Gagal jantung akut
2. Gagal jantung menahun
3. Acute on Chronic Heart Failure
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai timbulnya sesak napas secara cepat (< 24
jam) akibat kelainan fungsi jantung, gangguan fungsi sistolik atau diastolic atau irama
jantung, atau kelebihan beban awal (preload), beban akhir (afterload), atau
kontraktilitas dan keadaan ini mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan tepat. 9
Gagal jantung menahun didefinisikan sebagai sindrom klinis yang kompleks
akibat kelainan structural atau fungsional yang menganggu kemampuan pompa jantung
atau menganggu pengisian jantung.9
Pasien gagal jantung akut dapat datang dengan berbagai kondisi klinis, yaitu:
 Acute decompensated hearth failure (ADHF)
- Baru pertama kali (de novo)
- Dekompensasi dari gagal jantung menahun
Kedua keadaan ini masih lebih ringan dan tidak termasuk syok kardiogenik,
edema paru atau krisis hipertensi.
 Hypertensive acute heart failure
Gejala dan tanda gagal jantung disertai dengan tekanan darah tinggi dan fungsi
ventrikel yang masih baik.
 Edema paru
Sesak napas hebat, dengan ronki basah kasar di hampir semua lapangan paru,
ortopnu, saturasi oksigen < 90% sebelum mendapat terapi oksigen.
 Syok kardiogenik
Terdapat hipoperfusi jaringan meskipun preload sudah dikoreksi. Tekanan
darah sistolik < 90 mmHg, produksi urin 0,5 cc/kgbb/jam, laju nadi > 60
x/menit dengan atau tanpa kongesti organ/paru.
 Gagal jantung kanan

10
Dengan gejala curah jantung rendah, peningkatan JVP, hepatomegali dan
hipotensi.9
Pada gagal jantung kronis, derajat penyakit secara klinis fungsional dapat
dikategorikan berdasarkan The New York Heart Association(NYHA) danAmerican
Heart Association(AHA)yang berfokus pada faktor resiko dan abnormalitas struktur
jantung.
Berdasarkan American Heart Association klasifikasi dari gagal jantung kongestif yaitu
sebagai berikut :
1. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi, tetapi belum
ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa adanya tanda dan gejala
dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A umumnya
terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus.
2. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan adanya
kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala dari gagal
jantung tersebut.
3. Stage C
Gagal jantung yang simtomatik berhubungan dengan penyakit structural jantung yang
mendasari.
4. Stage D
Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat bermakna saat
istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal (refrakter).
Klasifikasi dari gagal jantung berdasarkan The New York Heart Association (NYHA)
1. Kelas I
Tidak ada gejala dalam melakukan aktivitas fisik sehari-hari, seperti berjalan, menaiki
tangga. Aktivitas fisik tidak menyebabkan dispnea, kelelahan, atau palpitasi.
2. Kelas II
Gejala ringan (sesak napas ringan dan/ angina) serta terdapat keterbatasan ringan dalam
aktifitas fisik sehari-hari.

11
3. Kelas III
Terdapat keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari misalnya berjalan 20-100 meter pasien
menjadi sesak. Pasien hanya nerasa nyaman saat istirahat.
4. Kelas IV
Terdapat keterbatasan aktifitas yang berat, gejala dapat muncul saat istirahat, keluhan
meningkat saat beraktifitas.9

2.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa sesak napas yang
terutama meningkat dengan aktifitas, terbatasnya aktifitas dan hal-hal lain seperti yang
terdapat pada gejala klinis. Dari pemeriksaan fisik, bisa didapatkan peningkatan JVP,
pembesaran hepar, edema tungkai, refleks hepatojugular, pergeseran apeks jantung ke
lateral, maupun bising jantung. Dapat digunakan kriteria klinis menggunakan kriteria
klasik Framingham, paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.7
Kriteria mayor
- Paroxysmal nocturnal dyspnea
- Distensi vena-vena leher
- Peningkatan tekanan vena jugularis
- Ronki
- Kardiomegali
- Edema paru akut
- Gallop bunyi jantung III
- Refluks hepatojugular positif
Kriteria minor
- Edema ekstremitas
- Batuk malam
- Sesak saat aktifitas
- Hepatomegali
- Efusi pleura

12
- Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
- Takikardi (> 120 kali/menit)

Gambar 2.1. Skema diagnostik untuk pasien yang dicurigai gagal jantung10
Pemeriksaan penunjang
 Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal
jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung, namun memiliki nilai
prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis
gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
 Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks
dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi
penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas.
 Pemeriksaan Laboratorium

13
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah
perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi
glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain
dipertimbangkan sesuai tampilan klinis.Gangguan hematologis atau elektrolit yang
bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum
diterapi.
 Pemeriksaan biomarker
Brain natriuretic peptide (BNP) cukup sensitif untuk mendeteksi adanya gagal
jantung. Dikatakan gagal jantung bila nilai BNP ≥ 100 pg/mL atau NT-proBNP≥ 300
pg/mL. Kadar peptide natriuretik meningkat sebagai respon terhadap peningkatan
tekanan dinding ventrikel.
 Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran
klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin
kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal
jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
 Ekokardiografi
Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan
pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien
dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara
pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi
ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagaljantung
dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tigakriteria:
1. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung
2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikitterganggu (fraksi ejeksi > 45
- 50%)
3. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiriabnormal / kekakuan
diastolik).6,7,8
2.6 Penatalaksanaan

14
Tujuan terapi pada pasien gagal jantung kongestif
Prognosis menurunkan mortalitas
Morbiditas Meringankan gejala dan tanda
Memperbaiki kualitas hidup
Menghilangkan edema dan retensi cairan
Meningkatkan kapasitas aktifitas fisik
Mengurangi kelelahan dan sesak nafas
Mengurangi kebutuhan rawat inap
Menyediakan perawatan akhir hayat
Pencegahan Timbulnya kerusakan miokard
Perburukan kerusakan miokard
Remodelling miokard
Timbul kembali gejala dan akumulasi cairan
Rawat inap

2.6.1 Tatalaksana non-farmakologi


 Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun
non-farmakologi.
 Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan
> 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertimbangan dokter.
 Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala
berat yang disertai hiponatremia.
 Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan
meningkatkan kualitas hidup.

15
 Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau
di rumah.

2.6.2 Tatalaksana farmakologi


 Angiotensin converting enzyme Inhibitor (ACE-I)
Obat-obat yang termasuk ACE I mempunyai mekanisme kerja menurunkan sekresi
angiotensin II dan aldosteron dengan cara menghambat enzim yang dapat mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II. Termasuk juga dapat mengurangi kejadian
remodeling jantung serta retensi air dan garam. ACEI harus diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik (kecuali kontraindikasi) dan fraksi ejeksi ventrikel kiri
≤ 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan
hidup. ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia,
hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI haya
diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.6
 Beta bloker
β-blocker harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik (kecuali
kontraindikasi) dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. β-blocker memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup. β-blocker boleh
diberikan pada pasien yang stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik,
tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat). Mekanisme
kerja dari β-blocker sendiri yaitu dengan menghambat adrenoseptor beta (beta-bloker)
di jantung, pembuluh darah perifer sehingga efek vasodilatasi tercapai. Beta bloker
dapat memperlambat konduksi dari sel jantung dan juga mampu meningkatkan periode
refractory.
 Angiotensin II receptor type 1 Inhibitor (ARB)

16
Mekanisme ARB yaitu menghambat reseptor angiotensin II pada subtipe AT1.
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan
fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan
ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron.
Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan
sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI.
 Diuretik
Mekanisme kompensasi pada gagal jantung kongestif yaitu dengan meningkatkan
retensi air dan garam yang dapat menimbulkan edema baik sistemik maupun paru.
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti.Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia
(kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai
kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau resistensi. Sebagain besar pasien
mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid karena efisiensi diuresis dan
natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop.
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis harian (mg)
Diuretik Loop
Furosemid 20 – 40 40 – 240
Bumetanid 0.5 – 1 1–5
Tiazid
Hidroklorotiazid 25 12.5 – 100
Metolazon 2.5 2.5 – 10
Diuretik hemat kalium
Spironolakton (+ ACEI/ARB) 12.5 – 25 (+ ACEI/ARB) 50
(-ACEI/ARB) 50 (-ACEI/ARB) 100-200
Tabel 2.1. dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung.
 Digoksin
Digoxin merupakan golongan glikosida jantung yang mempunyai sifat inotropik positif
yang dapat membantu mengembalikan kontraktilitas dan meningkatkan dari kerja

17
jantung. Digoxin memiliki indeks terapi sempit yang berarti dalam penggunaan dosis
rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian pada
penggunaan digoxin dan diperlukan monitoring ketat bila dikhawatirkan terjadi toksik.
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta)
lebih diutamakan.6

Obat Dosis awal (mg) Dosis target (mg)


ACEI
Captopril 6.25 (3x/hari) 50 – 100 (3x/hari)
Enalapril 2.5 (2x/hari) 10 – 20 (2x/hari)
Ramipril 2.5 (1x/hari) 5 (2x/hari)
ARB
Candesartan 4/8 (1x/hari) 32 (1x/hari)
Valsartan 40 (2x/hari) 160 (2x/hari)
Antagonis aldosterone
Spironolakton 25 (1x/hari) 25 – 50 (1x/hari)
Penyekat beta
Bisoprolol 1.25 (1x/hari) 10 (1x/hari)
Carvedilol 3.125 (2x/hari) 25 – 50 (2x/hari)
Tabel 2.2. dosis obat yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung.

BAB 3

DISKUSI

18
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien
harus memiliki tampilan berupa : gejala gagal jantung (napas pendek yang tipikal saat
istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai/tidak kelelahan); tanda retensi cairan
(kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan
struktur atau fungsi jantung saat istirahat.6
Gagal jantung dapat disebabkan oleh adanya penyakit arteri koroner (infark
miokard, iskemia miokard), overload tekanan kronis (hipertensi, penyakit katup
obstruktif), overload volume kronis (penyakit katup regurgitasi, shunt interkardiak),
kerusakan akibat toksin atau obat, hipertrofi patologis, penuaan, fibrosis jantung,
penyakit jantung pulmonal : cor pulmonal, kelainan endomiokardial.
Pada gagal jantung kronis, derajat penyakit secara klinis fungsional dapat
dikategorikan berdasarkan The New York Heart Association (NYHA) dan American
Heart Association (AHA)yang berfokus pada faktor resiko dan abnormalitas struktur
jantung. Klasifikasi berdasarkan AHA dibagi menjadi 4 stage yaitu stage A, B, C, dan
D, sedangkan klasifikasi dari gagal jantung berdasarkan The New York Heart
Association (NYHA) dibagi menjadi Kelas I, II, III dan IV.
Penegakan diagnosis dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa sesak napas yang
terutama meningkat dengan aktifitas, terbatasnya aktifitas dan hal-hal lain seperti yang
terdapat pada gejala klinis. Dari pemeriksaan fisik, bisa didapatkan peningkatan JVP,
pembesaran hepar, edema tungkai, refleks hepatojugular, pergeseran apeks jantung ke
lateral, maupun bising jantung. Penegakkan diagnostic juga dapat dilakukan
menggunakan kriteria klasik Framingham, paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor.7
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan berupa pemeriksaan
Elektrokardiogram (EKG), foto toraks, pemeriksaan laboratorium (termasuk enzim
jantung), dan ekokardiografi
Penatalaksanaan pada gagal jantung dapat berupa tatalaksana non-farmakologi
(ketaatan pasien berobat, pemantauan berat badan mandiri, asupan cairan, pengurangan
berat badan, dan latihan fisik), serta tatalaksana farmakologis dengan pemberian obat

19
golongan Angiotensin converting enzyme Inhibitor (ACE-I), Beta bloker, Angiotensin
II receptor type 1 Inhibitor (ARB), dan diuretic, serta digoksin yang mempunyai sifat
inotropik positif yang dapat membantu mengembalikan kontraktilitas dan
meningkatkan dari kerja jantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association. Heart Disease and Stroke Statistic-2004 Update.


Dallas, TX: American Heart Association: 2003

20
2. Sudoyo, Aru. W. et.al. (editor) Buku Ajar IlmuPenyakitDalamJilid III, Ed. 5.
Jakarta Pusat : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
3. Leonard, S. Lilly (editor) Patophysiology of the heart : a collaborative project
of medical students and faculty 5th Ed. : Lippicont Williams &Wikkins, a
WolterKhower Business, 2011
4. Fox KF, Cowle MR, Wood DA et.al. Coronary artery disease as the cause
incident heart failure in the population. Eur Heart J 2001:22:228-36
5. Price SA, Wilson ML, Patofisiologi :konsepklinis proses-proses penyakit
Ed.6.(Brahm U. Penerj.) Editor edisibahasa Indonesia, Hartanto H, et.al.
Jakarta : ECG, 2005.
6. PERKI (PerhimpunanDokterSpesialisKardiovaskuler Indonesia).
PedomanTatalaksanaGagalJantung. 2015.
7. Wardhani DP, Eka AP, Anna U (2014). Gagaljantung: Dalam Chris T, Frans
L, Sonia H, Eka AP. KapitaSelektaKedokteran Essential of Medicine. Media
Aesculapius, Vol. 2, Edisi 4, pp: 811-813.
8. Houn HG, et al (2005).Lecture NoteKardiologi. Jakarta: Erlangga. Edisi4,
pp: 80-97.
9. Rilantono L. PenyakitKardiovaskuler (2016). Jakarta: BadanPenerbit FKUI.
Edisi 1, pp:269-276.
10. ESC (European Society of Cardiology) Guidelines(2016). ESC Guidelines for
the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. European
Heart Journal. Pp: 43-50
11. Leonard, S. Lilly (editor) Patophysiology of the heart : a collaborative project
of medical students and faculty 5th Ed. : Lippicont Williams &Wikkins, a
WolterKhower Business, 2011.
12. Price SA, Wilson ML, Patofisiologi :konsepklinis proses-proses penyakit
Ed.6.(Brahm U. Pendit..., Penerj.) Editor edisibahasa Indonesia, Hartanto H,
et.al. Jakarta : ECG, 2005.
13. Setiadi, Siti, dkk. 2015. Panduan Sistematis untuk Diagnosis Fisis, Anamnesis
dan Pemeriksaan Fisis Komprehensif. Jakarta : Interna Publishing – Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

21

Anda mungkin juga menyukai