Anda di halaman 1dari 18

PERANAN PENDIDIKAN VOKASI DALAM MENGURANGI JUMLAH

PENGANGGURAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN NASIONAL

Disusun untuk memenuhi penilaian salah satu mata kuliah


Kajian Teknologi dan Vokasi

Disusun Oleh:

Jihad Akbar

(1802022)

Pendidikan Teknik Elektro – B 2018

PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Jalan Dr. Setiabudhi No.229 Bandung 40154, Telepon (022)2103163
2019
Abstrak

Pendidikan kejuruan memiliki peran untuk menyiapkan peserta didik agar siap
bekerja, baik bekerja secara mandiri (wiraswasta) maupun mengisi lowongan
pekerjaan yang ada. SMK sebagai salah satu institusi yang menyiapkan tenaga
kerja, dituntut mampu menghasilkan lulusan sebagaimana yang diharapkan dunia
kerja. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi sesuai dengan bidang pekerjaannya, memiliki daya adaptasi dan daya
saing yang tinggi. Atas dasar itu, pengembangan kurikulum dalam rangka
penyempurnaan pendidikan menengah kejuruan harus disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan dunia kerja. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran tentang
peran Pendidikan Kejuruan dalam mengurang tingkat pengangguran, memberikan
informasi bagaiamana Pendidikan Kejuruan dalam menyediakan tenaga kerja siap
pakai, bentuk pendidikan yang bagaimana yang diperlukan oleh siswa agar siap
menghadapi dunia kerja guna menekan tingkat pengguran, bagaimana menciptakan
lapangan kerja sendiri, serta memberikan gambaran kondisi tenaga kerja kita saat
ini. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini pendekatan
kualitatif dikarenakan membutuhkan eksplorasi serta sumber-sumber yang lebih
luas. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah terjawabnya pertanyaan
apakah ada peranan Pendidikan Kejuruan dalam membina siswa/siswa agar ketika
lulus nanti sudah siap dengan berbagai kemampuan yang dimiliki guna menekan
tingkat pengangguran dan memiliki daya saing di dunia kerja.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pendidikan vokasi/kejuruan sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional memainkan peran yang sangat strategis bagi terwujudnya tenaga
kerja yang terampil. Dari berbagai kajian bahwa peluang untuk memiliki
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dari suatu negara akan
semakin besar jika didukung oleh SDM yang memiliki: (1) pengetahuan dan
kemampuan dasar untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dan dinamika
perkembangan yang tengah berlangsung; (2) jenjang pendidikan yang
semakin tinggi; (3) keterampilan keahlian yang berlatar belakang ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek); dan (4) kemampuan untuk menghasilkan
produk-produk baik dari kualitas maupun harga, mampu bersaing dengan
produk-produk lainnya di pasar global.
Berdasarkan data dari Badan Statistik Nasional (BPS) tahun 2011,
terdapat 82,1 juta tenaga kerja Indonesia diisi kelompok unskill workers
(pekerja yang tidak punya skill atau kompetensi di bidangnya). Kelompok
unskill workers ini mayoritas adalah lulusan sekolah umum. Sedangkan
kelompok di atasnya diisi skill workers (pekerja dengan skill atau
kompetensi dibidangnya) sebesar 20,4 juta orang. Serta komposisi teratas
merupakan pekerja expert (ahli) dengan 4,8 juta orang. Melihat kondisi
seperti ini Indonesia akan sulit bersaing dengan negara lain dalam era
globalisasi dan persaingan yang ketat sekarang saat ini maupun di masa
yang akan datang.
Berdasarkan kenyataan tersebut, menjadi tanggung jawab dunia
pendidikan khususnya pendidikan vokasi untuk dapat menghasilkan
lulusan yang kompeten. Oleh karena itu kompetensi yang akan
dikembangkan melalui proses pembelajaran harus merujuk pada
kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia industri. Salah satu mata kuliah di
perguruan tinggi yang sangat penting dan strategis untuk pembentukan
kompetensi adalah mata kuliah praktik. Oleh sebab itu dipandang sangat
penting untuk selalu meningkatkan mutu proses pembelajaran praktik.
Diperoleh informasi bahwa proses pembuatan satu unit produk memerlukan
kolaborasi (kerja sama) dari berbagai keterampilan (collaborative skill).
Tanpa kerja sama yang baik maka hasil akhir dari produk yang diharapkan
tidak dapat tercapai. Salah satu upaya untuk menanamkan sikap dan
perilaku peserta didik terkait dengan kompetensi yang dituntut oleh dunia
industri tersebut adalah dengan mengembangkan model pembelajaran
praktik melalui pendekatan collaborative skill.
Dari latar belakang tersebut penulis merasa tertarik untuk
mengambil judul “Peran-Peran Strategis Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan dalam Pembangunan Nasional”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
yaitu : Bagaimana tingkat partisipasi angkatan kerja dari lulusan SMK?

1.3. Tujuan Pembahasan


Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana tingkat partisipasi angkatan kerja dari lulusan SMK.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Vokasional/Kejuruan


Berdasarkan Permen No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi; tujuan
pendidikan kejuruan/vokasi secara spesifik adalah untuk meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan
peserta didik untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
sesuai program kejuruannya agar dapat bekerja secara efektif dan efisien,
mengembangkan keahlian dan keterampilannya, menguasai bidang
keahlian dan dasar-dasar ilmu pengetahuan serta teknologi, memiliki etos
kerja tinggi, berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta
memiliki kemampuan dalam mengembangkan diri. Rumusan tersebut
mempunyai makna bahwa tugas pendidikan kejuruan adalah
mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi
tinggi di bidangnya, mampu mandiri membuka usaha, mampu beradaptasi
dengan cepat sesuai tuntutan teknologi, dan mampu berkompetisi. Secara
subtansial pendidikan kejuruan bertugas membentuk peserta didik agar
memiliki kemampuan, wawasan, dan keterampilan di bidang industri yang
baik, dan menguasai konsep-konsep engineering di industri.
Menurut Calhoun and Finch, (1976: 2), bahwa pengertian
pendidikan kejuruan dikembangkan dari terjemahan konsep vocational
education (pendidikan vokasi) dan occupational education (pendidikan
keduniakerjaan), yang berarti suatu program pendidikan yang secara
langsung dihubungkan dengan persiapan seseorang untuk memasuki dunia
kerja, atau untuk persiapan tambahan yang diperlukan dalam suatu karir.
Lebih lanjut menurut Finch dan Crunkilton (1979: 2) pendidikan kejuruan
diartikan sebagai pendidikan yang memberikan bekal kepada peserta didik
agar dapat bekerja guna menopang kehidupannya.
Menurut Hoachlander dan Kaufman (1992) pakar pendidikan dari
NCES (National Center for Education Statistics) USA: “vocational
education is intended to help prepare students for work, both inside and
outside the home, many educators believe it has a broader mission: to
provide a concrete, understandable context for learning and applying
academic skills and concepts”
Berdasarkan pendapat tersebut berarti bahwa pendidikan vokasi
diperlukan untuk menyiapkan peserta didik agar siap kerja baik di dalam
lingkungan maupun di luar lingkungan masyarakat, maka misi utama para
pendidik dan pembuat kebijakan adalah menyiapkan pondasi yang kuat
dalam proses belajar mengajar bagi para peserta didik untuk penguasaan dan
penerapan keterampilan akademis maupun konsep-konsep yang diperlukan
untuk menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya.
Menurut Wardiman (1998) karakteristik pendidikan vokasi memiliki
ciri: 1) diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan
kerja, 2) diadasarkan atas “demand-driven” (kebutuhan dunia kerja), 3)
ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-
nilai yang dibutuhkan oleh dunia kerja, 4) penilaian terhadap kesuksesan
peserta didik harus pada “hands-on” atau performa dunia kerja, 5) hubungan
yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses pendidikan vokasi,
6) bersifat responsive dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi, 7) lebih
ditekankan pada “learning by doing” dan hands-on experience, 8)
memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktik, 9) memerlukan biaya
investasi dan operasional yang lebih besar daripada pendidikan umum.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, jelas bahwa titik berat
pendidikan kejuruan adalah membekali peserta didik dengan seperangkat
keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang dapat digunakan untuk
bekerja dalam bidang tertentu atau mengembangkan diri sesuai bidang
keahliannya. Dengan demikian, penyusunan standar kompetesi yang sesuai
dengan bidang-bidang keahlian tertentu sangat dibutuhkan sebagai refleksi
atas kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh setiap lulusan pendidikan
kejuruan. Sehingga ke depan pendidikan kejuruan memberikan andil besar
terhadap kemajuan pembangunan di segala bidang dan menempatkan SDM
kita pada posisi terhormat sejajar dengan bangsa-bangsa lain.
2.2. Pengangguran
Definisi pengangguran dalam arti luas adalah penduduk yang tidak
berkerja tetapi sedang mencari perkerjaan atau sedang mempersiapkan
suatu usaha baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah
diterima bekerja tetapi mulai bekerja.
Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang mempengaruhi
manusia secara langsung dan merupakan yang paling berat. Kebanyakan
orang kehilangaan pekerjaan berarti penurunan standar kehidupan dan
rekanan psikologis. Jadi tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi
topik yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politis
sering mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu
menciptakan lapangan kerja (Mankiw, 2006)
Pengangguran (unemployment) merupakan kenyataan yang
dihadapi tidak saja oleh negara-negara sedang berkembang (developing
countries), akan tetapi juga negara-negara yang sudah maju (developed
countries). Secara umum, pengangguran didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja
(labor force) tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif sedang mencari
pekerjaan (Nanga, 2001). Seseorang yang tidak bekerja tetapi secara aktif
mencari pekerjaan tidak dapat digolongkan sebagai penganggur. Selain itu
pengangguran diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang
tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan belum dapat
memperolehnya (Sukirno, 2000).

2.3. Pembangunan
Pembangunan adalah suatu upaya perubahan yang berlandaskan
pada suatu pilihan pandangan tertentu yang tidak bebas dari pengalaman
(sejarah), realitas keadaan yang sedang dihadapi, serta kepentingan pihak-
pihak yang membuat keputusan pembangunan. Pembangunan memiliki
makna yang ganda. Yang pertama adalah pembangunan yang lebih
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang difokuskan pada masalah
kuantitatif dari produksi dan penggunaan sumber daya. Kedua adalah
pembangunan yang lebih berorientasi pada perubahan dan pendistribusian
barang – barang dan peningkatan hubungan sosial. Makna yang kedua lebih
berorientasi pada pembangunan sosial yang terfokus pada pendistribusian
perubahan dalam struktur dari masyarakat yang diukur dari berkurangnya
diskriminasi dan eksploitasi serta meningkatnya kesempatan yang sama dan
distribusi yang seimbang dari keuntungan pembangunan pada keseluruhan
komponen masyarakat (Sudharto P. Hadi, 2000).
Adapun menurut (Supardi. I, 1994) pembangunan adalah suatu
proses sosial yang bersifat integral dan menyeluruh, baik berupa
pertumbuhan ekonomi maupun perubahan sosial demi terwujudnya
masyarakat yang lebih makmur. Dalam pelaksanaannya, proses
pembangunan itu berlangsung melalui suatu siklus produksi untuk
mencapai suatu konsumsi dan pemanfaatan segala macam sumber daya dan
modal, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber keuangan,
permodalan dan peralatan yang terus menerus diperlukan dan perlu
ditingkatkan. Dalam mencapai tujuan dan sasaran pembangunan, dapat
timbul efek samping berupa produk-produk bekas dan lainnya yang bersifat
merusak atau mencemarkan lingkungan sehingga secara langsung atau tidak
langsung membahayakan tercapainya tujuan pokok pembangunan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Peningkatan pembangunan, pemeliharaan kestabilan ekonomi,
sosial dan ekologi harus berjalan serasi dan bersama-sama. Artinya bahwa
pembangunan hendaknya bersifat terpadu antara segi ekonomi, sosial dan
ekologi dengan tujuan menggunakan ekologi dalam perencanaan
pembangunan yang meliputi peningkatan mutu pencapaian pembangunan
dan meramalkan sebelumnya pengaruh aktivitas pembangunan pada sumber
daya dan proses-proses alam lingkungan yang lebih luas.
Adapun pembangunan menurut (Tjahja. S, 2000) adalah perubahan
yang terencana dari situasi ke situasi yang lain yang dinilai lebih baik.
Terkait dengan hal itu konsep pembangunan berkelanjutan yang didukung
dengan pendekatan kemanusiaan merupakan suatu konsep yang telah
dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena secara
kodrati masyarakat mempunyai kecenderungan untuk merubah hidup dan
kehidupan sesuai dengan perkembangan jaman. Oleh karena itu pendekatan
masyarakat dititik beratkan pada lingkungan sosial ekonomi yang
bercirikan:
1. Pembangunan yang berdimensi pelayanan sosial dan diarahkan pada
kelompok sasaran melalui pemenuhan kebutuhan dasar.
2. Pembangunan yang ditujukan pada pembangunan sosial seperti
terwujudnya pemerataan pendapatan dan mewujudkan keadilan.
3. Pembangunan yang di orientasikan kepada masyarakat melalui
pengembangan sumber daya manusia.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Metode penelitian adalah cara ilmiah yang dilakukan untuk
mendapatkan data dengan tujuan tertentu.(Lasa,2009:207). Kata ilmiah
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai makna bersifat
keilmuan atau memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan sehingga dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif karena penelitian
ini mempunyai tujuan untuk memperoleh jawaban yang terkait dengan
pendapat, tanggapan atau persepsi seseorang sehingga pembahasannya
harus secara kualitatif atau menggunakan uraian kata-kata. “Penelitian
deskriptif mencoba mencari deskripsi yang tepat dan cukup dari semua
aktivitas, objek, proses, dan manusia”. (Sulistyo-Basuki, 2010:110).

3.2. Metode Pengumpulan Data


Metode secara umum diartikan sebagai proses, cara, atau prosedur
yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Metode yang digunakan
untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu Studi Pustaka. Studi
pustaka merupakan langkah awal dalam metode pengumpulan data. Studi
pustaka merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan kepada
pencarian data dan informasi melalui dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang dapat
mendukung dalam proses penulisan.”Hasil penelitian juga akan semakin
kredibel apabila didukung foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang
telah ada.”(Sugiyono,2005:83).
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Penganggur Tamatan SMK


Pada tahun 2012 hingga tahun 2015, jumlah pengangguran dari
tamatan SMA selalu lebih besar dibanding jumlah pengangguran dari
tamatan SMK. Sementara itu, jumlah siswa SMA dan SMK di Indonesia
sebagai berikut.

Jumlah Siswa SMA dengan SMK Rasio Jumlah Siswa


SMA dengan SMK
4,300,000 1.05
1.045
4,200,000 1.04
4,100,000 1.035
4,000,000 1.03
1.025
3,900,000 1.02
3,800,000 1.015
2011/2012 2012/2013 2013/2014

SMA SMK

Dan jumlah pengangguran terbuka antara tamatan SMA dan SMK


dapat dilihat pada histogram berikut.

Pengangguran Terbuka menurut


Tamatan SMA dan SMK

2500000

2000000

1500000

1000000

500000

0
2012 2013 2014 2015
SMA SMK
Rasio antara siswa SMA dan SMK semakin menurun namun jumlah
siswa SMA masih lebih besar dibandingkan jumlah siswa SMK.

Berdasarkan kedua data tersebut, maka dapat diketahui presentase


pengangguran lulusan SMA dan SMK (Gambar 4).

Presentase Pengangguran
Lulusan SMA & SMK

50.00%
45.33%
40.00%
30.00%
25.74%
20.00%
10.00%
0.00%
SMA SMK

Gambar diatas menunjukkan bahwa lulusan SMA yang menganggur


sebesar 45,33% dari total siswa SMA, sedangkan lulusan SMK yang
menganggur sebesar 25,74% dari total siswa SMK (lulusan SMA
menganggur : 45,33% > lulusan SMK menganggur : 25,74%).

4.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Tamatan SMK


Presentase jumlah pengangguran lulusan SMK lebih sedikit
dibanding dengan lulusan SMA. Walaupun demikian 25,74% merupakan
angka yang tergolong tinggi. Salah satu faktor penyebab masih tingginya
jumlah pengangguran lulusan SMK adalah Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) yang semakin menurun (gambar 5).
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
68.80
68.60
68.40
68.20
68.00
67.80
67.60
67.40
67.20
67.00
2011 2012 2013 2014 2015

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja didefinisikan sebagai


perbandingan antara angkatan kerja dengan jumlah seluruh penduduk usia
kerja. TPAK dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesulitan angkatan
kerja untuk mendapatkan pekerjaan. Angka TPAK yang rendah
menunjukkan kecilnya kesempatan kerja yang tersedia bagi penduduk usia
kerja. Sebaliknya, angka TPAK yang tinggi menunjukkan besarnya
kesempatan kerja yang tersedia.
BAB V

ANALISIS

Indonesia akan mengalami bonus demografi yang besar. Jumlah


penduduk usia kerja lebih banyak dibanding jumlah penduduk usia lanjut
maupun jumlah penduduk anak-anak. Dengan kata lain jumlah penduduk
usia produktif lebih besar dibanding jumlah penduduk tidak produktif.
Kondisi ini merupakan modal dasar dalam pembangunan ekonomi dengan
catatan penduduk usia kerja dapat bekerja secara produktif. Namun,
sebaliknya menjadi bencana apabila penduduk usia kerja tidak produktif
atau menganggur.

Penduduk usia kerja harus dibekali dengan keterampilan dan


keahlian (skill). Keterampilan ini diperoleh melalui sekolah kejuruan
(SMK). Untuk itu jumlah sekolah kejuruan perlu ditingkatkan dan tentunya
kompetensi guru SMK juga harus ditingkatkan sebelumnya.

Pendidikan merupakan investasi untuk meningkatkan sumber daya


manusia yang meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Investasi di
bidang pendidikan berkontribusi lebih besar dibanding investasi di bidang
yang lainya. Terbukti bahwa negara-negara dengan sumber daya alam
terbatas namun memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas baik,
ekonomi mereka berkembang pesat. Hasil penelitian juga menyatakan
bahwa pendidikan khususnya pendidikan kejuruan dengan pembangunan
ekonomi memiliki hubungan yang positif. Terdapat hubungan yang positif
antara rasio Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan produk domestik
regional bruto (PDRB) (Direktorat Pembinaan SMK, 2008 dalam Slamet,
2011).

Tidak terlalu berlebihan jika jumlah SMK di Indonesia ditingkatkan


menjadi lebih banyak dibanding SMA, mengingat SMK dengan
programnya yang berbasis kompetensi dituntut mencetak lulusan yang
produktif dan siap kerja baik bekerja secara mandiri, bekerja dengan orang
lain maupun berwirausaha. SMK selain harus membekali siswanya dengan
pengetahuan dan keterampilan, juga berorientasi terhadap jenis-jenis bidang
pekerjaan atau keahlian yang berkembang dan dibutuhkan di dunia kerja.
Oleh karena itu SMK diprediksikan mampu mengatasi permasalahan
pengangguran yang pada dekade belakangan ini menjadi masalah krusial
yang dihadapi oleh bangsa ini.

Semakin menurunya TPAK yang terjadi empat tahun terakhir


menuntut pemerintah untuk meningkatkan jumlah lapangan kerja. Salah
satu langkahnya yaitu menambah industri padat karya dan industri kreatif
dimana industri tersebut sangat cocok bagi generasi muda saat ini. Selain
itu mainset siswa SMK selama ini yang masih banyak berorientasi untuk
bekerja di industri setelah lulus, sedikit demi sedikit harus ditambah dengan
mainset dan kompetensi berwirausaha berbasis teknologi
(technopreneurship). Kompetensi wirausaha dapat dilakukan melalui
pembelajran teori dan praktik berwirausaha sehingga siswa SMK dapat
mengembangkan potensi dirinya dan dapat menciptakan lapangan kerja,
minimal bagi dirinya sendiri.
BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka peran-
peran strategis pendidikan vokasi dalam mengurangi jumlah pengangguran
sebagai upaya pembangunan nasional antara lain: 1) Lulusan SMK memiliki
kompetensi yang lebih dibanding pendidikan umum, siap kerja dan lebih
diterima di industri sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran di
Indonesia. 2) Lulusan SMK yang dibekali dengan jiwa wirausaha, dapat
menciptakan lapangan pekerjaan, minimal untuk dirinya sendiri
berdasarkan kompetensinya (technopreneur). 3) Penambahan jumlah
sekolah kejuruan (SMK) dan peningkatan kompetensi guru untuk mencetak
generasi produktif sebagai modal pembangunan (bonus demografi).
DAFTAR PUSTAKA

Hidayatulloh, Ikhwan. (2015). KORELASI ANTARA TINGKAT


PENGANGGURAN TERBUKA DENGAN TINGKAT INFLASI DI
KABUPATEN JEMBER PERIODE TAHUN 2010 – 2013. Undergraduate
thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

PH, Slamet. (2011). PERAN PENDIDIKAN VOKASI DALAM PEMBANGUNAN


EKONOMI. Universitas Negeri Yogyakarta.

Hariadi, Yus. (2013). PERANAN PENDIDIKAN KEJURUAN DALAM


MENGURANGI TINGKAT PENGANGGURAN.

Wibowo, Aris Eko. (2016). PERAN-PERAN STRATEGIS PENDIDIKAN

TEKNOLOGI DAN KEJURUAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL.


Universitas Negeri Yogyakarta.

Wardiman Joyonegoro, (1998). Pengembangan sumberdaya manusia melalui


SMK. Jakarta: PT. Jayakarta Agung Offset
LAMPIRAN

Gambar 1. Bonus demografi Indonesia

Anda mungkin juga menyukai