Anda di halaman 1dari 43

A.

URIN
1. Penentuan Berat jenis Urin
 Alat dan Bahan
Urin normal 24 jam
Gelas Ukur
Urinometer
 Cara kerja
Isi gelas ukur dengan urin 25-50 ml, masukkan urinometer , letakkan sedemikian
rupa urinometer sehingga tidak menyentu dinsing gela ukur dan catat berat jenis
urin pada urinometer.
 Cara menera urinometer
1. Pada suhu 150 serajat celcius BJ = 1,000
2. Pada larutan sukrosa 1,28% maka BJ = 1,005
3. Pada larutan sukrosa 2,56% maka BJ = 1,010
4. Pada larutan sukrosa 5,70% maka BJ = 1,020
5. Pada larutan sukrosa 7,54% maka BJ = 1,030
 Hasil

2. Uji Derajat Keasaman (pH)


 Alat dan Bahan
Kertas pH
Indikator Standar
 Cara Kerja
Celupkan kertas pH lain yang lebih teliti diantaranya dengan kolorimetris
 Hasil
3. UJI OBERMEYER
A. Tujuan
Memeriksa adanya indikan dalam urin
B. Dasar
Gugus indoksil dioksidasi oleh pereaksi Obermeyer yang mengandung FeCl3 dalam
HCl pekat membentuk warna biru indigo yang larut dalam kloroform.
C. Bahan dan pereaksi
1. Urin normal 24 jam
2. Tabung reaksi
3. Pereaksi Obermeyer
4. Kloroform
D. Cara kerja
1. Masukkan 4 ml urin ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan 4 ml pereaksi Obermeyer, diamkan 2-3 menit.
3. Tambahkan 1,5 ml kloroform, campur dengan membalik-balik tabung secara
perlahan sebanyak sepuluh kali (jangan dikocok, karena dapat terjadi emulsi).
Kloroform akan mengekstraksi biru indigo.
4. Buang cairan kecoklatan dari tabung dengan hati-hati, lalu tambahkan akuades 1,5
ml kedalam tabung. Perhatikan warna biru indigo yang terbentuk.
E. HASIL

UJI OBERMEYER untuk Memeriksa adanya indikan dalam urin,


HASIL ENDAPAN BERWARNA BIRU INDIGO MENUNJUKKAN ADANYA INDIKAN

4.UJI GULA MEREDUKSI SECARA BENEDICT


A. Tujuan
Menetapkan kadar gula urin secara semikuantitatif
B. Dasar
Gula mereduksi yaitu gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas. Gula ini
akan mereduksi ion kupri menjadi kuprooksida yang tidak larut dan berwarna merah.
Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan kadar gula yang terdapat
dalam urin.
C. Bahan dan alat
1. Urin normal 24 jam dan urin sampel (mengandung glukosa)
2. Larutan Benedict
3. Pipet Mohr 10 ml
4. Pipet tetes
5. Alat pemanas air/tangas air
6. Pengatur waktu
D. Cara kerja
1. Campurlah dalam tabung reaksi 2,5 ml larutan Benedict dan 4 tetes urin
2. Panaskan dalam tangas air mendidih selama 5 menit atau panaskan langsung
hingga mendidih selama 2 menit. Dinginkan perlahan-lahan!
3. Perhatikan endapan yang terbentuk dan simpulkan sesuai tabel berikut.
Warna Penilaian Konsentrasi gula

Biru/hijau keruh - -

Hijau/hijau kekuningan +1 kurang dari 0,5%

Kuning kehijauan/kuning +2 0,5 – 1,0 %

Jingga +3 1,0 – 2,0 %

Merah +4 lebih dari 2,0 %


E. HASIL

UJI GULA MEREDUKSI SECARA BENEDICT


untuk Menetapkan kadar gula urin secara semikuantitatif
Hasil percobaan berwarna biru atau hijau keruh menunjukkan urin normal tanpa
kandungan glukosa, sedangkan percobaan yang mengandung warna lain seperti pada table,
menunjukkan urin mengandung glukosa dengan penilaian dan konsentrasi gula masing-
masing sesuai dengan warna yang terbentuk. Pada percobaan ini, kebanyakan kelompok
menyatakan urin patologis yang diuji berwarna hijau/hijau kekuningan dengan penilaian
+1 dan konsentrasi gula <0,5 %

No Nama Uji Reaksi Hasil Kesimpulan


5. Uji Protein 1,5 ml asam Tidak terbentuk cincin putih Urin
Urin Menurut nitrat pekat + mahasiswa
Heller 1,5 ml urin tidak
normal mengandung
mahasiswa protein

1,5 ml asam Terbentuk cincin putih Urin patologis


nitrat pekat + mengandung
1,5 ml urin protein
patologis
6. Uji Rothera 2,5 ml urin Berwarna coklat Urin
normal mahasiswa
mahasiswa + tidak
sedikit demi mengandung
sedikit kristal zat-zat keton
amonium sulfat
sampai jenuh +
2-3 tetes Na-
nitroprusida 5%
+ 1 ml amoniak
pekat

2,5 ml urin Berwarna ungu permanganat Urin patologis


patologis + mengandung
sedikit demi zat-zat keton
sedikit kristal
amonium sulfat
sampai jenuh +
2-3 tetes Na-
nitroprusida 5%
+ 1 ml amoniak
pekat
B. Enzim
I. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Kecepatan Reaksi
a. Tujuan : Untuk membuktikan bahwa kecepatan reaksi enzimatik berbanding
lurus dengan konsentrasi enzim
b. Dasar : Pada konsentrasi substrat tertentu, penambahan enzim dengan
konsentrasi bertingkat akan meningkatkan terbentuknya jumlah kompleks
enzim-substrat, sehingga jumlah produk yang terbentuk akan meningkat
c. Bahan dan pereaksi:
 Susu
 Larutan enzim protease (pepsin 0.5% atau bromelin)
 Penangas air
d. Cara kerja :
1. Siapkan penangas air dengan suhu 37oC, letakkan kedalamnya sebuah
tabung reaksi berisi 15ml susu.
2. Selain itu letakkan juga didalamnya 3 tabung reaksi masing-asing berisi
1.0ml enzim protease, 0.5ml enzim protease + 0.5 ml air, 0.25ml enzim
protease + 0.75 ml air
3. Setelah di inkubasi selama 5 menit, pipetkan masing-masing 5 ml ssu
hangat ke dalam 3 tabung reaksi yang berisi enzim protease di atas.
4. Lakukan satu demi satu jangan serentak, campurkan isi tabung dengan baik
dan cepat, amati dan catat waktu susu mulai menggumpal dari tiap-tiap
tabung (dalam hitungan detik)

Tabung
Bahan Pereaksi
1 2 3
Enzim Protease 1 mL 0.5 mL 0.25 mL
Air - 0.5 mL 0.75 mL
Dimasukkan kedalam penangas air (termasuk tabung berisi susu)
Susu 5 mL 5 mL 5 mL
Catat waktu yang diperlukan untuk penggumpalan

e. Hasil Percobaan: (dari kiri ke kanan)


Tabung 1  1 menit
Tabung 2  2 menit
Tabung 3  3 menit
f. Kesimpulan:
Enzim protease 1 ml dngan 5 ml susu yang paling cepat reaksinya, karena
konsentrasi enzim tinggi sedangkan enzim protease 0.25 ml + 0.75 ml air
berlangsung paling lambat. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi enzim
berbanding lurus dengan kecepatan reaksi.
Grafik:

II. Pengaruh Konsentrasi Substrat terhadap Kecepatan Reaksi


a. Tujuan : untuk membuktikan bahwa kecepatan reaksi enzimatik sampai batas
tertentu dipengaruhi oleh konsentrasi substrat.
b. Dasar : Pada konsentrasi tertentu penambahan substrat dengan konsentrasi
meningkat sampai konsentrasi tertentu akan meningkatkan kecepatan reaksi
enzimatik hingga mencapai kecepatan maksimum. Penambahan substrat setelah
konsentrasi tersebut tidak akan meningkatkan kecepatan reaksi enzim, sebab
telah melampaui titik jenuh enzim.
c. Bahan dan pereaksi:
 Susu
 Larutan enzim protease (pepsin 0.5% atau bromelin)
d. Cara kerja:
1. Siapkan 3 tabung reaksi bersih dan kering, masukkan kedalamnya pada
tabung pertama 5 ml susu, tabung kedua 4ml susu + 1 ml air, tabung ketiga
3 ml susu dan 2 ml air. Siapkan juga 1 tabung reaksi berisi 3ml enzim.
2. Letakkan keempat tabung dalam penangas air 37oC selama 5 menit.
3. Pipetkan 1 ml larutan enzim kedalam masing-masing tabung di atas dan
amati waktu penggumpalan susu pada tiap tabung, lakukan satu persatu
jangan serentak.
4. Catatlah waktu yang diperlukan untuk penggumpalan susu dalam hitungan
detik.

Tabung
Bahan Pereaksi
1 2 3
Susu 5 mL 4 mL 3 mL
Air - 1 mL 2 mL
Dimasukkan kedalam penangas air (termasuk tabung berisi enzim protease)
Enzim Protease 1 mL 1 mL 1 mL
Catat waktu yang diperlukan untuk penggumpalan

e. Hasil Percobaan: (dari kiri ke kanan)


Tabung 1  33 detik, terbentuk banyak gumpalan
Tabung 2  28 detik, terbentuk gumpalan lebih sedikit daripada tabung 1
Tabung 3  23 detik, terbentuk sedikit gumpalan

f. Kesimpulan:
Substrat yang berlebihan menyebabkan ikatan enzim dengan substrat menjadi
jenuh. Hal ini ditandai dengan banyaknya terbentuk gumpalan yang banyak
pada tabung 1 yang diberi susu 5 ml dengan 1 ml enzim protease.
III. Pengaruh pH dan Aktivator terhadap Kerja Enzim
a. Tujuan : untuk mengidentifikasi pengaruh pH dan activator terhadap kerja
enzim
b. Dasar : Air liur mempunyai pH antara 5.6 – 7.6, biasanya mendekati 6.8. pada
saat makan, pH air liur akan meningkat, dan akan turun kembali setelah makan.
Salah satu enzim yang penting dalam air liur adalah amylase (ptyalin). Amylase
dalam air liur dapat menghidrolisis amilum menjadi dekstrin dan maltose. Bila
larutan amilum ditetesi yodium, maka secara berurutan akan terjadi perubahan
warna dari biru tua yang khas untuk mailum hingga menjadi tidak berwarna
sesuai dengan perubahan yang terjadi pada hidrolisis amilum.

Enzim ptyalin, seperti enzim-enzim lainnya, mempunyai pH optimum, inhibitor


dan activator. Ptyalin memiliki pH optimum berkisar 6 – 7. Enzim ini tidak aktif
pada pH 4 atau lebih rendah. Kerja enzim ptyalin dipengaruhi oleh ion klorida.
Konsentrasi ion klorida yang tinggi dapat meningkatkan kerja enzim amylase.
c. Bahan dan pereaksi:
 Larutan amilum 1%
 Larutan yodium encer
 Larutan NaCl 1%
 Larutan HCl 1N
 Air liur
 Akuades
d. Cara kerja:
1. Kumpulkan air liur dan tampung pada gelas ukur. Tambahkan sedikit
akuades lalu saringlah air liur tersebut. Sebelum mengumpulkan air liur,
berkumurlah dahulu dengan air
2. Lakukan prosedur seperti table berikut

Tabung
Bahan Pereaksi
1 2 3
Larutan NaCl 1% 1 mL - -
Larutan HCl 1N - 1 mL -
Akuades - - 1 mL
Larutan amilum
3 mL 3 mL 3 mL
1%
Larutan yodium 1 tetes 1 tetes 1 tetes
Air liur 1 mL 1 mL 1 mL
Campur dengan baik

e. Hasil
Tabung 1
 Warna awal= ungu muda
 Perubahan warna= biru muda, waktu= 3 detik
 Warna akhir= bening, waktu= 11 detik

Tabung 2

 Warna awal= ungu tua


 Perubahan warna= tidak berubah
 Warna akhir= tidak berubah

Tabung 3

 Warna awal= ungu muda


 Perubahan warna= biru muda, waktu= 5 detik
 Warna akhir= bening, waktu= 18 detik

Perubahan warna Warna akhir

f. Kesimpulan
pH asam menyebabkan enzim pada air liur tidak bekerja, ion Cl- meningkatkan
kerja enzim amylase.
C. Batu Traktus Urinarius
No Nama Gambar Ciri-ciri
. Batu
1 Batu Permukaan halus,
Asam bewarna kuning
Urat sampai kecokelatan.

2 Batu Bewarna coklat tua


Oksalat sampai hitam.
Permukaannya kasar
dank eras, terutama
batu yang besar.

3 Batu Bewarna putih


Fosfat sampai abu-abu.
Permukaannya kasar
dan mudah
dihancurkan.Merpaka
n campuran kalsium
fosfat, magnesium
fosfat dan
alumunium fosfat (
triplet fosfat ).
4 Batu Bewarna putih atau
Karbona abu-abu dengan
t permukaannya licin.
Bentuknya agak kecil.

Praktikum Batu Traktus Urinarius secara Biokimia


No Nama Gambar Kesimpulan
Batu
1 Uji Batu
urat (+) Batu
mengandung
asam urat
karena hasil
menunjukkan
warna jingga.

2 Uji Batu
fosfat (+) Batu
mengandung
fosfat karena
hasil
menunjukkan
warna putih.
3 Batu
Oksalat (+) Batu
mengandung
oksalat karena
hasil
menunjukkan
warna kuning.

D.METABOLISME KARBOHIDRAT
Larutan Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3 Tabung 4
Suspensi Ragi 8 ml - 7,5 ml Tidak
dikerjakan
Suspensi Ragi - 8 ml - Tidak
yang Telah dikerjakan
Dididihkan
Larutan Fluoride - - 0,5 ml Tidak
dikerjakan
Larutan Arsenit - - - Tidak
dikerjakan
Larutan Glukosa 2 ml 2 ml 2 ml Tidak
0,1% dikerjakan
Hasilnya akan didapatkan seperti ini :

1 2 3

Setelah didiamkan selama 5 menit, campuran di sentrifugasi selama 5 menit dengan


kecepatan 2000rpm. Kemudian akan didapatkan hasil seperti ini :

1
3 2
Setelah itu, dibuatlah suatu campuran dengan menggunakan supernatan dari ketiga campuran
yang sudah disentrifugasi dengan rincian sebagai berikut.

Larutan Blanko Standar Uji 1 Uji 2 Uji 3 Uji 4


(B) (S)
Supernatan (ml) - - 0,1 0,1 0,1 Tidak
dikerjakan
Standar Glukosa 0,1% /dl - 0,1 - - - Tidak
dikerjakan
Akuades (ml) 2 1,9 1,9 1,9 1,9 Tidak
dikerjakan
Reagensia (ml) 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 Tidak
dikerjakan
Serapan Tidak
dikerjakan

Kesimpulan:

Setelah di inkubasi selama 10 menit warna campuran menjadi merah muda (maaf tidak
ada foto) dan serapan di ukur menggunakan spektrofometer, Hasil kadar glukosa
adalah sebagai berikut:

Uji 1: kadar glukosa sedikit dikarnakan ragi yang digunakan adalah ragi hidup. Sehingga
metabolism karbohidrat tetap berlangsung.

Uji 2: kadar glukosa tinngi dikarnakan ragi yang digunakan adalah ragi yang telah didihkan
(ragi mati) sehingga metabolism karbohidrat tidak berlangsung.

Uji 3: kadar glukosa sedikit dikarnakan ada inhibito fluoride yang menghambat metabolism
karbohidrat.
E. METABOLISME LIPID
1. REAKSI SALKOWSKI

Kesimpulan :
Kolesterol termasuk sterol
jenuh karena terbentuk
reaksi warna akibat adanya
reaksi dehidrasi dan oksidasi
oleh H2SO4 pekat.

2. REAKSI LIEBERMANN BURCHARD

Kesimpulan :
Larutan lipid merupakan larutan
sterol karena adanya perubahan
warna secara cepat yang terjadi
dari bening – biru muda – biru tua
– biru kehijauan.
3. UJI DAYA LARUT LIPID

Kesimpulan :
Daya larut
Air – H2SO4 encer – flcohol dingin – alcohol panas – bensin – kloroform – eter
--------------------------------------------------------------------------------
(Semakin ke kanan semakin larut)
F. METABOLISME PROTEIN

1. Uji Denaturasi Protein oleh Suhu

PROTEIN DENATURASI
Penambahan
1
Zat 2 4 5
(Blangko)
Protein 1% - 2 2 2
Aquades 2
Pemanas 10
37 37 50 60
menit
Sentrifugasi 5000 rpm 2 menit. Ambil supernatan (bagian atas)
Biuret I (tetes) 5 5 5 5
Biuret II (tetes) 5 5 5 5
Campur dengan baik. Diamkan 3 menit untuk melarutkan Cu2O, kemudian baca
absorbansinya pada 550 nm
Serapan pada
0,238 0,532 0,437 0,377
550 nm (A)

Kadar tabung 4 = (A4- A blangko) / (A2- A Blangko) X 1 %


=(0,437-0,238) / (0,532-0,238) X 1%
= 0,676 %
Kadar tabung 5 =(A5- A blangko) / (A2 – A blangko) X 1%
=(0,377-0,238) / (0,532-0,238) X 1%
=0,472 %
Hasil:
Kadar Protein residu pada tabung 4 lebih tinggi dari tabung 5
(Kadar tabung 4 = 0,676% > kadar tabung 5 =0,472%)

Dipanaskan pada suhu 50○C Dipanaskan pada suhu 60○C

Kesimpulan:
Peningkatan suhu di atas suhu optimum dapat mendenaturasi protein. Semakin tinggi
suhu, semakin banyak protein yang terdenaturasi (semakin banyak ikatan peptida
terputus), dan semakin kecil nilai absorbansinya.

Tabung 5 5
TABUNG Tabung 4 4
TABUNG Tabung 2 2
TABUNG TABUNG
Tabung 1 1

Grafik 1: Hubungan Suhu dengan Serapan(A)


Hubungan Suhu dengan Serapan (A)
0.6

0.5

0.4

0.3
Serapan (A)
0.2

0.1

0
20 30 40 50 60

Grafik 2: Hubungan Suhu dengan Kadar Protein Residu

Hubungan Suhu dengan Kadar Protein Residu


0.008
0.007
0.006
0.005
0.004
Serapan (A)
0.003
0.002
0.001
0
20 30 40 50 60

2. Uji Hidrolisis Protein dengan Peptidase

Penambahan PROTEIN DENATURASI


Zat 1 2 3 5
Protein 1% - 2 2 2
Aquades 3 1 0,75 -
Peptidase - - 0,25 1
Masukkan inkubator 37○C 10 menit. Sentrifugasi 5000rpm 2 menit. Ambil supernatan
(bagian atas)
Biuret I (tetes) 5 5 5 5
Biuret II (tetes) 5 5 5 5
Campur dengan baik. Diamkan 3 menit untuk melarutkan Cu2O, kemudian baca
absorbansinya pada 550 nm
Serapan pada
0,341 0,438 0,433 0,420
550 nm (A)
Tabung 2 Tabung 3 Tabung 5

Kadar tabung 3 = (A3- A blangko) / (A2- A Blangko) X 1 %


=(0,433-0,341) / (0,438-0,341) X 1 %
=0,948 %

Kadar tabung 5 = (A5- A blangko) / (A2- A Blangko) X 1 %


=(0,420-0,341) / (0,438-0,341) X 1 %
=0,814 %
Hasil:
Kadar protein ditabung 3 dengan penambahan peptidase 0,25 ml lebih banyak daripada
kadar protein yang tersisa di tabung 5 dengan penambahan peptidase 1 mL.

Kesimpulan:
Penambahan enzim peptidase meningkatkan proses hidrolisis protein. Semakin banyak
enzim yang ditambahkan maka semakin sedikit protein residu.
Grafik 1: Hubungan enzim peptidase dengan kaadar protein residu

Hubungan Enzim Peptidase dengan Kadar


Protein Residu
1.00%

0.95%

0.90%

0.85%
kadar protein residu
0.80%

0.75%

0.70%
0.5 1 1.5 2

Grafik 2: Hubungan enzim peptidase dengan Serapan spektrofotometer

Hubungan Enzim Peptidase dengan Serapan


Spektrofotometer
0.44

0.435

0.43

0.425
serapan
0.42

0.415

0.41
0 0.25 0.5 0.75 1
G. OKSIDASI BIOLOGI
1. Uji Schardinger
a. Hasil

Pasteurisasi Segar Pasteirusasi Segar


Lebih gelap Lebih terang Lebih gelap Lebih terang

Formaldehid mengalami oksidasi karena adanya enzim aldehid dehydrogenase dalam


susu segar dibuktikan dengan warna biru metilen yang menjadi lebih terang(pudar)
tanda biru metilen tereduksi(menerima H+) dari formaldehid.
Pada susu pasteurisasi(steril) warna biru gelap karena enzim telah terdenaturasi
sehingga tidak terjadi reaksi.

Setelah pemanasan susu segar warnanya menjadi biru gelap(lebih biru) sama seperti
susu pasteurisasi(steril) karena enzim telah terdenaturasi juga sehingga biru metilen ter-
reoksidasi.

b. Kesimpulan
Dalam susu segar terdapat enzim aldehid dehydrogenase
2. Uji Peroksidase
a. Hasil
tabung 1 dipanaskan (warna lebih terang)
tabung 2 tidak dipanaskan (warna lebih gelap)

pada susu segar yang dipanaskan hingga mendidih enzim


peroksidasenya terdenaturasi sehingga H2O2 yang tereduksi
lebih sedikit sehingga O2 yang bereaksi dengan KMnO4 lebih
sedikit maka warna lebih terang

b. Kesimpulan
Enzim peroksidase terdapat dalam susu segar(ditambah
enzim)

3. Uji Antioksidan Vitamin C


a. Hasil

Pisang dalam vitamin C warnanya tidak berubah


Pisang dalam air warnanya berubah menjadi coklat
b. Kesimpulan
Hasil percobaan menunjukkan bahwa vitamin C sebagai antioksidandapat melindungi
buah dari reaksi oksidasi, sehingga buah tidak berubah menjadi warna coklat dan tidak
terbntuk H2O2
H. DARAH KUALITATIF

Catatan:

Foto dan hasil percobaan yang dipakai berdarkan hasil kelompok lima, jadi mohon maaf bila ada
perbedaan dengan masing-masing kelompok.

A. Uji Sel Darah Merah Terhadap Oksihemoglobin dan Deoksihemoglobin


a) Hasil

+Pereaksi +Pengocok
Stokes an

Oksi Hb Deoksi Hb Oksi Hb kembali

b) Pembahasan
Sel darah merah tersusun atas hemoglobin yang juga memberi warna dari sel darah merah itu
sendiri. Di dalam hemoglobin terdapat Fe2+ atau ferro. Ferro akan mengalami oksidasi saat kontak
dengan udara yang mengandung oksigen mengahsilkan oksihemoglobin yang warnanya adalah
merah terang.
Hb + O2 (di paru oksigen diikat) HbO2 (Oksihemoglobin) Hb + O2 (di jaringan oksigen dilepas)

Larutan berisi oksihemoglobin lalu dicampur dengan pereaksi stokes yang mengandung FeSO4,
dimana ferro pada pereaksi stokes lebih mudah teroksidasi dibandingkan dengan hemoglobin,
sehingga oksigen lepas dari ferro hemoglobin dan mengoksidasi pereaksi stokes. Hemoglobin yang
kehilangan oksigen menjadi deoksihemoglobin dan menghasilkan warna yang lebih tua dibanding
yang berikatan dengan oksigen.

Deoksihemoglobin akan menstabilkan dirinya dengan berikatan dengan karbon dioksida. Ikatan
antara hemoglobin dan karbon deoksida lebih kuat diabandingan dengan oksigen. Sehingga, afinitas
hemoglobin terhadap oksigen menurun, sehingga jumlah oksigen yang diikat juga ikut menurun.
Itulah mengapa tabung yang sudah mengalami reduksi memiliki warna merah tua (lebih muda
sedikit dibandingkan tabung sebelumnya).

c) Kesimpulan
Hemoglobin dapat dioksidasi oleh oksigen membentuk oksihemoglobin yang dapat tereduksi
membentuk deoksihemoglobin yang berikatan dengan karbondioksida sehingga lebih sulit mengikat
oksigen kembali.

B. Pengaruh Pelarut Kimia Terhadap Membran Sel Darah Merah


a) Hasil
Keterangan :

1. NaCl 0,9%
2. Kloroform
3. Eter
4. Aseton
5. Toluene
6. Alkohol
b) Pembahasan
Pelarut organik dapat melarutkan membran sel dari sel darah merah larut, sehingga isi sel dan
hemoglobin keluar ke cairan sekitarnya (hemolisis). Hemolisis ini terjadi karena membran sel
mengandung lipid yang larut pelarut organik.

Hemoglobin merupakan zat pewarna dari eritrosit, sehingga saat sel lisis dan hemoglobin keluar
masuk ke plasma, warna plasma berubah menjadi merah. Hal ini terlihat dari perbandingan hasil
percobaan setelah larutan didiamkan. Larutan yang mengalami lisis akan memiliki warna merah
bening entah itu hanya dilapisan permukaan atau keseluruhan. Jika hanya dilapisan permukan
artinya terjadi lisis sebagian dan warna keruh dibagian bawah merupakan eritrosit yang mengendap
membentuk warna merah keruh. Warna plasma bening dipermukaan saja menunjukkan tidak terjadi
hemolisis.

Berdasarkan daya lisisnya mulai dari yang terkuat dapat disusun menjadi :

Toulene > Kloroform > Eter > Aseton > Alkohol

Hasil ini didapatkan dari kemampuan pelarut organik untuk melarutkan lipid. Dimana larutan
non-polar lebih mudah untuk melarutkan lipid dibandingkan pelarut polar.

c) Kesimpulan
Pelarut organik dapat melarutkan membran sel yang terbuat dari lipid bilayer terutama pelarut
organik non-polar sehingga warna dari larutan dapat berubah.
C. Hemolisis Sel Darah Merah
a) Hasil

Keterangan : Tabung 1 dari yang paling kiri.

Tabung 1 : 0 % (hemolisis sempurna) Tabung 6 : 0,7% (tidak hemolisis)

Tabung 2 : 0,2% (hemolisis sempurna) Tabung 7 : 0,8% (tidak hemolisis)

Tabung 3 : 0,4% (hemolisis sempurna) Tabung 8 : 0,9% (tidak hemolisis)

Tabung 4 : 0,5% (hemolisis sebagian) Tabung 9 : 1,0% (tidak hemolisis)

Tabung 5 : 0,6% (tidak hemolisis) Tabung 10 : 1,1% (tidak hemolisis)

b) Pembahasan
Hemolisis berarti keluarnya isi sel darah merah termasuk eristrosit ke cairan sekitarnya. Sel
darah merah isotonis pada larutan NaCl 0,9% sehingga pada larutan tersebut tidak terjadi
perpindahan air (osmosis) baik dari ataupun ke sel. Sel akan mengalami pembengkakan bila laruta
berada di bawah kadar 0,9% (Tabung 1–7), dimana lisis mulai terjadi pada konsentrasi 0,48%
(~0,5%). Lisis sempurna terjadi pada konsentrasi 0,33%. Pada keadaan hipertonis (melebihi 0,9%) sel
akan kehilangan plasmanya karena osmosis ke cairan sekitarnya sehingga sel mengkerut (crenated)

Jadi berdasarkan teori, percobaan seharusnya tabung 1-2 mengalami hemolisis sempurna
ditandai dengan warna merah bening pada cairan karena hemoglobin yang mewarnai eritrosit keluar
dari sel dan masuk ke larutan NaCl. Pada tabung 3, seharusnya hemolisis sebagian, namun terjadi
kesalahan pada hasil percobaan di atas. Tabung 4 mengalami hemolisis sebagian karena lisis mulai
dari konsentrasi NaCl 0,48 (~0,5%).

Tabung 5 sampai 7 tidak mengalami hemolisis karena walaupun hipotonis belum mencapai
ambang batas ketahanan membran sel, sehingga sel hanya membengkak. Pada tabung 8 itu isotonis.
Tabung 9 dan 10, sel mengalami krenasi karena larutan hipertonis.

Jadi kejadian yang seharusnya terjadi:

Tabung 1 : 0 % (hemolisis sempurna)

Tabung 2 : 0,2% (hemolisis sempurna)

Tabung 3 : 0,4% (hemolisis sebagian)

Tabung 4 : 0,5% (hemolisis sebagian)

Tabung 5 : 0,6% (tidak hemolisis)

Tabung 6 : 0,7% (tidak hemolisis)

Tabung 7 : 0,8% (tidak hemolisis)

Tabung 8 : 0,9% (tidak hemolisis-isotonis)

Tabung 9 : 1,0% (tidak hemolisis-krenasi)

Tabung 10 : 1,1% (tidak hemolisis-krenasi)


c) Kesimpulan
Sel darah merah dapat mengalami lisis mulai dari konsentrasi 0,48% NaCl (~0,5%) dan lisis sempurna
pada 0,33%.

Pertanyaan

1. Peristiwa faal apa yang ditiru pada percobaan uji oksi Hb dan deoksi Hb?
Jawab:
Peristiwa faal yang dapat ditiru pada percobaan itu adalah faal respirasi, yaitu pembentukan
oksi Hb (hb mengikat O2) di alveolus dan pembentukan deoksiHb (hb yang melepas O2) di
jaringan akibat jaringan yang memerlukan O2 dan CO2 di jaringan di angkut kembali ke paru-
paru.

Hb + O2 HbO2 Hb + O2
Paru-paru darah jaringan

Hemoglobin memiliki kemampuan berikatan longgar dan reversible dengan oksigen . Oksigen
berikatan secara longgar dengan salah satu ikatan disebut ikatan koordinassi atom besi yang
sifatnya sangat reversible , karna ikatan ini oksigen dilepaskan kedalam cairan jaringan dalam
bentuk molekul bukan dalam bentuk ion.

2. Apa yang terjadi bila orang keracunan gas CO?


Jawab:
Orang yang keracunan gas CO, hemoglobin yang harusnya mengikat O2 untuk respirasi sel tidak
terjadi (atau proses oksi hemoglobin terganggu ), ini terjadi karna afnitas hemoglobin terhadap
CO lebih kuat 200 kali dari pada O2. Akibatnya akan terbentuk ikatan HbCO didalam darah
sehingga kadar O2 di dalam tubuh tidak bisa menutupi kebutuhan sel dan jaringan (hipoxia).
Jika hipoksia ini tidak segara di tangani suplai O2 ke otak akan berkurang bisa dapat beakibat jadi
pingsan, sedangkan pada jaringan dapat mengalami nekrosis dan berakhir kematian. Tanda dan
gejala lain keracunan gas CO :sakit kepala, lemas, pusing, mual dan untah, nafas pendek,
kehilangan kesadaran.
Reaksinya :
Hb (ag) + CO (g) HbCO (ag)
Ketika ikatan ini terbentuk ruang untuk O2 untuk berikatan dengan Hb sedikit , disisi lain CO ini
juga mengubah sisi ikat O2 ,agar pada saat pengangkutan menuju jaringan tidak terlepas.

3. Suspensi darah ditambah beberapa tetes K3Fe(CN)6 dikocok kuat dan berdasarkan warna
terbentuk apakah HbO2 dapat terbentuk kembali? Jelaskan!!
Jawab :
Tidak, karna K3Fe(CN)6, ferricianida adalah agen oksidasi Fe, yang akan mengubah/ mengoksidasi
Fe2+ (ferro) di dalam oxyhemoglobin menjadi Fe3+ (ferri) ,sehingga terbentuklah methemoglobin
bukan HbO2.
Reaksi:
HbO2 (Fe2+) + Fe3+ (dari ferrisianida) metHb (Fe3+ )+ O2 + Fe2+
Selain itu kandungan CN- (Sianida) dapat menstabilkan metHb dengan berikatan dengan
ferri. Sehingga oksiHb tidak dapat dibentuk kembali. Warna yang dihasilkan akan berbeda
karena pengikatan Hb yang merupakan pewarna dari sel darah merah zat lain.
4. Apa yang dimasud dengan hemolisis?
Jawab:
Hemolisis adalah peristiwa masuknya cairan dari lingkungan hipotonik (ektrasel) ke dalam sel
darah merah, akibatnya sel darah merah membengkak dan kemudian terjadi lisis (pecahnya
membrane sel darah merah) dan akan mengakibatkan Hb dari sel darah merah larut dalam
cairan ektrasel yang hipotonis tersebut.

5. Berapakah retensi osmotic minimum SDM?


Jawab:
Retensi osmotic minimum SDM adalah pada larutan NaCl 0,42% sampai 0,48 %
I. DARAH KUANTITATIF

1. Penetapan Kadar Gula Darah

Data (referensi Kelompok 8)

Tabung Blangko Standar Sewaktu Puasa


Serapan pada
0,179 0,353 0,334 0,184
550nm

Penghitungan:
(𝐴3−𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑜)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 3 = x 100 mg/dL
(𝐴𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑜)

(0,334−0,179)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 3 = x 100 mg/dL
(0,353−0,179)

Kadar Tabung 3 = 89 mg/dL


(𝐴4−𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑜)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 4 = x 100 mg/dL
(𝐴𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑜)

(0,184−0,179)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 4 = x 100 mg/dL
(0,353−0,179)
Kadar Tabung 4 = 2,8mg/dL

Pembahasan:

Kadar Gula darah sewaktu (tabung 3) normalnya 110 mg/dL sedangkan gula darah puasa
(tabung 4) normalnya 80—100 mg/dL. Pada percobaan diatas, hasil yang didapatkan di tabung
4 sangat jauh dari kadar normal dan kemungkinan yang terjadi adalah kesalahan serum darah.

Kesimpulan:

Gula darah sewaktu akan lebih tinggi kadarnya jika dibandingkan dengan gula darah puasa,
karena kadar glukosa darah pada saat puasa rendah akibat banyak glukosa yang dikonversikan
menjadi glikogen dan disimpan di otot/hati.
2. Penetapan Kadar Protein
Sebelum sentrifugasi

Sesudah sentrifugasi

B1 B2 B3 B4

Diberi Biuret
B1 B2 B3 B4

Data (referensi Kelompok 9)

Tabung Blangko Standar Sewaktu Puasa


Serapan pada
0,480 0,534 0,646 0,617
550nm

Penghitungan:
(𝐴3−𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑜)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 3 = x 1%
(𝐴𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑜)

(0,646−0,480)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 3 = x 1%
(0,534−0,480)

Kadar Tabung 3 = 3,07%


(𝐴4−𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑜)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 4 = x 1%
(𝐴𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟−𝐴𝑏𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑜)

(0,617−0,480)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑇𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔 4 = x 1%
(0,534−0,480)

Kadar Tabung 4 = 2,53%


Pembahasan:

Dari hasil percobaan, kadar protein pada tabung 3 dengan 2 mL protein adalah 3,07%.
Sedangkan kadar protein pada tabung 4 dengan 1,5 mL protein dan 0,5 mL aquades adalah
2,53%. Memang seharusnya kadar protein pada tabung 3 lebih tinggi daripada tabung 4 karena
tidak adanya pengenceran pada tabung 3. Tetapi kadar protein normal seharusnya 4%-7%.

Kesimpulan:

Kadar protein pada tabung 3 lebih tinggi karena tidak adanya pengenceran seperti halnya
tabung 4.

J. PRAKTIKUM EMPEDU

GAMBAR DAN PENJELASAN HASIL DAN KESIMPULAN

1. IDENTIFIKASI SIFAT EMPEDU


A. Bau : Amis
B. Konsistensi : Cair
C. pH : Antara 7 – 8
D. Warna : Hijau Tua
2. UJI GMELIN
Pembahasan :

Pada cairan empedu terdapat pigmen empedu


yang dapat teroksidasi oleh asam nitrat
menghasilkan warna coklat dan kuning
kecoklatan di antara kedua larutan (Asam
nitrat dan empedu cair) warna diantara kedua
larutan adalah pigmen dari empedu itu sendiri.
Pigmen empedu teroksidasi menjadi
mesobiliverdin

3. UJI PETTENKOFER
Pembahasan :

Diantara kedua larutan terbentuk


lapisan warna kuning kecokelatan
dan cokelat kehitaman. Pada
cairan empedu cair, terdapat asam
empedu yang dapat bereaksi
dengan furfural menghasilkan
warna diantara kedua larutan.
Dengan kata lain, uji ini
membuktikan adanya asam
empedu pada larutan empedu cair
yang dibuktikan adanya warna
diantara kedua larutan.
4. FUNGSI EMPEDU SEBAGAI EMULGATOR
Hasil Percobaan :

Berdasarkan Hasil percobaan, cairan empedu dapat


melarutkan Minyak
CAIRAN TUBUH: SALIVA

PENETAPAN PH AIR LIUR

Indicator
universal

Kesimpulan:

Air liur memilik pH normal sekitar 6-7 (pH normal: 5,6-7,6)

UJI BIURET
Untuk mengidentifikasi ikatan peptide (kandugan protein) pada air liur

Kesimpulan:

Warna lembayung pada air liur (saliva)


mengindikasikan adanya kandungan protein
(ikatan peptide) pada saliva.
UJI MILLON
Untuk mengidentifikasikan asam amino tirosin pada air liur (saliva)

Endapan
Merah

Kesimpulan:

Adanya endapan merah (warna merah)


pada tabung mengindikasikan adanya asam
amino tirosin pada air liur (saliva).
UJI MOLISCH ( Air Liur + Pereaksi Molisch + H2SO4 Pekat )

Terdapat cincin ungu diantara 2


lapisan (lapisan air liur dan larutan
asam sulfat pekat) yang
membuktikan bahwa air liur positif
mengandung karbohidrat.
Lapisan Air
Liur

Cincin Ungu

Asam Sulfat
Pekat
UJI PRESIPITASI ( Air Liur + Asam Asetat )

Larutan
menjadi
lebih keruh
Terdapat
endapan putih

Didapati larutan menjadi lebih keruh dari sebelumnya kemudian timbul granul-
granul (bintik) berwarna putih yang melayang serta sedikit endapan terdapat di
dasar tabung reaksi. Membuktikan bahwa air liur positif mengandung asam
amino tirosin yang diendapkan oleh asam asetat.
UJI SULFAT ( Air Liur + HCl encer + BaCl2 )

Larutan
menjadi
lebih keruh Tidak terdapat
endapan

Larutan menjadi lebih keruh dari sebelumnya dan tidak didapati endapan.
Membuktikan bahwa air liur positif mengandung ion Sulfat yang diendapkan oleh
Barium.
*) Larutan memang tidak didapati endapan namun kekeruhan dari suatu larutan
merupakan permulaan bahwa larutan tersebut telah jenuh.
Syarat : Konstanta larutan (Qc) lebih dari konstanta kelarutan Ksp, maka larutan
akan mengendap. (Qc > Ksp)
UJI FOSFAT
Hasil Percobaan

Kesimpulan:

Berdasarkan Hasil Percobaan, larutan akan berubah


menjadi warna biru tua, hal ini menunjukan bahwa air liur
menggandung fosfat.

Anda mungkin juga menyukai