PEMBAHASAN
Keberhasilan atau gagalnya dari pemasangan gigi tiruan tergantung pada beberapa faktor,
antara lain kondisi dari mulut pasien, keadaan periodontal gigi dan prognosa gigi tersebut. Pasien
yang ingin memasang gigi tiruan tidak selalu dapat memenuhi faktor-faktor tersebut sehingga
dibutuhkan suatu tindakan sebelum pemasangan gigi tiruan. Tindakan itu disebut sebagai
perawatan pendahuluan. Pengertian dari perawatan pendahuluan, yaitu tindakan yang dilakukan
terhadap gigi, jaringan lunak maupun jaringan keras dengan tujuan mempersiapkan rongga mulut
untuk menerima gigi tiruan. Tujuan perawatan pendahuluan selain untuk mempersiapkan rongga
mulut, juga untuk menciptakan kondisi oklusi yang normal dan memastikan kesehatan gigi
Ada beberapa perawatan pendahuluan yang akan dilakukan sebelum perawatan utama.
Pertama, yaitu perawatan di bidang konservasi. Pada perawatan tersebut akan dilakukan
penumpatan pada gigi-gigi yang berlubang. Kedua, yaitu suvey. Tujuan dilakukan survey untuk
menentukan lengkung terbesar pada gigi penyangga dan menentukan arah pemasangan gigi tiruan.
Ketiga, yaitu penetapan gigit pendahuluan. Tujuan dilakukan penetapan gigit pedahuluan untuk
memperoleh kondisi yang ideal pada rahang atas dan rahang bawah didalam rongga mulut
Setelah perawatan pendahuluan selesai dilakukan, rongga mulut pasien siap untuk
dipasangkan gigi tiruan sehingga dapat mulai dilakukan perawatan utama. Perawatan utama yang
akan dilakukan pada kasus ini adalah gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL). Konstruksi gigi tiruan
sebagian lepasan (GTSL) untuk rahang atas mengindikasikan klasifikasi Kennedy Klas 3
Modifikasi 2 dengan kehilangan gigi 14,16 dan 26. Klasifikasi Kennedy Klas 3 ini menandakan
bahwa GTSL bersifat tooth borne. Untuk desain yang dipilih pada rahang atas menggunakan
klamer 3 jari pada gigi 17, 25 dan 27 serta klamer half jackson pada gigi 13. Klamer 3 jari pada
gigi 17 digunakan untuk mendapatkan sifat tooth borne pada anasir gigi 16. Klamer 3 jari pada
gigi 25 dan 27 digunakan untuk mendapatkan sifat tooth borne pada anasir gigi 26 dengan tempat
yang terbatas. Klamer half jackson pada gigi 13 digunakan untuk mendapatkan sifat tooth borne
pada anasir gigi 14. Gigi 15 tidak digunakan klamer karena merupakan single standing tooth
sehingga dikhawatirkan akan menjadi pusat stress pada gigi 15 apabila digunakan klamer pada
gigi tersebut. Pada kasus ini, pasien memiliki torus palatinus yang kecil, sehingga desain harus
dibuat terbuka (U-shape). Adapun tujuan dari pembuatan U-shape adalah untuk kenyamanan
pasien.
modifikasi 1 yang menandakan GTSL bersifat tooth borne. Untuk desain pertama, klamer 3 jari
pada gigi 34 dan 37 untuk mendapatkan sifat tooth borne dari anasir gigi 35 dan 36. Klamer 3 jari
pada gigi 47 dan 45 digunakan untuk mendapatkan sifat tooth borne dari anasir gigi 46 dengan
tempat terbatas. Pada kasus ini, tidak diperlukan peninggian plat karena konstruksi GTSL tidak
mengindikasikan klasifikasi baik Kennedy Klas 1 maupun Klas 2. Plat dibuat 1 mm di bawah
servikal untuk menghindari penumpukan sisa-sisa makanan pada daerah servikal yang
Perawatan Alternatif pada kasus ini adalah gigi tiruan tetap (GTT). Bahan yang digunakan
pada kasus ini adalah PFM. PFM dipilih karena melibatkan penggabungan dari kebaikan sifat
mekanik logam dengan sifat estetik porcelain yang baik. Secara umum, restorasi terdiri dari sub-
1 dibuatkan gabungan dari GTT tegar 3 unit di gigi 15, 16, 17, dan GTT setengah tegar 2 unit di
gigi 13 juga 14. Desain compound bridge digunakan pada regio ini karena gigi 15 merupakan
single standing tooth sehingga diperlukan stress breaker, bila tidak beban akan terkumpul pada
gigi tersebut. Pontik yang digunakan adalah jenis ridge lap karena bentuk ridge yang ovoid.
Akhiran preparasi pada kasus ini tepat pada margin gingiva (equigingival) untuk gigi 15 dan 17
karena, sedangkan gigi 13 memiliki akhiran subgingival karena memerlukan estetik yan baik.
Pada regio 2 dibuatkan GTT tegar terdiri dari 3 unit, yang mana gigi 25 dan 27 berfungsi
sebagai abutment dan gigi 26 adalah pontik. Pontik yang digunakan adalah jenis ridge lap karena
bentuk ridge yang ovoid. Akhiran preparasi yang digunakan adalah equigingival karena
merupakan gigi posterior sehingga estetik bukan merupakan hal yang utama.
Pada regio 3 dibuatkan GTT tegar terdiri dari 4 unit, yang mana gigi 34 dan 37 berfungsi
sebagai abutment dan gigi 35 serta gigi 36 adalah pontik. Pontik yang digunakan adalah jenis
sanitary karena bentuk ridge yang tapering. Selain itu, pontik sanitary dipilih karena sisa makanan
yang menempel lebih mudah dibersihkan. Akhiran preparasi yang digunakan adalah eguigingival
karena merupakan gigi posterior sehingga estetik bukan merupakan hal yang utama.
Pada regio 4, GTT tegar terdiri dari 3 unit, yang mana gigi 45 dan 47 berfungsi sebagai
abutment dan gigi 46 adalah pontik. Pontik yang digunakan adalah jenis sanitary karena bentuk
ridge yang tapering. Selain itu, pontik sanitary dipilih karena sisa makanan yang menempel lebih
mudah dibersihkan. Akhiran preparasi yang digunakan adalah eguigingival karena merupakan gigi