Anda di halaman 1dari 23

TUGAS ANATOMI FISIOLOGI II

SISTEM IMUN

Dosen Pembimbing :

Dr. Meiriza Djohar, M.kes. Apt

Disusun Oleh :

Agfa Febriyananda 1801002

Desri Chairunisa 1801011

Firstio Anfasa mashudi 18010 15

Gety Wulandari 1801016

Nofrita Marli 1801028

Tiara Anditha 1801038

Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau

Yayasan universitas riau

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah

ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih

atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi

maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun

menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin

masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan

saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 9 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................................. i

Daftar Isi ...................................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan ....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................

1.3 Tujuan .......................................................................................................................

BAB II Pembahasan .....................................................................................................

2.1 Defenisi Sistem Imun ...............................................................................................

2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Imun .........................................................................

2.3 Sistem imun non spesifik (Adaptive Imune) ............................................................

2.4 Sistem imun spesifik (Innate Immune) ....................................................................

BAB III Penutup .......................................................................................................30

3.1 Kesimpulan ...........................................................................................................30

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh manusia dilengkapi oleh seperangkat ‘peralatan’yang luar biasa hebat,


namanya sistem imun. Peralatan ini menjaga tubuh dari serangan penyakit-penyakit yang
disebabkan serbuan jasad renik atau kuman seperti virus, bakteri, dan parasit. Sistem
imun yang berfungsi dengan baik, akan mampu menghambat serangan penyakit bahkan
menghancurkan bibit-bibit penyakit yang masuk kedalam tubuh. Jadi, jika kita sehat,
berarti sistem imun kita dalam keadaan baik. Oleh karena itu, sistem imun merupakan
aset yang amat sangat berharga yang dapat diandalkan untuk menghambat serangan
aneka penyakit dari yang sederhana, misalnya batuk pilek sampai yang mematikan,
seperti penyakit demam berdarah, kanker. Dengan demikian, kita wajib merawat dan
memberdayakan agar sistem imun kita tetap dapat berfungsi dengan baik, jangan sampai
merosot sehingga kita mudah diserang penyakit.

Namun apa hendak dikata, sistem imun bisa “ngadat”. Apa yang terjadi jika sistem
imun tidak berfungsi secara efektif? Sistem imun gagal menjalankan tugasnya
memproteksi tubuh dari infeksi-infeksi. Bahkan bisa terjadi sistem imun berbalik
menyerang tubuh sendiri memunculkan berbagai alergi dan penyakit autoimun.

Setiap saat tubuh kita dikelilingi oleh berbagai bahan organik dan anorganik yang
dapat masuk kedalam tubuh dan menimbulkan berbagai penyakit dan kerusakan jaringan.
Selain itu, sel tubuh yang menjadi tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan
bahan yang tidak diingini dan perlu disingkirkan dari dalam tubuh. Itu sebabnya
seseorang harus mempunyai sistem imun yang baik untuk melindungi tubuh dan
mempertahankan keutuhan tubuh terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
bahan dalam lingkungan hidup maupun oleh tubuh itu sendiri. Berbagai cara diusahakan
orang untuk meningkatkan sistem imunnya, diantaranya dengan mengkonsumsi berbagai
vitamin dan suplemen kesehatan.

Proses pengenalan antigen dilakukan oleh unsur utama sistem imun yaitu
limfosit, baru kemudian melibatkan berbagai jenis sel sistem imun. Limfosit dapat dipacu
menjadi aktif oleh antigen atau mitogen. Kemampuan sistem imun untuk melaksanakan
fungsi protektif secara optimal antara lain bergantung juga pada kecepatan sel limfosit
spesifik berproliferasi.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi sistem imun pada tubuh manusia?
2. Bagaimana fisiologis dan mekanisme kerja sistem imun pada tubuh manusia?
3. Apa fungsi dari sistem imun?
4. Apa saja penyakit terkait sistem imun?
5. Bagaimana pembahasan jurnal ............?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui anatomi sistem imun pada tubuh manusia
2. Mengetahui fisiologis dan mekanisme kerja sistem imun pada tubuh manusia
3. Mengetahui fungsi sistem imun pada tubuh manusia
4. Mengetahui penyakit-penyakit terkait sistem imun
5. Mengetahui .......
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sistem Imun

Sistem imun adalah suatu sistem mekanisme yang melindungi tubuh dari
infeksi dengan cara mengidentifikasi dan membunuh patogen yang memasuki
tubuh. Sistem imun adalah suatu sistem interaktif berdasarkan kerja sama antara
tiga komponen yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu sel, senyawa, dan
jaringan yang ada di seluruh tubuh. Jika salah satu komponen ini berpapasan atau
bersentuhan dengan substansi ‘asing’ seperti bakteri, virus, atau debu/benang sari
bunga, maka muncullah reaksi terhadap ‘serangan’ benda asing tersebut dalam
bentuk pemusnahan atau pengusiran. Benda atau substansi kimia yang
mencetuskan reaksi sitem imun disebut antigen.

Sel-sel yang paling penting dalam komponen sel adalah limfosit, darah putih;
sedangkan komponen senyawa kimia dalam sistem imun adalah sitokin, antibodi;
dan komponen jaringan misalnya kalenjar limfe. Ketiga komponen tersebut adalah
ujung tombak sistem imun bertindak melucuti, menghancurkan, dan
mengeliminasi antigen yang merugikan, seperti bakteri, virus, sel-sel tumor dan
lainnya. Berikut bagan komponen-komponen sistem imun:
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Imun

Sistem imun terdiri dari 2 bagian, yaitu sistem spesifik dan non spesifik. Berikut
tabel perbedaannya:

2.2.1. Sistem imun non spesifik (Innate Imune)


Imunitas non spesifik fisiologik berupa komponen normal tubuh, selalu
ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan
dengan cepat menyingkirkannya. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi,
misalnya jumlah sel darah putih meningkat selama fase akut pada banyak
penyakit. Disebut non spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba
tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak
menuntujukkan spesifisitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi
tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem tersebut merupakan
pertahanan terdepan dalam menghadapi berbagai serangan mikroba dan dapat
memberikan respon langsung.
A. Pertahanan fisik atau mekanik
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lendir, silia
saluran napas, batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan terdepan
terhadap infeksi. Keratinosid dan lapisan epidermis kulit sehat dan epitel
mukosa yang utuh tidak dapat ditembus kebanyakan mikroba. Kulit yang
rusak akibat luka bakar dan selaput lendir saluran napas yang rusak oleh
asap rokok akan meningkatkan resiko infeksi. Tekanan oksigen yang
tinggi diparu bagian atas membantu hidup kuman obligat aerob seperti
tubekulosis.

B. Pertahanan biokimia
Kebanyakan mikroba tidak dapat menembus kulit yang sehat, nemun
beberapa dapat masuk tubuh melalui kelenjar sebaseus dan folikel rambut.
pH asam keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak yang dilepas
kulit mempunyai efek denaturasi terhadap protein membran sel sehingga
dapat mencegah infeksi yang dapat terjadi melalui kulit. Lisozim dalam
keringat, ludah, air mata, dan air susu ibu, melindungi tubuh dari berbagai
kuman positif-Gram oleh karena dapat menghancurkan lapisan
peptidoglikan dinding bakteri. Air susu ibu juga mengandung
laktooksidase dan asam neuraminik yang mempunyai sifat antibakterial
terhadap E.coli dan stafilokok. Saliva mengandung enzim seperti
laktooksidase yang merusak dinding sel mikroba dan menimbulkan
kebocoran sitoplasma dan juga mengandung antibodi serta komplemen
yang dapat berfungsi sebagai opsonin dalam lisis sel mikroba.
Asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik, antibodi dan
empedu dalam usus halus membantu menciptakan lingkungan yang dapat
mencegah infeksi banyak mikroba. Ph yang rendah dalam vagina, spermin
dalam semen, dan jaringan lain dapat mencegah tumbuhnya bakteri
positif-Gram. Pembilasan oleh urine dapat menyingkirkan kuman patogen.
Laktoferin dan transferin dalam serum mengikat besi yang merupakan
matebolit esensial untuk hidup beberapa jenis mikroba seperti
pseudomonas.
Bahan yang disekresimukosa saluran napas (enzim dan antibodi) dan
telinga berperan dalam pertahanan tubuh secara biokimiawi. Mukus yang
kental melindungi sel epitel mukosa dapat menangkap bakteri dan bahan
lainnya yang selanjutnya dikeluarkan oleh gerakan silia. Asap rokok,
alkohol dapat merusak mekanisme tersebut sehingga memudahkan
terjadinya infeksi oportunistik.

Udara yang kita hirup, kulit dan saluran cerna mengandung banyak
mikroba, biasanya berupa bakteri dan virus, kadang jamur atau parasit.
Sekresi kulit yang bakterisida, asam lambung, mukus dan silia di saluran
nafas membantu menurunkan jumlah mikroba yang masuk tubuh, sedang
epitel yang sehat biasanya dapat mencegah mikroba masuk ke dalam
tubuh. Dalam darah dan sekresi tubuh, enzim lisosom memusnahkan
banyak bakteri dengan merusak dinding selnya. IgA juga merupakan
pertahanan permukaan mukosa, memusnahkan banyak bakteri dengan
merusak dinding selnya. Flora normal (biologis) terbentuk bila bakteri non
patogenik menempati permukaan epitel. Flora tersebut dapat melindungi
tubuh melalui kompetisi dengan patogen untuk makan dan tempat
menempel pada epitel serta produksi bahan antimikrobiol. Penggunaan
antibiotika dapat mematikan flora normal sehingga bakteri patogenik
dapat menimbulkan penyakit.
Berikut Mekanisme Imunitas Non Spesifik terhadap bakteri pada
tingkat sawar fisik seperti kulit/permukaan mukosa:

1) Bakteri yang bersifat simbiotik atau komensal yang ditemukan di


kulit pada daerah terbatas hanya menggunakan sedikit nutriens
sehingga kolonisasi mikroorganisme patogen sulit terjadi.
2) Kulit merupakan sawar fisik efektif dan pertumbuhan bakteri
terhambat sehingga agen patogen yang menempel akan dihambat oleh
pH rendah dari asam laktat yang terkandung dalam sebum yang
dilepas kelenjar keringat.
3) Sekret di permukaan mukosa mengandung enzim destruktif seperti
lisozim yang menghancurkan dinding sel bakteri.
4) Saluran nafas dilindungi oleh gerakan mukus liar sehingga lapiran
mukosa secara terus menerus digerakkan menuju arah nasofaring.
5) Bakteri ditangkap oleh mukus sehingga dapat disingkirkan oleh
saluran napas.
6) Sekresi mukosa saluran napas dan saluran cerna mengandung
peptida antimikrobiol yang dapat memusnahkan mikroba patogen.
7) Mikroba patogen yang berhasil menembus sawar fisik dan masuk
ke jaringan dibawahnya dapat dimusnahkan dengan bantuan
komplemen dan dicerna oleh fagosit.

C. Pertahanan Humoral
Sistem imun non spesifik menggunakan berbagai molekul larut.
Molekul larut tertentu diproduksi di tempat infeksi atau cidera dan
berfungsi lokal. Molekul tersebut antara lain adalah peptida
antimikroba seperti defensin, katelisidin dan IFN dan efek antiviral.
Faktor larut lainnya diproduksi di tempat yang lebih jauh dan
dikerahkan ke jaringan sasaran melalui sirkulasi seperti komplemen
dan PFA.
1) Komplemen
Berbagai bahan dalam sirkulasi seperti lektin, interveron, CRP,
dan komplemen berperan dalam pertahanan humoral. Serum
normal dapat memusnahkan dan menghancurkan beberapa bakteri
negative- gram atas kerjasama antara antibodi dan komplemen
yang ditemukan dalam serum normal. Komplemen rusak pada
pemanasan 56°c selama 30 menit.
Komplemen terdiri atas sejumlah sel protein yang bila
diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan
berperan dalam respon inflamasi. Komponen dengan spektrum
aktivitas yang luas diproduksi oleh hepatosit dan monosit yang
dapat diaktifkan secara langsung oleh mikroba atau produknya
(jalur alternative,klasik dan lektin). Komplemen berperan sebagai
oksonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai faktor
kemotaktik dan juga menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan
parasit.
Antibodi diinduksi oleh infeksi sub-klinis (antara lain flora
normal) dan komponen dalam diit yang imunogenik. Antibodi
dengan bantuan komplemen dapat menghancurkan membran
lapisan LPS dinding sel. Bila lapisan LPS menjadi lemah, lisozim,
mukopeptida dalam serum dapat masuk menembus membran
bakteri dan menghancurkan lapisan mukopeptida. MAC dari
sistem komplemen dapat membentuk lubang-lubang kecil dalam
sel membran bakteri sehingga bahan sitoplasma yang
mengandung bahan-bahan vital keluar sel dan menimbulkan
kematian mikroba.
2) Protein fase akut
Selama fase akut infeksi, terjadi perubahan pada kadar beberapa
protein dalam serum yang disebut APP. Yang akhir merupakan
bahan antimikrobial dalam serum yang meningkat dengan cepat
setelah sistem imun nonspesifik diaktifkan. Protein yang
meningkat atau menurun selama fase akut disebut juga APRP
yang berperan dalam pertahanan diri.
APRP diinduksi oleh sinyal yang berasal dari tempat cedera atau
infeksi melalui darah.hati merupakan tempat sintesis APRP.
Sitokin TNF-α, IL-1, IL-6 merupakan sitokin proinflamasi dan
berperan dalam induksi APRP.
 C-Reactive Protein
CRP yang merupakan salah satu PFA, termasuk golongan
protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada
infeksi akut sebagai respons imunitas nonspesifik. Sebagai
opsonin, CRP mengikat berbagai mikroorganisme, protein
C pneumokok yang membentuk kompleks dan
mengaktifkan komplemen jalur klasik. Pengukuran CRP
digunakan untuk menilai aktivitas penyakit inflamasi. CRP
dapat meningkat 100x atau lebih dan berperan pada
imunitas nonspesifik yang dengan bantuan Ca++ dapat
mengikat berbagai molekul antara lain fosforilkolin yang
wditemukan pada permukaan bakteri/jamur. Sintesis CPR
yang meningkat meninggikan viskositas plasma dan laju
endap darah. Adanya CRP yang tetap tinggi menunjukkan
infeksi yang persisten.

 Lektin
Lektin/kolektin merupakan molekul larut dalam plasma
yang dapat mengikat manan/manosa dalam polisakarida,
(karena disebut MBL ) yang merupakan permukaan
banyak bakteri seperti galur pneumokok dan banyak
mikroba, tetapi tidak pada sel vertebrata. Lektin berperan
sebagai opsonin,mengaktifkan komplemen. SAP mengikat
lipopolisakarida dinding bakteri dinding bakteri dan
berfungsi sebagai reseptor untuk fagosit.
 Protein fase akut lain
Protein fase akut lain adalah α1-anti-tripsin, amiloid serum
A, haptoglobin, C9, faktor B dan fibrinogen yang juga
berperan pada peningkatan laju endap darah akibat infeksi,
namun dibentuk jauh lebih lambat dibanding dengan CRP.
Secara keseluruhan, respons fase akut memberikan efek
yang menguntungkan melalui peningkatan
resistenipejamu, mengurangi cedera jaringan dan
meningkatkan resolusi dan perbaikan cedera inflamasi.

3). Mediator asal fosfolipid

Metabolisme pospolipid diperlukan untuk produksi PG dan


LTR. Keduanya meningkatkan respon inflamasi melalui
peningkatan permeabilitas faskular dan vasodilatasi.

4). Sitokin IL-1,IL-6,TNF-α

Selama terjadi infeksi,produk bakteri seperti LPS mengaktifkan


makrofag dan sel lain untuk memproduksi dan melepas
berbagai sitokin seperti IL-1 yang merupakan pirogen endogen,
TNF-α dan IL-6. Pirogen adalah bahan yang menginduksi
demam yang dipacu baik oleh faktor eksogen (endotoksin asal
bakteri negatif – gram) endogen seperti IL-1 yang diproduksi
makrofag dan monosit. Ketiga sitokin tersebut disebut sitokin
/proinflamasi, merangsang hati untuk mensistensi dan melepas
sejumlah protin plasma seperti protein fase akut antara lain
CRP yang dapat meningkat 1000 kali, MBL dan SAP.

D. Pertahanan Seluler
Fagosit, sel NK, sel mast dan eosinofil berperan dalam sistem
imun dan spesifik selular. Sel-sel sistem imun tersebut dapat
sirkulasi atau jaringan. Suatu sel yang dapat ditemukan dalam
sirkulasi adalah neutrofil, eosinofil, basofil, manosit, sel T, sel B,
sel NK, sel darah merah dan trombosit. Sel-sel tersebut dapat
mengenal produk mikroba esensial yang diperlukan untuk hidup
nya. Contoh sel-sel dalam jaringan adalah eosinofil, sel mask,
makrofag, sel T, sel plasma dan sel NK.

 Makrofag (fagosit Mononuklear)

Makrofag menangkap mikroba melalui PRRs (pattern


recognition receptors) yang mengikat PAMPs (pathogen
associated molecular petterns) pada patogen. Jika PRRs sudah
berikatan dengan PAMs akan muncul sinyal dari PRRs untuk
aktivasi makrofag. Makrofag aktif akan memfagositosis mikroba
sehingga mikroba berada dalam vakuol yang disebut fagosom
(endosom) yang akan menyatu dengan lisosom membentuk
fagolisosom. Selanjutnya, mikroba dihancurkan dalam
fagolisosom dengan menggunakan enzim lisozim, reactive
oxygen species (ROS), dan nitric oxide (NO)
 Sel Mast
Sel mast ada pada epitel kulit dan mukosa yang dengan cepat
berespon melepas mediator melepas mediator inflamasi jika ada
infeksi atau stimulus lainnya. Sel mast akan melepas granul yang
mengandung antara lain amin fasoaktif (misalnya histamin) yang
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Penyesuaian kapiler ini sangat penting untuk terjadinya respon
inflamasi akut yang ditandai dengan ekstravasasi sejumlah sel
imun seperti neutrofil, monosit, dan lain-lain. Sel mast
menghasilkan juga lipid mediator (prostaglandin) dan sitokin pro
inflamasi seperti TNFα (tumor necrosis fsctor alpha). Produk sel
mast penting untuk melawan parasit (cacing), dilain pihak bisa
menjadi penyebab terjadinya alergi.
 Sel Dendrit
Sel dendritic ditempatkan pada lokasi ynag strategis misalnya
dijaringan epitel yang berbatasan dengan dunia luar (kulit,
saluran cerna, saluran nafas, saluran urogenitalia), sehingga
peluang bertemu dengan patogen sangat besar. Disamping itu, sel
dendrit memiliki PRRs yang lebih lengkap, baik yang dimembran
maupun didalam sitosol, sehingga sukar sekali patogen dapat
lolos dari penangkapan.
Tugas penting sel dendrit adalah mempresentasikan antigen
yang ada pada patogen ke sel T naif yang menunggu
dilimfonodus, sehingga diberi nama Antigen Prensting Cells
(APC). Presentasi antigen ini bertujuan untuk mengaktifkan sel T
naif menjadi sel T efektor. Sel dendritik memproses mikroba
seperti halnya yang diakukan oleh makrofag, kemudian
mempresentasikan antigen asal mikroba yang sudah dihancurkan
dalam fagolisosom kepermukaan sel dendritik menggunakan
molekul Major Histocompatibility Complex (MHC) dan dibawa
ke limfonodus. Presentasi antigen ke sel T naif di limfonodu ini
akan memulai proses munculnya respon imunitas seluler
(adaptif). Dengan demikian, imunitas innate sangat penting untuk
timbulnya imunitas adaptif, dimana sel dendritik yang memulai
mengaktivasi limfosit T sedangkan sitokin dari makrofag akan
memperhebat timbulnya respon imunitas adaptif yang diperankan
limfosit T. Jenis lain dari sel dendritik adalah Plasmacytoid
Dendritic Cells (mirip dengan sel plasma) yang berfungsi
menghasilkan sitokin antivirus yaitu interferon tipe 1.
 Neutrofil (PMN)
Neutrofil, disebut juga sel polymorphomulear (PMN), bersama
monosit beredar dalam sirkulasi darah dan siap melimpah ke
jaringan jika dipanggil oleh makrofag yang mendeteksi adanya
PAMPs (mikroba) atau DAMPs melalui mekanisme inflamasi
akut. Neutrofil termasuk golongan fagosit karena mampu
melakukan internalisasi mikroba untuk kemudian dibunuh seperti
cara makrofag, antara lain menggunakan lisozim untuk mencerna
mikroba dan radikal bebas (ROS dan NO). Begitu banyaknya
enzim lisozim dalam neutrofil yang nampak sebagai granul yang
banyak sehingga sel ini disebut pula granulosit. Bedanya dengan
makrofag, neutrofil tidak menghasilkan sitokin seperti makrofag.
 Sel Natural Killer (sel NK)
Sel NK banyak beredar dalam darah yang akan segera ke
jaringan jika ada infeksi. Sel NK ada juga yang tinggal dalam
limpa dan hati. Sel NK ini dipersiapkan Tiham nbereaksi cepat
(imunitas innate) mengatasi patogen yang cepat masuk sel
(mikroba intraseluler) pada saat limfosit T (imunitas adaptif)
belum siap. Sel NK membunuh sel yang dimasuki virus dan sel
yang mengalami stress (hypoxia,injury) atau sel yang
bertranformasi (menjadi kanker) karena sel-sel tersebut tidak
menunjukkan fungsi yang normal (tidak sehat).
Sel NK mengenal sel yang harus dibunuhnya melalui interaksi
antar dua jenis reseptornya yaitu reseptor aktivasi dan reseptor
inhibisi. Reseptor aktivasi berperan untuk memicu aktivitas
pembunuhan oleh sel NK, sedangkan rseptor inhibisi berperan
sebaliknya. Pada saat sel NK memeriksa sel, reseptor aktivasi
akan berikatan dengan ligannya yang ada pada sel yang diperiksa,
kemudian reseptor inhibisi mencari ligannya juga yaitu molekul
yang normal diekspresikan oleh sel sehat (misalnya MHC kelas I
dan protein self). Sel dibunuh oleh sel NK karena tiga
kemungkinan :
1. Missing self pada sel yang diperiksa
Jika sel itu tidak sehat sehingga tidak mengekspresikan produk
self (normal) maka reseptor inhibisi tidak menemukan ligannya
sehingga tidak muncul sinyal penghambatan terhadap sinyal
aktivasi, maka sel itu dibunuh. Pada umumnya virus jika sudah
masuk sel akan menguasai program dalam sel sehingga program
normal tidak jalan. Demikian juga sel yang stres (hypoxia atau
injury) tak dapat menghasilkan produk normal.
2. Overekspresi ligan reseptor aktivasi pada sel yang diperiksa
oleh sel NK, misalnya pada sel stres, di samping kehilangan self
dapat pula meningkat ligan aktivasinya. Jadi sel stres dapat mati
oleh sel NK melalui missing self atau overekspresi ligan reseptor
aktivasi.
3. Overekspresi reseptor aktivasi pada sel NK
Overekspresi reseptor aktivasi dapat dipicu oleh sitokin terutama
IL-12 yang disintesis oleh makrofag sebagai upaya makrofag
meningkatkan efektivitas kerja sel NK.

2.2.2. Sistem imun spesifik (Innate Immune)


Berbeda dengan sistem imun spesifik, sistem imun spesifik
mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi
dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera
dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi,
sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan
dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Oleh karena itu, sistem
tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang
berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan
sistem imun nonspesifik. Namun pada umumnya terjalin kerjasama yang
baik antara sistem imun nonspesifik dan spesifik seperti antara
komplemen-fagosit-antibodi dan antara makrofag-sel T.
Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem selular.
Pada imunitas humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan
mikroba ekstraseluler. Pada imunitas seluler, sel T mengaktifkan makrofag
sebagai efektor untuk menghancurkan mikroba atau mengaktifkan sel
CTC/Tc sebagai efektor yang menghancurkan sel terinfeksi.
A. Sistem Imun Spesifik Humoral
Pemeran utama dalam sisitem imun spesifik humoral adalah
limfosit B atau sel B. Humor berarti cairan tubuh. Sel B berasal dari sel
asal multipoten disum-sum tulang. Pada unggas, sel yang disebut
bursal cell atau sel B yang berdiferensiasi menjadi sel B yang matang
dalam alat yang disebut Bursa Fabricius yang terletak dekat kloaka.
Pada manusia diferensiasi tersebut menjadi sum-sum tulang.
Sel yang dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi,
berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang
memproduksi antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan dalam
serum. Fungsi utama antibodi ialah pertahanan terhadap infeksi
ekstraselular, virusdan bakteri serta menetralkan toksinnya.
B. Sistem Imun Spesifik Selular
Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik
selular. Sel tersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B.
Pada orang dewasa, sel T dibentuk di dalam sum-sum tulang, tetapi
proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar timus atas
pengaruh berbagai faktor asal timus. 90-95% dari semua sel T dalam
timus tersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan selanjutnya
meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi.
Faktor timus yang disebut timosin dapat ditemukan dalam
peredaran darah sebagai hormon asli dan dapat mempengaruhi hormon
asli dan dapat mempengaruhi diferensiasi sel T di prifer. Berbeda
dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa subset sel dengan fungsi yang
berlainanyaitu sel CD4+ (Th1, Th2), CD8+ atau CTL atau Tc dan Ts
atau sel Tr atau Th3. Fungsi utama sistem imun spesifik selular ialah
pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluer, virus, jamur,
parasit dan keganasan. Sel CD4+ mengaktifkan sel Th1 yang
selanjutnya mengaktifkan makrofag yang menghancurkan mikroba. Sel
CD8+ memusnahkan sel terinfeksi. Perbedaan imunitas spesifik
humoral dan selular terlihat padat tabel berikut :
Imunitas Imunitas selular
humoral Ekstraselular Intraselular
Fagositosis Mikroba
oleh makrofag intraselular (virus)
Mikroba berkembang biak
Mikroba
ekstraselular dalam sel
terinfeksi

Respon Th CTL
Sel B
limfosit
Antibodi Makrofag CTLmemusnahkan
mencegah yang sel dan
Mekanisme diaktifkan menyingkirkan
infeksi dan
efektor dan memusnahkan sumber infeksi
menyingkirkan
fungsi mikroba yang
mikroba
ekstraselular dimakan
(cari penjelasan respon imun tu apa aja, ini respon inflamasi tukekmana, tu ada
respon apa aja lagi)
-trus kalau antibodi antigen belum dijelaskan, ya jelaskan?????

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai