Anda di halaman 1dari 2

A.

Patofisiologi system saraf

Sistem saraf menerima rangsangan dari sekitarnya dan dari dalam tubuh sendiri,serta
mengarahkan fungsi tubuh dengan mempengaruhi aktivitas otot dan fungsi saraf otonom (misal
tonus vascular, sekresi keringat).

Sinyal sensorik mempengaruhi fungsi saraf otonom dan motoric dalam berbagai cara
melalui reflex dan berbagai hubungan yang kompleks. Beberapa sinyal mula-mula mencapai
korteks sensorik primer melalui thalamus dan ditempat ini sinyal menjadi disadari. Sinyal yang
diterima lalu dianalisis, diinterpretasi, dievaluasi (perkembangan emosi), dan pada kondisi
tertentu disimpan (memori) oleh area korteks sensorik sekunder.

Emosi yang berasal dari persepsi baru atau dari memori, dapat menyebabkan aktivitas
motoric. Area korteks asosiasi berfungsi merencanakan respons motoric yang sesuai. Motor
neuron yang merangsang serabut otot pada akhirnya diaktifkan melalui ganglia basalia,
serebelum, thalamus, dan korteks motoric primer.

System saraf sensorik, motoric, dan otonom samgat berhubungan erat disetiap tingkatan
hingga system saraf otonom juga berada dibawah pengaruh aktivitas sensorik dan motoric, serta
emosi.

Gangguan system saraf dapat memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan genetic,
penyakit degeneratif, tumor, lesimekanik (trauma), pendarahan, iskemi, gangguan metabolic
sistemik (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia, gagal hati,ganggua endokrin, dll), dan kelainan
eletrolit. Berbagai penyebab yang lain meliputi obat-obatan, toksin (misal, logam berat, alcohol),
radiasi, inflamasi, dan infeksi (virus,bakteri, prion, dan penyakit autoimun).

Fungsi efektor di perifer (reseptor sensorik, otot, dan organ yang dipersarafi oleh system
saraf otonom ;  A1), konduksi saraf perifer (A2), fungsi medulla spinalis (A3), dan
system daraf supraspinal (A4) dapat terganggu akibat ganggusn pada system saraf.

Kerusakan pada efektor perifer (A1) akan menyebabkan gangguan fungsi tertentu,
yang dapat bersifat local (misal, mengenai satu otot) atau bersifat umum (misal, mengenai
seluruh otot) kerusakan seperti ini dapat mengakibatkan aktivitas yang berlebihan (misal, kerang
otot yang bersifat involuntary atau aktivitas yang tidak ada kuat dengan kesalahan presepsi
sensorik),atau deficit fungsional(paralisis oto atau deficit sensorik).Meskipun reseptor sensorik
tetap utuh,presepsi sensorik,terutama melalui mata dan telinga dapat terganggu apabil tranmisi
mengalam kerusakan.

Hambatan pada konduksi saraf perifer(A2)akan mengganggu sinyal yang melalui saraf
ini,tetapi gangguan pada jenis serabut yang berbeda(misal,mengandung myelin atau tidak)
mungkin berbeda.Hambatan total pada konduksi saraf akan mengakibatkan paralisis
flaksid,hilangnya sensasi,dan hilangnya pengaturan otonom didaerah persarafan saraf yang
terkena.Analog dengan hal diatas,lesis saraf akan mempengaruhi dermatom yang
sesuai.Jadi,diagnosis lesis saraf membutuhkan pengetahuan yang tepat mengenai daerah
persarafan setiap saraf dan dermatom.

Lesi medulla spinalis (A3) dapat menyebabkan hilangnya persepsi sensorik dan fungsi
otonom,serta paralisis spastik atau flaksid sebaliknya,perangsangan neuron yang abnormal dapat
menyebabkan sensasi dan fungsi yang tidak ade kuat.daerah yang dipengaruhi biasanya
mengikuti distribusi dan dermatom.

Lesi pada struktur supraspinal (A4) dapat juga mengakibatkan berbagai deficit atau
perangangan abnormal,yang terbatas pada fungsi dan daerah tubuh tertentu(misal,lesi yang
terlokalisasi diarea korteks sensorik primer).Namun,kelainan ini lebih sering menyebabkan
gangguan yang kompleks pada system sensorik dan motoric dan pengaturan ototnom.Selain
itu,gangguang fungsi otak yang terintegrasi seperti memori,emosi,dan kognisi dapat terjadi
dalam perjalanan penyakit.

Anda mungkin juga menyukai