Anda di halaman 1dari 11

ASKEP ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

A. TEORI

Pengertian

Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38o
C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229)
Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh
rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk.
2000: 434)
Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh
kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan
demam (Wong, D.T. 1999: 182)
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering
juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di
bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan


kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada
usia anak dibawah lima tahun.

Etiologi
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and
Wong (1995: 1929)
1. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia,
gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang
tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang
demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam
mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan
oleh virus daripada bakterial.

Patofisiologi

1. Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventrikular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith –
Lemli – Opitz.
2. Ekstra kranial
Gg. metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan
elektrolit (Na & K),
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan
dan kekurangan produksi kernikterus.
3. Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)

Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel /


organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan
perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi,
dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang
terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan elektrolit lainnya,
kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis
dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang
disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion
diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri
karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+
maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan
listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.
Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi
hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Manifestasi Klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik-klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul
pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita
epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam menjadi 2 golongan
yaitu :

4. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)


5. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever

Disub bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah
dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana, yaitu :

6. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun


7. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
8. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
9. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
10. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
11. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.

Klasifikasi Kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai
dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang
mioklonik.

l. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi
prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang
menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di
bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat
karena infeksi selaput otak atau kernikterus
m. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal
dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal
berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan
kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup
bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
n. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf
pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak
spesifik.

Diagnosa Banding Kejang Pada Anak


Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan mioklonus
nokturnal benigna.

15. Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering membingungkan
terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini dapat terlihat pada anak
normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia, hipokapnia dengan
hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan ensepalopati hipoksik iskemi dan
BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur
dan sama, kadang-kadang bentuk gerakannya menyerupai klonik .
16. Apnea
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti napas 3-6
detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 – 15 detik. Berhentinya
pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan darah, suhu
badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut pernafasan di batang otak.
Serangan apnea selama 10 – 15 detik terdapat pada hampir semua bagi prematur,
kadang-kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR perlu di
curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang otak. Pada
keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang termasuk gejala
kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak
disertai bradikardia.
17. Mioklonus Nokturnal Benigna
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua orang waktu
tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa pergerakan fleksi pada
jari persendian tangan dan siku yang berulang. Apabila serangan tersebut
berlangsung lama dapat dapat disalahartikan sebagai bentuk kejang klonik fokal
atau mioklonik. Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang
dan gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan
pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan

Penatalaksanaan
Pada umumnya kejang pada BBLR merupakan kegawatan, karena kejang merupakan
tanda adanya penyakit mengenai susunan saraf pusat, yang memerlukan tindakan segera
untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut.
Penatalaksanaan Umum terdiri dari :

18. Mengawasi bayi dengan teliti dan hati-hati


19. Memonitor pernafasan dan denyut jantung
20. Usahakan suhu tetap stabil
21. Perlu dipasang infus untuk pemberian glukosa dan obat lain
22. Pemeriksaan EEG, terutama pada pemberian pridoksin intravena

Bila etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan. Bila
terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 – 4 ml/kg BB secara
intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10 % sebanyak 60 –
80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca – glukosa hendaknya disertai dengan
monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian dilanjutkan dengan
peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak mungkin, berikan larutan Ca
glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum minum susu.
Bila kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan 50%
Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV) sebanyak 2 –
6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia umum menyerupai floppy
infant dapat muncul.
Pengobatan dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti
hipoglikemia atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi
baru lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel yang
rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak karena asfiksia
dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV berikan dalam 2 dosis
selama 20 menit.
Banyak penulis tidak atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang
pada BBL dengan alasan

o Efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya
o Pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi pusat
pernafasan
o Zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoat yang dapat menghalangi
peningkatan bilirubin dalam darah.

Pemeriksaan fisik dan laboratorium


26. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik,
pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
 hakan lihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang
multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya
menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
 Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid
mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
 Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala
berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang
dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial
yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada
bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas
tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena
kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
 Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan
kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex
serebri.
 Pemeriksaan fundus kopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina
atau subhialoid yang merupakan gejala potogonomik untuk hematoma
subdural. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis,
infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan
pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom
hiperviskositas.
 Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan
cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
 Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis
dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
27. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula
dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan
sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi.
Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu
 Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin
secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
 Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen,
amonia dan analisis gas darah.
 Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan
kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar,
dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya
xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal
dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi
cairan serebro spinal
 Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
 Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga
diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang
menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam
multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik.
Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya
mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG
dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada
bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
 Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan
diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
a. Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic
b. Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella,
citomegalovirus dan virus herpes.
c. Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau
lebih besar dari aturan baku
d. USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal,
pervertikular, dan vertikular
e. Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan
intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak.Top coba
subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi
positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala
membesar.

Tumbuh kembang pada anak usia 1 – 3 tahu

28. Fisik
 Ubun-ubun anterior tertutup.
 Physiologis dapat mengontrol spinkter
29. Motorik kasar
 Berlari dengan tidak mantap
 Berjalan diatas tangga dengan satu tangan
 Menarik dan mendorong mainan
 Melompat ditempat dengan kedua kaki
 Dapat duduk sendiri ditempat duduk
 Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh
30. Motorik halus
 Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan
 Melepaskan dan meraih dengan baik
 Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu
 Menggambar dengan membuat tiruan
31. Vokal atau suara
 Mengatakan 10 kata atau lebih
 Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3 bagian
tubuh
32. Sosialisasi atau kognitif
 Meniru
 Menggunakan sendok dengan baik
 Menggunakan sarung tangan
 Watak pemarah mungkin lebih jelas
 Mulai sadar dengan barang miliknya

Dampak hospitalisasi
Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan menangis, perasaan hilang
kontrol menunjukkan temperamental, menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut
terhadap luka dan nyeri, dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi.
Permasalahan yang ditemukan yaitu sebagai berikut :

gg. Rasa takut


 Memandang penyakit dan hospitalisasi
 Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal
 Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit
 Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan
 Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan, menghisap
jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.
hh. Ansietas
 Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal
 Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)
 Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang baru
tidak berminat
 Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit
 Tidak berdaya
 Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan
 Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam dan
yang memberi pengobatan atau perawatan
 Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol
 Protes dan Ansietas karena restrain
ii. Gangguan citra diri
 Sedih dengan perubahan citra diri
 Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)
 Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang dicabut

B. ANALISA DATA

TGL /
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
JAM
Etiologi
masalah yang sedang dialami berisi
Diisi pada Berisi data subjektif
pasien seperti gangguan pola tentang
saat dan data objektif yang
1 nafas, gangguan keseimbangan penyakit
tanggal didapat dari pengkajian
suhu tubuh, gangguan pola yang
pengkajian keperawatan
aktiviatas,dll diderita
pasien

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
o Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan

koordinasi otot.
o Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan
neoromuskular
o Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
o Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
o Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN PERENCANAAN
KEPERAWATAN
3. Kaji dengan keluarga
berbagai stimulus pencetus
kejang.
4. Observasi keadaan umum,
sebelum, selama, dan
Cidera / trauma tidak terjadi sesudah kejang.
Dengan Kriteria Hasil : 5. Catat tipe dari aktivitas
Resiko tinggi
kejang dan beberapa kali
trauma / cidera b/d
o Faktor penyebab terjadi.
kelemahan,
diketahui, 6. Lakukan penilaian
1 perubahan
o mempertahankan neurology, tanda-tanda
kesadaran,
aturan pengobatan, vital setelah kejang.
kehilangan
o meningkatkan 7. Lindungi klien dari trauma
koordinasi otot.
keamanan atau kejang.
lingkungan 8. Berikan kenyamanan bagi
klien.
9. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian therapi
anti compulsan

Inefektifnya bersihan jalan


napas tidak terjadi
Kriteria Hasil : 14. Observasi tanda-tanda vital
Resiko tinggi 15. atur posisi tidur klien
terhadap o Jalan napas bersih fowler atau semi fowler.
inefektifnya dari sumbatan, 16. Lakukan penghisapan
2
bersihan jalan nafas o suara napas lendir
b/d kerusakan vesikuler, 17. kolaborasi dengan dokter
neuromuskular o sekresi mukosa tidak dalam pemberian therapi
ada,
o RR dalam batas
normal
20. Kaji factor pencetus
kejang.
Aktivitas kejang tidak
21. Libatkan keluarga dalam
berulang
pemberian tindakan pada
Resiko kejang Kriteria Hasil :
klien.
berulang b/d
3 22. Observasi tanda-tanda
peningkatan suhu o Kejang dapat
vital..
tubuh dikontrol,
23. Lindungi anak dari trauma.
o suhu tubuh kembali
24. Berikan kompres dingin
normal
pda daerah dahi dan ketiak.

28. Kaji tingkat mobilisasi


klien.
Kerusakan mobilisasi fisik 29. Kaji tingkat kerusakan
teratasi mobilsasi klien.
Kerusakan Kriteria hasil : 30. Bantu klien dalam
mobilitas fisik b/d pemenuhan kebutuhan.
4 kerusakan persepsi, o Mobilisasi fisik 31. Latih klien dalam
penurunan klien aktif mobilisasi sesuai
kekuatan o kejang tidak ada kemampuan klien.
o kebutuhan klien 32. Libatkan keluarga dalam
teratasi pemenuhan kebutuhan
klien.

35. Kaji tingkat pendidikan


keluarga klien.
Pengetahuan keluarga
36. Kaji tingkat pengetahuan
meningkat
keluarga klien.
Kriteria hasil :
37. Jelaskan pada keluarga
Kurang klien tentang penyakit
o Keluarga mengerti
pengetahuan kejang demam melalui
dengan proses
5 keluarga b/d penkes.
penyakit kejang
kurangnya 38. Beri kesempatan pada
demam,
informasi keluarga untuk
o keluarga klien tidak
menanyakan hal yang
bertanya lagi tentang
belum dimengerti..
penyakit, perawatan
39. Libatkan keluarga dalam
dan kondisi klien.
setiap tindakan pada klien.

Anda mungkin juga menyukai